Anda di halaman 1dari 15

ARTIKEL ILMIAH

“PENERAPAN GREEN ECONOMY PADA PENGEMBANGAN


EKOWISATA”

Abstrak

Artikel ilmiah ini bertujuan membahas dan


menyatakan secara teoritis tentang penerapan green economy
terhadap pengembangan ekowisata yang berwawasan
lingkungan dan kesejahteraan masyarakat, pengaruh konsep
green economy terhadap keputusan pembangunan
berkelanjutan, pengaruh minat wisatawan terhadap lokasi
wisata dan potensi wisata alami, dan strategi green
manajemen untuk menata ekowisata yang berwawasan
lingkungan yang diterapkan oleh swasta dan dibantu peranan
pemerintah. Artikel ini adalah artikel ilmiah yang membahas
mengenai penggambaran obyek dengan perilaku ekonomi
serta lingkungan suatu yang kemudian dijabarkan untuk
menemukan suatu kesimpulan mengenai obyek dan perilaku
ekonomi, yaitu menjelaskan hal-hal yang sesuai dengan
keadaan perekonomian dan lingkungan saat ini untuk diulas.
Topik bahasan dalam artikel ini adalah mengenai suatu
konsep green economy yang menjadi acuan dalam
pembangunan berkelanjutan ekowisata. Pengambilan teori
green economy dan perkembangan ekowisata dari berbagai
sumber untuk penerapan pembangunan dibidang wisata
berbasis green economy. Artikel ini menunjukkan bahwa:
konsep green economy dengan pembangunan berkelanjutan
pada sektor pariwisata berpengaruh secara langsung pada
pelaku ekonomi baik sebagai penyedia jasa maupun
wisatawan sendiri, green manajemen berpengaruh secara
langsung terhadap kelangsungan pembangunan berbasis
lingkungan.

Kata Kunci: Green Economy, Ekowisata, Pembangunan berkelanjutan.

Abstract

This scientific article aims to discuss and state theoretically the application of
green economy to the development of ecotourism that is environmentally sound
and community welfare, the influence of the green economy concept on
sustainable development decisions, the influence of tourist interest on tourist sites
and natural tourism potential, and a green management strategy for managing
ecotourism which is environmentally sound applied by the private sector and
assisted by the role of the government. This article is a scientific article that
discusses the depiction of objects with economic and environmental behavior,
which is then explained to find a conclusion about objects and economic
behavior, namely explaining things that are in accordance with the current
economic and environmental conditions to be reviewed. The topic of discussion in
this article is about a green economy concept that is a reference in sustainable
ecotourism development. Taking the theory of green economy and the
development of ecotourism from various sources for the application of
development in the field of green economy-based tourism. This article shows that:
the green economy concept with sustainable development in the tourism sector
directly influences economic actors both as service providers and tourists
themselves, green management directly influences the continuity of environment-
based development.

Keywords: Green Economy, Ecotourism, Sustainable Development.

PENDAHULUAN

Berbicara mengenai perubahan iklim atau istilah nya Global Warming


memang tidak akan ada habisnya jika tidak ada solusi yang solutif. Mungkin
sangat banyak berbagai solusi bermunculan dari mulai adanya kebersihan
lingkungan sampai melakukan penanaman pohon di berbagai area wisata menjadi
salah satu upaya yang bagus. Namun, sekali lagi kita harus mencoba melihat dari
sudut pandang yang berbeda yaitu apakah sebenarnya berbagai program
pemerintah saat ini untuk menurunkan emisi karbon sampai 26 % di tahun 2020
dan 41 % bisa tercapai? Bukannya hal ini memerlukan dukungan dari berbagai
pihak, bukan saja dari institusi pemerintahan namun dukungan masyarakat juga
merupakan sumbangsih terbesar bagi keberhasilan berbagai program pemerintah.
Memang menanam pohon merupakan salah satu upaya nyata dalam melestarikan
hutan, akan tetapi bagaimana kebutuhan masyarakat saat ini, apakah memang
menanam pohon merupakan prioritas utama dalam melestarikan hutan dan tempat
wisata? Prioritas utama adalah melakukan penguatan modal dan meyakinkan
masyarakat bahwa sebenarya pohon yang dirawat kemudian menjadi besar
merupakan investasi bagi tempat wisata yang akan dirasakan dikemudian hari.
Yang jelas adalah investasi segi ekonomi, serta perbaikan kualitas lingkungan
sampai sumberdaya pangan.
Memang sesuatu tujuan yang besar membutuhkan energi yang besar pula,
tetapi memang harus dipikirkan betul adalah bagaimana cara untuk mencapai hal
tersebut tentunya dengan metode yang tepat, cepat, dan multiguna. Indonesia
berinisiatif untuk memunculkan sebuah angka dan kemungkinan akan dianggap
sebagai negara yang sangat progresif dalam isu perubahan iklim dunia. Sangat
diperlukannya suatu inovasi atau cara berpikir baru bagaimana memanfaatkan
sumberdaya alam ini secara optimal namun juga dapat bermanfaat bagi
kesejahteraan. Berbagai macam teori dan konsep mungkin sudah banyak di
implementasikan, namun kemanfaatannya belum dirasakan secara maksimal.
Sumberdaya alam yang melimpah bagi Indonesia merupakan anugrah dan beban
tersendiri bagaimana nantinya bisa mengolahnya. Terkait dengan hal itu bahwa
ada sebuah konsep yang diarasa mampu menjadi alternatif dalam pengelolaan
hutan dalam rangka menurunkan emisi karbon dan gas rumah kaca di udara yang
sangat ekonomis yang sesuai dengan konsep Green Economy yaitu konsep
ekowisata.

Konsep Green Economy


Green Economy adalah sebuah rezim ekonomi yang mampu meningkatkan
kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, yang sekaligus mengurangi risiko
lingkungan secara signifikan. Green Economy juga berarti perekonomian yang
rendah karbon atau tidak menghasilkan emisi dan polusi lingkungan, hemat
sumber daya alam dan berkeadilan sosial. Sedangkan Green Economy ekologis
merupakan sebuah model pembangunan ekonomi yang berlandaskan
Pembangunan Berkelanjutan dan pengetahuan ekonomi ekologis. (Riyanikusuma,
2012)
Konsep ekonomi hijau telah berkembang luas untuk menanggapi
kebutuhan terhadap strategi pembangunan rendah karbon. Namun, tidak hanya
secara dramatis mengurangi karbon dengan intensif, ekonomi hijau, khususnya di
negara-negara yang memiliki hutan dan potensi wisata yang besar.
Ekowisata (ecotourism) dalam bahasa Indonesia biasa diartikan sebagai
pariwsata berwawasan lingkungan. Maksudnya, melalui aktivitas yang berkaitan
dengan alam, wisatawan diajak melihat dan menyaksikan alam dari dekat,
menikmati keaslian alam dan lingkungannya sehingga membuatnya tergugah
untuk mencintai alam.
Ekowisata diberi batasan sebagai bentuk dan kegiatan wisata yang
bertumpu pada lingkungan dan bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi
bagi masyarakat lokal serta bagi kelestarian sumberdaya alam dan pemanfaatan
yang berkelanjutan. Beberapa aspek utama untuk berkembangnya ekowista adalah
adanya keaslian lingkungan alam dan budaya, keberadaan dan dukungan
masyarakat, pendidikan dan pengalaman, keberlanjutan, dan kemampuan
manajemen dalam pengelolaan ekowisata.

Pembangunan Kepariwisataan Nasional


Industri pariwisata nasional merupakan suatu sistem yang terdiri dari
permintaan, penawaran dan lingkungan. Permintaan merupakan sesuatu yang
diinginkan oleh wisatawan, sesuatu yang dicari wisatawan atau keinginan
wisatawan. Permintaan ini dipengaruhi oleh faktor individual yaitu sosok
wisatawan, baik yang menyangkut demografis wisatawan (umur, jenis kelamin,
status sosial ekonomi, pendidikan, dan sebagainya), maupun  psiko-grafi, (seperti 
sikap, gaya-hidup, motivasi berpergian dan minat wisatawan). Jenis permintaan,
keinginan dan sesuatu yang dicari wisatawan ini akan berbeda-beda tergantung
dari beberapa faktor diatas.
Penawaran terdiri dari sejumlah faktor, seperti atraksi, akomodasi,
transportasi, SDM, kelembagaan, amenitas, dan sebagainya. Berbeda dengan
permintaan, penawaran ini berada sepenuhnya dalam jangkauan perumus
kebijakan diantaranya adalah Departemen Pariwisata, Dinas Pariwisata, Pengelola
Desa Wisata. Bentuk kebijakan kepariwisataan ini akan ditentukan oleh visi
pembangunan pariwisata yang diadopsi oleh suatu negara dan bangsa dengan
memperhatikan sisi permintaan tadi.
Lingkungan Kepariwisataan mencakup situasi politik, ekonomi,
keamanan  dan sebagainya di negara tujuan wisata yang dapat mempengaruhi sifat
interaksi antara permintaan dan penawaran. Pembangunan pariwisata pada
hakekatnya merupakan upaya untuk membawa kepariwisataan menuju sistem
kepariwisataan yang  dipandang lebih bermanfaat atau lebih baik, melalui proses
perencanaan, dengan memperhatikan perubahan yang terjadi. Proses perencanaan
tadi dilakukan  dengan merubah faktor permintaan dan penawaran tadi sesuai
dengan visi yang menjadi referensi pembangunan suatu negara.
Di dalam proses pembangunan nasional pada umumnya, serta
pembangunan kepariwisataan pada khususnya, hal-hal penting pembangunan
selalu akan muncul, baik pada kebijakan, strategi, maupun program. Hal ini
disebabkan karena di dalam proses pembangunan, para perumus kebijakan dan
pengambil keputusan akan selalu dihadapkan pada berbagai pilihan. Apa yang
dipandang sebagai “lebih baik” atau “lebih bermanfaat” bersifat relatif, dan
seringkali bersifat subjektif.

Green Economy Ekowisata


Di satu sisi sektor pariwisata dipandang sebagai sektor andalan yang akan
menjadi penghasil devisa utama, di sisi lain sektor ini juga diharapkan untuk dapat
berfungsi sebagai wacana pemerataan melalui perluasan kesempatan kerja dan
kesempatan berusaha. Hal tersebut akan menentukan sosok wisatawan yang akan
menjadi prioritas utama, dan implikasinya pada strategi promosi, pengembangan
produk dan atraksi, pembangunan akomodasi dan prasarana, kebijakan
pemanfaatan sumber, impor dan sebagainya.
Kebijakan pembangunan pariwisata yang berorientasi pada peningkatan
perolehan devisa cenderung menempatkan wisatawan nusantara pada posisi
sekunder serta memberi prioritas yang tinggi pada wisata mancanegara yang
bersifat wisata massal. Sifat-sifatnya seperti program perjalananannya
distandardisasikan, dikemas secara tegas, dan tidak lentur; program perjalanannya
disusun berdasarkan peniruan massal dari unit-unit yang sama yang
mengandalkan skala ekonomi sebagai pendorong utamanya; program
perjalanannya dipasarkan secara massal pada seluruh lapisan masyarakat; dan
program perjalannya dikonsumsi secara massal dan kurang memperhatikan
norma, budaya, masyarakat dan lingkungan setempat di daerah tujuan wisata.
Memang hal ini mempunyai potensi yang lebih besar untuk menghasilkan
devisa. Namun karena wisata massal ini cenderung memanfaatkan teknologi
canggih yang padat modal serta menggantungkan berbagai inputnya pada
komoditi yang diimpor, maka peluang kerja yang ditimbulkan cenderung terbatas,
karena sosok pariwisata yang demikian terutama menyerap tenaga kerja
profesional yang berpendidikan dan berketrampilan tinggi. Obsesi untuk
meningkatkan perolehan devisa dan manfaat ekonomi menyebabkan wisata
massal tadi berwawasan jangka pendek tanpa memperhatikan dampaknya
terhadap lingkungan, karena  mekanisme pembentukan harga di pasar dan proses
ekonomi  cenderung kurang memperhatikan pengorbanan sosial yang ditimbulkan
pariwisata, seperti sempitnya akses pada peluang kerja dan potensi kerusakan
lingkungan.
Apabila industri kepariwisataan ingin berhasil dalam mengemban misinya
sebagai wacana pemerataan pendapatan melalui perluasan kesempatan kerja,
berwawasan lingkungan dan kesempatan berusaha berkelanjutan, maka
pembangunan kepariwisataan harus memberi perhatian pada pariwisata alternatif. 
Secara umum pariwisata alternatif ini dapat didefinisikan sebagai:
 “Berbagai bentuk pariwisata yang sesuai dengan nilai-nilai alami, sosial dan
komunitas, yang memungkinkan baik wisatawan maupun masyarakat setempat
menikmati interaksi yang positif dan bermanfaat serta dapat bertukar
pengalaman.”
Karena sifat alaminya yang demikian, maka berbagai varian dari
pariwisata alternatif ini seperti pariwisata minat khusus dan pariwisata yang
berbasis komunitas dan sebagainya, lebih memberi kemungkinan bagi perwujudan
misi pariwisata sebagai wacana pemerataan pendapatan, perluasan kesempatan
kerja, kesempatan berusaha dan dampak terhadap lingkungan. Sifat-sifat spesifik
yang menjadi esensi pariwisata yang berbasis komunitas, seperti: berskala kecil
sehingga bersahabat dengan lingkungan, secara ekologis aman, dan tidak
menimbulkan banyak dampak negatif seperti yang dihasilkan oleh jenis pariwisata
konvensional yang berskala massif; memiliki peluang lebih mampu
mengembangkan obyek-obyek dan atraksi-atraksi wisata berskala kecil dan oleh
karena itu dapat dikelola oleh komunitas-komunitas dan pengusaha-pengusaha
lokal serta menimbulkan dampak sosial kultural yang minimal, dan dengan
demikian mempunyai peluang yang lebih besar untuk diterima masyarakat,
memberi peluang yang lebih besar bagi partisipasi komunitas lokal untuk
melibatkan diri di dalam proses pengambilan keputusan dan di dalam menikmati
keuntungan yang dihasilkan oleh industri pariwisata dan karenanya lebih
memberdayakan masyarakat, dan mendorong keberlanjutan budaya dan
membangkitkan penghormatan para wisatawan pada kebudayaan lokal.
Secara formal pengembangan pariwisata yang berbasis alami ini
merupakan kebijakan resmi pemerintah sebagaimana tersirat dalam prinsip
kepariwisataan Indonesia yang dirumuskan oleh Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata yang mencakup prinsip: masyarakat sebagai kekuatan dasar pariwisata,
dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat serta pariwisata adalah kegiatan seluruh
lapisan masyarakat, sedang pemerintah hanya merupakan fasilitator dari kegiatan
pariwisata.
Sedangkan realisasi dari prinsip ini tertuang di dalam 7 Program Pokok
dalam Kaitannya dengan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Sektor
Pariwisata yang terdiri dari: pengembangan Ekowisata, desa Wisata, pariwisata
Inti Rakyat, kemitraan, pengembangan usaha rakyat kecil dan rumah makan,
pemberdayaan masyarakat sekitar obyek wisata, dan peningkatan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan pariwisata.
Di dalam perspektif jangka pendek, pilihan itu menuntut kesediaan
pemerintah yang sulit dilakukan untuk mengkompromikan menurunnya
penurunan devisa dari sektor pariwisata untuk memperoleh efek distributif yang
lebih besar, namun di dalam jangka panjang perubahan  psikografi akan
mengarahkan pembangunan pariwisata kearah perwujudan pariwisata alternatif
tadi.

Efektifitas Konservasi Ekowisata


Ekowisata merupakan pariwisata bertanggung jawab yang dilakukan pada
tempat-tempat alami, serta memberi kontribusi terhadap kelestarian alam dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Menurut Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Ekowisata merupakan konsep
pengembangan pariwisata yang berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung
upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat
ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah setempat. (Zulkifli Arif, 2013)
Misi untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai sumber devisa utama
sebagai penopang pertumbuhan ekonomi seringkali membawa pemikiran perumus
kebijakan pada aspek-aspek kuantitatif pariwisata. Pembangunan pariwisata
diartikan sebagai bagaimana memfasilitasi kedatangan wisatawan sebanyak
mungkin, dengan lama tinggal selama mungkin dan membelanjakan uangnya
sebanyak mungkin. Proyeksi-proyeksi dilakukan untuk mengestimasi efek
pengganda pariwisata. Obsesi untuk memfasilitasi datangnya wisatawan ini
seringkali melupakan pertimbangan daya dukung daerah tujuan wisata, yaitu
jumlah maksimum wisata yang dapat memanfaatkan kawasan wisata tanpa
merubah lingkungan fisik dalam intensitas yang tidak dapat diterima dan tanpa
menurunkan kualitas pengalaman wisata dalam intensitas yang tidak dapat
diterima, serta tanpa menimbulkan efek negatif pada masyarakat, ekonomi dan
budaya di sekitar kawasan wisata di dalam intensitas yang tidak dapat diterima.
  Di sini timbul dilema antara pemanfaatan dan pelestarian obyek dan daya
tarik wisata (warisan alam, cagar budaya, dan sebagainya). Pada hakekatnya
warisan alam dan cagar budaya hanya dapat mempunyai makna apabila
dimanfaatkan melalui interpretasi-interpretasi, dan interpretasi ini dilakukan
melalui pengalaman wisatawan yang seringkali dibantu oleh para pemandu
wisata.  Akan tetapi di sisi lain pemanfaatan yang melampaui daya dukung 
cenderung berdampak negatif dan karenanya perlu upaya konservasi dan
pelestarian. Untuk mengatasi hal ini timbullah konsep pariwisata berkelanjutan.
  Konsep pariwisata yang berkelanjutan ini sebenarnya merupakan derivasi
dari konsep sustainable development atau pembangunan yang berkelanjutan yang
oleh United Nations Environmental Programme (UNEP) didefinisikan sebagai
pembangunan yang memperbaiki kualitas hidup manusia dalam kisi-kisi daya
dukung yang mendukungnya.
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah meletakkan rambu-rambu menuju
terciptanya pariwisata yang berkelanjutan ini, antara lain sebagaimana dirumuskan
dalam berbagai perundang-undangan seperti  UU no. 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; UU No. 5 Tahun 1992
tentang Benda Cagar Budaya: dan UU No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan. Adalah menjadi tanggung-jawab mereka yang bergerak di dalam
bidang industri wisata yang harus dapat merekonsiliasikan antara pemanfaatan
dan penafsiran di satu pihak, dan pelestarian dan konservasi di lain pihak. Namun,
untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan tadi diperlukan visi yang luas
yang mencakup kerangka waktu dan kerangka ruang yang lebih luas dari apa yang
biasanya berlaku di dalam perencanaan pembangunan pariwisata yang
konvensional. Tidaklah cukup untuk sekedar menerapkan prinsip-prinsip
perencanaan pembangunan pariwisata yang konvensional seperti pengaturan tata-
ruang, pengelompokan, pengintegrasian antara atraksi dan fasilitas,
interdependensi antara atraksi dan fasilitas, interdependensi antara atraksi alam
dan atraksi budaya, berbagai cara untuk memperluas akses, elastisitas, diversitas
dan komplementaritas, analisis biaya dan manfaat, serta analisis daya dukung, dan
lain sebagainya.
Di samping itu, beberapa acuan perlu diikuti, seperti adanya kebijakan
kepariwisataan umum yang mencantumkan tujuan pariwisata yang berkelanjutan
pada tingkat nasional, regional, maupun lokal. Parameter-parameter yang
digunakan untuk merencanakan, mengembangkan, dan melaksanakan industri
pariwisata haruslah terintegrasi dan bersifat lintas sektoral yang mengikutsertakan
berbagai departemen, pemerintah dan swasta, para pakar, masyarakat sehingga
menjamin kesuksesan. Di dalam merencanakan proyek-proyek pembangunan
kepariwisatan perlu penekanan pada perlindungan aset alam dan budaya dengan
mempertimbangkan pemanfaatan sosio ekonomis yang layak dari lingkungan fisik
alami dan lingkungan buatan serta dampak kegiatan manusia atas dampak tadi.
Kemudian perlu ada upaya-upaya agar para wisatawan serta mereka yang terkait
dengan industri pariwisata mengikuti etika dan aturan-aturan yang mengatur
perilaku yang sehat dan konservatif yang menyangkut alam, budaya, ekonomi,
sistem nilai masyarakat, sistem politik, pengelompokan sosial dan kepemimpinan.
Dilanjutkan dengan distribusi proyek pembangunan pariwisata haruslah mengacu
pada nilai-nilai kelingkungan, yang mendistribusikan secara adil manfaat
pariwisata di antara berbagai kelompok dan regional serta lingkungan. Kesadaran
masyarakat akan manfaat pariwisata serta bagaimana memitigasikan dampak
negatif pariwisata haruslah selalu ditingkatkan, dan masyarakat setempat perlu
didorong untuk memainkan peranan kepemimpinan dalam pembangunan
pariwisata dengan bantuan pemerintah, swasta, lembaga-lembaga keuangan serta
universitas.

Persaingan Industri Wisata


Di dalam berbagai ketentuan formal maupun di pemerintahan selalu
menegaskan bahwa industri pariwisata diharapkan akan menjadi sumber devisa
utama. Implikasi dari kebijakan ini adalah bahwa segmen pasar utama yang
menjadi fokus perhatian pemerintah adalah Wisatawan Mancanegara. Kebijakan
ini menimbulkan dilema bagaimana posisi Wisatawan Nusantara dan Wisatawan
Mancanegara. Persoalan ini timbul karena Wisatawan Nusantara mempunyai
potensi yang cukup besar untuk memberikan kontribusinya pada pembangunan
nasional melalui ekowisata alami.
Memang Efek pengganda pengeluaran Wisatawan Mancanegara lebih
besar dibandingkan dengan Wisatawan Nusantarakarena mata rantai transaksi
untuk memenuhi kebutuhan Wisatawan Mancanegara lebih panjang dibandingkan
Wisatawan Nusantara. Akan tetapi karena jumlah Wisatawan Nusantara jauh lebih
banyak, maka kontribusinya terhadap penciptaan peluang kerja tidak dapat
diabaikan.  Memang pengeluaran Wisatawan Nusantara ini mungkin lebih
sederhana jika dibandingkan dengan pengeluaran Wisatawan Mancanegara, akan
tetapi pengeluaran tadi lebih langsung diterima oleh masyarakat penghasil barang
konsumsi dan melalui mata rantai yang lebih pendek.
Memang di antara kedua pilihan tadi ada plus dan minusnya. Komoditi
yang dikonsumsi Wisatawan Mancanegara merupakan komditi berteknologi
tinggi dan biasanya tidak memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan,
sedangkan komoditi yang dikonsumsi Wisatawan Nusantara merupakan komoditi
yang sederhana dan alami, akan tetapi lebih terkait dengan pendapatan masyarakat
kecil. Karena bulan-bulan puncak kunjungan Wisatawan Mancanegara dan
Wisatawan Nusantara tumpang-tindih atau berkoinsidensi, yaitu biasanya pada
bulan-bulan liburan, dan karena distribusi Wisatawan Mancanegara dan
Wisatawan Nusantara sama, maka akan terjadi kompetisi pemanfaatan kapasitas
fasilitas maupun sarana dan prasarana wisata dan akan sangat berdampak buruk
terhadap keadaan lingkungan.

Peranan Negara dan Swasta


Hal penting lain yang mewarnai pembangunan pariwisata adalah pilihan
antara industri pariwisata yang didorong oleh kekuatan-kekuatan pasar dan
pembangunan pariwisata yang dipimpin oleh negara. Pilihan di antara kedua
kutub tadi akan dipengaruhi oleh paradigma pembangunan yang diadopsi oleh
suatu negara, akan tetapi juga tidak lepas dari pengaruh konfigurasi yang
melingkupinya, khususnya kecenderungan globalisasi yang agaknya menjadi alur
pikir yang dominan pada saat ini.
Meskipun kecenderungan di banyak negara pada umumnya adalah
mengacu pada pemikiran konvensional yang menyerahkan pembangunan
pariwisata pada mekanisme pasar dan dengan demikian memberi peranan yang
lebih besar pada sektor swasta. Tetapi interaksi yang tidak terkendali di dalam
mekanisme pasar pada akhirnya akan dapat melampaui batas daya dukung
kawasan wisata, dan karenanya akan mengganggu keberlanjutan wisata dan
lingkungan wisata. Oleh karenanya, banyak pakar yang menganjurkan perlunya
kesadaran para pengambil keputusan akan ketidak sempurnaan pasar dan melalui
kebijakan pemerintah ketidak sempurnaan pasar tadi akan dapat dikoreksi
sehingga kecenderungan terjadinya ketidak berlanjutannya pembangunan, ketidak
seimbangan dan timbulnya posisi monopolistik swasta maupun pemerintah dapat
dicegah serta buruknya dampak terhadap lingkungan wisata.
Di samping itu mempercayakan  sepenuhnya industri pariwisata pada
interaksi antara pelaku ekonomi di dalam mekanisme pasar mungkin dapat
meningkatkan efisiensi. Oleh karena itu perlu diciptakan keseimbangan antara
kedua sistem. Bentuk kebijakan pemerintah dalam industri pariwisata tadi dapat
bermacam-macam, mulai dari menetapkan syarat-syarat dan mengarahkan
investasi, mengatur akses terhadap tanah, misalnya hanya memperbolehkan sewa
tanah untuk jangka panjang dan memperhatikan lingkungan sekitar, membangun
infrastruktur, mempengaruhi nilai tukar, dan sebagainya. Keikut sertaan
pemerintah dalam orientasi, pengaturan, dan pengawasan industri pariwisata
mungkin masih diperlukan di dalam konteks ketidaksempurnan pasar, upaya
untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan
maupun pemeratan pendapatan.

Green Economy Management


Mewujudkan keterkaitan antara permintaan dan penawaran dalam konteks
jasa pelayanan ekowisata, maka mutlak dirumuskan terlebih dahulu sebuah
rancangan proses produksi, dengan mempertimbangkan empat elemen produksi
jasa, yaitu: Wisatawan, Manusia, strategi dan sistem. Strategi adalah pandangan
atau filosofi yang digunakan untuk menuntun segala aspek pelayanan jasa, serta
sistem adalah fisik dan prosedur yang digunakan. Strategi menempatkan
wisatawan terlebih dahulu, dengan menemukan kebutuhan wisatawan yang
sebenarnya dengan memperhatikan dampak yang diakibatkan terutama terhadap
lingkungan wisata. Green marketing adalah konsep strategi pemasaran produk
oleh produsen bagi kebutuhan konsumen yang peduli lingkungan hidup. Dapat
juga berarti konsep strategi pemasaran produk produsen yang peduli lingkungan
hidup bagi konsumen. Green marketing mengandung beberapa poin penting yaitu
: pertama organisasi atau perusahaan melalui aktivitas pemasarannya berusaha
memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen, kedua aktivitas pemasaran ini
dilaksanakan dengan cara yang lebih efisien dan efektif dibandingkan dengan
pesaing, dan ketiga aktivitas ini memberikan dampak minimal pada perusakan
lingkungan alam sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan konsumen dan
masyarakat. (Abror, 2010)
Manajemen harus mengidentifikasi apa yang menjadi harapan wisatawan
untuk mendisain jasa layanan. Sistem (prosedur dan peralatan) sesuai dengan
harapan wisatawan. Kenyamanan dalam perjalanan menuju dan pulang, dan rasa
aman selama beraktifitas.

KESIMPULAN
Ekowisata (ecotourism) merupakan pariwsata yang berwawasan
lingkungan. Pariwisata yang berkaian dengan alam, yaitu mengacu pada kegiatan
mengajak wisatawan untuk melihat dan menyaksikan alam dari dekat, menikmati
keaslian alam dan lingkungannya sehingga membuatnya tergugah untuk mencintai
alam. Ekowisata diberi batasan sebagai bentuk dan kegiatan wisata yang bertumpu
pada lingkugan dan bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi bagi
masyarakat lokal serta bagi kelestarian sumberdaya alam dan pemanfaatan yang
berkelanjutan.
Pembangunan pariwisata pada hakekatnya merupakan upaya untuk
membawa kepariwisataan menuju sistem kepariwisataan yang  dipandang lebih
bermanfaat atau lebih baik, melalui proses perencanaan berbasis lingkungan. Misi
untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai sumber devisa utama sebagai
penopang pertumbuhan ekonomi seringkali membawa pemikiran perumus
kebijakan pada aspek-aspek kuantitatif pariwisata. Pembangunan ekowisata
diartikan sebagai bagaimana memfasilitasi kedatangan wisatawan sebanyak
mungkin, dengan memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan.
Strategi yang dapat diterapkan oleh green management yang sesuai pada
konsep green economy adalah dengan menempatkan wisatawan terlebih dahulu,
dengan menemukan kebutuhan wisatawan yang sebenarnya kemudian
memperhatikan dampak yang diakibatkan terutama terhadap lingkungan wisata.
DAFTAR PUSTAKA

Riyanikusuma.(2012). MENGENAL GREEN ECONOMY(online),


(http://riyanikusuma.wordpress.com/2012/11/15/mengenal-green-economy/,
diakses pada 08 Mei 2014).

Abror. (2010). GREEN MARKETING : KONSEP ALTERNATIF DALAM


PEMASARAN (online), (http://abrorfeunp.blogspot.com/2011/01/green-
marketing-konsep-alternatif-dalam.html, diakses pada 08 Mei 2014).

Zulkifli Arif.(2013). Ecowisata atau Eco Tourism(online),


(http://bangazul.com/ekowisata-2/, diakses pada 09 Mei 2014).

Anda mungkin juga menyukai