BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
pariwisata yang umum dikenal oleh semua orang, seperti memerlukan atraksi atau
obyek pariwisata, memerlukan sarana dan prasarana, serta adanya komponen jasa
dibuktikan oleh para ahli lingkungan tapi juga para budayawan, tokoh masyarakat
11
12
membawa wisatawan ke objek wisata alam yang eksotis dengan cara ramah
mengenai alam, sejarah dan budaya di suatu daerah, di mana pola wisatanya
1. Jumlah pengunjung terbatas atau diatur supaya sesuai dengan daya dukung
3. Pola wisata ramah budaya dan adat setempat (nilai edukasi dan wisata).
Modal awal yang diperlukan untuk infrastruktur tidak besar (nilai partisipasi
bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi
potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat
lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat
adalah dari jasa-jasa wisata untuk turis: fee pemandu; ongkos transportasi;
pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan
akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga antar penduduk setempat
yang dilakukan di suatu daerah. Untuk itu, pelibatan para pihak terkait mulai dari
14
menjadi pilihan utama untuk sarana akomodasi di lokasi wisata (nilai ekonomi
dan edukasi).
berikut:
15
5. Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola,
alternatif ekonomi yang berbasis konservasi karena tidak merusak alam ataupun
yang sekaligus bisa menjadi strategi konservasi dan dapat membuka alternatif
16
memanfaatkan keindahan alam yang masih utuh, budaya, dan sejarah setempat
Ada dua aspek yang sangat terkait dan perlu dibahas secara bersamaan jika
usaha tersebut perlu adil, bermanfaat buat masyarakat lokal sebagai mitra utama,
operator .
kualitas dan keutuhan ekosistem. Oleh karenanya terdapat beberapa butir prinsip
17
budaya masyarakat.
daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan.
membatasi.
8. Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara. Apabila suatu
berkelanjutan dan konservasi, yaitu sebuah kegiatan usaha yang bertujuan untuk
yang dilindungi, berbagi manfaat dari upaya konservasi secara layak (terutama
bagi masyarakat yang lahan dan sumberdaya alamnya berada di kawasan yang
dan dukungan terhadap perlindungan bentang lahan yang memiliki nilai biologis,
Kriteria:
dengan batas-batas yang dapat diterima baik dari segi alam maupun sosial-
budaya.
ekowisata juga menjadi isu kunci: pentingnya dukungan yang profesional dalam
menguatkan organisasi lokal secara kontinyu, mendorong usaha yang mandiri dan
pembina akan banyak membantu pola pengelolaan yang adil dan efektif terutama
masyarakat setempat.
Kriteria:
panduan tersebut.
serta hak atas karya intelektual masyarakat lokal, termasuk: foto, kesenian,
yang dikelola secara langsung oleh keluarga sampai dengan menginap di rumah
keluarga setempat. Homestay bukan hanya sebuah pilihan akomodasi yang tidak
21
memerlukan modal yang tinggi, dengan sistem homestay pemilik rumah dapat
merasakan secara langsung manfaat ekonomi dari kunjungan turis, dan distribusi
tersebut. Pihak turis dan pihak tuan rumah bisa saling mengenal dan belajar satu
sama lain, dan dengan itu dapat menumbuhkan toleransi dan pemahaman yang
dalam jasa yang diberikan kepada turis. Demikian juga seorang pemandu lokal
akan merasakan langsung manfaat ekonomi dari ekowisata, dan sebagai pengelola
Kriteria:
4. Prinsip Edukasi:
22
yang penting dan dapat juga dijadikan pusat kegiatan dengan tujuan meningkatkan
nilai dari pengalaman seorang turis yang bisa memperoleh informasi yang lengkap
tentang lokasi atau kawasan dari segi budaya, sejarah, alam, dan menyaksikan
Kriteria:
upaya konservasi.
volunteer).
negative terhadap alam (dan budaya) setempat. Aspek dari daya dukung yang
berapa sering lokasi yang “rentan” secara ekologis dapat dikunjungi; dll. Zonasi
dan pengaturannya adalah salah satu pendekatan yang akan membantu menjaga
Kriteria:
tradisi lokal.
waktu. Namun, pada hakekatnva, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata
bagi masyarakat setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk ekowisata pada
menjaga kelangs ungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa
mendatang. Hal ini sesuai dengan definisi yang dibuat oleh The International
memberikan hasil yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang.
alami. Kawasan konservasi sebagai obyek daya tarik wisata dapat berupa Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Wisata
dan Taman Buru. Tetapi kawasan hutan yang lain seperti hutan lindung dan hutan
produksi bila memiliki obyek alam sebagai daya tarik ekowisata dapat
sungai, danau, rawa, gambut, di daerah hulu atau muara sungai dapat pula
kehidupan.
pengembangan pariwisata pada umumnya. Ada dua aspek yang perlu dipikirkan.
aspek market perlu dipertimbangkan namun macam, sifat dan perilaku obyek dan
daya tarik wisata alam dan budaya diusahakan untuk menjaga kelestarian dan
keberadaannya.
dan budaya masyarakat, jauh lebih ketat dibanding dengan hanya keberlanjutan.
ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam
menjual filosofi. Dari aspek inilah ekowisata tidak akan mengenal kejenuhan
pasar.
Menurut Gunn (1993), suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila
rekreatif yang memang sudah menjadi ciri kegiatan wisata, unsur pendidikan
dalam kemasan paket wisatanya, serta unsur sosial ekonomi dalam pembangunan
kenyamanan.
harus dilihat dari segi lingkungan alam, letak geografis, jenis produk, atau
sebagai bagian dari objek wisata, diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan yang
memanfaatkan usaha agro sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas
Subak adalah organisasi petani yang bergerak dalam usaha pengaturan air
irigasi untuk lahan basah (sawah). Karena faktor pengikat utamanya adalah air
irigasi, maka anggota suatu Subak adalah petani pemilik/penggarap sawah yang
dilayani oleh suatu jaringan atau sub-jaringan irigasi tertentu, tidak memandang
dari desa mana anggota tersebut berasal, dengan kata lain pendekatan Subak
adalah pendekatan jaringan irigasi (canal based) dan bukan desa (village based).
Anggota suatu Subak dapat berasal dari berbagai desa, dan seorang petani
dapat menjadi anggota pada beberapa Subak. Secara umum anggota Subak
(Krama Subak) dapat dibedakan atas tiga kelompok, yaitu anggota aktif (Krama
29
disebut dengan Prajuru. Pada Subak yang kecil, struktur organisasinya sangat
sederhana, hanya terdiri dari seorang ketua Subak yang disebut Kelihan Subak
atau Pekaseh, dan anggota Subak. Sedangkan pada Subak-subak yang lebih besar,
prajuru subak umumnya terdiri atas : Pekaseh (Ketua Subak), Petajuh (Wakil
Prajuru Subak umumnya dipilih oleh anggota Subak dalam suatu rapat pemilihan,
untuk masa jabatan tertentu (biasanya 5 tahun). Untuk Juru arah biasanya dijabat
bergilir oleh anggota Subak dengan pergantian setiap bulan (35 hari) atau enam
bulan (210 hari), sedangkan Saya dipilih berdasarkan upacara keagamaan Subak.
Subak-subak yang besar biasanya dibagi atas sub-sub yang disebut dengan
misalnya koordinasi dalam distribusi air dan atau upacara pada suatu pura,
beberapa Subak dalam suatu wilayah bergabung dalam suatu koordinasi yang
disebut Subak Gede. Subak anggota dari suatu Subak Gede umumnya berada
dalam satu daerah irigasi, meskipun ada juga Subak Gede yang Subak anggotanya
Menurut Pitana (1997), ciri dasar subak adalah: (1) Subak merupakan
awig) baik tertulis maupun tidak tertulis; (2) Subak mempunyai suatu sumber air
bersama, dapat berupa bendung di sungai, mata air, air tanah, ataupun saluran
utama suatu sistem irigasi; (3) Subak mempunyai suatu areal persawahan; (4)
Subak mempunyai otonomi, baik internal maupun eksternal; dan (5) Subak
mempunyai satu atau lebih Pura Bedugul (atau pura yang berhubungan dengan
kesubakan, untuk memuja Dewi Sri, manifestasi Tuhan sebagai Dewi Kesuburan).
seluruh kawasan dari fungsinya semula seperti direncanakan menjadi fungsi lain
yang berdampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri.
Konversi lahan berarti alih fungsi atau mutasi lahan secara umum
bagian sebelumnya menjelaskan hal yang serupa seperti pengubahan fungsi sawah
melalui dua pola, yaitu pola dimana kedudukan petani sebagai penjual bersifat
monopoli sedang pembeli bersifat monopsoni, hal ini terjadi karena pasar lahan
kekuatan bargaining. Sedangkan tipe yang kedua adalah konversi lahan dengan
teoritis harus disesuaikan dengan data kesesuaian lahan suatu daerah lewat
disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk
meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Alih fungsi lahan
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar faktor yang menyebabkan
1. Faktor Eksternal
Faktor eksternal atau faktor dari luar merupakan faktor yang disebabkan
perkotaan maka akan terjadi ekspansi ke daerah pinggiran ataupun belakang kota.
Pedesaan sebagai daerah belakang kota yang memasok kebutuhan pangan kota
akan mulai terdesak akibat pertumbuhan dan perkembangan kota yang semakin
pesat, sehingga lahan-lahan produktif pertanian desa akan dirubah sebagai lahan
Selain itu, tekanan ekonomi pada saat krisis ekonomi juga dapat menyebabkan
terjadinya alih fungsi lahan. Hal tersebut menyebabkan banyak petani menjual
meningkatkan alih fungsi lahan sawah dan makin meningkatkan penguasaan lahan
2. Faktor Internal
Faktor dari dalam, faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh
luas lahan yang dimiliki, dan tingkat ketergantungan terhadap lahan. Di zaman
yang semakin modern ini tidak dipungkiri para generasi muda lebih memilih
3. Faktor Kebijakan
perubahan fungsi lahan pertanian. Kelemahan pada aspek regulasi itu sendiri
terutama terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi
objek lahan yang dilarang dikonversi. Selain itu, kurangnya aksi nyata (hanya
wacana semata) dan tidak jelasnya langkah pemerintah dalam meminimalisis alih
fungsi lahan menjadi semakin banyak dan maraknya lahan yang terkonversi.
melekat pada eksistensi lahan itu sendiri. Hal tersebut mengingat lahan yang ada
mempunyai nilai yang berbeda, baik ditinjau dari segi jasa (service) yang
dengan isu di atas, Pearce and Turner (1990) merekomendasikan tiga pendekatan
secara bersamaan dalam kasus pengendalian alih fungsi lahan sawah (wetland),
yaitu melalui : (1) regulation; (2) acquisition and management; dan (3) incentive
and charge. Uraian singkat dari ketiga pendekatan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Regulation.
34
(zoning) terhadap lahan yang ada serta kemungkinan bagi proses alih fungsi.
Selain itu, perlu mekanisme perizinan yang jelas dan transparan dengan
melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada dalam proses alih fungsi
lahan.
aturan jual beli lahan serta penyempurnaan pola penguasaan lahan (land tenure
lahan pertanian.
lahan yang mereka miliki, serta penerapan pajak yang menarik bagi yang
yang disarankan dalam upaya pencegahan alih fungsi lahan pertanian. Selain itu,
pengendalian alih fungsi lahan kurang berjalan efektif serta berpijak pada acuan
Adapun komponennya antara lain instrumen hukum dan ekonomi, zonasi, dan
inisiatif masyarakat.
yang mengatur mekanisme alih fungsi lahan. Sementara itu, instrumen ekonomi
Mayarakat.
dipengaruhi oleh suatu kegiatan atau kebijakan (Race and Millar, 2006). Dengan
langsung atau tidak langsung dan memperoleh manfaat atau sebaliknya dari suatu
36
antara lain terdiri dari pemerintah, lembaga sosial masyarakat (LSM), pihak
sosialnya, sektor swasta dengan korporasi usahanya, dan LSM dengan kelompok
masyarakat dalam konteks alih fungsi lahan pertanian ini adalah pemahaman
Maraknya alih fungsi lahan pertanian tidak bisa dipandang sebelah mata.
jangka pendek ataupun jangka panjang. Implikasi alih fungsi lahan pertanian
semakin mahalnya harga pangan, hilangnya lapangan kerja bagi petani hingga
Upaya untuk mengurangi dan memgatasi agar tidak terjadi alih fungsi
kebutuhan pangan penduduk dan menyakinkan kembali pada publik dan petani
bahwa menjadi petani adalah pekerjaan terhormat dan mulia karena memberi
makan manusia lainnya. Selain itu, dengan adanya penjaminan atau perlindungan
lahan dari pemerintah adalah merupakan solusi yang terbaik untuk keberlanjutan
lahan pertanian.
yang diperoleh. Selisih antara biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang
yaitu total nilai produk yang dihasilkan yang diperoleh dari hasil perkalian antara
untuk jasa pengelolaan yang menggunakan lahan, tenaga kerja, dan modal yang
pendapatan petani menjadi lebih besar, atau apabila petani dapat menekan biaya
yang dikeluarkan serta diimbangi dengan produksi yang tinggi dan harga yang
pendapatan petani yang ikut berubah pula. Harga dan produktivitas merupakan
merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi dengan harga produk tersebut,
ekonomi melalui analisis Return Cost Ratio (R/C rasio). R/C merupakan
dengan biaya total. Pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh
dari kegiatan usahatani ditambah dengan pendapatan yang berasal dari kegiatan di
(output) dan biaya produksi (input) yang dihitung dalam periode bulan, tahun,
yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya
tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang akan dihasilkan, sedangkan
biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh volume
produksi.
“(„…it meets the needs of the present without compromising the ability of
future generations to meet their own needs‟).”
Menurut Dixon & de Los Reyes [Widodo, 1993] dalam Budiasa, 2011,
pakar ekologi mengenai akibat jangka panjang dari tekanan terhadap daya dukung
alam (natural support system). Konsep ini juga menyatakan adanya saling
ekonomi, sosial, dan lingkungan. Secara spesifik, Widodo (1998) dalam Budiasa
tanpa merusak lingkungan agar tetap mendukung kesehteraan generasi yang akan
datang.
di Subak wilayah desa menunjukkan ada beberapa nilai Subak serta potensi
Pemandangan yang indah dari teras sawah, Tri Hita Karana (THK) berbasis
interaksi dengan masyarakat setempat secara langsung, dll. Oleh karena itu
43
sektor pariwisata.
terhadap konversi lahan subak serta lainnya perubahan aspek lingkungan dan
budaya subak. Penelitian yang dilakukan melalui tahap pengumpulan data dan
2,61% per tahun. Pertumbuhan penduduk tampaknya lebih dari faktor yang
disebabkan oleh migrasi 62,24% (1294 jiwa) (dari perbedaan dalam populasi
yang datang 3293 dengan orang-orang keluar 1999 jiwa), jika dibandingkan
terjadi penyusutan tanah subak seluas 672,89 ha, atau 2,95% dari total luas
lahan sawah pada tahun 2002 (22,842 tarif ha). Masalah lainnya lingkungan
efek, yaitu berkurangnya pasokan air dan kerusakan di beberapa petani irigasi,
polusi dan dampak saluran irigasi penyumbatan oleh plastik sampah dan
sawah (penyepian carik) dan pengabaian warisan budaya (pura subak) karena
44
alami menjadi lebih besar. Tren ini merupakan pemicu bagi pengembangan
tujuan penelitian. Variabel dalam analisis ini mencakup faktor internal dan
eigenvalue >1. Keempat faktor ini dapat menjelaskan 65,943% dari total
petani.
Kota Denpasar adalah 36,84% dimana sudah melebihi dari ketentuan minimal
proporsi RTH pada wilayah kota yaitu 30% menurut Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. RTH juga sudah ditetapkan sebagai
kawasan lindung yang diatur dalam pasal 37 ayat (1) dan 42 ayat (1) Perda
Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar,