Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pariwisata (tourism) atau kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang


terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang
muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara
wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan pengusaha (UU 10/2009 tentang Kepariwisataan).
Pengembangan ekowisata dalam perspektif alternative tourism pada
kawasan hutan pada tahap awal seolah-olah mengurangi kendali pemerintah
terhadap kawasan hutan. Namun partisipasi masyarakat yang sangat besar, justru
mengurangi beban pemerintah dalam pembinaan dan pelestarian lingkungan.
Dalam jangka panjang peran pemerintah lebih besar pada fungsi koordinasi dan
pembinaan.
Pengembangan pariwisata dapat menimbulkan dampak negatif yang
disebabkan oleh kunjungan wisatawan. Untuk penanganan dampak negatif dapat
dianggarkan dari penghasilan yang didapat oleh kawasan. Biaya yang timbul dari
pengembangan pariwisata ada tiga macam yaitu : biaya finansial dan ekonomi,
biaya sosial budaya dan biaya lingkungan (Fandeli dan Nurdin, 2005).
Salah satu ciri dalam pengembangan ekowisata adalah pembatasan jumlah
pengunjung atau wisatawan sesuai dengan daya dukung (carrying capacity)
kawasan. Pembatasan jumlah pengunjung dilakukan karena terjadinya kerusakan
lingkungan dan sumberdaya, salah satunya disebabkan oleh banyaknya jumlah
wisatawan yang melebihi daya dukung kawasan. Pada dasarnya ekowisata
merupakan perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan
lingkungan, ekonomi, dan sosial. Sementara itu, menurut kamus bahasa,
ekowisata merupakan bentuk kegiatan pariwisata yang memperhatikan atau
sejalan dengan kegiatan konservasi.
Dengan pengelolaan yang terpadu, ekowisata berpotensi untuk
menggerakkan ekonomi nasional dan mensejahterakan rakyat di sekitar kawasan
yang dikembangkan sebagai pariwisata alam. Strategi untuk membuat pengelolaan
ekowisata merupakan bentuk dari suatu seni yang mempergunakan kecakapan dan
sumberdaya dalam mencapai sasaran program jangka panjang dengan
2

memperhatikan kelestarian alam dan peningkatan perekonomian masyarakat


setempat. Strategi pengelolaan ekowisata di suatu daerah akan sangat bermanfaat
bagi pemerintah, masyarakat maupun dalam upaya pelestarian sumberdaya dan
lingkungan. Ekowisata dapat mendorong perekonomian masyarakat disekitarnya,
dengan cara memberikan jasa keindahan alam kepada wisatawan dimana cara ini
dapat memotivasi masyarakat setempat untuk menjaga kelestarian lingkungan
alam di kawasan yang dilindungi.
Kawasan yang dilindungi memiliki ciri dan karakteristik tertentu yang
dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan ekowisata dan wisata minat khusus
lainnya, dimana kawasan yang dilindungi mengandung aspek pelestarian dan
pemanfaatan yang didasarkan pada keanekaragaman dalam ekosistemnya.
kawasan yang dilindungi yang dapat berfungsi sebagai ekowisata atau ecoturism
yang berbasis lingkungan.
Dalam rangka mencari model pengelolaan ekowisata dalam kawasan yang
dilindungi perlu diketahui faktor eksternal dan internal yang merupakan entry
point pengelolaan dari kawasan tersebut. Faktor eksternal dari kawasan berupa
kebijakan pembangunan. Faktor internal dari kawasan berupa potensi sumberdaya
alam, potensi wisata, aksesibilitas, lahan, adat istiadat, SDM, sarana dan
prasarana, pengusahaan ekowisata, pengelolaan kawasan topografi, SDM dan tata
ruang.
Bintang Samudra merupakan salah satu tempat wisata yang memiliki
potensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata dengan konsep ekowisata.
Ekowisata bahari merupakan bentuk pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut
yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi. Konsep ekowisata tidak
mengedepankan faktor pertumbuhan ekonomi, melainkan menjaga keseimbangan
antara kegiatan pemanfaatan dan kelestarian sumberdaya.
Dari uraian diatas maka perlu dilakukannya praktek manajemen ekowisata
perairan, sehingga kita mengetahui strategi pengelolaan ekowisata.
3

B. Tujuan dan Kegunaan Praktek

Tujuan praktek lapang Manajemen Ekowisata Perairan ini adalah :


1. Untuk Mengetahui dan mengkaji sumberdaya potensi wisata bahari dibidang
ekologi pada objek wisata pendidikan Bintang Samudra Kec. Soropia Kab.
Konawe.
2. Untuk mengetahui potensi ekonomi mengenai fasilitas dan daftar infrastruktur
pada objek wisata pendidikan Bintang Samudra Kec. Soropia Kab. Konawe.
3. Menentukan sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan
wisata bahari atau aspek sosial dan daya tarik regional pada objek wisata
pendidikan Bintang Samudra Kec. Soropia Kab. Konawe.
Kegunaan Praktek lapang Manajemen Ekowisata Perairan ini adalah Dapat
mengetahui Potensi wisata secara ekologi, sosial, ekonomi memberikan informasi
bagi masyarakat setempat untuk melestarikan lingkungan alam dan budaya.
Menambah pemahaman mengetahui kriteria ekowisata dan upaya apa yang harus
dilakukan dari hasil kajian potensi.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Ekowisata

Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang


dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan
dan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata dilakukan oleh
wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh
dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga
(Edi, dkk., 2010).
Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus
atau yang dikenal dengan ekowisata, merupakan sebuah peluang besar bagi
negara kita dengan potensi alam yang luar biasa ini. Hal ini terjadi akibat
kecenderungan semakin banyaknya wisatawan yang mengunjungi objek berbasis
alam dan budaya penduduk lokal. Secara definitif, ekowisata yang didefinisikan
sebagai suatu bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab ke kawasan alami
yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan
4

kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat memperlihatkan kesatuan


konsep yang terintegratif secara konseptual tentang keseimbangan antara
menikmati keindahan alam dan upaya mempertahankannya. Sehingga,
pengertian ekowisata dapat dilihat sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata
berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian
lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaannya (Satria, 2009).
Produk dan jasa ekowisata meliputi enam jenis (Manurung, 2002): (i)
pemandangan dan atraksi lingkungan dan budaya, misalnya titik pengamatan atau
sajian budaya; (ii) manfaat lansekap, misalnya jalur pendakian atau trekking; (iii)
akomodasi, misalnya pondok wisata, restoran; (iv) peralatan dan perlengkapan,
misalnya sewa alat penyelam dan camping; (v) pendidikan dan ketrampilan, dan
(vi) penghargaan, yakni prestasi di dalam upaya konservasi.

B. Perkembangan Pariwisata

Pariwisata (tourism) sering diasosiasikan sebagai rangkaian perjalan


seseorang atau kelompok orang (wisatawan, turis) ke suatu tempat untuk berlibur,
menikmati keindahan alam dan budaya (sightseeing), bisnis, mengunjungi kerabat
dan tujuan lainnya (Ramly, 2007).
Dampak atau isu yang berkembang seiring dengan perkembangan
pariwisata antara lain : penguasaan ekonomi yang tidak seimbang, terbatasnya
nilai tambah lokal (local added value), minimnya keterlibatan masyarakat lokal,
dampak lingkungan pariwisata, terkikisnya kearifan sosial dan nilai budaya serta
meningkatkan biaya hidup dan beban bagi penduduk lokal (Hadi, 2007).
Lebih lanjut Hadi (2007) menyatakan bahwa, pariwisata dewasa ini
cenderung memberikan manfaat kepada perusahaan global (imperialisme baru)
dan bersifat wisata masal (mass tourism), yang berorientasi hanya sekedar
menikmati keindahan alam (sea, sand and sun), tanpa mempertimbangkan
pengembangan nilai tambah untuk masyarakat lokal (local value added), nilai
sosial budaya dan dampak lingkungan.
Pengembangan kawasan wisata merupakan alternatif yang diharapkan
mampu mendorong baik potensi ekonomi maupun upaya pelestarian.
Pengembangan kawasan wisata dilakukan dengan menata kembali berbagai
5

potensi dan kekayaan alam dan hayati secara terpadu. Pada tahap berikutnya
dikembangkan model pengelolaan kawasan wisata yang berorientasi pelestarian
lingkungan (Ramly, 2007).
Lebih lanjut Ramly (2007) menyatakan bahwa pariwisata merupakan salah
satu sektor ekonomi penting dan strategis di masa datang. Identifikasi dan
perencanaan pengembangan industri pariwisata perlu dilakukan secara lebih
terperinci dan matang. Pengembangan industri pariwisata ini diharapkan juga
mampu menunjang upaya pelestaraian alam, kekayaan hayati dan kekayaan
budaya.Pengembangan kawasan wisata merupakan alternatif yang diharapkan
mampu mendorong baik potensi ekonomi daerah maupun upaya-upaya pelestarian
lingkungan.
Fandeli dan Nurdin (2005) menyatakan bahwa, pariwisata selama ini telah
terbukti menghasilkan beberapa keuntungan ekonomi. Namun bentuk pariwisata
yang menghasilkan wisatawan massal telah menimbulkan berbagai masalah
utamanya menyebabkan terjadinya dampak negatif terhadap sosial budaya dan
kerusakan lingkungan.
Dengan demikian pariwisata massal ini tidak sesuai dengan sebutan green
industry. Green industry sangat sesuai dengan pariwisata yang berbasis alam
utamanya ekowisata. Pembangunan pariwisata hendaknya dilaksanakan secara
bertahap/gradual, disertai dengan pengukuran dampak ekonomi untuk menimbang
sejauhmana pariwisata telah mampu meningkatkan PAD dan perbandingannnya
dengan anggaran yang telah dikeluarkan. Pengukuran ekonomis lain yang
diperlukan adalah sejauhmana pengeluaran masyarakat terserap dalam
perekonomian lokal (retention) dan sejauhmana timgkat kebocoroan ekonomi
(leakages) yang diakibatkan oleh sektor pariwisata (Gunawan, dkk. 2000).
Menurut Mitchell, Setiawan dan Rahmi (2000), dampak ekonomi suatu
kegiatan dapat diketahui dengan menggunakan Analisis Untung Rugi (benefit-cost
analysis). Dalam bentuknya yang paling sederhana analisis untung rugi meliputi
identifikasi semua keuntungan dan kerugian selama jangka waktu tertentu,
menjabarkan nilai-nilai keuntungan dan kerugian serta menghitung perbandingan
antara keuntungan dan kerugian.
Pariwisata di suatu kawasan sering dianggap sebagai nilai penggunaan
langsung, tetapi kunjungan ke kawasan pariwisata mempengaruhi nilai yang lain.
6

Setelah wisatawan mengunjungi suatu kawasan mereka menyadari keberadaan


kawasan tersebut dan medorong untuk mnyumbangkan dana dan meminta untuk
dilindungi untuk generasi yang akan datang. Dalam hal ini dapat dipahami adanya
nilai penggunaan dan nilai non penggunaan. Pembangunan pariwisata telah
mengubah lingkungan alami di lokasi tertentu sehingga perlu dipantau dan diikuti
perkembangannya, agar dampak negatif yang mungkin terjadi dapat segera
ditanggulangi sebelum menjadi lebih parah dan makin mahal penanganannya
(Gunawan, dkk. 2000).
Pengembangan pariwisata dapat menimbulkan dampak negatif yang
disebabkan oleh kunjungan wisatawan. Untuk penanganan dampak negatif dapat
dianggarkan dari penghasilan yang didapat oleh kawasan. Biaya yang timbul dari
pengembangan pariwisata ada tiga macam yaitu : biaya finansial dan ekonomi,
biaya sosial budaya dan biaya lingkungan (Fandeli dan Nurdin, 2005).
Kompenen pengembangan pariwisata sebagaimana tergambar dalam
diagram berikut :

Gambar 1. Komponen Pengembangan Pariwisata


Sumber : Inskeep (1990) dalam Kuswara (2007) dengan modifikasi

Gunawan, dkk. (2000) menyatakan bahwa pengembangan industri


pariwisata berkelanjutan berarti mengitegrasikan pertimbangan ekonomi, sosial
budaya dan lingkungan ke dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan /
manajeman di seluruh komponen industri pariwisata. Untuk itu perlu dilakukan
program-program sebagai berikut ; (1) pengembangan system manajemen
pariwisata berkelanjutan, (2) pengelolaan dan konservasi sumber daya alam, (3)
minimisasi dan pengelolaan limbah (4) perencanaan dan pengelolaan tata guna
7

lahan (5) pelestarian sumberdaya alam dan warisan budaya serta (6)
pengembangan sistem dan mekanisme keamanan dan keselamatan.
Pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) memenuhi kebutuhan
wisatawan dan daerah penerima saat ini, sambil melindungi dan mendorong
kesempatan untuk waktu yang akan datang. Mengarah pada pengelolaan seluruh
sumber daya sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika
dapat terpenuhi sambil memelihara integritas kultural, proses ekologi yang
esensial, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan
(Gunawan, dkk., 2000).
Kepariwisataan global telah mengalami pergeseran pola wisata dari mass
tourism ke individual atau small group tourism. Di indonesia kedua pola wisata
tersebut berjalan bersamaan.

C. Prinsip Ekowisata

Rencana pengembangan kawasan bahari harus dikaitkan dengan berbagai


kepentingan yang mendasar, yaitu pemberdayaan masyarakat pesisir. Masyarakat
pesisir adalah masyarakat yang memiliki banyak pengetahuan tentang kondisi
obyektif wilayahnya, oleh karena itu dalam pengembangan kawasan wisata
bahari, senantiasa hendaknya di mulai pendekatan terhadap masyarakat setempat
sebagai suatu model pendekatan perencanaan partisipatif yang menempatkan
masyarakat pesisir memungkinkan saling berbagi, meningkatkan dan menganalisa
pengetahuan mereka tentang bahari dan kehidupan pesisir, membuat rencana dan
bertindak (Sastrayuda, 2010).
Pembangunan yang berpusat pada masyarakat lebih menekankan pada
pemberdayaan (empowerment), yang memandang potensi masyarakat sebagai
sumber daya utama dalam pembangunan dan memandang kebersamaan sebagai
tujuan yang akan dicapai dalam proses pembangunan. Masyarakat pesisir adalah
termasuk masyarakat hukum adat yang hidup secara tradisional di dalam kawasan
pesisir maupun di luar kawasan pasisir. Oleh karena itu dalam rangka pengelolaan
kawasan wisata bahari maka prinsip dasar yang harus dikembangkan adalah
(Ardika, 2000):
8

1. Prinsip co-ownership, yaitu bahwa kawasan wisata bahari adalah milik


bersama untuk itu ada hak-hak masyarakat di dalamnya yang harus diakui
namun juga perlindungan yang harus dilakukan bersama.
2. Prinsip co-operation/co management, yaitu bahwa kepemilikan bersama
mengharuskan, pengelolaan pesisir untuk dilakukan bersama-sama seluruh
komponen masyarakat (stakeholder) yang terdiri dari pemerintah, masyarakat
dan organisasi non pemerintah (ORNOP) yang harus bekerja sama.
3. Prinsip co-responsibility, yaitu bahwa keberadaan kawasan wisata bahari
menjadi tanggung jawab bersama karena pengelolaan kawasan wisata bahari
merupakan tujuan bersama.
Ketiga prinsip tersebut dilaksanakan secara terpadu, sehingga fungsi
kelestarian pesisir tercapai dengan melibatkan secara aktif peran serta masyarakat
sekitar pesisir. Oleh karena itu, agar masyarakat mampu berpartisipasi, maka perlu
keberdayaan baik ekonomi, sosial dan pendidikan, untuk itu dibutuhkan peran
pemerintah dalam memberdayakan masyarakat sekitar pesisir agar meningkatkan
kesejahteraannya melalui 6 prinsip pemberdayaan yaitu (Sastrayuda, 2010).
1. Modal masyarakat (social capital), merupakan kerjasama dan nilai-nilai yang
disepakati.
2. Infrastruktur dan pengembangan lembaga-lembaga kemasyarakatan informal
yang berorientasi kepada kemajuan.
3. Orientasi kepemilikan (asset orientation), yaitu pengembangan yang
bertumpu pada penggalian kemampuan masyarakat sebagai model
pengembangan.
4. Kerjasama (collaboration), yaitu mengembangkan pola kerjasama yang
tumbuh dari dalam.
5. Visi dan tindakan strategis yaitu membangun visi, misi dan tindakan.
6. Seni demokrasi, yaitu mengembangkan peran dan partisipatif yang tumbuh
dari dalam .
Selain itu, prinsip ekowisata menurut Masyarakat Ekowisata Indonesia
(MEI) dalam Damayanti dan Handayani (2003) antara lain :
1. Memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian
lingkungan.
9

2. Pengembangan harus didasarkan atas musyawarah dan persetujuan masyarakat


setempat.
3. Memberikan manfaat kepada masyarakat setempat.
4. Peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan yang
dianut masyarakat setempat.
5. Memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan dan
kepariwisataan.

D. Kriteria Ekowisata
Salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya lokal yang optimal adalah
dengan mengembangkan pariwisata dengan konsep ekowisata. Dalam konteks ini,
wisata yang dilakukan memiliki bagian yang tidak terpisahkan dengan upaya-
upaya konservasi, pemberdayaan ekonomi lokal dan mendorong respek yang lebih
tinggi terhadap perbedaan kultur atau budaya. Hal inilah yang mendasari
perbedaan antara konsep ekowisata dengan model wisata konvensional yang telah
ada sebelumnya (Satria, 2009).
Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke
waktu. Bahwa ekowisata harus memberikan nilai konservasi yang dapat dihitung,
mencakup partisipasi publik, serta menguntungkan dan dapat memelihara dirinya
sendiri (Oetama, 2013). Pergeseran konsep kepariwisataan dunia ke model
ekowisata, disebabkan karena kejenuhan wisatawan untuk mengunjungi obyek
wisata buatan. Oleh karena itu, peluang ini selayaknya dapat dimanfaatkan secara
maksimal untuk menarik wisatawan asing mengunjungi objek wisata berbasis
alam dan budaya penduduk lokal.
Pengembangan ekowista bahari yang hanya terfokus pada pengembangan
wilayah pantai dan lautan sudah mulai tergeser, karena banyak hal lain yang bisa
dikembangkan dari wisata bahari selain pantai dan laut. Salah satunya adalah
konsep ekowisata bahari yang berbasis pada pemadangan dan keunikan alam,
karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karakteristik masyarakat
sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Selanjutnya,
kegiatan ekowisata lain yang juga dapat dikembangkan, antara lain: berperahu,
berenang, snorkling, menyelam, memancing, kegiatan olahraga pantai dan piknik
menikmati atmosfer laut (Sukoraharjo dkk, 2012).
10

Orientasi pemanfaatan pesisir dan lautan serta berbagai elemen


pendukung lingkungannya merupakan suatu bentuk perencanaan dan pengelolaan
kawasan secara merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dan saling
mendukung sebagai suatu kawasan wisata bahari. Suatu kawasan wisata yang
baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan pada empat aspek, yaitu (Gunn
1993 dalam Situmorang, 2001):
1. Mempertahankan kelestarian lingkungannya
2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut
3. Menjamin kepuasan pengunjung
4. Meningkatkan keterpaduan dan kesatuan pembangunan masyarakat di sekitar
kawasan dan zona pengembangannya
Selain keempat aspek tersebut, ada beberapa hal yang juga perlu
diperhatikan untuk pengembangan ekowisata bahari, anatara lain (Satria, 2009):
1. Aspek Ekologis, daya dukung ekologis merupakan tingkat penggunaan
maksimal suatu kawasan
2. Aspek Fisik, daya dukung fisik merupakan kawasan wisata yang
menunjukkan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang
diakomodasikan dalam area tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan
kualitas
3. Aspek Sosial, daya dukung sosial adalah kawasan wisata yang dinyatakan
sebagai batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan
dimana melampauinya akan menimbulkan penurunanan dalam tingkat
kualitas pengalaman atau kepuasan
4. Aspek Rekreasi, daya dukung reakreasi merupakan konsep pengelolaan yang
menempatkan kegiatan rekreasi dalam berbagai objek yang terkait dengan
kemampuan kawasan.
E. Pola Pemanfaatan Lahan di Kawasan Wisata

Lingkungan hidup adalah lingkungan di sekitar manusia, tempat


organisme dan anorganisme berkembang dan saling berinterakasi (Borong, 1999).
Sebagai suatu sistem, lingkungan hidup terdiri atas lingkungan sosial
(sociosystem), lingkungan buatan (technosystem) dan lingkungan alam
(ecosystem) (Soerjani, 1997).
11

Menurut Ramly (2007), lingkungan alami (ekosistem) adalah lingkungan


yang tidak terlalu didominasi manusia sehingga mahluk hidup lainnya mempunyai
kesempatan dan ruang untuk hidup wajar. Lingkungan sosial (sosiosistem) adalah
lingkungan yang di dalamnya manusia berinteraksi dengan sesamanya baik
berdasarkan pola hubungan struktural maupun fungsional. Lingkungan buatan
atau lingkungan binaan (teknosistem) adalah lingkungan tempat manusia
memenuhi kebutuhannya dengan menerapkan tehnologi seperti pertanian,
perumahan, transportasi, perindustrian, kawasan wisata dan lainnya. Lingkungan
buatan didominasi oleh manusia.

F. Potensi Ekowisata

Selanjutnya Hadi (2007) menyatakan bahwa prinsip-psinsip ekowisata


adalah meminimalkan dampak, menumbuhkan kesadaraan lingkungan dan
budaya, memberikan pengalaman positif baik kepada turis (visitors) maupun
penerima (host) dan memberikan manfaat dan keberdayaan masyarakat lokal.
Daya dukung (carrying capacity) lingkungan secara umum dapat diartikan
sebagai kemampuan lingkungan (alam) untuk mendukung kehidupan manusia
atau benda hidup lainnya. Menurut Clark (1966), bahwa daya dukung adalah
suatu cara untuk menyatakan batas-batas penggunaan terhadap sumberdaya.
Analisis daya dukung merupakan salah satu pendekatan bahwa alam mempunyai
batas maksimum untuk menerima aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam
kurun waktu tertentu.
Kajian daya dukung wisata bahari bertujuan untuk menentukan jumlah
maksimum pengujung wisata yang masih ditolerir suatu kawasan wisata. Hal ini
dilakukan karena dalam ekowisata, pengembangan kegiatan wisata bahari tidak
bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang untuk pengunjung sangat
terbatas. Dengan demikian untuk mengembangkan ekowisata bahari di kawasan
pesisir perlu penentuan daya dukung agar kegiatan wisata yang dilakukan dapat
berlangsung secara terus menerus (sustainable).

G. Pengelolaan Ekowisata

Suhandi (2001) menjabarkan bahwa pengelolaan ekowisata merupakan


12

penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggungjawab di tempat – tempat


alami dan atau daerah – daerah yang dibuat berdasarkan keindahan alam dan
secara ekonomi berkelanjutan yang mendukung upaya – upaya pelestarian
lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Dalam
penelitian ini metode dasar dari manajemen / pengelolaan ekowisata yang
dikembangkan menggunakan mekanisme perencanaan pengelolaan ekowisata.
Pengelolaan ekowisata secara umum serupa dengan konsep pengelolaan
kegiatan yang berhubungan dengan pemanfaatan potensi alam. Sejumlah kawasan
yang memiliki daya tarik wisata alam yang umumnya merupakan daerah yang
ditetapkan sebagai pusat kegiatan pelestarian sumberdaya dan lingkungan. Untuk
itu dalam pemanfaatan nantinya perlu menerapkan prinsip pelestarian lingkungan.
Seringkali dalam upaya untuk memanfaatkan dan mengelola potensi ekowisata
yang ada pihak pengelola dihadapkan pada masalah klasik seperti lemahnya
dalam pemantauan kwalitas lingkungan, kondisi sarana dan prasarana dan
kurangnya kemampuan SDM dalam menjaga sumberdaya lingkungan yang ada
(Mardiastuti, 2000).

H. Strategi Pengelolaan Potensi Ekowisata

Pengelolaan potensi ekowisata merupakan upaya untuk memanfaatkan


hingga mendayagunakan potensi – potensi wisata khususnya potensi ekowisata
untuk kepentingan pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Konsep
pengelolaan ekowisata secara umum serupa dengan konsep pengelolaan kegiatan
yang berhubungan dengan pemanfaatan potensi alam. Sejumlah kawasan yang
memiliki daya tarik wisata alam yang umumnya merupakan daerah yang
ditetapkan sebagai pusat kegiatan pelestarian sumberdaya dan lingkungan. Untuk
itu dalam pemanfaatan nantinya perlu menerapkan prinsip pelestarian lingkungan.
Seringkali dalam upaya untuk memanfaatkan dan mengelola potensi ekowisata
yang ada pihak pengelola dihadapkan pada masalah klasik seperti lemahnya
dalam pemantauan kwalitas lingkungan, kondisi sarana dan prasarana dan
kurangnya kemampuan SDM dalam menjaga sumberdaya lingkungan yang ada
(Mardiastuti, 2000).
Penggunaan istilah strategi pada penelitian ini mengacu kepada istilah
Strategi Generik dikemukakan oleh Porter (1980) yang mengidentifikasikan
13

bahwa strategi generik adalah suatu pendekatan strategi perusahaan dalam rangka
mengungguli pesaing dalam industri sejenis. Dalam prakteknya, setelah
perusahaan mengetahui strategi generiknya, untuk implementasinya akan
ditindaklanjuti dengan langkah penentuan strategi yang lebih operasional. Pada
tahap akhir yang lebih detil, penjabaran yang lebih detail dari strategi utama
adalah strategi fungsional yang lebih menekankan pada bidang – bidang
fungsional. Berdasarkan penggambaran definisi strategi, ekowisata dan
pengelolaan ekowisata pada sub bab sebelumnya, ditetapkan pengertian strategi
pengelolaan potensi ekowisata yaitu : rangkaian upaya – upaya strategis yang
harus dilakukan untuk mengelola potensi ekowisata sehingga dapat memberikan
manfaat bagi kelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat sekitar.

I. Kebijakan pengembangan Ekowisata

Pengembangan adalah upaya memperluas atau mewujudkan potensi-


potensi, membawa suatu keadaan secara bertingkat pada suatu keadaan yang lebih
lengkap, lebih besar, atau lebih baik, memajukan sesuatu yang lebih awal kepada
yang lebih akhir atau dari yang sederhana kepada yang lebih kompleks.
Pengembangan meliputi kegiatan mengaktifkan sumberdaya, memperluas
kesempatan mengakui keberhasilan dan mengintegrasikan kemajuan (Ramly,
2007).
Lebih lanjut Ramly (2007) menyatakan bahwa, dari segi kualitatif,
pengembangan berfungsi sebagai upaya peningkatan yang meliputi
penyempurnaan program kearah yang lebih baik. Dimana hal-hal yang
dikembangkan meliputi aktivitas manajemen yang terdiri atas perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi. Model-model perencanaan telah
dikembangkan, masing-masing merefleksikan nilai-nilai yang berbeda, aumsi dan
keyakinan tentang hakekat dari dunia perencanaan dilakukan. Beberapa model
perencanaan diantaranya perencanaan sinoptik, perencanan bertahap
(incremental), mixed scanning dan perencanaan transaktif (Mitchell, Setiawan dan
Rahmi, 1997).
Implementasi pembangunan top down telah menyebabkan proporsi dan
konstelasi peranan tiga stakeholder pembangunan menjadi timpang. Negara dan
swasta menjadi sangat dominan sedangkan masyarakat berada pada posisi
14

marjinal. Bertolak dari hal tersebut diperlukan sebuah pembangunan alternatif


yang lebih berorientasi pada usaha menghilangkan marginalisasi dan memperkuat
sektor masyarakat. Pada aras ini maka pembangunan yang berbasis masyarakat
(communitybased development) menjadi sangat relevan untuk diimplementasikan
(Suparjan dan Suyatno, 2003).
Perencanaan pembangunan berbasis masyarakat salah satunya
menggunakan metode 7 (tujuh) langkah perencanaan (seven magic step) yang
meliputi tahap definisi masalah, tujuan, analisis kondisi, altenatif kebijakan,
pilihan alternatif, implementasi dan pemantauan (Hadi,2005).
Kualitas lingkungan menurun pada dasarnya dapat disebabkan oleh dua
faktor yaitu meningkatnya kebutuhan ekonomi (economic requirement) dan
gagalnya kebijakan yang diterapkan (policy failure) (Ramly, 2007).
Peningkatan kebutuhan yang tak terbatas sering membuat tekanan yang
besar terhadap lingkungan dan sumber daya yang ada. Lingkungan masih
dipandang sebagai instrumen ekonomi, bukan sebagai fungsi intrinsiknya. Akar
masalah kerusakan lingkungan selama ini berasal dari kesalahan cara pandang
manusia tentang dirinya, alam dan hubungan manusia dengan alam. Oleh karena
itu, percepatan pembangunan ekonomi selayaknya diimbangi dengan ketersediaan
sumber daya dan lingkungan yang lestari.

BAB III. HASIL PENGAMATAN

A. Waktu dan Tempat

Praktek lapang Manajemen Ekowisata Perairan ini dilaksanakan pada hari


Sabtu, 27 Oktober 2013 pukul 09.00 WITA, bertempat di Bintang Samudra
Kecamatan Soropia.

B. Identifikasi Sumber Daya yang Berpotensi untuk Wisata

Tabel 1. Tabel identifikasi sumber daya yang ada di Bintang Samudra


Sesuai
No. Aspek yang Diamati Deskripsi
Ya Tidak
A. Ekologi
a. Lokasi Ekowisata Berada di wilayah pesisir, 
memiliki infrastruktur yang
cukup memadai, area yang
15

tenang dan luas


b. Keunggulan Tempat Lokasi luas dan strategis, 
Wisata tersedia berbagai macam
pilihan wisata, terstruktur
dengan baik dan sesuai
peruntukannya
c. Sumberdaya Yang 
Terdapat di Lokasi
Wisata
- Mangrove Terdapat 2 jenis, yaitu 
Sonnneratia alba dan
Rhizoppora sp.
- Lamun 1 jenis yaitu Cymodocea 
serrulata
- Terumbu karang Memiliki terumbu karang 
yang dijadikan sebagai
wisata snorkling
- Pantai pasir putih 
2. Ekonomi
- Pintu masuk Pintu masuk yang ada di 
Bintang Samudra ada 3
Loket setiap kali masuk
pengunjung harus
membayar Rp.
10.000,00/orangnya
- Villa Vila yang ada di Bintang 
Samudra ada 3yaitu : Vila
kerapu 1, Vila kerapu 2,
Vila kerapu 3, Vila kerapu
4, Vila cumi 1, Vila cumi 2,
Vila hiu
- Aula Aula yang ada di Bintang 
Samudra 5 aula dengan
harga setiap kali sewa
seharga Rp. 300.000,00
- Gazebo Gazebo yang ada di Bintang 
Samudra 30 dengan yang
baru di buat seharga setiap
kali sewa seharga Rp.
50.000,00 untuk
siang/kasebo, sedangkan
Rp. 100.000,00/kasebo
untuk malam.

- Peralatan selam Alat selam yang disewakan 


adalah untuk masker
Rp. 15.000,00/org, fins
Rp. 15.000,00/org, wedsfish
Rp. 30.000,00/org,
16

sedangkan untuk 1 paket


seharga Rp. 250.000,00/org
sedangkan untuk remaja
Rp. 150.000,00, Banana
boat Rp. 15.000,00/ org.

- Kantin Kantin yang ada di Bintang 


Samudra ada 2 yaitu Kantin
Kerapu dan Kantin Cumi
- Fasilitas gratis Fasilitas tanpa biaya yang 
ada di Bintang Samudra,
yaitu dermaga, toliet ,
pelampung, ban, kereta
apung, tempat santai, ruang
makan, ruang sholat, full
music, dermaga
pemancingan, ayunan,
tracking dan spit

3. Sosial
- Infrakstruktur Fasilitas jalan, yaitu 3 
jembatan darurat, di tempuh
melalui 2 jalur yaitu (1)
jalan poros ke Batugong (2)
jalan poros kota lama
(Toronipa) dengan jalan
yang rusak
- Kondisi Untuk kondisi ketersediaan 
ketersediaan infrakstruktur sangat baik
infrakstruktur
- Daya tarik regional Selain sebagai tempat 
rekreasi taman wisata
pendidikan ini juga
memiliki mangrove,
terumbu karang dan lamun,
dan juga tempat konservasi
penyu, kima dan bamboo
laut, dengan adanya
fasilitas-fasilitas penunjang
wisatawan seperti alat scuba
diving lengkap, Kereta
apung, Banana boots.

C. Kegiatan Wisata yang Sesuai


Tabel 2. Tabel bentuk kegiatan wisata yang sesuai di Bintang Samudra
Sesuai
No. Kegiatan Wisata yang Sesuai
Ya Tidak
1. Wisata bahari
17

- Snorkling 
- Diving 
- Selam 
- Pemancingan 
2. Wisata alam 

BAB IV. PEMBAHASAN

Dalam pengembangan ekowisata ada tiga komponen yang harus dilihat,


yaitu kompomen ekologi, komponen ekonomi dan sosial yang akan berimbas
pada peningkatan kemakmuran masyarakat. Menurut BPKS Sabang (2012),
Indonesia kaya akan keindahan karang, keindahan pantai, keindahan vegetasi,
taman laut, dan budaya keramah-tamahannya. Indonesia ideal bagi setiap aktivitas
pantai dan kelautan seperti berjemur di pantai sambil menikmati matahari,
snorkeling dan menyelam, serta menjelajahi perkampungan nelayan. Untuk
menindaklanjuti potensi tersebut, fokus pembangunan ekonomi Indonesia saat ini
telah beralih ke sumber daya pantai dan kelautan demi mewujudkan kemakmuran
masayarakat Indonesia. Hal ini ditandai dengan kebijakan pemerintah yang
senantiasa mempertimbangkan pantai dan kelautan yang berhubungan dengan
aspek pembangunan sebagai suatu sektor tersendiri.

A. Aspek Ekologi

Bintang Samudra merupakan salah satu tempat wisata yang memiliki


potensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata dengan konsep ekowisata.
Akan tetapi, berdasarkan hasil praktek yang dilakukan terlihat bahwa terjadi
pengrusakan hutan mangrove dibagian barat yang digunakan untuk pembuatan
kolam pemancingan dan beberapa gazebo dilahan tersebut, sehingga merusak
ekosistem mangrove itu sendiri. Ramly (2007) menjelaskan bahwa, konsep
ekowisata tidak mengedepankan faktor pertumbuhan ekonomi, melainkan
menjaga keseimbangan antara kegiatan pemanfaatan dan kelestarian sumberdaya.
Kegiatan wisata yang sesuai di Bintang Samudra adalah wisata alam dan
wiasata bahari yang meliputi wisata pantai, snorkling, diving dan pancing. Untuk
18

wisata pantai Bintang Samudra tidak cocok dijadikan sebagai wisata pantai karna
lokasi wisata ini tidak memiliki panorama pantai yang begitu indah dibandingkan
tempat wisata pantai yang lain, Bintang Samudra sangat cocok dijadikan sebagai
lokasi wisata bahari (snorkling dan diving) karena memiliki ekosistem terumbu
karang yang dalam kategori baik dan indah yang mendukung kedua jenis wisata
bahari ini dapat dilakukan di kawasan wisata Bintang Samudra, sehingga yang
akan menjadi daya tarik tersendiri. Akan tetapi untuk wisata pancing belum bisa
digunakan karena sarana dan prasarananya belom lengkap dikarekan lokasi
pemancingan masih dalam tahap pembuatan. Aziz, dkk., (2012) menjelaskan
bahwa, perairan yang menyimpan kekayaan bawah laut sebagai kawasan wisata
bahari adalah kondisi terumbu karang yang masih baik, dan juga memiliki
kekayaan ragam jenis ikan yang melimpah. Dengan kekayaan bawah lautnya yang
melimpah, maka objek wisata dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata yang
menarik untuk terus dikunjungi. Sumberdaya terumbu karang ini dapat
dikembangkan untuk kegiatan seperti selam (diving), dan memancing (fishing).
Berdasarkan hasil wawancara dengan pegawai, kunjungan di lokasi wisata
Bintang Samudra tidak menentu jumlahnya. Jumlah pengunjung akan padat pada
hari-hari libur yang menyebabkan lokasi wisata menjadi ramai. Akan tetapi
kondisi ini akan memperparah kondisi lingkungan yang diakibatkan oleh
wisatawan yang tidak peduli dengan kelestaian lingkungan sekitar. Fandeli dan
Nurdin (2005) menyatakan bahwa, pengembangan pariwisata dapat menimbulkan
dampak negatif yang disebabkan oleh kunjungan wisatawan. Untuk penanganan
dampak negatif dapat dianggarkan dari penghasilan yang didapat oleh kawasan.
Biaya yang timbul dari pengembangan pariwisata ada tiga macam yaitu : biaya
finansial dan ekonomi, biaya sosial budaya dan biaya lingkungan.
Ditinjau dari segi ekologi, Bintang Samudra menjadi lokasi wisata
dikarenakan lokasi yang berada di wilayah pesisir, memiliki infrastruktur yang
cukup memadai, area yang tenang dan luas, serta memiliki beberapa keunggulan,
yaitu lokasi wisata yang luas dan strategis, tersedianya berbagai macam pilihan
wisata, yakni wisata alam dan bahari yang terstruktur dengan baik dan sesuai
peruntukannya. Sumberdaya yang terdapat di lokasi wisata, yaitu Mangrove
(Sonnneratia alba dan Rhizoppora sp.), Lamun (Cymodocea serrulata), terumbu
karang. Potensi lain yang ada di kawasan wisata, yaitu sebagai tempat konservasi
19

penyu, hutan jati, lokasi budidaya kepiting dan konservasi kima.

B. Aspek Ekonomi

Salah satu kegiatan yang paling diminati pengunjung di kawasan wisata


Bintang Samudra adalah wisata snorkling dan diving, dimana kedua hal ini akan
mendatangkan keuntungan pagi pemilik lokasi wisata. Selain itu, perkembangan
pariwisata akan mendatangkan keuntungan bagi masyarakat maupun pemerintah.
Rahmawati (2009) menyatakan bahwa, kekayaan sumberdaya bahari untuk
pengembangan ekowisata di Sulawesi Tenggara sangat melimpah. Wisata bahari
merupakan sub sektor yang menjanjikan dan berpeluang menjadi sumber
pendapatan utama dalam sektor pariwisata sehingga dapat meningkatkan
kemakmuran masyarakatnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Ditinjau dari segi ekonomi kawasan wisata Bintang Samudra memiliki
beberapa fasilitas baik yang disewakan maupun yang tidak disewakan, hal inilah
yang membuat wisatawan menjadi tertarik. Berdasarkan hasil wawancara dengan
pegawai, berbagai fasilitas yang disediakan di lokasi wisata Bintang Samudra
diantaranya, yaitu : (a) pintu masuk yang ada di Bintang Samudra ada 3 Loket,
dimana loket yang paling banyak digunakan pengunjung adalah loket 2, (b) vila
yang ada di Bintang Samudra ada 3 yaitu : Vila kerapu, Vila cumi dan Vila hiu,
dimana jalan menuju ke masing-masing vila ditempuh dengan melewati jalan
setapak, (d) gazebo yang ada di Bintang Samudra berjumlah 30 unit, (e) memiliki
peralatan selam yang lengkap, sehingga memudahkan pengunjung untuk
melakukan berbagai jenis wisata bahari, khususnya wisata diving dan snorkling,
serta (f) memiliki dua kantin yang ada dibagian loket 1 dan dibagian loket 2.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pegawai, ia mengatakan
bahwa fasilitas yang sering digunakan oleh pengunjung yang datang di Bintang
Samudra adalah Gazebo, Pelampung, Vila Kerapu, Masker, dan Snorkling. Tepati
jika pengunjung dalam keadaan ramai maka aula pun digunakan bahkan dermaga
dan fasilitas lainnya.
20

C. Akpek Sosial

Pengembangan ekowisata tidak hanya terlepas dari dua komponen saja


(ekologi maupun ekonomi). Akan tetapi, komponen yang tidak kalah penting
adalah komponen sosial. Hal ini karena, komponen sosial tidak bisa dihindarkan
dalam pengembangan pariwisata.
Kawasan lokasi wisata Bintang Samudra ditempuh melalui jalur darat,
akses ke lokasi wisata Bintang Samudra, yaitu melalui 2 jalur yaitu jalan poros ke
Batugong dan jalan poros kota lama (Toronipa) yang dapat ditempuh ± 1 jam
dengan kondisi jalan yang rusak. Lokasi wisata Bintang Samudra diapit oleh
pemukiman, walaupun jaraknya agak berjauhan.
Kondisi infrakstruktur di Bintang Samudra cukup baik dan memadai
dengan fasilitas-fasilitas yang tersedia. Fasilitas-fasiltas ini bebas untuk digunakan
oleh pengunjung di lokasi wisata tersebut.
Selain sebagai tempat rekreasi taman wisata pendidikan ini juga memiliki
mangrove, terumbu karang dan lamun, dan juga tempat konservasi penyu, kima
dan bambu laut. Sehingga, dengan adanya fasilitas-fasilitas penunjang wisatawan
seperti alat scuba diving lengkap, Kereta apung, Banana boots akan membuat
pengunjung menjadi lebih tertarik untuk kembali ke lokasi wisata.
Adapun srategi ekowisata yang dapat diterapkan di kawasan wisata
Bintang Samudra, yaitu melakukan penilaian terhadap situasi dan potensi wisata
apakah lokasi wisata tersebut sesuai dengan daya dukung lingkungannya atau
tidak, menentukan situasi wisata yang diinginkan dan mengidentifikasi langkah-
langkah untuk mencapai target yang diharapkan, dokumentasi dan publikasi.
Dalam perkuliahan Dedy (2013) menjelaskan bahwa, salah satu srategi
pengelolaan ekowisata bahari adalah dokumentasi dan publikasi, dimana kedua
hal ini meliputi dokumentasi data dan informasi yang bekaitan dengan kegiatan
pariwisata dan perkembangannya, menyebarkan informasi kepada sumber-sumber
dana potensial,, donor, investor dan lainnya yang membantu mewujudkan strategi
ekowisata, serta strategi ekowisata harus dimasukkan ke dalam rencana
pengelolaan kawasan konservasi secara menyeluruh.
21

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Adapun kesimpulan dalam penulisan laporan ini, yaitu sebagai berikut :


1. Berbagai potensi wisata bahari dibidang ekologi pada objek wisata Bintang
Samudra, yaitu berada di wilayah pesisir, memiliki berbagai sumberdaya,
yaitu mangrove (Sonnneratia alba dan Rhizoppora sp.), lamun (Cymodocea
serrulata), terumbu karang dan pasir putih (pesisir). Potensi lain yang ada di
kawasan wisata, yaitu sebagai tempat konservasi penyu, hutan jati, lokasi
budidaya kepiting dan konservasi kima.
2. Berbagai potensi ekonomi kawasan wisata Bintang Samudra, yaitu (a) pintu
masuk yang ada di Bintang Samudra ada 3 Loket, (b) vila yang ada di Bintang
Samudra ada 3 yaitu : Vila kerapu 1, Vila kerapu 2, Vila kerapu 3, Vila
kerapu 4, Vila cumi 1, Vila cumi 2, Vila hiu, (c) aula yang ada di Bintang
Samudra ada 5 aula, (d) gazebo yang ada di Bintang Samudra berjumlah 30,
(e) memiliki peralatan selam yang lengkap sehingga memudahkan pengunjung
untuk mealakukan berbagai jenis wisata bahari, khususnya wisata diving, (f)
kantin yang ada di Bintang Samudra ada 2 yaitu Kantin Kerapu dan Kantin
Cumi 1 satu. Fasilitas yang sering digunakan oleh pengunjung yang datang di
Bintang Samudra adalah Gazebo, Pelampung, Vila Kerapu, Masker, dan
Snorkling.
3. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan wisata bahari atau
aspek sosial dan daya tarik regional pada objek wisata Bintang Samudra,
yaitu masyarakat disekitar kawasan wisata tidak begitu memanfaatkan peluang
demi merais rezeki, terbuki dengan tidak adanya partisipasi masyarakat pada
lokasi wisata dengan melakukan kegiatan jual-beli (penjualan souvenir khas
daerah tersebut.

B. Saran

Adapun saran yang dapat saya sampaikan, yaitu sebaiknya pelaksanaan


praktek lapang dilakukan di lokasi wisata yang berbeda. Sehingga, mahasiswa
dapat membedakan potensi yang ada disetiap lokasi wisata.
22

DAFTAR PUSTAKA

Ardika, I Gede. 2000. Beberapa Pokok Pikiran tentang Pengembangan Wisata


Bahari di Bali. Naskah Lengkap Seminar nasional. Denpasar. Universitas
Udayana.
Aziz, Z., P. Subardjo., I. Pratikto. Studi Kesesuaian Perairan Pantai Tanjung Setia
Sebagai Kawasan Wisata Bahari Kabupaten Lampung Barat Provinsi
Lampung. Journal Of Marine Research. 2 : 125-134.
BPKS Sabang. 2012. http//:www.bpks_sabang.com.
Clark, J. R. 1996. Coastal Zone Managemet. Handbook. Boca, Raton, Boston,
London, New York, Washington D.C: Lewis Publishers.
Damayanti, A., Handayani, T. 2003. Peluang dan Kendala Pengelolaan Ekowisata
Pesisir Muaragembong Kabupaten Bekasi. Departemen Geografi FMIPA
UI. Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) dan Kongres Ikatan Geografi
Indonesia (IGI).
Edi, M., Okik H., Nur, F., 2010. Konservasi Hutan Mangrove Sebagai
Ekowisata. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.1 Edisi Khusus
Fandeli, C dan Mukhlison. 2000. Pengusahaan Ekowisata. UGM. Yogyakarta.
Fandeli, C. dan Nurdin, M. 2005. Pengembangan Ekowisata Berbasis
Konservasi di Taman Nasional. UGM. Yogyakarta.
Gunawan M.P. dkk. 2000. Agenda 21 Sektoral : Agenda Pariwisata untuk
Pengembangan Kualitas Hidup Secara Berkelanjutan. UNDP Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.
Hadi, S. P. 2007. Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism).
Makalah Seminar Sosialisasi Sadar Wisata ”Edukasi Sadar Wisata bagi
Masyarakat di Semarang.
Kuswara, E. 2007. Peningkatan Sadar Wisata dalam Pengembangan Pariwisata
Indonesia. Makalah Seminar Sosialisasi Sadar Wisata ”Edukasi Sadar
Wisata bagi Masyarakat di Semarang.
Manurung. 2002. Ecotourism in Indonesia. In: Hundloe, T (ed.). Linking Green
Productivity to Ecotourism : Experiences in the Asia-Pacific
Region. Asian Productivity Organization (APO), Tokyo, Japan. 98-103
Mitchell, B., Setiawan, B dan Rahmi, D. H. 2000. Pengelolaan
Sumberdaya dan Lingkungan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Rahmawati, A. 2009. Studi Pengelolaan Kawasan Pesisir Untukkegiatan Wisata
Pantai (Kasus Pantai Teleng Ria Kabupaten Pacitan, Jawa Timur). Skripsi.
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. IPB. Bogor.
Ramly, N. 2007. Pariwisata Berwawasan Lingkungan. Grafindo Khazanah
Ilmu. Jakarta.
23

Sastrayuda, G.S. 2010. Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Resort and


Leisure. Hand Out Mata Kuliah Concept Resort and Leisure, hal:1-8.
Satria, D. 2009. Strategi Pengembangan Ekowisata Berbasis Ekonomi Lokal
dalam Rangka Program Pengentsan Kemiskinan di Wilayah Kabupaten
Malang. Journal of Indonesian Applied Economics, 3(1): 37-47.
Soerjani, M. 1997. Pembangunan dan Lingkungan. IPPL. Jakarta.
Situmorang, R. 2001. Perencanaan dan Pengembangan Wisata Pantai
Berwawasan Lingkungan. Bina Wisata Nusantara, 6(1): 77-84
Sukoraharjo, S.S., Luh Putu Kusuma, A.S.C., Andayani, A., Indriasari, V.Y., Siri,
H.Y. 2012. Pengembangan Sumberdaya Ekowisata Bahari Berbasis
Masyarakat di Lombok Barat. Monitoring Internal II-Kementerian
Kelautan dan Perikanan.
Suparjan dan Suyatno, H. 2003. Pengembangan Masyarakat. Aditya Media.
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai