Anda di halaman 1dari 15

STRATEGI PENGOLAHAN WISATA BAHARI

MAKALAH
untuk memenuhi tugas matakuliah Pengelolahan Sumber Daya Alam
yang diampu oleh Prof. Suhadi, M.Si

Oleh:
Kelompok 4 Off H 2014
Achmad Fauzi Mubarok (140342601199)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sektor kepariwisataan menunjukkan perkembangan dan kontribusi
ekonomi yang cukup menarik dibandingkan dengan sektor lain di saat Indonesia
menghadapi masa krisis yang berkepanjangan. Hal ini terlihat dari peningkatan
jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 4.606.416 (rata-rata hari kunjungan
9.18 hari/ orang) di tahun 1998 meningkat menjadi 5.064.217 orang dengan
jumlah hari kunjungan 12.26/orang pada tahun 2000. Besarnya devisa yang
diperoleh sector pariwisata pada tahun 2000 sebesar 5.75 milyar US$. Hal ini
menunjukkan bahwa kepariwisataan sangat potensial untuk dikembangkan di
masa krisis. Salah satu sumberdaya wisata yang sangat potensial yakni wilayah
pesisir mempunyai kekayaan dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentuk
alam, struktur historic, adat, budaya dan berbagai sumberdaya yang lain yang
terkait dengan pengembangan kepariwisataan. Hal ini merupakan karunia dan
anugerah Tuhan untuk dapat dikembangkan bagi kesejahteraan manusia. Karena
sebagai mahluk yang termulia diberi kuasa untuk memanfaatkan alam serta
segala isinya dengan penuh tanggung jawab. Alam dan sekitarnya dengan
berbagai keragaman yang tinggi seperti wilayah pesisir mempunyai nilai atraktif
dan turistik wajib dikelola dan dikembangkan bagi kesejahteraan melalui
pariwisata bahari. Keragaman daerah pesisir untuk pariwisata bahari berupa
bentuk alamnya dan juga keterkaitan ekologisnya dapat menarik minat wisatawan
baik untuk bermain, bersantai atau sekedar menikmati pemandangan.
Wisata bahari merupakan suatu bentuk wisata potensial termasuk di
dalam kegiatan Clean industry . Pelaksanaan wisata bahari yang berhasil
apabila memenuhi berbagai komponen yakni terkaitnya dengan kelestarian
lingkungan alami, kesejahteraan penduduk yang mendiami wilayah tersebut,
kepuasan pengunjung yang menikmatinya dan keterpaduan komunitas dengan
area pengembangannya (Siti Nurisyah, 1998). Dengan memperhatikan
komponen tersebut maka wisata bahari akan memberikan kontribusi nyata bagi
perekonomian masyarakat.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. bagaimana definisi wisata bahari.?
1.2.2. bagaimana konsep wisata bahari?
1.2.3. Apa saja masalah dalam pengembangan wisata bahari?
1.2.4. Bagaimana strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan
wisata bahari?
1.2.5. bagaimana filosofi wisata bahari berkelanjutan berbasis
masyarakat.?

1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui definisi wisata bahari.
1.3.2. Mengetahui konsep wisata bahari
1.3.3. Masalah dalam pengembangan wisata bahari.
1.3.4. Bagaimana strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan
wisata bahari
1.3.5. Mengetahui filosofi wisata bahari berkelanjutan berbasis
masyarakat.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Wisata Bahari


Wisata bahari merupakan sebuah tren wisata yang saat ini sedang
berkembang pesat di seluruh dunia (Akhyaruddin, 2012). Banyak orang mulai
melakukan jenis wisata ini. Beberapa hal yang ingin dilakukan oleh wisatawan
pada wisata bahari adalah menyelam (diving), snorkeling, berselancar (surfing),
berlayar (sailing), bersampan (boating), memancing, dan sebagainya. Wisata
bahari termasuk jenis wisata minat khusus, lebih spesifiknya adalah termasuk
jenis wisata petualangan (adventure tourism

Menurut undang-undang No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan :


Wisata Bahari atau Tirta adalah usaha yang menyelenggarakan wisata dan
olahraga air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang
dikelola secara komersial di perairan laut, pantai, sungai, danau, dan waduk.
Dengan 17.504 pulau, 95.181 km garis pantai, pantai dan laut yang indah,
keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, Indonesia memiliki potensi
pariwisata bahari terbesar di dunia (Mann, 1995; Allen, 2002).

Sedangkan menurut beberapa ahli definisi wisata bahari merupakan :

1. Wisata Bahari diartikan sebagai sebuah wisata dimana tempat wisata tersebut
didominasi perairan dan kelautan. Pendapat ini cukup sederhana dan cukup
mudah dipahami.

2. Wisata Bahari juga berarti sebuah kegiatan untuk menikmati keindahan dan
keunikan pesisir pantai dan juga lautan.

3. Wisata Bahari juga didefinisikan sebagai sebuah usaha untuk memanfaatkan


wilayah pantai dan laut sebagai tempat wisata.

4. Definisi lainnya menyatakan bahwa Wisata Bahari merupakan kegiatan untuk


menghabiskan waktu di pantai dan lautan.

5. Wisata Bahari adalah kegiatan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya


menjaga ekosistem alam khususnya pantai dan lautan.

2.2.Konsep Wisata Bahari


Pembangunan pariwisata di arahkan untuk meningkatkan kesejahteraan
yang berkelanjutan. Wisata bahari dengan kesan penuh makna bukan semata-
mata memperoleh hiburan dari berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami
lingkungan pesisir dan lautan tetapi juga diharapkan wisatawan dapat
berpartisipasi langsung untuk mengembangkan konservasi lingkungan sekaligus
pemahaman yang mendalam tentang seluk beluk ekosistem pesisir sehingga
membentuk kesadaran bagaimana harus bersikap untuk melestarikan wilayah
pesisir dan dimasa kini dan masa yang akan datang. Jenis wisata yang
memanfaatkan wilayah pesisir dan lautan secara langsung maupun tidak
langsung. Kegiatan langsung diantaranya berperahu, berenang, snorkeling,
diving, pancing. Kegiatan tidak langsung seperti kegiatan olahraga pantai,
piknik menikmati atmosfer laut (Siti Nurisyah, 1998). Konsep wisata bahari di
dasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni
budaya dan karaktersitik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh
masing-masing daerah. Wheat ( 1994) berpendapat bahwa wisata bahari adalah
pasar khusus untuk orang yang sadar akan lingkungan dan tertarik untuk
mengamati alam. Steele (1993) menggambarkan kegiatan ecotourism bahari
sebagai proses ekonomi yang memasarkan ekosistem yang menarik dan langka.
Low Choy dan Heillbronn (1996), merumuskan lima factor batasan yang
mendasar dalam penentuan prinsip utama ekowisata, yaitu :

1. Lingkungan; ecotourism bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang


relative belum tercemar atau terganggu

2. Masyarakat; ekotourism harus memberikan manfaat ekologi, social dan


ekonomi langsung kepada masyarakat.

3. Pendidikan dan Pengalaman; Ekotourism harus dapat meningkatkan


pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya
pengalaman yang dimiliki

4. Berkelanjutan; Ekotourism dapat memberikan sumbangan positip bagi


keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka
panjang.
5. Manajemen; ekotourism harus dikelola secara baik dan menjamin
sustainability lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan
kesejahteraan sekarang maupun generasai mendatang.

(Gambar 1:Skema konsep ekotourism Bahari (DKP,2002))

Orientasi pemanfaatan utama pesisir dan lautan serta berbagai elemen


pendukung lingkungannya merupakan suatu bentuk perencanaan dan pengelolaan
kawasan secara terpadu dalam usaha mengembangkan kawasan wisata. Cultural
dan physical aspect merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi yang saling
mendukung sebagai suatu kawasan wisata bahari. Gunn (1993) mengemukakan
bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal
didasarkan kepada empat aspek yaitu :

1) mempertahankan kelestarian lingkungannya


2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut
3) menjamin kepuasan pengunjung

4) meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar


kawasan dan zone pengembangannya.
Disamping ke 4 aspek di atas kemampuan daya dukung untuk setiap
kawasan berbeda-beda sehingga perencanaan secara spatial akan bermakna.
Secara umum ragam daya dukung wisata bahari meliputi :

1. Daya dukung ekologis ;Pigram (1983) dalam Nurisyah, S dkk (2001)


mengemukakan bahwa daya dukung ekologis sebagai tingkat maksimal
penggunaan suatu kawasan .
2. Daya dukung fisik Suatu kawasan wiasata merupakan jumlah maksimum
penggunaan atau kegiatan yang diakomodasikan dalam areal tanpa
menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas.
3. Daya dukung social. Suatu kawasan wisata dinyatakan sebagai batas tingkat
maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan dimana melampauinya
akan menimbulkan penurunanan dalam tingkat kualitas pengalaman atau
kepuasan.
4. Daya dukung reakreasi merupakan suatu konsep pengelolaan yang
menempatkan kegiatan reakreasi dalam berbagai objek yang terkait dengan
kemampuan kawasan.

2.3. Konsep Ruang, Sirkulasi dan Tapak

Manusia dapat bergerak dari suatu tempat ke tempat yang lain karena
adanya dorongan serta keinginan untuk mengetahui sesuatu ataupula ada sesuatu
yang dirasakan membosankan/tidak menyenangkan sehingga mengarahkan
perhatiannya untuk mememperoleh sesuatu yang dinginkannya. Oleh karena itu
perencanaan kawasan wisata bahari didasarkan pada konsep ruang dan sirkulasi
serta tapak yang ideal dapat memberikan kenyamanan dan kesenangan bagi
pengunjung untuk merasakan sesuatu yang ingin diperolehnnya. Untuk maksud
tersebut maka suatu kawasan wisata bahari perlu mempertimbangkan :

1) Jarak atau rute yang praktis dimana semua objek dan elemen
sepanjang rute terfasilitasi dan tergambarkan. Ruang sebagai tempat
pergerakan manusia hendaknya menunjukkan keharmonisan dan
terintegrasi antara satu dengan yang lainnya.
2) Kondisi Lingkungan merupakan objek dalam pergerakan harus sesuai
dengan persepsi pengunjung. Dengan demikian kawasan wisata bahari
yang dibuat bukan hanya mempertimbangkan objek dengan ruang saja
tetapi juga objek dengan pengunjung.

3) Rangkaian unsur unsur dalam ruang harus tertata dengan baik dan
dalam suatu rangkaian yang dapat diintepretasikan oleh pengunjung.
Kaitannya dengan tapak yang ideal dari suatu kawasan wisata bahari
maka fungsi suatu tapak harus serasi dengan kondisi dari tapak itu sendiri.
Ada 3 aspek utama yang harus diperhatikan dalam perencanaan tapak
wisata bahari yaitu :

1. Keterpaduan rencana dan desain; aspek ini mencakup profesionalisme


dalam pengembangan kawasan pemilik, pengembang, bank, industri,
partisipasi masyarakat dan sebagainya.
2. kriteria desain yang digunakan mencakup criteria fungsional, keterpaduan
dengan perencanaan lannya, pengalaman pengunjung, otentik, kepuasan,
estetika
3. Sustainability dari tapak; aspek ini mencakup eco desaign ethics, tempat
tempat kultural, xeriscape, proteksi sumberdaya alam, peraturan
pemerintah dan sebagainya.

2.4. Filosofi Pariwisata Bahari berkelanjutan berbasis Masyarakat

Pembangunan berkelanjutan pada umumnya mempunyai sasaran


memberikan manfaat bagi generasi sekarang tanpa mengurangi manfaat bagi
generasi mendatang. Charles Birch dalam Erari K,Ph (1999) membandingkan
dunia sekarang ibarat kapal titanic dengan gunung es yang terlihat sebanyak 5
pucuk yang merupakan ancaman bagi kehidupan manusia antara lain : 1) ledakan
penduduk, 2) krisis pangan 3) terkurasnya sumberdaya alam diperbaharui 4)
pengrusakan lingkungan hidup dan 5) perang. Selanjutnya disebutkan bahwa
suatu tuntutan akan perlunya masyarakat yang berkelanjutan , dan panggilan
kemanusiaan untuk bertindak sedemikian rupa agar kehidupan manusia dan
mahluk hidup lainnya menikmati hidup berkelanjutan di tengah keterbatasan
dunia. Hal ini menunjukkan walaupun dunia yang diibaratkan tersebut maka
peranan masyarakat untuk memelihara lingkungan demi kehidupan masa
mendatang. Dengan demikian bahwa pariwisata berkelanjutan harus bertitik tolak
dari kepentingan dan partisipatif masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan
wisatawan/pengunjung sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
kata lain bahwa pengelolaan sumberdaya wisata bahari dilakukan sedemikian
rupa sehingga kebutuhan ekonomi, social dan estetika dapat terpenuhi dengan
memelihara integritas cultural, proses ekologi yang esensial, keanekaragaman
hayati dan sistem pendukung kehidupan.

Agar supaya wisata bahari dapat berkelanjutan maka produk pariwisata


bahari yang ditampilkan harus harmonis dengan lingkungan local spesifik.
Dengan demikian masyarakat akan peduli terhadap sumberadaya wisata karena
memberikan manfaat sehingga masyarakat merasakan kegiatan wisata sebagai
suatu kesatuan dalam kehidupannya. Cernea ( 1991) dalam Lindberg K and D E,
Hawkins (1995) mengemukakan bahwa partisipasi local memberikan banyak
peluang secara efektif dalam kegiatan pembangunan dimana hal ini berarti bahwa
memberi wewenang atau kekuasaan pada masyarakat sebagai pemeran social dan
bukan subjek pasif untuk mengelola sumberdaya membuat keputusan dan
melakukan control terhadap kegiatan kegiatan yang mempengaruh kehidupan
sesuai dengan kemampuan mereka. Adanya kegiatan wisata bahari haruslah
menjamin kelestarian lingkungannya terutama yang terkait dengan sumberdaya
hayati renewable maupun non renewable sehingga dapatmenjamin peningkatan
kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut. Di Kawasan wisata Nusa Dua
Bali, Kawasan reakreasi Mangrove sungai Buloh di Singapore, Kawasan Pantai
Copacabana di Rio de Jeneiro (Brasil), Kawasan Historik Puerto Madero Buenos
aires (Argentina) dan Pantai Wisata di Hawaii merupakan contoh bagi
pengembangan wisata bahari yng cukup terkenal di Dunia. Selain di Bali di
wilayah pesisir di beberapa daerah di Indonesia sangat potensial bagi
pengembangan wisata bahari karena berbagai ekosistem dan ekologis setempat
disamping budaya yang khas serta sejarah masa lampau sebagai bangsa bahari
dapat di racik sebagai aktraksi wisata bahari. Seperti halnya di beberapa kawasan
poensial pengembangan wiasata bahari antara lain di Kepulauan Raja Ampat
Sorong yang memiliki ekosistem terumbu karang yang terlengkap dan terbaik
didunia (ekosistem), dari segi budaya masyakat setempat dengan pola hidup,adat
dan budaya yang khas merupakan modal bagi pengembangan wisat bahari
berbasis masyarakat. Jenis wisata bahari dengan memanfaatkan diantaranya
berperahu, snorkeling, diving, berenang serta kegiatan di bagian daratatnya
berupa piknik olahraga pantai serta menikmati atmosfer laut dsbnya. Contoh
lainnya Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan Bandar bahari 4 Zaman yakni
Zaman Hindu, Islam, Kolonial dan Zaman Kemerdekaan. Sangat potensial untuk
dikembangkan untuk tujuan wisata budaya bahari. Selain sumberdaya fisik dan
alami maka sumberdaya lain seperti aspek budaya, sejarah menjadi salah satu
atraksi yang dapat mendukung pengembangan kawasan wisata bahari hal ini
didukung oleh keterkaitan etnik, yang tinggi yang dimiliki oleh wilayah pesisir.
Walaupun mempunyai potensi untuk dikembangkan tanpa dukungan sarana
prasarana transportasi, atraksi yang menarik, pelayanan yang baik serta informasi
dan promosi maka kurang dikenal.

2.5. Tantangan Dan Permasalaha Yang Dihadapi Dalam Pengembangan


Wisata Bahari

Disamping memiliki potensi pengembangan yang luar biasa untuk


menghasilkan pundi-pundi rupiah, terdapat tantangan dan permasalahan yang
harus diatasi oleh seluruh stakeholders yang terlibat lansung maupun tidak
langsung dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata bahari, diantaranya
ialah

1. Aksesbilitas ke lokasi wisata bahari (pulau kecil, pesisir, dan laut)


umumnya masih rendah dan sulit,

2. Infrastruktur dan sarana pembangunan di lokasi wisata bahari umumnya


buruk

3. Promosi dan pemasaran kurang memadai

4. Dukungan dan sinergi dari instansi pemerintahan terkait masih kurang


5. Kualitas SDM (pemerintah, operator, dan masyarakat perlu ditingkatkan

6. Kebijakan politik-ekonomi (seperti fiskal, moneter, dan iklim investasi


kurang kondusif

7. Kontribusi wisata bahari terhadap dunia pariwisata di Indonesia secara


umum masi hsangat minim, masih 10%

8. Negara tetangga seperti Malaysia wisata bahari mampu menyumbang 40


% terhadap sektor kepariwisataan

9. Tidak adanya data statistik yang jelas dari pemerintah, terutama mengenai
wisatawan asing, sehingga sering terjadi adanya orang asing melakukan
kegiatan usaha dengan visa wisata atau sebaliknya mereka melakukan
bisnis dan wisata sekaligus

10. Kurangnya koordinasi dan kerjasama lintas sektor untuk pengembangan


pariwisata bahari

11. Biaya pembangunan infrastruktur yang jauh lebih tinggi

2.6. Strategi Pengembangan Wisata Bahari

Telah kita ketahui bahwa potensi wisata bahari kita sangat beragam dan
nilai keindahaanya tiada bandingannya di dunia. Seperti di Kep. Padaido di Papua
yang memiliki taman laut yang indah, keindahnya bahkan menepati peringkat
tertinggi di dunia dengan skor 35. Dan telah mengalahkan taman laut Great
Barrier Reef [skor 28] di Queensland, Australia. Lebih dari itu selain jenis wisata
alam (Eco Tourism) seperti taman laut kep. Padaido kita juga masih memiliki
banyak jenis wisata bahari lainya yang tersebar di seluruh wilayah nusantara yaitu
di antaranya: Wisata Bisnis (Business Tourism), Wisata Pantai (Seaside Tourism),
Wisata Budaya (Cultural Tourism), wisata pemancingan (fishing tourism),
Wisata Pesiar (Cruise Tourism), Wisata Olahraga (Sport Tourism), dan masih
banyak jenis wisata bahari lainya.
Namun potensi yang di miliki tersebut saat ini belum sepenuhnya
menjadi keunggulan kompetitif (competitive advantage) bangsa Indonesia yang
dapat memberikan kontribusi besar pada perekonomian nasional. Oleh karena itu
agar pariwisata bahari benar-benar menjadi salah satu penopang perekonomian
negara secara berkelanjutan (an economically sustainable area/ecosytem), maka
pariwisata bahari harus di bangun dengan strategi yang terencana dan bervisi
jangka panjang.
1. Dalam pengelolaan pariwisata bahari tersebut pemerintah harus mengubah
dari pendekatan dari sistem birokrasi yang berbelit menjadi sistem
pendekatan entrepreurial. Dimana pemerintah dituntut untuk tanggap dan
selalu bekerja keras dalam melihat peluang dan memanfaatkan peluang
tersebut sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam hal ini
pemerintah sebagai pemegang kebijakan harus meyiapkan sebuah
regulasi/kebijakan yang mendukung pengembangan pariwisata bahari.
Kebijakan tersebut antara lain, menciptkan kawasan ekonomi khusus di
kawasan yang sedang mengembangkan pariwisata bahari, misalnya
memberikan kebijakan bebas visa pada wisatawan yang akan berkunjung
dll.
2. melakukan pemetaan terhadap potensi pariwisata bahari yang dimiliki,
yaitu berupa nilai, karakteristiknya, infarstruktur pendukungnya, dan
kemampuanya dalam menopang perekonomian. Dengan demikian dapat
ditentukan parawisata bahari mana yang harus segera dibangun dan mana
yang hanya perlu direvitalisasi. Selain itu kita juga perlu memetakan
lingkungan yang terkait dengan pariwisata bahari baik lingkungan internal
maupun ekternal. Lingkungan internalnya yang perlu dipetakan adalah
sejauh mana kekuatan dan kelemahan (strength and weakness) pariwisata
bahari tersebut. Sedangkan Lingkungan eksternal yang perlu dipetakan
adalah sosial-budaya, politik/kebijakan, ekonomi-pasar, dan kemampuan
teknologi. Selain itu juga perlu di ketahui sejauh mana negara-negara lain
melangkah dalam pengembangan pariwisata bahari, sehingga kita bisa
belajar dari keberhasilan dan kegagalan mereka dalam mengembangkan
pariwisata bahari.
3. Menyusun rencana investasi dan pembangunan atas berbagai informasi
yang telah kita dapatkan dari pemetaan diatas. Yang perlu diperhatikan
dalam penyusunan ini adalah, bahwa kita tidak hanya akan membangun
sebuah pariwisata bahari saja Namun juga perlu di perhatikan faktor
pendukungnya seperti akses transportasi, telekomunikasi dll. Dengan
demikian rencana pengembangan pariwisata bahari dapat terukur dan tetap
sasaran.
4. menciptakan kualitas SDM yang tangguh di bidang paraiwisata bahari,
baik skill-nya, kemampuan dalam inovasi, adaptabilitas dalam menghadapi
berbagai perubahan lingkungan eksternal, budaya kerja dan tingkat
pendidikan serta tingkat pemahaman terhadap permasalahan strategis dan
konsep yang akan dilaksanakannya. Karena di masa mendatang
keunggulan SDM dalam berinovasi akan sangat penting setara dengan
pentingnya SDA dan permodalan. Hal ini terkait dengan perkembangan
teknologi yang pesat, khususnya teknologi informasi.
5. melakukan strategi pemasaran yang baik, seperti yang dilakukan negara
tetangga kita Thailand yang memasarkan objek wisatannya di televisi-
televisi internasional dan berbagai media seperti internet, majalah dan
pameran-pameran pariwisata di tingkat internasional. Bahkan mereka
menghabiskan dana sekitar US$ 1 miliyar untuk mempromosikan wisata
mereka di beberapa jaringan televisi internasional. Bahkan saking
kreatifnya, beberapa negara melakukan segmentasi pasar wisatawan, ini
seperti yang dilakukan Hong Kong dan Thailand untuk memudahkan
merencanakan pengembangan pariwisatanya dengan tidak
menyamaratakan pasar wisatawannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Wilayah pesisir di Indonesia sangat potensial untuk di manfaatkan untuk
kegiatan wisata Bahari baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengembangan wisata bahari di dasarkan kepada kondisi lokal spesifik dengan
melibatkan masyarakat sekitarnya akan berkelanjutan. Perencanaan dan
Pengembangan wisata bahari harus dilakukan secara terpadu sesuai dengan
kondisi lokal spesifik, ekologis, bentang alam, adat dan budaya yang merupakan
komponen ciptaan Allah untuk dapat dikelola, dimanfaatkan sebaik mungkin
demi kemuliaan Pencipta dan kehidupan manusia di dunia
DAFTAR PUSTAKA

Akhyaruddin. 2010. Trend Wisata Bahari. [Kemenparekraf] Kementerian


Pariwisata dan Ekonomi Kreatif [Internet]. Asia Pacific Discussion
Forum on Blue Economy

Andrew Holden 2001, Enviroment and Tourism. Rontledge Introduction to


Enviroment Series.

Clare A. Gunn, 1994. Tourism Planning. Basics, Concepts, Cases. Third Edition.
Taylor & Francis Publisher.

Dahuri R, Rais J, Sapta P.G., Sitepu M, 2001. Pengelolaan Sumberaya Wilayah


Pesisir dan Lautan Secara terpadu (Edisi Revisi).

Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002. Draf Akademik Pengelolaan Pesisir


dan Lautan.

Erari, K.Ph, 1999. Tanah Kita Hidup Kita. Hubungan Manusia dan Tanah di Irian
Jaya Sebagai Persoalan Teologis (Ekotologis Dalam Perspektif
Malenesia).

Kreg Lindberg dan Donald E Hawkins, 1995. Ekoturisme : Petunjuk Untuk


Perencanaan dan Pengelolaan. The Ecotourism Society. North Benington,
Vermont.

Rachmad.2012.potensi-pariwisata-bahari-indonesia.
http://www.ekspedisiilmu.web.id/2016/02/potensi-pariwisata-bahari-
indonesia.html. Diakases pada 15 februari 2017.

Siti Nurisyah, 2001. Rencana Pengembangan Fisik Kawasan Wisata Bahari di


Wilayah Pesisir Indonesia. Bulettin Taman Dan Lanskap Indonesia.
Perencanaan, Perancangan dan Pengelolaan Volume 3, Nomor 2, 2000.
Studio Arsitektur Pertamanan Fakultas Pertanian IPB Bogor

Anda mungkin juga menyukai