Anda di halaman 1dari 20

PENGELOLAHAN HUTAN MONTANE

MAKALAH
untuk memenuhi tugas matakuliah Pengelolahan Sumber Daya Alam
yang diampu oleh Prof. Ir.Suhadi, M.Si

Oleh:
Kelompok 4 Off H 2014
Achmad Fauzi Mubarok (140342601199)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
APRIL 2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Biogeografi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran
organisme di muka bumi. Biogeografi terbagi atas : Zoografi (Biogeografi
Hewan) dan Fitografi (Biogeografi Tumbuhan). Studi tentang penyebaran
spesies menunjukkan bahwa spesies-spesies berasal dari satu tempat, namun
selanjutnya menyebar ke berbagai daerah. Organisme tersebut mengadakan
diferensiasi selanjutnya menjadi subspesies baru dan spesies yang cocok
terhadap daerah yang ditempatinya.
Salah satu dasar mempelajari biogeografi adalah bahwa setiap
hewan dan tumbuhan muncul atau mengalami evolusi sekali saja pada masa
lampau. Suatu tempat tertentu asal suatu jenis disebut pusat asal usul. Orang
yang pertama kali mengemukakan adanya hubungan antara makhluk hidup
dengan daerah / wilayah tertentu di permukaan bumi adalah Alfred Russel
Wallace. Pada tahun 1800-an ia menerbitkan buku yang mengungkapkan
adanya pola penyebaran makhluk hidup di bumi. Wallace membagi bumi
menjadi 6 wilayah biogeografi karena masing-masing wilayah memiliki
tumbuhan dan hewan yang khas dan unik.
Seperti yang kita ketahui terdapat banyak jenis hutan yang tersebar
di dunia ini, di sana terdapat berbagai interaksi antara organisme dengan
lingkunganya. Salah satu jenis hutan yang jarang orng temui yaitu jenis
hutan montane atau pegunungan karena letaknya yang sulit di jangkau
sehingga untuk menuju kesana memerlukan persiapan yang matang karena
medan yang cukup menantang.oleh karena itu makalah ini bertujuan untuk
membahas tentang pengelolahan hutan montane

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. bagaimana definisi hutn montane.?
1.2.2. Flora dan fauna hutan montane?
1.2.3. Faktor-faktor yang memepengaruhi ekosistem hutan montana ?
1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui definisi hutan montana.
1.3.2. Mengetahui flora dan fauna hutan montana
1.3.3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ekosistem hutan
montane

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Wisata Bahari

Hutan pegunungan atau hutan montana (montane forest) adalah salah satu
formasi hutan tropika basah yang terbentuk di wilayah pegunungan. Salah satu
cirinya, hutan ini kerap diselimuti awan, biasanya pada ketinggian atap tajuk
(kanopi)nya. Pepohonan dan tanah di hutan ini acapkali tertutupi oleh lumut, yang
tumbuh berlimpah-limpah. Oleh sebab itu, formasi hutan ini juga dinamai hutan
lumut, hutan kabut, atau hutan awan (cloud forest)
Seseorang yang mendaki ke puncak gunung, bila jeli mengamati, akan
melihat perubahan-perubahan dan perbedaan pada fisiognomi hutan sejalan
dengan meningkatnya ketinggian tempat (elevasi). Pohon-pohon mulai banyak
digelayuti lumut, epifit, termasuk berjenis-jenis anggrek. Atap tajuk mulai
memendek, setinggi-tingginya sekitar 30-an meter. Sembulan (emergent) semakin
jarang didapati, begitu juga banir (akar papan) dan kauliflori, yakni munculnya
bunga dan buah di batang pohon (bukan di cabang atau pucuk ranting). Dan yang
menyolok, mulai pada elevasi tertentu, cabang dan ranting pohon akan bengkak-
bengkok dan daun-daunnya akan mengecil ukurannya
Para ahli berbeda pendapat mengenai ketinggian tempat ditemukannya
hutan-hutan pegunungan ini. Whitmore (1984) menyebutkan elevasi sekitar 1.200
m (kadang-kadang turun hingga serendah 750 m), hingga ketinggian 3.000
(3.350) m di atas muka laut, sebagai tempat tumbuhnya [2]. Van Steenis (2006)
menuliskan angka ketinggian 1.000 m hingga 3.400 m untuk kawasan Malesia[3],
sementara Anwar dkk. (1984) memperoleh ketinggian 1.200 m hingga lebih dari
3.000 m mirip dengan Whitmore untuk vegetasi pegunungan di Sumatra

Angka-angka ini akan lebih bervariasi lagi bila menyebut batas-batas


subzona vegetasi pegunungan. Dari studinya selama berpuluh-puluh tahun di
kawasan Malesia, van Steenis menyimpulkan bahwa terdapat tiga subzona hutan
pegunungan, yakni[3]:

submontana (sub-pegunungan atau disebut juga hutan pegunungan


bawah), antara ketinggian 1.0001.500 m dpl.

montana (hutan pegunungan atas) antara 1.0002.400 m.

subalpin, di atas ketinggian 2.400 m.

Meskipun demikian, sebagaimana dicontohkan di atas, angka-angka ini


tidak berlaku mutlak. Dalam kasus batas-batas ketinggian zona vegetasi berlaku
suatu hukum yang dikenal sebagai efek pemampatan elevasi
(Massenerhebungseffekt; Schrter, 1926)[3]. Yakni, batas-batas elevasi ini akan
semakin mampat, merendah, pada gunung-gunung yang soliter jika
dibandingkan dengan gunung-gunung di wilayah pegunungan tinggi yang luas.
Salah satu faktor penting pembentukan hutan ini adalah suhu yang rendah
dan terbentuknya awan atau kabut yang kerap menyelimuti atap tajuk. Kabut ini
jelas meningkatkan kelembaban udara, menghalangi cahaya matahari dan dengan
demikian menurunkan laju evapotranspirasi. Dengan meningkatnya elevasi,
pohon-pohon cenderung memendek dan banyak bercabang. Epifit berupa jenis-
jenis anggrek, lumut dan pakis tumbuh melimpah di batang, cabang dan di atas
tanah. Presipitasi turun dalam bentuk pengembunan kabut pada dedaunan, yang
kemudian jatuh menetes ke tanah. Tanah di hutan ini cukup subur namun
cenderung bergambut. hal ini dikarenakan lapisan tanahnya terbentuk oleh sisa
sisa tumbuhan yang setengah membusuk.
Karakteristik hutan montana terbentuk karena dukungan suhu yang
rendah, serta menjadi tempat perlintasan kabut yang sering menyelimuti kanopi
hutan. Kondisi tersebut berdampak pada penurunan kelembaban udara, serta
terhalangnya sinar matahari untuk menembus dasar hutan, maka tidak heran jika
proses penguapan di kawasan hutan montana cenderung menurun.
Faktor ketinggian (elevasi) suatu dataran juga berdampak pada ciri-ciri
fisik tumbuhan di hutan jenis ini. Pohon pohon yang tumbuh di hutan montana
cenderung pendek dan memiliki banyak cabang. Ciri khas lainnya berupa sering
dijumpainya pohon yang berdaun mikrofil, serta banyaknya tumbuhan epifit yang
menempel di batang dan ranting pohon.

Tabel 2.1. perbandingan karakter empat formasi hutan tropika basah.[1][5]

Hutan
Hutan Hutan Hutan
Karakter dataran
submontana montana subalpin
rendah
Tinggi tajuk 2545 m 1533 m 1,518 m 1,59 m
Tinggi pohon
67 m 45 m 26 m 15 m
sembulan
notofil atau
Kelas ukuran daun mesofil mikrofil nanofil
mesofil
umum
Banir (akar tidak umum biasanya tak
dijumpai, tidak ada
penopang) atau kecil ada
besar
Kauliflori umum jarang tidak ada tidak ada
Daun majemuk berlimpah dijumpai jarang tidak ada
Daun berujung dijumpai atau jarang atau tak
berlimpah tidak ada
penetes umum ada
biasanya tak
Liana berkayu berlimpah tidak ada tidak ada
ada
Tumbuhan biasanya umum atau
sangat jarang tidak ada
merayap berlimpah berlimpah
Anggrek-
umum berlimpah umum sangat jarang
anggrekan
dijumpai atau biasanya
Lumut dan liken dijumpai berlimpah
berlimpah berlimpah

2.2. Flora dan fauna pada hutan montane

Zona berikutnya adalah montana (zona pegunungan) dengan ketinggian di


atas 2400 m dpl. Zona ini dicirikan dengan penuttupan vegetasi yang rapat,
diameter batang mengecil, dan banyak diliputi lumut dan paku-pakuan. Tinggi
pohon hanya sampai setinggi lapisan kedua pada zona sub pegunungan.

Zona ini memiliki kekayaan jenis pohon yang semakin sedikit. Semakin ke atas,
formasi vegetasi semakin terbuka. Sinar matahari memungkinkan masuk ke dalam lantai
hutan, sehingga keberadaan rumput dan terna semakin banyak. Selain terdiri dari
lapisan tebal campuran dari pohon-pohon kerdil dan semak-semak dengan
beberapa pohon berbentuk payung (familia Ericacae) yang menjulang tersendiri
serta beberapa jenis tundra, anggrek dan lumut.
Semakin ke puncak gunung pada zona sub alpin, pepohonan semakin
kerdil. Bentuk batang tidak teratur. Kerapatan tumbuh juga menyebar,
menciptakan banyak ruang kosong. Tinggi pohon berkisar 8-20 m dengan
komposisi spesies lebih sedikit dibandinkan dengan dua zona di bawahnya.

Semakin ke atas, kanopi pohon semakin pendek. Tumbuhan liana juga


semakin jarang dan digantikan oleh Brophytes (lumut), lumut kerak, bambu, dan
perdu (Heaney 2001 dalam Ghazoul and Sheil 2010).

Tabel 2.2. daftar vegetasi pada zona montane

2.2. kompone pembentuk ekosistem pegunungan tinggi


1. klimatologi
Menurut Elfis (2010) Klimatologi Salah satu faktor penting yang
mempengaruhi penyebaran dan pertumbuhan tumbuh-tumbuhan adalah
iklim.Unsur-unsur iklim seperti temperatur, curah hujan, kelembaban, dan tekanan
uap air berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon.Hubungan iklim dengan
tumbuhan sangat erat. Iklim berpengaruh terhadap berbagai proses fisiologi
(fotosintesis, respirasi, dan transpirasi), pertumbuhan dan reproduksi
(pembungaan, pembentukan buah, dan biji) dan sebagainya. Hubungan tumbuhan
dengan faktor lingkungan iklim merupakan hubungan yang tidak terpisahkan dan
bersifat menyeluruh (holocoenotik).
Klimatologi adalah Ilmu yg membahas tentang iklim. Iklim dapat
dipandang sebagai kebiasaan-kebiasaan alam yang berlaku, yang digerakkan oleh
gabungan dari unsur-unsur iklim. Unsur-unsur Iklim terdiri atas radiasi matahari,
temperatur, kelembaban, awan, presipitasi, evaporasi, tekanan udara, dan angin.
Unsur-unsur iklim ini berbeda dari satu tempat dengan tempat lain. Perbedaan ini
disebabkan karena faktor-faktor iklim (pengendali iklim). Faktor-faktor
pengendali iklim terdiri dari Ketinggian tempat, Latitude (garis lintang), Daerah-
daerah tekanan, Arus Laut dan Permukaan Tanah (Kasiono, 2010).
Pada umumnya iklim pegunungan memiliki lebih beragam dibanding
dengan iklim lahan pamah, dan merupakan hasil perpaduan rumit berbagai
variable yang mengikuti sebuah pola dasar (i) buaian harian pendek, (ii)
penurunan suhu keteduhan secara teratur sesuai elevasi, dan (iii) peragantian
tahunan tiupan angina tenggara atau angina muson kering cepanajang musim
panas dibelahan bumi uatara (juni-september) dan angina muson belahan barat
laut (November-maret). Pergantian ini sangat dipengaruhi oleh topografi
pegunungan.Topografi menyebabkan hujan berkepanjangan untuk daerah yang
terkena tiupan angin dan kekeringan didaerah bayangan hujan, sehinggga
mengakibatkan langit berawan, matahari cerah, curah hujan (presipasi),
kelembaban udara, angina dan penguapan (Steenis, 2006).
2. Unsur-unsur klimatologis
a) Kualitas Cahaya Matahari Atau Posisi Panjang Gelombang
secara fisika radiasi matahari merupakan gelombang-gelombang
elektromaknetik dengan berbagai panjang gelombang. Umumnya tumbuhan
beradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang gelombang antara 0,39-7,6
mikron. Pada ekosistem daratan cahaya pada suatu ekosistem peraiaran cahaya
merah dan biru diserap oleh fitoplankton yang hidup dipermukaan sehingga
cahaya hijau akan lewat atau akan dipenetrasikan kelapisan paling bawah. Sinar
matahari mempengaruhi sistem secara global, karena sinar matahari menentukan
suhu. Sinar matahari juga merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh tumbuhan
sebagai produsen untuk berfotosintesis. Radiasi matahari dalam suatu lingkungan
berasal dari dua sumber utama: Temperatur matahari yang tinggi, radiasi termal
dari tanah, pohon, awan dan atmosfir. Beberapa tumbuhan memiliki karakteristik
yang dianggap sebagai adaptasinya dalam mereduksi kerusakan akibat cahaya
yang terlalu kuat (Elfis, 2010).
Pengukuran iklim periode april-desember 2013 januari maret 2014
(berdasaran rekapitulasi data klimatologis sekunder dari stasiun meteorologi
pandai sikek kabupaten agam sumatera barat untuk data iklim seputaran gunung
merapi dan gunung singgalang
No Radiasi harian (Watt/m2/menit)
Bulan
9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00
1. April 31,9522 51,3915 59,3522 66,0316 92,6935 62.0290 62.0290
2. Mei 142,0522 142,6222 142,2296 102,2292 142,2322 142,0220 142,0220
3. Juni 166,0326 163,0222 192,1221 103,2251 98,9223 102,9321 102,9321
4. Juli 96,9621 98,6621 103,5321 132,2226 102,2225 98,2223 98,2223
5. Agustus 61,9660 69,9922 103,0150 102,1052 98,3105 98,0222 98,0222
6. September 68,2252 66,2322 96,6623 100,5391 98,2222 102,6622 102,6622
7. Oktober 68,2662 68,9921 69,0222 102,6225 102,9920 98,6692 98,6692
8. November 68,6666 68,2251 62,6692 92,9210 98,6623 96,9635 96,9635
9. Desember 61,9660 69,9922 103,0150 102,1052 98,3105 98,0222 98,0222
10 Januari 68,2252 66,2322 96,6623 100,5391 98,2222 102,6622 102,6622
11. Februari 68,2662 68,9921 69,0222 102,6225 102,9920 98,6692 98,6692
12. Maret 68,6666 68,2251 62,6692 92,9210 98,6623 96,9635 96,9635
Table 1 : Rata-rata intensitas radiasi matahari (Watt/m2)

b) Kelembaban udara
umumnya sangat sangat besar dalam hutan pegunungan tinggi, terutama
malam hari karena penurunan suhu. Cahaya matahari pada ekosistem pegunungan
berperan penting dalam pertumbuhan tanaman.Untuk suhu di pegunungan tinggi
secara alami suhu rata-rata turun dengan bertambahnya elevasi, dipuncak-puncak
fruktuasi suhu sangat besar terutama suhu harian panjang musim kemarau.
Tutupan awan atau kabut selama satu jam akan berpengaruh dan menyebabkan
penurunan suhu (Steenis, 2006).
No Kelembaban udara harian (%)
Bulan
9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00
1. April 86 84 84 84 86 85 85
2. Mei 85 71 74 73 74 74 74
3. Juni 79 78 85 74 74 85 84
4. Juli 82 84 85 71 71 74 74
5. Agustus 87 84 83 85 76 84 85
6. September 83 82 85 85 85 76 84
7. Oktober 84 82 85 84 84 78 79
8. November 85 84 82 79 78 78 79
9. Desember 82 84 85 71 71 74 74
10. Januari 87 84 83 85 76 84 85
11. Februari 83 82 85 85 85 76 84
12. Maret 84 82 85 84 84 78 79
Table 2 : Rata-rata kelembaban udara (%)

c) Temperatur, Merupakan komponen abiotik klimatologi pada suatu ekosistem


tumbuhan. Suhu dikatakan sebagai derajat panas atau dingin yang diukur
sebagai skala tertentu (Elfis , 2010)
No Suhu udara harian (oC)
Bulan 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00
.
1. April 16,1 16,0 16,0 16,5 16,2 16,1 16,1
2. Mei 18,1 16,1 16,5 19,1 19,1 16,2 16,2
3. Juni 16,1 16,4 19,0 18,0 18,1 19,1 19,1
4. Juli 16,4 16,2 19,2 18,5 18,4 18,1 19,1
5. Agustus 16,5 19,1 16,2 18,0 18,1 19,1 16,1
6. September 18,1 16,1 16,1 18,4 19,2 19,1 16,0
7. Oktober 18,4 16,1 16,1 18,1 19,1 19,1 16,1
8. November 18,1 16,1 16,4 19,0 19,1 16,5 16,2
9. Desember 16,5 19,1 16,2 18,0 18,1 19,1 16,1
10. Januari 18,1 16,1 16,1 18,4 19,2 19,1 16,0
. Februari 18,4 16,1 16,1 18,1 19,1 19,1 16,1
12. Maret 18,1 16,1 16,4 19,0 19,1 16,5 16,2
Table 3 : Rata-rata suhu udara (C)

d) Curah hujan
Curah hujan adalah banyaknya air yang tersedia di bumi. Kecukupan air
disepanjang tahun atau dimusim tumbuh menyebabkan pembentukan hutan-hutan.
Curah hujan memberi peranan dan konstribusi jika curah hujan cukup maka hutan
didaerah dengan iklim yang lebih tinggi masih dapat bertahan. Didaerah yang
hujannya turun pada musim panas dan di daerah lain yang periode keringnya
panjang disitu terbentuk perumputan dengan selingan hutan-hutan pada tempat-
tempat yang tanahnya basah.

Gambar 2 : Pola Curah Hujan Diwilahayah Pegunungan


e) Angin
Angin berperan untuk mendorong peningkatan evaporasi dan transpirasi
sedemikian rupa sehingga efeknya mengeringkan bagi vegetasi. Angin juga dapat
merugikan ekosistem tanaman yang ada. Dibeberapa daerah angin merupakan
faktor yang menentukan bagi vegetasi. Angin merupakan gerakan atau
perpindahan dari suatu massa udara dari satu tempat ketempat lain secara
horizontal.
Gambar 3: Pola Angin Diwilayah Pegunungan

2. Suksesi
Suksesi yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam komunitas atau
ekosistem yang menyebabkan tibulnya penggantian dari satu komunitas atau
ekosistem oleh komunitas atau ekosistem yang yang lain (Kaendeigh, 1980).
Selanjutnya menurut Irwan, 1992 suksesi yaitu proses perubahan dalam
komunitas yang berlangsung meuju kesatu arah, berlangsung lambat, teratur,
pasti, dan dapat diramalkan. Kemudian suksesi primer adalah suksesi yang terjadi
diatas lahan atau wilayah yang mula-mula gundul atau terbuka
Suksesi sekunder adalah suksesi yang terjadi pada lahan atau wilayah yang
pada awalnya bervegetasi lengkap sempurna, kemudian mengalami kerusakan
oleh bencana seperti peletusan vulkanik, banjir, tanah longsor, gempa bumi,
kebakaran, tetapi bencana itu tidak sampai merusak tempat tumbuh secara
keseluruhan, sehingga ditempat tersebut masih ada substrat lama dan organism
hidup.
Gambar 5 : Hutan Pegunungan Yang Mangalami Konversi Menjadi Lahan
Pertanian

3. Faktor Edaphis
Menurut Rayes (2006), tanah merupakan salah satu sumber daya alam
yang memiliki banyak fungsi penting dalam ekosistem, diantaranya adalah
sebagai pertumbuhan tanaman, habitat bagi jasad tanah, media bagi konstruksi
atau rekayasa, sistem daur ulang bagi unsur hara dan sisa-sisa organik serta
system bagi pasokan dan penyaringan/penjernihan air. Tanpa tanah, manusia tidak
dapat bertahan hidup. Mengingat tanah memainkan peranan amat penting dalam
ekosistem maka harus berhati-hati dalam mengelola dan melindunginya dari
kerusakan. Setiap tahun beratus-ratus bahkan beribu-ribu ton tanah hilang karena
erosi.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, tanah yang terdapat pada
daerah pegunungan tinggi adalah jenis tanah Vulkanik. Tanah vulkanik adalah
tanah yang terbentuk dari lapukan materi letusan gunung berapi yang subur
mengandung zat hara yang tinggi. Jenis tanah vulkanik dijumpai di sekitar gunung
berapi. Tanah vulkanik merupakan tanah yang banyak mengandung unsure hara.
Apabila tanah vulkanik diberi tambahan pupuk organic atau kotoran
hewan kondisi tanah akan menjadi lebih prima untuk pertanian dilereng gunung
merapi. Warnanya lebih gelap; berasal dari gunung berapi yang meletus; sangat
mudah menyerap air; sangat subur untuk lahan pertanian.
Gambar 6 : tekstur tanah gunung merapi (arsip : 6A biologi 2014)
Tingkatan
Ciri-Ciri Tanah Sangat Sangat
Rendah Sedang Tinggi
Rendah Tinggi
C-organik (%) < 1,00 1,00-2,00 2,01 - 3,00 3,01 5,00 > 5,00
N-total (%)

Mineral < 0,10 0,10-0,20 0,21 - 0,50 0,51 0,75 > 0,75

Gambut < 0,80 0,80 2,50 > 2,50


Rasio C/N <5 5 10 11 15 16 25 > 25
P2O5 Bray 1 < 10 10 15 16 25 26 35 > 35
(ppm)
K (me/100 g) < 0,10 0,10-0,20 0,30 0,50 0,60 1,00 > 1,00
Na (me/100 g) < 0,10 0,10-0,30 0,40 0,70 0,80 1,00 > 1,00
Mg (me/100 g) < 0,40 0,40-1,00 1,10 2,00 2,10 8,00 > 8,0
Ca (me/100 g) <2 25 6 10 11 20 > 20
KTK (me/100 g) <5 5 16 17 24 25 40 > 40
Kejenuhan Basa < 20 20 35 36 50 51 70 > 70
(%)
Kadar Abu (%) <5 5 10 > 10
Sangat Masam Agak Netral Agak Alkalis
Masam Masam Alkalis
pH (H2O)

a. Mineral < 4,5 4,5 5,5 5,6 6,6-7,5 7,6 -8,5 > 8,5
6,5
Sangat masam Sedang Tinggi
pH (H2O)

b. Gambut < 4,0 45 >5

Tabel 4 : Kriteria Penilaian Kesuburan Tanah Menurut Pusat Penelitian


Tanah
(Pusat Penelitian Tanah Dan Agroklimat, 1993)
Kedalaman Lapisan Contoh (cm)
0 30 30 60
Sifat Kimia Tanah
Nilai Peringkat Nilai Peringkat
pH (H2O) 6,2 6,6 S 6,3 6,6 S
C-organik (%) 6,626,67 S 6,67 6,67 S
N-total (%) 12,67 S 12,67 13,66 S
13,61
P2O5 Bray 1 (ppm) 27,2 20,6 S 20,0 22,6 S
Ca (me/100 g) 6,02 6,42 S 6,37 6,67 S
Mg (me/100 g) 2,22 2,24 S 2,32 2,42 S
K (me/100 g) 0,37 0,42 S 0,37 0,44 S
Na (me/100 g) 0,48 0,61 S 0,47 0,61 S
Total Basa (me/100g) 8,12 8,18 S 7,04 7,26 S
KTK (me/100 g) 21,6 22,6 S 24,6 26,6 S
Kejenuhan Basa (%) 47,8 41,8 S 44,6 47,6 S
Kadar Abu (%) 10,07 S 10,61 10,67 S
10,11
Kadar Air Lapang (%) 170,6-210,6 S 177,6 227,6 S
Kadar Air Tanah (%) 170,6-201,1 S 175,6 187,6 S

Keterangan :

SM = Sangat masam T = Tinggi R = Rendah

ST = Sangat tinggi S = Sedang SR = Sangat rendah


Catatan: Diolah dari data analisis agregat tanah oleh Laboratorium Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Riau

Tabel 5 : Kisaran Nilai dan Tingkat Penilaian Analisis Agregat Kimia Tanah
Gunung Marapi Kabupaten Agam Sumatera Barat
Salah satu diantara sekian banyak jenis tanah adalah tanah vulkanik, yaitu
lapisan bumi yang terbentuk dari materi-materi letusan gunung berapi yang telah
lapuk. Tanah vulkanis sangat subur karena mengandung unsure-unsur hara yang
tinggi. Kita bisa menjumpai tanah vulkanis diwilayah-wilayah sekitar lereng
gunung berapi.
Ketika sebuah gunung api meletus, ia akan memuntahkan aneka partikel
yang panas keudara. Kemudian, menyebar kelingkungan sekitarnya. Salah satu
material yang dikeluarkan gunung berapi adalah abu vulkanik. Ketika pertama
kali muncul, abu yang sangat panas dan pekat ini bisa membahayakan sehingga
harus dihindari namun, begitu kondisi mendingin abu yang melapisi permukaan
tanah tersebut akan menunjukkan keajaiban dalam meningkatkan kesuburan.
Sifat fisik abu merapi yang khas adalah apa bila jatuh kepermukaan tanah
menyebabkan abua kan cepat mengeras dan sulit ditembus oleh air baik dari atas
atau dari bawah permukaan bawah permukaan tanah. Hal ini lah yang
menyebabkan bagian dalam tanah cukup tinggi. Sedangkan ruang pori total pada
lapisan 1 yang mengandung banyak abu merapi,memiliki kondisi yang baik
sehingga tingkat kesuburan tanah didaerah pegunungan tinggi subur karena
kandungan unsur yang terdapat didalamnya diantaranya yaitu (Na, Ca, K, C
organik, N dan Mg). Tanah nya berwarna coklat kehitaman yang mengandung
diantaranya magnesium, fosfor, C-organik yang baik untuk pertumbuhan tanaman
dan para pendatang biasanya menjadikannya lahan hutan konservasi yang
ditanami tanaman sayur- mayur dan buah dan tanaman itu menjadi tumbuh subur.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Hutan pegunungan atau hutan montana (montane forest) adalah


salah satu formasi hutan tropika basah yang terbentuk di wilayah
pegunungan. Salah satu cirinya, hutan ini kerap diselimuti awan, biasanya
pada ketinggian atap tajuk (kanopi)nya. Pepohonan dan tanah di hutan ini
acapkali tertutupi oleh lumut, yang tumbuh berlimpah-limpah. Hutan ini di
bagi menjadi tiga bagian yaitu, hutan pengunungan bawah (1000 1500
Mdpl), hutan pengunungan atas (1000 2400 Mdpl), dan subalpine (+ 2400
Mdpl)

DAFTAR PUSTAKA

Arief. A. 2001. Hutan Dan Kehutanan.Kanisisus : Yogyakarta.


Arka, D.2010.Dalam Http//Dewaarka.Wordpress.Com,2009.Diakses 2 Juni 2011.
Arsyad, Sintanala. 2006. Konservasi Tanah Dan Air.IPB Press. Bogor.
Aryulina, D.Dkk.2008.Biologi 1.Gelora Aksara Pratama:Jakarta
Daljoeni. N. 1986. Pokok-Pokok Klomatologi.Alumni. Bandung.DirjenPHKA
Departemen Kehutanan.2004.Dalam.Http://Www.Ditjenphka.Go.Id/
Djojosumarto, Panut. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius:
Yogyakarta
Hanafiah. 2007. Biologi Tanah. PT Raja Gravindo Persada : Jakarta
Indrianto. 2008. Ekologi Hutan. PT Bumi Aksara : Jakarta
Steein.V. J. 2006. Flora Pegunungan Jawa. LIPI Press. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai