PENDAHULUAN
1
kejutan suhu panas karena murah, mudah, efisien dan dapat dilakukan dalam jumlah banyak
(Don dan Avtalion, 1988 dalam Nurasni, 2012).
Individu ikan triploidi bertujuan adalah untuk menghasilkkan sebagian atau
sepenuhnya ikan steril yaitu ikan yang memiliki tiga set kromosom. Triploid merupakan
salah satu program pemuliaan ikan melalui manipulasi kromosom. Perkembangan gonad
ikan dapat menghambat atau menjadi saingan dari pertumbuhan somatik karena sebagian
dari nutrien atau energi dipakai untuk pematangan. Karena itu sterilisasi pada ikan dapat
mengatasi pengaruh dari pematangan gonad dan dialihkan untuk pertumbuhan ikan (Mukti,
2007).
Individu ikan tetraploid merupakan individu yang fertil dan mempunyai laju
pertumbuhan yang lebih baik bila dibandingkan dengan spesies diploid. Individu tetraploid
mempunyai kemampuan dalam pembelahan sel yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan
dengan ikan normal diploid, sehingga ikan poliploid akan mempunyai jumlah sel yang lebih
banyak dibandingkan dengan ikan normal (Mukti, 2007).
Analisis poliploidisasi dapat dilakukan dengan teknik langsung dan tidak langsung.
Teknik langsung dengan mengukur kuantitas materi genetik secara langsung seperti
menentukan jumlah DNA atau dengan menentukan jumlah kromosom setiap sel dari suatu
organisme. Teknik tidak langsung memberi keterangan, penentuan ploidi ditentukan atas
dasar kuantitas meteri genetik yang diukur secara tak langsung. Salah satu teknik tidak
langsung adalah dengan perhitungan jumlah nukleolus dengan menggunakan teknik
pewarnaan perak nitrat (Firdaus, 2002). Metode ini relatif mudah, murah, hemat waktu, dan
dapat digunakan secara praktis. Selain itu, metode ini dapat mengidentifikasi tingkat ploidi
suatu (Mustami, 2013).
2
4. Bagaimana kelemahan penggunaan metode perhitungan jumlah nukleolus dalam
menentukan ploidi ikan Mas (Cyprinus carpio L.) hasil poliploidisasi dengan induksi
kejutan panas ?
3
1. Penelitian hanya dilakukan pada ikan Mas berasal dari ras Kepanjen hasil fertilisasi
dengan induksi kejutan panas.
2. Suhu yang digunakan dalam poliploidisasi hasil induksi kejutan panas adalah 40oC.
3. Proses induksi kejutan panas dilakukan selama 1,5 menit.
4. Jenis ploidi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu haploid (n), diploid (2n), triploid
(3), dan tetraploid (4).
5. Bagian ikan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sirip kaudal.
6. Preparat dalam satu kaca benda adalah dua range, setiap range diamati sebanyak tiga
bidang pandang.
7. Aspek yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah nukleolus pada setiap ploidi
dalam satu bidang pandang.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
5
kerongkongan, dua pasang sungut ikan mas terletak di bibir bagian atas. Gigi kerongkongan
(pharyngeal teeth) terdiri atas tiga baris yang berbentuk geraham, memiliki sirip punggung
(dorsal) berbentuk memanjang dan terletak di bagian permukaan tubuh, berseberangan
dengan permukaan sirip perut (ventral) bagian belakang sirip punggung memiliki jari-jari
keras sedangkan bagian akhir berbentuk gerigi, sirip dubur (anal) bagian belakang juga
memiliki jari-jari keras dengan bagian akhir berbentuk gerigi seperti halnya sirip punggung,
sirip ekor berbentuk cagak dan berukuran cukup besar dengan tipe sisik berbentuk lingkaran
(cycloid) yang terletak beraturan dan dengan warna yang beragam, gurat sisik atau garis
rusuk (linea lateralis) ikan mas berada di pertengahan badan dengan posisi melintang dari
tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Susanto, 2007)
a. Betina umur antara 1,5-2 tahun dengan berat berkisar 2 kg/ekor sedangkan jantan
umur minimum 8 bulan dengan berat berkisar 0,5 kg/ekor.
b. Bentuk tubuh secara keseluruhan mulai dari mulut sampai ujung sirip ekor mulus,
sehat, sirip tidak cacat.
c. Tutup insan normal tidak tebal dan bila dibuka tidak terdapat bercak putih,
panjang kepala minimal 1/3 dari panjang badan, lensa mata tampak jernih.
d. Sisik tersusun rapih, cerah tidak kusam.
6
Pangkal ekor kuat dan normal dengan panjang panmgkal ekor harus lebih
panjang dibandingkan lebar/tebal ekor.
2.2. Poliploidi
Poliploidisasi adalah suatu metode manipulasi kromosom untuk menghasilkan ikan
dengan jumlah kromosom yang lebih banyak dari jumlah kromosom normal atau diploid
(2n), yaitu triploid (3n), tetraploid (4n), pentaploid (5n) dan seterusnya (Purdom, 1983 dalam
Kadi, 2007). Poliploidisasi secara alami umumnya banyak terjadi pada tumbuhan, sedangkan
pada hewan poliploidi sangat jarang terjadi kecuali pada ikan dan katak (Kadi, 2007).
Poliploidisasi secara alami terjadi akibat pencemaran perairan, radisasi sinar ultraviolet
ataupun akibat pengaruh hormon berlebihan, sehingga menyebabkan kasus nondisjungsi pada
kromosom. Nondisjungsi adalah kondisi dimana pasan
gan kromosom yang homolog tidak bergerak memisahkan diri sebagaimana mestinya
pada waktu fase pembelahan meiosis I atau dimana sister chromatid gagal berpisah selama
fase meiosis II (Campbell et al., 2000).
Proses poliploidi pada ikan khususnya ikan mas dilakukan dengan pemberian perlakuan
kejutan suhu panas 400C selama 1,5 menit setelah 3 menit fertilisasi untuk mendapatkan ikan
triploid, dan 29 menit setelah fertilisasi diberi perlakuan kejutan suhu panas 40 0C selama 1,5
menit untuk memperoleh ikan tetraploid (Mukti et al., 2001).
Organisme poliploid dapat juga diperoleh dengan memberi perlakuan seperti kejutan
(shocking) dengan suhu panas atau dingin, pemberian tekanan (hydrostatic pressure) atau
menggunakan bahan kimia pada fase oosit II setelah terjadi pembuahan (Kadi, 2007).
Poliploidisasi secara buatan dapat dilakukan dengan memberi perlakuan kejut temperatur,
pemberian bahan kimia maupun pemberian tekanan hidrostatik sesaat setelah fertilisasi telur
guna mencegah peloncatan polar body II saat meiosis II (triploidisasi) ataupun pembelahan
sel pertama (mitosis I) pada telur terfertilisasi (tetraploidisasi). Keunggulan poliploidisasi
adalah dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk memperbaiki dan meningkatkan
kualitas genetik ikan guna menghasilkan benih-benih ikan yang mempunyai kemampuan
pertumbuhan cepat, toleransi tinggi terhadap lingkungan dan resisten terhadap penyakit
(Purdom, 1983 dalam Mukti et al., 2001).
Komen (1990) dalam Mukti (2005) menyatakan, suhu panas lebih efektif untuk
mencegah terlepasnya polar body II. Thorgaard (1983) dalam Mukti (2005) menjelaskan,
7
pendekatan praktis untuk induksi poliploidi melalui kejutan panas merupakan perlakuan
aplikatif sesaat setelah fertilisasi (untuk induksi triploidi) atau sesaat setelah pembelahan
pertama (untuk induksi tetraploidi) pada suhu sublethal. Periode dengan sensitif tinggi untuk
menghasilkan ikan tetraploid menggunakan perlakuan kejutan panas dicapai pada waktu
menutupnya konjugasi pronuklei betina dan jantan serta lisisnya membran nuklear yang
mencapai metafase mitosis I. Pada ikan mas, diperkirakan antara 20-40 menit setelah
fertilisasi (Komen et al., 1990 dalam Mukti, 2005).
Pencegahan polar bodi II atau pencegahan pembelahan mitosis zigot dilakukan dengan
merusak gelendong pembelahan menggunakan agen penginduksi poliploidisasi (Yamazaki,
1983 dan Wilkins, 1983 dalam Mukti, 2005). Gelendong ini tersusun oleh benang benang
mikrotubula. Struktur mikrotubula ini terdiri dari beberapa unit monomer tubulin dan
tubulin . Unit monomer ini merupakan protein globuler yang bekerja dengan cara
depolimerisasi dan repolimerisasi. Mikrotubula ini mudah rusak oleh karena perubahan
lingkungan seperti suhu, PH, tekanan; selain itu juga zat zat kimia. Dengan rusaknya
mikrotubula ini, maka kromosom tidak dapat memisah menuju kutub masing masing
selama anafase. Peristiwa ini menyebabkan tidak terjadinya pembelahan sel, sehingga
terbentuk sel dengan jumlah kromosom dua kali lipat dari jumlah kromosom sebelumnya.
Poliploidi terjadi secara spontan maupun sebagai akibat dari perlakuan. Dinyatakan lebih
lanjut bahwa poliploidi lebih sering terjadi sebagai akibat rusaknya aparatus spindel selama
satu atau lebih pembelahan meiosis ataupun selama pembelahan mitosis (Corebima, 2000).
Gambar 2.2. Proses dasar pembentukan ikan diploid, triploid, dan tetraploid (Firdaus, 2002)
8
Poliploidi bisa terjadi secara alami maupun secara buatan. Poliploidi secara buatan
melibatkan campur tangan manusia sedangkan poliploidi alami terjadi tanpa unsur
kesengajaan. Penyebab terjadinya poliploidi secara alami adalah karena faktor-faktor
lingkungan sekitar makhluk hidup yang meliputi faktor suhu, tekanan, ketinggian tempat, dan
lain-lain (Ayala, dkk., 1984 dalam Firdaus, 2002). Selain itu poliploidi alami juga bisa
disebabkan oleh persilangan individu poliploid yang diikuti dengan gangguan selama proses
pembelahan sel. Nickerson (1990 dalam Abidah 2000) menjelaskan bahwa poliploidi juga
bisa terjadi karena kegagalan meiosis sehingga terbentuk gamet diploid (2n) yang nantinya
akan dibuahi gamet haploid (n) sehingga akan dihasilkan individu triploid (3n). Kegagalan
meiosis tersebut mungkin disebabkan oleh rusaknya gelendong-gelendong pembelahan
sehingga kromosom tidak memisah selama anafase. Kerusakan gelendong tersebut adalah
akibat adanya perubahan kondisi lingkungan luar, seperti perubahan suhu, pH, dan tekanan,
dan juga adanya zat-zat kimia yang bisa menyebabkan rusaknya protein-protein tubuler yang
menyusun gelendong-gelendong pembelahan.
Manipulasi kromosom mungkin dilakukan selama siklus nukleus dalam pembelahan sel,
dasarnya adalah penambahan atau pengurangan set haploid atau diploid. Pembentukan ploidi
pada ikan triploid dapat dilakukan dengan pemberian kejutan (shock) suhu panas untuk
mencegah peloncatan badan polar II atau pembelahan sel pertama pada telur terfertilisasi
(Thorgaard, 1983;Yamazaki, 1983; Carman et al., 1992; Johnstone, 1993; Hussain, 1996;
Shepperd dan Bromage, 1996 dalam Mukti, 2005). Dengan demikian, ovum tetap memiliki
dua perangkat kromosom yang ditambah satu perangkat kromosom dari pronukleus jantan,
sehingga terbentuklah zigot dengan tiga set kromosom (3n).
Pada pembentukan ikan tetraploid, kejutan suhu panas diberikan untuk mencegah
pembelahan I (first cleavage) atau sebelum pembelahan mitosis I. Kejutan dilakukan setelah
kromosom bereplikasi dan nukleus zigot hampir terbagi menjadi dua. Hal tersebut akan
menyebabkan rusaknya benang-benang spindel (mikrotubul) sehingga mencegah terjadinya
pembelahan mitosis. Menurut Leggat (2006) dalam Kadi (2007) proses mitosis terjadi 30
menit setelah fertilisasi.
9
kromosom telah digunakan untuk analisis poliploidi pada family Catastomidae yang
semuanya adalah tetraploid, dengan komplemen kromosom basal sejumlah 100 yang
merupakan dua kali lipat dari kromosom diploid Cypriniformes.
Teknik tidak langsung dilakukan dengan cara membandingkan ukuran sel normal dan
poliploid, memperkirakan ukuran genom, dan penghitungan nucleolus. Penghitungan
nucleolus dilakukan berdasarkan adanya hubungan jumlah nucleolus dengan jumlah
kromosom. Diantara teknik-teknik penghitungan tidak langsung, metode penghitungan
nukleolus adalah teknik penghitungan yang cepat, handal, dan murah.
2.5. Kejutan Panas
Proses triploidisasi pada ikan prinsipnya yaitu mencegah atau menahan terjadinya
peloncatan polar body II dari telur atau pembelahan meiosis II, sedangkan tetraploidisasi
adalah perlakuan kejutan untuk mencegah pembelahan pertama (first cleavage) atau sebelum
pembelahan mitosis I. Kejutan sebaiknya dipergunakan setelah kromosom bereplikasi dan
nukleus zigot kira-kira terbagi menjadi dua (Bidwell et al., 1985 dalam Mukti, 2001).
Periode dengan sensitivitas tinggi untuk menghasilkan ikan tetraploid menggunakan
perlakuan kejutan panas dicapai pada waktu menutupnya konjugasi pronuklei betina dan
jantan serta lisisnya membran nuklear yang mencapai metafase mitosis I (Minrong et al.,
1993 dalam Mukti, 2001).
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan kejutan panas yaitu waktu awal kejutan,
suhu kejutan dan lama kejutan (Kadi, 2007) dan juga tergantung pada umur dan kualitas
kematangan telur (Pandian & Varadaraj, 1990 dalam Mukti, 2001).
2.6. Nukleolus
Nukleus akan tampak berwarna kekuningan atau kecoklatan, sedangkan nukleoli
berwarna hitam. Ikan diploid memiliki 1 dan atau 2 nukleoli dalam setiap selnya, triploid
memiliki 1, 2 dan atau 3 nukleoli dan tetraploid memiliki 1, 2, 3 dan atau 4 nukleoli (Mukti,
2001). Ikan triploid memiliki 3 nukleolus di dalam satu nukleus sel, sedangkan ikan mas
tetraploid memiliki 4 nukleolus.
Pembentukan nukleolus yang mencakup ukuran dan jumlahnya berkaitan dengan
status fisiologis sel, semakin banyak jumlah nukleolus pada sel maka semakin tinggi
aktifitas fisiologisnya. Ikan-ikan poliploid seperti triploid dan tetraploid memiliki ukuran sel
yang besar dan jumlah sel yang jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan ikan diploid,
dikarenakan pembelahan sel yang terjadi di dalam tubuh ikan poliploid sangat tinggi dan hal
10
ini diduga menyebabkan proses metabolisme di dalam tubuh ikan juga akan berjalan lebih
cepat, sehingga sangat diperlukan jumlah atau kadar oksigen terlarut yang cukup besar.
Pewarnaan perak nitrat akan memperlihatkan nukleolus berwarna hitam dalam
nukleus yang berwarna kuning (Phillips et al., 1986 dalam Mukti, 2001). Perbedaan warna
ini merupakan ciri khas dari pewarna perak nitrat (AgNO 3), sehingga banyak peneliti yang
menyatakan bahwa penentuan level ploidi mempergunakan pewarnaan perak nitrat (silver
staining) sangat mudah, sederhana, cepat dan dapat dipergunakan sebagai standar untuk
beberapa spesies ikan (Mukti, 2001).
Haploid (n)
Diploid (2n)
Triploid
(3n)
Tetraploid (4n)
11
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka konseptual
12
3.1.1 Bagan Kerangka Konseptual
Fertilisasi
ikan mas
Analisis jumlah
nukleolus
Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Ada frekuensi tingkat ploidi pada ikan mas hasil induksi kejutan panas melalui metode
penghitungan jumlah nukleolus.
13
2. Ada pengaruh induksi kejutan suhu panas terhadap poliploidi ikan Mas (Cyprinus carpio
L.)?
3. Terjadi perbedaan jumlah makasimun nukleolus pada masing-masing ploidi ikan mas
(Cyprinus carpio L.)?
4. Terdapat kelemahan penggunaan metode perhitungan jumlah nukleolus dalam
menentukan ploidi ikan Mas (Cyprinus carpio L.) hasil poliploidisasi dengan induksi
kejutan panas ?
BAB IV
METODE PENELITIAN
14
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif dan studi literatur pada
beberapa pustaka yang bertujuan untuk membandingkan jumlah nukleolus dari masing-
masing ploidi melalui penghitungan jumlah nukleolus pada ikan Mas yang menggunakan
perlakuan kejutan suhu panas 40C selama 1,5 menit yang diperlakukan pada telur
terfertilisasi. Telur terfertilisasi dan dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan, yaitu:
1. Kelompok ikan normal diploid (2n), tanpa perlakuan kejutan suhu panas.
2. Kelompok ikan triploid (3n), kejutan suhu panas pada telur 3 menit setelah fertilisasi.
3. Kelompok ikan tetraploid (4n), kejutan suhu panas pada telur 29 menit setelah fertilisasi.
15
j. Timer: untuk menghitung waktu. Gelatin
i. Kompor gas: memanaskan air. Gliserin jenuh
k. Termometer: mengukur suhu air. Aquades hangat
l. Pipet: pembuatan preparat. Larutan C:
g.
m. Kaca benda: untuk preparat.
Asam asetat glasial jenuh
n. Kaca penutup: untuk menutup hasil
Alkohol
preparat. Chloroform (CHCl3)
o. Heater: memanaskan air dan box staining. h. Larutan D:
p. Silet steril: mencacah sirip. Asam asetat glasial
q. Gelas arloji: tempat mencacah.
Aquades
r. Botol vial: fiksasi sirip.
s. Botol selai: wadah larutan. i. Alkohol 70%
t. Kulkas: penyimpan larutan. j. Minyak emersi
u. Mikroskop cahaya: untuk pengamatan. k. Xilol
v. Kamera: untuk pengambilan foto. l. Air bersih.
w. Kertas tissue: membersihkan. m. Cacing sutra
x. Jarum pentul: mengaduk preparat.
y. Kuas: mengambil sirip pada botol vial.
4.5 Prosedur Kerja
1. Tahap persiapan pemijahan, pemijahan dan pemeliharaan
a. Memilih ikan induk jantan dan betina yang telah matang.
b. Menempatkan induk jantan dan betina pada kolam pemijahan ikan.
c. Setelah ikan siap kawin segera diambil dari kolam pemijahan biasanya ditandai dengan
munculnya buih pada permukaan kolam.
d. Mengeluarkan telur ikan dari induk betina dengan cara stripping dan ditaruh pada
mangkuk.
e. Mengeluarkan sperma dari induk jantan dengan menggunakan suntikan, diencerkan dengan
larutan fisiologis dalam tabung reaksi dengan perbandingan sperma : larutan fisiologis = 1:
9.
f. Memasukkan sperma ke dalam mangkuk yang berisi telur secara pelan-pelan dan diaduk
sebentar.
g. Membagi telur yang telah terfertilisasi pada saringan.
h. Setelah terbagi merata, telur yang telah difertilisasikan ditebar pada aquarium.
i. Ikan diploid diperoleh dengan fertilisasi normal, tanpa pemberian kejutan panas. Ikan
triploid dibuat dengan memberikan kejutan panas pada 3 menit setelah fertilisasi dengan
suhu 40C selama 1,5 menit. Sedangkan ikan tetraploid dengan memberi kejutan panas
pada 29 menit setelah fertilisasi.
16
j. Setelah menetas ikan dipelihara dalam aquarium yang berbeda-beda antara ikan diploid,
triploid dan tetraploid.
k. Menguras aquarium secara berkala serta memberi makan ikan dengan cacing sutra.
l. Memberi makan ikan secara teratur setiap satu hari sekali.
b. Pembuatan preparat
a) Memotong sirip ekor ikan dan difiksasi dalam larutan carnoy. Setelah 30
menit pertama diganti dengan larutan carnoy yang baru dan dibiarkan selama 24 jam.
b) Setelah proses fiksasi selesai, mencacah jaringan pada gelas arloji atau
dapat langsung dicacah pada kaca benda kurang lebih 1 jam dengan menggunakan silet
sampai terbentuk suspensi sel. Selama pencacahan jangan sampai kering. Jika kering
tetesi dengan larutan D.
c) Mengambil suspense dan diratakan dengan menggunakan jarum pentul.
Setiap satu kaca benda dibuat 2 ring suspensi sel. Kaca benda yang akan dipergunakan
direndam dalam alkohol 70% satu hari sebelum digunakan. Sebelum digunakan, kaca
benda dikeringkan terlebih dahulu.
d) Kaca benda yang sudah ada suspensi dan telah dibagi menjadi 2 ring,
selnya diangin-anginkan kemudian dilakukan pewarnaan dengan memberi 1 tetes
larutan A pada masing-masing ring dan diratakan.
17
e) Menetesi suspensi sel dengan menggunakan larutan B sebanyak 1 tetes
pada masing-masing ring dan diratakan kembali dengan menggunakan jarum pentul.
f) Preparat diletakkan dalam box staining pada suhu 40C sampai 50C.
g) Menunggu selama 30 menit hingga preparat agak kering.
h) Mengambil preparat dari dalam box staining.
i) Membilas preparat dengan air mengalir secara perlahan-lahan.
j) Preparat diangin-anginkan hingga kering.
k) Preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400X pada
setiap ring dengan masing-masing 3 bidang pandang.
Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan (Untuk ikan diploid, triploid, dan tetraploid)
Ring 1 Ring 2
Ulangan Ploidi
I II III I II III
n
2n
1
3n
4n
n
2n
2
3n
4n
n
2n
3
3n
4n
n
2n
4
3n
4n
5 n
18
2n
3n
4n
n
2n
6
3n
4n
n
2n
7
3n
4n
n
2n
8
3n
4n
n
2n
9
3n
4n
n
2n
10
3n
4n
n
2n
11
3n
4n
n
2n
12
3n
4n
n
2n
13
3n
4n
n
2n
14
3n
4n
n
2n
15
3n
4n
19
4.7 Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis yang pertama adalah mencari rata-
rata dan persentase terhadap jumlah nukleolus pada ikan hasil fertilisasi normal, ikan
triploid, dan ikan tetraploid untuk mendapatkan data frekuensi masing-masing ploidi. Untuk
menguji hipotesi yang kedua data dirubah menjadi data logaritma dan dianalisi mengunakan
Anava tunggal untuk mengetahui pengaruh induksi kejutan suhu panas terhadap poliploidi
ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Untuk menguji hipotesis ketiga dilakukan analisis deskriptif
terhadap hasil hipotesis pertama. Hipotesis keempat dilakukan analisis deskriptif
berdasarkan pengalaman saat penelitian.
20
BAB V
DATA DAN ANALISIS DATA
5.1 Data
Data hasil penghitungan jumlah nukleolus disajikan dalam tabel dibawah ini.
Ring 1 Ring 2
Ulangan Ploidi
I II III I II III
n 28 29 25 2 8 16
2n 3 3 4 1 2 4
1
3n 0 0 0 0 0 0
4n 0 0 0 0 0 0
n 24 14 15 8 10 9
2n 1 25 29 1 1 1
2
3n 0 0 0 0 0 0
4n 0 0 0 0 0 0
n 8 38 3 1 3 3
2n 2 3 3 2 0 1
3
3n 0 0 0 0 0 0
4n 0 0 0 0 0 0
n 26 18 10 20 9 5
2n 4 5 1 3 3 4
4
3n 0 0 0 0 0 0
4n 0 0 0 0 0 0
n 7 2 14 1 2 3
2n 4 5 1 3 3 4
5
3n 0 0 0 0 0 0
4n 0 0 0 0 0 0
n 11 29 25 8 13 21
2n 0 3 4 1 0 2
6
3n 0 0 0 0 0 0
4n 0 0 0 0 0 0
n 3 8 9 3 18 5
2n 0 1 1 0 0 0
7
3n 0 0 0 0 0 0
4n 0 0 0 0 0 0
21
n 25 40 19 29 32 28
2n 5 3 1 9 5 3
8
3n 0 0 0 0 0 0
4n 0 0 0 0 0 0
n 38 36 46 52 41 50
2n 4 10 8 4 8 3
9
3n 0 0 0 0 0 0
4n 0 0 0 0 0 0
n 33 28 32 11 24 22
2n 2 12 7 1 3 2
10
3n 0 0 0 0 0 0
4n 0 0 0 0 0 0
n 12 7 12 7 21 8
2n 2 2 3 1 1 3
11
3n 0 0 0 0 0 0
4n 0 0 0 0 0 0
n 14 10 34 7 16 38
2n 0 0 0 2 2 0
12
3n 0 0 0 0 0 0
4n 0 0 0 0 0 0
n
2n
13
3n
4n
n
2n
14
3n
4n
n
2n
15
3n
4n
22
n 1 12 5 0 0 4
2n 0 3 0 1 0 1
3
3n 2 0 1 0 1 0
4n 0 0 0 0 0 0
n 5 4 3 4 3 2
2n 4 3 1 1 0 1
4
3n 0 0 0 1 0 1
4n 0 0 0 0 0 0
n 15 26 9 18 2 1
2n 0 4 2 3 3 1
5
3n 1 1 1 1 0 0
4n 0 0 0 0 0 0
n 28 25 30 34 2 3
2n 0 2 1 3 27 7
6
3n 0 0 2 2 1 1
4n 0 0 0 0 0 0
n 10 3 1 4 4 3
2n 2 1 1 0 1 1
7
3n 0 0 2 0 0 0
4n 0 0 0 0 0 0
n 16 66 13 38 41 35
2n 1 1 0 3 6 3
8
3n 0 1 0 3 2 3
4n 0 0 0 0 0 0
9 n 38 35 24 28 29 31
2n 4 5 2 2 5 8
3n 9 11 8 11 15 3
4n 0 0 0 0 0 0
n 4 6 7 10 4 3
2n 2 2 4 4 0 2
10
3n 2 3 1 2 3 3
4n 0 0 0 0 0 0
n 29 20 8 42 59 48
2n 1 1 1 4 5 8
11
3n 0 0 0 0 0 3
4n 0 0 0 0 0 0
n 15 7 15 16 15 11
2n 1 1 2 2 2 1
12
3n 0 3 0 0 1 2
4n 0 0 0 0 0 0
n
2n
13
3n
4n
14 n
23
2n
3n
4n
n
2n
15
3n
4n
24
n 67 52 35 35 24 38
2n 9 6 3 2 1 2
9
3n 5 3 1 0 1 0
4n 7 1 1 5 3 2
n 31 43 48 34 28 31
2n 2 1 3 5 3 1
10
3n 2 0 0 0 3 5
4n 14 12 7 18 7 9
n 17 8 5 5 6 9
11 2n 6 7 4 4 5 4
3n 10 1 1 2 1 3
4n 2 3 4 1 4 0
n 52 28 21 2 5 25
2n 14 19 12 13 1 8
12
3n 4 3 1 1 0 0
4n 5 0 0 4 0 0
n
2n
13
3n
4n
14 n
2n
3n
4n
n
2n
15
3n
4n
25
4n 0 0 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 30
Total 125 138 67 108 117 48 199 177 79 123 1530
9 0
7 18 20 103.333
N 160 106 22 21 122 25 209 34 79 1240
1 5 6 3333
1 17.0833
Tripl 2n 31 17 5 10 40 6 14 26 14 20 9 205
3 3333
oid
9.58333
3n 0 8 4 2 4 6 2 9 57 14 3 6 115
3333
4n 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 26 22
Total 191 131 31 33 168 33 232 62 94 1560
8 8 9
2 25 121.083
n 146 174 80 69 173 64 74 215 50 133 1453
4 1 3333
19.9166
Tetra 2n 34 17 11 1 7 19 9 6 23 15 30 67 239
6667
ploid
6.33333
3n 0 6 0 8 5 3 1 3 13 10 18 9 76
3333
4n 0 10 8 5 3 24 8 16 19 67 14 9 183 15.25
3 30
Total 180 207 99 83 219 82 99 307 112 218 1951
9 6
Berdasarkan hasil perhitungan yang didapatkan dari data table tersebut, dapat dibuat grafik
sebagai berikut:
Grafik 5.1 Persentase Jumlah Nukleolus Ikan Mas Hasil Fertilisasi Normal.
Normal
16% pres n
pres 2n
84%
26
Triploid
7% pres n
13% pres 2n
pres 3n
79%
Tetraploid
pres n
9%
4% pres 2n
13% pres 3n
pres 4n
74%
Rata-
Jenis Ploi Ulangan
rata
ploidi di
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Diplo 2.0
1.9 1.7 1.9 2.0 1.6 2.2 2.4 2.1 1.8 2.0 23.51
id 334 1.4 1.9599
n 030 481 444 293 627 380 199 760 260 755 9438
237 624 53244
9 9 8 8 6 5 6 9 7 5 92
55
2n 1.2 1.7 1.0 1.3 1.3 1 0.3 1.4 1.5 1.4 1.0 0.6 14.03 1.16951
304 634 413 010 010 010 149 682 313 791 020 4139 1638
489 3 9 3 3 3 7 6 8 6 66
27
21
3n 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4n 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3.2
3.6 2.7 3.2 2.7 3.0 1.9 3.6 3.9 3.6 2.9 2.6 37.55
638
Total 665 895 455 634 293 637 530 881 074 052 776 3578
726
2 8 1 3 8 9 2 6 6 6 1 58
77
2.2
2.0 1.3 1.3 1.8 2.0 1.3 2.3 2.2 1.5 2.3 1.8 22.55
041 1.8799
N 253 424 222 512 863 979 201 671 314 138 976 9917
199 93105
1 2 2 6 6 4 5 7 8 7 3 25
83
1.4
1.2 0.6 1.6 0.7 1.1 1.4 1.1 1.3 0.9 13.87
Tripl 913 1.11 1.1564
2n 304 989 1 020 781 461 149 461 010 542 7437
oid 616 394 53095
5 7 6 5 3 7 3 3 4 14
94
0.9 0.6 0.3 0.6 0.7 0.3 0.9 1.7 1.1 0.4 0.7 8.598
0.7165
3n 0 030 020 010 020 781 010 542 558 461 771 781 93911
7826
9 6 3 6 5 3 4 7 3 2 5 7
4n 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3.6
4.1 2.6 2.6 3.5 4.4 2.4 4.4 5.4 3.8 4.0 3.6 45.03
954
Total 588 434 232 672 665 771 205 380 237 920 300 6293
816
4 5 5 6 7 2 2 2 3 2 2 51
76
2.1
2.2 1.9 1.8 1.3 2.2 1.8 1.8 2.3 2.3 1.6 2.1 23.99
643 1.9996
N 405 030 388 802 380 061 692 996 324 989 238 5444
528 20337
5 9 5 1 5 8 3 7 4 7 5 05
56
1.5
1.2 1.0 1.2 0.9 0.7 1.3 1.1 1.4 1.8 13.50
314 0.8 1.1250
2n 304 413 0 787 542 781 617 760 771 260 0581
Tetra 789 451 48423
5 9 5 4 5 3 9 2 7 08
ploid 17
0.7 0.9 0.6 0.4 0.4 1.2 0.9 7.657
1.11 0.6381
3n 0 781 0 030 989 771 0 771 1 552 542 91211
394 59343
5 9 7 2 2 7 4 8
0.9 0.6 0.4 1.3 0.9 1.2 1.2 1.8 1.1 0.9 11.77
0.9809
4n 0 1 030 989 771 802 030 041 787 260 461 542 1801
83451
9 7 2 1 9 2 5 7 3 4 41
3.6
5.2 3.8 3.4 5.3 3.6 4.3 5.5 5.8 56.92
958 3.4 6.1 6.3
Total 491 475 409 741 635 286 774 584 5738
317 014 541 346
5 7 1 3 1 2 9 1 65
73
TOTAL 21. 26. 18. 18. 19. 25. 16. 24. 31. 27. 25. 24. 279.0
310 149 561 619 464 740 208 804 160 531 149 332 3122
372 02 21 34 18 17 84 32 55 59 53 08 15
28
25
total 35 3.498118158
Berdasarkan tabel Anava tersebut, dapat diketahui bahwa F(hitung) (0.4313) < F tabel 0,05 (3.28).
Maka H0 diterima dan hipotesis penelitian ditolak, berarti induksi suhu panas tidak berpengaruh
terhadap nukleolus yang haploid.
29
Tetrapl 1.53 1.23 1.04 0.845 1.27 0.95 0.77 1.36 1.17 1.47 1.82 13.500
0
oid 148 045 139 1 875 424 815 173 609 712 607 56892
Berdasarkan tabel Anava tersebut, dapat diketahui bahwa F(hitung) (0.041311) < F tabel 0,05 (3.28).
Maka H0 diterima dan hipotesis penelitian ditolak, berarti induksi suhu panas tidak berpengaruh
terhadap nukleolus yang diploid..
30
Total 35 8.21854529
Berdasarkan tabel Anava tersebut, dapat diketahui bahwa F(hitung) (13.56099) > F tabel 0,05 (3.28).
Maka H0 ditolak dan hipotesis penelitian diterima, berarti induksi suhu panas berpengaruh
terhadap nukleolus yang triploid..
Selanjutnya yakni uji lanjut dengan menggunakan uji BNT.
Uji BNT
2 KTgalat / r
BNT (0,05) = t 0,05 (db galat) x
2x0.136698 /12
= 2,042 x
= 0.3
Tabel 5.2.6 Tabel Notasi Tetraploid
Berdasarkan hasil uji lanjut ini yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa ikan tetraploid
memiliki rerata paling tinggi yakni 0.9638158 dan berbeda nyata dengan yang lainnya. Ikan
normal memiliki rata-rata nol karena tidak ditemukan nukleolus 3n pada ikan hasil fertilisasi
normal.
31
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan table anava sebagai berikut:
Tabel 5.2.10 Ringkasan Anava Tunggal Tetraploid
f f tabel
SK DB JK KT
hitung 0,05
perlakua 3.84930 54.094
2 7.698613322 3.28
n 7 8
0.07115
galat 33 2.348231448
9
total 35 10.04684477
Berdasarkan tabel Anava tersebut, dapat diketahui bahwa F(hitung) (54.0948) > F tabel 0,05 (3.28).
Maka H0 ditolak dan hipotesis penelitian diterima, berarti induksi suhu panas berpengaruh
terhadap nukleolus yang triploid..
Selanjutnya yakni uji lanjut dengan menggunakan uji BNT.
Uji BNT
2 KTgalat / r
BNT (0,05) = t 0,05 (db galat) x
2x0.071159 /12
= 2,042 x
= 0.22
Tabel 5.2.6 Tabel Notasi Tetraploid
32
9879 6074 3423 0196 8185 1241 8853 7121 7973 7627 9905
691 39064
1 8 8 1 9 2 1 3 3 1 1
2.28 2.11 1.49 1.51 1.94 2.22 1.51 2.42 1.79 2.35 1.97
2.36 24.015
Triploid 1033 7271 1361 8513 4482 5309 8513 8134 2391 9835 3127
5488 46399
4 3 7 9 7 3 9 8 7 5 9
2.25 2.31 1.99 1.91 1.59 2.34 1.91 1.99 2.48 2.48 2.33
Tetrapl 2.04 25.687
5272 5970 5635 9078 1064 0444 3813 5635 5721 7138 8456
oid 9218 44822
5 3 2 1 6 1 9 2 4 4 5
Berdasarkan tabel Anava tersebut, dapat diketahui bahwa F(hitung) (0.714431) < F tabel 0,05 (3.28).
Maka H0 diterima dan hipotesis penelitian ditolak, berarti induksi suhu panas tidak berpengaruh
terhadap total nukleolus.
33
BAB VI
PEMBAHASAN
34
didapatkan sel dengan nucleolus n dan 2n. Persentase sel dengan 1 nukleolus lebih banyak
dibandingkan dengan persentase sel dengan 2 nukleolus. Thorgaard (1983) dalam Mukti
(2001) menyatakan bahwa pada setiap perangkat kromosom haploid mempunyai 1 nukleolus
dan pada sepasang perangkat kromosom pada diploid normal memiliki 2 nukleolus. Pada
ikan triploid didapatkan sel dengan nukleolus n, 2n dan 3n. Persentase sel dengan 1
nukleolus lebih banyak dibandingkan dengan persentase sel dengan 2 nukleolus dan sel
dengan 3 nukleolus. Pada ikan tetraploid didapatkan sel dengan nuleolus n, 2n, 3n dan 4n.
Persentase sel dengan 1 nukleolus juga lebih banyak dibandingkan dengan persentase sel
dengan 2 nukleolus, 3 nukleolus, dan 4 nukleolus. Hal ini dikarenakan triploid maupun
tetraploid merupakan kromosom yang tingkat ketahanannya terhadap lingkungan masih
rendah. Kromosom 3n dan kromosom 4n jarang ditemukan pada hewan, jika ditemukan,
kemungkinan itu sangat sedikit dan banyak ditemukan pada tumbuhan. Ayala, dkk., (1984)
dalam Firdaus (2002) yang menyatakan bahwa poliploidi secara alamiah dialami sering
ditemukan pada tumbuhan dan jarang sekali ditemukan pada kelompok hewan. Poliploidi
buatan pada hewan pertama kali dilakukan pada kelompok ikan Polcillidae, dengan
menggunakan teknik yang masih sederhana yaitu kejutan suhu (Gustianto, 1992 dalam
Firdaus 2002).
Pada kedua ikan poliploidi ini frekuensinya masih sedikit dibanding sel haploid dan
diploid. Menurut Mukti (2001) proses triploidisasi pada ikan prinsipnya adalah mencegah
atau menahan terjadinya peloncatan polar body II dari telur atau pembelahan meiosis II,
sedangkan tetraploidisasi adalah perlakuan kejutan untuk mencegah pembelahan pertama
(first cleavage) atau sebelum pembelahan mitosis I. Kejutan sebaiknya dipergunakan setelah
kromosom bereplikasi dan nukleus zigot kira-kira terbagi menjadi dua. Sedangkan
tetraploidisasi adalah perlakuan kejutan untuk mencegah pembelahan pertama (first
cleavage) atau sebelum pembelahan mitosis I, sehingga nantinya dapat terbentuk 4 set
kromosom atau membentuk individu tetraploid (4n) (Kadi, 2007).
Berdasarkan persentase variasi jumlah ploidi pada ikan triploid maupun tetraploid,
keduanya memiliki nilai rerata jumlah ploidi tertinggi pada 1n, sehingga dapat dimungkinkan
bahwa memang fertilisasi yang diikuti dengan pembelahan sel telah terjadi lebih dahulu
sebelum kejutan panas itu diberikan.
35
2. Pengaruh induksi kejutan suhu panas terhadap poliploidi ikan
Mas (Cyprinus carpio L.)
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan mengenai jumlah nukleolus pada setiap
tingkat nukleolus dapat diketahui bahwa induksi kejutan suhu panas tidak berpengaruh
berpengaruh terhadap nukleolus yang haploid (n) dan diploid (2n) pada ikan mas (Cyprinus
carpio L.). Namun, induksi kejutan suhu panas tersebut berpengaruh terhadp nukleolus
triploid (3n) dan tetraploid (4n) sehingga dilanjutkan dengna analisis uji BNT. Setelah
dilakukan uji BNT, didapatkan hasil bahwa induksi kejutan suhu panas berpengaruh secara
signifikan terhadap nukleolus 3n dan 4n. Induksi kejutan suhu panas dilakukan untuk
memunculkan nukleolus triploid dan tetraploid. Mukti (2001) menyatakan bahwa proses
poliploidi pada ikan khususnya ikan mas dilakukan dengan pemberian perlakuan kejutan
suhu panas 400C selama 1,5 menit setelah 3 menit fertilisasi untuk mendapatkan ikan triploid,
dan 29 menit setelah fertilisasi diberi perlakuan kejutan suhu panas 40 0C selama 1,5 menit
untuk memperoleh ikan tetraploid. Pada analisis perhitungan total nukleolus, didapatkan hasil
bahwa induksi kejutan suhu panas tidak berpengaruh terhadap total nukleolus. Hal tersebut
dapat dikarenakan karena adanya pengaruh nukleolus n dan 2n yang sebelumnya tidak
didapati dipengaruhi oleh induksi kejutan suhu panas.
Pada ikan mas (C. carpio L.) tetraploid jumlah kromosom adalah 4n hal ini Menurut
Gustianto (1992) dan Penman (1993) Firdaus (2002) menyatakan bahwa pemberian kejutan
panas dalam pembentukan ikan tetraploid dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
pembelahan sel secara mitosis pada zigot diploid setelah terjadi penggandaan kromosom.
Kromosom terduplikasi pada saat profase. Pada saat profase juga mulai terbentuk benang
spindle. benang-benang spindle tersusun akibat polimerisasi sub unit protein tubulin yang
tersusun atas dimer dari alfa dan beta tubulin (Elliott, 2005). Pemberian kejutan panas akan
menyebabkan protein tubulin yang sudah mulai menyusun benang-benang spindle
terdenaturasi sehingga menyebabkan benang spindle, sehingga tidak terjadi pembelahan sel,
namun kromosom tetap terduplikasi
3. Jumlah makasimun nukleolus pada masing-masing ploidi ikan
mas (Cyprinus carpio L.)
Berdasarkan pengamatan dan analisis data yang telah dilakukan. Pada ikan hasil
fertilisasi normal terdapat sel dengan jumlah maksimun nukleolusnya 2n, pada ikan triploid
terdapat sel dengan jumlah maksimun nukleolusnya 3n, dan pada ikan tetraploid terdapat sel
36
dengan jumlah maksimun nukleolusnya 4n. Hal ini sesuai dengan pernyataan Carman, dkk
(1991) dalam Firdaus (2002) menjelaskan bahwa ada kaitannya dengan perbedaan jumlah
nukleolus tersebut adalah NOR (Nukleolar Organizer Region) bahwa satu NOR mempunyai
kemampuan untuk tidak membentuk lebih dari satu nukleolus, sehingga diharapkan sel
diploid akan memiliki kemampuan maksimal membentuk 2 nukleolus, sel triploid
membentuk 3 nukleolus sedangkan yang tetraploid membentuk 4 nukleolus. Lebih lanjut
dikatakan bahwa variasi jumlah nukleolus disebabkan oleh NOR yang tidak membentuk
nukleolus saat sel tidak begitu aktif mensintesis protein. Selain itu variasi jumlah nukleolus
disebabkan adanya fusi dan fisi antar nukleolus. Carman (1992) dalam Mukti (2001)
menjelaskan bahwa variasi jumlah maksimum nukleolus per sel pada Commoncarp diploid
dan triploid berhubungan dengan umurnya.
Pembentukan nukleolus yang mencakup ukuran dan jumlahnya berkaitan dengan status
fisiologis sel, semakin tinggi aktivitas sel, maka jumlah nuklelous pada sel tersebut juga
akan meningkat. Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa jumlah maksimal nukleolus
pada organisme bervariasi. Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data, pada ikan
diploid, ikan triploid, dan ikan tetraploid menunjukkan hubungan yang sesuai antara jumlah
nukleolus maksimal dan ploidinya. Berdasarkan data dan analisis data yang dilakukan,
terlihat hubungan yang jelas antara ploidi ikan dengan jumlah nukleolus maksimal.
Nukleolus dapat terwarnai dengan AgNO3 berhubungan langsung dengan aktivitas
transkripsi dan sintesis gen yang terdapat pada ribosom (Hubbel, 1985 dikutip oleh Jimenes,
1987 dalam Khalifah, 1997) sehingga terbentuk ikatan Ag protein nuclear. Dari pernyataan
tersebut dapat dikatakan bahwa fenomena terwarnainya 1 atau 2 nukleolus pada sel diploid,
1, 2, atau 3 nukleolus pada sel triploid serta 1, 2, 3, atau 4 nukleolus pada sel tetraploid dapat
terjadi karena sejumlah itulah nukleolus yang sedang melakukan sintesis.
Sel dalam keadaan aktif mensintesis protein dibantu oleh ribosom melalui proses
translasi. Polipeptida (protein) hasil translasi digunakan untuk proses biokimiawi di dalam
sel. Sedangkan polipeptida hasil translasi pada ribosom bebas dikirim ke mitokondria
sebagai enzim peroksisom, atau sebagai protein ribosom. Untuk memenuhi kebutuhan
polipeptida saat digunakan dalam proses biokimiawi sel, jumlah ribosom semakin banyak
seiring dengan meningkatnya kebutuhan polipeptida hasil translasi. Pada umumnya, sel
memerlukan aktivitas sel untuk respirasi dan beberapa keperluan lain. Oleh karena itu, sel
37
cukup memerlukan sejumlah ribosom untuk keperluannya dan disintesis pada satu nukleolus
(Mailet dalam Firdaus, 2002).
Munculnya jumlah nukleolus maksimal secara bersamaan sangat terbatas dan rendah
frekuensinya karena pembentukan nukleolus membutuhkan banyak energy. Dalam
membentuk nukleolus terdapat mekanisme regulasi sehingga tidak dapat dipastikan kapan
dan berapa jumlah nukleolus yang terekspresi. Pada ikan triploid dan tetraploid, walaupun
memillik sel dengan jumlah nukleolus mencapai 4, namun jumlahnya lebih sedikit dibanding
dengan jumlah haploid dan diploidnya. Menurut Widiyanti (2008) keadaan semacam ini
merupakan individu poliploid mozaik. Hal ini disebabkan proporsi jumlah nukleolus
maksimal yang kurang dari 75%. Menurut Varadi et al. (1999) dalam Widiyaniti (2008)
individu disebut full tetraploid apabila jumlah maksimal nukleolus 3-5 per individu lebih
dari 75% dan disebut mozaik tetraploid apabila jumlah rnaksimal nukleolus 3-5 antara 5-
75%.
Berdasarkan data yang diperoleh dan dikaitkan dengan penjelasan diatas dapat diketahui
bahwa jumlah maksimal nukleolus pada organisme bervariasi. Pada ikan diploid, ikan
triploid, dan ikan tetraploid menunjukkan hubungan yang sesuai antara jumlah nukleolus
maksimal dan ploidinya yakni ikan normal 2n, ikan triploid 3n, dan ikan tetraploid 4n.
38
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
1. Terdapat keragaman frekuensi tingkat ploidi pada ikan
mas (Cyprinus carpio L.) hasil fertilisasi normal, ikan teriploid, dan ikan tetraploid,
39
dimana sel yang paling banyak ditemukan pada setiap ploidi adalah sel dengan 1
nukleolus (n).
2. Induksi kejutan suhu panas berpengaruh terhadap sel
dengan nukleolus 3n dan 4n, tetapi tidak perpengaruh terhadap sel dengan nukleolus n,
2n, dan total nukleolus.
3. Pada ikan hasil fertilisasi normal terdapat sel dengan
jumlah maksimun nukleolusnya 2n, pada ikan triploid terdapat sel dengan jumlah
maksimun nukleolusnya 3n, dan pada ikan tetraploid terdapat sel dengan jumlah
maksimun nukleolusnya 4n.
4. Kelemahan-kelemahan yang didapati ketika
pengamatan yakni, kesulitan dalam membedakan jumlah nukleolusnya, dalam hal
pengambilan bidang pandang, bisa saja bidang pandang tersebut sebelumnya telah
teramati. Instrument dalam pengamatan juga mempengaruhi seperti kualitas mikroskop
dan kamara yang digunakan.
7.2 Saran
Penggunaan mikroskop saat pengamata sebaiknya menggunakan mikroskop yang baik
karena berpengaruh terhadap kejelasan perbedaan nukleolus yang muncul. Selain itu dalam
pembuatan preparat harus sesuai dengan prosedur yang diberikan supaya memberikan hasil
preparat yang baik. Penelitian tentang poliploidi juga perlu dilanjutkan dan dikembangkan
untuk memperoleh manfaat yang lebih banyak lagi.
Daftar Rujukan
40
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 2000. Budidaya
Ikan Mas ( Cyprinus carpio L ). Jakarta: BPP Teknologi
Champbell, N.A., J.B. Recee dan L.G. Mitchell. 2000. Biology, Edisi V (Terjemahan). Jakarta:
Erlangga.
Corebima, A.D. 2000. Genetika Mutasi dan Rekombinasi. Malang: UM Press.
Elliott, William H., dan Daphne C. Elliott. 2005. Biochemistry and Molecular Biology 3rd
Edition. Ney York: Oxford University Press Inc.
Firdaus, Syarifin. 2002. Studi Tentang Jumlah Nukleolus sebagai Metode Analisis Ploidi pada
Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) Hasil Induksi Poliploidisasi Kejutan Panas. Skripsi
(tidak diterbitkan). Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang.
Firmantin, I.T, Sudaryono, S., & Nugroho, R.A. 2015. Pengaruh Kombinasi Omega-3 dan
Klorofil dalam Pakan Terhadap Fekunditas, Derajat Penetasan dan Kelulushidupan
Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Journal of Aquaculture Management and
Technology, 4 (1): 19-25.
Hariani, D & Kusuma, W.S.P. 2006. Pemberian Larutan Kolkhisin untuk Pertumbuhan Ikan Mas
(Cyprinus carpio L.) Poliploidi. Journal of Science, 01 (02): 23-29..
Kadi, A. 2007. Manipulasi Poliploidi Untuk Memperoleh Jenis Baru Yang Unggul. OSEANA, 32
(4): 1-11
Mable, Alexandrou M. A., dan Taylor M. I. 2011. Genome Duplication in Amphibians and Fish:
an Extended Synthesis. Journal of Zoology: ISSN 0952-8369
Mantau, Z., J.B.M Rawung dan Sudarty. 2004. Pembenihan ikan mas yang efektif dan efisien.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara. Manado. 1 hal.
Mukti, Achmad T, dkk. 2001. Poliploidisasi Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). BIOSAIN, 1 (1).
Mukti, Akhmad Taufiq. 2007. Perbandingan Pertumbuhan dan Perkembangan Gonad Ikan Mas
(Cyprinus carpio L) Diploid dan Tetraploid. Berk. Penel. Hayati: 13 (27-32)
Mukti, Akhmad Taufiq. 2005. Perbedaan Keberhasilan Tingkat Poliploidisasi Ikan Mas
(Cyprinus carpio Linn.) Melalui Kejutan Panas. Berk. Penel. Hayati, (Online), 10: 133
138.
Mustami, M.K. 2013. Tingkat Penetasan Relatif Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn.) Ras
Punten yang Diberikan Kejutan Suhu Panas Untuk
Memproduksi Ikan Poliploid. Jurnal Bionature, 14 (1): 7-10.
41
Nurasni, A. 2012. Pengaruh Suhu Dan Lama Kejutan Panas Terhadap Triploidisasi Ikan Lele
Sangkuriang (Clarias Gariepinus). IJAS, 2 (1): 19-26.
Susanto, H.B. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya Ikan Mas. Jakarta: Penebar Swadaya.
Storer, T. I, W.F. Walker dan R.D. Barnes. 2010. Zoologi Umum. Erlangga. Jakarta
Tamam, Badrud.2011. Pengaruh Kejutan Panas Terhadaptingkat Penetasan dan Kelulus
Hidupan pada Ginogenesis Meiosis Ikan Mas (Cyprinus Carpio. L)..
Widiyanti, P.M. 2008. Tetraploidisasi Ikan Lele Afrika (Clarias gariepinus Burchell (1822).
Skripsi. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Lampiran 1
Pengamatan nukleolus ikan mas hasil fertilisasi normal
42
Haploid (n)
Diploid (2n)
Haploid (n)
Diploid (2n)
Triploid
(3n)
Haploid (n)
Diploid (2n)
Triploid
(3n)
Tetraploid (4n)
Lampiran 2
43
Gambar Keterangan
Mengeluarkan telur ikan dari induk betina
dengan cara stripping dan ditaruh pada
mangkuk.
44