Anda di halaman 1dari 8

Kesalahan Berpikir

Filsafat Ilmu Pariwisata


1. Fallacy of Dramatic Instance
§ Kecendrungan untuk melakukan apa yang dikenal dengan
over-generalisation (penggunaan satu dua kasus untuk
mendukung argumen yang bersifat general atau umum)
§ Satu-dua kasus rujukan itu seringkali diambil dari
pengalaman pribadi seseorang (individual’s personal
experience)
§ Sering sekali, overgeneralisasi terjadi dalam pemikiran kita
saat memandang seseorang, sesuatu, atau tempat. Padahal,
hal-hal tersebut selalu berubah, sehingga hal yang sama
tidak bisa kita terapkan pada hal yang sama terus menerus
dan selamanya.
Contoh:
§ A adalah pedagang acung di DTW X
§ B juga berprofesi sama
§ A bersikap kurang sopan, maka B pasti juga bersikap sama
2. Fallacy of Retrospective Determinism

§ Kebiasaan menganggap masalah sosial yang sekarang


terjadi sebagai sesuatu yang secara historis memang
selalu ada, tidak bisa dihindari, dan merupakan akibat
dari sejarah yang cukup panjang
§ Determinisme selalu saja lebih memperhitungkan masa
silam ketimbang masa mendatang
§ Karena itu, kesalahan berfikir ini disebut restrospective
(melihat kebelakang). Determinisme restrospektif adalah
upaya kembali pada sesuatu yang seakan-akan sudah
ditentukan (determined) di dalam sejarah yang telah lalu.
Contoh:
§ Kemiskinan merupakan hal yang niscaya dan selalu ada
dalam setiap sejarah masyarakat manapun, jadi untuk
menghilangkannya merupakan suatu yang mustahil
3. Post Hoc Ergo Propter Hoc

§ Istilah ini berasal dari bahasa latin: post artinya


sesudah; hoc artinya demikian; ergo artinya karena itu; propter
artinya disebabkan; dan hoc artinya demikian. Singkatnya:
sesudah itu-karena itu-oleh sebab itu.
§ Jadi, apabila ada peristiwa yang terjadi dalam urutan temporal,
maka kita menyatakan bahwa yang pertama adalah sebab dari
yang kedua. Misalnya si X datang sesudah Y . maka X
dianggap sebagai sebab dan Y sebagai akibat
Contoh:
§ Ketika UTS maupun UAS pada saat semester I dan II saya
menggunakan pulpen ini dan selalu mendapat nilai bagus, oleh
karena itu UTS besok pasti saya akan menggunakannya lagi
4. Fallacy of Misplaced Concretness

§ Dalam istilah logika, kesalahan


seperti di atas itu
disebut reification, menganggap
real sesuatu yang sebetulnya
hanya berada dalam pikiran kita
§ Misplaced berarti salah
letak. Concretness artinya
kekonkretan. Jadi, kesalahan
berfikir ini muncul karena kita
mengkonkretkan sesuatu yang
pada hakikatnya abstrak
Contoh:
§ Bangsa Indonesia akan menjadi
bangsa besar dan ditakuti dunia
ketika “Ratu Adil” muncul dan
memimpin
5. Argumentum ad Verecundiam

§ Berargumen dengan menggunakan otoritas, walaupun


otoritas itu tidak relevan atau ambigu.
§ Mayoritas orang menggunakan otoritas untuk membela
paham dan kepentingannya sendiri.
§ Dengan mengutip suatu peristiwa dalam sejarah, dia
bermaksud membenarkan paham dan kepentingannya
sendiri walau peristiwa yang dikutipnya itu belum
tentu relevan dengan masalah atau tema yang sedang
diperbincangkan
Contoh:
§ Teroris menggunakan kitab suci untuk membenarkan aksi
terornya
§ Padahal berbasis pada tafsirnya sendiri namun merasa
memiliki sandaran otoritas yang kuat
6. Fallacy of Composition
§ Dugaan bahwa formulasi yang berhasil untuk satu orang /
tempat pasti juga berhasil untuk semuanya
Contoh:
§ Di suatu DTW ada yang berbisnis laundry yang berhasil
mendatangkan uang banyak bagi pemiliknya. Melihat itu,
dengan serta-merta masyarakat lokal menjual sawahnya
untuk dijadikan modal bisnis yang sama. Akibatnya,
semuanya menjadi bangkrut lantaran merosotnya
permintaan dan menjamurnya usaha jasa yang sama.
7. Circular Reasoning

§ Disebut juga dalam istilah logika sebagai “Tautologi”


§ Circular reasoning artinya pemikiran yang berputar-putar;
menggunakan konklusi (kesimpulan) untuk mendukung
asumsi yang digunakan lagi untuk menuju konklusi semula
§ Tidak diperoleh pengetahuan baru
Contoh:
§ Masyarakat lokal suatu DTW bersikap antipati terhadap
wisatawan yang berkunjung karena tidak mendapatkan
manfaat dari praktik pariwisata. Kenapa mereka tidak
mendapatkan keuntungan? Karena mereka bersikap antipati.

Anda mungkin juga menyukai