Anda di halaman 1dari 11

menciptakan iklim kepemimpinan yang dapat

membangkitkan semangat kerja


Menciptakan Iklim Kerja yang Kondusif

A.Pengertian iklim Kerja

Setiap organisasi akan memiliki iklim kerja yang berbeda. Keanekaragaman


pekerjaan yang dirancang di dalam organisasi, atau sifat individu yang ada akan
menggambarkan perbedaan tersebut. Semua organisasi tentu memiliki strategi
dalam memanajemen sumber daya manusia. Iklim organisasi yang terbuka memacu
karyawan untuk mengutarakan kepentingan dan ketidakpuasan tanpa adanya rasa
takut akan tindakan balasan dan perhatian. Ketidakpuasan seperti itu dapat
ditangani dengan cara yang positif dan bijaksana. Iklim keterbukaan, bagaimanapun
juga hanya tercipta jika semua anggota memiliki tikat keyakinan yang tinggi dan
mempercayai keadilan tindakan. Organisasi cenderung menarik dan
mempertahankan orang-orang yang sesuai dengan iklimnya, sehingga dalam
tingkatan tertentu polanya dapat langgeng.

Pada umumnya para ahli memiliki pendapat yang sepaham tentang memberikan
defenisi iklim organisasi, yang pada intinya menyatakan bahwa iklim kerja adalah
sesuatu yang menjadi karakter, ciri khas atau nilai-nilai utama yang melekat dalam
interaksi antar individu dan bagian dalam organisasi. Miller (1997:128), mengatakan
bahwa iklim kerja adalah nilai semangat yang mendasar dalam cara mengelola
hubungan dan mengorganisasikannya. Nilai-nilai itu berbentuk prinsip dan
keyakinan yang bisa tersurat, namun juga ada yang hanya tersirat. Nilai-nilai ini
akan mempengaruhi individu dalam melakukan tugas-tugas dalam organisasi.

Robbins (2007:716) menyatakan bahwa iklim kerja adalah istilah yang dipakai untuk
memuat rangkaian variable perilaku yang mengacu pada nilai-nilai, kepercayaan-
kepercayaan, dan prinsip pokok yang berperan sebagai suatu dasar bagi system
manajemen organisasi. Iklim kerja juga merupakan teori-teori yang menjelaskan
sasaran dan prosedur untuk mencapai tujuan. Pendapat senada disampaikan oleh
Ouchi bahwa iklim kerja tercakup dalam falsafah manajemennya, yang terdiri dari
atas teori-teori yang secara tersirat menjelaskan sasaran dan prosedur yang
digunakan untuk mencapainya (W.G.Ouchi, 1992:95).

Sedangkan menurut Davis dan Newstrom, (2001:25) iklim kerja sebagai kepribadian
sebuah organisasi yang membedakan dengan organisasi lainnya yang mengarah
pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi. Semua
organisasi memiliki iklim kerja yang manusiawi dan partisipasif, sesuai dengan gaya
kepemimpinan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa iklim organisasi
dimaksudkan untuk memberikan lingkungan pengasuhan yang mengakui bahwa
pegawai diperlakukan sebagai individu. Dengan demikian, iklim kerja merupakan
alat untuk memecahkan masalah (solusi) yang secara konsisten dapat berjalan
dengan baik bagi suatu kelompok atau lembaga tertentu dalam menghadapi
persoalan eksternal dan internalnya. Hal ini dapat ditularkan atau diajarkan kepada
para indivivu untuk berpendapat, dan merasakan dalam hubungannya dengan
persoalan-persoalan tersebut.

Istilah iklim kerja pertama kalinya di pakai oleh Kurt Lewin pada tahun 1930-an,
yang menggunakan istilah iklim psikologi (psychological climate), kemudian istilah
iklim kerja dipakai oleh R. Tagiuri dan G. Litwin. Banyak pengertian iklim kerja yang
dikemukakan oleh para ahli, beberapa diantaranya Wirawan (2007:122) yang
menyatakan bahwa iklim kerja adalah pesrsepsi anggota organisasi (secara
individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan
organisasi (misalnya pemasok, konsumen, konsultan, dan kontraktor) mengenai apa
yang ada atau yang terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin, yang
mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja anggota organisasi yang
kemudian menemukan kinerja organisasi.

Dari berbagai defenisi mengenai iklim kerja, maka dapat disimpulkan bahwa iklim
kerja merupakan gambaran terhadap kualitas, suasana dan karakter yang tampak
pada norma dan nilai, hubungan interpersonal, suasana belajar-mengajar, struktur
organisasi, ikatan positif dengan lembaga dan lingkungan fisik yang terdapat di
lembaga tempat pegai bertugas. Iklim kerja ini dapat diukur melalui dimensi safety
(rasa aman), teaching and learning (kegiatan belajar mengajar), interpersonal
relationships (hubungan dengan orang lain), dan institutional environment
(lingkungan kerja).

Iklim kerja penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi seseorang tentang
apa yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku
anggota selanjutnya. Iklim ditentukan oleh seberapa baik anggota diarahkan,
dibangun dan dihargai oleh organisasi. Batasan pengertian iklim kerja itu bisa
dilihat dalam dimensi iklim kerja. Steve Kelneer menyebutkan enam dimensi iklim
kerja sebagai berikut :

1.Flexibility conformity. Fleksibilitas dan comfomity merupakan kondisi organisasi


yang untuk memberikan keleluasan bertindak bagi karyawan serta melakukan
penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan. Hal ini berkaitan dengan
aturan yang ditetapkan organisasi, kebijakan dan prosedur yang ada. Penerimaan
terhadap ide-ide yang baru merupakan nilai pendukung di dalam mengembangkan
iklim organisasi yang kondusif demi tercapainya tujuan organisasi.

2.Resposibility Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai elaksanaan


tugas organisasi yang diemban dengan rasa tanggung jawab atas hasil yang
dicapai, karena mereka terlibat di dalam proses yang sedang berjalan.

3.Standards. Perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana manajemen


memberikan perhatian kepada pelaksanaan tugas dengan baik, tujuan yang telah
ditentukan serta toleransi terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang sesuai atau
kurang baik.

4.Reward. Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan tentang penghargaan dan
pengakuan atas pekerjaan yang baik.

5.Clarity. Terkait dengan perasaan pegawai bahwa mereka mengetahui apa yang
diharapkan dari mereka berkaitan dengan pekerjaan, peranan dan tujuan
organisasi.

6.Tema Commitmen. Berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai perasaan


bangga mereka memiliki organisasi dan kesediaan untuk berusaha lebih saat
dibutuhkan.

B. Aspek-Aspek Iklim Kerja

Stringer (Wirawan, 2007) menyebutkan bahwa karakteristik atau dimensi iklim kerja
dapat mempengaruhi motivasi anggota organisasi untuk berperilaku tertentu. Ia
juga mengatakan enam dimensi yang diperlukan, yaitu:

1.Struktur. Struktur merefleksikan perasaan bahwa karyawan diorganisasi dengan


baik dan mempunyai definisi yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab
mereka. Meliputi posisi karyawan dalam perusahaan.

2.Standar-standar. Mengukur perasaan tekanan untuk memperbaiki kinerja dan


derajat kebanggaan yang dimiliki karyawan dalam melakukan pekerjaannya dengan
baik. Meliputi kondisi kerja yang dialami karyawan dalam perusahaan.

3.Tanggung jawab. Merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjadi


pimpinan diri sendiri dan tidak pernah meminta pendapat mengenai
keputusannya dari orang lain. Meliputi kemandirian dalam menyelesaikan
pekerjaan.

4.Pengakuan. Perasaan karyawan diberi imbalan yang layak setelah menyelesaikan


pekerjaannya dengan baik. Meliputi imbalan atau upah yang terima karyawan
setelah menyelesaikan pekerjaan.

5.Dukungan. Merefleksikan perasaan karyawan mengenai kepercayaan dan saling


mendukung yang berlaku dikelompok kerja. Meliputi hubungan dengan rekan kerja
yang lain.

6.Komitmen. Merefleksikan perasaan kebanggaan dan komitmen sebagai anggota


organisasi. Meliputi pemahaman karyawan mengenai tujuan yang ingin dicapai oleh
perusahaan.

Menurut model Pines, iklim kerja sebuah organisasi dapat diukur melalui empat
dimensi sebagai berikut :
1.Dimensi Psikologikal, yaitu meliputi variabel seperti beban kerja, kurang otonomi,
kurang pemenuhan sendiri (self-fulfilment clershif), dan kurang inovasi.

2.Dimensi Struktural, yaitu meliputi variabel seperti fisik, bunyi dan tingkat
keserasian antara keperluan kerja dan struktur fisik.

3.Dimensi Sosial, yaitu meliputi aspek interaksi dengan klien (dari segi kuantitas
dan ciri-ciri permasalahannya), rekan sejawat (tingkat dukungan dan kerja sama),
dan penyelia-penyelia (dukungan dan imbalan).

4.Dimensi Birokratik, yaitu meliputi Undang-undang dan peraturan-peraturan konflik


peranan dan kekaburan peranan.

C. Strategi Menciptakan Iklim Kerja Yang Kondusif

Iklim kerja dapat mepengaruhi motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja. iklim kerja
dapat digolongkan menjadi enam kondisi yaitu: (1) iklim terbuka, (2) iklim bebas,
(3) iklim terkontrol (4) iklim familier (kekeluargaan), (5) iklim parternal, dan (6) iklim
tertutup. Selain itu, iklim kerja yang kondusif mendorong setiap personil yang
terlibat dalam organisasi untuk bertindak dan melakukan yang terbaik yang
mengarah pada prestasi kinerja yang tinggi.

Menurut Siver dalamKomariah dan Triatna, iklim sosial dibentuk oleh hubungan
timbal balik antara perilaku pimpinan dan perilaku pegawai sebagai suatu
kelompok. Perilaku pimpinan dapat mempengaruhi interaksi interpersonal para
pegawai. Dengan demikian dinamika kepemimpinan yang dilakukan pimpinan
dengan kelompok (pegawai) dipandang sebagai kunci untuk memahami variasi
iklim kerja. Interaksi antara perilaku pegawai dan perilaku pimpinanakan
menentukan iklim kerja yang bagaimana yang akan terwujud, iklim kerja yang baik
dan kondusif untuk pencapaian tujuan akan berjalan dengan baik.

Interaksi di dalam organisasi, baik yang lisan maupun yang tertulis mutlak
diperlukan dan akan memberikan dampak proses dan hasil yang positif. Interaksi
semacam ini harus selalu ditingkatkan, karena dapat memotivasi seluruh pegawai
untuk meningkatkan kinerja masing-masing. Kolb, et.al dalam Komariah dan Triatna,
mencatat ada 11 dimensi iklim kerja , yaitu :

1. Struktur tugas, perincian metode yang dipakai untuk melaksanakan tugas


organisasi

2. Hubungan imbalan hukum, tingkat batas pemberian imbalan tambahan seperti


promosi dan kenaikan gaji berdasarkan prestasi dan jasa, bukan pada pertimbangan
lain seperti senioritas dan favoritisme.

3. Sentralisasi keputusan, batasan-batasan keputusan penting yang dipusatkan


pada manajemen level atas
4. Tekanan pada prestasi, keinginan pihak pekerja organisasi untuk melaksanakan
pekerjaan dengan baik dan memberikan sumbangan bagi sasaran kerja organisasi.

5. Tekanan pada latihan dan pengembangan, tingkat ketika organisasi berusaha


meningkatkan prestasi individu melalui kesiapan latihan dan pengembangan yang
cepat

6. Lingkungan kerja yang memberikan keamanan, kenyamanan, kebersihan dan


kelengkapan sarana prasarana.

7. Keterbukaan versus ketertutupan, tingkat ketika orang-orang lebih suka menutupi


kesalahan mereka dan menampilkan diri secara baik dan bekerja sama.

8. Rasa kekeluargaan yang kuat antara civitas organisasi yaitu pimpinan, pegawai/
karyawan.

9. Pengakuan dan umpan balik, tingkat seorang individu mengetahui apa pendapat
atasan dan manajemen terhadap pekerjaannya serta tingkat dukungan mereka atas
dirinya

10. Status dan semangat, perasaan umum diantara individu bahwa organisasi
merupakan tempat kerja yang baik.

11. Kompetensi dan keluwesan organisasi secara umum, tingkat organisasi


mengetahui apa tujuannya dan mengejarnya secara luwes dan kreatif. Termasuk
juga batas organisasi mengantisipasi masalah, mengembangkan metode baru dan
mengembangkan keterampilan baru pada pekerja.

Beberapa indikator yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan iklim kerja


yang kondusif dikemukakan berikut ini.

1. Penataan Lingkungan Fisik Organisasi/Lembaga

1)Perawatan Fasilitas Fisik Salah satu ciri organisasi yang efektif adalah terciptanya
budaya dan iklim organisasi yang menyenangkan sehingga pegawai/karyawan
merasa aman, nyaman, dan tertib di dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini ditandai
dengan fasilitas-fasilitas fisik organsiasi yang terawat dengan baik. Penampilan fisik
organisasi yang selalu bersih, rapi, indah dan nyaman. Hal ini dapat dilihat dari hal-
hal sebagai berikut antara lain:

a.Pekarangan dan lingkungan organisasi yang tertata sedemikian rupa sehingga


memberi kesan asri, teduh, dan nyaman, serta dimanfaatkan untuk menanam
sayuran dan apotik hidup.

b.Adanya pembiasaan-pembiasaan yang bernuansa moral dan akhlak yang


mendorong meningkatnya kecerdasan spritual pegawai, seperti: (1) berdoa sebelum
memulai pekerjaan; (2) menumbuhkan iklim religius dengan membiasakan para
pegawai mengucapkan dan membalas salam setiap bertemu; (3) mengadakan
pengajian secara rutin; (4) mengadakan kebaktian bersama sekali seminggu untuk
pegawai yang beragama kristen.

2) Penataan Ruang Kerja

Kondisi kerja yang menyenangkan perlu diciptakan sehingga tercipta suasana yang
mendorong pegawai untuk melakukan tugasnya sebaik mungkin.. Penggunaan
musik instrumentalia yang lembut dapat lebih menciptakan suasana menyenangkan
dan memberi efek penenteraman emosi.

4) Penggunaan Poster Afirmasi

Poster-poster afirmasi, yaitu poster yang berisi pesan-pesan positif digunakan dan
dipajang di berbagai tempat strategis yang mudah dan dapat selalu dilihat oleh
pegawai. Poster afirmasi ini dapat digunakan untuk mensosialisasikan dan
menanamkan pesan-pesan spiritual kepada seluruh pegawai.

Pesan-pesan spiritual untuk poster afirmasi dapat berupa petikan ayat Al-Quran,
hadist, pesan pujangga, atau puisi-puisi spiritual. Yang perlu diperhatikan, adalah
pengadaan dan penempatan poster afirmasi ini jangan sampai terkesan berlebihan
atau menjadi pesan sloganis belaka.

2. Penataan Lingkungan Sosial Organisasi/Lembaga

1) Penciptaan Keamanan di Lingkungan Organisasi Organisasi yang efektif perlu


memperhatikan keamanan sekitar. Organisasi terbebas dari gangguan keamanan
baik dari dalam maupun dari luar Organisasi. Untuk menjamin keamanan organisasi
maka harus didukung adanya tata tertib organisasi yang menjadi acuan dari semua
Anggota organisasi/pegawai. Tata tertib yang ada dapat terlaksana dengan baik,
apabila didukung oleh seluruh pihak manajemen. Karena itu pimpinan, pegawai,
dan staf harus menjadi model dan teladan untuk penegakan tata tertib dan disiplin.

2) Penciptaan Relasi Kekeluargaan dan Kebersamaan Organisasi menciptakan


suasana kekeluargaan dan kebersamaan antara pimpinan dan karyawan, sehingga
satu sama lain saling berbagi dan memberi bantuan. Iklim interaksi antar pimpinan
dan pegawai dibangun atas dasar prinsip I Thou Relationship bukan hubungan
yang bersifat I-it Relathionsip. Dalam hubungan dengan ciri I Thou Relationship,
setiap individu memandang dan memperlakukan individu lainnya sebagai subjek,
pribadi yang patut dihargai, dihormati, dan memiliki kebutuhan dan kewenangan
sendiri untuk menentukan keputusan dan pilihannya sendiri.

3. Penataan Personil Organisasi

1) Pemberian Ganjaran Positif bagi Karya Terbaik Pegawai Karya-karya cemerlang


pegawai dipajang di ruang kerja atau ruang pimpinan dan diberi ganjaran positif.
Ganjaran hendaknya diberikan sesegera mungkin dan diarahkan untuk memberi
rasa kebanggaaan dan untuk mempertahankan motivasi pegawai yang diberi
ganjaran serta menstimulasi pegawai lainnya untuk menghasilkan prestasi yang
sama. Ganjaran juga dibutuhkan untuk mempertahankan motivasi dan gairah
berprestasi di kalangan pegawai. Ganjaran akan efektif jika diberikan sesegara
mungkin dan dilakukan secara konsisten pada setiap pegawai yang menunjukkan
prestasi.

2) Pengembangan Rasa Memiliki Terhadap Organisasi Organisasi menciptakan rasa


memiliki sehingga pimpinan dan pegawai akan menunjukkan rasa bangga terhadap
organisasi/lembaganya. Setiap anggota organisasi merasa bertanggung jawab
untuk menjaga kondusivitas lingkungan organisasi. Ini bisa dicapai, antara lain
dengan memberi tanggung jawab pengelolaan dan perawatan wilayah tertentu
kepada kelompok - kelompok atau ruang tertentu.

3) Pemberian Jaminan Atas Kemaslahatan Pegawai Kemaslahatan


pegawai/karyawan merupakan kriteria penting yang digunakan dalam pembuatan
keputusan tentang mereka. Setiap keputusan yang dibuat di organisasi hendaknya
memperhatikan kebutuhan, kepentingan, dan kondisi khusus pegawai. Keputusan
yang dibuat hendaknya juga dapat memenuhi prinsip keadilan dan kesetaraan di
kalangan pegawai, termasuk keadilan dan kesetaraan gender, ras, etnis, kelas
sosial, agama, kondisi fisik, ataupun varian-varian latar pegawai lainnya.

4. Penataan Lingkungan Kerja Organisasi

Di antara bentuk penataan lingkungan kerja organisasi ialah pengaturan jadwal


acara dan aktivitas organisasi. Semua aktivitas di organisasi harus dijadwalkan
secara baik, agar kegiatan tersebut tidak terganggu. Sehubungan dengan itu, maka
seluruh kegiatan yang bersifat regular dan yang bersifat insidental perlu
diidentifikasi.

Gaya Kepemimpinan Mempengaruhi Semangat dan


Kepuasan Kerja Pegawai
Kepemimpinan adalah seuatu proses dimana seseorang memimpin, membimbing,
mempengaruhi atau mengontrol pikiran perasaan atau tingkah laku orang lain.
Kepemimpinan adalah masalah relasi dan pengaruh antara pemimpindan yang
dipimpin. Kepemimpinanmuncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksai
otomatis diantara pemimpin dan individu-individu yang dipimpin. Kepemimpinan
bisa berfungsiatas dasar, kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi
dan menggerakan orang-orang guna melakukan sesuatu, demi pencapaian tujuan
tertentu. Sedangkan menurut Walter Nord pengertian kekuasaan itu merupakan
suatu kemampuan mempengaruhi aliran energi dan dana yang tersedia untuk
mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya (Miftah Thoha,
1995).
Kepemimpinan mempunyai beberapa asas-asas adalah sebagai berikut :

1.Kemanusian, mengutamakan sifat-sifat kemanusian, yaitu pembimbingan


manusia oleh manusia untuk mengembangkan potensi dan kemampuan setiap
individu demi tujuan-tujuan human

2.Efisiensi, efisiensi teknis maupun social, berkaitan dengan terbatasnya sumber-


sumber materi dan jumlah manusia adanya prinsip penghematan adanya nilai-nilai
ekonomis serta asas-asas manajemen modern.

3.Kesejahteraan dan kebahagian yang merata, menuju pada taraf kehidupan yang
lebih tinggi.

Adapun 4 gaya kepemimpinan dasar, yaitu:

1.Kekompakan tinggi dan kerja rendah gaya kepemimpinan ini berusaha menjaga
hubungan baik,keakraban dan kekompakan kelompok,tetapi kurang memperhatikan
unsur tercapainya unsure tujuan kelompok atau penyelesaian tugas bersama. Inilah
gaya kepemimpinan dalam perkumpulan social. Rekreatif,yang sebagian besar
ditujukan untuk hubungan antar anggota. Namun gaya ini dapat cocok dan tepat
untuk kelompok yang diwaktu lampau pernah berkembang baik dan efektih, tetapi
menghadapi masalah atau situasi yang memacetkan atau melenyapkan semangat
anggota. Gaya kepemimpinan ini baik untuk mempengaruhi semangat kelompok
dan memotivasi mereka. Gaya kepemimpinan baik juga buat kelompok yang di
waktu lampau kurang mempengaruhi pribadi para anggotanya dan terlalu sibuk
dengan urusan menyelesaikan masalah atau situasi yang menekan, demi
tercapainya tujuan bersama.

2.Kerja tinggi dan kekompakan rendah. Gaya kepemimpinan yang menekankan


penyelesaian tugas dan pencapaian tujuan kelompok. Gaya kepemimpinan ini
menampilkan gaya kepemimpinan yang directif. Gaya kepemimpin ini tepat
digunakan dalam persaingan dagang yang ketat serta dalam militer.

3.Kerja tinggi dan kekompakan tinggi. Gaya kepemimpin yang mengutamakan kerja
dan kekompakan tinggi baik digunakan dalam pembentukan kelompok. Pemimpin
perlu menjadi model untuk kelompok dengan menunjukkan perilaku yang membuat
kelompok efektif dan puas. Tujuan yang sebaiknya dicapai adalah membantu
kelompok menjadi kelompok yang matang, yang mampu menjalankan kedua tugas
kepemimpinan diatas. Gaya kepemimpin ini menjadi tidak cocok dipakai jika tugas
dan kekompakan kelompok telah diselesaikan anggota kelompok dengan baik.

4.Kerja rendah dan kekompakan rendah. Gaya kepemimpinan yang kurang


menekankan penyelesaian tugas dan kekompakan kelompok cocok buat kelompok
yang telah jelas sasaran dan tujuannya. Gaya kepemimpinan ini merupakan gaya
kepemimpinan yang menggairahkan untuk kelompok yang sudah jadi. Gaya
kepemimpina ini tidak cocok digunakan kelompok ytang belum jadi. Gaya
kepemimpinan ini lemah dan tidak akan menghasilkan apapun.

PEMBAHASAN

Kepemimpinan merupakan unsur penting di dalam sebuah perusahaan, sebab tanpa


adanya kepemimpinan dari seorang pemimpin maka suatu perusahaan tersebut
akan mengalami kemunduran. Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku
yang berbeda dalam memimpin atau sering disebut dengan gaya kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi
perilaku orang lain sesuai dengan keinginannya itu dipengaruhi oleh sifat pemimpin
itu sendiri. Pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang baik akan menciptakan
motivasi yang tinggi di dalam diri setiap bawahan, sehingga dengan motivasi
tersebut akan timbul semangat kerja yang dapat meningkatkan kinerja dari
bawahan itu. Sebaliknya, jika kurang adanya peranan kepemimpinan dalam
menciptakan komunikasi yang harmonis serta memberikan pembinaan pegawai,
akan menyebabkan tingkat kinerja pegawai rendah. Demikian halnya dengan
kurangnya motivasi pegawai seperti tidak disiplin masuk kerja, malas-malasan
dalam bekerja akan menyebabkan kinerja pegawai rendah. Motivasi kerja adalah
dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang, baik yang berasal dari dalam dan luar
dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan semangat tinggi menggunakan
semua kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya. Untuk dapat memberikan
hasil kerja yang berkualitas dan berkuantitas maka seorang pegawai membutuhkan
motivasi kerja dalam dirinya yang akan berpengaruh terhadap semangat kerjanya
sehingga meningkatkan kinerjanya.

Sikap para pekerja yang dapat meningkatkan semangat kerja dipengaruhi oleh
bagaimana mereka memandang beberapa faktor adalah sebagai berikut :

1. Organisasi itu sendiri

Organisasi penting mempengaruhi sikap para pekerja terhadap pekerjaan mereka.


Umpamanya reputasi umum organisasi yang tidak menguntungkan dapat
mempengaruhi sikap para pekerja secara buruk atau perusahaan yang tidak dapat
mengantisipasi kecendrungan-kecendrungan pasar sehingga mengalami
kemunduran yang cepat akan mengakibatkan semangat kerja pekerja menurun.

2. Kegiatan-kegiatan mereka

Pekerjaan merupakan hasil dari lingkungan keseluruhan. Hubungan para pekerja


dengan keluarga dan sahabat mereka dapat mempengaruhi perilaku dan sikap
mereka tentang pekerjaan.

3. Sifat pekerjaan

Kerja cenderung menjadi semakin terspesialisasi dan rutin. Banyak jenis pekerjaan
yang menjurus kepada kejenuhan, pemikiran obsesi dan keterasingan.
4. Teman sejawat

Sebagai anggota kelompok, sikap terhadap suatu kondisi kerja dipengaruhi oleh
sikap kolektif kelompok. Suatu kondisi yang secara tiba-tiba bisa mempengaruhi
semangat karena tekana teman-teman sejawat.

5. Kepemimpinan

Tindakan-tindakan manager mempunyai pengaruh yang kuat atas semangat kerja


para karyawan. Manager menentukan suasana dan mempunyai tanggung jawab
utama untuk menetapkan iklim yang sehat.

6. Konsep tentang diri

Konsep diri para pekerja cederung mempengaruhi sikap mereka terhadap


lingkungan organisasi. Orang-orang yang tidak memiliki kepercayaan diri atau
menderita cacat fisik atau mental sering menimbulkan problem-problem moral.
Oleh karena konsep pekerjaan itu sendiri yaitu bagaimana mereka melihat diri
sendiri sangat mempengaruhi sikap terhadap pekerjaan.

7. Keperluan-keperluan pribadi

Terpenuhinya keperluan pribadi akan meningkatkan semangat kerja mereka.


Lingkungan kerja yang menyenangkan merupakan sumber pembentuk semangat
kerja yang tinggi.

Salah satu peran kepemimpinan yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin
adalah peran membangkitkan semangat kerja. Peran ini dapat dijalankan dengan
cara memberikan pujian dan dukungan. Pujian dapat diberikan dalam bentuk
penghargaan dan insentif. Penghargaan adalah bentuk pujian yang tidak berbentuk
uang, sementara insentif adalah pujian yang berbentuk uang atau benda yang
dapat kuantifikasi. Pemberian insentif hendaknya didasarkan pada aturan yang
sudah disepakati bersama dantransparan. Insentif akan efektifdalam peningkatan
semangat kerja jika diberikan secara tepat, artinya sesuai dengan tingkat
kebutuhan karyawan yang diberi insentif, dan disampaikan oleh pimpinan tertinggi
dalam organisasi , serta diberikan dalam suatu event khusus. Peran
membangkitkan semangat kerja dalam bentuk memberikan dukungan, bisa
dilakukan melalui kata-kata , baik langsung maupun tidak langsung, dalam kalimat-
kalimat yang sugestif. Dukungan juga dapat diberikan dalam bentuk peningkatan
atau penambahan sarana kerja, penambahan staf yag berkualitas, perbaikan
lingkungan kerja.

Ada enam tindakan yang dapat diambil oleh pemimpin untuk memperoleh
semangat kerja dan kepuasan yang tinggi dari para bawahannya, diantaranya
adalah

1.Memberitahukan kepada tiap pekerja bagaimana koduite atau keadaanya


2.Membicarakan kepada para tenaga kerja lebih dahulu tentang perubahan-
perubahan yang akan terjadi pada dirinya

3.Menggunakan kemampuan setiap orang dengan sebaik-baiknya

4.Menurut cara penempatan tenaga kerja dan melaksanakan aturang dengan adil

5.Memberikan dukungan bisa dalam bentuk pujian atau penghargaan.

6.Tingkat gaji yang diperoleh pegawai

PENUTUP

Seorang pemimpin dalam perusahaan atau dalam organisasi merupakan salah satu
ujung tombak dalam keberhasialan suatu perusahaan. Pemimpin mempunyai
karakter gaya kempimpian yang berbeda beda, ada gaya kepimpinan yang otoriter,
gaya kepemimpinan demokratis, dank pemimpinan yang bebas. Pemimpin suatu
unsur penting dan sangat mempengaruhi kinerja, motivasi dan kepuasan kerja.
Kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap
khusus terhadap factor-faktor pekerjaan penyesuaian diri dan hubungan social
(individu diluar kerja). Ada dua teori yang dapat menguatkan tentang kepuasan
kerja pegawai, yaitu teori Pemuas dan factor lingkunga. Teori pemuas meliputi
prestasi, pengakuan atas hasil pekerjaan yang menarik, tanggung jawan dan
perasaan maju dan berkembang. Sedangkan faktor lingkungan seperti supervisi
hubungan dengan supervisor, hubungan antar manusia, gaji, rasa aman dalam
bekerja dan kondisi kerja dan status.

Anda mungkin juga menyukai