Anda di halaman 1dari 3

Perbedaan Antara Landasan Teori dan Kajian Pustaka

dalam Penelitian Kualitatif


Posted by Didi Pramono on 11:02 with 1 comment
Seseorang yang hendak memahami apa itu landasan teori, sebelumnya perlu
memahami terlebih dahulu apa itu teori. Snelbecker (dalam Moleong, 2004: 57)
mendefinisikan teori sebagai seperangkat proposisi yang berinteraksi (mengikuti
aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis dengan sesuatu yang lain yang
didasarkan atas dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk
meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. Masih dalam Moleong, Marx
dan Goodson menyatakan bahwa teori adalah aturan yang menjelaskan proposisi atau
seperangkat proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah dan terdiri
atas representasi simbolik dari: 1) hubungan-hubungan yang dapat diamati; 2)
mekanisme dan struktur yang dapat diperkirakan; 3) hubungan-hubungan yang
disimpulkan serta manifestasi hubungan empiris.
Salim (2007: 6) menjelaskan bahwa teori itu ibarat sebuah bangunan ide yang
membuat seseorang ilmuan bisa menjelaskan mengapa suatu peristiwa bisa terjadi.
Teori menjelaskan fenomena secara sistematik, komprehensif, lebih dipandu dan
dibatasi dengan aturan-aturan, dan dilakukan dengan penuh kesadaran (selfconcious). Ditambahkan oleh Turner (dalam Salim, 2007: 6), ia merumuskan bahwa
teori dibangun sebagai kegiatan aktual yang dikenal sebagai ilmu pengetahuan, untuk
mencapai tiga tujuan utamanya, yaitu: 1) mengklasifikasikan dan mengorganisasikan
peristiwa di dunia sehingga peristiwa tersebut dapat ditempatkan pada perspektif
tertentu; 2) untuk menjelaskan sebab terjadinya peristiwa masa lampau dan
meramalkan bilamana, dimana, dan bagaimana peristiwa di masa mendatang akan
terjadi; dan 3) untuk menawarkan sebuah pengertian secara memuaskan mengenai
pertanyaan mengapa dan bagaimana peristiwa itu dapat terjadi.
Menurut Mullins (dalam Salim, 2006: 67) teori adalah kelompok ide yang memiliki
hubungan dan mengandung tiga kebenaran, yakni: 1) konsep-konsep yang digunakan
untuk membahas daerah permasalahan; 2) peubah apa yang dipercaya sebagai sumber
potensial untuk menggambarkan masalah; dan 3) mengapa memilih ide dan asumsi
tertentu untuk membahas masalah.
Berangkat dari pemahaman tentang teori, dapat diambil benang merah bahwa
landasan teori adalah seperangkat teori/abstraksi atas fakta, yang relevan dengan
permasalahan
yang
sedang
diteliti
sehingga
dijadikan
landasan/dasar/pedoman/acuan/pisau analisis untuk membedah dan menjelaskan
fakta-fakta sosial tersebut.
Berbeda dengan teori, kajian pustaka mendasarkan dirinya pada hasil-hasil penelitian
terdahulu yang relevan dengan masalah yang sedang dikaji oleh peneliti. Hasil-hasil

penelitian terdahulu dijadikan referensi untuk menentukan topik permasalahan, arah


dan tujuan penelitian. Selain itu, tinjauan pustaka juga penting untuk menentukan
kedudukan hasil penelitian terhadap penelitian-penelitian terdahulu. Kedudukan
penelitian ini nantinya akan menentukan bobot penelitian, apakah hasil penelitian
bersifat penyempurna, pelengkap, pembanding, pengembangan, atau uji ulang
terhadap penelitian sebelumnya.
Pemahaman lebih lanjut mengenai landasan teori dapat ditelaah dalam buku yang
disusun oleh Bagong Suyanto (2012), yang berjudul Anak Perempuan yang Dilacurkan:
Korban Eksploitasi di Industri Seksual Komersial, penerbit Graha Ilmu-Yogyakarta.
Buku ini secara tegas membedakan antara landasan teori dan kajian pustaka. Dalam
BAB II dijelaskan secara panjang lebar tentang teori yang digunakan untuk
menganalisis fenomena pelacuran anak. Teori yang digunakan adalah teori kritis. Teori
kritis adalah sebuah teori kekinian yang merupakan kritik atas teori-teori sebelumnya,
khususnya teori positivisme, yang memahami fakta hanyalah sebuah realita sosial yang
cukup untuk dijelaskan. Teori kritis hadir untuk memahami fakta sosial sebagai
keadaan yang tidak seimbang, terutama dalam hal determinisme ekonomi, sosial, dan
budaya. Teori kritis memandang perlu adanya keberpihakan untuk membebaskan
masyarakat dari situasi saat ini, situasi yang dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar
dan memang seperti itulah seharusnya dunia ini berjalan. Teori kritis berangkat dari
kesadaran individual untuk membongkar status quo, kemapanan, dan penindasan.
Terkait dengan penelitian tentang anak yang dilacurkan, analisi teori kritis
memandang bahwa tidak semestinya anak diperlakukan demikian, dieksploitasi dalam
industri seksual komersial. Individu memiliki tingkat perkembangan psikologis yang
perlu dilalui secara wajar, bukan melampaui apa yang seharusnya terjadi. Pelibatan
anak, perempuan pada umumnya, merupakan kejahatan kemanusiaan terburuk yang
perlu segera diatasi. Penyakit-penyakit sosial seyogyanya mendapatkan prioritas
dalam penanggulangannya dengan sesegera mungkin.
BAB III buku ini menjelaskan tentang penelitian-penelitian terdahulu tentang anak
yang dilacurkan. Secara tersurat disebutkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Tjahjo Purnomo dan Ashadi Siregar (1984), Gognon (1968), Noeleen Heyzer (1986),
Rowbotan (1973), Truong (1992), Ratna Saptari (1997), Sachiyo Hamato (2000),
Koentjoro (2004), Julia OConnell Davidson (2002), Than-Dam Truong (1990) dan lain
sebagainya. Secara garis besar, hasil penelitian-penelitian tokoh-tokoh tersebut
menjelaskan tentang apa itu prostitusi, tipe-tipe pelacur, faktor-faktor yang
mempengaruhi keterlibatan perempuan, tingkat resiko yang harus ditanggung, proses
menjadi pelacur, pemikiran-pemikiran feminis tentang pelacuran, dampak-dampak
prostitusi, dan lain sebagainya.
Yang perlu digarisbawahi adalah, penulis memberikan gambaran mengenai posisi
penelitian yang telah dilakukannya terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu.
Dilanjutkan penulis menentukan arah dan tujuan penelitiannya. Seperti dinyatakan
oleh penulis, dalam hal ini Bagong Suyanto menyatakan bahwa ada tiga alasan
penelitian ini perlu dilakukan, yakni: 1) pelibatan anak perempuan dibawah umur

dalam insdustri seksual komersial adalah salah satu bentuk pekerjaan terburuk yang
dalam Konvensi ILO Nomor 182 tentang Tindakan Segera untuk Menghapuskan dan
Mengurangi Bentuk-Bentuk Terburuk Pekerja Anak jelas-jelas dilarang dan harus
dihapuskan; 2) pelibatan anak perempuan dalam bisnis prostitusi termasuk tindakan
kejahatan kemanusiaan yang sama sekali bertentangan dengan upaya perlindungan
hak anak; 3) studi yang mencoba mengkaji bentuk-bentuk eksploitasi anak perempuan
dalam industri seksual komersial, khususnya dari perspektif teori kritis sebagaimana
dilakukan dalam penelitian ini tampaknya belum banyak, bahkan mungkin belum
pernah dilakukan (Suyanto, 2012: 1).

Anda mungkin juga menyukai