Abstrak
Pendahuluan
Indonesia adalah suatu daerah pada Asia Tenggara yg termasuk dalam kategori Negara
yang sedang berkembang. Pada perkembangannya tersebut, pemerintah tengah gencar
melaksanakan pembangunan nasional yang bersifat multidimensional atau meliputi aneka
macam aspek. Tetapi, dalam perkembangannya antara kegiatan ekonomi dan lingkungan terjadi
ketidakseimbangan. Pembangunan ekonomi cenderung mengarah pada pendayagunaan terhadap
sumber daya alam. Lingkungan yang semakin rusak, sedikit demi sedikit mulai dirasakan
dampaknya oleh rakyat dunia. Aneka macam forum internasional diadakan untuk membahas
problem tadi, keliru satunya adalah Konferensi Pembangunan Berkelanjutan PBB Rio+20 yang
berlokasi pada Rio de Jeneiro, Brasil yang membentuk 2 tema akbar, yaitu Green Economy serta
kerangka institusi untuk pembangunan berkelanjutan.1
Ekonomi hijau pertama kali diperkenalkan oleh Pearce et al. pada tahun 1989 sebagai
tanggapan terhadap kurangnya penghargaan terhadap biaya lingkungan dan sosial dalam sistem
harga saat ini. Sejak itu, konsep ekonomi hijau diperluas. Ekonomi hijau didefinisikan oleh
UNEP (United Nations Environment Programme) sebagai salah satu hal yang menghasilkan
peningkatan kesejahteraan dan keadilan sosial, yang secara signifikan mengurangi risiko
lingkungan dan kelangkaan ekologis. Ekonomi hijau dapat secara sederhana didefinisikan
sebagai ekonomi yang rendah karbon, efisien sumber daya dan inklusif secara sosial. UNEP
menekankan pada pelestarian modal alam, yang meliputi ekosistem dan sumber daya alam.
Bappenas pada tahun 2014 mendiskusikan tentang Pembangunan Berkelanjutan sebagai agenda
utama pemerintah menyusun sebuah dokumen yang berjudul “Prakarsa Strategis Pengembangan
Konsep Green Economy”. Dalam dokumen ini ekonomi hijau diartikan dengan Ekonomi yang terus
tumbuh dan memberikan lapangan kerja serta mengurangi kemiskinan, tanpa mengabaikan
perlindungan lingkungan, khususnya fungsi ekosistem dan keragaman hayati, serta mengutamakan
keadilan sosial.
Metode
Dalam melakukan penulisan artikel, penulis melakukan pengumpulan data
menggunakan metode studi literatur. Yang dimaksud penelitian kepustakaan atau studi literatur
adalah penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk hasil penelitian
baik yang telah maupun yang belum dipublikasikan. Memperoleh informasi dari berbagai
sumber seperti website dan karya-karya ilmiah yang telah dipublikasi sebelumnya. Fokus kajian
yang akan di analisis adalah bagaimana pihak-pihak terkait dalam hal ini pemerintah daerah,
stakeholer dan masyarakat lokal mengelola dan mengembangkan ekonomi hijau Petungkriyono.
Kecamatan Petungkriyono adalah salah satu kawasan yang mengebangkan Green Economy atau
ekonomi hijau. Petungkriyono punya banyak alasan untuk menjadi perhatian kita semua. Irma
Damayanti dkk (2018) menyatakan bahwa Petungkriyono paling tidak mempunyai 3 aspek yang
menarik untuk kita perhatikan, yaitu: hutan dan keanekargaman hayatinya, peninggalan
arkeologis dan juga fenomena bentang alam yang indah. Hal inilah yang menjadi daya tarik
kedatangan wisatawan di Petungkriyono yang juga menjadi salah satu penggerak ekonomi
masyarakat Petungkriyono. Daya tarik kedatangan wisatawan di Petungkriyono yang juga
menjadi salah satu penggerak ekonomi masyarakat Petungkriyono.
Pada tahun 2014, Badan Lingkungan Dunia, UNEP (United Nation Environments Programme)
menerbitkan sebuah dokumen dengan judul A GUIDANCE MANUAL FOR GREEN ECONOMY
INDICATORS yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan ekonomi hijau. Dalam dokumen
tersebut disebutkan bahwa penting pada fase awal pengembangan Ekonomi Hijau untuk mengidentifikasi
berbagai isu kritis dalam sebuah wilayah yang mengancam kelestarian atau keberlanjutan dalam
perspektif sosial, lingkungan hidup maupun ekonomi.
Di wilayah Petungkriyono, terdapat 4 isu yang dapat dianggap krusial, yaitu pengembangan wisata alam,
pegelolaan kawasan hutan,sistem sanitasi warga, dan pertanian intensif. Dengan adanya isu tersebut maka
menetapkan beberapa indikator yang dapat dikaitkan dengan sebuah strategi untuk
mengontrol/mengendalikan dinamika dari isu-isu kritis yang telah kita pilih. Dengan memperhatikan
dampak atau resiko yang telah kita analisis untuk masing-masing isu kritis, kita dapat memilih beberapa
indikator untuk mengidentifikasi kemunculan dari resiko-resiko tersebut. Berikut ini adalah beberapa
alternatif indikator yang dapat dipilih kiranya oleh berbagai pihak untuk mengontrol dinamika dari isu-isu
kritis di wilayah Petungkriyono:
Tabel Alternatif Indikator Untuk Mengontrol Dinamika dari Isu-isu Kritis di wilayah Petungkriyono
Dari analisis yang dilakukan diatas banyak sekali indikator yang perlu kita perhatikan atau kita
kendalikan untuk mengembangkan ekonomi hijau. Tentu pengendalian ini memerlukan
sumberdaya. Jika tersedia cukup sumberdaya maka alangkah baiknya jika beberapa indikator
diatas dapat kita kendalikan secara keseluruhan. Namun jika tidak maka kita dapat memilih
beberapa indikator kunci saja. Berdasarkan pengertian tersebut kiranya dapat kita ambil prinsip
dasar dari pengembangan hijau di Petungkriyono , yaitu penciptaan lapangan kerja dan
pengurangan kemiskinan, perlindungan lingkungan dan keanekaragaman hayati, dan
keadilan sosial.