Anda di halaman 1dari 5

GREEN ECONOMY : Ekonomi Kreatif, Alternatif Solusi Atasi Krisis Lingkungan

Khoirum Rodhiatul Ifa


Program Studi Magister Ekonomi Syariah, UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan
khoirumifa98@gmail.com

Abstrak

Pendahuluan
Indonesia adalah suatu daerah pada Asia Tenggara yg termasuk dalam kategori Negara
yang sedang berkembang. Pada perkembangannya tersebut, pemerintah tengah gencar
melaksanakan pembangunan nasional yang bersifat multidimensional atau meliputi aneka
macam aspek. Tetapi, dalam perkembangannya antara kegiatan ekonomi dan lingkungan terjadi
ketidakseimbangan. Pembangunan ekonomi cenderung mengarah pada pendayagunaan terhadap
sumber daya alam. Lingkungan yang semakin rusak, sedikit demi sedikit mulai dirasakan
dampaknya oleh rakyat dunia. Aneka macam forum internasional diadakan untuk membahas
problem tadi, keliru satunya adalah Konferensi Pembangunan Berkelanjutan PBB Rio+20 yang
berlokasi pada Rio de Jeneiro, Brasil yang membentuk 2 tema akbar, yaitu Green Economy serta
kerangka institusi untuk pembangunan berkelanjutan.1
Ekonomi hijau pertama kali diperkenalkan oleh Pearce et al. pada tahun 1989 sebagai
tanggapan terhadap kurangnya penghargaan terhadap biaya lingkungan dan sosial dalam sistem
harga saat ini. Sejak itu, konsep ekonomi hijau diperluas. Ekonomi hijau didefinisikan oleh
UNEP (United Nations Environment Programme) sebagai salah satu hal yang menghasilkan
peningkatan kesejahteraan dan keadilan sosial, yang secara signifikan mengurangi risiko
lingkungan dan kelangkaan ekologis. Ekonomi hijau dapat secara sederhana didefinisikan
sebagai ekonomi yang rendah karbon, efisien sumber daya dan inklusif secara sosial. UNEP
menekankan pada pelestarian modal alam, yang meliputi ekosistem dan sumber daya alam.
Bappenas pada tahun 2014 mendiskusikan tentang Pembangunan Berkelanjutan sebagai agenda
utama pemerintah menyusun sebuah dokumen yang berjudul “Prakarsa Strategis Pengembangan
Konsep Green Economy”. Dalam dokumen ini ekonomi hijau diartikan dengan Ekonomi yang terus
tumbuh dan memberikan lapangan kerja serta mengurangi kemiskinan, tanpa mengabaikan
perlindungan lingkungan, khususnya fungsi ekosistem dan keragaman hayati, serta mengutamakan
keadilan sosial.

Green Economy umumnya dikaitkan dengan pembangunan berkelanjutan. Saat ini,


pembangunan berkelanjutan merupakan target capaian global yang secara kolektif ingin dicapai
setiap negara lewat program SDGs (Sustainable Development Goals). Dengan demikian,
membahas konsep dan eksistensi Green economy perlu terus dilakukan dalam upaya mencapai
pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan artinya pembangunan saat ini tidak
mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam membangun dan memenuhi kebutuhan
hidup mereka. Singkatnya, pembangunan tidak merusak kelestarian alam. (
1
Wilayah waktu ini yang gencar-gencar pada pengembangan ekonomi hijau yaitu
Kecamatan Petungkriyono. Pada kurun 10 tahun belakangan Petungkriyono sebagai
perbincangan hangat di masyarakat Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Kecamatan
Petungkriyono terletak di Kabupaten Pekalongan merupakan wilayah kecamatan yg mempunyai
tutupan hutan yg masih hijau, hawa sejuk dan air sungai yang masih mengalir jernih.
Petungkriyono juga dikenal sebagai Produsen kopi yang enak, baik berasal jenis robusta juga
arabica. lalu dalam perkembangannya Petungkriyono banyak dikunjungi masyarakat, khususya
generasi belia yang ingin berwisata, mengunjungi obyek-obyek alam seperti air terjun atau
melakukan kegiatan wisata air mirip water tubing.
Kecamatan Petungkriyono juga memiliki hutan hujan tropis dataran tinggi menggunakan
keanekaragaman biologi serta menjadi daerah asal dari beberapa satwa langka, dan mempunyai
sungai yg bisa dijadikan sebagai eco adventure. dengan kondisi bentang alam tadi, Kecamatan
Petungkriyono memiliki potensi besar buat dimanfaatkan menjadi kawasan ekowisata.
Pengelolaan Ekowisata di Petungkriyono sedang dikembangkan secara perlahan. Seiring
menggunakan perkembangan pola pikir serta kebutuhan rakyat, wisata alam yg dikombinasi
menggunakan kiprah dan rakyat dalam kebudayaan dan sosial kemasyarakatan cenderung lebih
diminati
Hingga saat ini masyarakat sudah mengelola lebih dari 10 obyek wisata pada
Petungkriyono. Obyek tersebut dikelola oleh warga secara eksklusif, atau melalui BUMDES
serta Pokdarwis. Beberapa obyek juga mendapatkan dukungan asal Dinas Pariwisata Kabupaten
Pekalongan. Berkembangnya obyek wisata yang dikelola rakyat dan besarnya jumlah
pengunjung pada Petungkriyono menarik perhatian investor berasal luar. Pemerintah Kabupaten
pun mulai menyusun planning buat memajukan pariwisata di kawasan ini.
Upaya memajukan pariwisata pada Petungkriyono oleh berbagai pihak patut buat
diapresiasi. namun ada beberapa hal yang berdasarkan hasil diskusi para pihak dikhawatirkan
menjadi akibat negatif dari pengembangan wisata ini. Dampak tersebut berupa peningkatan
volume sampah pada lahan maupun pada aliran sungai dan terbukanya tutupan hutan yang
artinya tempat asli satwa endemik akibat pelebaran jalan juga pembangunan infrastruktur wisata
lainnya. Untuk itu, Relung Indonesia bersama dengan Yayasan Swaraowa mengusung Program
Pengembangan Ekonomi Hijau di Petungkriyono.
Ekonomi Hijau yang dimaksud pada hal ini merupakan sebuah gagasan yang terkait
dengan berbagai upaya berbagi kesejahteraan rakyat di sekitar kawasan dengan berpegang di
prinsip kehati-hatian terhadap resiko penurunan kualitas lingkungan hidup serta kehidupan
sosial masyarakat. Dalam konteks ini maka perlu dianalisa berbagai aspek yang terkait dengan
implementasi atau pengembangan berasal gagasan wacana ekonomi hijau itu sendiri. Beberapa
aspek yg dapat dikaji atau dianalisa terkait dengan pengembangan gagasasan ekonomi hijau ini
paling meliputi aspek potensi serta peluang yg terdapat serta juga duduk perkara-dilema yang
dianggap akan menghambat berasal pengembangan ekonomi hijau sendiri.

Metode
Dalam melakukan penulisan artikel, penulis melakukan pengumpulan data
menggunakan metode studi literatur. Yang dimaksud penelitian kepustakaan atau studi literatur
adalah penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk hasil penelitian
baik yang telah maupun yang belum dipublikasikan. Memperoleh informasi dari berbagai
sumber seperti website dan karya-karya ilmiah yang telah dipublikasi sebelumnya. Fokus kajian
yang akan di analisis adalah bagaimana pihak-pihak terkait dalam hal ini pemerintah daerah,
stakeholer dan masyarakat lokal mengelola dan mengembangkan ekonomi hijau Petungkriyono.

Hasil dan Pembahasan

Konsep ekonomi hijau melengkapi konsep pembangunan berkelanjutan. Sebagaimana diketahui


prinsip utama dari pembangunan berkelanjutan adalah “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa
mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”. Sehingga dapat dikatakan bahwa
ekonomi hijau merupakan motor utama pembangunan berkelanjutan. Pola hidup masyarakat
modern telah membuat pembangunan sangat eksploitatif terhadap sumber daya alam dan
mengancam kehidupan. Pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan produksi terbukti
membuahkan perbaikan ekonomi, tetapi gagal di bidang sosial dan lingkungan. Sebagai contoh,
meningkatnya emisi gas rumah kaca, berkurangnya areal hutan serta musnahnya berbagai spesies
dan keanekaragaman hayati. Di samping itu adalah ketimpangan rata-rata pendapatan penduduk
negara kaya dengan negara miskin.

Kecamatan Petungkriyono adalah salah satu kawasan yang mengebangkan Green Economy atau
ekonomi hijau. Petungkriyono punya banyak alasan untuk menjadi perhatian kita semua. Irma
Damayanti dkk (2018) menyatakan bahwa Petungkriyono paling tidak mempunyai 3 aspek yang
menarik untuk kita perhatikan, yaitu: hutan dan keanekargaman hayatinya, peninggalan
arkeologis dan juga fenomena bentang alam yang indah. Hal inilah yang menjadi daya tarik
kedatangan wisatawan di Petungkriyono yang juga menjadi salah satu penggerak ekonomi
masyarakat Petungkriyono. Daya tarik kedatangan wisatawan di Petungkriyono yang juga
menjadi salah satu penggerak ekonomi masyarakat Petungkriyono.
Pada tahun 2014, Badan Lingkungan Dunia, UNEP (United Nation Environments Programme)
menerbitkan sebuah dokumen dengan judul A GUIDANCE MANUAL FOR GREEN ECONOMY
INDICATORS yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan ekonomi hijau. Dalam dokumen
tersebut disebutkan bahwa penting pada fase awal pengembangan Ekonomi Hijau untuk mengidentifikasi
berbagai isu kritis dalam sebuah wilayah yang mengancam kelestarian atau keberlanjutan dalam
perspektif sosial, lingkungan hidup maupun ekonomi.

Di wilayah Petungkriyono, terdapat 4 isu yang dapat dianggap krusial, yaitu pengembangan wisata alam,
pegelolaan kawasan hutan,sistem sanitasi warga, dan pertanian intensif. Dengan adanya isu tersebut maka
menetapkan beberapa indikator yang dapat dikaitkan dengan sebuah strategi untuk
mengontrol/mengendalikan dinamika dari isu-isu kritis yang telah kita pilih. Dengan memperhatikan
dampak atau resiko yang telah kita analisis untuk masing-masing isu kritis, kita dapat memilih beberapa
indikator untuk mengidentifikasi kemunculan dari resiko-resiko tersebut. Berikut ini adalah beberapa
alternatif indikator yang dapat dipilih kiranya oleh berbagai pihak untuk mengontrol dinamika dari isu-isu
kritis di wilayah Petungkriyono:
Tabel Alternatif Indikator Untuk Mengontrol Dinamika dari Isu-isu Kritis di wilayah Petungkriyono

Dari analisis yang dilakukan diatas banyak sekali indikator yang perlu kita perhatikan atau kita
kendalikan untuk mengembangkan ekonomi hijau. Tentu pengendalian ini memerlukan
sumberdaya. Jika tersedia cukup sumberdaya maka alangkah baiknya jika beberapa indikator
diatas dapat kita kendalikan secara keseluruhan. Namun jika tidak maka kita dapat memilih
beberapa indikator kunci saja. Berdasarkan pengertian tersebut kiranya dapat kita ambil prinsip
dasar dari pengembangan hijau di Petungkriyono , yaitu penciptaan lapangan kerja dan
pengurangan kemiskinan, perlindungan lingkungan dan keanekaragaman hayati, dan
keadilan sosial.

Anda mungkin juga menyukai