Anda di halaman 1dari 3

NAMA : KADEK ANDIKA WILLYANA

NPM :1903542010064

KELAS : AGRIBISNIS II B

SUBAK SEBAGAI WARISAN BUDAYA DUNIA

Subak adalah kata yang berasal dari bahasa Bali. Kata tersebut pertama kali muncul dalam
prasasti Pandak Bandung yang berangka tahun 1072 M. Kata subak tersebut mengacu kepada
sebuah lembaga sosial dan keagamaan yang unik, mempunyai pengaturan tersendiri, asosiasi-
asosiasi demokratis dari petani dalam mengatur penggunaan air irigasi untuk pertumbuhan
padi. Subak bagi masayarakat Bali bukan hanya sekedar sistem irigasi, melainkan juga
merupakan filosofi kehidupan bagi rakyat Bali itu sendiri. Dalam pandangan masyarakat
Bali, Subak adalah cerminan langsung dari filosofi dalam agama Hindu Tri Hita Karana (tiga
penyebab kebaikan), yang mempromosikan hubungan yang harmonis antara individu dengan
alam semangat (parahyangan), dunia manusia (pawongan), dan alam (palemahan). Sebagai
suatu sistem pengaturan hidup bersama, Subak mampu bertahan selama satu abad lebih
karena masyarakatnya setia kepada tradisi leluhur. Pembagian air dilakukan secara adil,
segala masalah dibicarakan bersama, bahkan sampai penetapan waktu tanam dan jenis
padinya. Sanksi terhadap segala bentuk pelanggaran akan ditentukan sendiri oleh warga
melalui upacara yang dilakukan di pura. Harmonisasi kehidupan inilah yang menjadi kunci
lestarinya budaya Subak.

Organisasi pendidikan, Ilmu pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) akhirnya


mengakui Subak di Bali sebagai Warisan Budaya dunia. Pengakuan tersebut terwujud setelah
perjuangan pemerintah Indonesia selama 12 tahun. Pengusulan untuk kategori ini bukan lah
perkara yang mudah karena diperlukan penelitian mendalam melalui pendekatan multi
disiplin ilmu seperti arkeologi, antropologi, arsitektur lansekap, geografi, ilmu lingkungan,
dan beberapa ilmu terkait lainnya. Pada tanggal 29 Juni 2012 dalam sidang ke-36 Komite
Warisan Dunia UNESCO di kota Saint Peterburg, Federasi Rusia, pengusulan Subak sebagai
Warisan Budaya Dunia telah disetujui dan ditetapkan. Penetapan sebagai Warisan Budaya
Dunia ini disambut baik oleh masyarakat dan pemerintah Bali.Sesuai dengan pengajuannya,
Subak di Bali yang memiliki luas sekitar 20.000 ha terdiri atas subak yang berada di lima
kabupaten, yaitu kabupaten Bangli, Gianyar, Badung, Buleleng, dan Tabanan.
Menurut rencana, penetapan terhadap pengakuan tersebut akan dilakukan UNESCO di St.
Petersburg, Rusia, pada 20 Juni mendatang. Kepala Dinas Kebudayaan Bali Ketut Suastika
saat ditemui VOA di Denpasar Bali pada Senin siang mengungkapkan Subak masuk dalam
dalam dua kategori warisan budaya dunia. Kategori pertama adalah warisan budaya benda
dengan Pura Subak, sawah dan sistem irigasinya. Kategori kedua adalah warisan budaya tak
benda dengan nilai-nilai sosial dan semangat gotong royong yang terdapat dalam subak.
Menurut Suastika, sebagai bentuk keseriusan Bali dalam menjaga Subak, pemerintah daerah
Bali kini sedang mempersiapkan peraturan daerah (perda) terkait perlindungan lahan
pertanian. Suastika juga mengakui kini sedang mempersiapkan badan pengelola warisan
budaya dunia yang nantinya bertugas melakukan evaluasi dalam upaya pelestarian Subak.
Selain itu pemerintah provinsi Bali juga mempersiapkan insentif bagi masyarakat yang
lahanya masuk dalam kawasan perlindungan lahan Subak.

Subak, yang merupakan sistem irigasi tradisional di Bali menjadi Google Doodle pada
tanggal 29 Juni 2020. Subak, telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia.

Kontribusi subak:

• Bali dianggap sebagai salah satu daerah penghasil padi paling produktif di negara ini.
Rahasia untuk keunggulan Bali dalam menghasilkan beras berkualitas tinggi adalah pada
sistem irigasi kuno untuk mengairi sawah mereka, yang disebut dengan subak.

• Dipandu oleh nilai-nilai kearifan lokal, agama dan budaya; serta dikombinasikan dengan
teknik yang kompleks dan prinsip yang mengedepankan kesejahteraan sosial, subak kini telah
menjadi salah satu warisan budaya Dunia yang ditetapkan oleh UNESCO.

• Bagi masyarakat Bali, subak tidak hanya sekadar sistem irigasi, tetapi juga merupakan
konsep kehidupan bagi rakyat Bali itu sendiri. Dalam pandangan rakyat Bali, subak adalah
gambaran langsung dari filosofi Tri Hita Karana tersebut.

• Sebagai suatu metode penataan hidup bersama, subak mampu bertahan selama lebih dari
satu abad karena masyarakatnya taat kepada tradisi leluhur.

• Pembagian air dilakukan secara adil dan merata, segala masalah dibicarakan dan
dipecahkan bersama, bahkan penetapan waktu menanam dan penentuan jenis padi yang
ditanam pun dilakukan bersama.
• Sanksi terhadap berbagai bentuk pelanggaran akan ditentukan sendiri oleh warga melalui
upacara atau ritual yang dilaksanakan di pura. Harmonisasi kehidupan seperti inilah yang
melestarikan budaya subak di pulau dewata.

Masalah yang masih mengancam:

• Alih lahan pertanian menjadi salah satu ancaman bagi area persawahan subak di Bali,
khususnya sawah dengan sistem subak yang telah menjadi Warisan Dunia.

• Ditetapkannya subak sebagai Warisan Dunia, juga telah mendatangkan keuntungan bagi
warga sekitar, namun seperti di Jatiluwih, pemerataan ekonomi tidak terjadi. Padahal di
subak Jatiluwih didukung oleh 19 subak lainnya, namun masyarakat di subak penyangga
tidak mendapatkan manfaat yang sama.

• Wisatawan yang datang juga telah mengotori saluran air irigasi dengan sampah plastik,
akibatnya musim panas sampah mengendap di saluran, dan sewaktu musim hujan sampah itu
terbawa hingga ke sawah.

Solusi:

• Petani disarankan untuk tetap memperhatikan konservasi sumber daya alam dan prinsip Tri
Hita Karana.

• Pemerintah daerah setempat perlu diminta agar mengeluarkan aturan untuk melarang
adanya alih fungsi lahan.

• Refleksi Subak melalui pengaturan pembagian air yang teratur dan seimbang, yaitu menjaga
ekosistem melalui organisasi subak dan persembahan rasa syukur pada Sang Pencipta
dilaksanakan pada pura yang ditempatkan di area-area tertentu dalam kawasan.

Anda mungkin juga menyukai