Anda di halaman 1dari 15

e-ISSN: 2615-6628

Vol.12 No.1 Desember 2018 p-ISSN: 1411-7176

SISTEM SUBAK UNTUK PENGEMBANGAN LINGKUNGAN


YANG BERLANDASKAN TRI HITA KARANA
Wayan Windia1, I Ketut Suamba2, Sumiyati3, Wayan Tika4
1Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana

2Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Udayana

3,4Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Denpasar, Bali

wayanwindia@ymail.com; suamba_unud@yahoo.co.id; sumiyatiftpunud@gmail.com;


wayantikaftp@gmail.com

ABSTRAK

Subak di Bali memiliki berbagai kearifan. Diantaranya kearifan ekologis.


Kearifan ekologis subak pada dasarnya berlandaskan pada filsafat yang
diterapkannya yakni Tri Hita Karana (THK). Pengakuan UNESCO terhadap subak
sebagai warisan budaya dunia pada prinsipnya disebabkan karena subak
menerapkan secara langsung filsafat hidup THK tersebut. Adapun komponen THK
itu adalah parhyangan, pawongan, dan palemahan. Dalam komponen parhyangan,
subak mengembangkan harmoni dalam lingkungan spiritual, melalui berbagai
upacara di tingkat petani dan juga di tingkat subak. Dalam komponen pawongan,
subak mengembangkan harmoni lingkungan sosial, melalui kegiatan gotong royong,
dan pelaksanaan saling pinjam air irigasi antar petani dan juga antar subak. Dalam
komponen palemahan, subak mengembangkan harmoni lingkungan fisik, dengan
pembuatan sawah sesuai dengan kontur lahan. Sistem ini menghasilkan terasering
sawah yang indah pada beberapa subak di Bali, yang sangat terkenal di dunia.
Kata kunci: subak, lingkungan, dan Tri Hita Karana.

SUBAK SYSTEM FOR ENVIRONMENTAL DEVELOPMENT


BASED ON TRI HITA KARANA

ABSTRACT

Subak in Bali having some wisdom. One of it is an ecological wisdom. The


subak ecological wisdom basically based on the Tri Hita Karana (THK) philosophy.
UNESCO recognition for subak as a world cultural heritage, because subak directly
implemented the THK philosophy in their activities. The components of THK
philosophy are parhyangan, pawongan, and palemahan. On parhyangan
component, subak is developing harmony on spiritual sector, through some
ceremonies at farmer and also at subak level. On pawongan component, subak is
developing harmony on social sector, through work together at subak site, and also
implementing water borrowing system among subak members in one subak site.
Water borrowing system also implemented among subaks that get water from one

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p10
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 119

river. On palemahan component, subak is developing harmony on fisical sector


through developing the rice fileds along the land contour, without destroying the
land. It’s constructing the beautiful rice field terrace at some subaks in Bali, that it
is very famous in the world tourism.
Keywords: subak, environment, and Tri Hita Karana

PENDAHULUAN lebih baik kalau subak disebutkan


sebagai organisasi petani pengelola air
Pada awalnya subak
irigasi yang bersifat sosio agraris
didefinisikan dalam Perda Prop. Bali
religius, dalam suatu kawasan sawah
No. 2 tahun 1972. Disebutkan bahwa
tertentu dengan batas-batas yang
subak adalah suatu masyarakat
alamiah, memiliki satu atau lebih
hukum adat yang memiliki
sumber air irigasi, memiliki pura
karakteristik sosio-agraris-religius,
subak, dan bersifat otonom ke luar
yang merupakan perkumpulan petani
dan ke dalam.
yang mengelola air irigasi di lahan
Namun apapun subak itu
sawah. Kemudian subak didefinisikan
didefinisikan, maka subak di Bali
sesuai dengan Peraturan Daerah
tetap saja hidup dan beroperasi sejak
(Perda) Prop. Bali No. 9 tahun 2012.
10 Abad yang lalu. Bahkan subak
Bahwa subak disebutkan sebagai
telah memberikan peranannya yang
organisasi tradisional di bidang tata
sangat penting dalam membantu
guna air, dan atau tata tanaman di
proses pembangunan pertanian,
tingkat usaha tani pada masyarakat
khususnya pada masa Era Orde Baru.
adat di Bali, yang bersifat sosioagraris,
Pada masa Orde Baru dikembangkan
religius, ekonomis yang secara historis
konsep Bimas, Inmas, Insus, dll untuk
terus tumbuh dan berkembang.
meningkatkan produksi padi di
Definisi yang disebutkana
Indonesia. Semua program itu
dalam perda itu, tampaknya kurang
memanfaatkan subak sebagai
tepat, karena tidak operasional dalam
landasan operasionalnya. Pada
implemantasi di lapangan. Bahkan
akhirnya yang sangat perlu ada dalam
dalam perda No. 9 tahun 2012
setiap perda yang mengatur tentang
dicantumkan aspek/komponen
subak adalah tentang apa yang dapat
ekonomi dalam definisi subak. Hal ini
kita berikan kepada subak tersebut.
tidak tepat, karena subak sejatinya
Kalau tidak ada yang jelas yang kita
bukan lembaga ekonomi, tetapi
dapat berikan kepada subak agar
lembaga sosio-kultural. Kalau
subak tetap dapat eksis, maka perda
seandainya subak didefinsikan
tentang subak tidak akan banyak
sebagai lembaga ekonomi, maka
gunanya.
semua subak di Bali harus
Fungsi subak adalah sebagai
dibubarkan, karena memang tidak
berikut: (i) mendistribusikan air irigasi
menguntungkan. Namun harus
secara adil kepada semua anggota
dicatat bahwa subak memang penting
subak; (ii) memelihara jaringan irigasi;
diberikan aktivitas ekonomi untuk
(iii) mengerahkan
menjawab tantangan zaman
sumberdaya (dana dan tenaga)
globalisasi dengan watak persaingan
anggota subak; (iv) mengelola konflik;
yang sangat ketat, individualistis, dan
dan (v) melaksanakan kegiatan
kapitalistis. Oleh karenanya akan
upacara. Fungsi subak tersebut

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p10
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 120

analog dengan implementasi filsafat di pura subak (spiritual). Itulah


subak yakni Tri Hita Karana (THK) di sebabnya, subak disebut sebagai
kawasan subak yang bersangkutan. lembaga yang bersifat sosio-kultural.
Fungsi mendistribusikan air irigasi Dengan kekuatan subak secara
secara adil adalah implementasi dari internal itu, maka subak mampu
komponen palemahan. Fungsi beradaptasi terhadap perkembangan
memelihara jaringan irigasi; budaya dan teknologi di sekitarnya,
mengerahkan sumberdaya; dan dan mampu mengembangkan konsep
mengelola konflik, adalah good governance dalam pengelolaan
implementasi dari komponen organisasi. Namun kelemahan subak
pawongan. Sedangkan fungsi untuk yang berwatak sosio-kultural tersebut
melaksanakan kegiatan upacara, adalah tidak mampu bertahan
adalah implementasi dari komponen terhadap intervensi pihak eksternal.
parhyangan. Kalau subak dapat Di masa depan diperlukan berbagai
melaksanakan semua fungsinya aktivitas non sosio-kultural, agar
dengan baik, maka hal itu pada subak mampu bertahan terhadap
prinsipnya adalah sejalan fungsi intervensi pihak eksternal.
subak untuk menerapkan filsafat Adapun tujuan dari bahasan
THK. Selanjutnya, kalau subak tulisan ini adalah untuk menganalisis
mampu melaksanakan semua peranan subak dalam
fungsinya yang sejalan dengan mengembangkan lingkungan yang
penerapan THK tersebut, maka hal itu harmoni di kawasannya. Bahasan
adalah suatu kondisi bahwa subak dilakukan dengan teknik kualitatif
sudah mampu mengembangkan yakni dengan mendeskripsikan dan
dirinya untuk memelihara lingkungan mengkaji peranan subak dalam
yang berlandaskan THK. Kalau mengembangkan lingkungan yang
berbicara lingkungan, maka harmoni di kawasannya, yang
pembicaraan itu termasuk berlandaskan THK.
membicarakan lingkungan biotik,
abiotik, dan sosial. Dengan demikian, KEARIFAN SUBAK
subak yang mampu melaksanakan
Disamping adanya catatan
fungsinya dengan baik, maka dapat
tentang kekuatan dan kelemahan
disebutkan bahwa subak sudah
yang dimiliki subak, maka Norken,
mampu mengembangkan lingkungan
dkk (2007) mencatat adanya berbagai
sosial yang harmonis, sesuai landasan
kearifan atau kecerdasan lokal yang
THK.
dimiliki subak. Windia (2008a dan
Kalau semua fungsi subak yang
2008b), juga menunjukkan hal yang
merupakan penerapan dari filsafat
senada. Disebutkan bahwa, identitas
THK dapat dilaksanakan dengan baik,
subak sebagai organisasi tradisional
maka hal itu adalah bagian dari
Bali memiliki sifat dasar sosio-kultural
kekuatan subak. Bahwa subak secara
atau sosio-religius yang unik, unggul,
internal adalah kuat, karena subak
dan kaya kearifan lokal. Kearifan lokal
diikat kekuatannya karena
dengan berbagai kecerdasan yang
kepentingannya yang sama terhadap
dimiliki, merupakan bagian dari
distribusi air yang adil (fisikal) dan
kebudayaan. Kearifan lokal dalam
diikat pula oleh kepentingannya yang
organisasi subak memperoleh
sama terhadap pelaksanaan upacara

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p10
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 121

keunikan lokal berbasis konsepsi Tri konteks yang kaya akan fungsi dan
Hita Karana dan mendapat apresiasi makna.
unirversal terkait dengan kandungan Berbagai peneliti asing telah
filosofi kosmos, theos, antropos, dan melaporkan tentang keragaman
logos. Esensi kearifan lokal adalah kearifan lokal yang tercakup dalam
komitmen yang tinggi terhadap organisasi tradisional subak. Peneliti
kelestarian alam, rasa relegiusitas, asing seperti Grader dengan wilayah
subyektivikasi manusia, dan kajian Jembrana (1984), Geertz
konstruksi penalaran yang berempati dengan lokasi kajian Tabanan,
pada persembahan, harmoni, Badung dan Klungkung (1959),
kebersamaan, dan keseimbangan Lansing dengan wilayah Bangli (1991)
untuk jagadhita berkelanjutan. telah mengungkap dan melaporkan
Dalam rentangan panjang tentang perkembangan subak dengan
kebudayaan agraris, organisasi subak aneka kearifan lokal. Peneliti lokal
yang diperkirakan telah berkembang seperti Bagus (1971), Sutawan (1989
sekitar 10 abad (sejak abad XI) telah dan 1991), Sushila (1987), Geriya
membangun jaringan struktural dan (1985), Pitana (1993), Windia (2006),
fungsional yang kokoh. Keterikatan Norken (2007) telah memperkaya dan
petani dengan subak, menurut Geertz menguatkan tentang holistiksitas
(1959) merupakan keterikatan empat kearifan yang tercakup dalam
dimensi yakni: parhyangan, organisasi subak. Kearifan itu
pawongan, palemahan dan emosional. merentang dari tatanan religius yang
Secara eksistensialisme, sosialisasi bersifat ekspresif sampai dengan
dan enkulturasi kearifan lokal tatanan technologis yang berkarakter
terhadap krama subak telah progresif dan kultural.
menembus lintas wilayah, lintas Kearifan lokal sebagai bagian
sektor dan lintas generasi, sehingga dari kebudayaan menurut para
telah tumbuh sebagai representation antropolog memiliki bentuk, fungsi,
colective yang tinggi makna, dan etos yang dalam.
Di tengah hiruk-pikuk keluasan Keseluruhan kearifan lokal yang
dampak sekuler dan vulgar tercakup dalam organisasi subak
modernisasi dan globalisasi yang secara kategorikal terdiri atas;
mengusung ideoscape, ethnoscape, kearifan religius, kultural, ekologis,
finanscape, technoscape, dan institusional, ekonomi, hukum,
meioscape (Appadurai, 1993), tehnologis, dan keamanan. Narasi
masyarakat kembali menoleh potensi singkat makna kearifan lokal dalam
kearifan lokal. Kearifan lokal yang organisasi subak sebagai berikut.
dibangun melalui kedalaman mitologi
1. Kearifan Religius
dalam sinergi nilai-nilai luhur
Makna kearifan ini sangat fokus
kebudayaan seperti religius, harmoni,
pada keyakinan tentang
kebersamaan, dan keseimbangan yang
ketuhanan, spiritualitas yang
dinamik memperoleh roh dan basis
merupakan roh kehidupan
modal spiritualitas. Etos kebangkitan
berorganisasi subak. Melalui teks
kearifan lokal mendapat momentum
theologis, sistim simbul dan
terkait dengan kebutuhan dan
akivitas ritual, bukan saja ranah
harapan masyarakat secara teks dan
parhyangan, namun juga ranah

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p10
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 122

palemahan dan pawongan terkait relasi yang bersifat simbiosis


dengan konsep suci dan leteh. mutualistik. Subak sebagai
Dianjurkan kepada komunitas cultural heritage juga diapresiasi
subak untuk memelihara dan bukan saja secara lokal, namun
menjaga kesucian seluruh ranah juga nasional dan dunia melaui
subak dan mencegah proses organisasi UNESCO yang
keletehan, termasuk tanah, mengapresiasi Subak Jatiluwih,
sumberdaya air sampai dengan Tabanan bersama pura Taman
prilaku krama subak. Kesucian Ayun, Badung dan tinggalan
dianggap pangkal harmoni dan Arkeologi Tukad Pakerisan
keletehan adalah signal Gianyar sebagai nominasi World
disharmoni. Kesucian Heritage.
menguatkan jagadhita dan
3. Kearifan Ekologis
keletehan mengganggu jagadhita.
Makna kearifan ekologis terfokus
Eksistensi parhyangan (pura
pada konservasi, keseimbangan
subak), yang berstrata dari
dan sustainabilitas lingkungan.
lingkup kecil (bedugul),
Pemuliaan terhadap tanah, air
menengah (masceti) sampai
dan aneka sumberdaya menjadi
dengan besar (pura ulun danu)
preferensi para petani yang
merupakan simbul dan media
dikuatkan secara etik dan
sakral kearifan religius subak.
perundang-undangan (awig-
2. Kearifan Kultural awig), dan sebaliknya
Makna kearifan kultural sangat pencemaran terhadap tanah, air
fokus pada energi budaya yang dan sumberdaya juga dicegah
mencakup etika, logika, estetika melalui tindakan, awig-awig dan
dan praktika. Melalui landasan sistem ritual. Berbagai teknik
filosofi dan tata nilai, tatanan konservasi, dari konsepsi
aktivitas subak diharapkan preservasi sampai dengan
secara kokoh mempertahankan adaptasi yang diimplementasikan
konsepsi Tri Hita Karana sebagai oleh organisasi subak yang
landasan filosofi subak. cukup arif terkait dengan
Keyakinan warga subak yang penghematan, kelancaran dan
mengkonsepsikan tanah sebagai pembatasan polusi aneka
Ibu Pertiwi, air sebagai simbul sumberdaya alam. Etika dan
Dewa Wisnu dan padi sebagai estetika lingkungan merupakan
Dewi Sri memperkuat eksistensi kearifan ekologis yang mampu
kearifan kultural yang dijiwai memancarkan pesona
oleh agama Hindu. Hidupnya persawahan dan budaya agraris
siklus ritual terhadap tanaman di Bali.
padi yang sejalan dengan
4. Kearifan Institusional
upacara siklus hidup manusia
Makna kearifan ini terfokus pada
merupakan refleksi humanisasi
potensi integritas organisasi
dan penghormatan petani
subak ke ”dalam” dan ke ”luar”.
tehadap tanaman, hewan dan
Ke ”dalam” ditujukan kepada
aneka sumberdaya alam (hutan,
warga subak dan ke ”luar”
sumber air) sebagai simbul dari
ditujukan kepada organisasi lain

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p10
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 123

yang terkait dengan subak. Di integrasi kapital material


level desa, tentang keterkaitan berkembang dari pola budaya
sinergis subak dengan desa petani dalam transformasi
pakraman. Di level supra desa, kebudayaan dagang. Adanya
tentang keterkaitan bangunan lumbung dalam balai
komplementer subak dengan subak atau jineng dalam
berbagai dinas seperti Dispenda, keluarga petani merupakan
PU dan Dinas Kebudayaan. sarana untuk tabungan hasil
Kearifan institusional subak juga pertanian. Tatkala NKRI
terefleksi dari sifat mengembangkan program Bimas
keterbukaannya yang responsif dan Insus dalam upaya
dan inklusif. Konsepsi yang meningkatkan produksi pangan
sangat penting dalam di Indonesia dalam periode
mengimplementasikan kearifan 1980’an, subak di Bali
ini adalah berkembangnya merupakan lembaga tradisional
konsep gotong royong. Gotong yang bukan saja responsif,
royong dilaksanakan untuk melainkan juga menuai berbagai
menyelesaikan kewajiban subak kesuksesan menuju peningkatan
secara bersama atau ngayah, produksi dan penguatan ketahan
seperti dalam ritual. Gotong pangan. Bahkan Sutawan (2001)
royong dan tolong menolong mengemukakan agar dalam
dilaksanakan tatkala petani organisasi subak dikembangkan
saling membantu satu sama lain lembaga koperasi. Dengan
dalam menggarap sawah, seperti demikian, subak dapat mulai
mencangkul dan menanam melakukan transformasi
melalui konsep ngoopin bersifat perannya dalam bidang ekonomi.
resiprositas dan non-bayar.
6. Kearifan Hukum
Kearifan institusional juga dapat
Kearifan ini sangat fokus pada
menggambarkan kemampuan
aspek legalitas dengan segala
subak melakukan koordinasi
bentuk penghargaan kepada
dengan semua komponen yang
yang berprestasi dan hukuman
terkait dengan perannya.
kepada yang melanggar menuju
5. Kearifan Ekonomis tertib atau kesukertan
Makna kearifan ini terfokus pada parhyangan, pawongan, dan
usaha yang bersifat kreatif dan palemahan. Dalam implementasi
produktif. Pandangan dasar para bentuk-bentuk kearifan hukum
petani yang bertumpu pada bervariasi dari pasuwara, sima-
image of limited goods, telah dresta, awig-awig, perarem
mendorong sikap dan prilaku sampai dengan aturan. Tat kala
mereka mengedepankan kerja warga subak dihadapkan
keras (etos kerja) dan sikap hubungan sosial yang negatif
hemat. Dasar-dasar ekonomi dengan muatan ketegangan dan
kerakyatan yang menghidupkan konflik, kearifan hukum yaitu
usaha-usaha kecil, bersifat awig-awig merupakan rujukan
kekeluargaan, berbasis kapital bagi pemimpin subak untuk
sosial dan spiritual dalam mendamaikan, meredam atau

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p10
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 124

menyelesaikan konflik sosial, manusia sampai dengan


baik konflik horisontal, vertikal pengamanan terhadap serangan
maupun amuk masa. Kearifan hama. Dalam rangka
hukum dalam organisasi subak pengamanan pembagian air,
juga merefleksikan sifat mandiri subak memiliki mekanisme dan
dan otonomi organisasi subak. person pengontrol air. Dalam
pengamanan gangguan hewan,
7. Kearifan Teknologis
subak memiliki awig-awig dengan
Makna kearifan ini terfokus pada
sistem denda. Dalam
kemampuan teknologis dan
pengamanan dari ancaman
kemampuan pengetahuan
pencurian, subak memiliki sekaa
tradisioanal petani dalam
sambang dan dalam
memahami dan memecahkan
mengantisifasi ganguan hama,
masalah-masalah kehidupan
seperti hama tikus, subak meiliki
secara rasional, metodis dan
tradisi pemburuan tikus. Dalam
sistematis. Pandangan petani dan
mengantisifasi hama secara
cara-cara petani menjelaskan
niskala (keyakinan spiritual),
dan mengantisipasi fenomena
subak memiliki ritual nangluk
supra natural dan natural yang
merana. Pada hakekatnya subak
betumpu pada pendekatan
berkembang dalam dua dimensi,
astronomik, biologis,
sekala-niskala.
klimatologis, cukup
Selanjutnya perlu disebutkan
merefleksikan tentang derajat
bahwa, masyarakat dan kebudayaan
kearifan sains dan teknologis
Bali bergerak secara dinamik dan
para petani. Subak juga telah
berubah. Dalam satu dekade terakhir
memperkenalkan berbagai
dinamika itu semakin cepat, besar dan
keunggulan teknologi tradisional
akseleratif. Faktor-faktor yang
dalam konstruksi bangunan
mendorong dinamika dan perubahan
aungan (terowongan). Metode
sangat beragam (multi-faktor). Faktor-
pembagian air tradisional
faktor pokok antara lain sebagai
berdasar sistem tetek juga
berikut.
mereflesikan asas keadilan dan
1. Kesesakan ekologi dan konversi
pemerataan yang rasional.
lahan.
8. Kearifan Keamanan 2. Kepadatan dan heteroginitas
Kearifan ni sangat fokus pada demografi.
sekuritas petani dalam seluruh 3. Materialisme dan konsumerisme
tahap kehidupan bertani, publik.
pengamanan hasil produksi dan 4. Keterbukaan lokal, nasional,
area wilayah pertanian. Setiap global.
subak memiliki tapal batas 5. Transformasi kultur dari budaya
kesatuan wilayah yang secara agraris ke dagang dan berlanjut
geografis patut diamankan. Batas ke budaya turistik.
wilayah subak dikenal dengan 6. Kebangkitan kesadaran tentang
batas hidrologis. Pengamanan ini arti hakiki sebagai manusia.
mencakup pengamanan terkait Secara dikhotomik cenderung
dengan pencemaran, perusakan makin terbuka jalur cepat bagi
oleh hewan, pencurian oleh modernisasi dan globalisasi yang

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p10
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 125

secara empirik lebih besar pencarian identitas diri dan konflik


manghadirkan resiko dibandingkan berpeluang sangat penting bagi
manfaat. Resiko fragmentasi melalui penguatan tradisi dan kearifan lokal.
fenomna disharmoni, distorsi dan Sesungguhnya sedang tumbuh
diskontinu unsur-unsur penting tekad dan etos masyarakat Bali untuk
kebudayaan Bali, termasuk resiko kembali menoleh potensi kearifan
terhadap organisasi subak dan aneka lokal sebagai keunikan dan
kearifan lokal makin kasat mata. keunggulan yang perlu direvitalisasi
Kontinuitas jalur tradisi masih bagi kesejahteraan dan keharkatan
terbuka dengan hadirnya faktor-faktor masa depan. Sementara itu, elaborasi
yang mengapresiasi seperti kehadiran kearifan subak dapat dirinci seperti
Bhisama PHDI tentang kesucian pura, terlihat pada Tabel 2, dan gambaran
penghargaan lokal-nasional-dunia tentang kearifan subak dapat dilihat
terhadap culture heritage dan pada Gambar1.

Tabel 1. Elaborasi Kearifan Subak Menurut Bentuk, Fungsi, Makna, dan Etos

Kategori Bentuk Fungsi Makna dan Etos


1. Relegius Mitologi, ritual, simbul Sakralisasi, Ketuhanan, roh,
simbolisasi dan spiritualitas
2. Kultural Filosofi, nilai, prilaku Enkulturisasi, edukasi Humanitas, empati,
logika, etika,
estetika, praktika
3. Ekologis Fisik, teknik, metode Konservasi, Keseimbangan,
naturalisasi, adaptasi adaptasi,
sustainabilitas
4. Institusional Organisasi, struktur Institusionalisasi, Solidaritas,
integrasi, kesatuan,
pemberdayaan keterbukaan
5. Ekonomis Sikap, gaya hidup, Produksi, distribusi, Produktivitas,
metode konsumsi kreativitas,
keadilan
6. Hukum Pasuwara, sima- Legislasi, keteraturan, Legalitas, otonomi
dresta, awig-awig, ketertiban dan kemandirian
perarem
7. Teknologis Metode, teknik, fisik Saintifikasi, Akurasi, sistematik
sistematisasi dan dinamik
8. Keamanan Aturan, prilaku, fisik Sekuritas, Keamanan dan
pengayoman, ketertiban
perlindungan
Sumber: Norken, dkk (2007).

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p10
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 126

RELIGIUS

8 2

KEAMANAN KULTURAL

3
7
KEARIFAN SUBAK
EKOLOGIS
TEKNOLOGIS

4
6
INSTITUSIONAL
HUKUM

EKONOMIS

Gambar 1. Aneka ragam kearifan subak


Sumber: Norken, dkk (2007).

Keterangan:
Kategori 1 s/d 4 merupakan sifat ekspresif
Kategori 5 s/d 8 merupakan sifat progresif

Pengembangan Lingkungan landasan subak yakni Tri Hita Karana


Berlandaskan Tri Hita Karana (THK), maka lingkungan spiritual
berkait dengan komponen
Disebutkan di atas bahwa salah
parhyangan, lingkungan sosial berkait
satu kearifan yang dimiliki subak
dengan pawongan, dan lingkungan
adalah kearifan ekologis (lingkungan).
fisik berkait dengan palemahan.
Kalau berbicara tentang lingkungan
Parhyangan, pawongan, dan
dalam kaitan dengan eksistensi
palemahan adalah merupakan
subak, maka harus dibahas tentang
komponen dari THK, yakni harmoni
lingkungan spiritual, lingkungan
antara manusia dan Tuhan
sosial, dan lingkungan fisik.
(parhyangan), harmoni antara
Kemudian, kalau dikaitkan dengan

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p10
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 127

manusia dengan manusia (pawongan), dari keyakinan petani tersebut,


dan harmoni antara manusia dengan mereka membangun pura subak. Pada
lingkungan (palemahan). setiap subak di Bali pasti ada pura,
dan paling tidak, satu pura dalam satu
Pengakuan UNESCO pada
subak. Pura itu disebut dengan Pura
sistem subak pada tahun 2012 tidak
Ulunsui, tempat bersemayam Dewa
terlepas juga dari implementasi filsafat
Wisnu. Ada juga subak yang memiliki
THK pada sistem subak di Bali, yang
pura yang lain, yakni Pura Bedugul,
berkait dengan lingkungan spiritual,
tempat bersemayamnya Dewi Sri.
sosial, dan fisik. Itulah sebabnya tema
Tetapi kalau satu subak hanya
pengakuan UNESCO terhadap subak
memiliki satu pura subak saja, maka
adalah sebagai berikut. Cultural
dalam satu pura itu umumnya
Landscape of Bali Province : Subak as
dibuatkan pelinggih tempat
Manifestation of Tri Hita Karana
bersemayam-nya Dewa Wisnu dan
Philosophy. Hal ini bermakna bahwa
Dewi Sri. Dewa Wisnu dan Dewi Sri
filsafat THK tidak sekedar hanya
dipercaya oleh masyarakat sekala
dalam tataran teori, tetapi langsung
(alam baka) sebagai pasangan suami-
diterapkan oleh sebuah lembaga
istri.
sosial- tradisional yang disebut
Di samping ada pura pada level
dengan subak. Adapun implementasi
subak, maka pada setiap sawah milik
pengembangan lingkungan yang
petani anggota subak ada juga pura
berlandaskan konsep/filsafat THK
yang disebut dengan sanggah catu.
yang dilaksanakan sistem subak di
Melalui sanggah catu inilah petani
Bali secara rinci adalah sebagai
memelihara hubungan dengan
berikut.
lingkungan spiritual-nya. Sanggah
1. Bidang parhyangan catu umumnya dibangun pada tempat
Pada dasarnya implemantasi masuknya air irigasi (inlet) pada blok
pengembangan lingkungan spiritual sawah petani yang bersangkutan.
dalam sistem subak, adalah Sanggah catu itu bisa dibuat dalam
implementasi dari konsep bentuk permanen (dibuat dari beton),
parhyangan. Petani memiliki dan bisa juga dalam bentuk temporer
keyakinan bahwa semua asset yang (dibuat dari bamboo). Melalui sanggah
ada dalam kawasan subak dan catu itulah petani melakukan
dikelola oleh subak adalah anugrah hubungan dengan lingkungan
dari Tuhan Yang Maha Esa. Oleh spiritual dengan sarana sesajen dalam
karenanya, petani harus ber harmoni berbagai jenis upacara, sejak mulai
dengan Tuhan. Dipercaya bahwa air dalam proses pengolahan tanah,
adalah karunia Tuhan YME, dan oleh hingga upacara menjelang panen.
karenanya harus didistribusikan dan Adapun jenis upacara yang dilakupan
dikelola dengan baik dan dengan petani melalui sanggah catu dapat
seadil-adilnya. Sebagai perwujudan dilihat lebih rinci pada Tabel 2.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p10
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 128

Tabel 2. Rincian upacara di tingkat petani yang dilaksanakan di sanggah catu.

No. Nama ritual Waktu Tujuan


1. Ngendagin/me Pada saat akan Permakluman kepada Tuhan YME
mungkah/nuas memulai kegiatan (Dewa-Dewi yang bersemayam di sawah,
en tedun di sawah untuk sebagai manifestasi Tuhan YME), bahwa
bertanam. petani akan memulai melakukan
aktivitas pertanian di sawah.
2. Pengwiwit/ngur Segera setelah Memohon kepada Tuhan, agar bibit yang
it benih disemai. disemai dapat tumbuh dengan baik.
3. Nuasen nandur Pada saat akan Memohon kepada Tuhan, agar proses
menanam benih penanaman bibit dapat berjalan dengan
padi di sawah. lancar.
4. Ngulapin Setelah selesai Memohon kepada Tuhan, agar bibit padi
menanam padi, yang ditanam dapat tumbuh dengan
dan ada tanaman baik, dan tidak mengalami kerusakan.
padi yang rusak.
5. Ngeroras Setelah padi Memohon kepada Tuhan YME agar
berumur 12 hari. tanaman padi dapat tumbuh dengan
baik.
6. Mubuhin Setelah padi Memohon kepada Tuhan YME agar
berumur 15 hari. tanaman padi tetap dapat tumbuh
dengan baik.
7. Neduh/Ngebula Setelah padi Memohon kepada Tuhan YME agar
nin berumur satu tanaman padi tetap dapat tumbuh
bulan (35 hari). dengan baik.
8. Nyungsung/ngi Setelah padi Memohon kepada Tuhan YME agar
seh/ngelanus/ berumur 42 hari. tanaman padi tetap dapat tumbuh
dedinan dengan baik.
9. Biukukung/mis Setelah padi Memohon kepada Tuhan YME agar
eh/ngiseh berumur dua tanaman padi tetap dapat tumbuh
bulan (70 hari). dengan baik.
10. Nyiwa Sraya Setelah padi Memohon kepada Tuhan YME agar
berbunga secara tanaman padi tetap dapat tumbuh
merata di dengan dan menghasilan buah padi yang
hamparan sawah. baik.
11. Ngusaba/ngusa Saat menjelang Memohon kepada Tuhan YME agar
ba panen. panen padi berhasil dengan baik.
nini/mantenin
Dewi Sri.
12. Mebanten Pada saat panen. Memohon kepadaTuhan YME, agar
manyi. pelaksanakan panen dapat berjalan
dengan baik.
13. Ngerasakin Setelah panen. Menyampaikan rasa syukur kepada
Tuhan YME bahwa panen telah berjalan
dengan baik, dan bersiap untuk

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p10
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 129

melakukan persiapan tanam pada


musim berikutnya.
14. Mantenin Setelah padi Menyampaikan rasa syukur kepada
berada di lumbung Tuhan YME, karena padi telah dapat
atau tempat disimpan dengan baik.
penyimpanan padi.
15. Ngerestiti/Nang Kalau tanaman Memohon kepada Tuhan YME, agar
luk merana padi diserang hama dan penyakit tidak merusak
penyakit. tanaman padi.

Selain di tingkat petani, juga merancang subak di Bali sudah


dilaksanakan kegiatan ritual di tingkat memahami hal itu. Oleh karenanya
subak. Umumnya ada dua jenis ritual dibuatlah suatu sistem saluran irigasi
yang dilaksanakan di tingkat subak, di tingkat petani yang memungkinkan
yakni upacara mendak toyo (upacara petani bisa saling pinjam memimjam
menjemput air pada awal pengolahan air irigasi. Sistem itu disebut dengan
sawah) dan ngusaba nini (upacara one inlet and one outlet system. Di
menjelang panen). Kemudian ada lagi mana setiap blok sawah milik petani
berbagai upacara di tingkat dam, dan anggota subak, masing-masing
danau, di mana subak juga memiliki satu saluran (saluran cacing)
berpartisipasi. Dengan demikian dapat dan satu inlet tersendiri. Dengan
dikatakan bahwa subak demikian, kalau seorang petani ingin
mengembangan lingkungan spiritual, meminjam air irigasi dari seorang
sesuai landasan THK. petani lain (yang sawahnya ada dalam
satu saluran), maka petani yang
2. Bidang pawongan
bersangkutan tinggal mengempang
Pada dasarnya implementasi
inlet air irigasi dari petani yang akan
pengembangan lingkungan sosial
dipinjam airnya. Jadi, sistem yang ada
dalam sistem subak, adalah
dalam subak memang memungkinkan
implementasi dari konsep pawongan.
untuk saling pinjam air irigasi antar
Bahwa petani di dalam subak harus
petani.
mengembangkan harmoni dengan
Untuk menjaga harmonisasi antar
lingkungan sosialnya, yakni dengan
petani, maka secara rutin diadakan
sesamanya. Dalam beberapa sumber
kegiatan gotong royong oleh subak.
lontar tentang subak disebutkan
Baik untuk kegiatan yang berkait
bahwa di subak memang tidak
dengan pengelolaan saluran irigasi,
dibenarkan ada konflik. Tidak boleh
maupun dalam hubungan dengan
melontarkan kata-kata kasar dalam
kegiatan ritual. Karena mereka sering
kawasan subak. Di samping larangan-
bertemu dan berkomunikasi, maka
larangan lain, misalnya tidak boleh
akan ada saling percaya antar mereka.
bercinta dan melakukan hubungan
Saling percaya adalah bagian dari
suami-istri di kawasan subak.
modal sosial yang paling penting
Sumber konflik di kawasan subak
dalam rangka membangun harmoni
tentu saja masalah air irigasi.
antar sesama anggota subak. Itulah
Terutama pada saat kondisi air irigasi
sebabnya keputusan dalam sistem
mulai terbatas pada musim kemarau.
subak pada umumnya dilaksanakan
Untuk itu para leluhur yang

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p10
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 130

dengan sistem konsensus. Bukan dapat menciptakan terasering sawah


voting. Sistem konsensus dapat yang sangat indah. Banyak wisatawan
diterapkan, karena subak memiliki yang tergila-gila dengan pemandangan
kepentingan yang sama, yakni air terasering sawah, karena tidak ada
irigasi, bibit, pupuk, dll. Sehingga duanya di dunia. Seperti misalnya di
mereka percaya bahwa apapun usul kawasan terasering sawah di Subak
dari suatu anggota, pasti merupakan Jatiluwih, Tabanan, yang mampu
kepentingan untuk mencapai tujuan menyedot wisatawan hingga 250.000
bersama. Semua konsensus yang orang per tahun. Selanjutnya bisa
telah disepakati, pada dasarnya menghasilkan uang masuk hingga Rp.
adalah merupakan substansi dari 2 milyar per tahun. Hal ini adalah
awig-awig (peraturan subak). Awig- merupakan sebuah kearifan lokal
awig pada dasarnya akan mengatur yang dibangun oleh para leluhur
apa-apa yang “boleh” dan “tidak boleh” dengan berdarah-darah, dan generasi
dilakukan pada kegiatan di kawasan sekarang dapat menikmatinya,
subak. Dengan cara-cara dan sistem bahkan dengan sangat rakus. Di
nilai yang disebutkan di atas, maka samping itu, generasi sekarang
subak mengembangan suatu dengan sangat mudah merusak dan
lingkungan sosial yang harmoni yang menjual terasering sawah yang indah,
berlandaskan THK. untuk kemudian dijadikan beton.
Kemudian palemahan (topografi)
3. Bidang palemahan
Pulau Bali yang miring, dapat
Pada dasarnya implementasi
menyebabkan juga adanya air irigasi
pengembangan lingkungan fisik dalam
yang ada di subak yang ada di hulu
sistem subak, adalah implementasi
dapat dimanfaatkan oleh subak yang
dari konsep palemahan.
ada di hilir. Air irigasi yang digunakan
Pengembangan lingkungan fisik subak
oleh subak yang ada di hulu, akan
yang harmoni dengan alam
jatuh sisanya ke sungai atau jurang di
lingkungannya, dapat dilihat dari
bawahnya. Kemudian air itu dapat
sistem pembuatan sawah di Bali.
dimanfaatkan oleh kawasan subak
Sawah dibuat sedemikian rupa sesuai
yang ada di hilir, bahkan hingga ke
dengan kondisi kontur lahan di
kawasan tepi pantai. Bahkan bisa
kawasan itu. Dengan demikian
memungkinkan terjadinya
pembuatan petak sawah menjadi tidak
kesepakatan saling pinjam air antar
teratur, tidak lurus, tidak luas, dll,
subak dalam satu sungai. Hal ini
sehingga tidak efesien. Meskipun
menyebabkan terjadinya harmoni
demikian, sistem sawah seperti itu
antar subak di Bali, karena mereka
sangat efektif untuk mencegah erosi,
bisa saling pinjam air irigasi. Inilah
agar lingkungan tidak rusak.
yang disebut dengan pengembangan
Tampaknya prinsip subak di Bali tidak
lingkungan fisik yang berlandaskan
mengejar efesiensi tetapi efektivitas.
THK.
Tidak mengejar kepentingan personal
tetapi komunal, yang tercermin dalam PENUTUP
sistem irigasi yang bisa saling pinjam
Sistem subak di Bali memiliki
meminjam air.
kearifan untuk mengembangkan
Di pihak lain, sistem pembuatan
lingkungan yang berlandaskan konsep
sawah yang mengikuti kontur lahan
Tri Hita Karana (THK).

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p10
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 131

Mengembangkan lingkungan yang merusak lahan tersebut. Saat ini


berlandaskan konsep THK, berarti pengembangan harmoni lingkungan
mengembangkan harmoni lingkungan fisik tersebut, telah mampu
spiritual, lingkungan sosial, dan melahirkan terasering sawah yang
lingkungan fisik. Mengembangkan indah, dan sangat dikagumi dunia.
harmoni lingkungan spiritual, yakni Karena peran sistem subak
dengan melakukan berbagai aktivitas yang sangat nyata dalam memelihara
ritual di tingkat petani dan juga di dan mengembangkan lingkungan
tingkat subak. Mengembangkan spiritual, sosial, dan fisik tersebut,
harmoni lingkungan sosial dengan maka subak perlu dilestarikan
melakukan kegiatan kerja bersama keberadaannya. Perlu adanya
(gotong royong), kegiatan saling berbagai kebijakan strategis agar
pinjam air irigasi antar petani dan petani merasa senang sebagai petani.
antar subak, dan membuat awig-awig Selanjutnya petani merasa sadar
(peraturan subak). Mengembangkan untuk tetap mempertahankan
harmoni lingkungan fisik, dengan sawahnya, dan selanjutnya sistem
membuat sawah sesuai kontur lahan subak di Bali dapat tetap abadi.
yang tersedia, dan dengan tidak

DAFTAR PUSTAKA Norken, N. 2007. Pengembangan dan


pengelolaan sumberdaya air secara
Appadurai, A.1993. Disjuncture and
terpadu untuk daerah Bali (Suatu
difference in the global cultural
gagasan pengembangan wadah
economy, dalam Global culture:
koordinasi yang berbasis potensi lokal,
nationalism, globalism, and modernity
Jurnal HATHI, Vol. 1 Maret 2007,
(ed: M. Featherstone), sage
Jakarta.
publication, London.
Norken, N; W. Windia; J. Sushila;
Bagus, IGN. 1971. Manusia dan
W.Geriya;
kebudayaan Bali, dalam Manusia dan
M.Mudhina.2007.Peningkatan
kebudayaan Indonesia (ed:
efektivitas pengelolaan sumberdaya air
Koentjaraningrat), Penerbit Jambatan,
berbasis pada lembaga subak di
Jakarta.
Propinsi Bali, Bappeda Prop. Bali,
Coward, E.W. 1980. Irrigation Denpasar.
development : institution and
Peraturan Daerah No.
agricultural development in Asia (ed :
2/PD/DPRD/1972, tentang Irigasi
E.W. Coward, Jr), Cornell Univ.Press,
Daerah Propinsi Bali.
Ithaca and London.
Peraturan Daerah No. 9 tahun 2012,
Geertz, C. 1959. Form and variation in
tentang subak.
balinese village structure, dalam
Journal American Anthropologist, Vol. Pitana, G. 1993. Subak, sistem irigasi
X, Washingtown, USA. tradisional di Bali, dalam Subak,
sistem irigasi tradisional di Bali (ed: G.
Geriya, W. 1985. Pola kehidupan
Pitana), Upada sastra, Denpasar.
petani Subak Rejasa, Tabanan,
Baliologi, Denpasar. Pusposutardjo, S dan W.Wardana.
1997. Evaluasi hasil, akibat, dan

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p10
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.12 No.1 Desember 2018 132

dampak pelaksanaan pengembangan tentang Transformasi Sistem Irigasi


irigasi desa : studi kasus Kabupaten Subak yang Berlandaskan Konsep Tri
Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Hita Karana. Ia terlibat sebagai
Yogyakarta, Agritech Vol. 17 No.2. national expert dalam proses
pengusulan subak sebagai warisan
Shusila, J. 1987. Ciri-ciri khas subak,
budaya dunia, yang akhirnya diakui
sistem irigasi di Bali, Dinas PU
oleh UNESCO pada tahun 2012.
Propinsi Bali.
Penelitiannya selama lima
Sutawan, N; M. Swara; W.Windia; G. tahun terakhir tetap fokus pada
Sedana, IGM Putra Marjaya. 1991. bidang subak, dengan mendapatkan
Laporan akhir penelitian aksi biaya dari skema MP3ES dan HIKOM
pembentukan wadah koordinasi antar Kemristekdikti. Kajiannya tentang
sistem irigasi (Subakagung) di Wilayah subak berkait dengan pengembangan
Kab. Tabanan dan Kab.Buleleng, Prop. aktivitas subak dalam bidang
Bali, kerjasama DPU Prop. Bali, dan ekonomi, dan juga
Univ.Udayana, Denpasar. mendokumentasikan dalam bentuk
buku tentang manajemen sistem
Sutawan, N; M. Swara; W.Windia;
irigasi subak di Bali. Ia kini sebagai
W.Sudana.1989. Laporan akhir pilot
anggota kelompok ahli Pemkab
proyek pengembangan sistem irigasi
Gianyar dan juga sebagai Koordinator
yang menggabungkan beberapa
Kelompok Ahli Kota Pusaka
empelan subak di Kab.Tabanan dan
Kabupaten Gianyar. Hadir sebagai
Kab.Buleleng, kerjasama DPU Prop.
narasumber dalam berbagai diskusi
Bali dan Univ.Udayana, Denpassar.
tentang subak yang diselenggarakan
Windia, W. 2006. Transformasi sistem SEAMEO-SPAFA, ICRROM, dan
irigasi subak yang berlandaskan Tri berbagai seminar.
Hita Karana, Pustaka Bali Post,
Denpasar.

Windia, W. 2008a. Subak : local genius


of irrigation system in Bali, Bali Travel
News, 22 Feb-14 March 2008.

Windia, W. 2008b. Subak development


and implementation of tri hita karana
concept, Bali Travel News, 22 Feb-14
March 2008.

RIWAYAT HIDUP

Prof.Dr. Wayan Windia adalah


Ketua Pusat Penelitian Subak
Universitas Udayana, dan dosen pada
Prodi Agribisnis Fak. Pertanian
Universitas Udayana. Ia
menyelesaikan studi doktor di
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
pada tahun 2002. Disertasinya adalah

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p10

Anda mungkin juga menyukai