Anda di halaman 1dari 11

Kearifan lokal

Tri Hita Karana pada Subak di bali


dan Nyadran di jawa Barat
Nama Kelompok :

● 1. Ni Putu Nita Pebriyani


● 2. Luh Gede Dela Windari
● 3.Saha Rani Wahyu Krisna Siwi
● 4. Ni Kadek Dwi Sudiartini
● 5. Dewa Made Agus Surya Putra
● 6. Krishna Mahayani
Pokok Pembahasan

Kearifan lokal
Kearifan lokal Tri Hita Karana pada
01 Tri Hita Karana pada Subak di 02 Nyadran di jawa barat
bali meliputi meliputi
A.Kearifan local teologis.
A.Kearifan local teologis.
B Kearifan lokal sosial
B Kearifan lokal sosial
c. Kearifan lokal ekologis
c. Kearifan lokal ekologis
Kearifan lokal
Tri Hita Karana pada Subak di bali
a.KEARIFAN LOKAL TEOLOGIS

Makna kearifan ini sangat fokus pada keyakinan tentang ketuhanan,


spiritualitas yang merupakan roh kehidupan berorganisasi subak. Melalui teks
teologis, sistim simbul dan akivitas ritual, bukan saja ranah parhyangan, namun
juga ranah palemahan dan pawongan terkait dengan konsep suci dan leteh.
Kesucian dianggap pangkal harmoni dan keletehan adalah signal disharmoni.
Kesucian menguatkan jagadhita dan keletehan mengganggu jagadhita.
Eksistensi parhyangan (pura subak), yang berstrata dari lingkup kecil (bedugul),
menengah(masceti) sampai dengan besar (pura ulun danu) merupakan simbol
dan media sakral kearifan religius subak. Kearifan lokal teologis yang didapatkan
pada subak dapat dilihat dari dibangunnya pura subak, pura bedugul, dan
pelaksanaan upacara agama pada area subak tersebut untuk menjaga
keserasian terhadap sang pencipta dan mengingatkan diri untuk selalu
bersyukur terhadap apa yang telah diberikan oleh tuhan. Selain itu, bisa juga
dilihat bahwa para anggota subak merupakan umat-Nya sehingga akan
menjalankan ajaran-Nya yakni untuk memelihara dan menjaga kesucian seluruh
ranah, baik tanah, sumber air, dan perilaku krama subak
b. KEARIFAN LOKAL SOSIAL

Subak merupakan salah satu sistem swadaya masyarakat yang berfungsi


mengatur pembagian aliran irigasi yang mengairi setiap petak areal persawahan.
Sistem ini dikelola secara berkelompok dan bertingkat disertai pembagian peran
yang spesifik bagi setiap anggotanya. Dalam organisasi subak, dikenal adanya
beberapa perangkat. Perangkat-perangkat yang ada dalam subak adalah:
a. pekaseh (ketua subak)
b. petajuh (wakil pekaseh)
c. penyarikan (juru tulis)
d. petengen (juru raksa)
e. kasinoman (kurir)
lanjutan

selain itu ada beberapa yang lainnya serta dikenal adanya sub-kelompok yang
terdiri dari 20-40 petani yang disebut munduk, yang diketuai oleh seorang
pengliman. Dari susunan kelompok diatas dapat dilihat bahwa terdapat penerapan
salah satu nilai dari Tri Hita Karana yang terletak pada hubungan antara manusia
dengan manusia.
Kearifan lokal sosial dari subak juga mencangkup kearifan kultural (yang
berfokus pada budaya mencangkup etika, logika, estetika, dan praktik), kearifan
institusional (yang berfokus pada integritas organisasi subak baik secara internal
maupun eksternal), kearifan ekonomis (berfokus pada mengedepankan kerja keras
dan sikap hemat), kearifan hukum (berfokus pada aspek legalitas sebagai dasar
dalam berinteraksi), kearifan teknologis (kemampuan teknologis dan kemampuan
pengetahuan tradisional petani dalam memahami dan memecahkan masalah masalah kehidupan secara
rasional, metodis dan sistematis), serta kearifan
keamanan (berfokus dalam sekuritas petani dalam seluruh tahap kehidupan
bertani, pengamanan hasil produksi dan area wilayah pertanian).
c. KEARIFAN LOKAL EKOLOGIS

Makna kearifan ekologis terfokus pada konservasi, keseimbangan dan


sustainabilitas lingkungan. Pemuliaan terhadap tanah, air dan aneka sumberdaya
menjadi preferensi para petani yang dikuatkan secara etik dan perundangundangan (awig- awig), dan
sebaliknya pencemaran terhadap tanah, air dan
sumberdaya juga dicegah melalui tindakan, awig-awig dan sistem ritual.
Kearifan lokal ekologis merupakan salah satu kearifan lokal dari subak
yang tercermin dari:
1. Sistem irigasi subak dengan lanskap sawah yang berundak-undak
mengikuti garis kontur. bentuk sawah yang berundag undag mengikuti
garis kontur, dapat mengendalikan erosi tanah, begitu juga dengan airnya,
dimana air dialirkan dengan perlahan sehingga tanah di subak tidak cepat
hanyut. selain itu dengan adanya sistem ini krama subak lebih mudah
dalam mengatur sistem pembagian air sesuai dengan kesepakatan.
lanjutan
2. Adanya awig-awig pembagian air dan pola tanam. dalam awig awig
pembagian air terdapat 3 sistem yang diterapkan oleh krama subak, yang
dimana akan mempengaruhi pola dari pembagian arinya, dalam hal ini
sistem yang dimaksud adalah kertanasa, sistem nyorog dan sistem tulak
sumur. dimana ketiga sistem digunakan disesuaikan dengan kondisi dan
jumlah air.
3. Sistem pengendalian hama melalui sistem ritual, masyarakat bali masih
kental dengan sistem kepercayaan dimana di dalam subak terdapat sistem
ritual yang digunakan dalam mengusir hama, contohnya adalah ritual
ngusabe ngerarung bikul (festival membuang tikus ke laut) di desa
pekeraman julah Kecamatan Tejakula Buleleng.
Pengetahuan mengenai kearifan ekologi pada subak sangat penting, karena
kearifan ekologi menjadi dasar yang menuntun manusia untuk berperilaku yang
harmonis dengan lingkungan sesuai dengan prinsip Tri Hita Karana. dalam uraian
diatas sudah dijelaskan bahwa sistem Tri hita karana seperti hubungan tuhan
dengan manusia ( sistem pengendalian hama dengan ritual), Manusia dengan
Manusia (pembuatan awig-awig) dan sistem manusia dengan alam (pembuatan
irigasi) sudah sangat jelas bahwa subak yang ada di bali menggunakan konsep tri
hita karana sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dalam melakukan
kegiatan bersama
2. Kearifan lokal
Tri Hita Karana pada Nyadran di jawa barat

a. Lokal ekologis
Dari sisi kearifan lokal ekologisnya pada tradisi nyandran ini sangat menguntungkan karena
kelestarian alam ini tetap terjaga, terlebih jika pohon-pohon tersebut perakarannya memiliki
kemampuan menjaga ketersediaan air. Hampir setiap bulan-bulan tertentu, di kebudayaan Jawa
ada yang namanya Nyadran Kali. Ritual ini adalah upaya menjaga harmonisasi alam dengan
manusia. Penduduk memberikan sesaji berupa makanan dan bunga-bunga dan ditaruh diakar
Beringin yang menjuntai. Doa-doa diratuskan kepada Sang penguasa jagat raya untuk tetap
memberikan keselamatan. Usai doa-doa dipanjatkan, kini para penduduk mulai turun ke mata air
untuk membersihkan sumber mata air / tuk agar tetap terawat. Tua muda bahkan anak-anak
turun ke mata air dan telaga untuk kerja bakti membersihkan. Walau ritual ini hanya setahun
sekali, ternyata cukup efektif untuk mengingatkan penduduk jika ada yang harus diperhatikan
dan dirawat, yakni sumber mata air dan sebuah konservasi tradisional yang diwariskan nenek
moyang secara turun temurun.
b.Kearifan lokal sosial
Kearifan lokal sosial pasa tradisi nyandran ini bisa dilihat dari
kebersamaan masyarakat dalam menjalankan upacara nyandran.
Dalam proses pelaksanaannya masyarakat berkumpul bersama baik
itu untuk. Melakukan kerja bakti maupun melakukan
persenbahyangan bersama. Selain itu tradisi nyandran ini juga
meningkatkan rasa kekeluargaan anta masyarakat karena dalam
proses pelaksanaannya masyarakat berkumpul serta membawa
berbagai jenis makanan dari rumah masing masing untuk disantap
bersama
c.Kearifan lokal teologis

Secara umum ziarah yang dilakukan menjelang


bulan Ramadhan bagimasyarakat Jawa
mempunyai maksud untuk mendoakan arwah
leluhurmereka. Masyarakat biasanya secara
bersama-sama mengadakan kerja
baktimembersihkan makam desa atau dusun
dengan segala tradisi dan adatkebiasaan yang
berlaku secara turun temurun.

Anda mungkin juga menyukai