Anda di halaman 1dari 9

TUGAS TUTORIAL

PERTANIAN BERLANJUT ASPEK SOSIAL EKONOMI

Oleh :

Nama : Lokeswara Widy Arjuna


Nim : 195040101111089
Kelas : U - 24

PROGRAM STUDI
AGRIBISNIS FAKULTAS
PERTANIAN UNIVERSITAS
BRAWIJAYA MALANG
2021
Tugas 1
Link Video : https://www.youtube.com/watch?v=jKNPFTgsTiY
Judul Video : “Perjuangan Petani di Tengah Pandemi”
Lokasi : Kuweron, Candibinangun, Pakem, Sleman, DI Yogyakarta

1. Berikan penilaian keberlanjutan pertanian dari aspek sosial ekonomi pada kasus
petani cabe dan tomat dalam video tersebut.

Jawab :
Masa pandemi saat ini membuat petani di wilayah tersebut melakukan perubahan
sistem tanam karena sedang mengalami kerugian akibat tidak stabilnya harga panen
pada komoditas cabai dan tomat. Pada video tersebut diketahui jika petani
mengeluarkan biaya total pada pembelian input berbentuk lanjaran, mulsa serta jenis
pupuk dan pestisida dengan total jumlah lebih dari 5 juta dan ditambah dengan biaya
tenaga kerja dengan ongkos kerjanya Rp 70.000 setiap harinya sudah termasuk makan
dan snack. Sedangkan pada pendapatan untuk komoditas tomat hanya diharga per 15
kg hanya Rp 10.000 dengan harga perkilonya hanya Rp.500. sedangkan pada
komoditas cabe perkilonya hanya berharga Rp 5.000 dan masa panen untuk kedua
komoditas tersebut kurang lebih 5 bulan. lalu pendapatan yang diterima oleh petani
selama masa panen belum bisa mendapat keuntungan dan bahkan kembali ke modal
bisa dikatakan usaha yang dilakukan petani tersebut merugi. Jika dikaitkan dengan
keberlanjutan pertanian pada aspek sosial ekonomi, maka hal tersebut belum dapat
dicapai/memenuhi keberlanjutan pertanian karena terdapat resiko besar yaitu
pendapatan, harga output serta kesejahteraan yang diterima masih belum sebanding
dengan pengeluaran baik finansial ataupun tenaga yang dilakukan pada usaha tani
(Saptana, Daryanto, dan Kuntjoro, 2009).

2. Bagaimana strategi petani untuk bertahan di tengah pandemi (Resilience) dalam


video tersebut

Jawab :
Strategi yang dilakukan oleh petani tersebut untuk bertahan ditengah pandemi
adalah melakukan perombakan budidaya komoditas pertanian khusnya sayuran cabai
dan tomat ke komoditas sayuran lain atau yang utama komoditas pangan padi. Hal
ini dilakukan agar petani tidak merugi strategi yang sesuai pada video tersebut
Pengaturan luas tanam dan produksi cabai pada musim kemarau.
Ketika peningkatan luas tanam cabai pada musim hujan baik di lahan baru di sentra
produksi lain maupun di lahan yang sudah ada. Indonesia memiliki kondisi
agroekosistem yang beragam sehingga pada saat sentra produksi tidak berproduksi,
cabai dapat ditanam di daerah lain yang berbeda agroeksosistem sebagai cadangan
produksi. Teknologi produksi cabai di musim hujan juga perlu didiseminasikan agar
petani dapat tetap memproduksi cabai pada musim hujan.. Perlu juga dikaji aspek
pemasaran apabila ingin menanam cabai sehubungan dengan manajemen rantai
pasok yang ada. Budidaya tanaman cabai harus efisien dalam hal rantai pasoknya
agar harga cabai di tingkat konsumen tidak tinggi maupun rendah. Penerapan konsep
manajemen rantai pasok atau supply chain management (SCM) melalui pola
kemitraan mampu meningkatkan efisiensi dan daya saing (Lokollo 2012). Untuk
menghindari anjloknya harga cabai dan meruginya petani, mungkin akibat
melimpahnya produksi serta efek dari pandemi saat ini, bagi petani perlu melakukan
pengaturan luas tanam cabai di sentra produksi. Program ini sudah dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Hortikultura sejak beberapa tahun yang lalu, tetapi belum
berjalan secara efektif sehingga anjloknya harga cabai (di bawah Rp5.000/kg di
tingkat petani) selalu terjadi hampir setiap tahun.

3. Solusi apa yang bisa saudara tawarkan untuk mengatasi persoalan yang ada dalam
video tersebut, dari sisi pemerintah dan dari sisi petani?

Jawab :
Menurut saya, solusi yang harus diberikan harus datang dari pemerintah
karena pemerintah yang sudah seharusnya mengerti situasi kondisi pada pandemi saat ini
adalah :
1. Keberdayaan masyarakat dapat diwujudkan melalui partisipasi aktif masyarakat yang
difasilitasi oleh pemerintah dengan adanya perlakuan atau tindakan pemberdayaan.
Sasaran utama pemberdayaan adalah mereka yang lemah dan tidak memiliki daya,
kekuatan atau kemampuan mengakses sumber daya produktif seperti yang terjadi
pada masa pandemi ini. Tujuan akhir dari proses pemberdayaan masyarakat
adalah kemandirian warga dalam meningkatkan derajat hidupnyadengan
mengoptimalkan potensi yang ada disekitar (Widjajanti, 2011).
2. Memberikan subsidi dalam bentuk input pertanian seperti pupuk, pestisida dan alat alat
pertanian, serta juga bisa dalam bentuk uang untuk petani agar bisa meningkatkan
kualitas serta kuantitas produksinya. Sementara itu ketergantungan masyarakat
Indonesia terhadap cabai sebagai sumber bumbu dapur belum bisa tergantikan oleh
komoditas lain, sehingga kuantitas produknya harus tetap terjaga & fluktuasi harganya
harus tetap stabil.

Adapun solusi yang harus di miliki bagi petani :


1. Memberlakukan sistem rotasi tanam/perombakan komoditas. Hal ini dilakukan dengan
tujuan agar harga komoditas dipasaran contohnya cabai dan tomat yang tersedia dalam
jumlah banyak dan harganya yang murah memiliki periode tertentu Peningkatan luas
tanam cabai pada musim hujan baik di lahan baru di sentra produksi lain maupun
di lahan yang sudah ada. Indonesia memiliki kondisi agroekosistem yang
beragam sehingga pada saat sentra produksi tidak berproduksi, cabai dapat
ditanam di daerah lain yang berbeda agroeksosistem sebagai cadangan produksi.
Teknologi produksi cabai di musim hujan juga perlu didiseminasikan agar petani
dapat tetap memproduksi cabai pada musim hujan. Teknologi seperti penggunaan
rumah kasa (Moekasan dan Prabaningrum 2012), mulsa plastik (Darmawan et al.
2014), dan pelindung hujan (Mawardi dan Sudaryono 2008; Bardosono 2015)
dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan produksi cabai pada musim hujan

2. Mengembangkan kelembagaan kemitraan yang andal dan berkelanjutan. Dalam


pengembangan agribisnis cabai untuk menangani gejolak harga diperlukan kemitraan
antara petani (kelompok tani, gapoktan, koperasi) dengan pengusaha maupun industri
cabai. Saptana et al. (2005) menyatakan bahwa kemitraan antara petani dan
perusahaan dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas serta nilai tambah ekonomi
suatu komodi.

3. Menanam komoditas sayuran cabai dan tomat ataupun komoditas lainya dengan
menerapkan sistem timpang sari. Hal ini perlu dilakukan karena pada sistem ini
mampu mengefisiensikan biaya yang dikeluarkan, meningkatkan pendapatan dan
penggunaan input tergolong rendah (Cardero dan McCollum, 1978) dan (Sudana dan
Basa,1984).
Tugas 2
Link Video : https://www.youtube.com/watch?v=17sNyZ-
9v2s&t=9s Judul Video : “Integrated Farming System Agribisnis
Ubikayu”
Lokasi : Provinsi Lampung

1. Berikan penilaian keberlanjutan pertanian dari aspek sosial ekonomi pada


kasus Agribisnis Ubikayu dalam video tersebut

Jawab :
Berdasarkan pemaparana video tentang “ Integrated Farming System Agribisnis Ubi
Kayu ” yang dilakukan oleh BPP (balai pelatihan pertanian) di Lampung dapat diketahui
jika ubi kayu dapat dimanfaatkan sebagai makanan yang memiliki karbohidrat tinggi dan
sering dibutuhkan oleh banyak orang untuk diolah menjadi makanan seperti beras kue,
pempek, dan beras analog, sementara itu industrilisasi dengan bahan dasar ubi kayu seperti
tapioka, etanol dan berbagai macam bahan kimia lainya, serta industri kertas atau palstik
juga membutuhkan suplai bahan baku ubi kayu dalam jumlah besar. Harga ubi kayu
dipasaran juga stabil bahkan cenderung naik sesuai dengan banyaknya kebutuhan, dengan
demikian jika dikaitkan dengan keberlanjutan pertanian pada aspek ekonominya sangat
memenuhi karena pendapatan petani juga naik karena permintaan ubi kayu juga besar
untuk sektor makanan ataupun industri. Ditambah lagi sisa sisa hasil produksi ubi kayu dan
ampas ubi kayu dapat dijadikan makanan ternak sehingga bisa lebih menghemat
pengeluaran untuk peternakaannya. Sementara itu kotoran hewan ternak dapat dijadikan
biogas sehingga semua bisa bermanfaat dan sesuai dengan konsep lingkungan. Pada aspek
sosialnya juga BPP lampung begitu sangat peduli, dengan diadakan pelatihan keterampilan
kepada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat dapat mengolah hasil ubi kayu menjadi
barang yang lebih bernilai tinggi serta masyarakat bisa berbaur dan bersosialiasi untuk
meningkatkan relasi sesame masyarakat.

2. Jelaskan tentang prospek agribisnis ubi kayu dan lakukan analisis keberlanjutan untuk
industri pengolahan ubikayu menjadi produk tepung tapioka dan mokaf.
Jawab :
Di Indonesia, ubi kayu (Manihot esculenta) merupakan makanan pokok ke tiga
setelah padi-padian dan jagung. Sedangkan untuk konsumsi penduduk dunia, khususnya
penduduk negara-negara tropis, tiap tahun diproduksi sekitar 300 juta ton ubi kayu.
Produksi ubikayu di Indonesia sebagian besar dihasilkan di Jawa (56,6%), Propinsi
Lampung (20,5%) dan propinsi lain di Indonesia (22,9%). Permasalahan umum pada
pertanaman ubikayu adalah produktivitas dan pendapatan yang rendah. Rendahnya
produktivitas disebabkan oleh belum diterapkannya teknologi budidaya ubikayu dengan
benar seperti belum dilakukan pemupukan baik pupuk an-organik maupun organik (pupuk
kandang). Data statistik menunjukkan terjadi penurunan luas areal ubikayu sebesar 10,81%
pada tahun 2004 dan 5,08% pada tahun 2005. Dengan berkurangnya luas areal tanaman
ubikayu dan meningkatnya kebutuhan bahan baku ubikayu untuk industri makanan dan
bio-etanol sementara produktivitas ubikayu masih rendah, maka solusi yang tepat adalah
peningkatan produktivitas per satuan luas. Kerena itu penggunaan sistem tanam double row
diharapkan akan menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi kekurangan bahan baku
ubikayu di masa mendatang (Grahamultimedia 2011).

Perlu diketahi jika ubi kayu merupakan salah sayu produk budidaya pertanian yang
tidak tahan lama alias mudah rusak dan membusuk jika dibiarkan berlama lama, hal ini
dikarenakan kandungan air dalam kandungan ubi kayu cukup besar yakni 65% (Arief &
Asnawi, 2012). Oleh karena itu perlunya pengolahan secara tepat dan cepat seperti diolah
menjadi tepung tapioka ataupun mokaf (beras analog) untuk meminimalisir penurunan
kualitas. Pengolahan ubi kayu menjadi produk setengah jadi ini merupakan trobosan yang
tepat, disisi lain harga produk juga lebih tinggi daripada harga ubi kayu biasa. Tepung
tapioka dibuat dari hasil penggilingan ubi kayu yang dibuang ampasnya.Ubi kayu
tergolong polisakarida yang mengandung pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi
tetapi lebih rendah daripada ketan yaitu amilopektin 83 % dan amilosa 17 %, sedangkan
buah-buahan termasuk polisakarida yang mengandung selulosa dan pektin (Winarno,
2004). Sedangkan pada tepung Mocaf memiliki kemampuan rehidrasi, gelatinisasi, dan
viskositas lebih tinggi daripada tepung ubikayu (meskipun masih lebih rendah dari terigu)
sehingga untuk produk yang sama, proporsi penggunaannya dapat lebih tinggi daripada
tepung ubikayu. Selain itu, aroma khas asam laktat yang dihasilkan selama fermentasi
dapat menghilangkan aroma apek ubikayu. Oleh karena itu, penggunaan mocaf menjadi
sangat potensial sebagai substitusi tepung-tepungan yang harganya lebih mahal (Subagyo
2009), terutama terigu untuk produk produk mie, rerotian, kue basah, dan kue kering.
Ditambah lagi pada video tersebut pemerintah daerah melalui BPP (balai pelatihan
pertanian) lampung sangat mendukung dan bersinergis membantu masyarakat melalui
pelatihan pengelolahan ubi kayu untuk dijadikan produk setengah jadi berbentuk tepung
tapioka ataupun mokaf. Dapat disimpulkan jika usaha agribisnis budidaya ubi kayu ini
terbuka luas dan sesuai dengan prinsip pertanian berlanjut dilihat dari aspek sosial ekonomi
serta lingkunganya, begitupun untuk industrilisasi pengolahan tepung tapioka, karena
permintaan terhadap tepung tapioka semakin hari semakin meningkat dan dikenal oleh
masyarakat luas.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, R. W., & Asnawi, R. (2012). Dan Tepung Ubikayu Modifikasi. 91(24), 82–91.
Cordero, A and R.E. MC.Collum.1978. Intercropping Research in North Carolina .
AgronomicEconomic Research on soil of The Tropics Ann.Report for 1976-1977.Soil
Science Dept. Nort Carolina StateUniv. Raleigh,N.C.
Darmawan, IG.P., ID.N. Nyana, dan IG.A. Gunadi. 2014. Pengaruh penggunaan mulsa
plastik terhadap hasil tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) di Luar musim di
Desa Kerta. EJurnal Agroekoteknologi Tropika, 3(3): 148-157.
Grahamultimedia. 2011. Pembangunan Jangka Panjang. Download:
http://www.lampungprov. go.id/read/113/pembangunan.jangka.panjang. Diakses
tanggal: 6 September 2021.
Mawardi, I. dan Sudaryono. 2008. Pengaruh irigasi dan naungan terhadap produksi
tanaman cabe (Capsicum annum) pada lahan berpasir di pantai Glagah, Yogyakarta.
Jurnal Hidrosfir Indonesia 3(1): 41-49
Moekasan, T. dan L. Prabaningrum. 2012. Penggunaan rumah kasa untuk mengatasi
serangan organisme pengganggu tumbuhan pada tanaman cabai merah di dataran
rendah. J. Hort. 22(1): 65-7
Lokollo, E.M. 2012. Bunga Rampai Rantai Pasok Komoditas Pertanian Indonesia. IPB
Press, Bogor
Saptana, E.L. Hastuti, K.S. Indrianingsih, Ashari, S. Friyanto, Sunarsih, dan V. Daris.
2005. Pengembangan model kelembagaan kemitraan usaha yang berdaya saing di
kawasan sentra produksi
Subagyo, A. 2009. Mencari ikon pergerakan nasionalisme pangan Indonesia. Pangan
XVIII (56):59– 66.
Widjajanti. 2011. Food Estate sebagai Ketahanan Pangan di Tengah Pamdemi
COVID-19. Jurnal Pengabdian MasyarakatBerkemajuan, 4(1), 386–390
Winarno, F. G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan ke-XI. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai