Disusun Oleh :
Warih Seto Dwi W
(14510014)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat,karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Irigasi
dan Bangunan Air. Dan juga kami berterimakasih pada Ibu Dra.Kristina Sembiring, MT selaku
Dosen mata kuliah Irigasi dan Bangunan Air yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Saluran dan Bangunan Irigasi.Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.Oleh sebab
itu,kami berharap adanya kritik,saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat
dimasa yang akan dating,mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga
makalah
sederhana
ini
dapat
dipahami
bagi
siapapun
yang
membacanya.Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya.Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini diwaktu yang akan datang.
Penyusun
ABSTRAK
Sungai Cipamingkis adalah salah satu Sungai yang terletak di Provinsi Jawa Barat dan melintas
diwilayah
administrasi
Kabupaten Bogordan Kabupaten
Bekasi
Cipamingkis dilakukan melalui pembangunan check dam, bendung, talud dan lain-lain. Namun d
emikian beberapa bangunan di Sungai Cipamingkis mengalami penurunan fungsi, bahkan
mengalami kerusakan berat.Kerusakan infrastruktur tersebut selain disebabkan oleh alam seperti
curah hujan yang tinggi tetapi juga disebabkan oleh faktor kerusakan lingkungan. Kerusakan
berbagai infrastruktur juga menunjukkan pengaruhaspek ekonomi yang memicu masyarakat
untuk mengeksploitasi lingkungan demi memperoleh keuntungan.Terdapat kecenderungan
bahwa aspek ekonomi lebih mendapat penekanan dibanding aspek lingkungan.Diperlukan
strategi perancangan pengendalian degradasi morfologi Sungai Cipamingkis yang
memperhatikan aspek-aspek lingkungan-sosial-ekonomi secara seimbang-dinamis, dan
memperhatikan pembangunan spesifiklokal, serta bersifat partisipatif Pengelolaan lingkungan
terbagi menjadi tiga aspek utama antara lain pengelolaan lingkungan biotik,abiotik, dan sosial
budaya. Setiap unsur akan memberikan daya tarik dan daya dorong yang berbeda antara satu
dengan lainnya terhadap kelestarian lingkungan di sekitar aliran Sungai Cipamingkis.Penelitian
yang dilakukan di Aliran Sungai Cipapimingkis pada bulan September s.d November 2011 ini
mengungkap kondisi lingkungan dan sosial ekonomi yang dapat dijadikan sebagai salah satu
bahan pertimbangan dalam upaya melakukan pengendalian degradasi morfologi Sungai
Cipamingkis.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bangunan dan saluran irigasi sudah dikenal orang sejak zaman sebelum Masehi.Hal ini
dapat dibuktikan oleh peninggalan sejarah, baik sejarah nasional maupun sejarah
dunia.Keberadaan bangunan tersebut disebabkan oleh adanya bahwa sumber makanan nabati
yang disediakan oleh alam sudah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan manusia.Segi
teknis dari persoalan pertanian ini menimbulkan permasalahan dari yang paling sederhana
sampai yang paling sulit.Air tunduk pada hukum gravitasi, sehingga air dapat mengalir melalui
saluran-saluran secara alamiah ke tempat yang lebih rendah. Untuk keperluan air irigasi, dengan
cara yang paling sederhanapun telah dapat dicapai hasil yang memadai.
Kemajuan ilmu dan teknologi senantiasa memperluas batas-batas yang dapat dicapai
dalam bidang keirigasian.Manusia mengembangkan ilmualam, ilmu dan juga hidrolika yang
meliputi statika dan dinamika benda cair.Semua ini membuat pengetahaun tentang irigasi
bertambah lengkap.
Irigasi merupakan alternatif sistem pemanfaatan air secara efisien yang sering digunakan
sebagai proses pengairan lahan pertanian. Sistem pembangunan infrastruktur irigasi
membutuhkan lahan yang cukup luas pada proses penataan dan pengelolaannya. Dalam hal ini,
hutan merupakan pilihan lahan yang seringkali dijadikan sebagai pengalihfungsian untuk
pembuatan sluran irigasi. Semakin besar dan luasnya saluran irigasi yang dibangun maka
semakin banyak pula lahan yang harus dikorbankan. Untuk memenuhi kebutuhan pembuatan
irigasi tersebut, banyak pohon-pohon yang harus ditebang sehingga terjadilah penggundulan
hutan yang tidak terkendalikan.
Dalam pengelolaan lingkungan hidup, kondisi pada saat ini menunjukkan terjadi
penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan yang signifikan. Hilangnya berbagai species
keanekaragaman hayati juga menjadi cerminan degradasi daya dukung lingkungan. Penurunan
kualitas dan daya dukung lingkungan juga dipengaruhi oleh kerusakan lingkungan global. Salah
satu fenomena perubahan iklim adalah gejala pemanasan global (global warming) yang terjadi
akibat bertambahnya jumlah gas buangan di atmosfir yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian,
industri, dan transportasi. Kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup di atas dihadapkan
pada berbagai permasalahan yang meliputi aspek pemanfaatan SDA yang bersifat eksploitatif,
boros dan tidak efisien (Anonim 2008).
Oleh karena itu, penataan dan proses pengelolaan bangunan saluran irigasi perlu
direncanakan dan disesuaikan dengan kondisi yang ramah lingkungan. Sebagai alternatif
penataan irigasi yang tetap memprioritaskan adanya penghijauan lingkungan diperlukan upaya
mitigasi dan adaptasi. Adaptasi terhadap dampak perubahan iklim adalah salah satu cara
penyesuaian yang dilakukan secara spontan atau terencana untuk memberikan reaksi terhadap
perubahan iklim yang diprediksi atau yang sudah terjadi. Mitigasi adalah kegiatan jangka
panjang yang dilakukan untuk menghadapi dampak dengan tujuan untuk mengurangi resiko atau
kemungkinan terjadi suatu bencana.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Bangunan irigasi
Bendung cipamingkis dibangun sekitar tahun 1980, dimana tujuan pembangunan nya
untuk mengairi sawah sekitar 7.508 Ha dengan 2 saluran irigasi:
Irigasi Cibarusah dengan luas sawah yang diairi 2.934Ha dan selebihnya di saluran irigasi
Mengker.selain untuk irigasi dibendung cipamingkis dipakai juga untuk mengambil suplai bahan
baku air bersih yang dikelola oleh Perusahaan Jasa Tirta II.
Irigasi atau pengairan adalah suatu usaha untuk memberikan air guna keperluan pertanian
yang dilakukan dengan tertib dan teratur untuk daerah pertanian yang membutuhkannya dan
kemudian air itu dipergunakan secara tertib dan teratur dan dibuang kesaluran pembuang. Istilah
irigasi diartikan suatu bidang pembinaan atas air dari sumber-sumber air, termasuk kekayaan
alam hewani yang terkandung didalamnya, baik yang alamiah maupun yang diusahakan
manusia. Pengairan selanjutnya diartikan sebagai pemanfaatan serta pengaturan air dan sumbersumber air yang meliputi irifasi, pengembangan daerah rawa, pengendalian banjir, serta usaha
perbaikan sungai, waduk dan pengaturan penyediaan air minum, air perkotaan dan air industri
(Ambler, 1991).
Sejarah Irigasi di Indonesia
Secara umum menjelaskan perkembangan mulai dari adanya usaha pembuatan irigasi
sangat sederhana, perkembangan irigasi di Mesir, Babilonia, India,dll kemudian bagaimana
perkembangan irigasi di Indonesia sampai saat sekarang.
Di Bali, irigasi sudah ada sebelum tahun 1343 M, hal ini terbukti dengan adanya sedahan
(petugas yang melakukan koordinasi atas subak-subak dan mengurus pemungutan pajak atas
tanah wilayahnya). Sedangkan pengertian subak adalah Suatu masyarakat hukum adat di Bali
yang bersifat sosio agraris relegius yang secara historis tumbuh dan berkembang sebagai suatu
organisasi di bidang tata guna air di tingkat usaha tani (PP. 23 tahun 1982, tentang Irigasi).
Di Indonesia irigasi tradisional telah berlangsung sejak nenek moyang kita. Hal ini dapat
dilihat juga cara bercocok tanam pada masa kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia. Dengan
membendung kali secara bergantian untuk dialirkan ke sawah. Cara lain adalah mencari sumber
air pegunungan dan dialirkan dengan bambu yang bersambung. Ada juga dengan membawa
dengan ember yang terbuat dari daun pinang atau menimba dari kali yang dilemparkan ke sawah
dengan ember daun pinang juga.
pada tanaman satu per satu. Untuk irigasi dengan model seperti ini di Indonesia biasa disebut
menyiram.
Secara garis besar, tujuan irigasi dapat digolongkan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu :
Tujuan Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan untuk membasahi tanah berkaitan
dengan kapasitas kandungan air dan udara dalam tanah sehingga dapat dicapai suatu
kondisi yang sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman yang ada di tanah
tersebut.
Tujuan Tidak Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan yang meliputi : mengatur suhu
dari tanah, mencuci tanah yang mengandung racun, mengangkut bahan pupuk dengan
melalui aliran air yang ada, menaikkan muka air tanah, meningkatkan elevasi suatu
daerah dengan cara mengalirkan air dan mengendapkan lumpur yang terbawa air, dan lain
sebagainya.
Irigasi didefinisikan sebagai suatu cara pemberian air, baik secara alamiah ataupun buatan
kepada tanah dengan tujuan untuk memberi kelembapan yang berguna bagi pertumbuhan
tanaman. Secara alamiah air disuplai kepada tanaman melalui air hujan. Seara alamiah lainnya,
adalah melalui genangan air akibat banjir dari sungai, yang akan menggenangi suatu daerah
selama musim hujan, sehingga tanah yang ada dapat siap ditanami pada musim kemarau.secara
buatan : Ketika penggunaan air ini mengikutkan pekerjaan rekayasa teknik dalam skala yang
cukup besar, maka hal tersebut disebut irigasi buatan ( Artificial Irrigation ). Irigasi buatan secara
umum dapat dibagi dalam 2 ( dua ) bagian :
Irigasi Pompa ( Lift Irrigation ), dimana air diangkat dari sumber air yang rendah ke
rekayasa teknis untuk penyediaaan dan pengaturan air dalam menunjang proses produksi
pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan serta mendistribusikan secara teknis dan
sistematis.
Adapun manfaat dari suatu sistem irigasi, adalah :
a) Untuk membasahi tanah, yaitu pembasahan tanah pada daerah yang curah hujannya
kurang atau tidak menentu.
b) Untuk mengatur pembasahan tanah, agar daerah pertanian dapat diairi sepanjang waktu
pada saat dibutuhkan, baik pada musim kemarau maupun musim penghujan.
c) Untuk menyuburkan tanah, dengan mengalirkan air yang mengandung lumpur & zat zat
hara penyubur tanaman pada daerah pertanian tersebut, sehingga tanah menjadi subur.
d) Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah / rawa dengan pengendapan
lumpur yang dikandung oleh air irigasi.
Jenis-jenis irigasi di Indonesia adalah :
1. Irigasi permukaan : Mengambil air dari sumber-sumber yang ada, lalu membuat
bangunan penangkapnya, kemudian mengalirkannya melalui saluran primer dan sekunder
ke petak-petak sawah.
2. Irigasi tambak : Mengatur tata air dari sumber irigasi yang sudah ada melalui system
drainase (menahan dan mengairi padi)
3. Irigasi air tanah : Mengambil air tanah kemudian memompa dan mendistribusikannya ke
petak-petak sawah.
4. Irigasi pompa : Diutamakan untuk areal persawahan di dataran tinggi.
Berikut ini fungsi irigasi :
1.
2.
3.
4.
Melihat kenyataan di atas,dan sebagai salah satu tugas mata kuliah IRIGASI DAN
BANGUNAN AIR. Kami ingin melakukan penelitian tentang pemanfaatan system perairan
irigasi yang ada di Cibarusah, Desa:Balekambang Kec: Jonggol, Kab: Bogor.
Makalah tersebut kami tuangkan dalam makalah yang berjudul PERENCANAAN SALURAN
IRIGASI TERSIER .
Sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen,
menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam rangka
meningkatkan produksi pertanian. Beberapa komponen dalam sistem irigasi diantaranya adalah :
siklus hidrologi (iklim, air atmosferik, air permukaan, air bawah permukaan),
kondisi fisik dan kimiawi (topografi, infrastruktur, sifat fisik dan kimiawi lahan),
kondisi biologis tanaman,
aktivitas manusia (teknologi, sosial, budaya, ekonomi).
Pemilihan
jenis
sistem
irigasi
sangat
dipengaruhi
oleh
kondisi
hidrologi,
klimatologi, topografi, fisik dan kimiawi lahan, biologis tanaman sosial ekonomi dan budaya,
teknologi (sebagai masukan sistem irigasi) serta keluaran atau hasil yang akan diharapkan
(Bustomi, 2000).
2.2
Jaringan Irigasi
Mengacu pada Direktorat Jenderal Pengairan (1986) cara pengaturan, pengukuran, serta
kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
1.
2. Jaringan Irigasi Sederhana adalah sistem irigasi yang sistem konstruksinya dilakukan
dengan sederhana, tidak dilengkapi dengan pintu pengatur dan alat pengukur sehingga air
irigasinya tidak teratur dan tidak terukur, sehingga efisiensinya rendah.
3. Jaringan Irigasi semi Teknis adalah suatu sistem irigasi dengan konstruksi pintu pengatur
dan alat pengukur pada bangunan pengambilan (head work) saja, sehingga air hanya
teratur dan terukur pada bangunan pengambilan saja dengan demikian efisiensinya
sedang.
4. Jaringan Irigasi Teknis adalah suatu sistem irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur
dan pengukur air pada bangunan pengambilan, bangunan bagi dan bangunan sadap
sehingga air terukur dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap, diharapkan efisiensinya
tinggi.
2.3
Petak
a. Petak Tersier
Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang lebih
8 sampai dengan 15 hektar. Pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan di petak tersier
menjadi tanggung jawab para petani yang mempunyai lahan di petak yang bersangkutan
dibawah bimbingan pemerintah. Petak tersier sebaiknya mempunyai batas-batas yang jelas,
misalnya jalan, parit, batas desa dan batas-batas lainnya. Ukuran petak tersier berpengaruh
terhadap efisiensi pemberian air. Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh dalam
penentuan luas petak tersier antara lain jumlah petani, topografi dan jenis tanaman (Direktorat
Jenderal Pengairan, 1986).
b. Petak Sekunder
Menurut Direktorat Jenderal Pengairan (1986) petak sekunder terdiri dari beberapa
petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder
menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas
petak sekunder pada umumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya saluran
drainase. Luas petak sukunder dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi daerah
yang bersangkutan. Saluran sekunder pada umumnya terletak pada punggung mengairi daerah di
sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang membatasinya. Saluran
sekunder juga dapat direncanakan sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng medan
yang lebih rendah (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).
c. Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung air
dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil air
langsung dari bangunan penyadap. Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat
dilayani dengan mudah dengan saluran sekunder (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).
2.4
Bangunan Irigasi
Keberadaan
bangunan
irigasi
diperlukan
untuk
menunjang
pengambilan dan
pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai dalam praktek
irigasi antara lain:
bangunan utama,
bangunan pembawa,
bangunan bagi,
bangunan sadap,
bangunan pengatur muka air,
bangunan pembuang dan penguras serta
bangunan pelengkap (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).
Menurut Direktorat Jenderal Pengairan (1986) bangunan utama dimaksudkan sebagai
penyadap dari suatu sumber air untuk dialirkan ke seluruh daerah irigasi yang dilayani.
Berdasarkan
sumber
airnya,
kategori:
bendung.
pengambilan bebas.
pengambilan dari waduk.
stasiun pompa.
bangunan
utama
Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke dalam
petak tersier lalu ke saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah boks bagi kuarter yang
terakhir
Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan sadap tersier atau
parit sawah ke sawah-sawah.
2.6 Bendung
Bendung adalah pembatas yang dibangun melintasi sungai yang dibangun untuk mengubah
karakteristik aliran sungai. Dalam banyak kasus, bendung merupakan sebuah kontruksi yang
jauh lebih kecil dari bendungan yang menyebabkan air menggenang membentuk kolam tetapi
mampu melewati bagian atas bendung. Bendung mengizinkan air meluap melewati bagian
atasnya sehingga aliran air tetap ada dan dalam debit yang sama bahkan sebelum sungai
dibendung. Bendung bermanfaat untuk mencegah banjir, mengukur debit sungai, dan
memperlambat aliran sungai sehingga menjadikan sungai lebih mudah dilalui.
Kementerian Pekerjaan Umum Indonesia membagi bendung menjadi dua, yaitu bendung
tetap dan bendung gerak :
A Bendung tetap adalah bangunan yang dipergunakan untuk meninggikan muka air di sungai
sampai pada ketinggian yang diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran irigasi dan petak
tersier.
B Bendung gerak dalah bangunan yang sebagian besar konstruksinya terdiri dari pintu yang
dapat digerakan untuk mengatur ketinggian muka air di sungai.
Beberapa bangunan pada bendungan :
A Bangunan utama
Bangunan utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air untuk dialirkan
keseluruh daerah irigasi yang dilayani. Berdasarkan sumber airnya, Bangunan utama dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu bendung, pengambilan bebas, pengambilan dari
waduk, stastiun pompa.
1 Bendung
Bendung adalah pembatas yang dibangun melintasi sungai yang dibangun untuk
mengubah karakteristik aliran sungai. Dalam banyak kasus, bendung merupakan sebuah
kontruksi yang jauh lebih kecil dari bendungan yang menyebabkan air menggenang
membentukkolam tetapi mampu melewati bagian atas bendung. Bendung mengizinkan
air meluap melewati bagian atasnya sehingga aliran air tetap ada dan dalam debit yang
sama bahkan sebelum sungai dibendung. Bendung bermanfaat untuk mencegah banjir,
mengukur debit sungai, dan memperlambat aliran sungai sehingga menjadikan sungai
lebih mudah dilalui.
2
Pengambilan bebas
Pengambilan bebas adalah bangungan yang dibuat ditepi sungai yang mengalirkan
air sungai kedalam jaringan irigasi,tanpa mengatur tinggi muka air sungai.Dalam keadaan
demikian jelas bahwa muka air disungai harus lebih tinggi dari daerah yang diairi dan
jumlah air yang dibelokkan harus dapat dijamin cukup.
Stasiun pompa
Irigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan apabila pengambilan secara gravitasi
Saluran primer membawa air dari bangunan sadap menuju saluran sekunder dan kepetakpetak tersier yang diairi.Batas ujung bangunan primer adalah pada bangunan bagi yang
terakhir.
Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran primer
menuju petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut.batas akhir dari
Saluran kuarter membawa air dari bangunan yang menyadap dari boks tersier menuju
petak-petak sawah yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut.batas akhir dari saluran
sekunder adalah bangunan boks kuarter terakhir.
Alat pembendung ,bermaksud untuk mengatur elevasi muka air sesuai dengan tinggi
dilengkapi dengan pintu pengatur agar debit yang masuk saluran dapat diatur.
Bangunan ukur debit,yaitu suatu bangunan yang dimaksudkan untuk mengukur besarnya
debit yang mengalir.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pengumpulan Data
Data kami peroleh dengan mengunjungi langsung ke bendung cipamingkis dimana
sumber air irigasi cibarusah berasal, bertanya kepada penjaga bendung tersebut dan
menggabungkan meteri leteratur yang kita dapat dari berbagai sumber termasuk internet.
3.2 Metode
Metodologi Penelitian yang di lakukan dalam penelitian ini menggunakan
jenis
kualitatif, dalam penelitian ini Peneliti di arahkan oleh produk berpikir induktif untuk
menemukan jawaban logis terhadap apa yang sedang menjadi pusat perhatian dalam penelitian,
dan akhirnya produk berpikir induktif menjadi jawaban sementara terhadap apa yang
dipertanyakan dalam penelitian dan menjadi perhatian itu, jawaban tersebut dinamakan dengan
berpikir induktif-analitis. Jenis penelitian kualitatif sangat cocok dalam mengamati efektivitas
saluran irigasi, karena peneliti dapat mengamati/melihat langsung peristiwa yang terjadi ke
lapangan.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengertian Saluran Tersier
Saluran tersier membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran sekunder
menuju petak-petak kuarter yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir dari saluran
sekunder adalah bangunan boks tersier terkahir.Jaringan irigasi semi teknis memiliki bangunan
sadap yang permanen ataupun semi permanen. Bangunan sadap pada umumnya sudah dilengkapi
dengan bangunan pengambil dan pengukur. Jaringan saluran sudah terdapat beberapa bangunan
permanen, namun sistem pembagiannya belum sepenuhnya mampu mengatur dan mengukur.
Karena belum mampu mengatur dan mengukur dengan baik, sistem pengorganisasian biasanya
lebih rumit.
Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang lebih 8
sampai dengan 15 hektar. Pembagian air, eksploitasi dan perneliharaan di petak tersier menjadi
tanggungjawab para petani yang mempunyai lahan di petak yang bersangkutan dibawah
bimbingan pemeintah. Petak tersier sebaiknya mempunyai batas-- batas yang jelas, misalnya
jalan, parit, batas desa dan batas-batas lainnya. Ukuran petak tersier berpengaruh terhadap
efisiensi pemberian air. Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh dalam penentuan luas petak
tersier antara lain jumlah petani, topografi dan jenis tanaman. Apabila kondisi topografi
memungkinkan, petak tersier sebaiknya berbentuk bujur sangkar atau segi empat. Hal ini akan
memudahkan dalam pengaturan tata letak dan perabagian air yang efisien. Petak tersier
sebaiknya berbatasan langsung dengan saluran sekunder atau saluran primer. Sedapat mungkin
dihindari petak tersier yang terletak tidak secara langsung di sepanjang jaringan saluran irigasi
utama, karena akan memerlukan saluran muka tersier yang mebatasi petak-petak tersier lainnya.
Bangunan yang terdapat pada jaringan irigasi semi teknis pada saluran primer :
Bangunan sadap
Bangunan sadap merupakan bangunan yang menglirkan air dari aliran saluran primer dan
saluran skunder ke saluran tersier penerima melalui pintu ukur.
Bangunan sadap berfungsi selain membagi air dari saluran kesaluran lainnya, juga
berfungsi mengambil atau menyadap air untuk dialirkan melalui saluran Tertsier atau Kwarter ke
sawah maupun kolam-kolam ikan dan lainnya.
Saluran tersier pada bendung cipamingkis masih menggunakan sistem jaringan irigasi semi
teknis bangunan tersiernya belum menggunakan bangunan-bangunan yang menggunakan
batu/beton atau sejenis turap-turap.Berikut gambar saluran tersier dan pintu saluran tersier pada
bendung cipamingkis yang masih menggunakan sistem jaringan irigasi semi teknis.
BAB V
PENUTUP
5.1.Kesimpulan
Dari penilitan dan wawancara yang kami lakukan,Sistem aliran irigasi yang dipakai pada
saluran irigasi cibarusah menggunakan sistem irigasi aliran semi teknis, dimana seluruh aliran
pembagi yang sudah menggunakan pintu permanen tetapi pengawasannya diserahkan lagsung
kepada masyarakat setempat, sehingga perlu dilakukan pembangunan ulang saluran tersier semi
teknis menjadi sistem irigasi teknis.
5.2.Saran
Perlu mengganti saluran sistem irigasi aliran semi teknis menggunakan sistem irigasi
aliran teknis agar mempermudah dan memperlancar aliran air yang masuk pada petak-petak
persawahan dll.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pengairan, 1986. Standar Perencanaan Irigasi (KP. 01-05).
Departemen Pekerjaan Umum, CV. Galang Persada, Bandung.
Fuad Bustomi, 1999. Sistem Irigasi : Suatu Pengantar Pemahaman, Tugas Kuliah Sistem
Irigasi. Program Pascasarjana Program Studi Teknik Sipil UGM, Yogyakarta (Tidak diterbitkan).
Fuad Bustomi, 2000. Simulasi Tujuh Teknik Pemberian Air Irigasi Untuk Padi di Sawah
dan Konsekuensi Kebutuhan Air Satu Masa Tanam. Tesis Program Pascasarjana Program Studi
Teknik Sipil UGM, Yogyakarta (Tidak diterbitkan).
Michael A.M., 1978. Irrigation Theory and Practices. Vikas Publishing House PVT LTD,
New Delhi.
Mudi Utomo, 1990. Model Matematika Evapotranspirasi Pada Tanah Tidak Jenuh Air.
Tugas Akhir Sarjana. Teknik Sipil UGM, Yogyakarta. (Tidak diterbitkan).
Partowijoto, A., 1999. Peningkatan Efisiensi dan Efektifitas Dalam Pengelolaan Air
Irigasi Oleh
Masyarakat : Kendala Teknis dan Non Teknis. Prosiding Seminar Sehari Peningkatan
Pendapatan dan Kesejahteraan Petani Melalui Pendekatan Partisipasi, IESC -RCA bekerjasama
dengan Jurusan Teknik Sipil FT UGM, Yogyakarta.
Sudjarwadi, 1987. Teknik Sumberdaya Ai. Diktat kuliah Jurusan Teknik Sipil UGM,
Yogyakarta.
Sudjarwadi, 1990. Teori dan Praktek Irigasi. Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik, UGM,
Yogyakarta
Sudjarwadi 1995, Pengembangan Wilayah Sungai (Wawasan dan Konsep), Diktat kuliah
S-2 Jurusan Teknik Sipil UGM, Yogyakarta.