Anda di halaman 1dari 8

BAB II

BEBERAPA HUKUM DAN KONSEP DASAR


2.1

Umum

Di dalam analisis yang berkaitan dengan suatu sub-disiplin ilmu tertentu,


diterapkan kriteria dan hukum-hukum dasar yang sesuai dan yang berlaku. Sebagai
contoh misalnya, dalam analisis yang berkaitan dengan bahan fluida, digunakan hukum
kekekalan massa dan kekekalan momentum pada suatu volume control tertentu pada
mana aliran fluida diamati. Dalam aliran bahan fluida yang kental, digunakan teorema
viskositas, dan lain-lain.
Karena kita meninjau problem sistem struktur yang menggunakan bahan padat,
seperti misalnya baja, beton, kayu, plastik dan lain-lain, di mana massa bahan tidak
terpisah dan tercerai-berai sebelum dan sesudah pembebanan, hukum kekekalan
massa misalnya, secara otomatis terpenuhi (automatically satisfied). Ketimbang itu, kita
berurusan dengan aspek hukum yang berkenaan dengan bahan Newtonian berbentuk
padat. Dalam kaitan ini, hukum-hukum Newton khusus untuk bahan padat menjadi
hukum yang berlaku, serta yang akan kita bahas dalam bab ini.
Selain hukum-hukum Newton, bab ini membahas juga beberapa kriteria yang
penting dan berlaku bagi struktur yang terbuat dari bahan padat, seperti hukum
elastisitas, hukum superposisi, dan lain-lain.
2.2

Hukum Kedua Newton

Pandanglah suatu sistem bermassa m yang mendapat gaya luar yang bekerja
pada garis yang melalui massa tersebut. Hukum kedua Newton mengatakan bahwa
massa tersebut akan bergerak searah dengan percepatan a di arah yang sama
sebesar demikian sehingga
F ma

(2.2.1)

seperti terlihat dalam Gambar 2.2.1.

Gambar 2.2.1: Hubungan Gaya, Massa dan Percepatan


Bentuk dalam Pers. (2.2.1) merepresentasikan keseimbangan dinamis dari massa
yang berada di bawah pengaruh gaya F , yang dapat digeneralisir atas suatu tata
sumbu yang ortogonal ( X , Y , Z ) , sebagai

11

F
i 1

ma x ;

xi

F
i 1

yi

ma y ;

i 1

zi

ma z

(2.2.2)

di mana ( Fxi , Fyi , Fzi ) adalah komponen dari gaya ( F i , i 1, n) di arah ( X , Y , Z ) ,


dan (a x , a y , a z ) komponen dari percepatan pada arah yang sama. Perhatikan bahwa
karena ( Fxi , Fyi , Fzi ) merupakan komponen gaya yang diukur pada sumbu ( X , Y , Z )
yang saling ortogonal, maka komponen-komponen tersebut bebas sesamanya. Ini juga
berlaku untuk komponen (a x , a y , a z ) . Makna dari bebas sesamanya akan dijabarkan
lebih mendalam dalam bab-bab mendatang.
2.3 Hukum Pertama Newton
Hukum ini sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari hukum Newton yang
kedua. Hukum pertama Newton menyatakan bahwa jika gaya yang bekerja pada suatu
massa, bernilai nol, maka massa tersebut akan diam tak bergerak, atau bergerak
dengan kecepatan konstan dan seragam. Hal sebaliknya juga berlaku, yaitu jika suatu
massa diam atau bergerak dengan kecepatan konstan pada suatu garis, maka gaya
yang bekerja pada massa di arah garis tersebut, bernilai nol. Hal ini dapat diverifikasi
lanjut dengan memasukkan nilai nol untuk dalam Pers. (2.2.1), yaitu
(2.3.1)

F ma0

Di lain pihak, kita mengetahui bahwa percepatan adalah turunan dari pada
kecepatan di arah yang bersangkutan, yaitu
a

dv
o
d

(2.3.2)
sehingga Pers. (2.3.2) dan (2.3.1) memberikan
(2.3.3)

dv o

yang pada gilirannya menghasilkan


(2.3.4)

v c

Jika c 0 , massa akan diam, dan jika


dengan kecepatan konstan c di arah garis .

c 0,

maka massa akan bergerak

2.4

Kriteria Keseimbangan
Kriteria keseimbangan adalah yang mengatur hubungan antara komponen gayagaya, baik antara gaya luar dan reaksi, atau antara komponen reaksi sesamanya pada
suatu sistem yang berada dalam kondisi diam. Persamaan keseimbangan dapat disusun
dengan subtitusi Pers. (2.3.2) dalam Pers (2.2.2), sehingga diperoleh :
n

Fxi o ;
i 1

(2.4.1)

12

Fyi o ;
i 1

F
i 1

zi

yang tentunya kita pilih dengan kondisi yang berkaitan dengan


(2.4.2)

v 0

yaitu keseimbangan pada kasus sistem struktur yang diam tidak bergerak. Tentu saja,
kita tidak meninjau kasus sistem struktur yang berjalan dengan kecepatan konstan.
Perlu ditambahkan bahwa persamaan keseimbangan dalam Pers. (2.4.1) berlaku
terhadap kasus gaya-gaya yang konkuren yaitu yang garis kerjanya melalui satu titik
potong, atau dengan perkataan lain, semua garis kerja gaya-gaya berpotongan pada
satu titik manunggal. Jika tidak, ada kemungkinan dihadapi kasus di mana gaya-gaya
dengan komponen-komponen yang memenuhi Pers. (2.4.1), akan tetapi menimbulkan
efek putaran yang dinamakan kopel atau momen. Kopel atau momen yang dilakukan
oleh suatu gaya terhadap suatu garis merupakan besaran hasil perkalian intensitas gaya
dengan jarak gaya tersebut terhadap garis. Dalam Gambar 2.4.1, momen yang
ditimbulkan gaya F terhadap garis n adalah
M F d

(2.4.3)
di mana d adalah jarak titik tangkap gaya F terhadap garis
OA dalam Gambar 2.4.1.

n , yaitu

segmen garis

Untuk persamaan keseimbangan yang lengkap, komponen gaya harus


memberikan momen atau kopel yang bernilai total terhadap sumbu ( X , Y , Z ) ,
sehingga selain Pers. (2.4.1), keseimbangan juga harus memenuhi persamaan
n

M xi o ;
i 1

M yi o ;
i 1

M
i 1

zi

(2.4.4)
Dengan demikian, Pers. (2.4.1) dan (2.4.4) membentuk persamaan keseimbangan
sistem struktur dalam kasus tiga dimensi (ruang). Untuk kasus dua dimensi (bidang),
misalnya pada bidang XY , gaya-gaya translasi hanya terdapat pada bidang tersebut
dan momen juga hanya pada bidang tersebut (jadi, dengan arah vektorial momen yang
tegak lurus bidang). Dengan demikian, Pers.(2.4.1) dan (2.4.4) menciut menjadi
n

F
i 1

xi

o ;

F
i 1

yi

o ;

M
i 1

zi

(2.4.5)
Pembahasan lanjut mengenai cara penerapan sistem persamaan keseimbangan
ini, akan dilakukan secara lebih mendalam dalam bab-bab mendatang.

13

Gambar 2.4.1: Gaya Momen atau Koppel


2.5

Hukum Ketiga Newton


Hukum ini menyatakan hubungan antara gaya-gaya pada bidang kontak antara
dua sub-sistem struktur, termasuk gaya-gaya pada suatu potongan fiktif suatu sistem
yang diperlakukan sebagai bidang kontak antara dua bagian yang diperoleh akibat
pemotongan.
Hukum ini menyatakan bahwa dalam kasus kontak antara dua sistem yang berada
di dalam keseimbangan, maka pada dua bidang kontak timbul pasangan gaya aksireaksi dengan hubungan
atau

aksi reaksi 0

(2.5.1)

aksi reaksi

(2.5.2)

Kedua pernyataan dalam Pers. (2.5.1) dan (2.5.2) mengisyaratkan bahwa kedua
gaya, yaitu gaya aksi dan reaksi, memiliki intensitas (magnitude) dan garis kerja yang
sama, namun dengan arah (sense) yang berlawanan. Hal lain yang penting ditekankan
adalah bahwa gaya aksi dan reaksi merupakan pasangan gaya yang saling antagonis,
di mana yang satu mengimbangi yang lainnya.
Hal kedua adalah bahwa kedua gaya merupakan gaya dalam (internal) yang tidak
kelihatan. Kedua gaya hanya akan terlihat jika dilakukan pemisahan antara dua sistem
pada bidang kontak di mana kedua gaya muncul. Kedua gaya akan hilang kembali dan
tidak terlihat jika kedua sistem disambungkan kembali. Hal ini dapat diterangkan dengan
memperagakan suatu sistem yang menempati konfigurasi V dan dibatasi permukaan
S , serta yang menerima gaya-gaya luar seperti dalam Gambar 2.5.1.
Jika pada sistem struktur tersebut dilakukan pemotongan fiktif yang membagi V
menjadi dua sub-sistem V1 dan V2 , setelah itu kedua bagian dipisahkan pada
potongan fiktif tersebut, maka pada kedua tampang potongan yang dapat dipandang
sebagai bidang kontak kedua sub-sistem, bekerja dua gaya yang merupakan aksireaksi, dengan besar dan garis kerja yang sama, namun arah yang berlawanan, seperti
pada Gambar 2.5.1(b). Jika kedua sub-sistem disatukan kembali, kedua gaya akan
14

saling menghapus dan tidak muncul dalam sistem sebagai kesatuan, seperti pada
Gambar 2.5.1(a).

Gambar 2.5.1: Konsep Gaya Aksi-Reaksi dan Badan Bebas


2.6

Konsep Badan Bebas


Konsep badan bebas (free body) berkaitan dengan perihal keseimbangan suatu
sistem struktur beserta bagian-bagiannya. Konsep badan bebas menyatakan hal
sebagai berikut.
Jika suatu sistem stuktur berada dalam keadaan seimbang
di bawah pengaruh gaya luar, maka setiap bagian dari
(2.6.1)
sistem yang kita peroleh dengan jalan melakukan
pemotongan fiktif serta mengisolirnya, juga akan berada
dalam keadaan seimbang.
Untuk
jelasnya,
kita mengamati kembali contoh dalam Gambar 2.5.1. Dengan pengambilan potongan
fiktif kita memiliki dua sub-sistem V1 dan V2 , di mana pada kedua permukaan
potongan bekerja gaya A dan R yang sesuai dengan konsep aksi-reaksi menurut
hukum ketiga Newton. Menurut konsep badan bebas, jika sistem struktur total dalam
Gambar 2.5.1(a) berada di dalam keseimbangan, maka sub-sistem V1 dan V2 yang
masing-masing kita isolir dan dipandang sebagai bagian yang berdiri sendiri, juga akan
berada di dalam keseimbangan. Dalam hal ini, gaya-gaya yang dibawa oleh masingmasing sub-sistem, akan berseimbang dengan gaya potongan yang ada padanya.
Dalam contoh Gambar 2.5.1(b), sub-sistem V1 berada di dalam keadaan seimbang di
bawah pengaruh gaya luar P1 , reaksi perletakan R1 dan R2 , serta gaya A

pada

potongan. Sub-sistem V2 berseimbang di bawah pengaruh gaya luar P2 dan gaya R


pada potongan, di mana gaya A dan R tunduk kepada kriteria aksi-reaksi.
Pada hakekatnya, kombinasi hukum aksi-reaksi dan konsep badan bebas dapat
digunakan untuk menghitung gaya reaksi, baik antara perletakan dengan sistem

15

struktur, maupun menghitung gaya reaksi dalam pada struktur. Hal ini akan lebih kita
perdalam dalam bahasan bab-bab mendatang.
2.7

Hukum Superposisi
Hukum superposisi pada hakekatnya merupakan konsekuensi logis dari sifat
kelinieran, serta dapat diterapkan atas sistem struktur yang elastis linier. Hukum ini
menyatakan hal sebagai berikut.
Tanggap atau respons total dari suatu sistem struktur
terhadap beberapa kombinasi pembebanan, dapat dihitung
sebagai penjumlahan aljabar dari tanggap-tanggap sistem
struktur terhadap masing-masing pembebanan.

(2.7.1)

Untuk menerangkan hal ini, pandanglah suatu sistem struktur dalam Gambar
2.7.1 yang mengalami dua kombinasi pembebanan, yaitu V1 dan V2 . Jika V1
bekerja secara mandiri, maka dapat dihitung tanggap struktur terhadapnya, misalnya
reaksi perletakan Ra1 atau Rb1 serta lendutan 1 seperti dalam Gambar 2.7.1(a).
Dengan cara serupa, untuk V2 yang bekerja secara mandiri, dihitung reaksi Ra 2 atau
Rb 2 , serta lendutan 2 seperti dalam Gambar 2.7.1(b). Jika V1 dan V2 bekerja
secara bersamaan, maka reaksi Ra dan Rb serta lendutan yang terjadi adalah
merupakan perjumlahan aljabar dari kedua kombinasi pembebanan, yaitu
Ra Ra1 Ra 2 ; Rb Rb1 Rb 2 ; 1 2

(2.7.2)

Gambar 2.7.1: Hukum Superposisi


Selain itu, hasil akhir adalah sama serta tidak tergantung kepada urutan
pembebanan, apakah V1 bekerja lebih dahulu baru V2 , atau sebaliknya. Dengan
perkataan lain, respons total struktur adalah unik serta tidak tergantung kepada sejarah
atau riwayat pembebanan. Karena itu, kita dapat memilih apakah kita melakukan
analisis satu per satu untuk kombinasi pembebanan, lalu menjumlahkan hasilnya
secara aljabar, atau menambahkan semua komponen-komponen gaya luar, lalu
menerapkannya sekali jalan dalam satu proses analisis.
16

2.8

Rangkuman
Dalam bab ini telah diberikan beberapa hukum dasar beserta beberapa kriteria
penting yang akan kerap diterapkan dalam analisis mekanika teknik pada umumnya,
serta statika pada khususnya. Karena bahan yang kita gunakan dalam struktur berupa
bahan padat seperti misalnya baja, beton, kayu dan lain-lain, maka hukum-hukum dan
kaidah yang berlaku untuk zat padat, seperti hukum pertama, kedua, dan ketiga dari
Newton, dapat diterapkan dan menjadi kriteria-kriteria dasar dalam analisis.
Selanjutnya, karena bahan-bahan yang digunakan dalam konstruksi merupakan
bahan padat yang mampu deformasi, maka hingga taraf pembebanan tertentu, hukumhukum dan kriteria yang menyangkut bahan, seperti elastisitas, hukum superposisi juga
berlaku dan menjadi kriteria yang bersifat sentral dalam analisis mekanika teknik.

17

11,13,15,17
12,14,16,18

18

Anda mungkin juga menyukai