Umum
Pandanglah suatu sistem bermassa m yang mendapat gaya luar yang bekerja
pada garis yang melalui massa tersebut. Hukum kedua Newton mengatakan bahwa
massa tersebut akan bergerak searah dengan percepatan a di arah yang sama
sebesar demikian sehingga
F ma
(2.2.1)
11
F
i 1
ma x ;
xi
F
i 1
yi
ma y ;
i 1
zi
ma z
(2.2.2)
F ma0
Di lain pihak, kita mengetahui bahwa percepatan adalah turunan dari pada
kecepatan di arah yang bersangkutan, yaitu
a
dv
o
d
(2.3.2)
sehingga Pers. (2.3.2) dan (2.3.1) memberikan
(2.3.3)
dv o
v c
c 0,
2.4
Kriteria Keseimbangan
Kriteria keseimbangan adalah yang mengatur hubungan antara komponen gayagaya, baik antara gaya luar dan reaksi, atau antara komponen reaksi sesamanya pada
suatu sistem yang berada dalam kondisi diam. Persamaan keseimbangan dapat disusun
dengan subtitusi Pers. (2.3.2) dalam Pers (2.2.2), sehingga diperoleh :
n
Fxi o ;
i 1
(2.4.1)
12
Fyi o ;
i 1
F
i 1
zi
v 0
yaitu keseimbangan pada kasus sistem struktur yang diam tidak bergerak. Tentu saja,
kita tidak meninjau kasus sistem struktur yang berjalan dengan kecepatan konstan.
Perlu ditambahkan bahwa persamaan keseimbangan dalam Pers. (2.4.1) berlaku
terhadap kasus gaya-gaya yang konkuren yaitu yang garis kerjanya melalui satu titik
potong, atau dengan perkataan lain, semua garis kerja gaya-gaya berpotongan pada
satu titik manunggal. Jika tidak, ada kemungkinan dihadapi kasus di mana gaya-gaya
dengan komponen-komponen yang memenuhi Pers. (2.4.1), akan tetapi menimbulkan
efek putaran yang dinamakan kopel atau momen. Kopel atau momen yang dilakukan
oleh suatu gaya terhadap suatu garis merupakan besaran hasil perkalian intensitas gaya
dengan jarak gaya tersebut terhadap garis. Dalam Gambar 2.4.1, momen yang
ditimbulkan gaya F terhadap garis n adalah
M F d
(2.4.3)
di mana d adalah jarak titik tangkap gaya F terhadap garis
OA dalam Gambar 2.4.1.
n , yaitu
segmen garis
M xi o ;
i 1
M yi o ;
i 1
M
i 1
zi
(2.4.4)
Dengan demikian, Pers. (2.4.1) dan (2.4.4) membentuk persamaan keseimbangan
sistem struktur dalam kasus tiga dimensi (ruang). Untuk kasus dua dimensi (bidang),
misalnya pada bidang XY , gaya-gaya translasi hanya terdapat pada bidang tersebut
dan momen juga hanya pada bidang tersebut (jadi, dengan arah vektorial momen yang
tegak lurus bidang). Dengan demikian, Pers.(2.4.1) dan (2.4.4) menciut menjadi
n
F
i 1
xi
o ;
F
i 1
yi
o ;
M
i 1
zi
(2.4.5)
Pembahasan lanjut mengenai cara penerapan sistem persamaan keseimbangan
ini, akan dilakukan secara lebih mendalam dalam bab-bab mendatang.
13
aksi reaksi 0
(2.5.1)
aksi reaksi
(2.5.2)
Kedua pernyataan dalam Pers. (2.5.1) dan (2.5.2) mengisyaratkan bahwa kedua
gaya, yaitu gaya aksi dan reaksi, memiliki intensitas (magnitude) dan garis kerja yang
sama, namun dengan arah (sense) yang berlawanan. Hal lain yang penting ditekankan
adalah bahwa gaya aksi dan reaksi merupakan pasangan gaya yang saling antagonis,
di mana yang satu mengimbangi yang lainnya.
Hal kedua adalah bahwa kedua gaya merupakan gaya dalam (internal) yang tidak
kelihatan. Kedua gaya hanya akan terlihat jika dilakukan pemisahan antara dua sistem
pada bidang kontak di mana kedua gaya muncul. Kedua gaya akan hilang kembali dan
tidak terlihat jika kedua sistem disambungkan kembali. Hal ini dapat diterangkan dengan
memperagakan suatu sistem yang menempati konfigurasi V dan dibatasi permukaan
S , serta yang menerima gaya-gaya luar seperti dalam Gambar 2.5.1.
Jika pada sistem struktur tersebut dilakukan pemotongan fiktif yang membagi V
menjadi dua sub-sistem V1 dan V2 , setelah itu kedua bagian dipisahkan pada
potongan fiktif tersebut, maka pada kedua tampang potongan yang dapat dipandang
sebagai bidang kontak kedua sub-sistem, bekerja dua gaya yang merupakan aksireaksi, dengan besar dan garis kerja yang sama, namun arah yang berlawanan, seperti
pada Gambar 2.5.1(b). Jika kedua sub-sistem disatukan kembali, kedua gaya akan
14
saling menghapus dan tidak muncul dalam sistem sebagai kesatuan, seperti pada
Gambar 2.5.1(a).
pada
15
struktur, maupun menghitung gaya reaksi dalam pada struktur. Hal ini akan lebih kita
perdalam dalam bahasan bab-bab mendatang.
2.7
Hukum Superposisi
Hukum superposisi pada hakekatnya merupakan konsekuensi logis dari sifat
kelinieran, serta dapat diterapkan atas sistem struktur yang elastis linier. Hukum ini
menyatakan hal sebagai berikut.
Tanggap atau respons total dari suatu sistem struktur
terhadap beberapa kombinasi pembebanan, dapat dihitung
sebagai penjumlahan aljabar dari tanggap-tanggap sistem
struktur terhadap masing-masing pembebanan.
(2.7.1)
Untuk menerangkan hal ini, pandanglah suatu sistem struktur dalam Gambar
2.7.1 yang mengalami dua kombinasi pembebanan, yaitu V1 dan V2 . Jika V1
bekerja secara mandiri, maka dapat dihitung tanggap struktur terhadapnya, misalnya
reaksi perletakan Ra1 atau Rb1 serta lendutan 1 seperti dalam Gambar 2.7.1(a).
Dengan cara serupa, untuk V2 yang bekerja secara mandiri, dihitung reaksi Ra 2 atau
Rb 2 , serta lendutan 2 seperti dalam Gambar 2.7.1(b). Jika V1 dan V2 bekerja
secara bersamaan, maka reaksi Ra dan Rb serta lendutan yang terjadi adalah
merupakan perjumlahan aljabar dari kedua kombinasi pembebanan, yaitu
Ra Ra1 Ra 2 ; Rb Rb1 Rb 2 ; 1 2
(2.7.2)
2.8
Rangkuman
Dalam bab ini telah diberikan beberapa hukum dasar beserta beberapa kriteria
penting yang akan kerap diterapkan dalam analisis mekanika teknik pada umumnya,
serta statika pada khususnya. Karena bahan yang kita gunakan dalam struktur berupa
bahan padat seperti misalnya baja, beton, kayu dan lain-lain, maka hukum-hukum dan
kaidah yang berlaku untuk zat padat, seperti hukum pertama, kedua, dan ketiga dari
Newton, dapat diterapkan dan menjadi kriteria-kriteria dasar dalam analisis.
Selanjutnya, karena bahan-bahan yang digunakan dalam konstruksi merupakan
bahan padat yang mampu deformasi, maka hingga taraf pembebanan tertentu, hukumhukum dan kriteria yang menyangkut bahan, seperti elastisitas, hukum superposisi juga
berlaku dan menjadi kriteria yang bersifat sentral dalam analisis mekanika teknik.
17
11,13,15,17
12,14,16,18
18