Anda di halaman 1dari 12

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)

EKSISTENSI PELAPORAN KEUANGAN PADA UPACARA NGABEN


MASAL DI BANJAR PAKRAMAN BANYUNING TENGAH DAN
BANYUNING BARAT, DESA PAKRAMAN BANYUNING, KECAMATAN
BULELENG, KABUPATEN BULELENG, PROVINSI BALI

1GustiAyu Made Firma Pratiwi,


1Anantawikrama Tungga Atmadja, 2Nyoman Trisna Herawati

Jurusan Akuntansi Program S1


Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: {pratiwifirma21@gmail.com, anantawikramatunggaatmadja@gmail.com,


aris_herawati@yahoo.co.id}
@undiksha.ac.id

Abstrak
Ngaben yakni ritual kematian pada umat Hindu di Bali yang dalam
pelaksanaannya membutuhkan modal finansial yang tinggi. Sehingga dengan kondisi
tersebut Desa Pakraman Banyuning mengambil suatu alternatif yaitu ngaben masal
atau ngaben bersama. Ritual ngaben bersama ini dilakukan pula oleh Desa Pakraman
Banyuning yang dalam pendanaannya menggunakan sistem peturunan (iuran). Ngaben
masal membutuhkan alokasi sumber daya bersama sehingga aspek akuntabilitas
penting untuk diperhatikan. Dengan menerapkan sistem akuntansi sederhana, panitia
ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning ini mampu menerapkan sistem
pengelolaan keuangan yang akuntabel. Latar belakang inilah yang menjadikan ngaben
bersama di Desa Pakraman Banyuning menarik untuk dikaji untuk mengetahui: 1) latar
belakang masyarakat memilih ngaben bersama, 2) proses penentuan biaya dalam
upacara ngaben bersama, dan 3) penerapan akuntabilitas dan transparansi dalam
upacara ngaben bersama.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif yang dititikberatkan pada
deskripsi serta interpretasi perilaku manusia. Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan,
yakni: 1) reduksi data, 2) penyajian data, 3) menarik kesimpulan berdasarkan teori yang
telah ditentukan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Latar belakang Desa Pakraman
Banyuning memilih ngaben bersama adalah sebagai alternatif bagi masyarakat yang
memiliki tingkat ekonomi rendah, serta pelaksanaannya dianggap praktis, 2) Proses
penentuan biaya ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning utamanya ditentukan
oleh banten, dan biaya-biaya lain, seperti transportasi, konsumsi dan lain-lain, 3) Dalam
membentuk akuntabilitasnya panitia ngaben bersama telah memegang teguh modal
sosial berupa kepercayaan, dan konsep nilai agama Hindu.

Kata kunci: Ngaben, banten, modal sosial, akuntabilitas.

Abstract
Ngaben is a cremation ritual conducted for the Hindu followers in Bali, in its
implementation need a lot of financial capital. Based on the the condition the traditional
village Banyuning took an alternative implementation, such as what is known as mass
cremation ceremony. This ngaben ritual was also conducted in Banyuning where the
people as the members involved were required to fund this activity together with the
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)

system known as dues. The mass ngaben required shared resource alocation, that
aspect of accountability should have particular attention. By using a simple accounting
system, the committee could be able to manage the financial accountability. This
background could make the mass cremation ritual in the Banyuning traditional village
interesting to study that is to find out: 1) the reasons why Banyuning people choose to
follow mass creamation ceremony, 2) process of budgeting in the mass cremation
ceremony, and 3) the practice of accountability and transparency in the activity of mass
cremation ceremony.
This study was conducted with a quantitative method focusing on the description
and interpretation of human behavior. This study involved three different stages, such as
1) data reduction, 2) data presentation, 3) drawing conclusion based on the pre-
determined theory.
The results indicated that: 1) the reasons of Banyuning traditional villagers
conducting mass cremation ceremony as an alternative, because the villagers were
having lower economic level, and its practical implementation, 2) the process of the
main budgeting was determined by the the offering aspect, and unforeseen expenses
such as transportation, other consumption items, 3) in performing the accountability the
committee had commited to keep hold firmly the social capital in terms of trust, and
concept and value of Hiduism.

Key-word: Cremation ceremony, offering, social capital, accountability.

PENDAHULUAN sangat penting bagi umat Hindu di Bali dan


Sebagai Pulau Seribu Pura, Bali diyakini merupakan ritual yang wajib
memiliki banyak kegiatan ritual keagamaan dilaksanakan karena umat hindu percaya
yang berkaitan dengan Agama Hindu akan adanya hukum karma phala. Sejalan
ataupun kegiatan adat setempat. Seperti dengan yang dikatakan oleh Wiana dalam
yang dijelaskan Atmadja dan Aryani (2014) Atmadja dan Ariyani (2014) “This value is
“Ritual is an integral part of Hinduism and derived from the Hinduism that believe in
always accompanies the Balinese motion, karma instead of earning money”. Yang
“no day without ritual”, so it is not surprising kemudian karma mampu menempatkan
that Hinduism is often equated with religion manusia di neraka ataupun surga setelah
of ritual”. Yang dapat diartikan bahwa Ritual mereka menghadapi kematian.
adalah bagian dari Agama Hindu yang tidak Secara umum pelaksanaan
dapat dipisahkan. upacara ngaben, memerlukan biaya yang
Dalam menciptakan lingkungan yang sangat besar. Berdasarkan
harmonis antara manusia dengan pengamatan Sukraliawan (2011) di Desa
lingkungan, dengan sesama, dan dengan Sudaji, Singaraja, besarnya
Tuhannya, maka dilaksanakan upacara dana ngaben yang diperlukan berkisar
keagamaan yang diharapkan dan diyakini antara seratus lima puluh juta sampai
dapat memberikan dampak positif pada dua ratusan juta rupiah. Sehingga
kehidupan dunia. Namun dari sekian sebagian besar masyarakat beranggapan
banyak macam upacara adat umat Hindu bahwa ritual ngaben hanya dapat
yang ada di Pulau Bali ini, upacara ngaben dilaksanakan oleh masyarakat kaya
adalah upacara yang menarik untuk secara harta saja. Seiring berjalan waktu,
dibahas. akhirnya tercetuslah gagasan ngaben
Ngaben adalah suatu upacara masal yang memberi angin segar bagi umat
pembakaran mayat penyucian roh leluhur Hindu di Bali. Biaya ngaben yang mulanya
yang sudah wafat menuju ketempat ratusan juta rupiah kini dapat dihemat dan
peristirahatan terakhir dengan cara dapat dialokasikan untuk memenuhi
melakukan pembakaran jenazah. Ngaben kebutuhan lainnya. Hal ini tentu saja
pada dasarnya adalah suatu upacara disadari telah membantu masyarakat
yadnya yang menjadi bagian dari Pitra terlepas dari belenggu biaya.
Yadnya. Upacara Ngaben ini dianggap
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)

Ngaben masal yang dimana mengetahui proses pembebanan biaya


pelaksanaannya yaitu Jasad orang yang tersebut karena sejalan dengan praktik
meninggal untuk sementara dikebumikan akuntabilitas dan transaparansi yang
terlebih dahulu, sampai biaya mencukupi menjadi kajian dan fokus bahasan yang
barulah di laksanakan upacara ngaben marak saat ini. Menurut Lembaga
secara masal. Namun apapun jenis Administrasi Negara dan Badan
ritualnya hal pertama yang dibutuhkan ialah Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
perlengkapan persembahyangan atau RI dalam Lestari (2014) akuntabilitas
masyarakat Hindu di Bali menyebutnya adalah kewajiban untuk memberikan
sebagai banten. Pembuatan banten ngaben pertanggungjawaban atau menjawab dan
biasanya dilakukan secara gotong royong menerangkan kinerja dan tindakan
oleh krama Desa yang bersangkutan, hal ini seorang/pimpinan suatu inti organisasi
disebut ngayah atau metulungan. Banten kepada pihak yang memiliki hak atau yang
ngaben tidak saja banyak, tetapi juga terdiri berwenang meminta pertanggungjawaban.
dari berbagai jenis dengan bentuk dan Begitupun dengan panitia ngaben bersama
bahan baku yang beragam. Bertolak dari yang mengharuskan untuk menjunjung
kenyataan ini timbulah kesan bahwa banten tinggi akuntabilitas dan transparansi dalam
ngaben memerlukan banten yang rumit proses administrasinya sehingga mampu
sehingga tidak mudah untuk menyajikan suatu laporan keuangan yang
menyediakannya dalam waktu yang relevan, andal dan dapat dipercaya.
singkat. Sehingga kemunculan komodifikasi Desa Banyuning, Kecamatan
banten tidak terhindarkan seiring dengan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali
globalisasi yang melanda masyarakat Bali. merupakan Desa yang dipilih dalam
Globalisasi menyatu dengan ideologi penelitian ini. Adapun alasan yang
pasar dan berbagai paham lain, misalnya memotivasi dilakukannya penelitian
konsumerisme yang antara lain ditandai upacara ngaben masal di Desa Pakraman
oleh kenyataan bahwa tujuan, aktivitas atau Banyuning karena pertama, pembebanan
hubungan didominasi oleh jual beli biaya yang di bebankan kepada masing-
(Atmadja, 2014). Komodifikasi banten tidak masing keluarga peserta ngaben masal
hanya karena dorongan nilai agama, tetapi terbilang unik dikarenakan banten sebagai
juga karena simbolik atau nilai tanda. sebuah komodifikasi dijadikan dasar pijakan
Gagasan ini berkaitan erat dengan dalam penentuan biaya ngaben masal
kenyatan bahwa harga banten ngaben yang tersebut. Kedua, terlibatnya masyarakat
mahal pada dasarnya guna yang ditunjuk sebagai panitia pelaksana
mengkomunikasikan status sosial dari upacara ngaben masal sebagai sebuah
keluarga dan orang yang meninggal. Hal ini organisasi kepanitian yang masih
sejalan dengan pendapat Wijayanto dalam menerapkan sistem akuntansi sederhana.
Atmadja (2014) tentang meme sebagai gen Sehingga perlu diketahui bagaimana
kebudayaan. Sehingga komodifikasi banten akuntabilitas dan transparansi dalam
semakin lama menjamur pada masyarakat proses administrasi upacara ngaben masal
Bali. Begitupula dengan ngaben masal di yang diadakan oleh Desa Pakraman
Desa Pakraman Banyuning. Masyarakat Banyuning.
Bali yang menempatkan dirinya pada Merujuk pada hal tersebut diatas,
modernitas tentunya lebih memilih untuk maka akuntabilitas dan transparansi baik
membeli banten daripada membuatnya. dalam penentuan biaya maupun penyajian
Ngaben masal umumnya laporan keuangan dalam upacara ngaben
dilaksanakan di suatu Desa Pakraman di masal di Desa Banyuning menarik untuk
Bali. Desa Pakraman merupakan suatu diangkat dalam penelitian ini. Berkaitan
lembaga tradisional yang mewadahi dengan hal tersebut, adapun beberapa
kegiatan sosial, budaya dan keagamaan permasalahan penelitian yang akan dijawab
masyarakat umat Hindu di Bali. Ngaben dalam penelitian ini, antara lain: 1) latar
masal yang dilakukan secara bersama- belakang masyarakat memilih ngaben
sama dan melibatkan banyak orang bersama, 2) proses penentuan biaya dalam
tentunya penting bagi masyarakat untuk upacara ngaben bersama, dan 3)
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)

penerapan akuntabilitas dan transparansi Berdasarkan pengamatan


dalam upacara ngaben bersama. Sukraliawan (2011) di Desa Sudaji,
Singaraja, besarnya dana Ngaben yang
METODE diperlukan berkisar antara seratus lima
Penelitian ini dilakukan dengan puluh juta sampai dua ratusan juta
menggunakan metode penelitian kualitatif rupiah. Terkadang di tengah masyarakat
yang dititikberatkan pada deskripsi serta terdapat pemahaman yang kurang sesuai
interpretasi perilaku manusia. Dalam dengan sastra agama, mengenai hakekat
penelitian ini, data dikumpulkan dari sumber dan tujuan dari
primer yaitu data yang didapatkan langsung Upacara ngaben tersebut. Sering
dari informan, serta sumber sekunder yaitu pelaksanaan ngaben di interpretasi
data yang diperoleh dari dokumen- secara keliru, yaitu untuk mencarikan
dokumen, tulisan atau artikel. Aneka teknik tempat roh para leluhurnya di Sorga
ini dipakai secara triangulatif agar dengan biaya dan banten yang besar. Hal
kesahihan data terjamin. Informan dalam ini dijelaskan dalam pernyataan yang
penelitian ini ditunjuk secara purposive disampaikan oleh Ketua Panitia Ngaben
sampling. Pengumpulan data dalam Bersama, berikut ini:
penelitian ini dilakukan melalui teknik “...surga atau neraka itu kan dilihat
wawancara mendalam, observasi dan studi dari perbuatan kita semasa hidup jadi
dokumentasi. Data diolah memakai teknik kurang tepat apabila ngaben dengan
analisis data yang dikemukakan oleh Miles banten besar dan biaya yang tinggi
dan Huberman (1992) dalam Moleong nike dimaksudkan agar roh leluhur
(2005), yaitu: 1) Reduksi data (data dapat disorga. Seperti itu...”
reduction), 2) Penyajian Data (data display), Pernyataan tersebut sejalan dengan
dan 3) Menarik Kesimpulan (verifikasi) yang dikatakan oleh Wiana dalam Atmadja
berdasarkan teori yang telah ditentukan. dan Ariyani (2014) “This value is derived
Tahapan teknik analisis data tersebut from the Hinduism that believe in karma
merupakan rangkaian kegiatan yang terkait instead of earning money”. Umat Hindu
dan bisa berlangsung secara ulang-alik, percaya dengan adanya hukum karma
sampai mendapatkan hasil penelitian akhir, phala. Hukum karma phala ini merupakan
yang bersifat holistik dan sarat makna, filsafat yang yang mengandung etika yang
dalam konteks pemberian jawaban artinya bahwa Umat Hindu percaya akan
terhadap masalah yang dikaji (Atmadja, hasil dalam suatu perbuatan. Yang
2006:22). kemudian karma mampu menempatkan
manusia di neraka ataupun surga setelah
HASIL DAN PEMBAHASAN mereka menghadapi kematian.
Latar Belakang Memilih Ngaben Masal Pada umumnya ngaben yang
Ngaben merupakan suatu upacara dilakukan secara pribadi memang
pembakaran mayat yang dilakukan umat memerlukan biaya yang tinggi. Sarana
Hindu di Bali, ini dilakukan untuk penyucian utama upacara ngaben yaitu berupa Banten
roh leluhur yang sudah wafat menuju biasanya disiapkan secara swadaya kolektif
ketempat peristirahatan terakhir dengan dengan memanfaatkan modal sosial
cara melakukan pembakaran jenazah. masyarakat, yakni resiprositas berupa
Ngaben adalah suatu upacara yadnya, gotong royong atau dalam masyarakat Bali
yaitu Pitra Yadnya yang disebabkan oleh menyebutnya ngayah atau metulungan.
adanya tiga jenis hutang yang dimiliki oleh Banten ngaben tidak saja banyak, tetapi
setiap manusia yang disebut dengan Tri juga terdiri dari berbagai jenis dengan
Rna. Jadi pelaksanaan yadnya merupakan bentuk dan bahan baku yang beragam.
kesadaran untuk melepaskan diri dari Sehingga memerlukan jangka waktu yang
ikatan hutang sehingga manusia bisa lama dalam proses pembuatannya. Untuk
terbebas dari belenggu penderitaan, yang mengatasi hal tersebut maka pelaku ritual
dalam ajaran agama Hindu disebut dengan merasa lebih nyaman untuk membeli
“Moksartham Jagadhitam ya ca iti Dharma”. banten daripada membuatnya. Hal ini
menunjukkan bahwa globalisasi menyatu
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)

dengan ideologi pasar dan berbagai paham memperlihatkan kemewahan, tontonan


lain, misalnya konsumerisme yang antara yang dimaksudkan adalah ritual ngaben
lain ditandai oleh kenyataan bahwa segala yang dilakukan secara masal dalam satu
tujuan, aktivitas atau hubungan didominasi desa dengan menjunjung tinggi rasa
oleh jual beli. kebersamaan dan gotong royong.
Mengacu pada Villarino dalam Ngaben bersama ini hakikatnya sama
Atmadja (2014) globalisasi yang menyatu dengan prosesi ngaben pada umumnya.
dengan konsumerisme tidak saja Namun yang membedakan yaitu dari segi
mengakibatkan manusia terikat pada jual biayanya yang jauh lebih murah. Upacara
beli dalam memenuhi kebutuhannya, tetapi ngaben bersama ini menganut asas
melahirkan pula kebiasaan, yakni menganut kebersamaan dan gotong royong, sehingga
budaya tontonan. Bertolak dari pemikiran dalam pelaksanaannya ditanggung
tersebut dapat dikemukakan bahwa bersama menggunakan sistem peturunan
membeli banten tidak hanya dorongan nilai (iuran) oleh keluarga pemilik sawa (mayat).
agama, tetapi juga karena nilai simbolik Ngaben bersama di Desa Pakraman
atau nilai tanda. Gagasan ini berkaitan erat Banyuning yang berlangsung mulai tanggal
dengan kenyataan bahwa harga banten 22 Juni hingga 3 Juli 2014 ini merupakan
ngaben yang mahal pada dasarnya kali keempatnya diadakan selama lima
mengkomunikasikan kualitas bakti tahun sekali. Melalui pengabenan bersama
seseorang kepada leluhurnya maupun yang ini maka masyarakat yang tingkat
menyangkut status sosial atau identitas dari kemampuan ekonominya kurang akan
keluarga dan orang yang meninggal. mampu mengangkat para leluhurnya
“...kalau tentang itu sih pasti ada. sehingga kewajiban (swadharma) anak
Seperti ngabennya yang di Puri Ubud terhadap orang tua atau leluhur terpenuhi.
itu kan mewah sekali. Berapa itu Seperti yang disampaikan oleh Jro Sariani
ngabisin uang. Ramai sekali itu yang sebagai keluarga peserta ngaben bersama,
mengarak sampai ke setra. Tapi wajar berikut ini:
saja kan itu namanya ingin “...niki (ini) sebenarnya sangat
menunjukkan siapa mereka...” membantu sekali, jadi tiang (saya)
Berdasarkan hasil wawancara diatas, bisa ngewangun (meng-aben-kan)
dengan demikian walaupun mengeluarkan kakak sareng (dan) ponakan tiang
dana yang besar, pelaku ritual tetap merasa mangkin (keponakan saya
puas karena selain bisa membayar hutang sekarang)....”
kepada leluhurnya, pelaku ritual juga bisa Dari kutipan wawancara diatas
menunjukkan identitas diri dan keluarganya diketahui bahwa pelaksanaan ngaben
pada masyarakat. Gagasan ini sejalan bersama Desa Banyuning mendapat
dengan pendapat Ibrahim dan Villarino respon yang baik dari krama Desa
dalam Atmadja (2014) tentang karakteristik Pakraman Banyuning. Hal ini tentu saja
manusia pada era masyarakat konsumen, disadari telah membantu masyarakat
yakni tidak saja terjebak pada jual beli dan terlepas dari belenggu biaya. Hal senada
nilai simbolik, tetapi menganut pula budaya juga diungkapkan oleh Jero Sariani berikut
tontonan. Namun tidak dapat ditampik pula ini:
ritual ngaben yang memuaskan penonton “...tiang kan berasal dari keluarga
pada ruang publik, sangat berpeluang yang ngelah sing, tiwas masi sing
menimbulkan peniruan. (kaya tidak, miskin juga tidak) tapi ikut
Ngaben masal atau ngaben bersama ngaben niki nah nyidaang
merupakan sebuah adaptasi dari upacara meangkihan bedik (ya bisa bernafas
ngaben yang menganut budaya tontonan sedikit). Soalne (masalahnya) harga
sehingga apa yang mereka miliki tidak kebutuhan pokok mangkin semakin
hanya bernilai guna, tetapi juga bernilai mahal, otomatis harus mengelola
simbolik atau nilai tanda (Atmadja, 2010; keuangan dengan baik pang
Ibrahim, 2007; Piliang, 2012 dalam mekejang misi (agar semua
Atmadja, 2014). Namun tontonan disini terpenuhi)...”
tidak dimaksud dalam tontonan yang
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)

Dengan demikian upacara ngaben Banyuning yang disiapkan panitia


bersama ini mampu meringankan beban merupakan sebuah bentuk konsep nilai
keluarga tanpa mengurangi makna ngaben Agama Hindu yaitu menyama brama.
itu sendiri. Sehingga interpretasi Meskipun dengan ngaben bersama modal
masyarakat mengenai upacara Ngaben finansial yang dikeluarkan kecil tapi
dengan sarana banten yang besar lengkapnya banten dan segala
(ngabehin) dan mengabiskan dana hingga kelengkapan upacara ngaben merupakan
ratusan juta rupiah dapat dibandingkan suatu kepuasan tersendiri bagi keluarga
dengan adanya ngaben bersama yang peserta ngaben. Ngaben bersama disadari
esensinya sama. Seperti yang dinyatakan memberikan banyak keuntungan dan
oleh Ketua Panitia Ngaben Bersama, manfaat bagi semua pihak khususnya
berikut ini: seluruh Krama Desa Pakraman Banyuning.
“...melakukan ngaben itu kan
membayar hutang kepada leluhur, Penentuan Biaya dalam Proses
bisa juga dibilang wujud bhakti kita Administrasi Upacara Ngaben Bersama
kepada orangtua, leluhur kenten Desa Pakraman Banyuning
(begitu). Mau tingkatan upacaranya Umat Hindu di Bali yang kental
tinggi atau yang sederhana sekalipun dengan adat istiadatnya sangat
tetap itu namanya sebuah upacara. mempercayai banyak jenis ritual yang
Jadi terlaksananya suatu upacara itu berlandaskan yadnya. Namun apapun jenis
tidak didasari dari tinggi rendahnya dan bentuk ritual yang dilakukan oleh umat
tingkatan atau besar kecilnya biaya Hindu, itu benar-benar membutuhkan
yang dikeluarkan...” peralatan ritual seperti persembahan,
Upacara ngaben yang dilakukan masyarakat Hindu di Bali menyebutnya
secara besar-besaran, selain dianggap sebagai banten. Disampaikan oleh Atmadja
pemborosan, hal ini juga merupakan faktor dan Ariyani (2014) Whatever the type and
penyebab kemiskinan karena tidak sedikit form of the ritual performed by Hindus, it
orang ngaben yang kemudian menjual absolutely needs the ritual equipment such
tanahnya. Hal ini dinilai kurang tepat karena as offerings or Hindu’s community in Bali
Agama Hindu tidak mewajibkan umatnya called it as banten. Bahwa ritual apapun
ngaben secara besar-besaran. Seperti yang yang dilakukan umat Hindu, banten
telah dijelaskan bahwa selain mengirit merupakan hal yang wajib adanya disetiap
dana, besarnya dana ngaben juga tidak ritual keagamaan umat hindu.
berkorelasi dengan perolehan surga atau Upacara Ngaben masal atau ngaben
neraka. bersama yang dilakukan di Desa Pakraman
Upacara Ngaben adalah suatu Banyuning, Buleleng telah dilaksanakan
persembahan suci yang tulus ikhlas. Maka yang keempat kalinya. Hal ini tak terlepas
dari itu kecilnya modal finansial yang dari adanya kerjasama antara dadia dan
dikeluarkan serta sederhananya tingkatan atau Desa Pakraman yang berguna untuk
upacara ngaben sekalipun tetap dapat mempersiapkan berbagai banten secara
dilaksanakan apabila dilaksanakan atas gotong royong atau tolong menolong,
dasar rasa tulus ikhlas. Selanjutnya masyarakat Bali sering menyebutnya
dinyatakan oleh Ketua Panitia Ngaben ngayah atau metulungan. Ngayah atau
Bersama, berikut ini: metulungan merupakan modal sosial
“...walaupun ini ngaben masal kami masyarakat Bali yang dalam
panitia tidak mau sembarangan pelaksanaannya didasari dengan rasa tulus
memilih banten. Kalau orang bilang itu ikhlas.
jeg ngalih mudah deen apang liunan Namun dengan semakin
batine (mencari murah biar dapat berkembangnya jaman, warga tidak lagi
untung). Tapi kami tidak. Jadi kami homogin sebagai petani, tetapi banyak pula
pesankan banten yang utamaning bekerja pada sektor nonpertanian sehingga
utama...” kepentingan dan sistem pengelolaan waktu
Lengkapnya sarana dan prasarana dan tenaga mereka secara otomatis
ngaben bersama Desa Pakraman beragam pula. Dengan demikian mereka
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)

tidak bisa diajak ngayah secara terus Pakraman. Sebab tugas mereka menjadi
menerus, karena waktu dan tenaga mereka lebih ringan dilihat dari curahan waktu dan
diatur secara birokratis oleh lembaga tenaga sehingga warga Desa Pakraman
tempat mereka bekerja. Kondisi ini tidak perlu ngayah berlama-lama. Akibatnya
diperkuat pula oleh pernyataan dari Krama mereka tetap bekerja walaupun ada orang
Desa Pakraman Banyuning, berikut ini: ngaben. Begitupula dengan upacara
“...bensin kan sudah naik sekarang. ngaben bersama Desa Pakraman
Lumayan itu kalau bolak balik ke Banyuning memutuskan untuk membeli
Denpasar. Ya biar aja saudara- banten ngaben secara masal. Hal ini
saudara yang ada dirumah yang disebabkan karena dengan membeli banten
ngayah...” diyakini mampu menekan pengeluaran
Pernyataan informan tersebut biaya yang berlebih. Apalagi ngaben
mencerminkan bahwa ngayah dianggap bersama di Desa Pakraman Banyuning
sebagai beban sosial dan ekonomi yang diikuti 83 sawa (mayat) sehingga dengan
menghambat kemajuan. Untuk mengatasi membeli banten sangatlah praktis, efektif
aneka kendala tersebut maka orang Bali dan efisien. Keuntungan membeli banten
merasa lebih nyaman dengan membeli juga dijelaskan dari pernyataan ... berikut ini
banten karena tidak terlalu banyak menyita :
waktu dan tenaga mereka. “...dengan membeli banten pekerjaan
Terkait dengan pelaksanaan ngaben itu jadi lebih mudah. Soalnya
bersama Desa Pakraman Banyuning yang sekarang kan waktu untuk bekerja
tidak lagi bisa bertumpu pada modal sosial mencari uang itu sangat penting ya,
yaitu berupa ngayah dan metulungan pada jadi bisalah yang dulunya sehari dua
Desa Pakraman, dikarenakan kuatnya hari mejejaitan terus sekarang dengan
pengaruh ideologi pasar, selain itu karena beli banten jadi waktunya digunakan
tingginya pengaruh modernisasi sehingga untuk bekerja..”
masyarakat Bali yang menempatkan dirinya Dalam proses penentuan biaya pada
sebagai manusia modern otomatis lebih upacara ngaben bersama di Desa
suka membeli banten daripada membuat Pakraman Banyuning, banten merupakan
banten secara swadaya kolektif melalui aspek utama dalam tahap penentuan biaya
ngayah ataupun metulungan. sebelum aspek-aspek lainnya seperti
Melihat hal tersebut, komodifikasi konsumsi, transportasi dan peralatan
banten menjadi tidak terhindarkan seiring ngaben lainnya. Proses penentuan biaya
dengan globalisasi yang melanda upacara ngaben bersama Desa Pakraman
masyarakat Bali. Globalisasi menyatu Banyuning menunjukkan bahwa melibatkan
dengan ideologi pasar dan berbagai paham beberapa pihak seperti pengurus Desa
lain, misalnya konsumerisme yang antara Pakraman itu sendiri, Krama Desa, Tokoh
lain ditandai oleh kenyataan bahwa tujuan, Masyarakat, Pemuka Agama atau Pinandita
aktivitas atau hubungan didominasi oleh dan Tukang Banten. Panitia upacara
jual beli (Atmadja, 2014). Komodifikasi ngaben bersama Desa Pakraman
banten adalah simbol modernitas. Hal ini Banyuning menggunakan rincian anggaran
terlihat dari pernyataan yang disampaikan biaya dalam proses penentuan biaya. Hal
oleh Kelian Banjar Desa Pakraman tersebut mencerminkan bahwa kesadaran
Banyuning berikut ini: mengenai pengelolaan keuangan yang
“...sekarang jaman kan sudah tepat telah tercipta pada suatu entitas
semakin maju jarang sekali apalagi tersebut. Dengan menggunakan rincian
anak muda di Bali jaman sekarang anggaran biaya panitia mampu
mana ada yang bisa buat banten. membebankan biaya per sawa kepada
Banyak faktor sebenarnya, misalnya keluarga peserta ngaben. Mengenai biaya
dia merantau ke kota otomatis kapah ngaben per sawa dijelaskan dari
di jumah (jarang di rumah), jadi pernyataan Bendahara Ngaben Bersama
diperantauan ya beli-beli aja...” Desa Pakraman Banyuning, berikut ini:
Dengan terbentuknya komodifikasi “...rencana awal setelah didapatkan
banten tentu menguntungkan warga Desa harga banten, kemudian
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)

perlengkapan upakara lainnya, terus nasi ya disini juga. Jadi bisa dibilang
biaya transport, makan, sewa gong, pingin (ingin) balas budilah namanya
kita dapatkan apabila peserta ngaben kepada krama disini.”
bisa melebihi dari 100 peserta jadi kita Dana punia berlandasan filosofis Tat
kenakan Rp 5.000.000 untuk ngaben Twam Asi yang berarti Aku adalah Kamu,
sedangkan untuk yang nyekah yaitu Kamu adalah Aku. Apabila kita menolong
Rp 2.500.000. Tapi setelah direkap orang lain sama artinya dengan menolong
ternyata yang ikut itu 83 sawa...” diri sendiri begitupula sebaliknya. Dana
Dari hasil wawancara tersebut panitia punia didasari dengan rasa tulus ikhlas,
ngaben bersama harus memperkirakan tanpa pamrih dan tanpa mengharapkan
kembali biaya yang dikenakan untuk 83 sesuatu tercermin dari pernyataan diatas
sawa. Walaupun demikian panitia ngaben bahwa dana punia yang dilakukan oleh
bersama memberikan kebijakan untuk tetap Lolak didasari atas wujud syukur dan modal
mengenakan biaya sesuai anggaran sosial yang diterapkan yaitu berupa
sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari ngayah. Begitupula dengan para donatur
pernyataan yang disampaikan oleh lainnya sehingga upacara ngaben bersama
Bendahara Ngaben Bersama Desa Desa Pakraman Banyuning dapat
Pakraman Banyuning berikut ini: terlaksana dengan baik.
“...jadi ya kenten (begitu) tetap
dikenakan Rp 5.000.000 untuk Akuntabilitas dan Transparansi dalam
ngaben dan Rp 2.500.000 untuk Proses Pertanggungjawaban Keuangan
nyekah walaupun hanya dapat 83 Upacara Ngaben Bersama Desa
sawa. Supaya tidak memberatkan Pakraman Banyuning
krama lagi lah...” Melibatkan orang banyak dalam suatu
Jadi tujuan panitia ngaben bersama kegiatan yang menghabiskan biaya tinggi
untuk tetap mengenakan biaya ngaben tentunya memerlukan pengelolaan
seperti yang direncanakan sebelumnya keuangan yang baik dan benar. Membahas
berdasarkan konsep nilai yang dianut oleh mengenai pengelolaan keuangan tentunya
Agama Hindu yaitu menyema braya. tidak akan lepas dari adanya suatu
Menyama braya merupakan sebuah konsep pertanggungjawaban. Spiro (dalam Ndraha,
nilai Agama Hindu berperan sebagai 2000:108), mendefinisikan responsibility
kesatuan sosial memandang orang lain sebagai Accountability, obligation dan
sebagai saudara yang patut diajak bersama sebagai cause.
dalam suka dan duka. Sehingga dengan Sejalan dengan apa yang
memegang teguh konsep menyama brama diungkapkan oleh Spiro maka responsibility
panitia ngaben bersama Desa Pakraman Panitia Ngaben Bersama Desa Pakraman
Banyuning berusaha untuk mencari donatur Banyuning telah memenuhi ketiga definisi
dalam menutupi biaya-biaya yang tersebut. Hal ini dapat ditunjukkan dengan
membengkak. Salah satu donatur ngaben adanya laporan pertanggungjawaban
bersama Desa Pakraman Banyuning yaitu I pengelolaan keuangan Upacara Ngaben
Kadek Arimbawa atau kerap disapa Lolak Bersama yang merupakan suatu kewajiban
memberikan alasannya mengenai dana yang harus dilaksanakan oleh pihak
punia pada upacara ngaben bersama di pengelola yaitu Panitia Ngaben Bersama.
Desa Pakraman Banyuning melalui Setelah adanya output berupa laporan
pernyataan dari Bendahara Ngaben keuangan, maka hal yang dituntut
Bersama berikut ini: selanjutnya adalah proses
“...namanya juga kan beryadnya ya. pertanggungjawaban kepada publik.
Tidak ada yang salah. Kapan itu dia Mekanisme proses
kesini kita diajak kumpul di bale banjar pertanggungjawaban ini tentunya tak lepas
“nggih tiang medana punia (ya saya dari sistem pemerintahan yang dianut
menyumbang) karena merasa ikut setiap organisasi. keterlibatan seluruh
memiliki sareng krama desa krama desa untuk menentukan keputusan
Banyuning. Tiang kan dulu sempat dalam hal pengelolaan keuangan lebih
sekolah disana di STM, ngidih (minta)
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)

banyak diterapkan saat ini untuk dapat Hal ini dinyatakan dalam wawancara yang
mengarah pada terwujudnya budaya disampaikan oleh Bendahara Upacara
demokrasi yang adil serta adanya Ngaben Bersama Desa Pakraman
pengakuan hak yang seimbang antar Banyuning, berikut ini:
Krama Desa Pakraman (Lestari, 2014). “...untuk tukang bangsal siapa
Begitupula yang terjadi di Desa Pakraman koordinatornya berapa habiskan
Banyuning dalam hal upacara ngaben berapa perlu uang silahkan ambil
bersama diterapkannya budaya demokrasi. uang dan silahkan belanja sendiri
Hal ini tercermin dari pernyataan yang tiang tinggal terima...”
disampaikan oleh Ketua Panitia Ngaben Dari kutipan wawancara diatas
Bersama Desa Pakraman Banyuning, menjelaskan bahwa telah terciptanya fungsi
berikut ini: actuating atau penggerakan. Sehingga
“...ya semua, semua krama desa kami bendahara ngaben bersama Desa
undang saat sosialisasi maupun saat Pakraman Banyuning secara langsung
laporan pertanggungjawaban. Jadi memberikan dana kepada masing-masing
biar sama-sama enak gitu loh. Dari koordinator sejumlah biaya yang
awal mereka tahu uangnya untuk apa diperlukan. Yang kemudian masing-masing
saja, dan nanti diakhir acara mereka koordinator wajib untuk
juga tahu uang mereka larinya mempertanggungjawabkan pengeluaran
kemana saja. Biar gak menimbulkan kas tersebut berupa nota pembelian dan
kecurigaan saja sebenarnya...” catatan-catatan.
Pernyataan yang disampaikan Dengan penyerahan tugas namun
tersebut, didasarkan pula atas kesepakatan tanpa adanya fungsi pengawasan rawan
bersama tokoh masyarakat dan pengurus akan menimbulkan asimetri informasi.
lainnya mengingat pentingnya keterbukaan Asimetri informasi dapat berupa informasi
dalam kegiatan yang melibatkan banyak yang terdistribusi dengan tidak merata
orang. Dijelaskan pula oleh pernyataan dari diantara anggota dan pemberi mandat,
Bendahara Ngaben Bersama Desa serta tidak mungkinnya pemberi mandat
Pakraman Banyuning, berikut ini: untuk mengamati secara langsung usaha
“...dari awal-awal juga disampaikan yang dilakukan oleh angggotanya (Lestari,
oleh penue (penua) disana sebaiknya 2014). Hal ini menyebabkan anggota
dari bapak panitia untuk menghindari tersebut melakukan perilaku yang tidak
kecurigaan-kecurigaan kita kan semestinya (disfunctional behaviour).
berbanyak...” Berdasarkan hal tersebut, adanya
Pada penyusunan laporan sistem kepercayaan merupakan nilai-nilai
pertanggungjawaban, panitia ngaben luhur yang selalu dijunjung dalam
bersama juga mengacu pada Rincian hubungan antar panitia ngaben bersama
Anggaran Biaya (RAB) sebagai dasar maupun antara panitia ngaben bersama
pemikiran dalam penyusunan langkah- dengan Krama Desa Pakraman.
langkah yang akan digunakan guna Kepercayaan merupakan sebuah nilai
mencapai tujuan. RAB ini berpatokan pada sederhana yang diterapkan oleh Desa
laporan pertanggangungjawaban upacara Pakraman Banyuning. Adanya nilai
ngaben bersama Desa Pakraman kepercayaan tersebut dapat dilihat dari
Banyuning sebelumnya. Dibentuknya RAB pernyataan yang disampaikan oleh
berfungsi sebagai alat perencanaan Bendahara Ngaben Bersama, berikut ini :
mengenai berapa pengenaan biaya ngaben “...tiang terbuka sama masyarakat
per sawa, berapa biaya yang dibutuhkan artinya sama krama ngaben,
untuk membeli banten dan segala pokoknya tiang belanja gak mau
perlengkapan ngaben lainnya. sendiri, selain dengan kwitansi saya
Selanjutnya dalam praktik juga bantu dengan catatan-catatan
transparansi dan akuntabilitasnya panitia seperti ini supaya tiap pengeluaran itu
Desa Pakraman melakukan pembagian tidak kacek (tidak lengkap). Terus
tugas yang merupakan suatu bentuk terang tiang sama panitia niki nak
implementasi pengorganisasian yang baik. ngayah murni.”
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)

Adanya pencatatan sebagai bukti berkaitan dengan penggunaan dana saat


pengeluaran kas berupa kwitansi dan upacara berlangsung. Hal ini dijelaskan
catatan-catatan tentunya mencerminkan dalam pernyataan Bendahara Ngaben
adanya pengelolaan keuangan yang Bersama, berikut ini:
transparan dan akuntabel. Wawancara “...pertanggungjawaban itu sengaja
tersebut juga menjelaskan, modal sosial saya adakan dihari Minggu biar
yang diterapkan dalam Desa Pakraman semua krama bisa ikut serta....”
Banyuning yaitu berupa ngayah yang Berdasarkan hasil wawancara diatas,
merupakan pekerjaan sukarela juga turut argumen tersebut jelas mencerminkan
mendukung sistem kepercayaan yang bahwa pertanggungjawaban yang dilakukan
digunakan Desa Pakraman Banyuning. menjadi sangat penting untuk dapat
Senada dengan yang disampaikan oleh menjalankan tugas dengan baik serta
Bendahara Ngaben Bersama diatas, Krama mendapatkan kepercayaan dari krama dan
Desa Pakraman Banyuning juga seluruh pihak terkait. Berkaitan dengan
menyampaikan hal berikut ini: terlaksananya paruman berupa
“...tentang nike tiang ten masalah. Ne pelaksanaan laporan pertanggungjawaban
penting karyane sampun puput. menunjukkan adanya ketepatan program.
Hutang tiang sareng leluhur sampun Namun pelaksanaan pertanggungjawaban
masi lunas, ne kenten ten sanget alangkah lebih baik apabila ditunjang
tiang pikir. Tiang nak percaya apalagi dengan penggunaan sistem akuntansi
bapak ketut setiawan kan sampun dalam hal pembuatan laporan
suwe dadi pengurus di keuangannya. Sejalan dengan pernyataan
desa.(mengenai itu saya tidak yang disampaikan oleh Francis dalam
masalah. Yang penting upacaranya Lestari (2014) mengklaim bahwa akuntansi
sudah selesai. Hutang dengan leluhur adalah sebuah praktek moral yang
juga sudah lunas, yang sepertiitu tidak kemudian terkait dengan dimensi moral
terlalu saya pikirkan. Saya percaya, individu. Panitia ngaben bersama Desa
apalagi bapak Ketut Setiawan kan Pakraman Banyuning sebenarnya telah
sudah lama menjadi pengurus di membangun persepsinya sendiri mengenai
desa.)...” akuntansi. Seperti yang disampaikan oleh
Dijelaskan pada hasil wawancara Ketua Panitia Ngaben Bersama, berikut ini:
tersebut bahwa sistem kepercayaan Krama “...akuntansi itu kan sebenarnya
desa juga terdapat pada wibawa individu fungsinya untuk mempermudah
seseorang. Ketut Setiawan merupakan mencatat, pembukuan seperti itu.
ketua panitia ngaben bersama Desa Dibuatkan jurnal, dimasukkan ke buku
Pakraman Banyuning yang dipilih dua kali besar. Kalo Pemasukan, pengeluaran
berturut-turut dan juga merupakan kelian itu supaya terus dicatat...”
banjar adat. Ini membuktikan bahwa “...saya pakai sistem akuntansi itu,
pengalaman beliau sudah tidak diragukan. tapi ya yang sederhana saja. Yang
Sehingga kredibilitas dan wibawa individu penting semua ngerti...”
maupun entitas Desa Pakraman menjadi Ketut Setiawan selaku ketua panitia
pertimbangan utama dalam sistem ngaben bersama, menyadari pentingnya
kepercayaan oleh Krama desa. menggunakan akuntansi sebagai suatu
Lebih lanjut terkait dengan jadwal instrumen akuntabilitas dan transparansi
pelaksanaan pertanggungjawabannya, dalam pengelolaan keuangan ngaben
panitia upacara ngaben bersama Desa bersama. Laporan keuangan sederhana
Pakraman Banyuning dilaksanakan yang dibuat oleh panitia ngaben bersama
seminggu setelah kegiatan berakhir, ini Desa Pakraman Banyuning dimaksudkan
menunjukkan profesionalitas dan untuk menjawab serta mengantisipasi
tanggungjawab panitia ngaben masal kecurigaan-kecurigaan yang muncul dari
dalam pengelolaan keuangan sangat kuat. krama Desa Pakraman tentang
Ini dilaksanakan guna meminimalisasi penggunaan dana-dana baik itu dari hasil
kejadian-kejadian yang memungkinkan peturunan keluarga peserta ngaben
tidak terekamnya transaksi-transaksi yang bersama, maupun dana punia dari pihak-
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)

pihak luar Desa Pakraman. Hal ini terlihat dipermainkan. Adapun nantinya berupa
dari pernyataan yang disampaikan oleh penyimpangan maupun pelanggaran yang
Bendahara Ngaben Bersama, berikut ini: dilakukan, hukum karma phala yang akan
“...model pencatatannya ya begini menjadi sanksi dari perbuatannya. Umat
tanggal, bulan, keterangan untuk beli Hindu percaya bahwa dalam semasa
napi trus jumlahnya, kalo hidupnya manusia harus bersikap dengan
pemasukannya saya buatkan lain lagi berlandaskan Dharma (Perbuatan Baik).
tapi formatnya sama isi tanggal, Sehingga niscaya manusia akan diberikan
keterangan uang masuk darimana kebahagian duniawi dan surgawi oleh Sang
kemudian jumlahnya berapa. Dan Maha Pencipta.
nanti direkap jadilah LPJ...”
Laporan pertanggungjawaban SIMPULAN DAN SARAN
keuangan yang dibuat oleh panitia ngaben Ngaben masal atau ngaben bersama
bersama masih sederhana. Dari kutipan yang dilakukan oleh Krama Desa Pakraman
laporan pertanggungjawaban keuangan Banyuning merupakan suatu alternatif atau
tersebut terlihat bahwa telah tersusun upaya yang dilakukan dalam
berdasarkan uraian transaksi yang menanggulangi biaya ngaben yang
diuraikan dengan jelas, kemudian jumlah terbilang mahal. Seperti yang telah
keluar dan masuk. Penerapan sistem dijelaskan bahwa selain mengirit dana,
akuntansi sederhana menunjukkan besarnya dana ngaben juga tidak
terpenuhinya akuntabilitas proses. Namun berkorelasi dengan perolehan surga atau
adanya pertanggungjawaban keuangan neraka. Maka dari itu kecilnya modal
tidak dituntut oleh krama Desa Pakraman finansial yang dikeluarkan serta
Banyuning. Pernyataan ini dapat dilihat dari sederhananya tingkatan upacara ngaben
hasil wawancara dengan Bendahara sekalipun tetap dapat dilaksanakan atas
Ngaben bersama, berikut ini: dasar rasa tulus ikhlas dan wujud bakti
“...sebenarnya masyarakat tidak kepada leluhur. Dengan demikian upacara
menuntut. Dengan leluhurnya sudah ngaben bersama ini mampu meringankan
sukses pengabenan saja krama desa beban keluarga tanpa mengurangi makna
sudah senang. Pada saat laporan ngaben itu sendiri.
pertanggungjawaban tiang undang Penyusunan anggaran yang dilakukan
semua. Jeg lebian sing teke...(banyak panitia ngaben bersama menunjukkan
yang tidak datang)...” terciptanya fungsi perencanaan dan
Mencermaati pernyataan diatas pengelolaan keuangan yang baik. Dalam
argumentasi untuk menjaga transparansi proses penentuan biaya pada upacara
dan akuntabilitas terlihat begitu kuat. Fakta ngaben bersama di Desa Pakraman
ini menggambarkan bahwa panitia ngaben Banyuning, banten merupakan aspek
bersama Desa Pakraman Banyuning telah utama dalam tahap penentuan biaya.
menjunjung tinggi prisip akuntabilitas dan Dengan munculnya komodifikasi banten
transparansi. Terciptanya praktik-praktik tentunya menguntungkan Krama Desa
yang bersih merupakan syarat terpenuhinya Pakraman, yakni tidak menyita banyak
akuntabilitas kejujuran serta akuntabilitas waktu dan tenaga. Terlebih lagi bantuan
hukum dalam dimensi publik yang dari para pihak donatur berupa dana punia
disampaikan oleh Ellwood dalam dalam pelaksanaan ngaben bersama ini
Mardiasmo (2002:22). merupakan terwujudnya konsep nilai
Meskipun telah diberikan kepercayaan agama Hindu dalam masyarakat Bali.
penuh oleh krama desa, panitia ngaben Panitia ngaben bersama Desa
bersama tetap menjunjung tinggi Pakraman Banyuning memahami bahwa
akuntabilitas dan transparansi dengan akuntansi adalah instrumen akuntabilitas
menyajikan suatu bentuk laporan dan transparansi dalam pengelolaan
pertanggungjawaban keuangan walaupun keuangannya. Adanya pembagian tugas
masih menggunakan sistem akuntansi yang kerja serta bukti-bukti pengeluaran kas
sederhana. Karena hal ini tentunya menggunakan sistem akuntansi sederhana
berkaitan dengan Agama yang tidak bisa yang dilakukan tentunya mampu menepis
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)

kecurigaan yang terwujud dari Krama Desa Pakraman Kubutambahan,


Pakraman lainya. Namun diketahui bahwa Kecamatan Kubutambahan,
Krama Desa Pakraman Banyuning tidak Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali
menuntut adanya laporan (Sebuah Studi Interpretif pada
pertanggungjawaban keuangan, ini didasari Organisasi Publik Non Pemerintahan).
adanya modal sosial berupa rasa percaya, Universitas Pendidikan Ganesha:
dan yadnya. Disamping itu pula, panitia Singaraja
ngaben bersama telah memegang teguh
modal sosial berupa kepercayaan, karma Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik.
phala, dan konsep nilai agama Hindu dalam Yogyakarta: Penerbit Andi
membentuk akuntabilitasnya
Dalam penelitian ini, peneliti Moleong, Lexy. J. 2005. Metodologi
mempunyai waktu yang terbatas untuk Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
menggali informasi yang mendalam dengan Remaja Rosdakarya.
para informan yang disebabkan karena
tingginya tingkat kesibukan para informan Ndraha, Talizidulu, 2000, Ilmu
Sehingga, diharapkan untuk penelitian Pemerintahan I & II, BKU Ilmu
selanjutnya keterbatasan ini dapat diatasi Pemerintahan-IIP, Jakarta
dengan cara menambah rentang waktu
penelitian yang lebih banyak. Sukraliawan, I Nyoman. 2011.
Reinterpretasi Makna Ngaben Massal
Pada Masyarakat Desa Sudaji: Suatu
DAFTAR PUSTAKA Kajian Budaya. Widyatech, Jurnal
Atmadja, Anantawikrama Tungga dan Luh Sains dan Teknologi: Universitas
Putu Sri Aryani. 2014. Women’s Panji Sakti, Vol. 11 No. 1, 120-133
Empowerment Through Bussiness of
Banten in Bali. Review of Integrative Wiana, Drs I Ketut. 2006. Berbisnis Menurut
Business and Economics Research, Agama Hindu. Surabaya: Paramita
4(1), 27-40

Atmadja, Anantawikrama Tungga. 2011.


Penyertaan Modal Sosial dalam
Struktur Pengendalian Intern LPD
(Studi Kasus pada Lima LPD di
Kecamatan Buleleng, Kabupaten
Buleleng, Bali). Jurnal Ilmiah
Akuntansi dan Humanika, Vol. 1 No.
1.

Atmadja, Anantawikrama Tungga, dkk.


2013. Akuntansi Manajemen Sektor
Publik. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha

Atmadja, Nengah Bawa. 2014. Geria Pusat


Industri Banten Ngaben Di Bali
Perspektif Sosiologi Komodifikasi
Agama. Jurnal Sosial Dan Humaniora
Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Gajah Mada, Vol. 4 No. 2, 111-224

Lestari, Ayu Komang Dewi. 2014. Tesis:


Membedah Akuntabilitas Praktik
Pengelolaan Keuangan Desa

Anda mungkin juga menyukai