Abstrak
Ngaben yakni ritual kematian pada umat Hindu di Bali yang dalam
pelaksanaannya membutuhkan modal finansial yang tinggi. Sehingga dengan kondisi
tersebut Desa Pakraman Banyuning mengambil suatu alternatif yaitu ngaben masal
atau ngaben bersama. Ritual ngaben bersama ini dilakukan pula oleh Desa Pakraman
Banyuning yang dalam pendanaannya menggunakan sistem peturunan (iuran). Ngaben
masal membutuhkan alokasi sumber daya bersama sehingga aspek akuntabilitas
penting untuk diperhatikan. Dengan menerapkan sistem akuntansi sederhana, panitia
ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning ini mampu menerapkan sistem
pengelolaan keuangan yang akuntabel. Latar belakang inilah yang menjadikan ngaben
bersama di Desa Pakraman Banyuning menarik untuk dikaji untuk mengetahui: 1) latar
belakang masyarakat memilih ngaben bersama, 2) proses penentuan biaya dalam
upacara ngaben bersama, dan 3) penerapan akuntabilitas dan transparansi dalam
upacara ngaben bersama.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif yang dititikberatkan pada
deskripsi serta interpretasi perilaku manusia. Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan,
yakni: 1) reduksi data, 2) penyajian data, 3) menarik kesimpulan berdasarkan teori yang
telah ditentukan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Latar belakang Desa Pakraman
Banyuning memilih ngaben bersama adalah sebagai alternatif bagi masyarakat yang
memiliki tingkat ekonomi rendah, serta pelaksanaannya dianggap praktis, 2) Proses
penentuan biaya ngaben bersama Desa Pakraman Banyuning utamanya ditentukan
oleh banten, dan biaya-biaya lain, seperti transportasi, konsumsi dan lain-lain, 3) Dalam
membentuk akuntabilitasnya panitia ngaben bersama telah memegang teguh modal
sosial berupa kepercayaan, dan konsep nilai agama Hindu.
Abstract
Ngaben is a cremation ritual conducted for the Hindu followers in Bali, in its
implementation need a lot of financial capital. Based on the the condition the traditional
village Banyuning took an alternative implementation, such as what is known as mass
cremation ceremony. This ngaben ritual was also conducted in Banyuning where the
people as the members involved were required to fund this activity together with the
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)
system known as dues. The mass ngaben required shared resource alocation, that
aspect of accountability should have particular attention. By using a simple accounting
system, the committee could be able to manage the financial accountability. This
background could make the mass cremation ritual in the Banyuning traditional village
interesting to study that is to find out: 1) the reasons why Banyuning people choose to
follow mass creamation ceremony, 2) process of budgeting in the mass cremation
ceremony, and 3) the practice of accountability and transparency in the activity of mass
cremation ceremony.
This study was conducted with a quantitative method focusing on the description
and interpretation of human behavior. This study involved three different stages, such as
1) data reduction, 2) data presentation, 3) drawing conclusion based on the pre-
determined theory.
The results indicated that: 1) the reasons of Banyuning traditional villagers
conducting mass cremation ceremony as an alternative, because the villagers were
having lower economic level, and its practical implementation, 2) the process of the
main budgeting was determined by the the offering aspect, and unforeseen expenses
such as transportation, other consumption items, 3) in performing the accountability the
committee had commited to keep hold firmly the social capital in terms of trust, and
concept and value of Hiduism.
tidak bisa diajak ngayah secara terus Pakraman. Sebab tugas mereka menjadi
menerus, karena waktu dan tenaga mereka lebih ringan dilihat dari curahan waktu dan
diatur secara birokratis oleh lembaga tenaga sehingga warga Desa Pakraman
tempat mereka bekerja. Kondisi ini tidak perlu ngayah berlama-lama. Akibatnya
diperkuat pula oleh pernyataan dari Krama mereka tetap bekerja walaupun ada orang
Desa Pakraman Banyuning, berikut ini: ngaben. Begitupula dengan upacara
“...bensin kan sudah naik sekarang. ngaben bersama Desa Pakraman
Lumayan itu kalau bolak balik ke Banyuning memutuskan untuk membeli
Denpasar. Ya biar aja saudara- banten ngaben secara masal. Hal ini
saudara yang ada dirumah yang disebabkan karena dengan membeli banten
ngayah...” diyakini mampu menekan pengeluaran
Pernyataan informan tersebut biaya yang berlebih. Apalagi ngaben
mencerminkan bahwa ngayah dianggap bersama di Desa Pakraman Banyuning
sebagai beban sosial dan ekonomi yang diikuti 83 sawa (mayat) sehingga dengan
menghambat kemajuan. Untuk mengatasi membeli banten sangatlah praktis, efektif
aneka kendala tersebut maka orang Bali dan efisien. Keuntungan membeli banten
merasa lebih nyaman dengan membeli juga dijelaskan dari pernyataan ... berikut ini
banten karena tidak terlalu banyak menyita :
waktu dan tenaga mereka. “...dengan membeli banten pekerjaan
Terkait dengan pelaksanaan ngaben itu jadi lebih mudah. Soalnya
bersama Desa Pakraman Banyuning yang sekarang kan waktu untuk bekerja
tidak lagi bisa bertumpu pada modal sosial mencari uang itu sangat penting ya,
yaitu berupa ngayah dan metulungan pada jadi bisalah yang dulunya sehari dua
Desa Pakraman, dikarenakan kuatnya hari mejejaitan terus sekarang dengan
pengaruh ideologi pasar, selain itu karena beli banten jadi waktunya digunakan
tingginya pengaruh modernisasi sehingga untuk bekerja..”
masyarakat Bali yang menempatkan dirinya Dalam proses penentuan biaya pada
sebagai manusia modern otomatis lebih upacara ngaben bersama di Desa
suka membeli banten daripada membuat Pakraman Banyuning, banten merupakan
banten secara swadaya kolektif melalui aspek utama dalam tahap penentuan biaya
ngayah ataupun metulungan. sebelum aspek-aspek lainnya seperti
Melihat hal tersebut, komodifikasi konsumsi, transportasi dan peralatan
banten menjadi tidak terhindarkan seiring ngaben lainnya. Proses penentuan biaya
dengan globalisasi yang melanda upacara ngaben bersama Desa Pakraman
masyarakat Bali. Globalisasi menyatu Banyuning menunjukkan bahwa melibatkan
dengan ideologi pasar dan berbagai paham beberapa pihak seperti pengurus Desa
lain, misalnya konsumerisme yang antara Pakraman itu sendiri, Krama Desa, Tokoh
lain ditandai oleh kenyataan bahwa tujuan, Masyarakat, Pemuka Agama atau Pinandita
aktivitas atau hubungan didominasi oleh dan Tukang Banten. Panitia upacara
jual beli (Atmadja, 2014). Komodifikasi ngaben bersama Desa Pakraman
banten adalah simbol modernitas. Hal ini Banyuning menggunakan rincian anggaran
terlihat dari pernyataan yang disampaikan biaya dalam proses penentuan biaya. Hal
oleh Kelian Banjar Desa Pakraman tersebut mencerminkan bahwa kesadaran
Banyuning berikut ini: mengenai pengelolaan keuangan yang
“...sekarang jaman kan sudah tepat telah tercipta pada suatu entitas
semakin maju jarang sekali apalagi tersebut. Dengan menggunakan rincian
anak muda di Bali jaman sekarang anggaran biaya panitia mampu
mana ada yang bisa buat banten. membebankan biaya per sawa kepada
Banyak faktor sebenarnya, misalnya keluarga peserta ngaben. Mengenai biaya
dia merantau ke kota otomatis kapah ngaben per sawa dijelaskan dari
di jumah (jarang di rumah), jadi pernyataan Bendahara Ngaben Bersama
diperantauan ya beli-beli aja...” Desa Pakraman Banyuning, berikut ini:
Dengan terbentuknya komodifikasi “...rencana awal setelah didapatkan
banten tentu menguntungkan warga Desa harga banten, kemudian
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)
perlengkapan upakara lainnya, terus nasi ya disini juga. Jadi bisa dibilang
biaya transport, makan, sewa gong, pingin (ingin) balas budilah namanya
kita dapatkan apabila peserta ngaben kepada krama disini.”
bisa melebihi dari 100 peserta jadi kita Dana punia berlandasan filosofis Tat
kenakan Rp 5.000.000 untuk ngaben Twam Asi yang berarti Aku adalah Kamu,
sedangkan untuk yang nyekah yaitu Kamu adalah Aku. Apabila kita menolong
Rp 2.500.000. Tapi setelah direkap orang lain sama artinya dengan menolong
ternyata yang ikut itu 83 sawa...” diri sendiri begitupula sebaliknya. Dana
Dari hasil wawancara tersebut panitia punia didasari dengan rasa tulus ikhlas,
ngaben bersama harus memperkirakan tanpa pamrih dan tanpa mengharapkan
kembali biaya yang dikenakan untuk 83 sesuatu tercermin dari pernyataan diatas
sawa. Walaupun demikian panitia ngaben bahwa dana punia yang dilakukan oleh
bersama memberikan kebijakan untuk tetap Lolak didasari atas wujud syukur dan modal
mengenakan biaya sesuai anggaran sosial yang diterapkan yaitu berupa
sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari ngayah. Begitupula dengan para donatur
pernyataan yang disampaikan oleh lainnya sehingga upacara ngaben bersama
Bendahara Ngaben Bersama Desa Desa Pakraman Banyuning dapat
Pakraman Banyuning berikut ini: terlaksana dengan baik.
“...jadi ya kenten (begitu) tetap
dikenakan Rp 5.000.000 untuk Akuntabilitas dan Transparansi dalam
ngaben dan Rp 2.500.000 untuk Proses Pertanggungjawaban Keuangan
nyekah walaupun hanya dapat 83 Upacara Ngaben Bersama Desa
sawa. Supaya tidak memberatkan Pakraman Banyuning
krama lagi lah...” Melibatkan orang banyak dalam suatu
Jadi tujuan panitia ngaben bersama kegiatan yang menghabiskan biaya tinggi
untuk tetap mengenakan biaya ngaben tentunya memerlukan pengelolaan
seperti yang direncanakan sebelumnya keuangan yang baik dan benar. Membahas
berdasarkan konsep nilai yang dianut oleh mengenai pengelolaan keuangan tentunya
Agama Hindu yaitu menyema braya. tidak akan lepas dari adanya suatu
Menyama braya merupakan sebuah konsep pertanggungjawaban. Spiro (dalam Ndraha,
nilai Agama Hindu berperan sebagai 2000:108), mendefinisikan responsibility
kesatuan sosial memandang orang lain sebagai Accountability, obligation dan
sebagai saudara yang patut diajak bersama sebagai cause.
dalam suka dan duka. Sehingga dengan Sejalan dengan apa yang
memegang teguh konsep menyama brama diungkapkan oleh Spiro maka responsibility
panitia ngaben bersama Desa Pakraman Panitia Ngaben Bersama Desa Pakraman
Banyuning berusaha untuk mencari donatur Banyuning telah memenuhi ketiga definisi
dalam menutupi biaya-biaya yang tersebut. Hal ini dapat ditunjukkan dengan
membengkak. Salah satu donatur ngaben adanya laporan pertanggungjawaban
bersama Desa Pakraman Banyuning yaitu I pengelolaan keuangan Upacara Ngaben
Kadek Arimbawa atau kerap disapa Lolak Bersama yang merupakan suatu kewajiban
memberikan alasannya mengenai dana yang harus dilaksanakan oleh pihak
punia pada upacara ngaben bersama di pengelola yaitu Panitia Ngaben Bersama.
Desa Pakraman Banyuning melalui Setelah adanya output berupa laporan
pernyataan dari Bendahara Ngaben keuangan, maka hal yang dituntut
Bersama berikut ini: selanjutnya adalah proses
“...namanya juga kan beryadnya ya. pertanggungjawaban kepada publik.
Tidak ada yang salah. Kapan itu dia Mekanisme proses
kesini kita diajak kumpul di bale banjar pertanggungjawaban ini tentunya tak lepas
“nggih tiang medana punia (ya saya dari sistem pemerintahan yang dianut
menyumbang) karena merasa ikut setiap organisasi. keterlibatan seluruh
memiliki sareng krama desa krama desa untuk menentukan keputusan
Banyuning. Tiang kan dulu sempat dalam hal pengelolaan keuangan lebih
sekolah disana di STM, ngidih (minta)
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)
banyak diterapkan saat ini untuk dapat Hal ini dinyatakan dalam wawancara yang
mengarah pada terwujudnya budaya disampaikan oleh Bendahara Upacara
demokrasi yang adil serta adanya Ngaben Bersama Desa Pakraman
pengakuan hak yang seimbang antar Banyuning, berikut ini:
Krama Desa Pakraman (Lestari, 2014). “...untuk tukang bangsal siapa
Begitupula yang terjadi di Desa Pakraman koordinatornya berapa habiskan
Banyuning dalam hal upacara ngaben berapa perlu uang silahkan ambil
bersama diterapkannya budaya demokrasi. uang dan silahkan belanja sendiri
Hal ini tercermin dari pernyataan yang tiang tinggal terima...”
disampaikan oleh Ketua Panitia Ngaben Dari kutipan wawancara diatas
Bersama Desa Pakraman Banyuning, menjelaskan bahwa telah terciptanya fungsi
berikut ini: actuating atau penggerakan. Sehingga
“...ya semua, semua krama desa kami bendahara ngaben bersama Desa
undang saat sosialisasi maupun saat Pakraman Banyuning secara langsung
laporan pertanggungjawaban. Jadi memberikan dana kepada masing-masing
biar sama-sama enak gitu loh. Dari koordinator sejumlah biaya yang
awal mereka tahu uangnya untuk apa diperlukan. Yang kemudian masing-masing
saja, dan nanti diakhir acara mereka koordinator wajib untuk
juga tahu uang mereka larinya mempertanggungjawabkan pengeluaran
kemana saja. Biar gak menimbulkan kas tersebut berupa nota pembelian dan
kecurigaan saja sebenarnya...” catatan-catatan.
Pernyataan yang disampaikan Dengan penyerahan tugas namun
tersebut, didasarkan pula atas kesepakatan tanpa adanya fungsi pengawasan rawan
bersama tokoh masyarakat dan pengurus akan menimbulkan asimetri informasi.
lainnya mengingat pentingnya keterbukaan Asimetri informasi dapat berupa informasi
dalam kegiatan yang melibatkan banyak yang terdistribusi dengan tidak merata
orang. Dijelaskan pula oleh pernyataan dari diantara anggota dan pemberi mandat,
Bendahara Ngaben Bersama Desa serta tidak mungkinnya pemberi mandat
Pakraman Banyuning, berikut ini: untuk mengamati secara langsung usaha
“...dari awal-awal juga disampaikan yang dilakukan oleh angggotanya (Lestari,
oleh penue (penua) disana sebaiknya 2014). Hal ini menyebabkan anggota
dari bapak panitia untuk menghindari tersebut melakukan perilaku yang tidak
kecurigaan-kecurigaan kita kan semestinya (disfunctional behaviour).
berbanyak...” Berdasarkan hal tersebut, adanya
Pada penyusunan laporan sistem kepercayaan merupakan nilai-nilai
pertanggungjawaban, panitia ngaben luhur yang selalu dijunjung dalam
bersama juga mengacu pada Rincian hubungan antar panitia ngaben bersama
Anggaran Biaya (RAB) sebagai dasar maupun antara panitia ngaben bersama
pemikiran dalam penyusunan langkah- dengan Krama Desa Pakraman.
langkah yang akan digunakan guna Kepercayaan merupakan sebuah nilai
mencapai tujuan. RAB ini berpatokan pada sederhana yang diterapkan oleh Desa
laporan pertanggangungjawaban upacara Pakraman Banyuning. Adanya nilai
ngaben bersama Desa Pakraman kepercayaan tersebut dapat dilihat dari
Banyuning sebelumnya. Dibentuknya RAB pernyataan yang disampaikan oleh
berfungsi sebagai alat perencanaan Bendahara Ngaben Bersama, berikut ini :
mengenai berapa pengenaan biaya ngaben “...tiang terbuka sama masyarakat
per sawa, berapa biaya yang dibutuhkan artinya sama krama ngaben,
untuk membeli banten dan segala pokoknya tiang belanja gak mau
perlengkapan ngaben lainnya. sendiri, selain dengan kwitansi saya
Selanjutnya dalam praktik juga bantu dengan catatan-catatan
transparansi dan akuntabilitasnya panitia seperti ini supaya tiap pengeluaran itu
Desa Pakraman melakukan pembagian tidak kacek (tidak lengkap). Terus
tugas yang merupakan suatu bentuk terang tiang sama panitia niki nak
implementasi pengorganisasian yang baik. ngayah murni.”
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)
pihak luar Desa Pakraman. Hal ini terlihat dipermainkan. Adapun nantinya berupa
dari pernyataan yang disampaikan oleh penyimpangan maupun pelanggaran yang
Bendahara Ngaben Bersama, berikut ini: dilakukan, hukum karma phala yang akan
“...model pencatatannya ya begini menjadi sanksi dari perbuatannya. Umat
tanggal, bulan, keterangan untuk beli Hindu percaya bahwa dalam semasa
napi trus jumlahnya, kalo hidupnya manusia harus bersikap dengan
pemasukannya saya buatkan lain lagi berlandaskan Dharma (Perbuatan Baik).
tapi formatnya sama isi tanggal, Sehingga niscaya manusia akan diberikan
keterangan uang masuk darimana kebahagian duniawi dan surgawi oleh Sang
kemudian jumlahnya berapa. Dan Maha Pencipta.
nanti direkap jadilah LPJ...”
Laporan pertanggungjawaban SIMPULAN DAN SARAN
keuangan yang dibuat oleh panitia ngaben Ngaben masal atau ngaben bersama
bersama masih sederhana. Dari kutipan yang dilakukan oleh Krama Desa Pakraman
laporan pertanggungjawaban keuangan Banyuning merupakan suatu alternatif atau
tersebut terlihat bahwa telah tersusun upaya yang dilakukan dalam
berdasarkan uraian transaksi yang menanggulangi biaya ngaben yang
diuraikan dengan jelas, kemudian jumlah terbilang mahal. Seperti yang telah
keluar dan masuk. Penerapan sistem dijelaskan bahwa selain mengirit dana,
akuntansi sederhana menunjukkan besarnya dana ngaben juga tidak
terpenuhinya akuntabilitas proses. Namun berkorelasi dengan perolehan surga atau
adanya pertanggungjawaban keuangan neraka. Maka dari itu kecilnya modal
tidak dituntut oleh krama Desa Pakraman finansial yang dikeluarkan serta
Banyuning. Pernyataan ini dapat dilihat dari sederhananya tingkatan upacara ngaben
hasil wawancara dengan Bendahara sekalipun tetap dapat dilaksanakan atas
Ngaben bersama, berikut ini: dasar rasa tulus ikhlas dan wujud bakti
“...sebenarnya masyarakat tidak kepada leluhur. Dengan demikian upacara
menuntut. Dengan leluhurnya sudah ngaben bersama ini mampu meringankan
sukses pengabenan saja krama desa beban keluarga tanpa mengurangi makna
sudah senang. Pada saat laporan ngaben itu sendiri.
pertanggungjawaban tiang undang Penyusunan anggaran yang dilakukan
semua. Jeg lebian sing teke...(banyak panitia ngaben bersama menunjukkan
yang tidak datang)...” terciptanya fungsi perencanaan dan
Mencermaati pernyataan diatas pengelolaan keuangan yang baik. Dalam
argumentasi untuk menjaga transparansi proses penentuan biaya pada upacara
dan akuntabilitas terlihat begitu kuat. Fakta ngaben bersama di Desa Pakraman
ini menggambarkan bahwa panitia ngaben Banyuning, banten merupakan aspek
bersama Desa Pakraman Banyuning telah utama dalam tahap penentuan biaya.
menjunjung tinggi prisip akuntabilitas dan Dengan munculnya komodifikasi banten
transparansi. Terciptanya praktik-praktik tentunya menguntungkan Krama Desa
yang bersih merupakan syarat terpenuhinya Pakraman, yakni tidak menyita banyak
akuntabilitas kejujuran serta akuntabilitas waktu dan tenaga. Terlebih lagi bantuan
hukum dalam dimensi publik yang dari para pihak donatur berupa dana punia
disampaikan oleh Ellwood dalam dalam pelaksanaan ngaben bersama ini
Mardiasmo (2002:22). merupakan terwujudnya konsep nilai
Meskipun telah diberikan kepercayaan agama Hindu dalam masyarakat Bali.
penuh oleh krama desa, panitia ngaben Panitia ngaben bersama Desa
bersama tetap menjunjung tinggi Pakraman Banyuning memahami bahwa
akuntabilitas dan transparansi dengan akuntansi adalah instrumen akuntabilitas
menyajikan suatu bentuk laporan dan transparansi dalam pengelolaan
pertanggungjawaban keuangan walaupun keuangannya. Adanya pembagian tugas
masih menggunakan sistem akuntansi yang kerja serta bukti-bukti pengeluaran kas
sederhana. Karena hal ini tentunya menggunakan sistem akuntansi sederhana
berkaitan dengan Agama yang tidak bisa yang dilakukan tentunya mampu menepis
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015)