Anda di halaman 1dari 17

MAKNA “LAIN” BIAYA PADA RITUAL NGATURANG CANANG MASYARAKAT BALI

Sri Rahayu1)
Yudi1)
Dian Purnama Sari2)

Universitas Jambi
1)

Unika Widya Mandala, Surabaya


2)

Surel: srijambi@gmail.com

http://dx.doi.org/DOI: 10.18202/jamal.2016.12.7028

Abstrak: Makna “Lain” Biaya di Balik Ritual Ngaturang Canang


Masyarakat Bali. Studi ini bertujuan mengungkap makna pengeluaran
uang pada ritual ngaturang canang oleh masyarakat Bali. Ngaturang
canang merupakan ritual meletakkan banten kecil setiap pagi di tem-
pat-tempat suci. Metode analisis yang digunakan adalah pengelompok­an
wujud budaya dari pemikiran Windia. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa setiap rumah tangga masyarakat Bali mengeluarkan biaya hari­an
untuk membeli canang. Jumlah biaya tergantung kepada jumlah mera­
jan setiap keluarga. Keluarga tidak berusaha melakukan efisiensi den-
gan cara menghindari atau mengurangi jumlah canang. Masyarakat Bali
memaknai biaya rutin canang bukan sebagai pengorbanan ekonomi,
Jurnal Akuntansi Multiparadigma tetapi bermakna syukur untuk tujuan mendekatkan diri kepada Tuhan
JAMAL dan menyeimbangkan diri dalam kehidupan.
Volume 7
Nomor 3
Halaman 388-404 Abstract: The “Other” Meaning of Cost behind Ngaturang Canang
Malang, Desember 2016 Ritual in Bali Community. This study aims to expose the meaning of cost
ISSN 2086-7603
e-ISSN 2089-5879
used in Ngaturang Canang ritual in Bali community. Ngaturang canang
is daily ritual to put a Banten in sacred places. Method analysis that em­
Tanggal Masuk: ployed is culture form grouping based on Windia frame. The result shows
10 Oktober 2016 that every family spends daily cost to buy canang. Amount of cost depends
Tanggal Revisi: to number of merajan. Each Familiy does not try to avoid or reduce number
17 November 2016 of canang. Bali Community believes that cost of canang is not an econo­
Tanggal Diterima: mic sacrifice, but an acknowledgment to be closer with God and balancing
28 Desember 2016 themselves.

Kata Kunci: Wujud Budaya, Ngaturang Canang, Merajan, Biaya.

Biaya merupakan lawan atau pengu- masyarakat saat ini. Hampir seluruh as-
rang pendapatan (Belkaoui 2006; Suward- pek kehidupan selalu diukur menggunakan
jono 2010). Biaya juga merupakan pengor- ukuran moneter yang akhirnya diperhitung-
banan yang diukur dalam bentuk moneter, kan dalam bentuk output materi. Akuntansi
penurunan aset atau penurunan manfaat modern selalu berusaha untuk memaksi-
ekonomi yang mengakibatkan penurunan malkan laba materi (Subiyantoro dan Tri-
ekuitas pada periode tertentu (Grady 1965, yuwono 2003). Manajemen perusahaan
Suwardjono 2010). Biaya yang tinggi de­ngan berusaha meningkatkan pendapatan untuk
asumsi tidak terjadi kenaikan pendapa- meningkatkan nilai perusahaan (Sari et al.
tan akan menyebabkan penurunan laba 2015) serta melakukan efisiensi biaya agar
atau kerugian. Sampai saat ini, laba masih tercapai laba yang maksimal. Oleh karena
menjadi fokus bagi manajemen perusahaan
itu, manusia mo­dern terpenjara dalam pola
maupun pemangku kepentingan. Kontrak
pikir pendapatan, biaya dan laba materi se-
manajemen dan kontrak utang juga dipen-
mata. Hal-hal lain seperti etika, norma dan
garuhi oleh net income (Rahmawati 2012).
nilai spiritual tidak jarang diabaikan untuk
Cara pandang akuntan dan perusa-
mencapai tujuan tersebut (Sari et al. 2015,
haan secara umum tentang pentingnya laba
Triyuwono 2015).
juga tercermin dalam perubahan kehidupan

388
389 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 3, Desember 2016, Hlm 388-404

Biaya bukan hanya terjadi di perusa- balik biaya dari ritual tersebut karena biaya
haan serta organisasi, namun juga dalam yang terjadi di dalam ritual tersebut memi-
kehidupan masyarakat. Biaya juga muncul liki makna yang berbeda dengan pengertian
dalam kegiatan budaya dan tradisi masyara- di akuntansi modern pada umumnya.
kat di Indonesia. Akuntansi dan budaya
sudah lama mengalami diskursus (Randa METODE
dan Daromes 2014). Akuntansi muncul se- Penelitian kuantitatif memang masih
bagai bentukan dari budaya lokal di mana dianggap menjadi mainstream penelitian
akuntansi tersebut tumbuh (Rahayu dan akuntansi saat ini, namun penelitian kuali-
Yudi 2015). Penggalian praktik, konsep dan tatif terus berkembang. Peneliti kuantitatif
makna akuntansi yang berbasis budaya lo- bersikap objektif dan bersikap independen,
kal sangat penting dilakukan, seba­gai upa- hal ini berbeda dan diabaikan oleh peneliti
ya untuk terus menunjukkan eksistensi, kualitatif (Raadschelders dan Lee 2011).
keunikan dan kekayaan akuntansi di Indo- Keterkaitan pemilihan metode penelitian
nesia. Hal ini terungkap dalam sebuah bait dengan pemahaman tentang ontologi dan
tembang pucung bahwa ngilmu iku kelakone epistemologi yang mendasarinya sangat
kanthi laku, setiap insan yang memiliki pen- penting. Pemilihan metode tanpa mema-
getahuan seharusnya memiliki tingkah laku hami ontologi dan epistemologi, sama se­
yang mencerminkan pengetahuan yang di- perti menempatkan gerobak atau kereta di
miliki (Hardono 2010: 19). Hal yang sama depan kuda (Raadschelders dan Lee 2011).
berlaku pula bagi para akuntan yang di- Kamayanti (2015) bahkan mengkritisi peng-
harapkan untuk menerapkan pe­ ngetahuan gunaan pendekatan kuantitatif positif untuk
yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari, penelitian akuntansi yang tidak melibatkan
baik untuk kepentingan diri sendiri maupun unsur Tuhan. Rasionalitas akal dapat me­
untuk pencapaian tujuan masyarakat se- reduksi Tuhan sebagai sesuatu yang “seper-
cara luas. tinya” masih perlu diklasifikasi.
Artikel ini menelaah tentang akuntan- Peneliti kualitatif membangun pengeta-
si yang ada pada ritual ngaturang canang. huan dari realitas nyata bukan semu atau
Canang Sari yang merupakan sarana ya- hanya tampak dari permukaan. Kebenaran
jnya (ritual) bagi umat Hindu dalam memuja hanya akan benar-benar “benar” apabila
Tuhan. Canang Sari ini biasanya dihatur- sesuai dengan keyakinan (Kamayanti 2015).
kan setiap hari atau pada waktu rerahinan Oleh karena itu, melalui penelitian kuali-
(hari suci agama Hindu), seperti purnama, tatif, Akuntan dapat mengungkap realitas
tilem, kajeng kliwon, anggar kasih dan tum­ akuntansi dalam budaya harian masyarakat
pek (Astuti 2015). Konsekuensi dari tradisi tertentu (Rahayu dan Yudi, 2015). Selanjut-
ngaturang canang adalah pengeluaran dana nya, penelitian kualitatif akan memperkaya
rutin harian dari setiap rumah tangga. Se- perkembangan pengetahuan akuntansi de­
lain dana rutin, setiap keluarga yang akan ngan mengungkap makna dan nilai-nilai
menempati rumah baru juga harus menge- yang terkandung dalam realitas akuntansi.
luarkan biaya investasi awal untuk tradisi Hal ini disebabkan karena akuntansi mun-
ini yaitu pembelian pelinggih dan upacara cul dan berkembang dari nilai-nilai (Triyu-
adat mlapas. wono 2012) dalam konteks organisasi dan
Akuntansi secara umum memandang komunitas tertentu (Andrianto dan Irianto
biaya ini sebagai biaya tetap yang dike­ 2008).
luarkan oleh masyarakat Bali setiap hari. Realitas akuntansi yang diungkap pada
Perubahan zaman dan modernisasi yang te­ penelitian ini adalah biaya yang dikeluarkan
rus merambah segala sendi kehidupan, tidak oleh Masyarakat Bali untuk ritual Ngaturang
menjadikan masyarakat Bali meninggalkan canang. Tahapan analisis penelitian ini ter-
tradisi ini. Masyarakat Bali tidak berusaha diri dari reduksi data, deskripsi temuan,
mengurangi atau meniadakan biaya terse- penentuan tema-tema dan refleksi atas
but. Jika masyarakat Bali tidak memandang keterkaitan antar tema. Peneliti memilih
biaya rutin ini sebagai bentuk beban dan pengelompokan wujud budaya sebagai ele-
perlu diefisiensikan pengeluarannya, maka men aspek sosial masyarakat Bali yang kem-
kemungkinan terdapat makna lain biaya bangkan oleh Windia (2015) sebagai metode
dari perspektif mereka. Oleh karena itu, ar- analisis. Wujud budaya tersebut terdiri dari
tikel ini bertujuan mengungkap dan meng- pola pikir atau nilai-nilai, sosial, dan artefak
gali nilai, serta makna yang terkandung di atau kebendaan. Pola pikir atau nilai-nilai
Rahayu, Yudi, Sari, Makna “Lain” Biaya pada Ritual Ngaturang Canang... 390

menggambarkan hal-hal yang mendasari se- an atas validitas dan kredibilitas data. Tria­
seorang melakukan suatu aktivitas tertentu. ngulasi yang dilakukan dalam penelitian ini
Peneliti mencoba mengungkap landasan adalah dengan membandingkan hasil data
nilai yang digunakan oleh Masyarakat Bali wawancara dan pengamatan. Triangulasi
dalam ritual Ngaturang canang. Poin sosial yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menunjukkan tindakan masyarakat Bali triangulasi sumber. Oleh karena itu, peneliti
yang menjaga hubungan sosial dan meng- melakukan perbandingan antara hasil data
hindari terjadinya konflik dalam masyara- wawancara dan pengamatan.
kat. Peneliti akan menggali hubungan sosial
yang muncul dari ritual harian yang tidak HASIL DAN PEMBAHASAN
pernah ditinggalkan oleh masyarakat Bali. Banten canang sari: tradisi turun-
Artefak dan kebendaan menggambarkan temurun. Banten canang sari artinya sesem-
tentang benda-benda yang digunakan dalam bahan harian yang disiapkan dan disajikan
ritual ini. Artefak tersebut mewakili simbol atau ditempatkan pada titik-titik tertentu.
dan makna tertentu yang akan diungkap Titik yang dipilih merupakan tempat-tempat
dalam penelitian ini. Hasil akhirnya berupa suci yang dipercaya oleh masyarakat Bali.
pemahaman mendalam yang memunculkan Tempat suci ini bukan hanya berada di Pu-
makna lain dari realitas biaya. ra, tetapi juga di rumah baik itu di dalam
Metode pengumpulan data dilakukan maupun di perkarangan rumah.
dengan wawancara mendalam dan penga- Frase “canang sari” diperoleh dari kata
matan. Wawancara dilakukan secara ala- sari (“inti, esensi”) dan canang (wadah anya-
miah tanpa mempersiapkan pertanyaan man daun kelapa). Canang merupakan se-
penelitian terlebih dahulu. Informan adalah buah kata benda dengan tingkatan bahasa
orang Bali asli yang melaksanakan tradisi halus yang memiliki arti “sirih”. Buku “Sem-
banten canang setiap hari. Daftar informan bahyang menurut Hindu” menyebutkan
dapat dilihat pada Tabel 1. Peneliti mengenal bahwa pada zaman dulu sirih bernilai sangat
de­ ngan sangat dekat tiga orang informan, bernilai tinggi dan menjadi lambang peng-
delapan informan lainnya ditentukan saat hormatan. Sirih disuguhkan kepada tamu
berkunjung ke Bali. Peneliti sengaja memilih yang sangat dihormati. Canang Sari berasal
informan dengan latar belakang pendidikan dari kata canang berasal dari kata “Can”
dan ekonomi yang berbeda. Informan yang yang berarti indah, sedangkan “Nang” be-
heterogen dapat memberikan gambaran rarti tujuan atau maksud (bahasa Kawi atau
komprehensif tentang ritual canang sari. Jawa Kuno), Sari berarti inti atau sumber.
Peneliti menguji kredibilitas data pene- Jadi, Canang Sari bermakna untuk memohon
litian melalui triangulasi. Triangulasi pen­ kekuatan Widya kehadapan Sang Hyang Wi-
ting dilakukan pada penelitian kualitatif dhi beserta Prabhawa (manifestasi) Nya secara
(Cres­well 2012) untuk memberikan keyakin­ skala maupun niskala (Astuti 2015).

Tabel 1. Daftar Nama Informan


No Inisial Nama Pekerjaan
1 Ibu G Dosen
2 Ibu W Dosen
3 Mbak G Asisten RT
4 Bapak G Sopir
5 Bapak M Swasta
6 Bapak A Pembuat Pelinggih
7 Ibu K Pedagang Canang Sari
8 Mbak D Mahasiswa
9 Mbak A Mahasiswa
10 Ibu P Pembuat anyaman tempat canang
11 Ibu M Pegawai
391 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 3, Desember 2016, Hlm 388-404

Ritual ngaturang canang merupakan Hal ini diperkuat dengan pernyataan


tradisi yang sudah turun temurun dari da- Ibu G kepada peneliti:
hulu. Seluruh masyarakat Bali baik yang
“Iya mbak.... seperti itu budaya
hidup di Bali maupun di luar Bali tetap men-
bali yang sudah berlangsung se-
jalani ritual ini. Hal ini diungkapkan oleh
cara turun-temurun...”
Mbak D:
Informan-informan di atas menun-
“...yang saya tau dan dipesan Ibu
jukkan komitmen masyarakat Bali dalam
saya, orang-orang tua dulu dan
menjaga budaya, tradisi dan ajaran dari le-
leluhur sudah jalankan ini.. ya
luhur. Tradisi ini terus dipertahankan oleh
kita harus ikuti.. karena ini ke-
Masyarakat Bali sebagai bagian dari keper-
percayaan kami, bu, bagian dari
cayaan sekaligus menghormati apa yang
ritual kami orang Bali bu.. juga
telah diajarkan oleh orang tua dan leluhur.
bentuk penghormatan ke tradisi
Kepatuhan terhadap tradisi turun-temurun
leluhur...semua orang Bali yang
inilah menjadi kekuatan dan keunikan Bali.
saya tau, ngejalanin ini... ”
Derasnya laju modernitas tidak menja-
Walaupun masih muda, mahasiswa dikan masyarakat melupakan tradisi mere­
Bali ini mengaku terbiasa menjalankan ritu- ka. Daerah-daerah lain di Indonesia, meng­
al ini. Mbak D seorang mahasiswa yang ber- alami pergeseran budaya dan adat istiadat
asal dari Bali sedang kuliah di Malang. Mbak karena masuknya informasi dan wisatawan
D menjalankan ritual ini di kamar kost yang dari berbagai daerah atau negara. Budaya
tidak terlalu besar karena kesadaran dari luar yang dibawa khususnya oleh wisatawan
dalam dirinya. asing dianggap kekinian dan trend baru bagi
Ibu P (Informan lain) juga mengung- masyarakat setempat, khususnya generasi
kapkan hal senada: muda. Namun, modernitas tidak melenakan
dan melalaikan masyarakat Bali terhadap
“Saya kadang ditanya sama orang
tradisi. Kekhasan budaya dan agamanya
lain, maksud saya bukan Bali
menjadikan Bali sebagai pusat pariwisata
gitu, kenapa mau repot tiap hari
Indonesia (Kamayanti 2015). Tradisi-tradisi
ngasih sesajen.. saya gak bisa
ini yang menjadikan Bali menjadi terkenal di
jelaskan dengan bagus mung-
dunia. Bali bukan hanya memiliki kekayaan
kin, yang saya tau, semua orang
alam tetapi juga memiliki kelebihan aplikasi
kampung, tetangga dan dari ne-
nilai-nilai budaya turun temurun yang tetap
nek saya dari dulu ngerjakan ini..
terjaga sampai saat ini. Masyarakat Bali ti-
ya saya ikut.. bikin tenang juga,
dak merasa malu atau merasa rendah diri
saya juga yakin leluhur jadi ikut
dengan hal ini, namun justru bangga de­
tenang juga.. karena kita lakukan
ngan kekayaan budaya yang dimilikinya.
hal yang pas.. nurut kepercayaan..
Menelisik biaya dalam ritual canang
nurut adat kebiasaan kita, gitu ki-
sari. Biaya yang harus dikeluarkan oleh ma-
ra-kira mbak...”
syarakat Bali untuk ritual ngaturang canang
Ibu W, dosen pada salah satu Univer- dapat dibedakan menjadi dua yaitu biaya
sitas di Bali mengaku tidak pernah lalai me- awal dan biaya tetap harian. Biaya awal dike-
ninggalkan tradisi ini. Beliau mengungkap- luarkan oleh rumah tangga yang menem-
kan pada kami saat sela acara makan sore pati rumah baru. Biaya awal ini terdiri dari
di pinggir pantai: pembelian peralatan yaitu tempat meletak-
kan sesajen berupa pelinggih dan plankiran.
“Bagi orang Bali, ngikutin ajaran
Biaya ini cukup material apabila dipandang
leluhur sepertinya suatu keharus­
dari sudut pandang akuntansi modern.
an. Mbak akan banyak ketemu
Peneliti menanyakan kepada Ibu G ten-
di sini berbagai budaya dan ri­
tang biaya awal yang harus disiapkan untuk
tual seperti upacara atau banten
tradisi ini. Beliau mengungkapkan:
canang sari gini, yang udah ada
dari dulu.. turun temurun gitu “ kalau tempat meletakkan banten
mbak... kapan mulainya tradi- itu agak mahal.... namanya itu
si ini, jujur, saya juga gak tau.. Pelinggih, kami buat dari paras
(sambil menggeleng kepala dan di- (batu cadas) dan diukir, kalau
perkuat dengan gerakan tangan)” fisik ya 5 juta.. Kalau dari kayu
Rahayu, Yudi, Sari, Makna “Lain” Biaya pada Ritual Ngaturang Canang... 392

yang ditempelkan di dinding itu memaksa rumah tangga Bali harus memiliki
lebih murah, sekitar 200 ribu satu pelinggih permanen dari awal. Pelinggih se-
itu...” mentara juga bisa digunakan, seperti yang
diungkapkan oleh Ibu W:
Ibu W mengajak peneliti mengunjungi
salah satu tempat pembuatan pelinggih “Ibu lihat.. itu pelinggih saya
di pinggir jalan lingkar luar Bali. Pelinggih (sambil menunjuk ke sudut hala-
de­
ngan berbagai ukuran tersedia di sana. man rumahnya). Karena rumah
Harga pelinggih tergantung kepada bahan ini baru saya tempatkan, saya
dasar, bentuk dan ukurannya. Bapak A de­ belum punya uang untuk beli
ngan semangat menunjukkan bentuk-ben- pelinggih batu.. agak mahal seka-
tuk pelinggih ke peneliti sambil menjelaskan rang memang bu.. tapi saya pasti
harganya. Beliau menjelaskan: beli nanti... harus itu.. karena be-
lum punya uang..he..he..he.. saya
“ Ada pelinggih yang terbuat dari pake yang sementara dulu..”
batu cetakan, nah itu di sana con-
tohnya (Sambil menunjuk salah Peneliti memperhatikan dan mendekati
satu hasil karyanya). Kalau yang pohon kayu yang digunakan sebagai peling­
ini, dari batu cadas, ya lebih kuat, gih sementara tersebut. Ibu W sepertinya
puluhan tahun pakainya.. tapi memahami peneliti sedang mengamati, Be-
ya.. tentu harganya beda bu.. ter- liau melanjutkan penjelasan dalam kutipan
gantung ukuran, bentuk dan ba- berikut ini:
hannya... kalau dari cadas ini.. “Ibu tau kayu apa itu?? (“Kayu
sekitar 5,5 juta.. untuk ukuran Dadap” jawab peneliti singkat).
kecil sekitar 4-5 juta.. tapi be- Yappp, benar... ternyata sama
berapa bulan terakhir agak sepi bahasa kita untuk kayu itu bu..
bu.. mungkin krisis ini.. orang (sambil tersenyum). Nah..... ke-
pake pelinggih sementara dulu napa pakenya pake kayu itu bu..
mungkin..” karena bagi orang Bali, harus
pake kayu ini, karena kayu sakti..
Peneliti menemukan perbedaan harga
ini pelinggih sementara, nanti mau
untuk tempat meletakkan banten yang me-
saya tempatkan di atas rumah,
nyesuaikan dengan material yang digunak-
tapi karena belum siap.. biar di
an sebagai bahan baku pembuatan tempat
sini dulu dah.. yang penting tidak
banten tersebut. Harga yang lebih mahal
tertutup atau terhalangi sesuatu
untuk pelinggih yang terbuat dari batu dan
ke langit, pelinggihnya ini..”
harga yang lebih murah untuk pembelian
plankiran. Plankiran umumnya dipakai un- Selain tiga pelinggih sementara, Ibu W
tuk di dalam atau di dinding rumah sedan- juga menunjukkan lima plankiran yang be-
gkan pelinggih ditempatkan di perkarangan rada di gerbang pagar, depan pintu rumah,
rumah. Perkarangan rumah Bali harus kamar dan dapur. Pelinggih sementara pun
memiliki bangunan suci yang juga disebut harus mengikuti syarat dan aturan seperti
sanggah atau merajan. Jumlah pelinggih jenis kayu yang digunakan, posisi penempat­
dan plankiran yang harus disiapkan setiap annya dan tidak boleh ada atap atau tutup
rumah tangga Bali, sangat tergantung ke- yang menghalangi diatasnya. Hal ini mencer-
pada jumlah titik atau tempat suci khusus minkan penghormatan terhadap tradisi
di rumah tersebut. Walaupun tidak semua walaupun belum terpenuhi secara optimal
canang ditempatkan di plankiran atau tetap memenuhi syarat dan aturan yang
pelinggih, ada juga canang yang ditempat- mengikat secara adat dan budaya. Penggu-
kan di atas tanah atau didepan pintu utama naan plankir­an untuk sementara menjadi
rumah. alternatif pilihan yang secara ekonomi ter-
Keunikan tradisi Bali sangat toleran jangkau dan tetap tidak bertolak belakang
terhadap kemampuan ekonomi setiap rumah dengan adat. Seperti yang diungkapkan oleh
tangga. Harga pelinggih maupun plankiran Ibu G, Ibu W juga menyatakan kalau harga
mungkin tidak terlalu mahal bagi keluarga plankiran memang lebih murah.
mampu, namun cukup besar bagi keluarga Biaya awal lain yang harus dikeluar-
dengan pendapatan rendah. Oleh karena kan oleh rumah tangga Bali yang memiliki
itu, adat tradisi Bali ini sebenarnya tidak rumah baru adalah biaya upacara. Ibu W
menjelaskan tentang upacara ini.
393 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 3, Desember 2016, Hlm 388-404

“...rumah saya ini belum diupa- lebur bahan-bahan yang digunakan men-
carakan bu.. saya belum punya jadi suci dan terhindar dari kekuatan jahat.
uang untuk itu, kata suami nanti Contohnya kayu yang digunakan untuk ta-
dulu.. karena untuk upacara bia­ pel dipelaspas menjadi pererai, dan lain-lain
yanya agak banyak.. kalau bisa (Swarsi 2009). Tujuan upacara ini adalah un-
saya mau yang tingkatannya agak tuk terciptanya ketenangan dan kedamaian
bagus, biar lebih lega... di upaca- bagi anggota keluarga yang tinggal di rumah
ra tersebut kita undang pemang- tersebut terhindar dari hal-hal yang tidak
ku agama, ada yang sebut seba­ diinginkan. Melaspas adalah proses akhir
gai pinandita atau juga pandita, dari kegiatan membangun. Upacara melas­
mungkin kyai ya kalau di Islam, pas dapat disesuaikan dengan kemampuan
bu.. trus ada ritual-ritual gitu.. ekonomi masyarakat. Menurut norma-nor-
sesajinya beda, lebih banyak dan ma sastra yang dimuat dalam Smerti Aga-
lengkap...” ma Hindu diklasifikasi menjadi tiga aturan
(Manuaba 2012), yaitu 1) Banten Pamelaspa
Penundaan untuk mengupacarakan
Alit (Kanista), upacara yang dilakukan de­
rumah masih sering dilakukan oleh rumah
ngan sesaji yang paling sederhana; 2) Banten
tangga di Bali. Salah satu alasan adalah ke-
Pamelaspas Madya, upacara yang dilakukan
inginan dari pemilik rumah untuk mendiri-
dengan sesaji yang tergolong sedang dan, 3)
kan pelinggih yang permanen dan memiliki
Utama, Upacara yang dilakukan dengan ses-
tingkatan yang bagus agar lebih lega dalam
aji yang tergolong besar. Tingkatan ini juga
melaksanakan upacara. Selain keinginan
berlaku untuk upacara-upacara lainnya.
pelinggih permanen, besarnya biaya upa-
Rangkaian upacara Melaspas, sering-
cara merupakan alasan lain untuk menun-
kali disebut sebagai sebagai prosesi penyu-
da upacara memiliki rumah baru. Peneliti
cian. Hal ini banyak dilakukan misalnya
menanyakan tentang upacara ini, kepada
dalam upacara selamatan pembangunan
Ibu G, beliau menjelaskan dengan sabar:
rumah, pura ataupun bangunan lainnya.
“Fisik 5 jutaan tapi ada ritual upa- Prosesi korban darah adalah bagian inter-
caranya... ini relatif, tergantung gral dari ritus keagamaan. Prosesi tersebut
tingkatan yang diambil” biasanya dilakukan ketika usai pembangu-
nan yang di dalam rangkaian ritualnya ter-
Mbak A pada kesempatan lain meng­
dapat tahap yang disebut pangurip-ngurip.
ungkapkan tentang upacara ini:
Secara simbolik ritual pangurip-ngurip ber-
“kata Ibu dan Bapak yang per- makna agar bangunan itu memberikan sua-
nah saya dengar, beli fisik untuk sana kondusif dan terbebeas dari berbagai
pelinggih itu masih gak terlalu gangguan fisik meupun spiritual. Secara
tinggi.. biaya yang tinggi itu untuk memokok ritual tersebut dilakukan den-
upacara melaspasnya bu.. kalau gan memoles-moleskan darah (terutama
gak salah, ada tingkatannya itu.. darah ayam tertentu) pada tiang-tiang atau
maaf bu..he..he..he.. saya kurang dinding (tembok) bangunan. Fungsi ritual
tau, tingkatannya apa saja.” tersebut pada hakikatnya bermakna untuk
Penjelasan dari informan-informan di memberikan persembahan (korban darah)
atas menunjukkan bahwa upacara melas­ kepada makhluk-makhluk supra-natural
pas membutuhkan biaya yang tidak sedikit. yang diyakini umat beragama Hindu di Bali.
Melaspas dalam bahasa Bali memiliki arti Keyakinan semacam itu memandang bahwa
melas artinya pisah dan pas artinya cocok. darah binatang adalah sumbernya zat-zat
Penjabaran arti Melaspas yaitu sebuah ba­ dari kekuat­an spiritual yang dianggap ber-
ngunan dibuat terdiri dari unsur yang ber- fungsi untuk memperkokoh bangunan mau-
beda ada kayu ada pula tanah (bata) dan pun menjaga keseimbangan (harmoni) an-
batu, kemudian disatukan terbentuklah tara alam mikro dan makro-kosmis (Arsana
bangunan yang layak (cocok) untuk ditem- 2011).
pati (Inputbali.com 2015a). Pelaksanaan upacara melaspas me-
Upacara melaspas secara ontologi be- miliki konsekuensi terhadap bertambahnya
rasal dari kata pelas dan pas, yang artinya biaya awal yang harus ditanggung oleh
pemisahan dari fungsi sebelum yang me­­ keluar­ga. Jumlah biaya yang harus ditang-
ngandung makna pula mepralina atau me- gung tergantung kepada tingkatan upacara
yang dipilih. Tingkatan upacara upaya mem-
Rahayu, Yudi, Sari, Makna “Lain” Biaya pada Ritual Ngaturang Canang... 394

butuhkan biaya yang paling tinggi. Namun Harga canang di setiap tempat memang
demikian, tradisi ini memberikan kelong- berbeda-beda, jika Bapak G membeli canang
garan bagi setiap keluarga yang memiliki dengan harga 10-15 ribu untuk setiap bung-
rumah baru dari sisi waktu dan tingkatan kusnya, maka di tempat Bapak M, harganya
yang dipilih untuk upacara melaspas. Ke- lebih mahal.
luarga dapat memilih waktu dan tingkatan
“Kalau dirumah gak sempat ya
upacara sesuai kemampuan ekonomisnya.
beli.. tiap hari dilakoni.. di mobil
Implementasi tradisi canang sari juga juga dikasih sebelum kerja... Ka-
berdampak pada pengeluaran harian. Penge- lau ke Pure bebas.. tergantung
luaran harian rumah tangga Bali dalam waktunya, kapan bisanya.. siang
jumlah relatif tetap menjadi biaya tetap hari­ atau sore.. kalau di rumah pagi..
an dari sudut pandang akuntansi modern. biasanya selesai masak.. istri saya
Biaya ini dikeluarkan untuk pembelian ba- siapkan dan sajikan bantenan itu..
han canang sari (bagi yang membuat banten Bunganya bebas.. yang wangi dan
sendiri) atau pembelian canang sari siap harum lebih baik itu........ Harga
pakai. Peneliti menggunakan istilah relatif canang sari.. di tempat saya, ser-
tetap, karena harga bahan dan canang bisa ibu satu, tergantung besar kecil-
berubah-ubah, seperti yang diungkapkan nya.. kalau yang kecil lebih sedikit
oleh Bapak G. bunganya.. kalau yang besar har-
“harga canang, kalau lagi banyak ganya dua sampe tiga ribu.. Kalau
upacara agak naik harganya Bu.. di rumah, khan punya sanggah..
harga bahan juga ikut naik.. tapi khan ada beberapa tempat, bisa
gak lama... setelah itu balik lagi sepuluh. Canang... sanggah itu
dah.. ke harga biasa” tempat pemujaan keluarga... di
setiap titik itu ditempatkan..”
Bapak G merupakan seorang wira­
swasta perantauan di Denpasar bekerja dari Ibu W tinggal agak ke daerah pinggiran
pagi hari. Beliau memilih melakukan ritual Kota Denpasar. Beliau merasa bahwa harga
ngaturang canang pada sore hari. Beliau be- canang di sini relatif lebih murah. Hal ini ter-
lum me­ nempatkan rumah sendiri, namun muat dalam pernyataan berikut ini.
tetap menjalannya tradisi ini. Keluarga ini “Tergantung... kalau mahal bu­
memi­lih untuk membeli canang yang dibu- nganya, 7 ribu per kantong gini
tuhkan setiap hari. (menunjukkan kantong plastik
“Di rumah saya beli buk.. saya berisi canang yang baru dikeluar-
melakukannya sore.. karena saya kan dari kulkas), isinya 25, untuk
bekerja, cukup satu satu kali, sehari ini bu...... Kalau pas lagi
karena saya perantau......Kare- hari-hari upacara biasanya harga
na saya kontrak, jumlahnya..... banteng ini naik buk... kalau hari
hmmm..... saya buat sendiri 5 biasa masih dapat kadang 6 ribu”
tempat, terus yang dibuat oleh Peneliti sempat diajak oleh Ibu W un-
punya rumah ada 6 titik, jadi 11 tuk membeli canang sari di pinggir jalan.
titik... Harga Ditempat saya, kalau Peneliti menyempatkan diri bercerita dengan
isi yang 25, 10-15 ribu.. itu hari pedagangnya. Peneliti membeli dua kantong
biasa buk.. kalau hari odalan, plastik canang, dengan harga 18 ribu. Ibu W
harganya lebih mahal lagi..” berkomentar:
Jumlah titik tergantung kepada tempat- “Tau penjualnya Ibu bukan orang
tempat suci di dalam maupun lingkung­ an Bali, gak pake bahasa Bali.. Jadi
rumah yang ditetapkan oleh pemilik rumah. harganya lebih mahal..he..he..
Kewajiban menempatkan canang sari bukan he...”
hanya berlaku kepada keluarga yang tinggal
Tradisi ini sebenarnya tidak memberat-
di rumah sendiri saja, tetapi juga bagi kelu-
kan warga Bali karena wadah untuk canang
arga yang masih mengontrak rumah. Jumlah
sari tidak diharuskan menggunakan anya-
titik akan menjadi penentu jumlah pelinggih
man daun kelapa. Wadah ini dapat diganti
dan plangkiran yang disiapkan serta canang
de­
ngan daun pisang. Ibu G menjelaskan
sari yang disajikan setiap hari.
penggunaan daun pisang ini, sudah umum
395 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 3, Desember 2016, Hlm 388-404

juga bagi masyarakat di Denpasar, tapi be- unsur ini bersifat universal, sehingga dapat
berapa daerah seperti di Ubud, memang digunakan untuk dasar aktivitas kehidupan
masih mempertahankan penggunaan janur. masyarakat Bali, seperti sistem subak (Win-
Selain berisi bunga aneka warna, canang dia 2015), sistem corporate social responsibil­
juga dapat diisi dengan tambahan makan- ity (CSR) (Pertiwi dan Ludigdo 2013, Windia
an. Peneliti menemukan tambahan seperti 2015), pengelolaan desa adat (Windia dan
jajanan, nasi dan bahkan minuman. Salah Dewi 2011), manajemen agrobisnis (Suke-
satu informan menjelaskan bahwa penam- rada, Sutjipta, dan Setiawan 2013) dan ak-
bahan ini menjadi wujud rasa syukur atas tivitas lainnya termasuk ritual ngaturang
rezeki yang telah diberikan oleh Tuhan. canang.
Pada satu kesempatan, peneliti juga me­ Penempatan sanggah atau merajan di
nemukan canang yang diselipkan uang seni- perkarangan rumah merupakan wujud im-
lai Rp 1.000,00. Penjaga tersebut menjelas- plementasi dari paham Tri Murti (Kamayanti
kan makna uang yang ditempatkan dalam 2015). Canang sari yang ditempatkan di sang-
canang sebagai rasa syukur karena toko gah juga implementasi dari nilai-nilai yang
setiap hari menerima uang dari setiap hasil di percaya oleh Orang Bali. Ibu W menjelas-
penjualannya. kan hal ini sambil menyusun canang untuk
Aspek pola pikir atau nilai-nilai di ri­ persiapan melakukan persembahan:
tual ngaturang canang. Pola Pikir spiritual
“Setiap yang dilakukan orang Bali,
tersembunyi pada biaya Ngaturang Canang.
kalau mau dicek ada dasarnya..
Masyarakat Bali, seperti masyarakat Indo-
ada nilai-nilai yang dijadikan
nesia pada umumnya, memang terkenal
semacam pedoman gitu bu.... ka-
sangat spiritualis. Nilai-nilai reli­giusitas
lau saya pahami secara pribadi,
menjadi dasar utama yang digunakan untuk
nilai itu.. ya.. nilai kepercayaan
menjalankan setiap aktivitas sehari-hari.
terhadap Tuhan, Dewa, leluhur..
Budaya-budaya yang ada di Indonesia di-
Ibu pasti pernah belajar atau
angkat dan mencerminkan nilai-nilai spiri-
dengar tentang Tri Murti atau Tri
tual. Hal ini ditunjukkan de­ngan keyakinan,
kepercayaan dan pengakuan terhadap eksis- Hita Karana khan..... Nilai-nilai
tensi Tuhan yang Maha Esa. Peringatan ke- itu yang jadi dasar kami berbuat,
agamaan lainnya di nusantara juga menjadi termasuk bantenan ini.... (sambil
bukti penerapan nilai religiusitas. Masyara- menunjukkan canang yang se-
kat di beberapa daerah di nusantara, rela dang disiapkan)”
mengeluarkan dana yang tidak sedikit un- Penjelasan dari Ibu W mencerminkan
tuk pelaksanaan kegiatan keagamaan seper- kesatuan nilai-nilai atau pola pikir yang di-
ti Acara Tabot di Bengkulu, upacara Sekaten yakini oleh masyarakat Bali dengan aktivitas
di Yogyakarta dan upacara lainnya. Semua harian orang Bali. Masyarakat Bali dalam
acara ini dilakukan secara rutin, melibatkan bertindak dan berperilaku dalam keseha­
banyak masyarakat, tanpa paksaan sebagai rian selalu memiliki makna. Dapat diartikan
bentuk pengakuan nilai-nilai keagamaan. bahwa salah satu aktivitas harian tersebut
Masyarakat Bali menggunakan kon- adalah bantenan yang berlandaskan pada
sep baik Tri Hita Karana (THK) dan Tri nilai-nilai atau pola pikir yang mereka ya-
Kaya Parisuda (TKP) sebagai pedoman ak- kini. Pola pikir ini selalu berpegang kepada
tivitas. Konsep THK dan TKP merupakan TKP dan THK. Nilai-Nilai TKP dan THK meru-
pengejawantahan dari Tri Murti. Tri Murti pakan dasar spiritualitas masyarakat Bali.
mengakui bahwa Sang Hyang Widhi ber- Spiritualitas mengandung enam aspek yaitu
manifestasi dalam Brahma, Siwa dan Wisnu Emphasizes Sustainability, Values Contribu­
(Kamayanti 2015). Penerapan THK men- tion, Prizes Creativity, Cultivates Inclusion,
cakup hubungan manusia dengan Tuhan Develops Principles dan Promotes Vocation
(Parhyangan), hubungan manusia dengan (Rhodes 2006). Manusia yang utuh meme-
lingkungan (Palemahan), dan hubungan ma- gang seluruh aspek ini, sehingga akan mam-
nusia dengan sesama (Pawongan) (inputbali. pu membawa perubahan baik bagi dirinya
com 2015b). Esensi dari ketiga hubungan ataupun masyarakat luas (Efferin 2015a).
tersebut adalah keharmonisan masing-ma­ Subagia dan Wiratma (2012) me-
sing unsur merupakan sumber kebahagia- nyatakan bahwa TKP merupakan salah satu
an. Unsur-unsur THK meliputi Sanghyang ajaran agama Hindu yang berisikan tentang
Jagatkarana, Bhuana, dan manusia. Unsur-
Rahayu, Yudi, Sari, Makna “Lain” Biaya pada Ritual Ngaturang Canang... 396

kebajikan dalam berbuat. Perbuatan yang berada dijalan-Nya, menjauhi larangan-Nya,


dimaksud dikelompokkan menjadi tiga, dan selalu rajin sembahyang dengan tujuan
yaitu perbuatan dalam tataran pikiran yang bersyukur atas uian dan rezeki yang diper-
disebut dengan kemampuan berpikir (mana­ olehnya. Penjelasan Bapak M mencermin­
cika), perbuatan dalam tataran perkataan kan bahwa nilai TKP dan THK telah menjadi
yang disebut dengan kemampuan berbi- kesatuan yang terbangun secara hirarki mu-
cara (wacika), dan perbuatan dalam tataran lai dari pikiran diteruskan ke perkataan dan
perilaku atau tingkah laku yang disebut de­ diwujudkan dalam perbuatan masyarakat
ngan kemampuan berbuat (kayika). Tujuan Bali. Biaya awal dan biaya tetap harian yang
hidup masyarakat Bali harus dicapai me- menurut orang non Bali bisa jadi mahal atau
lalui tiga darma ini. Ketiga darma tersebut berat, tapi karena keikhlasan, tidak terasa
berdasar kepada manacika (pola pikir) (Susi- berat dan tetap menjadi prioritas dalam ke­
lawati et al. 2016). Keseimbangan dalam ke- seharian. Biaya yang tadinya sarat dengan
hidupan tercapai apabila adanya kesatuan nilai materi dapat terabaikan oleh keikhlas­
dalam pola pikir, ucapan dan perbuatan. an yang berlandaskan keyakinan untuk taat
Aplikasi ketiga darma ini akan mem- kepada Sang Hyang Widi.
berikan ketenangan dan kebahagiaan dalam Aspek nilai religiusitas masyarakat
kehidupan. Keseimbangan ini juga akan Bali memandang biaya awal dan biaya hari­
menjadikan manusia selalu berpikir posi- an sangat bertolak belakang dengan konsep
tif dalam menjalankan aktivitas keseha­ bia­ya dalam akuntansi modern. Susilawati
riannya, sehingga akan mampu menghar- et al. (2016) menyebutkan hilangnya kes-
gai orang lain dan seluruh ciptaan Tuhan. eimbangan nilai ini dalam strategi akuntansi
Penghargaan terhadap sesama ini dapat manajemen modern saat ini. Akuntansi ter-
dirasakan melalui sikap keterbukaan dan lalu mengkultuskan materialisme, sehingga
keramahan kepada setiap pengunjung yang mengabaikan hal-hal non materi yang se-
datang ke Bali. Sikap ini merupakan cer- benarnya keberadaannya dapat dirasakan.
minan dari implementasi konsep TKP. Oleh Organisasi materialistik memiliki asumsi
karena itu, tidak salah brand sebagai surga dasar bahwa motivasi, kreativitas, loyalitas,
bagi wisatawan diberikan kepada Bali. Hal disiplin dan kinerja dapat diciptakan de­
ini bukan hanya menunjukkan keindahan ngan uang dan materi semata (Efferin 2016:
alamnya saja, tetapi juga keindahan jiwa 13). Para anggota organisasi tersebut men-
masyarakatnya. jadi egois, berorientasi pada materi yang
THK adalah filosofi dalam pemaham­ didapatkan, dan tidak memiliki kepedulian
an umat Hindu di Bali berkaitan dengan dengan lingkungan sekitarnya. Mereka yang
kepercayaan bahwa alam semesta beserta hanya berpikir materi tidak akan sanggup
segala isinya adalah ciptaan Tuhan seka- mencapai keseimbangan dalam kehidupan.
ligus menjadi karunia Tuhan kepada umat Hidupnya bukan lagi dikendalikan oleh hati
manusia untuk memanfaatkannya guna dan jiwa yang bersih, tetapi lebih didorong
kelangsungan hidup mereka (Sukerada et oleh hasrat nafsu materi yang tidak pernah
al. 2013). Penerapan nilai-nilai keduanya, berujung pada kepuasaan. Efferin (2015b)
menjadikan biaya yang dikeluarkan untuk menjelaskan bahwa akar masalahnya adalah
ritual ngaturang canang menjadi tidak be- ego. Ego menghasilkan ketamakan, keter-
rat, seperti yang diungkapkan oleh Bapak M pisahan antara manusia dan keterpisahan
berikut: antar makhluk hidup. Kebahagiaan hidup
tidak akan terwujud dari pola hidup bertu-
“gak.... gak pernah merasa berat..
juan materi.
gak pernah juga dihitung itu...
Aspek sosial di balik biaya ritual
itu tetap prioritas, walau dalam
ngaturang canang. Aspek sosial juga san-
kondisi ekonomi bagaimana juga
gat kental ditemukan dalam tradisi ritual ini.
tetap dilaksanakan... gak terasa
Peneliti melihat ada interaksi harmonis an-
paksaan....”
tara pedagang dan pembeli canang di ping-
Unsur THK yang pertama, yaitu gir-pinggir jalan. Sisi sosial dari hubungan
Parhya­ngan telah menjadi nilai yang tidak ini dapat dilihat dari sisi pedagang, pengera-
dapat dipisahkan dalam diri Bapak M. Be- jin anyaman tempat canang dan pembuat
liau sangat meyakini bahwa dengan men- pelinggih. Ibu P menjadi pengrajin pembuat
jaga keharmonisan hubungan kepada Sang­ anyaman janur sudah menekuni kegiatan
hyang Jagatkarana melalui tindakan selalu ini puluhan tahun. Beliau mengungkapkan:
397 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 3, Desember 2016, Hlm 388-404

“saya udah bikin seperti ini dari Penjelasan informan-informan, dari sisi
lama.. puluhan tahun mungkin pembuat anyaman canang dan pelinggih,
bu... saya gak hitung uangnya, penjual canang dan pelinggih, serta pem-
karena gak seberapa.. tapi baha- beli canang dan pelinggih telah menunjuk-
gia rasanya, jika ada yang masih kan adanya aspek hubungan sosial berupa
mau pakai hasil tangan saya un- tindakan kesadaran saling membantu dan
tuk upacara... saya bantu orang aspek ini terjaga melalui kegiatan ritual
aja bu intinya.. banyak yang gak ngaturang canang. Saling tolong menolong
sempat buat gini-gini., biar diban- merupakan ciri khas masyarakat Indonesia.
tu gitu kira-kira bu..” Gotong Royong merupakan salah satu ben-
Penjelasan Ibu P merupakan bentuk tuk nyata saling tolong menolong. Koentja-
tindakan kesadaran yang diperoleh dari raningrat (1977) menyatakan bahwa gotong
peng­alaman membuat anyaman janur se- royong di Indonesia merupakan sistem to-
lama puluhan tahun. Nilai materi juga tera- long menolong dalam kehidupan sosial dan
baikan dalam proses interaksi pembuat dan sistem nilai yang menjiwai kebudayaan kita.
pengguna anyaman janur tempat canang dan Aspek sosial berupa tolong menolong ini ju-
tempat pelinggih yang terjalin antara penjual ga tampak dalam tradisi ngaturang canang.
dan pembeli. Ibu P merasa bahagia karena Penjual maupun pembeli tidak menjadikan
masih ada orang yang menggunakan produk aspek ekonomi sebagai tujuan utama. Hal
yang dihasilkan olehnya. Ibu P meng­anggap ini menjadi wujud dari gotong royong atau
dengan membuat anyaman tempat canang saling bantu dalam masyarakat.
dan tempat pelinggih, Ia telah membantu Masyarakat Bali sangat menghargai
orang lain untuk beribadah. hubungan sosial antar sesama, sehingga
Ungkapan senada juga peneliti terima dalam berbagai tradisi adat seperti upacara-
dari Ibu K, pedagang canang di pinggir ja- upacara keagamaan, bahu membahu saling
lan. Ibu ini sudah berumur, berbeda dengan membantu menjadi sangat lumrah. Nilai-
pedagang lain yang berjualan di pagi hari, nilai sosial seperti gotong royong juga dapat
Beliau memilih waktu sore hari. ditemukan pada kegiatan masyarakat lain-
nya seperti pada sistem subak, upacara nga­
“Sore hari gini, lebih santai...
ben dan lainnya. Walaupun mengenal kasta,
lagi pula pagi udah banyak juga
masyarakat sangat menghargai sesama cip-
yang dagang, biar saya pilih yang
taan Tuhan dalam hubung­an sosial sangat
sore aja (sambil tersenyum)......
Sebagian canang ada saya dan baik.
anak buat sendiri, ada juga am- Tindakan ini merupakan wujud dari
bil dari yang lain.. saling bantu THK kedua, yaitu Pawongan. Nilai ini di-
buk.... jual canang juga biar dapat maksudkan untuk menjaga keharmonisan
berkah, bukan cuma uang.. bisa sesama manusia melalui menjahui sikap
bantu orang nyiapkan bahan ban- membedakan derajat, suku, agama. Perbe-
tenan, senang rasanya.... saya daan yang ada diyakini sebagai keindahan
udah tua... mau bantu orang dan yang telah Tuhan ciptakan, seperti pelangi.
cari berkah....” Selain sebagai ibadah persembahan har-
ian atau upacara, perspektif dari pembuat,
Dari perspektif pembeli, tindakan ke­ pedagang, dan pembeli menjadikan proses
sadaran untuk membantu sesama juga yang mereka lakukan sebagai bentuk ban-
muncul. Seperti yang dilakukan oleh Ibu tuan kepada sesama. Niatan yang baik dan
M, salah satu pegawai yang selalu membeli tindakan bijaksana dari mereka memuncul-
canang untuk kebutuhan persembahan har- kan kesadaran bahwa manusia dan alam
ian atau upacara di rumahnya. Beliau me- sesungguhnya merupakan sebuah kesatuan
milih membeli karena ingin membantu, se­ yang tidak dapat dipisahkan, saling tergan-
perti yang diungkapkan kepada peneliti: tung untuk mencapai kebahagiaan sejati
“Buat sendiri, dipaksakan.. ya bagi mereka yang terlibat. Pada akhirnya
sempat.. bisa., tapi saya pilih beli tindakan kesadaran mereka dapat membuat
mbak.., karena Tuhan udah kasih mereka menjadi manusia paripurna.
saya rezeki, saya mau bantu yang Aspek artefak atau kebendaan di
lain juga. Bukan hanya pedagang balik biaya ngaturang canang. Canang dan
canang, tapi ada yang buat tem- isinya merupakan benda yang dilaksanakan
patnya, jual bunga.. “ untuk menjaga harmonisasi antara manusia
Rahayu, Yudi, Sari, Makna “Lain” Biaya pada Ritual Ngaturang Canang... 398

dan alam. Banten atau persembah­an dalam kepada dewa Wisnu sebagai pemelihara dan
bentuk Canang sari merupakan wujud dari kapur melambangkan pemujaan kepada De-
perbuatan baik. Pengakuan terhadap ke- wa Siwa sebagai pelebur. Bunga merupakan
beradaan alam lingkungan disekitar baik lambang keikhlasan. Memuja Tuhan harus
yang tampak maupun tidak tampak secara dengan hati yang ikhlas dan suci.
fisik. Unsur-unsur pokok Canang Sari me- Ibu W menyatakan kepada peneliti ten-
miliki arti dan makna masing-masing (Astuti tang simbol dalam canang:
2015)
“Canang itu isinya bunga dan be-
Setiap benda diyakini memiliki jiwa, se-
berapa lainnya.. itu semua punya
hingga keberadaannya harus diakui dan di-
arti bu.. misalnya bunga merah
hargai. Penghargaan terhadap benda bukan
simbol Brahma.. kalau banten
hanya sebatas benda yang secara fisik tam-
upacara tertentu memang leng-
pak keberadaannya, namun juga bagi benda
kap, kalau untuk harian lebih
yang kasat mata. Aspek artefak berupa peng-
sederhana. Saya menempatkan
hargaan terhadap benda serta memberikan
nasi, biskuit atau kadang kopi
nilai dan pemaknaan terhadap suatu benda
dalam banten.. bunganya juga
tertentu sangat kuat bagi Masyarakat Bali,
lebih sederhana.. saya juga pake
seperti yang diungkapkan oleh Bapak G:
minyak wangi.. simbol untuk ke-
“Bagi kami orang Bali, seluruh tenangan jiwa... ”
benda itu kami anggap hidup, bu..
Selain bunga, nasi, biskuit, kopi, dan
kami hargai semuanya.. sehingga
minyak wangi, uang juga dapat diguna­
upacara dan ritual juga ada yang
kan sebagai salah satu persembahan. Saat
kami adakan untuk mengakui ke-
mampir di salah satu toko makanan di Bali,
beradaan mereka. Serta sebagai
peneliti melihat ada uang seribu rupiah ker-
rasa syukur juga.. misalnya.. ada
tas diletakkan dalam canang di meja dekat
upacara khusus pada hari ter-
kasir. Uang itu sebagai simbol rasa syukur
tentu untuk kendaraan.. bukan
dan doa semoga diberikan kemudahan dan
ha­nya benda yang tampak saja..
kelancaran usaha. Bukan hanya unsur
kami juga mengakui dan meng-
canang yang memiliki makna, cara penataan
hargai keberadaan yang tidak
canang pun juga diatur dengan etika dan
tampak mata.. kami harus hargai
tattwa, harus sesuai dengan pengider-ider
semua itu, bu..”
(tempat) Panca Dewata (Astuti 2015).
Penempatan canang bukan hanya di Nilai-nilai di balik biaya ngaturang
tempat-tempat tertentu di pekarangan dan canang. Ritual Ngaturang Canang memang
di dalam rumah saja, maka kita akan de­ngan membutuhkan biaya materi. Akuntansi
mudah menemukkannya di persimpangan modern, yang menilai biaya secara materi,
jalan, diselipkan pada kendaraan baik roda hanya menghitung biaya materi sebagai pe­
dua ataupun roda empat. ngurang laba. Namun, nyatanya dalam ritu-
Benda-benda yang digunakan dalam al Ngaturang Canang, yang dilakukan turun
canang memiliki arti tersendiri. Astuti temurun oleh masyarakat Bali, banyak nilai-
(2015) mengutip dari pandangan I.B. Putu nilai lain yang terungkap dalam pemaknaan
Sudarsana tentang unsur pokok canang para informan. Peneliti menemukan bebe­
dan artinya yaitu: 1) Ceper sebagai alas dan rapa nilai-nilai yang diungkap oleh informan
tempat meletakkan unsur-unsur pemben- terkait dengan pemaknaan mereka terhadap
tuk canang, 2) Porosan, 3) Plawa atau daun- tradisi ini. Nilai pertama adalah rasa syu-
daunan, 4) Bunga, 5) jejaritan, reringgitan kur. Uang yang dikeluarkan untuk seluruh
atau tetuwasan, dan 6) Urassari. Setiap un- ke­giatan ritual bukanlah dianggap sebagai
sur mempunyai makna dan arti, seperti po­ biaya yang menjadi beban secara materi bagi
rosan terdiri dari pinang dan kapur (pamor) Masyarakat Bali, seperti yang diungkap oleh
yang dibungkus dengan daun sirih. Pinang, Ibu W berikut:
kapur dan sirih adalah lambang pemujaan
“maknanya bersyukur saja ke-
tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang
pada Tuhan.. kita udah di kasih
Hyang Tri Murti. Pinang melambangkan
macam-macam gini.. kalau ber-
pemujaan kepada dewa Brahma sebagai
syukur kita, hidup kita damai dan
pencipta, sirih melambangkan pemujaan
tenang”
399 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 3, Desember 2016, Hlm 388-404

Hal ini disetujui oleh Mbak G: lau kita ikhlas, pasti rezeki itu
datang.. semua kebutuhan kita
“Syukur dah dikasih hidup bu..
dicukupi.. waktu sembahyang
syukur dah dikasih makan, syu-
gak perlu minta-minta, pasti be-
kur untuk yang lain juga.., ba­
liau kasih sesuai kebutuhan kita,
nyak.. gak bisa, kita hitung”
beliau sudah tau apa kebutuhan
Ibu G punya pandangan sama, yaitu: kita...jumlah dan saatnya pasti
pas... Kalau kita betul-betul udah
“ Iyaaa Mba, saya jalankan... itu
dipercaya.. Proses mencari ke-
bentuk rasa syukur kepada Tu-
percayaan itu, harus betul-betul
han atau Ida Sanghyang Widhi
mengelola rezeki dengan baik dan
atas kesehatan dan rezeki yang
benar”
sudah diperoleh setiap hari”
Beliau terdiam sebentar, terus melanjutkan
Rasa syukur yang diperoleh dalam
dengan tenang:
batin manusia tidak dapat diukur namun
hanya dapat dirasakan. Syukur adalah saat “Karena tidak melihat dari ma-
seorang manusia menerima apapun ke- teri.. tidak berat untuk men-
beradaannya. Susanto (2014) menuliskan jalankannya.. karena gak diang-
bahwa orang yang bahagia adalah orang gap beban.. Biar tetap bisa diper-
yang selalu merasa beruntung bahwa ia ada caya aja.... Saya sekarang lebih
di dunia ini, mensyukuri keberadaannya. tenang jalani hidup bu..karena
Rasa syukur tidak dapat dinilai secara ma- udah merasa dipercaya tadi.. um-
teri, namun hanya bisa dirasakan. Seorang pama saja, kalau kita udah per-
manusia dapat mensyukuri seluruh aspek caya dengan seorang, kita pasti
kehidupannya, misalnya dalam penelitian juga merasa dekat dengan orang
ini, rasa syukur dimaknai berbeda-beda oleh itu.. nah gitu juga dengan Tuhan,
para informan. Rasa syukur dimaknai se­ kalau kita udah dipercaya, maka
bagai syukur atas hidup damai dan tenang, kita akan mendapat kedekatan
syukur karena diberikan karunia hidup dan dengan Nya.. tenang dan cukup
makan, syukur atas kesehatan dan rezeki sudah hidup kita bu..”
yang sudah diperoleh setiap hari. Bahkan,
Informan lebih suka mempersiapkan
salah satu informan, Mbak G menyiratkan
sendiri canang sari, tapi kalau tidak sempat,
bahwa rasa syukur tumbuh atas semua
terpaksa membeli. Beliau berprinsip canang
yang telah diberikan Tuhan dan sedemikian
yang disiapkan sendiri lebih punya makna
banyak yang tidak bisa dihitung. Nilai syu-
daripada dibeli, karena proses pembuatan
kur nyatanya berhubungan dengan nilai
canang dilakukan dari hati. Canang sari di-
spiritual di dalam diri manusia. Rasa syu-
rangkai dengan ikhlas dan senang sehingga
kur menegaskan bahwa manusia hanyalah
menimbulkan rasa dan makna mendalam
hamba Tuhan. Manusia bersyukur karena
bagi dirinya. Nilai dalam proses pembua-
merasa “cukup” atas semua yang telah di-
tan canang sari membuat manusia merasa
berikan Tuhan. Selain rasa syukur yang
dekat dengan Tuhan. Membeli canang sari
bernilai spiritual, peneliti juga menemukan
memang mempermudah diri dalam melak-
nilai-nilai ketaatan yang bertujuan untuk
sanakan ritual ngaturang canang. Namun,
mendekatkan diri kepada Tuhan.
budaya instan seringkali membuat manusia
Nilai kedua adalah kedekatan dengan
lupa akan indahnya proses. Membuat canang
Tuhan. Informan merasakan kedekatan de­
sari sendiri akan membuat manusia lebih
ngan Tuhan dari proses menjalankan ritual
menikmati proses “doa”. Ritual ngaturang
Ngaturang Canang yang dilakukan secara
canang tidak hanya pada saat meletakkan
konsisten. Hal ini diungkap oleh Bapak M:
canang sari namun juga pada saat pembuat­
“Sembahyang jika dijalani dengan an canang sari. Hal ini juga menunjukkan
tekun dan betul-betul.. ada rasa­ ketaatan seorang hamba dalam menjalan­
nya bu... merasa lebih dekat, saya kan kewajiban, bukan sebagai paksaan teta-
senang meditasi sambil meng- pi ketulusan dan keikhlasan.
haturkan canang sari.. Kami gak Rasa syukur dan rasa dekat dengan
ngukur dari materi bu....yah... bi- Tuhan merupakan rasa yang berhubungan
asanya timbal balik itu ada. Ka- dengan nilai spiritualitas dalam diri ma-
Rahayu, Yudi, Sari, Makna “Lain” Biaya pada Ritual Ngaturang Canang... 400

nusia. Manusia merasa dirinya hanyalah hidup penting bagi kami bu...
hamba Tuhan yang sudah sepatutnya mem- bikin bahagia..”
berikan yang terbaik kepada Tuhan. Manu-
Rasa keseimbangan yang dimaksudkan
sia menyembah Tuhan dengan tulus, ikhlas
oleh Bapak G tidak berarti bahwa semakin
dan penuh rasa syukur. Semua proses yang
besar rumah maka canang sari yang harus
dilakukan dalam ritual ngaturang canang
disiapkan semakin banyak pula. Namun,
menunjukkan keinginan manusia untuk se-
rasa keseimbangan yang dimaksud adalah
lalu mendekatkan diri dengan Tuhan, sang
bagaimana keseimbangan dalam diri manu-
Pencipta.
sia itu sendiri. Tidak ada aturan mengenai
Nilai ketiga adalah rasa keseimbangan.
seberapa banyak canang sari yang harus
Nilai lain yang muncul dari tradisi ngaturang
disediakan untuk ukuran rumah tertentu
canang adalah rasa keseimbangan. Rasa
ataupun aturan-aturan lainnya. Semuanya
keseimbangan ini ditemukan saat peneliti
berpulang pada diri manusia itu sendiri.
sempat bertanya ke Bapak G mengenai
Keseimbangan juga berarti keseimbangan
apakah semakin besar ukuran rumah, maka
hidup manusia. Keseimbangan diakui oleh
semakin banyak titik untuk menempatkan
hampir seluruh ajaran hidup manusia, se­
canang.
perti yang diajarkan dalam berbagai kebuda­
“Benar buk... makin besar rumah, yaan. Keseimbangan dalam ajaran tao yang
makin banyak... apalagi rumah disebut yin dan yang ataupun dalam tradisi
yang lama, atau kuno.... banyak Islam, yaitu Sunnatullah (Triyuwono, 2012).
orang bilang, orang bukan bali Manusia memang mencari keseimbangan
maksudnya, mereka bilang, apa dalam hidupnya agar hidup damai dan ba-
bukan pemborosan itu.. ha..ha.. hagia, seperti yang disampaikan oleh Ibu M.
ha...” Konsep Tri Hita Karana (THK) yang menjadi
filosofi keseimbangan hidup masyarakat
Meskipun demikian, Bapak G mengaku
Hindu di Pulau Bali, meliputi hubungan
bahwa dirinya tidak memandang pengeluar-
yang harmonis antara manusia dengan Tu-
an tersebut sebagai beban. Ia menjabarkan-
han (parhyangan), antar manusia (pawon­
nya dalam kutipan berikut ini.
gan), dan antara manusia dengan lingkun-
(Peneliti menimpali singkat dari gan (palemahan) (Pertiwi dan Ludigdo 2013).
pernyataan sebelumnya, “Bagi THK merupakan bentuk perangkat tiga
Bli?”) “Oh ndak... selama ini.. arti- jalan menuju kesempurnaan hidup, yaitu:
nya itu buat keseimbangan kita (1) hubungan manusia dengan Tuhan se­
sendiri sih sebenarnya.. Orang bagai “atma-jiwa” dituangkan dalam bentuk
kita sembahyang ke Tuhan. Gak ajaran agama yang menata pola komunikasi
ada yang miskin karena itu. Gak spiritual lewat berbagai upacara persem-
ada dipaksakan.. Merasa justru bahan kepada Tuhan; (2) hubungan ma-
itu kebutuhan kita... gak jadi be- nusia dengan alam lingkungannya sebagai
ban bagi kami, gak melihat status “angga-badan” tergambar jelas pada tatanan
ekonomi. Bagi masyarakat Bali, wilayah hunian dan wilayah pendukungnya
semua benda itu hidup.. kita akui (pertanian) yang dalam satu wilayah Desa
keberadaannya.. maka selain rit- Adat disebut “Desa Pekraman”; (3) hubung­
ual itu, ada upacara juga untuk an manusia dengan sesamanya sebagai
benda mati se­perti upacara untuk “khaya-tenaga” yang dalam satu wilayah
mobil atau kendaraan..” Desa Adat disebut “Krama Desa” atau warga
masyarakat adalah tenaga penggerak untuk
Ibu M, punya pandangan yang sama
memadukan “atma” dan “angga” (Sukerada
tentang keseimbangan:
et al. 2013).
“Orang Bali mengakui keberadaan Berlandaskan nilai-nilai ketaatan ke-
yang tidak tampak, semua harus pada Sang Hyang Widi, maka pemahaman
dihargai.. hidup harus seimbang, dari setiap uang yang dikeluarkan bukan
ke Tuhan, sesama, leluhur.. ben- lagi sebagai beban. Tetapi bermakna syukur
da-benda pun dianggap hidup, dengan tujuan mendekatkan dan menyeim-
maka ada juga canang untuk mo- bangkan diri dalam kehidupan. Tidak ada
tor, upacara hewan ternak juga perilaku oportunistik untuk mengharapkan
ada. Pencapaian keseimbangan keuntungan diri pribadi maupun kelompok
401 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 3, Desember 2016, Hlm 388-404

secara materi. Masyarakat Bali merasa ba- 1965). Suwardjono (2010) menspesifikkan
hagia jika bisa memiliki titik tempat sembah­ perbedaan kos dan biaya. Biaya merupakan
yang yang banyak di rumahnya. Mereka ti- lawan dari pendapatan. Unsur penting yang
dak menghindari pengeluaran dana materi melekat dalam makna biaya adalah aliran
untuk canang sari, bahkan bukan hanya di keluar atau penurunan aset dan akibat kegi­
rumah, canang juga ditempatkan di kenda- atan yang membentuk operasi utama untuk
raan, jalan-jalan, tempat-tempat dianggap memperoleh laba. Artikel ini menggunakan
suci lainnya. Biaya materi untuk mem- pemahaman tersebut, sehingga pengeluaran
peroleh canang sari setiap hari bukanlah be- uang untuk investasi awal seperti pembelian
ban yang harus dianggap “beban”. Masyara- pelinggih, plankiran dan upacara melaspas
kat Bali percaya bahwa rasa dan nilai lain termasuk kelompok kos. Biaya tetap harian
dalam ritual ngaturang canang tidak hanya untuk pembelian canang sari dalam ritual
dapat diukur secara materi, namun makna- harian merupakan biaya.
makna “lain” tersebut ada dan hanya dapat Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dirasakan oleh hati. masyarakat Bali tidak menganggap penge-
Manusia modern saat ini sering me- luaran uang untuk pembelian canang sari
misahkan unsur hati dan bahkan Tuhan sebagai biaya. Pengeluaran ini merupakan
dari kegiatan usaha dan rutinitas kesehari- wujud rasa syukur kepada Tuhan. Pene­
annya. Penelitian ini menunjukkan bah- liti mengikhtisarkan perbandingan antara
wa masih ada usaha dan rutinitas dalam sudut pandang informan dan akuntansi ter-
kehidupan manusia saat ini yang tidak hadap biaya canang sari dapat pada Tabel 2.
mengesam­pingkan rasa dan hati meskipun Tabel 2 memperlihatkan adanya kon-
juga memiliki dampak materi bagi dirinya. tradiksi antara konsep akuntansi modern
Triyuwono (2012) juga membuktikannya le- dengan realitas akuntansi riil terhadap biaya
wat pembangunan Akuntansi Syari’ah yang canang sari pada masyarakat Bali. Maksi-
menawarkan akuntansi dengan nilai spiri- malisasi laba bagi akuntansi mo­dern meru-
tual. Windia (2015) menyatakan pembangu- pakan suatu keniscayaan. Biaya dipandang
nan bisnis dan ekonomi tidak boleh meng- dimaknai sebagai beban, penurunan aset
abaikan fokus spiritualitas, dan peranan atau pengorbanan sumber daya ekonomi.
Tuhan. Efisiensi, produktivitas, profit dan Pemaknaan atas biaya yang seperti ini, men-
individualisme akan menjadi hal utama yang jadikan prinsip efisiensi selalu menjadi salah
ingin dijalankan dan dicapai dalam usaha. satu strategi utama. Efisiensi operasi akan
Akibatnya, hidup menjadi tidak tenang dan berdampak pada aliran dividen bagi peme-
jauh dari kebahagiaan. Spiritualitas menjadi gang saham. Konteks kesejahteraan dilihat
jawaban untuk mengisi kekeringan batin dari sisi sifat egois manusia yaitu penum-
manusia yang dijajah oleh materialisme dan pukan kesejahteraan sebesar-besarnya
kesenangan se­saat (Efferin 2015b). Spiritu- (Subiyantoro dan Triyuwono 2004). Peng-
alitas merupa­kan nilai universal untuk men- gunaan sumber daya sedapat mungkin di
jadikan jati diri manusia secara utuh dan efisienkan. Salah satu strategi guna men-
saling bersinergi secara positif untuk men- capai tingkat laba yang maksimal adalah
gurangi penderitaan dan membawa kebaha- dengan cara menekan biaya atau efisiensi.
giaan bagi seluruh makhluk (Efferin 2016). Efisiensi berkaitan dengan prinsip ekonomi
Rasa syukur, dekat pada Tuhan, dan penggunaan sumber daya seminimal mung-
rasa seimbang dalam hidup sebagai makna kin untuk memperoleh hasil yang sebesar-
“lain”. Biaya tidak dapat dipisahkan de­ngan besarnya. Penciptaan profit menjadi menjadi
pengertian kos, aset dan rugi. Kos yang ti- segalanya, dimulai dari prioritas perenca-
dak memenuhi definisi aset (dapat ditang- naan, aktivitas bisnis, hubungan dengan
guhkan pembebanannya), maka kos terse- stakeholders, sampai dengan pola pikir ang-
but dapat masuk sebagai biaya atau rugi gota organisasinya (Efferin 2016).
(Suwardjono 2010). Istilah biaya dan beban Konsep tentang makna biaya yang se-
bagi masyarakat umum seringkali dianggap lama ini digunakan dalam akuntansi mod-
sama dan penggunaannya tumpang tindih ern tidak dapat digunakan untuk meng-
dalam akuntansi. Padahal keduanya ber- gambarkan biaya canang sari. Canang sari
beda, cost mencerminkan harga pertukaran digunakan sebagai persembahan harian
atau pengorbanan yang diukur dalam ben- kepada Sang Hyang Widhi Wasa sebagai
tuk moneter yang dikeluarkan untuk akui- ungkapan syukur. Canang juga merupakan
sisi barang atau jasa (Belkaoui, 2006; Grady, persembah­ an rumah tangga yang paling
Rahayu, Yudi, Sari, Makna “Lain” Biaya pada Ritual Ngaturang Canang... 402

sederhana. Proses persembahan tidak hanya atau penurunan ekuitas. Realitas biaya yang
mengurbankan materi, namun juga mengur- muncul merupakan wujud rasa syukur.
bankan diri sendiri, sebab perlu waktu dan Persembahan seorang hamba untuk men-
tenaga untuk mempersiapkan persembahan. capai ketaatan dan keberkahan dari Tuhan.
Proses ini merupakan tindakan kesadaran Harapannya bukanlah output materi tetapi
penuh dan pekerjaan yang bermakna men- kedekatan dengan Pencipta dan keseimban-
dalam. Efferin (2016) mengartikan tindakan gan hidup yang membawa ketenangan dan
kesadaran penuh sebagai kesadaran dalam kebahagiaan.
diri seseorang di mana ia selalu menyadari
pikiran dan tindakannya setiap saat. Se- SIMPULAN
lanjutnya ia mengartikan pekerjaan yang Ngaturang canang merupakan ri­
bermakna mendalam sebagai pengalaman tual meletakkan banten kecil setiap pagi di
seseorang yang dapat memberikan jawaban tempat-tempat suci. Biaya yang harus dike-
mengapa ia melakukan sebuah pekerjaan. luarkan oleh masyarakat Bali untuk ritual
Tingginya biaya awal untuk melak- ngaturang canang dapat dibedakan menjadi
sanakan upacara melaspas dan biaya untuk dua yaitu biaya awal dan biaya tetap harian.
membeli pelinggih dan plankiran tidak dapat Biaya awal dikeluarkan oleh rumah tangga
dari sudut pandang modernitas. Jumlah yang menempati rumah baru. Biaya awal ini
rupiah yang dikeluarkan justru membawa terdiri dari pembelian peralatan yaitu tem-
ketenangan batin tersendiri bagi setiap ke- pat meletakkan sesajen berupa pelinggih dan
luarga. Keluarga justru berusaha untuk plankiran. Biaya awal lain yang harus dikelu-
melaksanakan upacara seoptimal mungkin, arkan oleh rumah tangga Bali yang memiliki
bahkan jika memungkinkan semua meng- rumah baru adalah biaya upacara melaspas.
inginkan pada tingkat utama. Hal ini tentu Upacara melaspas membutuhkan biaya un-
sangat bertentangan dengan filosofi efisiensi tuk mendirikan bangunan dan prosesi upa-
akuntansi modern, yang berusaha memini- cara melaspas. Besaran biaya uang dibu-
malisasi biaya dalam pelaksanaan kegiatan. tuhkan tergantung pada tingkatan upacara:
Akuntansi modern seringkali melaku- paling sederhana yaitu kanista; sedang yaitu
kan berbagai cara demi mencapai efisiensi madya, besar yaitu utama. Bia­ya tetap ha­
biaya. Banyak hal yang terabaikan, manusia rian merupakan pengeluaran harian rumah
(khususnya tenaga kerja) dan alam selalu tangga Bali dalam jumlah relatif tetap. Dari
berada pada posisi yang dirugikan. Hubung­ sudut pandang akuntansi modern, biaya
an antar manusia diukur sebagai hubungan merupakan pengorbanan yang diukur dalam
transaksional atas dasar manfaat. Manusia bentuk moneter. Biaya mencerminkan harga
dalam berusaha tidak lagi mengikuti kata pertukaran atau pe­ngorbanan yang diukur
hati sucinya, tetapi mengandalkan logika dalam bentuk mo­ neter yang dikeluarkan
saja. Cinta tergantikan oleh pemuasan ego untuk akuisisi barang atau jasa Hampir se-
yang tiada berakhir. Empati untuk peduli luruh aspek kehidupan selalu ingin diukur
terhadap makhluk semakin luntur. Akibat- dengan ukuran moneter yang akhirnya di-
nya bermunculanlah “korporasi ulat” dan perhitungkan dalam bentuk output materi.
“korporasi belalang” yang suka mengeksploi- Tingginya komitmen masyarakat Bali
tasi alam demi mencapai laba (Lako 2011). merupakan bentuk kepercayaan sekaligus
Hal ini tentu sangat berbeda dengan sudut penghormatan terhadap ajaran orang tua
pandang masyarakat Bali akan merasa dan leluhur. Komitmen ini mampu memper-
mampu mempersembahkan yang terbaik tahankan budaya, tradisi dan ajaran dari le-
apabila mampu melaksanakan upacara luhur. Berdasarkan analisis wujud budaya,
dan melengkapi kelengkapan upacara se- Studi ini memperoleh makna lain dari reali-
cara optimal. Hal ini wujud dari pengabdian tas biaya. Aspek pola pikir atau nilai-nilai,
seorang hamba karena kebahagiaan atas aspek sosial, dan aspek artefak menemukan
rumah yang telah diberikan oleh Tuhan bagi nilai rasa syukur, rasa dekat dengan Tuhan,
keluar­ganya. Nilai-nilai ini juga diterapkan dan rasa keseimbangan. Nilai-nilai ini men-
oleh banyak badan usaha di Bali. jadikan biaya yang dikeluarkan untuk ritual
Perbedaan filosofi, nilai-nilai yang dija- ngaturang canang tidak menjadi persoalan
dikan pedoman, tujuan, hasil yang ingin di- material bagi masyarakat Bali. Sehingga,
capai memunculkan makna “lain” biaya. Re- konsep tentang makna biaya dalam akun-
alitas biaya pada kegiatan ritual ngaturang tansi modernpun tidak dapat digunakan
canang masyarakat Bali bukanlah beban untuk menggambarkan biaya yang dike­
403 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 3, Desember 2016, Hlm 388-404

luarkan untuk menjalankan ritual ngaturang Grady, P. 1965. “Inventory of Generally Ac-
canang. Dengan kata lain, biaya yang dike- cepted Accounting Principles for Busi-
luarkan untuk melakukan ritual ngaturang ness Enterprises.” Accounting Research
canang merupakan persembahan kepada Study Vol. 7.
Sang Hyang Widhi Wasa sebagai ung­kapan Hardono, S. W. B. 2010. Reformasi Akun­
syukur dan upaya mendekatkan diri pada tansi: Membongkar Bounded Rational­
Sang Pencipta untuk menuju ke­seimbangan ity Pengembangan Akuntansi. Asgard
hidup yang membawa ketenang­ an dan Chapter. Yogyakarta.
kebahagiaan. Kamayanti, A. 2015. “Sains Memasak Akun­
Peneliti selanjutnya dapat mengem- tansi, Pemikiran Udayana dan Tri Hita
bangkan penelitian-penelitian lain. Bera- Karana.” Pertemuan Nasional Masyara­
gam tradisi di seluruh wilayah di nusantara kat Akuntansi Multiparadigma Indone­
dapat dieksplorasi realitas akuntansi yang sia. Denpasar.
tersembunyi dibaliknya. Peneliti selanjut- Koentjaraningrat. 1977. “Sistem Gotong
nya juga dapat mengembangkan penelitian Royong dan Jiwa Gotong Royong.” Beri­
ini dengan paradigma yang lain. Selain itu, ta Antropologi, Vol. 30, hlm 4-16.
Bali dengan kekayaan tradisi dan budayan- Lako, A. 2011. Dekonstruksi CSR dan Refor­
ya memberikan peluang besar bagi peneliti masi Paradigma Bisnis dan Akuntansi.
akuntansi untuk menemukan realitas akun- Jakarta. Erlangga.
tansi riil berbasis kearifan lokal. Hasil dari Manuaba, I. B. G. 2012. Tatanan Upaca-
riset akuntansi berbasis kearifan lokal akan ra Membangun “Paumahan” (Kajian
memperkaya dan membuktikan keberagam­ Ritual Pembangunan Rumah Tinggal
an pengetahuan akuntansi. Tradisional Bali). ANALA, Jurnal Ilmiah
Prodi Arsitektur FT. Universitas Dwi-
jendra, Desember 2012.
DAFTAR RUJUKAN Pertiwi, I. D. A. E. dan U. Ludigdo. 2013.
Andrianto, J. dan G. Irianto. 2008. Akun­ “Implementasi Corporate Social Re-
tansi dan Kekuasaan (dalam Konteks) sponsibility Berlandaskan Budaya Tri
Bank BUMN Indonesia. Aditya Media Hita Karana”. Jurnal Akuntansi Multip­
Publishing. Malang. aradigma, Vol. 4, No. 3, hlm 430-455.
Arsana, I. G. K. G. 2011. Sabung Ayam Raadschelders, J. C. N. dan H. Lee K. 2011.
(Tajen) di Bali: Di Antara Ranah Buda- “Trends in the Study of Public Adminis-
ya dan Hukum. Inana Budaya, Vol. 16, tration: Empirical and Qualitative Ob-
No.2, hlm 271-284. servations from Public Administration
Astuti, P.S. 2015. “Pelaksanaan IBM Canang Review, 2000-2009”. Public Administra­
Sari sebagai Sarana Ritual Hindu di tion Review, Vol. 71, No. 1, hlm 19-33.
Denpasar”. GaneÇ Swara, Vol. 9, No. 1, Rahayu, S. dan Yudi. 2015. “Uang Nai’: An-
hlm 135-139. tara Cinta dan Gengsi”. Jurnal Akun­
Belkaoui, A. R. 2006. Accounting Theory. tansi Multiparadigma, Vol. 6, No. 2, hlm
Penerbit Salemba Empat. Jakarta 224-236.
Creswell, J. W. 2012. Research Design: Rahmawati. 2012. Teori Akuntansi Keuan­
Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan gan. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Mixed. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Randa, F., dan F. E. Daromes. 2014. “Trans-
Efferin, S. 2015a. “Akuntansi, Spiritualitas, formasi Nilai Budaya Lokal dalam
dan Kearifan Lokal: Beberapa Agenda Membangun Akuntabilitas Organisasi
Penelitian Kritis”. Jurnal Akuntansi Sektor Publik”. Jurnal Akuntansi Mul­
Multiparadigma, Vol. 6, No. 3, hlm 466- tiparadigma, Vol. 5, No. 3, hlm 477-
480. 484.
Efferin, S. 2015b. “Prospek Penelitian Kritis Rhodes, K. 2006. “Six Components of A Mod-
Akuntansi Berbasis Local Wisdom: Be- el for Workplace Spirituality”. Graziadio
lajar dari Tri Hita Karana dan Udaya- Business Report, Vol. 9, No. 2.
na.” Pertemuan Nasional Masyarakat Sari, D. P., I. Triyuwono, Rosidi, dan A. Ka-
Akuntansi Multiparadigma Indonesia. mayanti. 2015. “Human’s Behaviour
Denpasar. towards Income in the Perspective of
Efferin, S. 2016. Sistem Pengendalian Mana­ Mother Theresa”. Procedia - Social and
jemen berbasis Spiritualitas. Yayasan Behavioral Sciences Vol. 211, hlm 977-
Rumah Peneleh. Jakarta. 983.
Rahayu, Yudi, Sari, Makna “Lain” Biaya pada Ritual Ngaturang Canang... 404

Subiyantoro, E. B. dan I. Triyuwono. 2004. Suwardjono. 2010. Teori Akuntansi Per­


Laba Humanis: Tafsir Sosial atas Kon­ ekayasaan Pelaporan Keuangan. BPFE.
sep Laba dengan Pendekatan Her­ Yogyakarta
meneutika. Bayu Media Publishing. Swarsi, S. 2009. Upacara Pasupati sebagai
Malang. Media Sakralisasi. Warta Hindu Dhar-
Sukerada, I. K., I. N. Sutjipta, dan I. G. Se- ma no. 505. Januari 2009
tiawan. 2013. “Penerapan Tri Hita Ka- Triyuwono, I. 2012. Akuntansi Syariah:
rana terhadap Kawasan Agrowisata Perspektif, Metodologi dan Teori. Raja
Buyan dan Tamblingan di Desa Pan- Grafindo Persada. Jakarta
casari, Kecamatan Sukasada, Kabu- Triyuwono, I. 2015. “Awakening The Con-
paten Buleleng”. Jurnal Manajemen science Inside: The Spirituality of Code
Agribisnis, Vol. 1, No. 2, hlm 43-52. of Ethics for Professional Accountants”.
Susanto, D. 2014. Pemulihan Jiwa 5. PT. Procedia-Social and Behavioral Scienc­
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta es, Vol. 172, hlm 254-261.
Susilawati, M., U. Ludigdo, G. Irianto, dan Windia, W. 2015. “Bisnis, Budaya Tri Kaya
Z. Baridwan. 2016. “Synergizing Man- Parisuda, Tri Hita Karana dan Pemiki-
acika in The Strategic Management ran Raja Udayana.” Pertemuan Nasi-
Accounting: Solution for The Stigma onal Masyarakat Akuntansi Multipara-
of Cooperation?” Malaysia Indonesia digma Indonesia. Denpasar.
International Conference on Economics, Windia, W., dan R. K. Dewi. 2011. Analisis
Management and Accounting. Jambi. Bisnis Berlandaskan Tri Hita Karana.
Udayana University Press. Bali.

Anda mungkin juga menyukai