Anda di halaman 1dari 11

Manfiestasi Pancasila Dalam Bingkai Akuntansi Kreatif Sebagai Upaya

Menuju Akuntansi Ke-Indonesia-an Berwawasan Holistik-Ekologis


ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendekonstruksi definisi dan teknik-teknik akuntansi kreatif menggunakan
paradigma posmodernisme dalam bingkai Pancasila. Adapun definisi akuntansi kreatif dalam bingkai Pancasila
adalah usaha seseorang untuk menciptakan ide baru didalam akuntansi dimana nilai-nilai filosofis, konsep,
teori, dan praktiknya bertujuan untuk lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan, mempererat tali persaudaraan
antar sesama, dan meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan sekitar sehingga terjadinya proses
transparansi dan transformasi informasi keuangan yang humanis. Kemudian, bentuk teknik-teknik dari
akuntansi kreatif dalam bingkai Pancasila yang dimaksud adalah responsible to The God, Humans, and the
Enviroment, materialistic and egoistic minimization, income distribution maximization, justice smoothing, dan
non-financial perspective recognition.

Kata Kunci: Definisi, Teknik-Teknik, Akuntansi Kreatif, Posmodernisme, Pancasila.

Pendahuluan barat mengandung nilai-nilai kapitalistik


“Wahai rakyatku, jangan pernah sekali- yang memiliki ruh-ruh jahat seperti
kali engkau melupakan sejarah negeri ini.” egoistik, materialistik, private, kuantitatif,
teriak Bung Karno. Namun, sangat dan maskulin (Lihat Syafe'ie, 2000;
disayangkan, dewasa ini ungkapan tadi Achsin, 2006; dan Triyuwono, 2012) yang
mulai kehilangan bunyinya sebagai akibat tentunya berbeda dengan nilai-nilai yang
bangsa ini mulai tidak memanisfestasikan terkandung didalam Pancasila. Nilai-nilai
Pancasila ke dalam proses berkehidupan kapitalistik ini disinyalir memang sengaja
dan bernegara. Sederhananya, pernyataan dirancang dan dikembangkan untuk
ini dapat terpotret dari ungkapan mencapai tujuan tertentu (Ghozali dan
Mulawarman (2012) yang menyebutkan Chariri, 2007) sehingga proses
bahwa sistem pendidikan akuntansi di pengadopsian ini mengantarkan sistem
Indonesia mulai kehilangan ruh Pancasila akuntansi dan kode etik akuntan Indonesia
di seluruh tataran filosofis, konsep, teori, bersandar pada nilai-nilai sekularisasi
dan praktiknya. Padahal, semestinya dengan konsekuensi ciri utama yang self-
Pancasila harus menjadi dasar interest, menekankan bottom line laba dan
rekonstruksi ilmu dan praktik akuntansi di hanya mengakui realitas yang tercandra
Perguruan Tinggi (Ludigdo dan (Mulawarman, 2006).
Kamayanti, 2012). Lebih detail, Harahap (2013) serta
Hilangnya ruh Pancasila ketika Juniarti dan Corolina (2005)
berbicara akuntansi salah satunya menambahkan bahwa akuntansi modern
diakibatkan adanya proses pengadopsian (akuntansi yang terbentuk dari proses
oleh IAI dalam menyusun kode etik pengadopsian) menuntut adanya
akuntan dan sistem akuntansi keuangan pengungkapan informasi laba untuk
Indonesia dari negara barat (Lihat Ludigdo menilai kinerja manajemen, estimasi laba
dan Kamayanti, 2012; Afriansyah, 2014; dalam jangka panjang, dan penaksiran
dan Agoes dan Ardana, 2014). Proses risiko. Begitu pentingnya informasi laba,
pengadopsian tadi, membuat nilai-nilai seolah menjadi batu loncatan manajemen
budaya Pancasila semakin termaginalkan untuk melakukan perilaku yang tidak
dan membawa resiko dikarenakan budaya semestinya (disfunctional behavior)
melalui manajemen laba (Sugiarto, 2003). pencapaian kesadaran akan Tuhan
Asal muasal manajemen laba ini memerlukan proses latihan spritual yang
dikarenakan adanya perbedaan panjang dan berkelanjutan.
kepentingan dan perbedaan sumber Berkaca pada hal tersebut, perlu ada
informasi dikalangan principal dan agent wawasan atau paradigma baru dalam
sehingga terjadi asimetri informasi (Lihat melakukan rekonstruksi bahkan
Brigham et al, 2001; Wahidawati, 2002; dekonstruksi terhadap ilmu akuntansi agar
dan Sulistiawan, 2003 dan 2006) yang terjadi harmonisasi dan humanisasi dalam
menjadi pemicu terjadinya moral hazard. penciptaan kondisi kesadaran ketuhanan.
Kadangkala, manajemen laba juga Salah satunya adalah dengan
dilakukan akibat rakusnya pihak-pihak memanifestasikan nilai-nilai Pancasila
dalam mencari keuntungan sehingga kedalam rahim CA. Melalui upaya ini,
muncul tindakan tidak etis yang praktik CA diharapkan tidak akan
dipengaruhi oleh self-interest (Lihat Assih membuat penggunanya lupa pada tujuan
dan Gudono, 2000; Prasetio et al, 2002; hidup yang hakiki dan terjebak dalam
Triyuwono, 2006; Latif, 2012; dan Arif et narasi-narasi modernisme yang hanya
al, 2014) yakni melakukan manipulasi data mengejar kepentingan materi semata,
laporan keuangan yang mengakibatkan dikarenakan Pancasila memiliki jiwa yang
penurunan kualitasnya. Pada akuntansi, berazaskan ketuhanan, kemanusiaan,
tindakan ini kemudian disebut dengan persatuan, kerakyatan yang dipimpin oleh
akuntansi kreatif (kemudian disingkat hikmat kebijaksanaan, dan keadilan sosial.
CA). CA sendiri bukan hal yang baru Penelitian ini bertujuan untuk
dalam dunia akuntansi, karena banyak mendekonstruksi CA agar lebih bernuansa
perusahaan yang telah mempratekkannya. holistik-ekologis dengan paradigm
Beberapa contoh kasus CA di Indonesia Pancasila. Paradigma ini dimaksudkan
terjadi pada kasus Bank Lippo, PT Citra untuk merumuskan konsep dan sistem
Marga Nusapala, Bank Duta, PT Kimia pengukuran kinerja yang tidak hanya
Farma Tbk, PT Telkom, PT Merck, PT didasarkan pada logika dan prinsip-prinsip
Ades Alfindo, dan PT Perusahaan Gas ekonomi semata, melainkan juga memiliki
Negara (Lihat Arrozi, 2009; dan kandungan yang mengarahkan pada
Sulistiawan et al, 2011). kepedulian dan kepatuhan pada aturan,
CA yang merupakan salah satu produk logika, dan prinsip-prinsip ekologis, dan
logosentrisme akuntansi modern akan keterkaitannya dengan konteks sosial guna
membentuk realitas kehidupan manusia menciptakan konsep kinerja yang kondusif
menjadi mekanistik yang tidak berbeda dan pada akhirnya menuntun individu
dengan mekanisme kerja sebuah mesin untuk bertanggung jawab kepada Tuhan,
(Triyuwono, 1997) sehingga pendisiplinan sesama manusia, dan lingkungan
Prinsip Akuntansi Berterima Umum (makhluk ciptaan Tuhan lainnya).
hanyalah sebuah wacana. Alhasil, CA Harapannya, melalui hal ini, sistem
tidak akan mendukung perjalanan spiritual akuntansi yang mengadopsi dari negara
manusia (Triyuwono, 2006) sebagai suatu barat namun tidak bersesuaian dengan
proses pencerahan diri (an-nafs) untuk Pancasila dapat terdistorsi secara perlahan.
dapat menjadi diri yang tenang (al-nafs
mutmainnah) guna mencapai tindakan
berkesadaran Tuhan. Padahal proses
Metode Penelitian yang beraqidah kearifan lokal dan
Penelitian ini merupakan penelitian berkepribadian masyarakat Indonesia
kualitatif yang menggunakan paradigma (Sitorus, 2015).
posmodernisme sebagai metodologi Pendekonstruksian CA pada penelitian
penelitian. Umumnya, alasan para peneliti ini dimulai dengan melakukan
menggunakan paradigma ini adalah pengumpulan data-data sekunder yang
adanya keinginan peneliti untuk tidak peneliti peroleh dari berbagai sumber,
hanya melakukan kritik terhadap suatu bahan seminar, media masa, media
makna, namun juga memasukkan nilai- elektronik, dan lain-lain yang kemudian
nilai baru dalam makna tersebut (Sitorus, didukung dengan kajian pustaka. Setelah
2015). Paradigma ini kerap kali dikaitkan dipelajari, dipahami, dan ditelaah langkah
dengan istilah dekonstruksi. Istilah selanjutnya ialah melakukan reduksi data
dekonstruksi sendiri awalnya dengan membuat abstraksi yang diikuti
diperkenalkan oleh ahli filsafat bernama dengan melakukan kategorisasi data.
Jacques Derrida (Parikesit, 2012), dimana Barulah kemudian dilakukan penafsiran
waktu itu beliau berusaha melakukan dan analisis dengan falsafah Pancasila
kritik atas modernitas melalui metode sebagai alatnya sehingga terbentuklah
dekonstruksi dan uraian tentang konsep CA yang berbasis Pancasila.
“difference” (Lihat O’Donnel, 2009: 56-
57; dan Sitorus 2015). Pembahasan
Dengan meminjam pendapat Sitorus Paradigma Pancasila: Konsep Filosofis
(2015) dapat disimpulkan bahwa Akuntansi Ke-Indonesia-an
dekonstruksi adalah upaya Berwawasan Holistik-Ekologis
menyeimbangkan sistem lama dengan Konstruksi ilmu akuntansi perlu
nilai-nilai baru melalui proses internalisasi dilakukan dengan menggunakan
namun tidak bermaksud untuk pendekatan holistik. Pendekatan holistik
menghilangkannya. Inilah yang kemudian dalam ranah akuntansi telah dilakukan
disebut dengan usaha peneliti untuk oleh beberapa peneliti, salah satunya
mencari alternatif baru sebagai adalah Darwis (2007). Saat itu, Darwis
perwujudan dari kritik yang ingin (2007) mengusulkan pendeketan holistik
diberikan (Lihat Triyuwono, 2012: 139- yang berdimensi Spritual, Ekologi,
140; dan Riduwan et al, 2010:38-60). Ekonomi, dan Sosial (SPEC-ECOSI).
Pada penelitian ini, peneliti Beliau menjelaskan bahwa di dalam
menggunakan Pancasila dalam akuntansi sebenarnya terjadi proses saling
mendekonstruksi CA (posmodernisme ketergantungan di masing-masing dimensi
Pancasila). Hal ini dapat dilakukan tersebut. Lebih jauh, pandangan ini juga
mengingat Pancasila bisa dikatakan ingin mensinergikan antara dimensi,
sebagai ilmu pengetahuan karena telah orientasi, kepentingan ekologi, sosial, dan
memenuhi syarat postulat ontologi, ekonomi yang dijiwai oleh nilai-nilai serta
epistemologi, hingga aksiologi dan telah orientasi spiritual dalam pengelolaan
memiliki empat tiang penyangga ilmu sumber daya. Menurut Capra (2002)
yaitu objek, metode, sistematika dan (Lihat juga Soemarwoto, 2004; dan Zohar
argumentasi (Lihat Ardi, 2012; dan dan Marshall, 2005) pandangan holistik
Mardiana, 2016). Dengan posmodernisme adalah pandangan yang melihat suatu
Pancasila lahirlah posmodernisme baru objek sebagai suatu keseluruhan
fungsional yang saling bergantung secara dengan orang lain yang terkait hak-haknya
keseluruhan. yang bersifat kebendaan. Hal ini juga
Pendekatan holistik juga akan melihat kembali dipertegas oleh Mulawarman
kehidupan non manusia (Darwis, 2007), (2013: 161) bahwa hembusan nafas
sehingga penelitian ini akan berusaha Pancasila lewat sila-silanya terdiri atas
meneropong sisi ekologis. Pandangan unsur-unsur seperti sains, agama, kesatuan
ekologis disini mencakup pandangan yang nyata antara kepentingan obyektifitas
holistik, tetapi menambahkan persepsi dan subyektivitas, materialitas diri, sosial
tentang bagaimana suatu objek tersebut dan masyarakat sekaligus batiniah
berada dalam lingkungan alamiah dan spiritualitas diri sosial dan masyarakat
sosialnya. Dengan demikian pandangan yang memiliki nilai Ketuhanan. Lebih
holistik-ekologis disini adalah suatu cara detail, melalui penelitian Ekasari (2012)
pandang yang mengakui adanya nilai yang dapat disimpulkan bahwa secara murni
melekat pada kehidupan non manusia. Pancasila dan akuntansi sebenarnya
Lebih jauh, dengan meminjam pendapat memiliki kesamaan pada nilai-nilai
Capra (2002) mengenai tiga dalil deep universal-holistik yaitu antara lain nilai
ecology nya kita dapat memahami lebih kejujuran, kepercayaan, keadilan, hak dan
jauh mengenai konsep ekologis ini. kewajiban, hati nurani, tepa slira, empati,
Pertama, deep ecology tidak memisahkan dan menghormati orang lain.
manusia atau apapun dari lingkungan
alamiah. Kedua, deep ecology mengakui Desain Akuntansi Ke-Indonesian
nilai intrinsik semua makhluk hidup dan Berwawasan Holistik-Ekologis:
memandang manusia tidak lebih dari satu Mempancasilakan Konsep CA
untaian dalam jaringan kehidupan. Ketiga, Melihat kenyataan penerapan CA yang
kesadaran deep ecology adalah kesadaran pada umumnya jauh dari nilai-nilai
akan nilai spiritual atau religius. Pancasila, adalah motivasi peneliti untuk
Berkaca pada hal tersebut, sebenarnya mendekonstruksikan makna dari CA.
Pancasila juga mengandung nilai-nilai Pendekontruksian CA nantinya akan
holistik dan ekologis sebagaimana yang menggunakan telaah fungsi Pancasila
ditegaskan oleh Mardiana (2016). sebagai dasar negara, sumber dari segala
Keholistikan Pancasila menurutnya sumber hukum, pandangan hidup, jiwa
teridentifikasi melalui sila-silanya yaitu: dan kepribadian bangsa, hingga perjanjian
1) sila pertama didahulukan causa prima luhur bangsa Indonesia.
yang harus ada serta tak akan pernah Sebagai dasar negara bearti Pancasila
berakhir yaitu Tuhan; 2) sila kedua yang dianggap sebagai norma dasar sehingga
menandakan manusia mempunyai menempati norma hukum tertinggi bagi
keterikatan dengan Tuhan, dirinya sendiri, bangsa Indonesia. Sumber dari segala
dan orang lain sebagai mahluk sosial sumber hukum, mengilustrasikan
seutuhnya; 3) sila ketiga memiliki makna Pancasila adalah landasan ideal tempat
manusia berada dalam kesatuannya berpijaknya pemerintah dalam menyusun
dengan orang lain; 4) sila keempat berarti semua aturan (termasuk akuntansi) di
manusia memililki hak untuk diakui Indonesia. Kemudian, sebagai pandangan
sebagai warga dalam kehidupan bersama; hidup sederhananya Pancasila adalah cita-
dan 5) sila kelima mempunyai arti manusia cita, serta pegangan dalam membangun
memiliki hubungan dengan benda atau bangsa termasuk dalam upaya
memecahkan berbagai masalah yang ada. keuangan semakin berkurang. Hal inilah
Sebagai jiwa dan kepribadian bangsa tujuan dari kelima etika Pancasila tadi.
Indonesia, Pancasila memiliki nilai-nilai Dengan etika berTuhan misalnya, akan
yang mencerminkan kepribadian bangsa membuat para akuntan menerapkan
sebab nilai dasarnya berasal dari kearifan prinsip CA sesuai dengan perintah
budaya lokal bangsa Indonesia. Terakhir, Tuhannya karena ada rasa takut atas dosa
sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia, yang akan didapatkannya kelak jika ia
menjelaskan bahwa Pancasila lahir dari melanggarnya. Disamping itu, para
hasil musyawarah para pendiri bangsa. akuntan juga akan merasa diawasi oleh
Kelima fungsi tersebut akan berusaha Tuhan dalam melakukan pekerjaannya,
mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sehingga ia akan selalu mengutamakan
yang terpancang pada Pembukaan UUD kejujuran dan merealisasikan fungsi
1945 yaitu “melindungi segenap bangsa manusia sebagai khalifah di dunia yang
Indonesia dan seluruh tumpah darah bertanggungjawab atas perbuatannya.
Indonesia dan untuk memajukan Alhasil, laporan keuangan yang disajikan
kesejahteraan umum, mencerdaskan pun sesuai dengan kenyataan tanpa
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ditambahkan dan dikurangkan.
ketertiban dunia berdasarkan Selanjutnya, apabila penerapan CA
kemerdekaan, perdamaian abadi dan telah senada dengan nilai-nilai Pancasila,
keadilan sosial”. Nantinya, agar dalam peneliti meyakini penerapan CA juga akan
proses perwujudan cita-cita tersebut selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang
bernuansa dan berkepribadian bangsa, tidak hanya memandang kehidupan di
diperlukan adanya etika-etika yang dunia, namun juga akhirat. Maka daripada
pastinya bersumber dari Pancasila itu itu, bagi peneliti sendiri, apabila seorang
sendiri antara lain etika bertuhan, akuntan telah menerapkan CA sesuai
memanusiakan manusia, persatuan, dengan nilai-nilai Pancasila, selanjutnya ia
bermusyawarah dan bermufakat, dan bisa dikatakan telah menjalankan ibadah
keadilan. Kelima etika inilah yang kepada Tuhannya. Konsep ibadah inilah
kemudian akan menyokong Pancasila yang menjadi kulminasi pemaknaan CA
sebagai sebuah paradigma dibidang dalam bingkai Pancasila. Harapan peneliti
pembangunan, IPTEK, politik, sosial dan dengan konsep ibadah tadi juga akan
budaya, pertahanan dan kemanan, membawa akuntansi untuk menjadi
pengembangan kehidupan beragama, jembatan manusia dalam memperbaiki
hingga ekonomi. Pada bidang ekonomi, hubungannya dengan Tuhan sebagai
bisa dianggap sebagai awal dari pemikiran superioritas.
peneliti untuk mendekonstruksi CA. Tidak hanya itu, dengan menganggap
Sisipkan Gambar Satu (1) di sini CA sebagai ibadah, memungkinkan para
Jika melihat gambar satu (1), ada akuntan berlomba-lomba mencari ide baru
harapan dari peneliti bahwa seluruh aspek (prinsip creative) didalam menerapkan CA
kehidupan manusia harus selalu dengan tujuan memperoleh pahala atau
bernafaskan nilai-nilai Pancasila, amal baik sebanyak-banyaknya. Pencarian
termasuk dalam hal mempraktikkan CA. ide ini mungkin saja didapatkan dari
Dengan mempancasilakan CA, diyakini pengalaman diri-sendiri ataupun orang
hal-hal yang berkaitan dengan kasus lain sehingga terjadi proses silahturahmi
dilemma etis dalam pembuatan laporan antar sesama akuntan yang tentunya akan
menguatkan tali persaudaraan. Bahkan, ketika berbicara CA baik dari segi teoritis
memungkinkan para akuntan mencoba hingga praktiknya, kita juga akan
melakukan hal-hal diluar dugaan seperti berbicara tentang nilai-nilai trasendental
berdiam diri didalam sebuah goa sebagai dengan ciri utama mencari keridhoan
wujud interaksi dengan alam untuk Tuhan dalam menentukan keadilan sosio-
mencari ide tadi. Terlepas darimana ide ekonomi, prinsip memanusiakan manusia
tersebut muncul, hal yang paling penting dengan merealisasikan pendistribusian
adalah ide ini kemudian akan mereka laba, dan perspektif non keuangan sebagai
aksikan (act) melalui proses kalkulasi indikator mengukur keberhasilan suatu
dalam bentuk angka (count) saat pencapaian.
menerapkan CA, kemudian melakukan Disamping itu, jika makna dari CA
proses pengambilan keputusan, hingga telah berubah seiring dengan proses
melakukan perbaikan dengan proses pendekonstruksian, maka tujuannya pun
berpikir (think) (konsep accounting versi akan berubah pula. CA yang
penulis). Terlebih lagi, didalam ajaran diinternalisasikan dengan nilai-nilai
agama Islam misalnya, jika dalam proses Pancasila, setidaknya memiliki lima
act, count, dan think tadi benar-benar tujuan. Tujuan pertama dilakukannya CA
dilandasi dengan niat untuk beribadah, haruslah berefleksi dan berorientasi pada
maka dalam setiap langkah diyakini akan agama sebagai wujud dari sila pertama,
selalu mendapatkan bimbingan langsung sehingga para pengguna dapat
dari Tuhan. bertanggungjawab kepada Tuhan dan
Dengan mengkombinasikan konsep Makhluk-Nya. Tujuan kedua berelevansi
pencarian ide baru (creative) dan proses dengan sila kedua yaitu konsep CA tidak
act, count, serta think (accounting) dengan boleh mangandung nilai-nilai yang
nilai-nilai Pancasila, maka akan menimbulkan kegiatan yang sifatnya
terbentuklah sebuah definisi baru dalam memaksa kehendak orang lain seperti
memahami CA. CA dalam bingkai pemerasan. Selanjutnya, penerapan CA
Pancasila dapat dilhami sebagai “usaha dilakukan untuk meningkatkan rasa
seseorang untuk menciptakan ide baru kekeluargaan, bahkan sebagai bentuk
didalam akuntansi dimana nilai-nilai nyata konsep gotong royong (representasi
filosofis, konsep, teori, dan praktiknya sila ketiga). Sila keempat yang
bertujuan untuk lebih mendekatkan dimanifestasikan ke CA memberikan
dirinya kepada Tuhan, mempererat tali makna bahwa tujuan dari penerapannya
persaudaraan antar sesama, dan haruslah mengutamakan hajat hidup orang
meningkatkan kepedulian terhadap banyak sehingga tidak sarat akan nilai
lingkungan sekitar sehingga terjadinya egoistik. Dan yang terakhir, tujuan dari
proses transparansi dan transformasi CA yang kelima yang terinterpretasi dari
informasi keuangan yang humanis.” sila kelima haruslah menjaga
Makna kata humanis disini keseimbangan antara hak dan kewajiban.
dimaksudkan agar pemilihan perlakuan Selain itu, CA yang dibingkai dengan
akutansi dalam penerapan CA tidak sarat nilai-nilai Pancasila memiliki teknik-
akan nilai materialistik, private, teknik yang berbeda dengan CA pada
kuantitatif, dan maskulin yang akan umumnya dalam proes penerapannya. Jika
memarginalkan nilai-nilai spritualis, CA pada umumnya memiliki teknik-
public, kualitatif, dan feminim. Akhirnya, teknik sepeti taking bath, income
minimization, income maximization, (Kristen). Bentuk realisasi dari teknik ini
income smoothing, dan timing revenue and adalah hadirnya akun baru pada laporan
expense recognition (Lihat Watts dan keuangan yaitu “Pendisribusian Laba”.
Zimmerman, 1986), maka pada CA dalam Penerapan pendistribusian laba ini dapat
bingkai Pancasila memiliki teknik-teknik disamakan dengan konsep dalam berzakat.
seperti responsible to The God, Humans, Misalnya, seperti dalam hal melakukan
and the Enviroment, materialistic and penilaian bagian-bagian yang dizakati
egoistic minimization, income haruslah diukur secara pasar, dibayarkan
distribution maximization, justice kepada delapan asnaf sebagaimana yang
smoothing, dan non-financial dianjurkan oleh Al-Qur'an atau disalurkan
perspective recognition. melalui Lembaga Zakat seperti koperasi
Teknik pertama yaitu responsible to dan Baitul Mal (Prasetyo, 2013).
The God, Humans, and the Enviroment Kemudian, teknik ini tidak
adalah teknik utama yang melandasi memperlakukan pendistribusian laba
teknik-teknik lainnya. Utamanya, teknik sebagai biaya tetapi sebagai bentuk ibadah
ini bersifat ingin mengembalikan citra dalam mencapai kesejahteraan sosial.
akuntansi yang mengandung nilai Keempat ialah teknik justice
trasendental dengan mencantumkan smoothing. Teknik ini bertujuan untuk
tulisan “in the name of god” pada laporan mengaktualisasikan nilai Pancasila
keuangan seperti yang dilakukan Luca khususnya sila kedua dan kelima. Teknik
Pacioli (Kamayanti, 2012) dan Triyuwono ini dapat diinterpretasikan dalam bentuk
(2012) pada “laporan amanah Allah, konsep kepemilikan yang lebih humanis,
laporan komitmen tauhid, dan laporan dimana suatu entitas dalam melakukan
rahmat Allah” menurut versinya sebagai perputaran dana harus didasarkan pada
bentuk taat kepada Tuhan. konsep bagi hasil dan kerjasama sehingga
Teknik selanjutnya ialah materialistic berorientasi pada pemerataan keadilan.
and egoistic minimization. Teknik ini Dengan konsep ini, perusahaan akan
dilatarbelakangi oleh fenomena sedikit lebih terbebaskan dari tanggungan
penggunaan CA yang sarat akan nilai kerugian yang begitu besar (karena dalam
egoistik. Hal ini terpotret pada perilaku konsep bagi hasil, jika rugi, besarnya
manajer yang hanya menerapkan CA guna kerugiaan akan dibagi sesuai dengan
memperoleh bonus ataupun adanya kesepakatan sebelumnya). Selain itu,
perintah dari para stockholder yang konsep perusahaan bagi hasil juga akan
menghendaki laporan keuangan menghindari manusia dari riba.
“dipercantik” agar nilai perusahaannya Terakhir adalah teknik non-financial
meningkat. Adapun, wujud dari teknik ini perspective recognition. Keberhasilan
penulis mengusulkan bahwa hasil laporan konsep Kaplan dan Norton yaitu balanced
keuangan harus dipertanggungjawabkan score card (BSC) sebagai salah satu
kepada stakeholder versi Triyuwono alternatif dalam mengukur kinerja
(2012) yaitu Tuhan, manusia, dan alam perusahaan adalah motivasi penulis
melalui proses transpransi didalam mengusulkan teknik ini. Jika dicermati
pengungkapannya. secara seksama, dari keempat perspektif
Income distribution maximization BSC yaitu learning and growth, internal
adalah teknik yang penulis adopsi dari business, customer value, dan financial,
konsep zakat (Islam) dan persepuluhan tiga diantaranya bersifat non-financial.
Hal ini mengindikasikan bahwa unsur- akuntansi dan pengaruh-pengaruh
unsur non materi telah dianggap lebih ekonomi mengenai konsep-konsep dan
penting daripada unsur materi. Berkaca prosedur-prosedur akuntansi sehingga
pada hal tersebut, penulis pun termotivasi tanggung jawab sosial perusahaan secara
untuk menampilkan unsur-unsur non terus-menerus mengalami peningkatan.
materi kedalam CA. Misalnya, dengan Sisipkan Gambar Satu (1) di sini

mencantumkan besarnya nilai dari dampak Penutup


lingkungan dan nilai sosial akibat aktivitas CA yang merupakan produk dari
perusahaan baik yang bisa logosentrisme akuntansi modern dirasakan
dikuantifikasikan dengan nilai uang sarat akan nilai kapitalistik. Akibatnya,
maupun yang tidak. Pencantuman nilai dari segi tataran filosofis, konsep, teori,
dari dampak lingkungan dan nilai sosial dan praktiknya, CA jarang sekali
menurut Raar (2004) dapat meningkatkan memperhatikan hal-hal yang bersifat non
reputasi dan menciptakan kesejahteraan material seperti dimensi spritualitas,
untuk beberapa pihak karena menyangkut dimensi sosial, hingga lingkungan
masalah praktek-praktek ketenagakerjaan, (ekologi). Kondisi ini disinyalir akan
dampak lingkungan, keamanan produk menimbulkan persoalan-persoalan serius
energi yang digunakan, dan hubungan dan fundamental menyangkut tatanan
dengan komunitas (Lihat juga Mathews, sosial (social order), tatatanan ekologi,
1993; dan GRI, 2000). Alhasil, non- dan masalah kemanusian itu sendiri.
financial perspective recognition, akan Dalam konteks inilah diperlukan
membuat CA senada dengan tujuan wawasan dan paradigma baru seperti
akuntansi sosial dan akuntansi lingkungan. paradigma posmodernisme Pancasila guna
Senada dengan praktek akuntansi sosial mendekonstruksi makna CA agar
maksudnya CA mempunyai tugas untuk praktiknya lebih bernuansa humanis
mengevaluasi mengenai dampak dari dimana secara filosofis hingga konseptual
program CSR, melakukan pengukuran praktik CA akan berusaha menggeser
biaya-biaya sosial yang dipilih, mengukur kepentingan egoistik dan individualistik
dampak dari suatu entitas terhadap meunju kepentingan yang lebih holistik,
masyarakat, dan membuat laporan sosial yakni pergeseran dari sekularisme ke
yang berkaitan dengan dampak-dampak spritualisme, paradigma antroposentrisme
sosial. Sedangkan senada dengan praktek ke biosentrisme, pergeseran pandangan
akuntansi lingkungan akan membuat materialisme ke altruistik. Alhasil, dengan
makna CA menjadi lebih luas karena akan CA yang telah dibingkai dengan
berkaitan dengan etika lingkungan, paradigma Pancasila, akan membuat para
realisasi diri (self-realization) dan pelaku bisnis sadar bahwa mereka
pemeliharaan lingkungan (Andrew, 2000). seharusnya tidak hanya peduli pada
Akhirnya, isu kritis dalam bidang kepentingannya sendiri melalui indikator-
lingkungan dan sosial pada CA bukanlah indikator finance saja, tetapi juga harus
suatu teknik, melainkan suau nilai. Hal ini peduli terhadap kepentingan bersama dan
pun selaras dengan pernyataan Golderberg indikator-indikator non finance seperti
dalam Mathews (1993) dimana ia aspek spritualitas, sosial, dan lingkungan.
meyebutkan bahwa suatu hari nanti para
ahli ekonomi dan statistik akan mulai
mengkaji implikasi sosial atas teknis
Daftar Rujukan Darwis. (2007). Refleksi Paradigma
Achsin, M. (2006). Menyingkap: Dampak Holistik untuk Merekonstruksi Konsep
Positivisme Terhadap Esensi Kinerja dalam Akuntansi dan CSR.
Penciptaan Manusia. TEMA, 7(1): 35- Disertasi Tidak Terpublikasi. Malang:
49. Universitas Brawijaya.
Afriansyah, Sulton. (2014). Interpretasi Ekasari, Kurnia. (2012). Internalisasi
Keberhasilan Kode Etik Akuntan Nilai-Nilai Pancasila dalam Pendidikan
Indonesia. Akuntansi. Prosiding Konferensi
Agoes, Sukrisno dan Ardana, I Cenik. Nasional Pendidikan Akuntansi
(2014). Etika Bisnis dan Profesi: Indonesia, Jurusan Akuntansi FEB
Tantangan Membangung Manusia Universitas Brawijaya & IAI KAPd.
Seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat. Ghozali dan Chariri, (2007). Teori
Andrew, Jane. (2000). The Accounting Akuntansi. Semarang: Undip.
Craft and The Enviromental Crisis: GRI. (2000). Sustainability Reporting
Reconsidering Enviromental Ethics, Guidliness on Economics,
Accounting Forum, Vol. 24, No. 2: Enviromental, and Social Performance.
197-22, dalam Critical and Historical Harahap, S. S. (2013). Teori Akuntansi
Studies Accounting, Edited Funnell dan (ed.13). Jakarta: Rajawali Pers.
Williams, 2005. Juniarti dan Corolina. (2005). Analisa
Ardi, Mulia. (2012). Etika Perpajakan Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Berbasis Etika Pancasila. Jurnal Terhadap Perataan Laba Pada
Madani Edisi I. Perusahaan Go Public, Jurnal
Arif, M.L. Saiful, R. Aulia, dan N. Akuntansi dan Keuangan, Vol. 7, No.
Herawati. (2014). Persepsi Mahasiswa 2: 148-162.
Akuntansi Tentang Praktik Creative Latif, Y. (2012). Negara Paripurna
Accounting. Jurnal Akuntansi Historisitas, Rasionalitas, dan
Multiparadigma, Vol. 5, No. 1: 96-112. Aktualitas Pancasila. Jakarta: PT.
Arrozi, M.F. (2009). Creative Accounting. Gramedia.
Surabaya: Pascasarjana Universitas Ludigdo, Unti dan Ari Kamayanti. (2012).
Airlangga. Pancasila as Accountant Ethics
Assih, Prihat & Gudono, M. (2000). Imperealism Liberator. World Journal
Hubungan Tindakan Perataan Laba of Social Sciences, Vol.2, No.6: 159-
dengan Reaksi Pasar atas Pengumuman 168.
Informasi Laba Perusahaan yang Mardiana. (2016). Urgensi Pemahaman
Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Pancasila Secara Holistik Bagi Semua
Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 3, Profesi Dan Khususnya Bagi Para
No.1: 353. Pembuat Peraturan Dan Penentu
Brigham dan Houston. (2001). Kebijakan Di Indonesia “Dalam Upaya
Manajemen Keuangan. Jakarta: Pengembalian Pancasila Kepada
Erlangga. Fungsi Sebenar-benarnya”.
Capra, F. (2002). Jaring-Jaring Mathews. (1993). Socially Responsible
Kehidupan: Visi Baru Epistemologi Accounting, Chapman & Hall, London.
dan Kehidupan, Terjemahan Pasaribu. Glasgow. New York. Tokyo.
Yogjakarta: Fajar Baru Pustaka. Mulawarman, A. D. (2006). Pendidikan
Akuntansi Berbasis Cinta: Lepas dari
Hegemoni Korporasi Menuju Riduwan, Triyuwono, Irianto, G, &
Pendidikan yang Memberdayakan dan Ludigdo, U. (2010). Semiotika Laba
Konsepsi Pembelajaran yang Akuntansi: Studi Kritikal-Posmodernis
Melampaui. Derridean. Jurnal Akuntansi dan
Mulawarman, A. D. (2012). Pendidikan Keuangan Indonesia Vol. 7. No. 1.
Akuntansi Indonesia: Pro Neoliberal Sitorus. (2015). Membawa Pancasila
atau Pancasila? Prosiding Konferensi Dalam Suatu Definisi Akuntansi. Jurnal
Nasional Pendidikan Akuntansi Akuntansi Multiparadigma, Vol. 6, No.
Indonesia, Jurusan Akuntansi FEB 2: 254-271.
Universitas Brawijaya & IAI KAPd. Soemarwoto, Otto. (2004). Ekologi,
Mulawarman, A. D. (2013). Nyanyian Lingkungan Hidup, dan Pembangunan.
Metodologi Akuntansi Ala Nataat Jakarta: Djambatan.
madja: Melampaui Derridian Sulistiawan, D. (2006). Persepsi
Mengembangkan Pemikiran Bangsa Komunitas Akuntansi Terhadap Praktik
“Sendiri” Jurnal Akuntansi Creative Accounting. Akuntansi dan
Multiparadigma. Vol 4, No. 1: 149-164. Teknologi Informasi, Vol. 5, No. 2:
O’ Donnel. (2009). Postmoderniesme. 115-128.
Yogjakarta: Kanisius. Sulistiawan, D. (2003). Praktik Creative
Parikesit, Bonifasius Santiko. (2012). Accounting: sebuah kajian analitis.
Dekonstruksi Laba Dalam Perspektif Akuntansi dan Teknologi Informasi.
Pancasila. Skripsi Tidak Vol. 2, No. 1: 1-12.
Terpublikasi.Malang: Universitas Sulistiawan, D, Januarsi, dan Alvia.
Brawijaya. (2011). Creative Accounting:
Prasetio, J. E; Astuti, S; Wiryawan, & Mengungkap Manajemen Laba dan
Agung. (2002). Praktik Perataan Laba Skandal Akuntansi. Jakarta: Salemba
dan Kinerja Saham Perusahaan Publik Empat.
di Indonesaia. Jurnal Akuntansi dan Syafe'ie. (2000). Konsep Ilmu
Auditing Indonesia, Vol. 6, No. 2. Pengetahuan Dalam Al-Qur’an,
Prasetyo, Whedy. (2013). Kajian Karakter Tela’ah dan Pendekatan Filsafat Ilmu.
Akuntansi Syari’ah: Dulu, Kini, Dan Yogyakarta: UII Press.
Esok. Jurnal Akuntansi Jember. Wahidawati. (2002). Pengaruh
Triyuwono, I. (1997). Akuntansi Syariah Kepemilikan Manajerial dan
dan Koperasi: Mencari bentuk dalam Kepemilikan Institusional pada
Bingkai Metafora Amanah, Jurnal Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah
Akuntansi dan Auditing Indonesia, Perspektif Agency Teory. Jurnal Riset
Vol.1, No. 1. Akuntansi Indonesia. Vol. 5, No 5.
Triyuwono, I. (2006). Akuntansi Syari’ah: Watts, R.L. & Zimmerman, J.L. (1986).
Menuju Puncak Kesadaran Ketuhanan Positive Accounting Theory.
Manunggaling Kawulo-Gusti. Pidato Englewood Cliffs, New Jersey:
Pengukuhan Jabatan Guru Besar. Prentice-Hal.
Malang: Universitas Brawijaya. Zohar, Danah, dan Marshal. (2005). SC:
Triyuwono, I. (2012). Akuntansi Syariah: Spritiual Capital, Memberdayakan SQ
Perspektif, Metodologi, dan Teori (ed. di Dunia Bisnis, terjemahan Helmi
dua). Jakarta: Rajawali. Mustofa. Bandung: PT. Mizan Pustaka.
LAMPIRAN

Gambar 1. Alur Proses Pendekonstruksian Akuntansi Kreatif

Gambar 2. Desain Akuntansi Kreatif Dalam Bingkai Pancasila

Anda mungkin juga menyukai