Anda di halaman 1dari 14

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/332071614

AKUNTANSI INDONESIA YANG MELENCENG DARI PANCASILA

Poster · March 2019


DOI: 10.13140/RG.2.2.16800.43527

CITATIONS READS

0 445

2 authors, including:

Hasudungan Hutasoit
Universitas Mercu Buana
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

AKUNTANSI INDONESIA YANG MELENCENG DARI PANCASILA: SEBUAH PENDEKATAN GRAMSCIAN View project

All content following this page was uploaded by Hasudungan Hutasoit on 29 March 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


AKUNTANSI INDONESIA YANG MELENCENG DARI PANCASILA:
SEBUAH PENDEKATAN GRAMSCIAN
Full Paper

Hasudungan Hutasoit, SE, M.Ak


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Email: sudung2010@gmail.com

DR. Hadri Mulya, M.Si


Program Pasca Sarjana Universitas Mercu Buana Jakarta
Email: hadrimulya@yahoo.co.id

Abstrak
Artikel ini menggunakan kacamata Hegemoni dari Antonio Gramsci untuk menelaah secara kritis
Akuntansi Indonesia sebagai satu ideologi yang asing. Indonesia sebagai negara bangsa memiliki
ideologi berdasarkan Pancasila, yang dapat diperas menjadi Ekasila yaitu gotong-royong. Gotong-
royong merupakan sistem kolektivisme yang bertentangan dengan individualisme. Artikel ini
menunjukkan bahwa Akuntansi Indonesia masuk melalui hegemoni intelektual tradisional yang
membawa kapitalisme dan melenceng dari Pancasila.

Kata kunci: Hegemoi Gramsci, Akuntansi Indonesia, Kapitalisme, Pancasila

Pendahuluan
Indonesia sebagai negara yang merdeka memiliki cara pandang sendiri atas dirinya, memiliki
ideologi sendiri. Ideologi itu ialah Pancasila 1 Juni 1945, yang rumusannya digali oleh founding
fathers dari nilai-nilai yang ada dalam budaya bangsa Indonesia. Soekarno menyampaikan bahwa
esensi Pancasila dapat diperas menjadi Ekasila, yaitu Gotong-royong. Sedangkan gotong-royong
adalah perikehidupan tolong menolong dalam tradisi masyarakat Indonesia, tidak hanya merupakan
wujud keterikatan sosial antar satu dengan yang lain, tapi lebih dari itu memiliki makna religius
spiritual yang dipandang sakral. Hal mana terlihat berbeda kontras dengan sifat-sifat akuntansi
modern.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) merupakan salah satu peraturan prinsiple base yang
sangat berpengaruh dalam perekonomian suatu bangsa. Walaupun bukan merupakan produk hukum,
tetapi SAK ini sangat berpengaruh untuk menyampaikan informasi keuangan sebagai salah satu dasar
pemotretan ekonomi makro, selanjutnya akan mempengaruhi kebijakan perekonomian suatu bangsa.
SAK juga menjadi dasar penyusunan laporan keuangan yang menjadi dasar bagi negara untuk
mengklaim pajak. Informasi yang dihasilkan oleh akuntansi berdasarkan SAK tersebut membentuk
informasi ekonomi makro yang dijadikan dasar bagi penyusunan kebijakan ekonomi nasional. Karena
itu posisinya menjadi penting bagi negara dan semestinya tunduk kepada dasar negara
(weltanschaung) Republik Indonesia.
Sifat-sifat inheren dalam akuntansi modern yang kini dianut juga oleh Indonesia adalah
anthropocentric, sarat pemusatan politik kepentingan, berjiwa neoliberalisme, dan sekular
(Mulawarman 2013). Akuntansi juga mengusung nilai egoisme, utilitarianisme, orientasi internalitas
(tidak mengakui public costs), dan berorientasi angka semata (logocentrisme) (Triyuwono 2003).
Sedangkan Sitorus (2015) juga mengatakan bahwa akuntansi modern tidak mengenal unsur
Ketuhanan, berorientasi angka, fokus kepada bisnis semata, materialistik, individualistik, dan hedonis.
Firdaus, Sari dan Kamayanti (2016) juga mengkritisi sifat maskulinitas akuntansi modern. Sifat
maskulin telah mampu membuat manusia meminggirkan unsur sosial dan unsur lingkungan sekaligus
nilai-nilai transcendental atau nilai-nilai spiritual.
Beberapa peneliti melakukan dekonstruksi terhadap definisi akuntansi dan mencoba
memasukkan nilai-nilai Pancasila ke dalamnya (Mulawarman, 2013; Sitorus, 2015). Penelitian
tersebut telah berkontribusi untuk menggelitik kesadaran para akademisi untuk kembali kepada nilai-
nilai Indonesia. Kesadaran demikian dapat membentuk kelompok intelektual organik untuk melawan
hegemoni yang dibangun intelektual tradisional (Gramsci, 1971). Penelitian ini menggunakan
pendekatan hegemoni dari Gramsci untuk melihat bagaimana standar akuntansi keuangan
dikonstruksi di Indonesia. Melalui telaah kritis langsung terhadap Conceptual Framework SAK
diharapkan dapat berkontribusi untuk meyakinkan bahwa akuntansi saat ini memang tidak sesuai
dengan Pancasila dan perlu ada perubahan terhadapnya.

Teori Hegemoni Gramsci dan Terangnya dalam Telaah Kritis Akuntansi


Antonio Gramsci (1891-1937) merupakan anggota pendiri dan salah seorang pimpinan pada
Partai Sosialis Italia. Dia merupakan figur yang penting dalam sejarah komunis Italia. Dia seorang
intelektual Marxis abad dua puluh, yang idenya memiliki dampak signifikan dalam pendidikan,
politik, dan teori kebudayaan (Anderson, 1976; Eagleton, 72 1991/2007; Borg et al., 2002; Jones,
2006b dalam Molisa, 2014)
Dari dalam penjara rejim fasis Italia dia menulis catatannya berjudul “Prison Notebooks” yang
memuat pandangannya tentang sejarah Italia, nasinalisme, teori Marxis, dan teori kritikal (Bates,
1975). Melalui catatan tersebut dia menggunakan dan melakukan revisi terhadap pandangan Marx
untuk mengungkapkan hubungan antara kendali politik, krisis ekonomi,dan masyarakat sipil (Femia,
1975).
Pandangan kritis muncul setelah terjadinya anomali, ketika paradigma positivism (arus utama-
mainstream) tidak sepenuhnya bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam bidang sosial. Beragam
paradigma alternatif muncul dimulai karya Khun (1962) tentang paradigma dalam karyanya The
Structure of Scientific Revolution menjadi awal dari qualitative turn (Winch, 1985; Willis, 2007;
Gaffikin, 2010). Pandangan Gramsci mendapat tempat di dalam ilmu sosial dalam paradigma radical
humanis sebagai teori kritis (Burrel dan Morgan, 1979).
Perspektif keilmuan kritis merupakan salah satu yang tidak dapat menerima sepenuhnya
gagasan keilmuan positivism. Teori kritis berusaha mengungkapkan topeng-topeng dalam realitas
masyarakat sehingga tampak apa adanya, membuka kedok esensinya dan modus operandi kemudian
meletakkan dasar bagi emansipasi manusia melalui perubahan sosial. Dalam ranah akuntansi, para
ilmuwan kritis menawarkan pandangan baru sebagai suatu alternatif yang secara radikal dapat
mengganti berbagai modus praktik akuntansi yang sekarang, terutama aspek-aspek ketidak-adilan
yang melekat padanya (Djamhuri, 2014). Akuntansi yang dipraktekkan saat ini dipandang turut serta
membawa bencana bagi kemanusiaan, mengikuti pendapat Marx muda tentang alienasi. Praktik
akuntansi yang hanya berpusat melayani kapitalis melalui konsep pemeliharaan modal yang sifatnya
adalah akumulasi laba bagi pemilik modal.
Sejak akhir abad 19 sudah terjadi perdebatan teori akuntansi mengenai kerangka dasar
(conceptual framework) standar akuntansi “Generally Accepted Accounting Principles” GAAP FASB
(Financial Accounting Standard Board). Sanggahan yang disampaikan atas GAAP disampaikan oleh
para scholars menimbang kompleksitas masyarakat modern, ekonomi dan bisnis tidak dapat
diseragamkan dengan satu standar. Sanggahan yang bermuatan ideologi strukturalis adalah teori
Marx, Labour Theory of Value (LTV). Pada intinya teori LTV mengatakan bahwa adanya surplus
nilai dari tenaga kerja yang tidak dikembalikan kepada pekerja. Surplus nilai tersebut diambil oleh
pemilik modal (kapitalis).
Sejalan dengan pendapat Marx, akuntansi juga mengakui bahwa kapitalis menanamkan modal
untuk memproduksi barang dan jasa, yang dijual untuk mengembalikan modal tersebut dan
menciptakan laba. Prinsip kunci conceptual framewrok akuntansi adalah “pemeliharaan modal”,
dimana akuntansi hanya mengakui laba jika modal telah pulih kembali (recovery). Modal akan pulih
dalam satu siklus operasi “cash-cost-revenues-cash” yang merupakan siklus nilai guna dan harga
akuisisi Sedangkan Marx menuding itu sebagai sirkuit kapital “money-commodities-production
(labour)-commodities-money”.
Gramsci adalah seorang filsuf yang mengembangkan teori kritisnya berdasarkan pemikiran
Marx. Teori Marxisme banyak dipergunakan untuk memperjuangkan nasib buruh dari pemerasan
borjuis (kapitalis). Menurut Simon (1982), Marxis melihat krisis ekonomi dan keruntuhan ekonomi
yang melekat pada kapitalisme, yang timbul sebagai akibat konflik antara kapitais dan buruh.
Selanjutnya Gramsci memberi pandangan dengan asumsi adanya angkatan kerja pasif yang menunggu
dan mengharapkan krisis ekonomi yang tak terelakkan untuk memicu perubahan dalam hubungan
kekuasaan dalam sistem kapitalis. Gramsci berpendapat bahwa, sebaliknya, dasar transformasi sosial
berasal dari inisiatif politik yang menggeser keseimbangan kekuatan kelas untuk mencapai hegemoni.
Konsep hegemoni dikembangkan oleh Gramsci untuk menjawab pertanyaan tentang kekuasaan
dan perjuangan sosialis. Niat politiknya adalah untuk mengatasi hegemoni rezim kapitalis, gagasan
kekuatan alternatif atau kontra-hegemonik sangat penting dalam pandangan sosialnya. Salah satu
kekuatan konsep hegemoni adalah sinar terangnya terhadap kelompok sosial yang tersubordinasi dan
praktik kontra-hegemonik serta perjuangannya (Filc, 2009). Morgan (1988) menulis metafora-
metafora utama yang telah mempengaruhi teori akuntansi masa kini: akuntansi sebagai sejarah (Paton
& Littleton, 1940; Littleton, 1953), akuntansi sebagai ekonomi (Davis et al, 1982), akuntansi sebagai
informasi (Prakash & Rappaport, 1977; Snowball, 1980), akuntansi sebagai bahasa (Belkaoui, 1978),
akuntansi sebagai retorika (Arrington, 1978), akuntansi sebagai politik (Burchell et al, 1980),
akuntansi sebagai mitologi (Boland, 1982), akuntansi sebagai magis (Gambling, 1977), akuntansi
sebagai pengendalian (Burchell et al 1980), akuntansi sebagai ideologi (Merino & Neimark, 1982;
Tinker et al, 1980), dan akuntansi sebagai dominasi dan eksploitasi (Tinker, 1985). Dengan demikian
konsep hegemoni dapat digunakan juga dalam bidang akuntansi untuk membuka selubung nilai yang
terkandung dalam akuntansi sekaligus menawarkan perubahan dalam akuntansi saat ini.
Marxisme yang muncul dari halaman Prison Notebooks Gramsci dapat didefinisikan sebagai
teori kritis yang menggabungkan elemen struktur dan kesadaran, ilmu pengetahuan dan filsafat,
subjek dan objek (Boggs, 1976). Dalam akuntansi, pemikiran Gramsci mengakomodasi kekuatan
(kuasa) dan ideologi dan peran negara dalam membentuk praktik akuntansi (Xu, Cortese, dan Zhang,
2014). Richardson (1989) mengadopsi konsep hegemoni Gramsci untuk meneliti peran akuntansi
sebagai institusi yang memiliki legitimasi pada tingkat organisasi dan sosial. Dalam artikelnya
disebutkan bahwa Chartered Accountants telah menggunakan “kepemimpinan moral dan intelektual
mereka (yang disebut Gramsci sebagai hegemoni)” untuk menciptakan dominasi atas profesi akuntan
di Ontario, Kanada (Xu, Cortese, dan Zhang, 2014). Konsep hegemoni dari Gramsci berguna untuk
memahami bagaimana dominasi sosial dipertahankan melalui civil society dan budaya yang lebih luas,
dan juga menekankan pentingnya pendidikan serta proyek kebudayaan dalam proses perubahaan yang
emansipatif (Molisa, 2014).
Penelitian lain berbasis pemikiran Gramsci juga mengungkapkan peran akuntansi dalam
membentuk dan merefleksikan ideologi negara (Cooper, 1995; Goddard, 2002), dan perubahan peran
akuntansi dalam evolusi iklim hegemonik (Lehman dan Tinker, 1987; Spence dan Carques, 2006;
Molisa, 2014; Junior, 2014), dan potensi emansipatoris dari akuntansi (Spence, 2009). Sawarjuwono
(2016) juga meminjam pendekatan Gramsci untuk mengungkapkan subordinasi laki-laki atas
perempuan, tidak saja bercorak dominasi, yakni pemaksaan secara fisikal melalui hukuman dan
ganjaran, tetapi juga dengan cara hegemoni.

Kapitalisme dalam Sejarah Standar Akuntansi Keuangan Indonesia


Perumusan Standar Akuntansi di Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Sebelum tahun
1973 disebut sebagai Pra-Prinsip Akuntansi Indonesia, dimana belum ada standar akuntansi keuangan
yang baku dan terkodifikasi. Dalam rangka persiapan diaktifkannya pasar modal, lahirlah Prinsip
Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) yang disahkan pada Kongres III
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tanggal 2 Desember 1973. Pada saat itu dibentuk Komite PAI
dan Komite NPA untuk mengembangkan PAI dan NPA. PAI disusun berdasarkan buku Inventory of
Generally Accepted Accounting Principles for Business Enterprises karya Paul Grady yang
diterbitkan oleh AICPA. PAI kemudian berubah menjadi Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan
selanjutnya sampai sekarang SAK mengkonvergensi International Accounting Standards
(IAS)/International Financial Reporting Standards (IFRS). Globalisasi menjadi pertimbangan IAI
untuk mengkonvergensi IFRS secara penuh (Juan dan Wahyuni, 2012). IFRS disusun untuk
memenuhi kebutuhan global daripada kebutuhan suatu negara tertentu.
Pasar modal menjadi alasan utama lahirnya PAI dan NPA. Dalam perkembangan selanjutnya,
globalisasi menekan dan mengharuskan penyeragaman standar. Globalisasi merupakan pasangan
serasi dari pasar bebas (free market system), mereka itu adalah anak ideologis dari kapitalisme.
Dengan jalan seperti itu, kapitalisme merasuk langsung ke dalam sistem perekonomian Indonesia
melalui pintu akuntansi. Akuntansi menjadi salah satu alat dominasi dari negara-negara Barat
terhadap Indonesia. Indonesia menjadi salah satu tahanan dari sebuah bentuk kesadaran palsu yang
dikendalikan oleh ideologi asing. Menurut Mulawarman (2013), IFRS sendiri merupakan bentuk baru
dari entity theory sebagai alat kekuasaan Multi National Company untuk menguasai dunia
(neoliberalisme). Dalam peristiwa sejarah ini dapat disaksikan bagaimana profesi akuntan secara
institusional telah menggunakan “kepemimpinan moral dan intelektual mereka (yang disebut
Gramsci sebagai hegemoni)” untuk melembagakan dominasi kapitalisme melalui akuntansi di
Indonesia.

Kapitalisme dalam Conceptual Framework SAK


Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK) SAK diadopsi dari
conceptual framework International Accounting Standard Commintee (IASC). Konvergensi demikian
dapat dimaknai sebagai hegemoni intelektual tradisional untuk melanggengkan status quo kapitalisme.
KDPPLK dibagi menjadi 4 bagian besar: (1) tujuan laporan keuangan, (2) karakteristik kualitatif, (3)
definisi, pengakuan, dan pengukuran unsur-unsur laporan keuangan, dan (4) konsep modal dan
pemeliharaan modal. Setiap bagian tersebut tersusun untuk mendukung kapitalisme, sebagaimana
terurai berikut ini.
Unsur Lapoaran Keuangan Telaah Kritis
Tujuan Laporan Keuangan Akuntansi hanya memproduksi
Tujuan laporan keuangan adalah laporan yang berbasis moneter
menyediakan informasi mengenai posisi (information perspective) dan diberikan
keuangan, kinerja, dan perubahan posisi dengan maksud untuk pengambilan
keuangan suatu perusahaan yang keputusan-keputusan ekonomi.
bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna Akuntansi seperti ini tidak pernah
dalam pengambilan keputusan ekonomi. melayani kepentingan lain dalam
Informasi yang disajikan oleh laporan masyarakat.
keuangan adalah informasi keuangan, Bahwa tujuan laporan keuangan
bukan laporan lainnya. Penyusunan laporan adalah untuk kepentigan sebagian besar
keuangan untuk keperluan lain tidak perlu pengguna laporan keuangan tersebut.
mengikuti SAK. Siapakah pengguna laporan keuangan
tersebut? Utamanya adalah pemegang
saham. Pemegang saham adalah
penyedia modal uang (money capitalist)
dan penyedia modal manajerial
(industrial capitalist). Kepada mereka
sesungguhnya laporan keuangan
ditujukan dan untuk kepentingan
mereka.
Laporan keuangan yang demikian
dimaksudkan untuk mempertahankan
modal dan menarik modal lebih banyak
lagi dari pasar saham.
Kita dapat menyebut satu
kepentingan orang banyak yang diwakili
oleh pemerintah, bahwa laporan
keuangan juga ditujukan untuk
pemerintah (regulator).
Karakteristik Kualitatif
Agar dapat menyediakan informasi
yang berguna bagi pembuatan keputusan
oleh para penggunanya, laporan keuangan
harus memenuhi empat karakteristik
kualitatif yaitu: (1) dapat dipahami, (2)
relevan, (3) andal, dan (4) dapat
diperbandingkan.
Keandalan laporan keuangan meliputi
cirri-ciri: (a) jujur, (b) netral, (c) substansi
mengungguli bentuk, (d) pertimbangan
sehat, dan (e) kelengkapan. Laporan
keuangan juga harus dapat
diperbandingkan dengan periode
sebelumnya.
Definisi, Pengakuan dan Pengukuran Penggunaan terma ekuitas
Unsur Laporan Keuangan merupakan usaha penyelundupan
Unsur-unsur laporan keuangan kepentingan kapitalis. Sejatinya ekuitas
adalah: (a) aset, (b) liabilitas; (c) ekuitas, adalah kapital (modal) ditambah laba
(d) kinerja, dan (e) beban. ditahan. Rumus matematis Aset –
Aset didefinisikan sebagai sumber Liabilitas = Ekuitas juga telah
daya yang dikuasai oleh sebuah perusahaan mengaburkan posisi penyedia modal
sebagai hasil dari peristiwa masa lampau (money capitalist). Padahal sebuah
dan diharapkan mengalirkan keuntungan di neraca (laporan posisi keuangan) dimulai
masa mendatang bagi perusahaan tersebut. dari masuknya modal.
Sumber daya yang tidak dimiliki tetapi Laba didefinisikan melulu dari
dikuasai dan diperoleh manfaatnya oleh sudut pemilik modal. Dalam konsep
perusahaan, diakui sebagai aset. pemeliharaan modal laba diukur setelah
Liabilitas didefinisikan sebagai memastikan nilai modal awal (modal
kewajiban yang dimiliki sebuah perusahaan keuangan atau modal fisik) tetap
di masa kini sebagai hasil dari peristiwa terpelihara. Hal tersebut yang menjadi
lampau, yang penyelesaiannya diharapkan sorotan kaum Marxis, bahwa laba itu
dihasilkan dari aliran keluar sumber daya adalah nilai lebih yang tidak
yang merupakan keuntungan ekonomi dari dikembalikan kepada pekerja.
perusahaan tersebut.
Ekuitas didefinisikan sebagai laba
sisa pada aset sebuah perusahaan setelah
dikurangi semua liabilitasnya. Ekuitas
diungkapkan sebagai rumus matematis
yakni Aset – Liabilitas = Ekuitas
Penghasilan neto (laba) seringkali
digunakan sebagai ukuran kinerja. Definsi
penghasilan (income) meliputi pendapatan
(revenue) dan keuntungan (gains).
Pendapatan timbul dari aktivitas operasi
normal perusahaan, sedangkan keuntungan
timbul dari aktivitas lainnya.
Beban adalah arus keluar sumber
daya yang dikeluarkan untuk mendapat
penghasilan dan keuntungan. Beban
meliputi kerugian (losses) dan beban yang
ditimbulkan operasi normal perusahaan.
Semua pos yang memenuhi definisi
suatu unsur harus diakui jika ada
kemungkinan manfaat ekonomi mengalir
ke dalam atau ke luar perusahaan dan
mempunyai nilai yang dapat diukur dengan
andal.
Konsep Modal dan Pemeliharaan Modal Konsep ini sangat jelas berjiwa
Laba diukur dengan konsep kapitalis. Entitas mengukur laba sebagai
pemeliharaan modal. Laba adalah jumlah sisa dari modal yang dipertahankan.
maksimum yang dapat dikonsumsi
perusahaan dengan tetap mempertahankan
jumlah modal yang sama dengan saat awal
periode. Jumlah modal tersebut diukur
dengan dua cara: (1) modal keuangan, dan
(2) modal fisik.
Modal keuangan adalah jumlah modal
berdasarkan nilai nominal modal di awal
periode. Sedangkan modal fisik adalah
jumlah modal yang disandingkan dengan
daya beli modal tersebut harus sama antara
daya beli di awal periode dengan daya beli
di akhir periode.

Pancasila Sebagai Ideologi dan Penataan Ekonomi Indonesia


Setiap bangsa memiliki cara pandang yang berbeda, cara berjuang yang berbeda. Soekarno
dalam pidato 1 Juni 1945 mengatakan bahwa bangsa sebagai individu mempunyai kepribadian
sendiri. Salah satu karakteristik Indonesia sebagai negara bangsa adalah kebesaran, keluasan, dan
kemajemukannya. Oleh karena itu diperlukan suatu konsepsi, kemauan, dan kemampuan yang kuat
untuk menopangnya.
Dinamika rumusan hidup-bersama di wilayah nusantara diuji dan didewasakan sejak
dimulainya sejarah kebangsaan Indonesia. Pendewasaan kebangsaan Indonesia memuncak ketika
mulai dijajah dan dihadapkan pada perbedaan kepentingan ideologi pada awal abad 19, antara
liberalisme, nasionalisme, Islamisme, sosialisme-Indonesia, dan komunisme.
Indonesia secara ketatanegaraan pada tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan Pancasila sebagai
dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Rumusan Pancasila yang termaktub dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum positif, berlaku dan
mengikat seluruh warga negara dan institusi tanpa kecuali (Tim Sosialisasi Empat Pilar, 2015). Dalam
konteks ideologi negara, Pancasila dapat dimaknai sebagai sistem kehidupan nasional yang meliputi
aspek politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan dalam rangka mencapai cita-cita dan
tujuan bangsa. Pancasila adalah satu weltanschauung, dasar falsafah bangsa Indonesia.

Ekonomi Berdasarkan Pancasila


Pancasila berada pada urutan tertinggi sumber hukum di Indonesia. Kepadanyalah seluruh
hukum dan peraturan pelaksanaannya harus tunduk. Termasuk dalam penataan ekonomi harus
mengacu kepada cita-cita bangsa Indonesia yang dimuat dalam sila kelima: “Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”. Indonesia harus memiliki kehidupan yang adil dan makmur.
Prinsip keadilan dan kesejahteraan ekonomi yang disebut Soekarno sebagi prinsip sociale
rechtvaardighied, bahwa persamaan, emansipasi dan partisipasi yang dikehendaki bangsa ini bukan
hanya di bidang politik, melainkan juga di bidang ekonomi. Prinsip ini tidak sama dengan prinsip
komunisme (dengan kolektivisme) dan liberalisme (dengan individualisme). Sila kelima bertolak dari
pengertian bahwa antara pribadi dan masyarakat satu sama lain tidak dapat dipisahkan.
Masyarakat adalah tempat hidup dan berkembangnya individu, sedangkan individu adalah
komponen utama masyarakat. Tidak boleh ada praktik perekonomian yang hanya mementingkan
kolektivisme, sebaliknya tidak boleh juga hanya mengedepankan kepentingan individu. Individualitas
dikembangkan seiring dengan sosialitas. Hak milik pribadi diperbolehkan dalam kerangka fungsi
sosial, sedangkan kekayaan bersama (yaitu bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya) dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kesejahteraan warga negara.
Pada prinsip inilah seharusnya ekonomi Indonesia dilandaskan. Secara khusus mengenai
bentuk perekonomian nasional dijabarkan dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 33, demikian
bunyinya:
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas asas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Pasal (4) dan (5) merupakan pasal yang ditambahkan setelah amandemen UUD 1945.
Penyelenggaraan perekonomian Indonesia berdasarkan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional.

Ekonomi Pancasila dan Sistem Pasar Kapitalis


Dalam penjelasan pasal (33) UUD 1945 disebutkan bahwa demokrasi ekonomi adalah
produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota masyarakat.
Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Eksplisit dikatakan
bahwa bentuk perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Pada amandemen pasal (33) ditambahkan prinsip-prinsip usaha pada ayat (4), nampaknya
para penyusun konstitusi ingin memasukkan bentuk yang lain daripada koperasi. Bentuk usaha tidak
dibatasi tetapi diberikan prinsip usaha yaitu kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Dalam amandemen ini dapat dibaca masuknya cirri-ciri sistem pasar yaitu efisiensi.
Kata efisiensi muncul dalam perdebatan teoritis antara pendukung kapitalisme dengan
pendukung Marxisme mengenai laba (profit). Kapitalis mengatakan bahwa laba yang diterima oleh
kapitalis (pemodal) adalah hasil efisiensi dari sistem produksi, sementara di sisi lain Marxisme
mengatakan bahwa laba tersebut adalah nilai lebih dari tenaga kerja (labour) yang dieksploitasi oleh
kapitalis (tidak dikembalikan kepada pekerjanya).
Indonesia menganut prinsip efisiensi yang berkeadilan, artinya efisiensi itu harus
mempertimbangkan kepentingan orang banyak. Sehingga tidak terjadi seperti apa yang ditudingkan
oleh Marx, bahwa kaum kapitalis telah mengeksploitasi pekerja (buruh). Secara implisit prinsip
tersebut telah mengadopsi pemikiran kapitalis dan Marxism. Atau dapat dinilai sebagai hegemoni
penganut kapitalis yang secara pelan memasuki konstitusi negara Indonesia. Efisiensi berkeadilan
merupakan pengembangan ekonomi nasional yang menggunakan kekuatan pasar (penulis: kapitalis)
yang diintervensi secara demokratis (penulis: legal) untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan pendapatan guna mewujudkan keadilan dan kemakmuran.

Akuntansi dan Tujuan Negara


Ikatan Akuntan Indonesia melakukan adopsi (konvergensi) IAS-IFRS guna membawa
Indonesia siap menghadapi globalisasi. Tantangan menghadapi globalisasi adalah mempertahankan
eksistensi dan integritas bangsa dan negara serta memanfaatkan peluang untuk kemajuan bangsa dan
negara.
Kedua ulasan atas KDPPLK di atas memberikan gambaran awal bahwa standar akuntansi
tidak lepas dari hegemoni ideologi kapitalis. Untuk itulah kehadiran negara diperlukan melalui
undang-undang dan peraturan lainnya, guna memastikan tercapainya efisiensi yang berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional.
Pancasila sebagai ideologi bangsa merekonsiliasikan prinsip-prinsip etik dalam keadilan
ekonomi baik bersumber dari hukum alam, hukum Tuhan, dan sifat-sifat sosial manusia, yang
dikonseptualisasikan sejak pemikiran para filosof Yunani, pemikiran keagamaan, teori ekonomi
merkantilis, ekonomi liberalis klasik dan neo-klasik, teori Marxisme-sosialisme, sosial-demokrasi
hingga teori jalan ketiga (the third way).

Kesimpulan
Teori kritis berusaha mengungkapkan topeng-topeng dalam realitas masyarakat sehingga
tampak apa adanya, membuka kedok esensinya dan modus operandi kemudian meletakkan dasar bagi
emansipasi manusia melalui perubahan sosial. Dalam ranah akuntansi, para ilmuwan kritis
menawarkan pandangan baru sebagai suatu alternatif yang secara radikal dapat mengganti berbagai
modus praktik akuntansi yang sekarang, terutama aspek-aspek ketidak-adilan yang ditimbulkan atau
disokong oleh akuntansi. Teori kritis juga dapat membuka sifat-sifat yang terkandung dalam akuntansi
saat ini.
Langgengnya dominasi kapitalis termasuk dalam bidang akuntansi disokong oleh intelektual
tradisional yang menggunakan hegemoninya menyebarkan nilai-nilai kapitalis tersebut. Bahkan
mereka berhasil menyusup ke dalam konstitusi negara melalui amandemen Pasal 33 Undang-Undang
Dasar 1945 dengan memasukkan kata efisiensi, sepotong kata mantra kapitalisme. Oleh karena itu,
diperlukan kontra-hegemoni sebagaimana disebutkan oleh Gramsci, yakni intelektual organik untuk
membebaskan rakyat dari dominasi hegemoni kapitalisme. Peran itu saat ini dapat diefektifkan
melalui produk-produk perundangan yang memihak kepada rakyat dengan berpegang teguh kepada
Pancasila dengan nilai gotong-royongnya.

Keterbatasan dan Saran


Penelitian ini merupakan telaah kritis terhadap Conceptual Framewrok Standar Akuntansi
Keuangan dengan kaca mata Gramscian. Realitas dalam pandangan ini terikat dengan sejarah.
Penelitian ini belum secara mendalam menelisik sejarah yang menyertai lahirnya Standar Akuntansi
di Indonesia serta perkembangannya. Penelitian berikutnya perlu melibatkan nara sumber yang
mengetahui dan mencari sumber-sumber lain yang dapat menghadirkan suasana kebatinan yang
menyertai lahirnya Akuntansi Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Burrel, G. and Morgan G. (1979). Sociological Paradigms and Organizational Analysis. London:
Heinemann Educational Books.
Djamhuri, A. (2014). Akuntansi Perspektif Kritis: Suatu Pengantar. Pertemuan Masyarakat Akuntansi
Multiparadigma Indonesia (TEMAN) I. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya. Malang.
Forgacs, D. (Editor). (2000). The Antonio Gramsci Reader: Selected Writings, 1916-1935. Schocken
Books. New York.
Gaffikin, M. (2010). Being Critical in Accounting. International Review of Business Research Papers
Volume 6. Number 5.
Juan, Ng. E, dan Wahyuni, E. T., (2012). Panduan Praktis Standar Akuntansi Keuangan (Edisi 2).
Jakarta: Salemba Empat.
Junior, P.F.H. (2014). Brazillian Accounting Research: A Critical Review. Novas Perspectivas na
Pesquisa Contabil. Sao Paulo.
Kuhn, T. S. (1996). The Structure of Scientific Revolutions (Third Edition). USA: The University of
Chicago Press.
Lowe, T. and Puxty, T. (1990). Accounting as Social Science: Some Implications for Teaching and
Research. Paper Presented at the Research Seminar Series at Dept of Accounting and
Financial Management. University of the South Pacific.
Molisa, P.B.M. (2014). Accounting for Apocalypse (A Thesis). Victoria University of Wellington.
Morgan, G. (1988). Accounting as Reality Construction: Towards a New Epistemology for
Accounting Practice. Accounting, Organization and Society, Vol 13, No 5. Pergamon
Press.
Mulawarman, A. D. (2008). Akuntansi Syari’ah: Teori, Konsep, dan Laporan Keuangan. Jakarta: E-
Publishing Company.
Mulawarman, A. D. (2010). Integrasi Paradigma Akuntansi: Refleksi atas Pendekatan Sosiologi
dalam Ilmu Akuntansi. Jurnal Akuntansi Multiparadigma Vol. 1 No. 1 April 2010.
Malang: Universitas Brawijaya.
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR RI Periode 2009-2014 (2015). Materi Sosialisasi
Empat Pilar MPR RI, Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.
Sawarjuono, T. (2005). Pendidikan Akuntansi dan Perempuan: Dari Ideologi Patriarki ke Praktik
Pemujaan Tubuh. JAAI Volume 9 Nomor 2.
Spence, C. Dan Carques F.J.H. (2006). The Hegemonic Contours of the Social Accounting Literatur.
Universidad Publica de Navarra Department of Gestion de Empresas Pamplona, Spain.
Spence, C. (2007). Social Accounting’s Emancipatory Potential: A Gramscian Critique. Critical
Perspective on Accounting. Elsevier.
View publication stats

Tinker, T., (1991). The Accountant as Partisan. Accounting, Organization and Society, Volume 16.
Nomor 1, Great Britain: Pergamon Press.
Watts, R. L. dan Zimmerman, J. L., (1978). Toward a Positive Theory of the Determination of
Accounting Standards. The Accounting Review, Volume LIII, Nomor 1.
Watts, R. L. dan Zimmerman, J. L., (1990). Positive Accounting Theory: A Ten Year Perspective.
The Accounting Review, Volume 65, Nomor 1.
Willis, J. W. (2007). Foundation of Qualitative Research: Interpretive and Critical Approaches.
USA: Sage Publications.
Winch, P. (2003). The Idea of a Social Science and Its Relation to Philosophy (Second Edition).
London: Routledge, Taylor & Francis e-Library.
Xu L, Cortese C, Zhang E. (2014). Ideolgy Diffusion and The Role of Accounting: a Gramscian
Approach to Understanding China’s Transition from 1949 to 1957. University of
Wollongong
__, (2015). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta Sekretariat
Jenderal MPR RI

Anda mungkin juga menyukai