Judul :
OLEH:
M.Fakhri Aziz
Rany Claudia
Retno Anggraini
Vira Sovita
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya, maka penulis
dapat meyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Pandangan Para Ahli Tentang Modal
Sosial”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Teori Modal Sosial. Kami mengucapkan terima kasih
kepada bapak Prof. Dr. Damsar, selaku dosen pembimbing mata kuliah Teori Modal Sosial,
yang telah memberikan tugas untuk menyusun makalah ini, sehingga dapat menambah
wawasan penulis dan menambah ruang baca baru bagi seluruh pembaca.
Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa masih sangat banyak kekurangan-
kekurangan, baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki penulis. Kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan. Sehingga
dikemudian hari dapat menyusun lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat digunakan
dengan baik dan bermanfaat bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN
Konsep modal sosial muncul dari pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak
mungkin dapat secara individu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Diperlukan
adanya kebersamaan dan kerjasama yang baik dari segenap anggota masyarakat yang
berkepentingan untuk mengatasi masalah tersebut. Pemikiran seperti inilah yang pada awal
abad ke 20 mengilhami seorang pendidik di Amerika Serikat bernama Lyda Judson Hanifan
untuk memperkenalkan konsep modal sosial pertama kalinya.
Modal sosial bukan semata-mata dilihat sebagai sebuah hasil melainkan lebih kepada
proses. Modal sosial mengalami pembentukan terus-menerus dan senantiasa mengakumulasi
dirinya. Berbeda dengan bentuk modalitas lain, modal sosial tidak akan pernah habis ketika
dipakai. Kualitas modal sosial justru akan semakin baik apabila sering dimanfaatkan. Modal
sosial terutama berakar pada gagasan kepercayaan, norma, dan jaringan informal dan percaya
bahwa relasi sosial adalah sumber daya yang berharga. Ketiga hal tersebut, yaitu norma
sosial, jaringan sosial dan kepercayaan merupakan indikator atau unsur modal sosial.
Ketiganya merupakan hubungan saling berkaitan.
PEMBAHASAN
Menurut Portes (1998) modal sosial adalah kemampuan dari para aktor untuk
menjamin manfaat dengan bertumpu pada keanggotaan dalam jejaring sosial dan struktur-
struktur sosial lain. Sedangkan menurut Woolcock (1998) modal sosial adalah derajat kohesi
sosial yang ada dalam komunitas. Ia mengacu pada proses-proses antar orang yang
membangun jejaring, norma-norma, dan social trust, dan memperlancar koordinasi dan
kerjasama yang saling menguntungkan.
Tidak seperti ahli lainnya, Portes melihat bahwa modal sosialtidak sekadar tentang
jejaring sosial pada pencapaian tujuan-tujuan positif, pemikiran bahwa koproduksi bisa
menciptakan modal sosial, terutama dalam hubungan antara warga masyarakat dan para
pejabat pemerintah (misalnya) yang menjadi pelaku pembangunan. Pemikiran semacam ini
juga digunakan badan-badan internasional seperti Bank Pembangunan Asia dalam
menstrukturkan hubungan sinergis antara lembaga pemberi jasa dengan kelompok
masyarakat yang mendapat pelayanan (Carroll, 2001). Tetapi masalahnya adalah sejauh mana
warga masyarakat secara keseluruhan, terutama yang berperan dalam mengelola sumberdaya
untuk keperluan pembangunan menyadari pentingnya modal sosial itu. Bila orang-orang yang
dipercaya untuk mengurus organisasi dan keuangan di tingkat desa benar-benar berpihak
pada kepentingan bersama seluruh warga, maka modal sosial dalam arti positif memang akan
bisa terbangun. Tetapi sebaliknya, apabila mereka lebih mementingkan hubungan dengan
pihak yang di atas, maka yang akan terjadi adalah kolusi dan korupsi, sisi negatif dari modal
sosial yang disebut sebagai the downside of social capital.
Modal sosial telah disalahkan atas masalah sosial ekonomi dalam kota, tetapi
komunitas tidak kekurangan jaringan-hubungan mereka dengan kata lain pemaknaan model
sosial dapat memunculkan tindakan negatif yang Portes sebutkan sebagai downside of social
capital.
Robert D. Putnam terkenal sebagai pendukung modal sosial yang paling di kenal
khalayak, karena kontribusi Putnam melampaui batas-batas bidang profesionalnya, yaitu ilmu
politik dan menjangkau publik yang lebih luas. Putnam mengembangkan konsep modal sosial
dari Coleman denganmengembangkan ide pokoknya tentang jaringan sosial yang memiliki
nilai penting bagi individu. Dalam hal ini modal fisik tetap ada dalam objek fisik, sedangkan
modal manusia adalah milik individu dan melekat pada hubungan antarindividuyang
membentuk jaringan sosial, norma timbal-balik dan kepercayaan. Perbedaanya adalah bahwa
modal sosial itu lebih menekankan kepada fakta bahwa kebajikan warga negara itu lebih kuat
ketika diikat oleh sebuah perasaan adanya jaringan-hubungan sosial timbal balik.
Putnam (1993) mendefinisikan modal sosial adalah “Features of social organization,
such as trust, norms (or reciprocity), and networks (of civil engagement), that can improve
the efficiency of society by facilitating coordinated actions” Fitur dari organisasi sosial,
seperti kepercayaan, norma-norma (atau reciprocity), dan jaringan (keterlibatan masyarakat),
yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat yang memfasilitasi tindakan yang
terkoordinasi.Kumpulan dari asosiasi tersebut bersifat horizontal di antara orang-orang yang
mempunyai pengaruh terhadap produktivitas dari masyarakat setempat. Asosiasi-asosiasi
yang dimaksud, termasuk jejaring dari pertalian warga masyarakat (civic engagement) dan
norma-norma sosial.
Ciri kehidupan sosial adalah modal sosial. Modal sosial memungkinkan masyarakat
untuk bertindak bersama-sama lebih efektif untuk mencapai tujuan kolektif. Modal sosial
seperti halnya dengan kebaikan umum dan memiliki hubungan dekat dengan partisipasi
politik yang tergantung pada hubungan dengan lembaga-lembaga politik dan modal sosial
tergantung pada hubungan antar manusia.
Putnam (1993) menilai bahwa rasa saling percaya (trust) adalah suatu komponen yang
penting dari modal sosial. Umumnya analisis Putnam difokuskan pada trust antar individu
(interpersonal trust), meskipun seperti yang dikatakan Williamson (1993) masih ada
beberapa trust yang juga relevan, dan membedakan trust ke dalam tiga tipe, yaitu calculative
trust, personal trust, dan institutional trust.
Asumsi yang mendasari konsep Putnam adalah: (1) jejaring dan norma-norma yang
secara empiris saling terkait; dan (2) jejaring dan norma-norma dimaksud mempunyai. Oleh
sebab itu, ciri kunci dari modal sosial sebagaimana definisi Putnam adalah modal sosial
memfasilitasi koordinasi dan kerja sama bagi keuntungan bersama (timbal balik) dari para
anggota suatu asosiasi.
Bagi Putnam (1993) trust mempunyai dua sumber, yakni: (1) norma-norma
resiprositas; (2) jejaring dari pertalian warga. Jaringan sosial dibedakan jaringan formal dan
informal, yang diawali dari keanggotaan resmi (misalnya dalam asosiasi), dan yang terakhir
adalah membangun saling simpati (misalnya: persahabatan). Disamping itu, jaringan dapat
disusun secara horizontal dan vertikal. Jaringan horizontal mempertemukan orang dari status
dan kekuasaan yang sama, dan jaringan vertikal merupakan gabungan dari individu yang
berbeda dan berada dalam hubungan yang tidak simetris dalam hirakhi dan ketergantungan.
Jaringan horisontal menfasilitasi komunikasi dan meningkatkan distribusi informasi tentang
kepercayaan individu. Mereka memungkinkan melakukan meditasi dan peningkatan reputasi.
Reputasi adalah esensi untuk kepercayaan dalam masyarakat yang kompleks. Jaringan
vertikal tidak mampu mempertahankan kepercayaan sosial dan kerjasama, karena arus
informasi vertikal umumnya kurang dapat diandalkan dibandingkan yang horisontal. Jaringan
horisontal dan vertikal merupakan tipe ideal dari jaringan dan konsepsi jaringan riil dari
kedua jenis jaringan tersebut. Jaringan dari ikatan umum, seperti asosiasi lingkungan atau
klub olahraga sebagai contohnya jaringan horizontal.
Putnam memberi tiga alasan tentang pentingnya modal sosial dalam kehidupan
masyarakat (Aswasulasikin, 2014:50): (1) Jaringan sosial memungkinkan adanya koordinasi
dan komunikasi yang menumbuhkan saling percayasesama anggota; (2) Kepercayaan
berimpilkasi positif dalam kehidupan masyarakat, yang dibuktikan melalui bagaimana orang-
orang yang memiliki rasa saling percaya (mutual trust) dalam suatu jaringan sosial akan
memperkuat norma dengan keharusan saling membantu; (3) Keberhasilan yang dicapai oleh
jaringan sosial dalam waktu sebelumnya akan mendorong keberhasilan pada waktu-waktu
yang akan datang.
Putnam mengikuti Woolcock dan ahli lainnya dengan membedakan bentuk modal
‘yang mengikat’ dengan ‘yang menjembatani’, sebagaiberikut:
Modal sosial yang mengikat(eksklusif), Didasarkan atas keluarga, teman dekat dan
kelompok akrab lainnya; hal ini berorientasi ke dalam dan mengikat orang yang
serupa; hal ini cenderung meneguhkan identitas eksklusif dan kelompok yang
homogen.
Modal sosial yang menjembatani(inklusif), menghubungkan orang pada kenalan-
kenalan jauh yang bergerak pada lingkaran yang berbeda dengan lingkaran mereka
sendiri; hal ini cenderung membangun identitas yang lebih luas dan resiporitas lebih
banyak ketimbang meneguhkan pengelompokan yang sempit.
Lebih lanjut, Putnam mengatakan bahwa modal sosial bahkan dapat menjadi jembatan
bagi jurang yang memisahkan kelompok-kelompok yang berbeda idiologi dan memperkuat
kesepakatan tentang pentingnya pemberdayaan masyarakat. Hal ini didukung oleh Portes
(1998:24) bahwa modal sosial bukan hanya sekumpulan institusi yang menyangga
masyarakat melalui “social trust” dan “social norms”, namun sebagai perekat yang
menggerakkan masyarakat untuk bersama-sama. Melalui berbagai ikatan horizontal, modal
sosial berperan dan dibutuhkan untuk memberikan masyarakatsense identitas dan tujuan
bersama. Modal sosial merangkai berbagai aset sosial, psikologis, kultural, kognitif, dan
institusional yang dapat meningkatkan perilaku kooperatif yang saling menguntungkan.
Bahkan tidak saja sebagai perekat, sebagaiman dijelaskan oleh Portes, modal sosial dengan
social trust dan social norms dalam jaringan sosial dapat dimanfaatkan untuk memecahkan
berbagai masalah secara bersama dalam pola hubungan timbal-balik (reciprocity).
Maksud dari kapital sosial menurut Turner ini adalah definisi kapital sosial yang lebih
dekat dengan sosiologi, namun terdapat kekurangan secara operasional ketika harus
digunakan untuk melakukan penelitian lapangan. Pertama, kekuatan yang dimaksud sangat
luas dan tidak spesifik karena bia menunjuk pada kekuatan personal, individu, psikologi,
struktural, politik, agama, budaya, gaib, mafia, atau apasaja sepanjnag dia dapat mendorong
potensi untuk perkembangan ekonomi. Kedua, fungsi kapital sosial hanya terbatas pada
tujuan-tujuan yang bersifat ekonomi saja. Dan yang ketiga, definisi ini tidak memberikan
alternatif yang sudah dikembangkan oleh para ahli ekonomi-sosiologi (sosiologi
perekonomian).
Lawang mendefinisikan kapital sosial sebagai semua kekuatan sosial komunitas yang
dikonstruksikan oleh individu atau kelompok dengan mengacu pada struktur sosial yang
menururt penilaian mereka dapat mencapai tujuan individual dan/atau kelompok secara
efisien dan efektif dengan kapital lainnya.
Pengertian modal sosial yang dikemukakan Fukuyama dimaknai modal sosial itu
berhubungan dengan norma-norma informal. Norma-norma yangtermasuk modal sosial itu
dapat berkisar dari norma saling berhubungan timbal balik (norm of reciprocity) di antara dua
teman, sampai ke doktrin yang teliti, dan kompleks seperti dalam agama Islam, Kristen,
Hindu, Budha dan lain sebagainya. Norma-norma tersebut harus diwujudkan dalam hubungan
manusia (human relationship) yang nyata (aktual), misalnya: norma hubungn timbal balik ada
dalam potensi hubungan-hubungan saya dengan semua orang, tetapi norma-norma itu
diaktualisasikan hanya dalam hubungan saya dengan teman-teman saya (Fukuyama, 2000
dalam Suharjo 2014:75-77).
Modal sosial merupakan salah satu modal yang sangat penting bagi berfungsinya
efisiensi ekonomi modern dan merupakan persyaratan bagi demokrasi liberal ekonomi.Modal
sosial menilai bahwa komponen masyarakat modern itu, harus menghormati lembaga-
lembaga formal, aturan-aturan hukum dan rasionalitas.Membangun modal sosial dapat
dipandang sebagai sebuah tugas dalam reformasi ekonomi generasi kedua, tetapi tidak seperti
kebijakan-kebijakan ekonomi atau bahkan lembaga-lembaga ekonomi, modal sosial itu tidak
dengan mudah dapat diciptakan atau dibentuk melalu kebijakan publik.Modal sosial itu harus
mengarah kepada kerjasama di dalam kelompok-kelompok dan oleh karena itu berhubungan
dengan kebijakan-kebijakan tradisional seperti kejujuran menjaga komitmen mengerjakan
tugas secara konsisten (ajeg), hubungan timbal balik, dan lain sebagainya.
Misalnya modal sosial dalam pengembangan pendidikan (Perspektif Teori dan Praktik)
Siti Irene Astuti Dwiningrum 19 Fukuyuma (1995:10), modal sosial merupakan kemampuan
orang-orang bekerja bersama-sama untuk tujuan-tujuan umum di dalam kelompok-kelompok
atau organisasi-organisasi.Modal sosial dapat didefinisikan sebagian keadaan seperangkat
nilai-nilai atau norma-norma informal tertentu yang saling digunakan di antara
anggotaanggota kelompok yang memungkinkan kerjasama di antara mereka.Fukuyama
memberikan sedikit revisi mengenai konsep modal sosial itu.
Fukuyuma (1993, 1999) menjelaskan bahwa kapital sosial menunjuk pada kapabilitas
yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian
tertentu darinya. Fukuyama merumuskan kapital sosial menunjukkan pada serangkai- modal
sosial dalam pengembangan pendididikan (Perspektif Teori dan Praktik )20 Siti Irene Astuti
Dwiningruman nilai dan norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu
kelompok yang memungkinkan kerjasama di antara mereka. Menurut Fukuyama, kapital
sosial mengandung beberapa aspek nilai (values), setidaknya terdapat empat nilai yang sangat
erat kaitannya yakni (Ancok, 2003):
1. Nilai Dekripsi Universalism. Nilai tentang terhadap orang lain, apresiasi, toleransi
serta proteksi terhadap manusia dan mahkluk ciptaan Tuhan.
2. Nilai Benevolence. Nilai tentang pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan
orang lain
3. Nilai Tradition. Nilai yang mengandung penghargaan, komitmen dan penerimaan
terhadap tradisi dan gagasan budaya tradisional.
4. Nilai Conformity. Nilai yang terkait dengan pengekangan diri terhadap dorongan
dan tindakan yang merugikan orang lain, serta Security nilai yang mengandung
keselamatan, keharmonisan, kestabilan dalam berhubungan dengan orang lain dan
memberlakukan diri sendiri.
Dari paparan di atas tampak bahwa Fukuyama membuktikan bahwa nilai-nilai yang
dalam kehidupan sosial merupakan bagian yang sangat penting dalam mengkuatkan
eksistensi modal sosial.
Modal sosial sebagai sumber daya yang tertanam dalam hubungan sosial. Ada beberapa
manfaat tindakan yang secara proposif antara lain adalah (Hauberer, 2011:127).
1. Modal sosial merupakan aset struktural dengan karakter yang baik swasta dan
publik. Hubungan individu atau kolektif dan aspek sosial-budaya seperti
kepercayaan umum dan normanorma yang berfungsi sebagai prasyarat dari modal
sosial.
2. Modal sosial diproduksi baik secara terbuka atau tertutup; dalam struktur formal
atau informal; struktur dengan ukuran jaringan kecil dan rentang kecil atau struktur
dengan ukuran jaringan tinggi dan rentang besar
3. Akses modal sosial yang tidak setara tergantung pada aset kolektif seperti halnya
ekonomi dan teknologi serta budaya (termasuk modal sosial-budaya), dan aset
individual seperti etnis, gender dan status sosial. Modal sosial memberikan
pemasukan dengan menciptakan prasyarat bagi kerjasama dan resiprositas.
Membuktikan bahwa konsep model sosial terus dikaji secara berkelanjutan di tengah-
tengah kritik yang terus di berikan kepada masing-masing ahli pengembang modal sosial.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tulisan ini merupakan upaya untuk menjelaskan secara singkat konsep modal sosial
yang sejak beberapa tahun terakhir semakin popular di kalangan ilmuwan sosial dan praktisi
pembangunan. Bermula dari sebuah konsep pemikiran akademis yang mencoba menjelaskan
mengapa suatu kelompok masyarakat dapat berhasil dengan kemampuan sendiri untuk
mengalami kemajuan sementara kelompok lain tetap terbelakang, seperti yang antara lain
dipopulerkan melalui berbagai karya Robert Putnam, modal sosial dianggap dapat
memainkan peranan penting dalam mengefektifkan pemberian bantuan untuk pembangunan
masyarakat, setelah pendekatan lain yang bersifat lebih teknosentris, ekonosentris dan
komodosentris mengalami banyak kegagalan. Apabila berhasil diaplikasikan dengan baik,
maka kontribusi terpenting pengembangan modal sosial adalah terciptanya kelompok
masyarakat yang semakin mandiri, yang mampu berpartisipasi secara lebih berarti dalam
mewujudkan good governance atau tatapemerintahan yang baik.
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber
yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini tetapi
kenyataanya masih banyak kekuranga yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih
minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan kedepannya.
Daftar Kepustakaan
Lin, Nan (2004). Social Capital: A Theory of Social Structure and Action. Australia:
Cambrigde University.
Hauberer, Julia (2011). Social Capital Theory.VS Reseach.