Anda di halaman 1dari 21

TEORI MODAL SOSIAL

Judul :

OLEH:

M.Fakhri Aziz

Rany Claudia

Retno Anggraini

Vira Sovita

Dosen Pengampu Matakuliah:


Prof. Dr. Damsar, MA

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya, maka penulis
dapat meyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Pandangan Para Ahli Tentang Modal
Sosial”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Teori Modal Sosial. Kami mengucapkan terima kasih
kepada bapak Prof. Dr. Damsar, selaku dosen pembimbing mata kuliah Teori Modal Sosial,
yang telah memberikan tugas untuk menyusun makalah ini, sehingga dapat menambah
wawasan penulis dan menambah ruang baca baru bagi seluruh pembaca.

Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa masih sangat banyak kekurangan-
kekurangan, baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki penulis. Kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan. Sehingga
dikemudian hari dapat menyusun lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat digunakan
dengan baik dan bermanfaat bagi kita semua.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsep modal sosial muncul dari pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak
mungkin dapat secara individu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Diperlukan
adanya kebersamaan dan kerjasama yang baik dari segenap anggota masyarakat yang
berkepentingan untuk mengatasi masalah tersebut. Pemikiran seperti inilah yang pada awal
abad ke 20 mengilhami seorang pendidik di Amerika Serikat bernama Lyda Judson Hanifan
untuk memperkenalkan konsep modal sosial pertama kalinya.
Modal sosial bukan semata-mata dilihat sebagai sebuah hasil melainkan lebih kepada
proses. Modal sosial mengalami pembentukan terus-menerus dan senantiasa mengakumulasi
dirinya. Berbeda dengan bentuk modalitas lain, modal sosial tidak akan pernah habis ketika
dipakai. Kualitas modal sosial justru akan semakin baik apabila sering dimanfaatkan. Modal
sosial terutama berakar pada gagasan kepercayaan, norma, dan jaringan informal dan percaya
bahwa relasi sosial adalah sumber daya yang berharga. Ketiga hal tersebut, yaitu norma
sosial, jaringan sosial dan kepercayaan merupakan indikator atau unsur modal sosial.
Ketiganya merupakan hubungan saling berkaitan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pandangan Piere Bourdieu tentang modal sosial?
2. Bagaimana pandangan James Coleman tentang modal sosial?
3. Bagaimana pandangan Alejandro Portes tentang modal sosial?
4. Bagaimana pandangan Robert Putnam tentang modal sosial?
5. Bagaimana pandangan Jonathan H. Turner tentang modal sosial?
6. Bagaimana pandangan Robert M.Z. Lawang tentang modal sosial?
7. Bagaimana pandangan Nan Lin tentang modal sosial?
8. Bagaimana pandangan Fukuyama tentang modal sosial?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan


1. Mampu memahami dan mendeskripsikan pemikiran Piere Bourdieu tentang modal
sosial.
2. Mampu memahami dan mendeskripsikan pemikiran James Coleman tentang modal
sosial.
3. Mampu memahami dan mendeskripsikan pemikiran Alejandro Portes tentang modal
sosial.
4. Mampu memahami dan mendeskripsikan pemikiran Robert Putnam tentang modal
sosial.
5. Mampu memahami dan mendeskripsikan pemikiran Jonathan H. Turner tentang
modal sosial.
6. Mampu memahami dan mendeskripsikan pemikiran Robert M.Z. Lawang tentang
modal sosial.
7. Mampu memahami dan mendeskripsikan pemikiran Nan Lin tentang modal sosial.
8. Mampu memahami dan mendeskripsikan pemikiran Fukuyama tentang modal sosial.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pandangan Piere Bourdieu tentang Modal Sosial


Pierre Bourdieu, seorang sosiolog Perancis dalam sebuah tulisan yang berjudul “The
Forms of Capital” (1986) mengemukakan bahwa untuk dapat memahami struktur dan cara
berfungsinya dunia sosial perlu dibahas modal dalam segala bentuknya,tidak cukup hanya
membahas modal seperti yang dikenal dalam teori ekonomi. Padahal sebenarnya dalam setiap
transaksi modal ekonomi selalu disertai oleh modal immaterial berbentuk modal budaya dan
modal sosial.
Bourdieu menjelaskan perbedaan antara modal ekonomi, modal budaya dan modal
sosial, dan menggambarkan bagaimana ketiganya dapat dibedakan antara satu sama lain
dilihat dari tingkat kemudahannya untuk dikonversikan. Modal ekonomi, menurut Bourdieu,
memang dengan mudah dapat dikonversikan ke dalam bentuk uang, dan dapat dilembagakan
dalam bentuk hak kepemilikan. Tetapi dalam kondisi tertentu modal budaya juga dapat
dikonversikan menjadi modal yang memiliki nilai ekonomi, dan dapat dilembagakan, seperti
kualifikasi pendidikan. Demikian pula modal sosial dalam kondisi tertentu dapat
dikonversikan ke dalam modal ekonomi dan bahkan dapat dilembagakan dalam bentuk gelar
kesarjanaan. Sekalipun diperoleh melalui perguruan tinggi yang sama dan dalam jangka
waktu pendidikan yang sama, masing-masing gelar kesarjanaan dengan bidang keahlian yang
berbeda memiliki “nilai jual ekonomi” yang berbeda. Bahkan gelar kesarjanaan dalam bidang
sama tetapi diperoleh dari perguruan tinggi yang berbeda akan mengandung nilai ekonomi
yang berbeda. Seorang tamatan perguruan tinggi yang memiliki nilai akreditasi tinggi pada
umumnya akan lebih mudah mendapat pekerjaan dengan penghasilan yang lebih besar
dibandingkan dengan seorang tamatan perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta yang
rendah nilai akreditasinya.
Bertolak dari pola pikir tersebut maka Bourdieu mendefinisikan modal sosial sebagai
keseluruhan sumberdaya baik yang aktual maupun potensial yang terkait dengan kepemilikan
jaringan hubungan kelembagaan yang tetap dengan didasarkan pada saling kenal dan saling
mengakui. Dengan kata lain, dengan menjadi anggota dari suatu kelompok orang akan
memperoleh dukungan dari modal yang dimiliki secara kolektif.
Selanjutnya ia mengatakan bahwa besarnya modal sosial yang dimiliki seorang
anggota dari suatu kelompok tergantung pada seberapa jauh kuantitas maupun kualitas
jaringan hubungan yang dapat diciptakannya, serta seberapa besar volume modal ekonomi,
budaya dan sosial yang dimiliki oleh setiap orang yang ada dalam jaringan hubungannya
(Bourdieu, 1986: 249).

2.2 Pandangan James Coleman tentang modal sosial


James Coleman menuangkan gagasan pemikiran tentang modal sosial berdasarkan
hasil-hasil penelitian. Coleman dalam sebuah tulisan yang berjudul “Social Capital in the
Creation of Human Capital” (1988) memperkenalkan modal sosial sebagai sarana konseptual
untuk memahami orientasi teoritis tindakan sosial dengan mengaitkan komponen-komponen
dari perspektif sosiologi dan ekonomi. Dengan cara demikian ia menggunakan prinsip-prinsip
dalam ilmu ekonomi untuk menganalisis proses sosial. Coleman membahas bagaimana modal
sosial terbentuk dan menyoroti modal sosial dalam tiga bentuk yang berbeda.
Coleman berpendapat bahwa pengertian modal sosial ditentukan oleh fungsinya.
Sekalipun sebenarnya terdapat banyak fungsi modal sosial tetapi ia mengatakan bahwa pada
dasarnya semuanya memiliki dua unsur yang sama, yakni: pertama, (1) modal sosial
mencakup sejumlah aspek dari struktur sosial, dan (2) modal sosial memberi kemudahan bagi
orang untuk melakukan sesuatu dalam kerangka struktur sosial tersebut. Ia memberi
penekanan terhadap dua aspek dari struktur sosial yang sangat penting dalam memudahkan
tercipta dan berkembangnya modal sosial dalam berbagai bentuk. Pertama, aspek dari
struktur sosial yang menciptakan pengungkungan dalam sebuah jaringan sosial yang
membuat setiap orang saling berhubungan sedemikian rupa sehingga kewajiban-kewajiban
maupun sanksi-sanksi dapat dikenakan kepada setiap orang yang menjadi anggota jaringan
itu. Kedua, adanya organisasi sosial yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan bersama.
Selanjutnya Coleman mengidentifikasi tiga unsur utama yang merupakan pilar modal
sosial. Pertama, kewajiban dan harapan yang timbul dari rasa kepercayaan dalam lingkungan
sosial. Pilar kedua modal sosial menurut Coleman adalah pentingnya arus informasi yang
lancar di dalam struktur sosial untuk mendorong berkembangnya kegiatan dalam masyarakat.
Arus informasi yang tidak lancar cenderung menyebabkan orang menjadi tidak tahu atau
ragu-ragu sehingga tidak berani melakukan sesuatu. Pilar ketiga adalah norma-norma yang
harus ditaati dengan sanksi yang jelas dan efektif. Tanpa adanya seperangkat norma yang
disepakati dan dipatuhi oleh segenap anggota masyarakat maka yang muncul adalah keadaan
anomie dimana setiap orang cenderung berbuat menurut kemauan sendiri tanpa merasa ada
ikatan dengan orang lain. Juga tidak ada mekanisme untuk menjatuhkan sanksi karena tidak
ada norma yang disepakati bersama berkaitan dengan sanksi tersebut. Dengan demikian
pengembangan modal sosial pada dasarnya ditujukan untuk membangun ketiga pilar yang
dimaksudkan Coleman itu.
Coleman lebih mengembangkan lagi pemikirannya tentang modal sosial melalui
sebuah karya besarnya yang terbit dua tahun kemudian dengan judul Foundations of Social
Theory (Coleman, 1990). Dalam bukunya itu Coleman mengatakan antara lain bahwa modal
sosial, seperti halnya modal ekonomi, juga bersifat produktif. Tanpa adanya modal sosial
seseorang tidak akan bisa memperoleh keuntungan material dan mencapai keberhasilan
lainnya secara optimal. Sebagaimana modal-modal lainnya, seperti modal fisik dan modal
manusia, modal sosial tidak selalu memberi manfaat dalam segala situasi, tetapi hanya terasa
manfaatnya dalam situasi tertentu. Suatu bentuk modal sosial bisa bermanfaat untuk
memudahkan seseorang melakukan tindakan dalam suatu situasi, tetapi dalam situasi lain
tidak ada gunanya dan bahkan bisa menimbulkan kerugian.

2.3 Pandangan Alejandro Portes tentang Modal Sosial

Alejandro Portes adalah profesor sosiologi di Universitas Princeton dan rekan


pengajar dari Sekolah Hubungan Masyarakat Woodrow Wilson. dia sebelumnya mengajar di
Johns Hopkins di mana dia menjabat sebagai John Dewey Chair di bidang Seni dan Sains,
Universitas Duke, dan Universitas Texas-Austim Pada tahun 1997 ia memegang jabatan guru
besar terhormat Emilio Bacardi di Universitas Miamii Pada tahun yang sama dia terpilih
sebagai presiden American Sociological Association.

Menurut Portes (1998) modal sosial adalah kemampuan dari para aktor untuk
menjamin manfaat dengan bertumpu pada keanggotaan dalam jejaring sosial dan struktur-
struktur sosial lain. Sedangkan menurut Woolcock (1998) modal sosial adalah derajat kohesi
sosial yang ada dalam komunitas. Ia mengacu pada proses-proses antar orang yang
membangun jejaring, norma-norma, dan social trust, dan memperlancar koordinasi dan
kerjasama yang saling menguntungkan.

Tidak seperti ahli lainnya, Portes melihat bahwa modal sosialtidak sekadar tentang
jejaring sosial pada pencapaian tujuan-tujuan positif, pemikiran bahwa koproduksi bisa
menciptakan modal sosial, terutama dalam hubungan antara warga masyarakat dan para
pejabat pemerintah (misalnya) yang menjadi pelaku pembangunan. Pemikiran semacam ini
juga digunakan badan-badan internasional seperti Bank Pembangunan Asia dalam
menstrukturkan hubungan sinergis antara lembaga pemberi jasa dengan kelompok
masyarakat yang mendapat pelayanan (Carroll, 2001). Tetapi masalahnya adalah sejauh mana
warga masyarakat secara keseluruhan, terutama yang berperan dalam mengelola sumberdaya
untuk keperluan pembangunan menyadari pentingnya modal sosial itu. Bila orang-orang yang
dipercaya untuk mengurus organisasi dan keuangan di tingkat desa benar-benar berpihak
pada kepentingan bersama seluruh warga, maka modal sosial dalam arti positif memang akan
bisa terbangun. Tetapi sebaliknya, apabila mereka lebih mementingkan hubungan dengan
pihak yang di atas, maka yang akan terjadi adalah kolusi dan korupsi, sisi negatif dari modal
sosial yang disebut sebagai the downside of social capital.

Di sini Portesmenggambarkan kesalahan umum adalah melihat modal sosial kolektif


sebagai jumlah dari modal sosial individu. Kesalahan lainnya adalah melihat secara tidak
akurat sumber-sumber modal sosial untuk mendapatkan keuntungan darinya. Ini
mengabaikan jaringan sosial yang tidak memiliki sarana ekonomi untuk memenuhi sumber
daya yang dibutuhkan. Akibat negatifnya, modal sosial memungkinkan terjadinya
persekongkolan melawan masyarakat. Ikatan kuat yang membantu anggota kelompok
seringkali dapat menyebabkan pengucilan orang luar. Konsekuensi negatif lain yang
diabaikan adalah tekanan untuk menyesuaikan diri yang dapat diberikan kelompok pada
kebebasan individu dan inisiatif bisnis

Modal sosial telah disalahkan atas masalah sosial ekonomi dalam kota, tetapi
komunitas tidak kekurangan jaringan-hubungan mereka dengan kata lain pemaknaan model
sosial dapat memunculkan tindakan negatif yang Portes sebutkan sebagai downside of social
capital.

2.4 Pandangan Robert Putnam tentang Modal Sosial

Robert D. Putnam terkenal sebagai pendukung modal sosial yang paling di kenal
khalayak, karena kontribusi Putnam melampaui batas-batas bidang profesionalnya, yaitu ilmu
politik dan menjangkau publik yang lebih luas. Putnam mengembangkan konsep modal sosial
dari Coleman denganmengembangkan ide pokoknya tentang jaringan sosial yang memiliki
nilai penting bagi individu. Dalam hal ini modal fisik tetap ada dalam objek fisik, sedangkan
modal manusia adalah milik individu dan melekat pada hubungan antarindividuyang
membentuk jaringan sosial, norma timbal-balik dan kepercayaan. Perbedaanya adalah bahwa
modal sosial itu lebih menekankan kepada fakta bahwa kebajikan warga negara itu lebih kuat
ketika diikat oleh sebuah perasaan adanya jaringan-hubungan sosial timbal balik.
Putnam (1993) mendefinisikan modal sosial adalah “Features of social organization,
such as trust, norms (or reciprocity), and networks (of civil engagement), that can improve
the efficiency of society by facilitating coordinated actions” Fitur dari organisasi sosial,
seperti kepercayaan, norma-norma (atau reciprocity), dan jaringan (keterlibatan masyarakat),
yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat yang memfasilitasi tindakan yang
terkoordinasi.Kumpulan dari asosiasi tersebut bersifat horizontal di antara orang-orang yang
mempunyai pengaruh terhadap produktivitas dari masyarakat setempat. Asosiasi-asosiasi
yang dimaksud, termasuk jejaring dari pertalian warga masyarakat (civic engagement) dan
norma-norma sosial.

Ciri kehidupan sosial adalah modal sosial. Modal sosial memungkinkan masyarakat
untuk bertindak bersama-sama lebih efektif untuk mencapai tujuan kolektif. Modal sosial
seperti halnya dengan kebaikan umum dan memiliki hubungan dekat dengan partisipasi
politik yang tergantung pada hubungan dengan lembaga-lembaga politik dan modal sosial
tergantung pada hubungan antar manusia.

Dengan kata lain, interaksi itu memungkinkan orang-orang membangun komunitas,


mempunyai komitmen kepada mereka satu dengan lainnya, dan merajut struktur sosial. Rasa
memiliki dan pengalaman nyata dalam jaringan sosial dapat memberikan keuntungan besar
bagi masyarakat. Dalam karyanya yang terakhir, Putnam menekankan kepercayaan timbal
balik (trust of reciprocity). Dalam hal ini Putnam mengemukakan bahwa orang-orang
mempunyai tingkat kepercayaan tinggi, namun secara sosial tidak aktif atau bahkan
antisosial. Akibatnya orang-orang dapat mempunyai alasan yang kuat untuk tidak percaya,
tetapi ada juga yang membuat kontribusi besar untuk membangun modal sosial

Putnam (1993) menilai bahwa rasa saling percaya (trust) adalah suatu komponen yang
penting dari modal sosial. Umumnya analisis Putnam difokuskan pada trust antar individu
(interpersonal trust), meskipun seperti yang dikatakan Williamson (1993) masih ada
beberapa trust yang juga relevan, dan membedakan trust ke dalam tiga tipe, yaitu calculative
trust, personal trust, dan institutional trust.

Asumsi yang mendasari konsep Putnam adalah: (1) jejaring dan norma-norma yang
secara empiris saling terkait; dan (2) jejaring dan norma-norma dimaksud mempunyai. Oleh
sebab itu, ciri kunci dari modal sosial sebagaimana definisi Putnam adalah modal sosial
memfasilitasi koordinasi dan kerja sama bagi keuntungan bersama (timbal balik) dari para
anggota suatu asosiasi.
Bagi Putnam (1993) trust mempunyai dua sumber, yakni: (1) norma-norma
resiprositas; (2) jejaring dari pertalian warga. Jaringan sosial dibedakan jaringan formal dan
informal, yang diawali dari keanggotaan resmi (misalnya dalam asosiasi), dan yang terakhir
adalah membangun saling simpati (misalnya: persahabatan). Disamping itu, jaringan dapat
disusun secara horizontal dan vertikal. Jaringan horizontal mempertemukan orang dari status
dan kekuasaan yang sama, dan jaringan vertikal merupakan gabungan dari individu yang
berbeda dan berada dalam hubungan yang tidak simetris dalam hirakhi dan ketergantungan.
Jaringan horisontal menfasilitasi komunikasi dan meningkatkan distribusi informasi tentang
kepercayaan individu. Mereka memungkinkan melakukan meditasi dan peningkatan reputasi.
Reputasi adalah esensi untuk kepercayaan dalam masyarakat yang kompleks. Jaringan
vertikal tidak mampu mempertahankan kepercayaan sosial dan kerjasama, karena arus
informasi vertikal umumnya kurang dapat diandalkan dibandingkan yang horisontal. Jaringan
horisontal dan vertikal merupakan tipe ideal dari jaringan dan konsepsi jaringan riil dari
kedua jenis jaringan tersebut. Jaringan dari ikatan umum, seperti asosiasi lingkungan atau
klub olahraga sebagai contohnya jaringan horizontal.

Norma sosial menciptakan kepercayaan sosial mengurangi biaya transaksi dan


kemudahan bekerjasama. Karakteristik yang paling penting dari norma-norma timbal-balik,
Dalam hal ini, timbal-balik dapat menjadi seimbang/spesifik atau umum. Timbal-balik yang
seimbang menunjukan pertukaraan barang dan nilai yang sama. Dalam kasus umum timbal-
balik, ketidak seimbangan hubungan pertukaraan yang berkelanjutan berlaku di setiap saat
(Putnam, 1993:172 dalam Hauberer, 2011).

Karakteristik modal sosial memiliki manfaat eksternal bagi seluruh masyarakat.


Eksternalitas positif muncul, karena kewajiban bersama berlaku di jaringan sosial yang
membantu untuk menghasilkan norma-norma sosial timbali-balik yang ketat, sebagai
contohnya: tingkat kejahatan masyarakat lebih rendah, jika semakin tinggi hubungan sosial
mendominasi. Dalam struktur ini, perilaku kriminal dapat dikarenakan sanksi secara efektif,
karena semua orang tahu orang secara pribadi. Dalam hal inilah, eskternalitas harus
mempertimbangkan fakta bahwa modal sosial tidak selalu positif (Putnam, 2000:20-21 dalam
Hauberer, 2011). Menurut Putnam, modal sosial terbentuk dari kepercayaan. Kepercayaan itu
sendiri membangun sebuah perjanjian masyarakat melalui “normaofreciprocity” dan ‘norma
of civic engagement”.
Modal sosial dibutuhkan dalam kegiatan sosial untuk tujuan individu. Artinya, aktor
menyadari bahwa untuk mencapai tujuan, diperlukan pelestarian modal sosial yang
didalamnya ada hubungan, norma dan kepercayaan yang terjadi pada situasi sosial tertentu.
Sebagian besar modal sosial, seperti halnya kepercayaan adalah entisitas moral yang
mengikat. Semakin banyak orang percaya satu sama lain, saling percaya akan lebih mengikat
satu sama lain. Dalam konteks inilah, dapat dipahami bahwa modal sosial dapat ditingkatkan
dan bersifat akumulatif.

Putnam memberi tiga alasan tentang pentingnya modal sosial dalam kehidupan
masyarakat (Aswasulasikin, 2014:50): (1) Jaringan sosial memungkinkan adanya koordinasi
dan komunikasi yang menumbuhkan saling percayasesama anggota; (2) Kepercayaan
berimpilkasi positif dalam kehidupan masyarakat, yang dibuktikan melalui bagaimana orang-
orang yang memiliki rasa saling percaya (mutual trust) dalam suatu jaringan sosial akan
memperkuat norma dengan keharusan saling membantu; (3) Keberhasilan yang dicapai oleh
jaringan sosial dalam waktu sebelumnya akan mendorong keberhasilan pada waktu-waktu
yang akan datang.

Putnam mengikuti Woolcock dan ahli lainnya dengan membedakan bentuk modal
‘yang mengikat’ dengan ‘yang menjembatani’, sebagaiberikut:

 Modal sosial yang mengikat(eksklusif), Didasarkan atas keluarga, teman dekat dan
kelompok akrab lainnya; hal ini berorientasi ke dalam dan mengikat orang yang
serupa; hal ini cenderung meneguhkan identitas eksklusif dan kelompok yang
homogen.
 Modal sosial yang menjembatani(inklusif), menghubungkan orang pada kenalan-
kenalan jauh yang bergerak pada lingkaran yang berbeda dengan lingkaran mereka
sendiri; hal ini cenderung membangun identitas yang lebih luas dan resiporitas lebih
banyak ketimbang meneguhkan pengelompokan yang sempit.

Lebih lanjut, Putnam mengatakan bahwa modal sosial bahkan dapat menjadi jembatan
bagi jurang yang memisahkan kelompok-kelompok yang berbeda idiologi dan memperkuat
kesepakatan tentang pentingnya pemberdayaan masyarakat. Hal ini didukung oleh Portes
(1998:24) bahwa modal sosial bukan hanya sekumpulan institusi yang menyangga
masyarakat melalui “social trust” dan “social norms”, namun sebagai perekat yang
menggerakkan masyarakat untuk bersama-sama. Melalui berbagai ikatan horizontal, modal
sosial berperan dan dibutuhkan untuk memberikan masyarakatsense identitas dan tujuan
bersama. Modal sosial merangkai berbagai aset sosial, psikologis, kultural, kognitif, dan
institusional yang dapat meningkatkan perilaku kooperatif yang saling menguntungkan.
Bahkan tidak saja sebagai perekat, sebagaiman dijelaskan oleh Portes, modal sosial dengan
social trust dan social norms dalam jaringan sosial dapat dimanfaatkan untuk memecahkan
berbagai masalah secara bersama dalam pola hubungan timbal-balik (reciprocity).

2.5 Pandangan Jonathan H.Turner tentang Modal Sosial

Menurut Jonathan kapital sosial menunjuk pada kekuatan-kekuatan yang meningkatkan


potensi untuk perkembangan ekonomi dalam suatu masyarakat dengan menciptakan dan
mempertahankan hubungan sosial dan pola organisasi sosial.

Maksud dari kapital sosial menurut Turner ini adalah definisi kapital sosial yang lebih
dekat dengan sosiologi, namun terdapat kekurangan secara operasional ketika harus
digunakan untuk melakukan penelitian lapangan. Pertama, kekuatan yang dimaksud sangat
luas dan tidak spesifik karena bia menunjuk pada kekuatan personal, individu, psikologi,
struktural, politik, agama, budaya, gaib, mafia, atau apasaja sepanjnag dia dapat mendorong
potensi untuk perkembangan ekonomi. Kedua, fungsi kapital sosial hanya terbatas pada
tujuan-tujuan yang bersifat ekonomi saja. Dan yang ketiga, definisi ini tidak memberikan
alternatif yang sudah dikembangkan oleh para ahli ekonomi-sosiologi (sosiologi
perekonomian).

2.6 Pandangan Robert M.Z.Lawang tentang Modal Sosial

Lawang mendefinisikan kapital sosial sebagai semua kekuatan sosial komunitas yang
dikonstruksikan oleh individu atau kelompok dengan mengacu pada struktur sosial yang
menururt penilaian mereka dapat mencapai tujuan individual dan/atau kelompok secara
efisien dan efektif dengan kapital lainnya.

Dalam kehidupan dimasyarakat yang bersifat sehari-hari keperangkatan sosial lebih


dieknal dengan arisan, simpan pinjam, tolong-mrnolong, kelompok jamaah ta’lim.
Kepranataan dapat dilihat dalam upacara adat, kegiatan masyarakat seperti perkawinan,
kelahiran, kematian, dan sebagainya. Semuanya diperkuat oleh nilai-nilai sosial dan kearifan
lokal yang sudah melembaga dengan baik seprti nilai kebersamaan, kepranataan dan nilai-
nilai sosial tertentu mampu membuat jaringan strategis sebagai wahana pembangunan
masyarakat. Keperangkatan, kepranataan dan nilai-nilai sosial tersebut di dalam kapital sosial
merujuk pada bagian organisasi sosial seperti kepercayaan norma, dan jaringan yang dapat
meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-tindakan terkoordinasi
dalam masyrakat. Kapital sosial merujuk pada institusi hubungan sikap dan nilai yang
membimbing interaksi kontribusi pada perkembangan ekonomi dan sosial.

2.7 Pandangan Modal Sosial menurut Francis Fukuyuma

Pengertian modal sosial yang dikemukakan Fukuyama dimaknai modal sosial itu
berhubungan dengan norma-norma informal. Norma-norma yangtermasuk modal sosial itu
dapat berkisar dari norma saling berhubungan timbal balik (norm of reciprocity) di antara dua
teman, sampai ke doktrin yang teliti, dan kompleks seperti dalam agama Islam, Kristen,
Hindu, Budha dan lain sebagainya. Norma-norma tersebut harus diwujudkan dalam hubungan
manusia (human relationship) yang nyata (aktual), misalnya: norma hubungn timbal balik ada
dalam potensi hubungan-hubungan saya dengan semua orang, tetapi norma-norma itu
diaktualisasikan hanya dalam hubungan saya dengan teman-teman saya (Fukuyama, 2000
dalam Suharjo 2014:75-77).

Modal sosial merupakan salah satu modal yang sangat penting bagi berfungsinya
efisiensi ekonomi modern dan merupakan persyaratan bagi demokrasi liberal ekonomi.Modal
sosial menilai bahwa komponen masyarakat modern itu, harus menghormati lembaga-
lembaga formal, aturan-aturan hukum dan rasionalitas.Membangun modal sosial dapat
dipandang sebagai sebuah tugas dalam reformasi ekonomi generasi kedua, tetapi tidak seperti
kebijakan-kebijakan ekonomi atau bahkan lembaga-lembaga ekonomi, modal sosial itu tidak
dengan mudah dapat diciptakan atau dibentuk melalu kebijakan publik.Modal sosial itu harus
mengarah kepada kerjasama di dalam kelompok-kelompok dan oleh karena itu berhubungan
dengan kebijakan-kebijakan tradisional seperti kejujuran menjaga komitmen mengerjakan
tugas secara konsisten (ajeg), hubungan timbal balik, dan lain sebagainya.

Misalnya modal sosial dalam pengembangan pendidikan (Perspektif Teori dan Praktik)
Siti Irene Astuti Dwiningrum 19 Fukuyuma (1995:10), modal sosial merupakan kemampuan
orang-orang bekerja bersama-sama untuk tujuan-tujuan umum di dalam kelompok-kelompok
atau organisasi-organisasi.Modal sosial dapat didefinisikan sebagian keadaan seperangkat
nilai-nilai atau norma-norma informal tertentu yang saling digunakan di antara
anggotaanggota kelompok yang memungkinkan kerjasama di antara mereka.Fukuyama
memberikan sedikit revisi mengenai konsep modal sosial itu.

Menurut Fukuyama, modal sosial mempunyai pengertian sebagai berikut: “Social


capital can be defined simply as the existence of a certain set of informal values or norms
shared among members of a group that permit cooperation among them”— Modal sosial
dapat didefinisikan sebagai keadaan seperangkat nilai-nilai atau norma-norma informal
bersama yang saling digunakan di antara anggota-anggota kelompok yang memungkinkan
kerjasama di antara mereka, (Suharjo, 2014:75). Selanjutnya dalam karyanya “Social capital
and civil society”, Fukuyama mengemukakan bahwa “Social capital is an instatiated
informal norm that promotes cooperation between two or more individuals” – modal sosial
adalah serangkaian norma informal yang meningkatkan kerjasama antara dua individu atau
lebih (Fukuyama, 2000).

Modal sosial mengembangkan dunia pendidikan. Sebagaimana dijelaskan oleh


Fukuyama (2000) salah satu cara untuk menghasilkan atau meningkatkan perbendaharaan
modal sosial adalah secara langsung melalui pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan tidak
hanya mentransmisikan modal sosial dalam bentuk norma-norma dan peraturan-
peraturan.Upaya untuk mentransmisikan modal sosial itu tidak hanya dalam pendidikan
sekolah dasar dan menengah, tetapi juga dalam pendidikan tinggi atau pendidikan
profesional. Dokter-dokter tidak hanya belajar tentang ilmu kedokteran tetapi juga etika
kedokteran dan sumpah jabatan dokter; salah satu cara terbaik melawan korupsi adalah
dengan cara memberikan pelatihan profesional berkualitas tinggi terhadap pada birokrat-
birokrat senior untuk menciptakan semangat kesatuan korps (spirit de corps) di antara para
elite (Suharjo, 2014:75-77).

Fukuyuma (1993, 1999) menjelaskan bahwa kapital sosial menunjuk pada kapabilitas
yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian
tertentu darinya. Fukuyama merumuskan kapital sosial menunjukkan pada serangkai- modal
sosial dalam pengembangan pendididikan (Perspektif Teori dan Praktik )20 Siti Irene Astuti
Dwiningruman nilai dan norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu
kelompok yang memungkinkan kerjasama di antara mereka. Menurut Fukuyama, kapital
sosial mengandung beberapa aspek nilai (values), setidaknya terdapat empat nilai yang sangat
erat kaitannya yakni (Ancok, 2003):
1. Nilai Dekripsi Universalism. Nilai tentang terhadap orang lain, apresiasi, toleransi
serta proteksi terhadap manusia dan mahkluk ciptaan Tuhan.
2. Nilai Benevolence. Nilai tentang pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan
orang lain
3. Nilai Tradition. Nilai yang mengandung penghargaan, komitmen dan penerimaan
terhadap tradisi dan gagasan budaya tradisional.
4. Nilai Conformity. Nilai yang terkait dengan pengekangan diri terhadap dorongan
dan tindakan yang merugikan orang lain, serta Security nilai yang mengandung
keselamatan, keharmonisan, kestabilan dalam berhubungan dengan orang lain dan
memberlakukan diri sendiri.

Dari paparan di atas tampak bahwa Fukuyama membuktikan bahwa nilai-nilai yang
dalam kehidupan sosial merupakan bagian yang sangat penting dalam mengkuatkan
eksistensi modal sosial.

2.8 Pandangan Modal Sosial menurut Nan-Lin


Nan Lin mengkonseptualisasikan modal sosial sebagai entitas struktural. Berbeda
dengan penulis lain, ia mengembangkan dalam sistem sosial yang lebih luas. Konsep modal
sosial berakar pada teori klasik modal sosial yang didirikan Marx (1993,1995). Gagasan
utama dari teori ini adalah bahwa kapitalis (kebanyakan kaum borjuis) menghasilkan nilai
lebih dengan memanfaatkan buruh, mereka membayar butuhnya dengan upah sebagai ganti
tenaga kerja mereka (dilihat sebagai komoditas) yang memungkinkan mereka untuk membeli
hanya komoditi yang diperlukan untuk mempertahankan hidup mereka.Artinya, nilai tukar
upah hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan mutlak.Nilai lebih yang dihasilkan, karena
nilai tukar upah lebih kecil dari nilai sebenarnya yang dihasilkan oleh buruh.
Menurut Lin (2001:4-8), modal mewakili masyarakat kapitalis dua elemen: pertama,
modal merupakan bagian dari nilai lebih yang diambil oleh kapitalis dan kedua, merupakan
investasi dalam produksi dan peredaran komuditas (Hauberer, 2011: 117-118). Berdasarkan
teori klasik tentang modal, maka munculah teori neo-modal, adalah diantaranya tokoh teori
human capital yang dapat ditelusiri ke Adam Smith (1937; Lin 2001:8, dalam Hauberer,
2011).Human capital adalah milik aktor individu dan terdiri atas keterampilan dan
pengetahuan.Pendidikan diperlukan untuk menciptakan sumber daya manusia.Aktor individu
berinvestasi di modal manusia dengan tujuan mencapai tujuan seperti mendapatkan posisi
kerja atau memperoleh upah yang lebih tinggi di pasar, misalnya (Johnson, 1960; Schult,
1961; Becker, 1964).Human capital merupakan nilai tambah aktor yang berguna untuk dua
hal majikan dan buruh. Manfaat karena buruh tersebut berkenalan dengan proses ion produk,
dan yang terakhir dapat menggunakan sumber daya manusia sebagai argumen dalam
negosiasi upah dan manfaat yang lebih baik.
Seperti halnya teori modal umum, teori human capital memandang modal sebagai nilai
surplus dan investasi dengan pengembalian keuntungan yang diharapkan.Namun demikian
Mark berpendapat bahwa struktur sosial tidak lagi dilihat sebagai system dua kelas yang
kaku, tetapi sebagai hirarki dengan banyak nilai kapitalis yang memungkinkan mobilitas yang
luas di antara mereka.Para buruh tidak lagi komoditas, mereka dipandang sebagai
investor.Kapital sangat berarti bagi kapitalis dan buruh, karena dapat diperoleh oleh kedua
belah pihak. Potensi manfaat upah dan keuntungan lain memotivasi pekerja untuk
mendapatkan keterampilan dan pengetahuan. Selanjutnya, modal tidak lagi terkait pada
proses produksi dan pertukaran saja. Pengembangan sumber daya manusia menghasilkan
nilai ekonomi dan dengan demikian memungkinkan buruh untuk menjadi kapitalis (Lin,
2001:9-10).Lin (2001:6) menjelaskan bahwa teori-teori neo-modal tersebut termasuk “potensi
investasi dan menangkap nilai lebih oleh buruh atau rakyat”.Dia mengklasifikasikan teori
modal sosial juga di antara teori-teori neo-modal tersebut.
Sesuai dengan modal konsep utama yang berkontribusi pada diskusi modal sosial
(Bourdieu, 1980,1983,1986; Burt, 1992, 2005; Coleman, 1988, 1990; Erikson, 1995, 1996;
Flap, 1991, 1994; Portes, 1998; Putnam, 1993, 1995), Lin (2001:192) mendefinisikan modal
sosial sebagai “investasi dalam hubungan sosial dengan pengembalian yang diharapkan di
pasar”. Untuk menghasilkan keuntungan, individu berinteraksi dan membuat jejaring.Jejaring
muncul sumber daya yang penting khusus untuk produksi manfaat dalam
menanamkannya.Dalam hal ini hubungan memfasilitasi arus informasi.Pada kenyataanya
pelaku harus berurusan dengan situasi pasar yang tidak sempurna.
Oleh karena itu, untuk memperoleh informasi tentang peluang yang dapat diberikan
oleh ikatan sosial ke lokasi-lokasi strategis atau posisi hirarkis (Hauberer, 2011:108-
109).Setelah membahas masalah teori modal sosial utama, Lin mengikuti ide untuk
membangun sebuah teori modal sosial dalam kaitan yang erat dengan hasil empiris. Berbeda
dengan teori lain, dia menentukan konsep tentang modal sosial termasuk empat aksioma atau
dalil yang berasal dari teori, definisi modal sosial, dan tujuh teorema atau proposisi tentang
pengaruh modal sosial yang memungkinkan untuk pengujian konsep. Titik awal adalah
diasumsikan bahwa pelaku memiliki sumber daya pribadi dan sosial.Sebelumnya diwarisi
oleh atau berasal individu dengan aturan kelembagaan masyarakat dan individu mendapatkan
mereka dengan pendidikan atau pertukaran langsung.Sumber daya pribadi seperti pendidikan
atau kekayaan yang dimiliki sepenuhnya oleh seorang aktor individual, dia bisa
menggunakan dan membuang secara bebas, tetapi sumber tersebut terikat oleh kontrak
sosial.Oleh karena itu, kita menyebutnya sumber daya proposisional.Sumber daya sosial
dapat diakses melalui koneksi sosial sebagai modal sosial.Dalam hal ini aktor dapat
memperoleh sumber daya seperti kekayaan, kekuasaan dan reputasi dari individu dia
memiliki secara langsung maupun tidak langsung (Hauberer, 2011:120-122).Sumber daya
memiliki manfaat simbolis yang substansial.Oleh karena itu, sumber daya tersebut dapat
digunakan atau di mobilisasi oleh aktor.Dengan demikian aktor-aktor dapat menggunakan
informasi tentang modal sosial untuk mempromosikan seseorang tentang status sosial.
Informasi ini akan menampilkan potensi kekuatan ego oleh asosiasi (Lin, 2001:42-44 dalam
Hauberer, 2011:117-128 ). Dengan demikian, Lin merumuskan dalam hal distribusi sumber
daya yang berharga, jumlah posisi, tingkat kewenangan dan jumlah penghuni.Semakin tinggi
tingkat dalam hirarki, semakin besar konsentrasi sumber daya berharga, semakin sedikit
jumalah posisi, semakin besar perintah otoritas dan semakin kecil jumlah penghuni.Sumber
daya dapat dibedakan dari dua jenis. Menurut Sweell (1992:9) dua jenis sumber meliputi:
bukan manusia (sumber daya material ) dan sumber daya manusia (dibagi lagi menjadi
sumber daya fisik seperti kekuatan fisik, ketangkasan dan sumber daya simbolik seperti
pengetahuan dan komitmen emosional) (Lin, 2001:29). Dalam kontek ini penilaian terhadap
sumber daya dapat dilakukan konsensus. Tugas ini dimediasi oleh proses pengaruh seperti
persuasi, permohonan atau pemaksaan (Lin, 1973; Kelman, 1961; Parson, 1963) Kekuatan
internal seperti motivasi, dan kekuatan eksternal seperti perdagangan, perang atau invasi
dapat merubah nilai yang diberikan resources. Beberapa sumber daya yang universal seperti
uang, peringkat etnis atau ras (Lin, 2001:30). Dalam hal ini Nan Lin membedakan modal
sosial dengan “ikatan kuat” dan MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN
PENDIDIKA (Perspektif Teori dan Praktik ) 26 Siti Irene Astuti Dwiningrum “ikatan
lemah”, secara sederhana perbedaan tersebut dideskripsikan sebagai berikut (Field,
2010:112). Modal sosial dengan ikatan kuat Modal sosial dengan ikatan lemah Ikatan kuat
sebagai ikatan yang mengikuti prinsip “homofili”, mengikat orang yang mirip dengan dirinya
sendiri. Ikatan kuat menyatukan individu dan kelompok dengan sumber daya yang relatif
serupa, untuk menyatukan normatif dengan tujuan yang berbasis identitas (ekspresif) Ikatan
yang lemah menyatukan orangorang dari latar belakang sosial dan budaya berbeda.Ikatan
lemah mungkin lebih baik dalam melayani tujuan-tujuan instrumental karena dapat
menyediakan akses bagi ragam baru sumber daya yang lebih sedikit mengandalkan nilai-nilai
yang dipegang teguh secara bersama-sama (instrumental) Menurut Lin, modal sosial
merupakan modal yang diambil dari hubungan sosial.Modal sosial merupakan semua
‘sumber daya tertanam dalam struktur sosial yang diakses dan/atau dimobilisasi dalam
tindakan purposif’ (Lin, 2001:29 dalam Hauberer, 2011:124).Definisi ini mencakup tiga
aspek modal sosial; sumber daya yang tertanam dalam struktur sosial (melekatnya), mereka
diakses oleh individu (aksesibilitas) dan individu menggunakan atau memobilisasi mereka
dalam tindakan secara purposif (penggunaan).Lin mengasumsikan bahwa modal sosial
memfasilitasi tindakan bertujuan individu.
Berdasarkan pada paparan di atas, bahwa Lin mencoba memberikan analisis yang
cukup komprehensif tentang modal sosial melalui proposisi-proposisinya yang intinya
adalah:
(1) Keberhasilan tindakan berkaitan positif dengan modal sosial;
(2) Semakin baik posisi asalnya, semakin besar kemungkinan pelaku akan mengakses
dan menggunakan modal sosial yang lebih baik;
(3) Semakin kuat ikatan, semakin besar kemungkinan modal sosial diakses positif akan
mempengaruhi keberhasilan dari tindakan ekspresif;
(4) Semakin lemah ikatan, ego yang semakin besar kemungkinan akan memiliki akses
ke modal sosial yang lebih baik untuk tindakan instrumental;
(5) Orang-orang dekat adalah sebuah jembatan di jaringan, modal sosial yang lebih baik
mereka akan mengakses untuk tindakan instrumental;
(6) Kekuatan lokasi untuk tindakan instrumental bergantung pada sumber daya
diferensial melintasi jembatan;
(7) Efek tersebut dibatasi oleh struktur hirarkis untuk aktor yang terletak di dekat atau
di bagian hirarkis atas dan di bawah.

Modal sosial sebagai sumber daya yang tertanam dalam hubungan sosial. Ada beberapa
manfaat tindakan yang secara proposif antara lain adalah (Hauberer, 2011:127).

1. Modal sosial merupakan aset struktural dengan karakter yang baik swasta dan
publik. Hubungan individu atau kolektif dan aspek sosial-budaya seperti
kepercayaan umum dan normanorma yang berfungsi sebagai prasyarat dari modal
sosial.
2. Modal sosial diproduksi baik secara terbuka atau tertutup; dalam struktur formal
atau informal; struktur dengan ukuran jaringan kecil dan rentang kecil atau struktur
dengan ukuran jaringan tinggi dan rentang besar
3. Akses modal sosial yang tidak setara tergantung pada aset kolektif seperti halnya
ekonomi dan teknologi serta budaya (termasuk modal sosial-budaya), dan aset
individual seperti etnis, gender dan status sosial. Modal sosial memberikan
pemasukan dengan menciptakan prasyarat bagi kerjasama dan resiprositas.

Membuktikan bahwa konsep model sosial terus dikaji secara berkelanjutan di tengah-
tengah kritik yang terus di berikan kepada masing-masing ahli pengembang modal sosial.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tulisan ini merupakan upaya untuk menjelaskan secara singkat konsep modal sosial
yang sejak beberapa tahun terakhir semakin popular di kalangan ilmuwan sosial dan praktisi
pembangunan. Bermula dari sebuah konsep pemikiran akademis yang mencoba menjelaskan
mengapa suatu kelompok masyarakat dapat berhasil dengan kemampuan sendiri untuk
mengalami kemajuan sementara kelompok lain tetap terbelakang, seperti yang antara lain
dipopulerkan melalui berbagai karya Robert Putnam, modal sosial dianggap dapat
memainkan peranan penting dalam mengefektifkan pemberian bantuan untuk pembangunan
masyarakat, setelah pendekatan lain yang bersifat lebih teknosentris, ekonosentris dan
komodosentris mengalami banyak kegagalan. Apabila berhasil diaplikasikan dengan baik,
maka kontribusi terpenting pengembangan modal sosial adalah terciptanya kelompok
masyarakat yang semakin mandiri, yang mampu berpartisipasi secara lebih berarti dalam
mewujudkan good governance atau tatapemerintahan yang baik.

3.2 Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber
yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini tetapi
kenyataanya masih banyak kekuranga yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih
minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan kedepannya.
Daftar Kepustakaan

Bourdieu, Pierre [1983](1986) “The Forms of Capital”, dalam J.Richardson, ed.


Handbook of Theory and Research for the Sociology of Education. Westport, CT: Greenwood
Press.

Coleman, James S. (1990) Foundations of Social Theory. Cambridge, Mass: Harvard


University Press.

Fukuyuma, Francis (2002). TRUST: Kebajikan Sosial dan Penciptaan


Kemakmuran.Yogyakarta: Penerbit Qalam.

Lin, Nan (2004). Social Capital: A Theory of Social Structure and Action. Australia:
Cambrigde University.
Hauberer, Julia (2011). Social Capital Theory.VS Reseach.

Anda mungkin juga menyukai