Dosen Pengampu :
PADANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya, makalah ini
dapat kami selesaikan. Sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW,
pembimbing umat menuju cahaya kebenaran illahi.
Penulis
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………......................I
DAFTAR ISI………………………………………………............................II
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
II
BAB I
PENDAHULUAN
1
dominasi di dalam arena. Perolehan kapital bukan merupakan tujuan utama, akan
tetapi bisa bersaing di dalam arena.
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
a. Teori Pilihan Rasional (James S Coleman 1988; 1990)
Teori pilihan rasional berada dalam tataran middle range theory
berlandas-kan kepada teori umum (grand theory), yakni tindakan rasional yang
digagas oleh Max Weber. Berlandaskan grand theory dari Weber mengenai
rasionalitas atau lebih spesifiknya adalah tindakan rasional, serta perspektif
pilihan rasional pada tataran middle range theory seperti yang dikemukakan
oleh Coleman, maka periode waktu terakhir ini berkembang studi-studi yang
mengkaji kapital sosial secara khusus, dan representasi kapital secara umum
dari sudut pandang Sosiologi Ekonomi, dikaitkan dengan pengambilan
keputusan transaksi sosial ekonomi.
Oleh karenanya, berdasarkan penjelasan di atas dalam tindakan
rasional dikaitkan satu dengan yang lainnya, yakni aktor (diasumsikan
rasional); pilihan dari beragam sumber tersedia; penguasaan atas sumber-
sumber oleh si aktor; dan kepentingan pribadi. Dengan demikian timbul
pertanyaan mengapa Coleman tidak mengacu kepada pemikiran
Fungsionalisme Struktural dalam menjelaskan teori pilihan rasional. Hal ini
tidak terlepas dari kritiknya terhadap aliran sosiologi dan aliran ekonomi,
yakni dua aliran yang berupaya menjelaskan kapital sosial hingga dekade
1980-an.
Kritik yang dikemukakan sangat fatal bagi perkembangan teori yang
tidak mempertimbangkan atau mengabaikan aktor “mesin tindakan”. Kritik
itu ditujukan kepada aliran sosiologi yang menganggap aktor itu dibentuk oleh
lingkungan (sistem atau struktur), bersifat pasif, serta tidak memiliki kekuatan
dari dalam untuk menentukan tindakannya. Faktanya dalam dunia sosial
tidaklah demikian. Menurut Coleman, individu manusia bukan hanya sekedar
tempat ataupun media bagi bekerjanya suatu struktur sosial.
4
hubungan pengaruh antara jaringan sosial (network) dengan manfaat ekonomi,
yakni:
(iii) The Importance of Structural. Holes, yakni adanya peran lubang struktural
diluar ikatan lemah maupun ikatan kuat berkontribusi untuk menjembatani
relasi individu dengan pihak luar (outsider) dan
5
tidak menjelaskan mengapa aktor decouple (terpisah/terlepas) dari hubungan
sosial untuk mengejar kepentingan ekonomi?.
Berlandaskan kepada kritik terhadap pendekatan New Institutional
Economic dan mencermati pandangan Garnovetter di atas, Nee mengemu-
kakan model institusional baru dari perspektif Sosiologi Ekonomi. Model ini
memandang mekanisme institusional memiliki penyebab lebih dalam karena
sangat menentukan insentif. Dalam pandangan New Institusional Sosiologi
Ekonomi, norma-norma yang ada akan bernteraksi dengan formal rules dalam
merealisasikan kepentingan individu. Pada intinya, Nee (2005)
mengemukakan adanya mekanisme integrasi hubungan formal dan informal
pada setiap level kausal, yakni pada tataran mikro (individu), meso (kelompok
ataupun organisasi), dan tataran makro berupa lingkungan kebijakan (policy
environment), termasuk ketentuan pengembangan sistem dan usaha agribisnis.
Kemudian Social capital yang komtemporer ditawarkan pertama kali
tahun 1986 (Lin, 2001; Bourdie,1986). Sosial capital kontemporer menurut
Bordie 1986 mengatakan social capital merupakan keseluruhan sumber konsep
aktual atau potensial, yang dihubungkan dengan kepemilikan dari suatu
jaringan yang tahan lama atau lebih kurang hubungan timbal balik antar
institusi yang dikenalnya. Dalam kontek bisnis social capital sama dengan,
sumber informasi. Gagasan, kesempatan bisnis, modal keuangan, power,
dukungan emosional, goodwill, kepercayaan dan kerjasama yang disediakan
oleh individu dan jaringan kerja bisnis (Baker, 2000). Ada tiga dimensi dari
social capital yaitu ikatan (Bonds), jembatan (bridges), dan hubungan
(lingkages), ikatan (Bonds) yang mengambarkan hubungan kekerabatan
keluarga dekat, teman dekat.
Social capital terdiri dari tiga level yaitu membagikan social capital
mikro level, meso level dan makro level Akdere (2005). Social capital pada
makro level merupakan langkah dimana social capital dimanfaatkan pada
cakupan yang lebih luas. Pada tingkatan ini penggunaan social capital
meliputi, seperti pemerintah, penegakan kepastian hukum sipil, kebebasan
berpolitik, berdampak pada pencapaian ekonomi suatu negara, penentuan
suatu fungsi pemerintah, dan tipe pengembangan ekonomi sektor publik.
Social capital meso level digambarkan sebagai suatu perspektif struktural
dimana jaringan social capital terstruktur dan sumber daya mengalir sepanjang
6
jaringan kerja. Secara keseluruhan social capital meso level berhubungan
dengan pengembangan dan pertumbuhan organisasi lokal atau dalam
organisasi itu sendiri. Selanjutnya, social capital mikro level berhubungan ego
dengan orang lain, pengembangan individu dan pertumbuhan pribadi.
7
pada struktur sosial yang menurut penilaian mereka dapat mencapai tujuan individual
atau kelompok secara efisien dan efektif dengan kapital lainnya.
6. Nan Lin pengertian kapital sosial sebagai suatu investasi dalam hubungan sosial
oleh individu-individu melalui mana mereka memperoleh akses terhadap sumber-
sumber terlekat untuk meningkatkan hasil yang diharapkan dari tindakan yang
ekspresif atau instrumental. Perspektif dan defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa
kapital sosial merupakan investasi sosial yang meliputi sumber daya sosial seperti
jaringan, kepercayaan, nilai dan norma serta kekuatan menggerakkan struktur
hubungan sosial untuk mencapai tujuan individu atau kelompok secara efisien dan
efektif dengan kapital lainnya.
A. Kapital Sosial
Apa yang dikatakan oleh Coleman dan Partiko dkk dilihat Portes sebagai
sumber kapital sosial. Konsep kapital sosial merujuk pada kemampuan individu
untuk memobilisasi sumber-sumber langka terhadap permintaan. Sumber langka
tersebut memiliki karakteristik sebagai hadiah, sebab sumber tersebut tidak
diharapkan untuk dibayar dalam sejumlah uang atau nilai-lainnya pada periode
masa tersebut. Portes mengajukan 4 sumber kapital sosial, yaitu; nilai, solidaritas,
resiprositas dan kepercayaan. Misalnya mendidik anak sampai berhasil merupakan
kapital sosial, tetapi sumber dari kapital yang berlandaskan nilai diterima umum
dalam masyarakat. Sedangkan kapital sosial adalah kemampuan sesorang untuk
mendidik anak sehingga berhasil. Keberhasilan tersebut pada akhirnya membuat
orang tersebut pada masa datang menerima sesuatu dari anak, perlakuan sosial
yang baik dari anak pada masa tuanya. Kapital sosial juga dapat dikatakan sebagai
investasi sosial, adalah sumber daya sosial seperti jaringan, kepercayaan, nilai dan
norma serta kekuatan menggerakkan. Kapital sebagai investasi sosial, oleh karena
8
itu memiliki aspek statis dan dinamis. Aspek statis dari kapital sosial adalah
sumber daya sosial, sedangkan aspek dinamisnya adalah kekuatan menggerakan.
B. Kapital Budaya
Dalam kajian Sosiologi tentang kapital, Pierre Bourdiue dikenal sebagai
tokoh pemuka dalam studi tentang kapital budaya. Meskipun beberapa teorinya di
pandang sukar. Namun ada beberapa pandangannya yang bisa dirangkai menjadi
suatu pemahaman keseluruhan tentang kapital budaya. Penjelasan detail mengenai
batasan Bourdieu ditulisakn oleh Lee, kapital budaya di definisikan sebagai
kepemilikan kompentensi kultural tertentu, atau seperangkat pengetahuan kultural
yang dibedakan secara khusus dan klasifikasi rumit dari barang barang kultiral dan
simbolis. Disimpulkan bahwa kapital budaya merupakan kepemilikan kompentensi
atau pengetahuan kultural yang menuntun selera bernilai budaya dan pola pola
konsumsi tertentu, yang dilembagakan dalam bentuk kualifikasi pendidikan.
Menurut Lawang, Bourdie menjelaskan kapital budaya dalam tiga dimensi: yaitu
dimensi manusia yang wujudnya adalah badan, dimensi objek yang wujudnya
dalam bentuk apa saja yang pernah di hasilkan oleh manusia, dan dimensi
institusional, khususnya menunjukan pada pendidikan.
9
mereka yang cenderung pada pemenuhan kebutuhan yang bersifat fisikal seperti
jumlah makanan yang dapat di beli untuk dikonsumsi. Sedangkan seorang
profesional tumbuh dan kembang dalam pendidikan yang memberikan kemampuan
abstraksi dan sikap mental edukatif (perlu diingat ini sebagai kapital budaya).
Selain itu sebagai profesional karena kondisi pekerjaannya dan kapital budaya
yang dimiliki serta kapital ekonomi yang relatif baik. kondisi objektif ini, juga
dikenal sebagai ranah, memengaruhi hasrat mereka yang cenderung pada
pemenuhan kebutuhan yang bersifat abstrak seperti kualitas dan citra dari apa yang
mereka konsumsi. Kondisi objektif ini dibatinkan melalui habitus sebagai hasrat
yang diekspresikan dalam selera. (Damsar dan indrayani, 2013:218-221)
C. Kapital Simbolis
Bourdieu dipandang sebagai peneruka dalam studi tentang kapital simbolik.
Turner, misalnya, melihat kapital simbolik sebagai ‘penggunaan simbol-simbol
untuk melegitimasi pemilikan tingkat dan konfigurasi ketiga bentuk kapital lainnya
(yaitu kapital ekonomi, kapital sosial, dan kapital budaya)’. Sedangkan Lee
mencoba melukiskan hubungan antara kapital simbolik dengan kapital lainnya
melalui proposisi berikut: “semakin besar kepemilikan dan investasi modal
pendidikan dan kulutral, semakin artikulatif dan khas bentuk konsumsi kultural
yang dilakukan, dan dengan demikian semakin besar pula hasil modal simbolis
yang dapat di peroleh”. kemudian Pemahaman Jenkins, serta Ritzer dan Goodman,
kapital simbolik terwujud dalam prestise, status, otoritas, dan kehormatan (gengsi)
sosial.Dari berbagai, pemahaman para sosiolog dapat disimpulkan bahwa prestise,
status, otoritas , dan kehormatan (gengsi) sosial, yang berasal dari keterampilan
mengatur symbol sosial.
Contoh, seorang yang baru saja mendapatkan undian senilai Rp. 500 Milyar
akan masuk ke dalam golongan ekonomi atas, namun orang tersebut memiliki
kapital budaya dan kapital simbolik yang tinggi. Berasal dari seorang yang berasal
dari keluarga kaya, melalui sosialisasi atau reproduksi sosial, memperoleh jenis
pendidikan, gaya, rasa, dan selera tertentu tentang sesuatu (makanan, pakaian,
perabotan rumah, musik, drama, sastra, lukisan filim, fotografi, dan preferensi etis
lainnya) pada gilirannya memberi dampak terhadap perbedaan orang dalam
prestise, status, otoritas dan kehormatan (gengsi) sosial. Dengan kata lain
10
keterampilan mengatur simbol sosial tidak serta merta atau segera diperoleh
seseorang ketika ia mendapatkan kapital ekonomi yang tinggi, karena ketrampilan
tersebut diperoleh melalui proses yang panjang melalui pendidikan, sosialisasi atau
reproduksi sosial lainnya. (Damsar dan indrayani,2013:224.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Kapital dalam pandangan Marx lebih bernilai sebagai alat untuk menguasai
basis dan melanggengkan kekuasaan kapitalis. Kapital adalah akumulasi pekerja bila
dialokasikan secara pribadi atau kelompok akan mengasilkan suatu energi sosial
dalam kehidupan masyarakat. Menurut Bourdieu membagi kapital dalam empat
bentuk yaitu kapital ekonomi, kapital budaya, kapital sosial, dan kapital simbolik
(Haryatmoko, 2010:17). Kapital ekonomi, salah satu kapital paling berpengaruh
bersifat material seperti uang, harta benda dan lain-lain Kapital sosial, kapital yang
11
mengedepankan relasi sosial dalam lingkup masyarakat tertentu. Pemilik kapital
sosial terbesar adalah siapapun jaringan relasi sosialnya paling luas di antara yang
lain. Kapital budaya, menjadi satu kapital yang berpotensi untuk dikonversi menjadi
uang, dan prestise dalam hal pendidikan.
Kapital simbolik, satu-satunya kapital yang tidak berbentuk, tidak mudah
diterima logika pengetahuan, namun dapat dikonversi menjadi ke tiga kapital yang
lain. Pada dasarnya, kepemilikan ekonomi memang menjadi sesuatu yang dikejar oleh
banyak orang. Meski demikian, masih ada kapital yang dapat diperoleh seseorang di
luar ekonomi. Bourdieu menunjukkaan bahwa teori kapital bisa digunakan untuk
membedah suatu persoalan konkret seperti pembaruan ilmu pengetahuan. Makna
kapital memang sudah berubah menjadi suatu milik seseorang yang tidak hanya
berupa kepemilikan ekonomi-material saja, akan tetapi ketiga lain seperti kapital
sosial, kapital budaya dan kapital simbolik.
1.2 Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
https://media.neliti.com/media/publications/24279-ID-profil-social-capital-suatu-
kajian-literatur.pdf
https://sg.docworkspace.com/d/sINLj2JVd8PrqiwY
http://repository.wima.ac.id/
https://id.scribd.com/
https://01kosongsatu.blogspot.com/2012/11/digital-economy-ekonomi-digital.html