Disusun oleh :
Kelompok 4
Muhammad Yusril Sobirin (0501183258)
Muhammad Kurniawan (0501183249)
Ayu Wulandari S Tanjung (0501181041)
Nurul Fadhillah (0501181064)
Susi Tri Lestari (0501182197)
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sosiologi ekonomi merupakan elemen dasar dalam aspek sosial yang harus
dimiliki dan diketahui oleh seseorang ekonom. Oleh karena itu kita sebagai calon
ekonom ekosistem untuk memahami ekonomi dalam perspektif sosial dan
perspektif islam. Dalam kegiatan ekonomi yang sering dilakukan baik oleh
konsumen maupun produsen tidak lepas dari keterkaitannya dengan hubungan
sosial kemasyarakatan. Suatu proses ekonomi di dalamnya terdapat bebagai unsur
pembentukannya. Tidak yakin tersebut harus kita mengerti dan kita memahami
agar apa yang menjadi tujuan pendidikan ekonomi dapat kita gapai.
Kapital sosial didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengacu pada atau
hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum, kepercayaan,
pertukaran timbal balik, pertukaran ekonomi dan informasi, kelompok-kelompok
formal dan informal, serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal capital lainya,
sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, dan pembangunan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan kapitalis?
2. Apa yang dimaksud dengan konsep kapitalis?
3. Bagaimana pandangan ekonom tentang kapital?
4. Siapa saja tokoh-tokoh peletak fondasi sosiologi kapital?
5. Bagaimana kapital dan konsep kepemilikan dalam Islam?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui tentang kapitalis
2. Untuk mengetahui konsep kapitalis
3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan ekonom tentang kapital
4. Untuk mengetahui tokoh-tokoh peletak fondasi sosiologi kapital
5. Untuk mengetahui kapital dan konsep kepemilikan dalam Islam.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kapitalis
Secara etimologi, kapital berasal dari kata “capital”, yang akar katanya dari
kata latin, caput, berarti “kepala”. Adapun artinya dipahami pada abad ke-12 dan
ke-13, sebagai dana, persediaan barang, sejumlah uang, dan bunga uang pinjaman.
Dalam bahasa Indonesia, capital diterjemahkan sebagai modal. Modal dalam
bahasa Indonesia merujuk pada Wikipedia,1 berakar dari bahasa Tamil, yaitu
mutal, yang berarti “dasar”, “kaki”, bagian bawah. Modal memiliki banyak arti
yang berhubungan dalam ekonomi, financial,dan akunting.
Kapitalisme berasal dari asal kata capital yaitu berarti modal, yang diartikan
sebagai alat produksi semisal tanah dan uang. Sedangkan kata isme berarti paham
atau ajaran. Kapitalisme merupakan sistem ekonomi politik yang cenderung ke
arah pengumpulan kekayaan secara individu tanpa gangguan kerajaan. Dengan
kata lain kapitalisme adalah suatu paham ataupun ajaran mengenai segala sesuatu
yang berhubungan dengan modal atau uang.2
1
https://id. wikipedia.org /wiki/ Modal diakses pada 12 Oktober 2021
2
Choirul Huda, “Ekonomi Islam dan Kapitalisme (Merunut Benih Kapitalisme dalam
Ekonomi Islam)”, Jurnal Conomica, Volume VII, Edisi 1 Mei 2016, hal.29
2
fisik dalam ukuran penggunaan kalori besar atau kecil. Tetapi tidak semua
penggunaan tenaga fisik digabungkan dengan keterampilan. Jalan kaki
membutuhkan tenaga fisik, tetapi jalan kaki (apalagi jalan-jalan) bukanlah suatu
keterampilan sebagai suatu bentuk capital manusia (human capital). Karena
alasan inilah maka konsep capital tidak diterjemahkan dengan modal. Ketiga,
konsep capital berkait dengan suatu investasi. Oleh karena itu, capital berhubung
dengan suatu proses yang cukup panjang, yang tidak bisa langsung digunakan
seperti halnya “dengkul” yang ada di depan mata dan siap digunakan.
3
Dudley Dillard, Kapitalisme Dulu dan Sekarang, terj. M. Dawam Rahardjo, (Jakarta:
LP3ES, 1987), hal.15
4
Damsar, Indriyani, Pengantar Sosiologi Kapital, (Jakarta Timur: Kencana, 2019), hal.9
3
(untuk semua entitas itu): semuanya terdiri dari aspek struktur-struktur
sosial memfasilitasi tindakan-tindakan tertentu dari aktor-apakah orang
per orangan atau aktor-aktor badan hukum dalam struktur itu. Konsep
fungsi, struktur dan sistem sosial merupakan kata kunci dalam paradigma
fungsionalisme struktural. Konsep aktor merupakan kata kunci dalam
paradigma pertukaran sosial dan interaksionisme simbolik. Menurut
penulis, Coleman tidak mau membuang konsep di atas karena (mungkin)
diperlukan dalam mengkonstruksikan teori baru. Definisi di atas tidak
begitu mudah untuk diterapkan, sehingga yang sering diambil dari definisi
di atas adalah hubungan antara variable independen dan dependennya.
Namun ada yang sering dilupakan oleh peneliti yang berlatar belakang
ekonomi yaitu analisis struktural - baik dalam bentuk obyektif dan antar
subyektif.
2. Definisi Robert Putnam (1993) kapital sosial dari Putnam lebih eksplisit
dan jelas serta dikonstruksikan dari acuan pustaka yang lebih luas, yang
merupakan gabungan dari saripati dari definisi para ahli lain seperti
Coleman, Glenn Loury, P.A. Wallace, A. Le Mund dll. Menurut Putnam,
Kapital Sosial menunjuk pada bagian-bagian dari organisasi sosial seperti
kepercayaan, norma dan jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi
masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-tindakan yang terkoordinasi.
Dengan kata lain, kapital sosial itu bersifat produktif, memungkinkan
pencapaian tujuan tertentu, yang tanpa kontribusinya tujuan itu tidak akan
tercapai. Dicontohkan bagaimana petani mencari rumput dan
meminjamkan alat-alat kepada petani lain. Wujud struktur sosial yang
menjadi satuan analisis studi Putnam ataupun pengikut aliran ini adalah
institusi sosial (termasuk di dalamnya analisis kebutuhan pokok, cara-cara
pemenuhan kebutuhannya baik dalam pengembangan perilaku maupun
dalam bentuk organisasi). Kekeliruan yang sering kali terjadi dalam
penelitian seperti ini adalah satuan analisis organisasi lebih menonjol
daripada alisisi struktural/institusional yang merupakan ciri khas analisis
sosiologik.
4
3. Definisi Francis Fukuyama (1995) Menurut Fukuyama ada dua definisi
yang bisa ditemukan dalam 2 sumber yaitu :
a. Kapital Sosial menunjuk pada kapabilitas yang muncul dari
kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-
bagian tertentu darinya.
b. Kapital sosial adalah serangkaian nilai atau norma informal yang
dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok yang
memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka. (The
Great; 1999) Dalam buku Trust, pembahasan tentang kapital sosial
lebih banyak melihat hubungan dengan pebedaan yang sangat
mencolok antara negara atau masyarakat yang memiliki tingkat
kepercayaan yang tinggi dan yang memiliki tingkat kepercayaan
yang rendah. Sedangkan buku The Great memusatkan perhatian
terhadap kekacauan (disruption) yang ditimbulkan oleh rendahnya
kapital sosial.
5
c. Definisi ini tidak memberikan alternative yang sudah
dikembangkan oleh para ahli ekonomi-sosiologi (atau sosiologi
perekonomian).
C. Konsep Kapital
5
Damsar, Indriyani, Pengantar Sosiologi Kapital, (Jakarta Timur: Kencana, 2019), hal, 37
6
E. PELETAK FONDASI SOSIOLOGI KAPITAL
Berikut ini disajikan pendapat dan tulisan dari peletak fondasi sosiologi
kapital, seperti karl Marx, Emile Durkheim, dan Marx Weber.
7
seiring dengan perkembangan pasar dalam masyarakat industrial perkotaan
dikarenakan oleh semakin tajamnya pembagian kerja. Melalui pembagian
kerja, setiap orang memiliki spesialisasi bidang keahlian dan pekerjaan.
Disinilah titik tolak sumbangan Durkheim bagi teori kapital.
Perkembangan pembagian kerja tersebut didukung oleh semakin
menguatnya consensus yang bersifat abstrak dan umum serta hukum yang
bersifat resitutif seperti hukum administrasi, hukum bisnis, dan hukum
sipil, hal tersebut menyebabkan konflik tidak muncul dan masyarakat
dapat dipertahankan melaluinya.
8
arena, distinction, kekuasaan simbolik, dan kekerasan simbolik. Sebagai
seorang pemimpin di berbagai institusi akademik bergengsi di Perancis,
sangat mudah baginya untuk bersentuhan dengan lingkungan sosial di
sekitarnya.
Dengan menggunakan metode „strukturalisme generatif', Bourdieu ingin
memberikan pemahaman mengenai kapital yang dianggapnya keliru dalam
pandangan masyarakat. Kehidupan sosial memang penuh persoalan dan
carutmarut, sehingga bagi Bourdieu penting untuk melihat dan
menganalisis agar tidak terjadi praktik-praktik dominasi yang membuat
manusia tidak bebas dan tertindas. Pemikiran Bourdieu selalu berawal dari
anggapan bahwa analisis sosial selalu bertujuan untuk membongkar
struktur-struktur, dominasi ekonomi atausimbolik dari masyarakat. Dalam
pandangan itu, analisis sosial adalah upaya selalu ingin menyingkirkan
ketidakadilan yang sebenarnya ada dalam masyarakat, namun dijadikan
seolah-olah „tidak ada‟ oleh pihak tertentu. Andaian dasar itulah yang
mendasari keinginan Bourdieu untuk mengembangkan beberapa konsep
dari analisis data sosial, khususnya konsep filsafat yang ia pelajari.
Bourdieu memberikan pandangan intelektual dan analisis mengenai
masyarakat dengan menggunakan teori utamanya yaitu habitus, arena,
kapital dan distinction. Penulis membatasi tulisan ini pada konsep kapital,
secara khusus pada karyanya “The Forms of Capital”. Dalam buku itu
Bourdieu menggunakan istilah capital untuk menjernihkan pemahaman
masyarakat mengenai modal. Dengan distingsi yang telah penulis berikan
di awal, maka selanjutnya akan digunakan istilah „kapital‟ untuk
mempermudah pemahaman. Meaistilah kapital yang dipilih? Penulis
memberi kritik terhadap masyarakat yang melulu mengartikan.
Kapital sebagai kepemilikan ekonomi material. Untuk mempermudah hal
itu, maka penulis menggunakan istilah „kapital‟ dalam pembahasan
selanjutnya. Pengertian kapital sangat dekat dengan ilmu ekonomi. Bagi
Bourdieu, pemahaman ekonomi telah mereduksi makna kapital sehingga
membentukpemahaman yang keliru. Kapital selalu mengarah pada
ekonomi yang diukur melulu pada uang. Tidak bisa dipungkiri bahwa
9
pengaruh kapitalisme sungguh merubah wajah „kapital‟ itu sendiri.
Dengan adanya pembelokan pemahaman inilah Bourdieu mencoba untuk
membongkar dan memberikan pengertian yang lebih rigid. Bourdieu
menganalisiskapitaluntuk menjelaskan dan mendekonstruksi makna
kapital yang telah mapan. Dunia kehidupan sosial masyarakat, semakin
jelas menunjukkan bahwa yang memiliki kapital terbesarlah yang menjadi
penentu dalam kehidupan sosial. Apabila ditarik dari konsep arena
Bourdieu, maka orang-orang yang mampu menyediakan uang sebesar
itulah penguasa arena. Ketika sudah mampu menguasai arena maka bisa
dipastikan bahwa habitus masyarkat akan semakin distrukturkan oleh
pemegang kapital ini. Orang-orang yang memiliki kapital besar seperti itu
digolongkan Bourdieu dalam kapital ekonomi, salah satu kapital yang
dapat menguasai kapital yang lain dalam arena.
Bourdieu melakukan pembaharuan terhadap pemikiran mengenai kapital.
Pendeskripsian kapital ini dilakukan oleh Bourdieu untuk menjelaskan
struktur dan praktik dunia sosial. Bourdieu membagi kapital dalam empat
bentuk yaitu kapital ekonomi, kapital sosial, kapital budaya, dan kapital
simbolik. Posisi pelaku dalam lingkup kelas sosial sangat bergantung pada
besarnya kepemilikan capital atau modal dan struktur capital mereka.6
Diantara keempat kapital itu, capital ekonomi dan capital budaya menjadi
penentu utama dan pemegang situasi sosial.
Dalam sejarah Islam awal, kapitalisme awal, yang disebut juga sebagai
Kapitalisme Komersial, sudah hadir di Mekah. Elite Mekah adalah sebuah kelas
pedagang yang memerintah dalam sistem plutokrasi. Dalam pembahasan
Rodinson, suku Quraisy adalah suku yang memiliki privilege dan atas dasar itu
mereka mengakses kekuasaan Di Mekah, Islam lahir dalam konteks masyarakat
kapitalis komersial semacam itu.
6
Haryatmoko, Membongkar Rezim Kepastian, (Yogyakarta: Kanisius, 2016), hal.45
10
Dalam Kapitalisme Komersial semacam itu terjadi juga transaksi-transaksi
finansial yang berpusat di Mekah yang berbasis riba. Namun Islam datang
mengoreksi sistem riba dengan sistem zakat yang berdimensi sosial. Karena itu,
Islam sulit dipisahkan dengan sistem kapitalisme. Meski Islam melahirkan
koreksi-koreksi etis tertentu, norma-norma Islam sebagai agama sejalan dan tidak
menghambat perkembangan ekonomi. Dengan terbentuknya negara kekhalifahan,
negara ikut serta mengintervensi ekonomi, misalnya dengan penarikan zakat dan
pajak, pembentukan griya arta (bait almal) untuk kepentingan sosial serta
menyediaan dana untuk melancarkan perdagangan.
Dawam menilai bahwa meski Islam lahir dalam konteks kapitalisme, tetapi
hubungannya bukan hubungan statis. Di samping menerima konsep kapitalisme,
Islam juga memberi kritik dan masukan. Islam memperkenalkan dua modal
ekonomi, yaitu finasial dan manusia: “Wajahidu bi amwalikum wa anfusikum fi
sabilillahi” (Berjihadlah di jalan Allah dengan harta dan jiwamu) (QS. al-Taubah
[9]:41). Menurut Dawam, hal ini sejalan dengan kapitalisme, sebagaimana yang
diterangkan dalam teori pertumbuhan Harold-Domar, bahwa ada dua modal dalam
ekonomi: modal finansial atau fisik dan modal tenaga kerja manusia.
Dalam hal ini ada dua karakteristik ekonomi Islam yang harus dipahami,
yaitu: (1) semua harta, baik benda maupun alat produksi adalah milik (kepunyaan)
Allah. Hal itu bermakna bahwa, pemilik harta yang sesungguhnya adalah Allah
swt sementara manusia hanya memiliki hak untuk men-tasharruf kan
(memanfaatkan) harta itu. (2) Manusia adalah khalifah atas harta miliknya.
Sebagai khalifah atas harta miliknya, maka manusia diberi hak untuk
memanfaatkannya, sebatas sebagai wakil-wakil Allah dalam penggunaan harta
11
tersebut.7 Islam betul-betul mengakui penghakan atas harta milik secara pribadi.
Namun pemilikan pribadi berbeda dengan pemilikan absolut, hanya Tuhan yang
berhak untuk hal ini. Pemilikan pribadi yang sah adalah hak untuk
memanfaatkannya dan membagi-bagikannya.
Sistem ekonomi Islam memiliki pandangan bahwa seluruh harta yang ada
di dunia ini sesungguhnya milik Allah, berdasarkan firman Allah, “dan berikanlah
kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakannya kepadamu” (QS.
al-Nur [24]:33). Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa harta yang diberikan
Allah kepada manusia adalah merupakan pemberian dari Allah yang dikuasakan
kepadanya. Penguasaan ini berlaku umum bagi semua manusia. Semua manusia
mempunyai hak kepemilikan, tetapi bukan kepemilikan yang sebenarnya.
Oleh sebab itu, menurut Islam harta itu seharusnya hanya bisa dimiliki,
dimanfaatkan, dikembangkan, dan didistribusikan secara sah sasuai dengan yang
di perintahkan oleh Allah. Dan dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi Islam
dapat dicakup dalam tiga buah yang utama, yaitu:
1. Kepemilikan (al-milkiyah)
2. Pemanfaatan dan pengembangan kepemilikan (al-tasharruf al-milkiyyah)
3. Distribusi harta kekayaan di tengah-tengah manusia (tauzi„ tsarwah bayna
alnas).
7
Ali Yafie, dkk, Fiqh Perdagangan Bebas, (Jakarta: Teraju, 2003), hal.30
8
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001).
12
Pertentangan utama kapitalisme dengan ekonomi Islam adalah terletak
pada asas individu yang dianutnya. Di mana kapitalisme sangat menjunjung tinggi
kebebasan berusaha dengan semangat kompetisi antar individu tanpa sama sekali
mempermasalahkan penumpukan harta kekayaan, pengembangannya secara riba
dan akumulasi kapital, serta masalah pembelanjaannya yang menanggalkan nilai-
nilai sosial. Asas yang lebih tepat disebut homo-homini lupus (manusia adalah
serigala bagi manusia lainnya). Perhatian terhadap kepentingan orang lain hanya
dilaksanakan dengan pertimbangan penambahan manfaat (marginal profit and
utility) yang dapat dijelaskan dengan konsep pareto optimum improvement.9
9
Choirul Huda, “Ekonomi Islam dan Kapitalisme (Merunut Benih Kapitalisme dalam
Ekonomi Islam)”, Jurnal Conomica, Volume VII, Edisi 1 Mei 2016, hal.47
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Islam dan kapitalis, dua hal yang saling memengaruhi. Secara sosiologis,
Islam hadir pada masyarakat kapitalis. Tak heran jika keduanya memiliki satu
keterikatan. Dengan demikian, kapitalisme adalah suatu paham atau sistem yang
datang dari luar dan malah merupakan satu aliran pemikiran ekonomi yang masuk
dan ikut memengaruhi ekonomi Islam. Tentu saja, dalam perkembangannya,
ajaran Islam ikut memengaruhi dan mengoreksi kehidupan ekonomi atau
kapitalisme yang berlaku. Karena itu Islam dan kapitalisme adalah dua kekuatan
yang saling berinteraksi dan memberi pengaruh.
14
DAFTAR PUSTAKA
Dudley Dillard. 1987. Kapitalisme Dulu dan Sekarang, terj. M. Dawam Rahardjo.
Jakarta: LP3ES
15