Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KONSEP KEPEMILIKAN DALAM EKONOMI ISLAM


Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat
Ekonomi Islam
Dosen Pengampu: Muhammad Taufik Abadi M.M

Disusun Oleh :
1. Muhammad Ulil Albab (40122175)
2. Rois Sidiq (40122176)
3. Nabila Fitriani (40122177)

Kelas E
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI K.H.ABDURRAHMAN WAHID 2022
PRAKATA

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “KONSEP
KEPEMILIKAN DALAM EKONOMI ISLAM” dapat diselesaikan dengan baik. Kami
berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca
tentang ekonomi islam. Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang
Allah SWT karuniakan kepada kami segenap penulis makalah ini sehingga makalah ini
dapat tersusun melalui beberapa sumber yakni kajian pustaka maupun melalui media
elektronik.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada
kedua orang tua yang telah memberikan banyak konstribusi, dosen pengampu yakni
Bapak Muhammad Taufik Abadi, M. M dan juga kepada teman-teman seperjuangan
yang telah membantu dalam berbagai hal. Harapan kami, informasi dan materi yang
terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di
dunia, melainkan Allah SWT, Tuhan yang Maha Sempurna, karena itu penulis
menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. Demikian makalah ini dibuat,
apabila terdapat kesalahan dalam penulisan ataupun adanya ketidaksesuaian materi yang
kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf. Sekali lagi kami menyampaikan
kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan sebagai evaluasi untuk membuat
makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb
Pekalongan, 20 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

PRAKATA...............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB 1........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A.LATAR BELAKANG............................................................................................................1
B.RUMUSAN MASALAH........................................................................................................2
C.TUJUAN PENELITIAN.......................................................................................................2
BAB 2........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
A. Kepemilikan hidup...............................................................................................................3
B. Kepemilikan kekuasaan.......................................................................................................5
C. Kepemilikan harta kekayaan..............................................................................................6
D. Kepemilikan antara Hak dan Kewajiban............................................................................8
BAB III...................................................................................................................................10
PENUTUP...............................................................................................................................11
A. KESIMPULAN...................................................................................................................11
B.SARAN................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hak kepemilikan merupakan salah satu pembahasan yang dibicarakan
dalam kajian ilmu ekonomi, baik ekonomi sosialis, kapitalis, dan tentunya juga
dalam ekonomi Islam.
Masing-masing sistem ekonomi tersebut memiliki ciri khas dalam
menentukan hak kepemilikan (ownership). Kepemilikan harta (barang dan jasa)
dalam Sistem Sosialis dibatasi dari segi jumlah (kuantitas), namun dibebaskan
dari segi cara (kualitas) memperoleh harta yang dimiliki. Artinya dalam
memperolehnya dibebaskan dengan cara apapun dapat dilakukan. Sedangkan
menurut pandangan Sistem Ekonomi Kapitalis jumlah (kuantitas) kepemilikan
harta individu berikut cara memperolehnya (kualitas) tidak dibatasi, yakni
dibolehkan dengan cara apapun selama tidak mengganggu kebebasan orang lain.
Sistem ekonomi sosialis yang membatasi kuantitas kepemilikan dan
menempatkan kepemilikan negara pada posisi tertinggi cenderung melahirkan
kekuasaan yang otoriter, sedangkan sistem ekonomi kapitalis yang memberikan
kebebasan untuk memiliki suatu barang tanpa pembatasan kuantitas dan kualitas,
cenderung menimbulkan kesenjangan sosial. Pemilik modal kuat akan semakin
sejahtera dan kuat, sehingga akan memiliki kekayaan (property) yang tidak
terbatas, sedangkan kelompok yang tidak mampu (poverty) semakin sulit untuk
memiliki kekayaan (property).
Alqur’an dan Hadis sangat memperhatikan masalah perilaku ekonomi
manusia atas sumber material yang diciptakan Allah untuk manusia. Islam
mengakui hak manusia untuk memiliki sendiri untuk konsumsi dan untuk
produksi namun tidak memberikan hak itu secara absolut (mutlak). Di dalam
Alqur’an terdapat ayat-ayat yang menunjukkan pola penciptaan sumber-sumber

iv
ekonomi bagi alam.
Seiring dengan krisis ekonomi global, ekonomi Islam dewasa ini mulai
dilirik oleh para ekonom, bukan hanya ekonom Islam tetapi juga dalam skala
internasional. Sistem ekonomi Islam dipandang sebagai sistem ekonomi
alternatif yang mampu memperbaiki kekacauan ekonomi global saat ini.
Sebagai sebuah sistem ekonomi yang original, sistem ekonomi Islam
juga mengatur tentang hak kepemilikan yang berbeda dengan hak kepemilikan
dalam sistem ekonomi sosialis ataupun kapitalis (Satria, n.d.).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian kepemilikan?
2. Bagaiman konsep kepemilikan kekuasan?
3. Analisis konsep kepemilikan harta kekayaan?
4. Apa yang dimaksud dengan hak milik dan kewajiban?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui kepemilikan hidup.
2. Menjelaskan Kepemilikan kekusaan.
3. Untuk menganalisis konsep kepemilikan harta kekayaan.
4. Pembaca dapat mengerti dan memahami pengertian hak milik.

v
BAB 2
PEMBAHASAN
KONSEP KEPEMILIKAN DALAM EKONOMI ISLAM

A. Kepemilikan hidup
Islam memberikan ruang dan kesempatan kepada manusia untuk. Segala
sesuatu yang dapat “dimiliki” dikenal sebagai “benda” atau “good”. Hukum
membedakan benda ke dalam beberapa jenis, dalam hukum perdata Indonesia
misalnya dikenal benda bergerak, benda tidak bergerak ,benda tidak habis
dipakai,benda yang sudah ada dan benda yang akan ada,dan seterusnya. Yang
dapat memiliki suatu benda adalah subjek hukum, yaitu manusia atau badan
hukum, sehingga kepemilikan bisa dipunyai oleh seseorang maupun oleh
perusahaan/korporasi.
Kepemilikan pribadi merupakan darah kehidupan bagi kapitalis, oleh
karena itu barang siapa menguasai faktor produksi, maka ia akan menang,
sedangkan dalam sistem ekonomi sosialis setiap orang akan mendapatkan sesuai
dengan apa yang dia kerjakan. The sosialist motto is ”From each according to his
worth, to each according to his work”. Berdasarkan moto masing-masing sistem

vi
ekonomi tersebut, maka dapat diuraikan secara singkat sebagaimana berikut ini.
Ekonomi kapitalis berdiri berlandaskan hak milik khusus atau hak milik individu.
Ia memberikan kepada setiap individu hak memiliki apa saja baik barang produksi
maupun yang konsumtif, tanpa ikatan apapun. Ekonomi sosialis mengedepankan
pada hak milik umum atau hak milik orang banyak yang diperankan oleh negara
atas alat-alat produksi.
Kepemilikan pribadi atau Private Property adalah hak milik atas suatu
benda/hak eksklusif seorang manusi perusahaan, untuk menguasai dan menikmati
suatu benda ekonomi, yang dilindungi oleh undang-undang. Biasanya dalam
percakapan sehari-hari, istilah tersebut dihubungkan dengan harta kekayaan yang
dimilki oleh individu-individu Jadi kepemilikan pribadi memberikan kewenangan
bagi pemiliknya untuk dapat menahan/melarang orang lain tanpa hak menikmati
atau menggunakannya tanpa ijin.
a. Kepemilikan Pribadi Perspektif Islam.
Ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktek
(penerapan ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok
masyarakat, maupun pemerintah/penguasa dalam rangka mengorganisasi faktor
produksi, distribusi, dan pemanfaatan barang dan jas yang dihasilkan tunduk
dalam peraturan perundang-undangan Islam. Untuk dapat kepemilikan pribadi,
sistem ekonomi Islam mensyaratkan setiap Muslim ikut aktif dan terlibat dalam
semua macam kegiatan ekonomi . Artinya lapangan usaha dalam pandangan Islam
sangat beragam karena Allah telah menghamparkan bumi ini dengan segala isinya
untuk manfaat makhluknya, sepanjang tidak bertentangan dengan syari’at Islam.
Jadi apabila dimaknai lebih lanjut prinsip-prinsip kepemilikan Islam
ternyata Islam tidak mengenal kepemilikan yang mengarah atau menyebabkan
monopoli, oligopli, kartel, dan sejenisnya. Islam sangat mengutamakan
keselarasan dalam masyarakat atas kepemilikan harta benda, kepemilikan individu
yang merupakan bagian dari masyarakatnya jangan malah merugikan kepentingan
yang lebih luas. Kepemilikan pribadi yang mutlak, dianggap merupakan sikap
mental pengingkaran nurani kemanusiaan dan jelas-jelas menyimpang aturan

vii
Islam.
b. Kepemilikan Pribadi Perspektif Kapitalis
Sistem ekonomi kapitalis mengakui kepemilikan pribadi bukan saja terhadap
benda-benda yang berwujud tetapi juga kepemilikan atas hak dari benda-benda
yang tidak berwujud seperti kepemilikan atas kekayaan intelektual seperti, hak
cipta dan merek, dan hak-hak lain yang timbul dari kepemilikan saham-saham
dalam perusahaan.
Kepemilikan dalam perpektif kapitalis/liberal diserahkan kepada semua
warga Negara secara bebas dan bersaing, individu yang mampu menguasai harta
benda karena modal yang dimiliki dapat menguasai semua barang produksi.
Sunaryati Hartono15 menggambarkan kepemilikan pribadi yang absolut dalam
sistem ekonomi kapitalis pada awalnya sangat mendorong pembangunan ekonomi
negara-negara Eropa. Namun ternyata kepemilikan pribadi yang absolut dan
kebebasan berkontrak yang menjadi semboyan kegiatan ekonomi Eropa itu
ternyata tidak dapat mewujudkan cita-cita “ekonomi kemakmuran bersama”.
Pemilik modal, orang kaya semakin kaya, sementara kaum buruh dan kaum
miskin semakin menderita karena kekuasaan kapitalis yang tidak terbatas
c. Kepemilikan Pribadi Perspektif Sosialis
Socialism atau sosialisme adalah sebuah sistem ekonomi dimana
pemerintah atau gilde-gilde pekerja memiliki serta mengelola semua alat-alat
produksi, hingga demikian usaha swasta dibatasi dan mungkin kadang-kadang
dihapuskan sama sekali.
Dalam sistem ekonomi sosialis ini penggunaan alat-alat produksi secara
kolektif biasanya dilakukan oleh pemerintah. Carla menguraikan 5 ciri pokok
dari sistem ekonomi sosialis:
1. semua sumber ekonomi dimiliki dan dikuasai oleh Negara atas nama
pemerintah
2. seluruh kegiatan ekonomi dan produksi harus diusahakan bersama
3. adanya penentuan jumlah dan jenis barang yang harus diproduksi oleh
Badan Perencana Pusat yang dibentuk oleh pemerintah

viii
4. harga dan penyaluran barang ditentukan dan dikendalikan oleh
pemerintah
5. semua warga negara masyarakat adalah karyawan yang wajib ikut
berproduksi sesuai kemampuan. Kepemilikan pribadi dalam sistem ekonomi
sosialis tidak atau hampir tidak ada, sebaliknya keberadaan atau eksistensi
perusahaan negara menjadi bagian terpenting dalam memenuhi kebutuhan hidup
masyarakatnya (Satria, n.d.).
B. Kepemilikan kekuasaan
Kepemilikan kekuasaan adalah harta yang ditetapkan Allah menjadi hak
seluruh rakyat, dan pengelolaannya menjadi wewenang khalifah atau negara,
dimana
negara berhak memberikan atau mengkhususkannya kepada sebagian rakyat
sesuai dengan kebijakannya. Kepemilikan negara pada dasarnya juga merupakan
hak milik umum, tetapi hak pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung
jawab pemerintah. Meskipun demikian, cakupan kepemilikan umum dapat
dikuasai oleh pemerintah, karena ia merupakan hak seluruh rakyat dalam suatu
negara, yang wewenang pengelolaannya ada pada tangan pemerintah.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengakibatkan seseorang bertindak
dengan cara yang oleh yang bersangkutan tidak akan dipilih, seandainya ia tidak
dilibatkan. Dengan kata lain memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan kehendaknya. Kekuasaan adalah kesempatan seseorang
atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauannya
sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan
perlawanan dari orang-orang atau golongan tertentu.
Menurut teori politik, terutama didasarkan atas konsep dunia metafisika (sufi)
serta impikasi etisnya, maka ada hubungan antara kekuasaan dengan agama
(syariat). Berbeda dengan pemikir-pemikir Sunni lainnya yang menyandarkan
teori-teori mereka pada doktrin-doktrin tentang delegasi dan obligasi dimana
kepatuhan pada imam bersumber dari perintah syari’ah, keputusan raja

ix
didasarkan atas kenyataan bahwa Tuhan memilih raja dan menganugerahkan
dengan kekuatan dan cahaya Ilahi (far-i-Izadi). Jika Tuhan mengutus Nabi-nabi
dan memberi mereka wahyu, ia juga mengutus Raja-raja dan memberkati
mereka dengan “far-i-Izadi”. Keduanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu
kesejahteraan umat manusia, tentunya dengan system ekonomi syariah. Hal ini
menunjukkan adanya hubungan simbiotik antara Nabi dan Raja dan antara
wahyu dan far-i-izadi Pemikiran bahwa agama dan politik (kekuasaan), dunia
dan akhirat mempunyai kaitan yang tidak dapat dipisahkan. Agama adalah dasar
dan kekuasaan politik adalah penjaganya. Oleh karena itu, agama dan politik
saling bergantungan (simbiosis). Agama tidak sempurna kecuali dengan dunia.
Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar seperti dua bersaudara yang
dilahirkan dari perut yang sama,oleh karena itu raja-raja harus dipatuhi dan
diikuti sesuai dengan perintah Tuhan (Hadi, 2018).
C. Kepemilikan harta kekayaan
Status manusia mempunyai sifat yang khas, selaras dan sejalan dengan
konsep hak milik dalam Islam. Konsep kapitalisme maupun komunisme berbeda
dan bertolak belakang dengan konsep dalam Islam, tak satupun dari kedua
sistem diluar Islam tersebut yang berhasil menempatkan individu selaras dalam
suatu mosaik sosial. Kebebasan dalam hak milik pribadi merupakan dasar
kapitalisme dan penghapusannya merupakan sasaran pokok ajaran sosialisme.
Konsep kapitalisme tentang kepemilikan ini merupakan bagian dari empat
pokok kebebasan yang diinginkan oleh mereka yaitu
1. Kebebesan beragama (freedom of relegion)
2. Kebebsan berpendapat (freedom of speech)
3. Kebebasan kepemilikan (freedom of ownership)
4. Kebebasan bertingkah laku (personal freedom)
Paham kapitalisme memberikan kebebasan sepenuhnya kepada seluruh
rakyat untuk mempunyai hak kepemilikan, dimana para individu bebas
menguasai semua faktor-faktor produksi, baik itu sumber daya alam, alat-alat

x
produksi, tenaga kerja maupun modal. Dengan demikian secara kuantitas
penganut kapitalisme tidak membatasi kepemilikan.
Sedangkan sosialisme menghapuskan hak milik pribadi dan mengalihkan
semua hak milik menjadi hak milik Negara. Mengakui hak milik pribadi bagi
kaum sosialis merupakan kezaliman dan penyimpangan sehingga harus dihapus.
Segala bentuk usaha yang mengarahkan kepada pengakuan hak milik pribadi
harus dimusnahkan , walupun dengan jalan kekerasan dan membangkitkan
dengki, satu perinsip penting yang harus diwujudkan adalah sama rata dan sama
rasa.
Dalam pencapai tujuannya, paham sosialis bersandar pada kekuasaan,
tepatnya kekuasaan Negara dan kediktatoran pemimpin, Negara menurut paham
sosialis merupakan penggerak dan kompas bagi perekonomian rakyat. Individu
sama sekali tidak berperan dan tidak mempunyai andil dalam investasi harta
Negara. Tugas rakyat hanya satu yaitu sebagai abdi negara dan melaksanakan
tugas dari penguasa.
a. Implementasi Konsep Kepemilikan Harta dalam Ekonomi Islam
menurut Afzalur Rahman Pada Saat Ini.
Dalam Ekonomi Islam sendiri, telah jelas mengenai sistem ekonomi,
dimana keaslian Islam dalam memandang ekonomi adalah dengan menitik
beratkan moral dan rohani sebagai landasan berekonomi. Kewajiban moral
dengan gigih mengendalikan dan memperkuat tekanan ekonomi agar selaras
dengan ketentuan filsafat moral Islam.
Islam tidak memiliki otoritas dalam proses ekonomi, sedang campur
tangan negara ditujukan untuk mengokohkan pertentangan sosial yang mungkin
terjadi antara perilaku moral dan ekonomi manusia yang telah mengarahkan
masyarakat pada jalan perbudakkan. Sedang sebenarnya manusia diciptakan
oleh Allah itu sama-sama untuk beribadah kepadanya. Untuk itu Islam sangat
menghormati hak milik orang lain atau individu. Pengakuan hak milik
perseorangan adalah berdasarkan kepada tenaga dan pekerjaan, baik sebagai
hasil pekerjaan sendiri ataupun yang diterimanya sebagai harta warisan dari

xi
keluarganya yang meninggal. A. Wahab Khalaf menegaskan dalam bukunya
asy-Syiyasatus asy- Syari’ah, bahwa dasar dari pemindahan hak milik dari
seseorang kepada yang lain ialah “’an taradhin” (karena atas suka dan ridho).
Dia mengemukakan tiga ketentuan bagi pengakuan hak milik dalam Islam.
1. Larangan memiliki barang-barang orang lain melalui jalan yang tidak sah.
2. Menghukum orang-orang yang mencuri, merampas atau mengambil barang
yang bukan miliknya baik secara main-main, apalagi kalau benar- benar
mengambilnya.
3. Larangan menipu dalam jual beli dan membolehkan khiyar (berfikir
meneruskan atau membatalkan jual beli) dalam masa tiga hari. Dari ketiga
ketentuan di atas, dimaksudkan agar harta yang kita miliki benar-benar
bersih dan diridhoi oleh Allah SWT. Selain itu juga untuk memberikan
pelajaran bagi orang-orang yang berani untuk mencuri dan serta
mengajarkan bagaimana jujur dalam jual beli. Semua ini tidak lain untuk
kemaslahatan bersama sehingga terhindar dari kekacauan di masyarakat
(Murlan, 2011).
D. Kepemilikan antara Hak dan Kewajiban
Manusia merupakan makhluk yang hidup bermasyarakat dan membutuhkan
orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini dikarenakan kebutuhan
manusia yang beraneka ragam sehingga manusia tidak dapat memenuhi semua
kebutuhannya sendiri. Setiap manusia memiliki kebutuhan yang berbeda-beda,
oleh karena itu, timbullah pertentengan-pertentangan kehendak diantara
manusia. Maka dari itu, untuk melindungan kepentingan dan kehendak masing-
masing individu perlu ada aturan sehingga tidak merugikan dan melanggar hak
orang lain.
Hak berasal dari Bahasa arab yaitu haq yang secara etimologi mempunyai
makna antara lain yaitu;
a) Kepastian atau ketetapan
b) Kebenaran

xii
c) Menetapkan atau menjelaskan
secara terminologi, hak mempunyai dua pengertian utama:
a. Hak merupakan sekumpulan kaidah yang mengatur hubungan antar manusia
baik yang berkaitan dengan perorangan maupun harta-benda.
b. Hak merupakan kewenangan atau kekuasaan atas sesuatu atau sesuatu yang
wajib bagi seseorang untuk orang lain.
Menurut pendapat Sudarsono bahwa hak adalah kewenangan untuk melakukan
sesuatu yang telah dibenarkan oleh undang-undang. Selain itu menurut Satjipto
Rahardjo sebagaimana dikutip oleh Marwan Mas, hak adalah kekuasaan yang
diberikan oleh hukum kepada seseorang dengan tujuan untuk melindungi
kepentingan seseorang tersebut.
Macam-macam Hak
A. Dari segi kepemilikan hak, hak dibedakan menjadi dua yaitu hak Allah dan
hak manusia (mukallaf) :
1) Hak Allah adalah hak yang kemanfaatannya untuk memelihara
kemashlahatan umum. Adapun yang menjadi hak Allah yaitu segala
bentuk ibadah dalam Islam seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan segala
macam hukuman pidana seperti hadd zina dan qishash pembunuhan.
2) Hak manusia (mukallaf) adalah hak yang ditujukan untuk kepentingan
manusia secara individu sebagai pemilik hak, contohya yaitu hak milik.
B. Dari segi objek atau substansinya hak dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Hak syahsi
Hak syahsi adalah suatu kewajiban yang dibebankan kepada seseorang
untuk kepentingan orang lain berdasarkan hukum syara‟.
2) Hak ‘aini
Hak ‘aini adalah kekuasaan atau kewenangan dan keistimewaan yang
muncul akibat hubungan secara langsung antara manusia dengan benda
tertentu. Macam-macam hak ‘aini antara lain, yaitu:
a) Hak milkiyah adalah kekuasaan atas suatu benda yang memberikan
keistimewaan kepada pemilik hak untuk mentasharufkan benda tersebut

xiii
secara bebas sepanjang tidak
ada halangan syara.
b) Hak intifa’ adalah hak untuk memanfaatkan harta benda orang lain melalui
sebab-sebab yang dibenarkan oleh syara‟.
c) Hak irtifaq adalah hak pakai atau memanfaatkan benda tak bergerak (tanah).
d) Hak istihan adalah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan yang
berkaitan dengan harga bukan zakatnya.
e) Hak ihtibas adalah hak menahan sesuatu benda seperti hak menahan benda
yang ditemukan.
C. Dari segi kewenangan, hak dibedakan menjadi hak diyani (hak keagamaan)
dan hak qada (hak kehakiman).
1) Hak diyani adalah hak yang tidak dapat dicampuri oleh kekuasaan negara
atau hakim seperti persoalan hutang yang tidak dapat diselesaikan di depan
pengadilan namun, akan tetap dituntut di hadapan Allah.
2) Hak qadai adalah segala hak yang berada di bawah kekuasaan hakim dan
dapat dibuktikan di depan pengadilan sepanjang pemilik hak sanggup
menuntut dan membuktikan haknya tersebut. Dari segi
kemasyarakatannnya, hak dibedakan menjadi dua yaitu hak ‘ainiyah (hak
individu) dan hak ijtima‘iyyah (hak masyarakat). Berkenaan dengan hal
itu, hak-hak tersebut akan diuraikan dalam tiga bentuk
D. Dari segi kemasyarakatannnya, hak dibedakan menjadi dua yaitu hak
‘ainiyah (hak individu) dan hak ijtima’iyyah (hak masyarakat). Berkenaan
dengan hal
itu, hak-hak tersebut akan diuraikan dalam tiga bentuk
1) Hak Individu dalam Lingkungan Keluarga Setiap anggota dalam keluarga
memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan tugas dan tanggung jawab
masing-masing. Misalnya seorang istri berhak mendapat mahar dan nafkah
dari suaminya. Sedangkan seorang suami mempunyai hak menjadi kepala
keluarga yang mengarahkan kehidupan keluarga. Begitupun seorang anak
juga berhak mendapatkan nafkah, pendidikan, perawatan, dan pengarahan

xiv
dari orang tuanya.
2) Hak Individu dalam Lingkungan MasyarakatSetiap individu dalam
masyarakat mempunyai kedudukan yang sama di dalam masyarakat. Oleh
karena itu, tiap individu juga berhak memperoleh keadilan dalam
mendapatkan pekerjaan dan perlindungan hukum bagi dirinya tanpa
membedakan ras, suku, agama, dan sebagainya. Islam tidak saja
menghendaki adanya keadilan yang menjamin ditegakkannya kesamaan
hak, tetapi lebih dari itu Islam menghendaki terlaksananya kebajikan
terutama kepada fakir miskin. Setiap individu dalam masyarakat
bertanggung jawab melengkapi kebutuhan primer kaum fakir miskin.
3) Hak Individu dalam Lingkungan Negara Hak-hak individu dalam
hubungannya dengan negara diantaranya adalah kebebasan bertempat
tinggal dan mendapat perlindungan hukum bagi diri, keluarga, dan
hartanya. Begitupun sebaliknya, negara dalam hal ini adalah pemimpin
juga berhak memperoleh kesetiaan, ketaatan, dan sikap nasionalisme dari
rakyatnya (Putra, 2020).

xv
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sistem ekonomi Islam, mengakui kepemilikan individu dan umum secara
bersamaan, masing-masing kepemilikan tersebut memiliki eksistensi masing-
masing, tidak ada yang diunggulkan antara yang satu dengan yang lain.
Walaupun demikian, baik kepemilikan individu maupun umum, mesti
digunakan untuk kemaslahatan umum, karena hak milik pada prinsipnya datang
dari Allah, sehingga mesti digunakan secara bertanggung jawab. Setiap individu
berhak untuk mengembangkan kepemilikan pribadinya dengan cara-cara yang
dibenarkan menurut syariah Islam. Islam melarang umatnya bermalas-malasan
sehingga menjadi miskin disebabkan sifat tersebut, tetapi Islam juga tidak
membenarkan cara mendapatkan kekayaan hanya dengan bermodalkan uang
tanpa melakukan usaha tertentu, semata-mata karena alasan opportunity cost,
seperti nasabah yang menyimpan uang di bank menerima bunga atas
uangnya setiap bulan. Sistem ekonomi Islam tidak menganut prinsip time value
of money, sehingga istilah time of money tidak cocok jika dihubungkan dengan
sitem ekonomi Islam, sebab kepemilikan utama dalam Islam adalah kasab
(Satria, n.d.).
B. SARAN
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu,kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan
bagi penulis untuk dijadikan evaluasi dalam penyusunan makalah dikemudian
hari, semoga makalah yang kami tulis ini,dapat memberi manfaat bagi para
pembaca.

xvi
DAFTAR PUSTAKA

Hadi, N. (2018). Urgensi Kekuasaan Dalam Menegakkan Ekonomi Syariah.


Hukum Islam, 18(2). https://doi.org/10.24014/hi.v18i2.5645
Murlan, E. (2011). Konsep Kepemilikan Harta Dalam Ekonomi Islam Menurut
Afzalur Rahman Di Buku Economic Doctrines Of Islam. In
Https://Medium.Com/. https://medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-
use-case-a7e576e1b6bf
Putra, T. (2020). Konsep hak, distribusi, dan al-maslahah menurut hukum islam
serta peraturan-peraturan tentang mekanisme distribusi raskin. Hukum Islam,
2, 19–50.
Satria, R. (n.d.). Kepemilikan Dalam Ekonomi Islam.

xvii

Anda mungkin juga menyukai