Anda di halaman 1dari 11

Nama : M.

Ryan Andhika
NIM : 17080108
Mata Kuliah : Kapita Selekta Ilmu Politik

ANALISIS SOSIAL KAPITAL DAN POLITIKAL KAPITAL

Pandangan mengenai modal sosial telah dikembangkan sejak tahun

1916 oleh Lyda J. Hanifan1 yang mengemukakan pentingnya partisipasi

masyarakat Virginia Barat dalam penguatan kinerja sekolah. Sesungguhnya

modal sosial tidak hanya mencakup partisipasi saja melainkan juga niat

baik, simpati, persahabatan, dan keterkaitan struktural. Selanjutnya, ide

tersebut lebih banyak diserap oleh para ahli sosiologi seperti Pierre

Bourdieu (1980) berkaitan dengan perlindungan terhadap kelompok-

kelompok sosial dalam perspektif makro sosial. Pemikiranpemikiran

Bourdieu ini kemudian mempengaruhi pandangan-pandangan Coleman

(1988)2 terutama terkait dengan kerangka pemikiran sosial ekonomi mikro.

Pemikiran- pemikiran mengenai modal sosial terus berkembang

sejak tahun 1990-an. Aliran ini meyakini bahwa modal sosial merupakan

salah satu faktor yang dapat menjelaskan mengapa suatu wilayah memiliki

pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dibandingkan wilayah lainnya.

Keterlibatan individu dalam suatu organisasi sosial dan berbagi dalam satu

nilai dan norma yang sama dapat mendorong terbangunnya rasa percaya

yang pada akhirnya mampu memfasilitasi koordinasi serta kerjasama untuk

memperoleh keuntungan bersama.

1 Lyda J. Hanifan, The Rural School Community Center, Annals of the American
Academy of Political and Social Science, 1916, hal.130
2 James S. Coleman, Social Capital in the Creation of Human Capital, American
Journal of Sociology, 1988, Vol.94
Fukuyama (1995)3 menekankan pentingnya peranan modal sosial

sebagai elemen kunci dalam pertumbuhan ekonomi. Modal sosial

menumbuhkan rasa percaya antar pelaku ekonomi sehingga biaya transaksi

seperti biaya kontak, kontak dan kontrol (North,1990) yang seringkali

menghambat efisiensi dapat

dihindari.4

Dalam perkembangannya, pemikiran modal sosial banyak

memperoleh kritikan. Kritik mengenai modal sosial khususnya pandangan

dan hasil penelitian Putnam dikemukakan oleh berbagai pihak. Salah satu

kritik berasal dari DeFillppis (2001)5 yang menyatakan bahwa terdapat

kecacatan dalam pandangan Putnam mengenai modal sosial. Putnam

mendefenisikan modal sosial sebagai sesuatu yang bisa dimiliki oleh

individu, komunitas, kota, bangsa, dan lainnya. Menurut DeFilippis,

pandangan tersebut membawa Putnam pada kesalahan pertama, karena

tempat dan komunitas tidak memberikan apapun. Pro dan kontra terhadap

pandangan Putnam menjadi informasi yang berharga untuk memperbaiki

pemahaman mengenai modal sosial. Perbedaan pandangan dan cara

mendefenisikan modal sosial juga berkaitan erat dengan metode yang dapat

digunakan untuk menjelaskan modal sosial tersebut. Bagaimanapun

perbedaan pendapat mengenai cara pandang dan metode analisis dalam

3 Francis Fukuyama, Trust: The Social Virtues and The Creation of Prosperity,
New York: The Free Press, 1995, dalam Rusyidi Syahra, Modal Sosial: Konsep dan
Aplikasi, Jurnal Masyarakat dan Budaya, Vol. 5 No.1 Tahun 2003, hal.7
4 Nyoman Utari Vipriyanti, modal sosial dan pembangunan wilayah,
Denpasar:UB Press,2011,hlm.67-68
5 James De Filippis, The Myth of Social Capital in Community Development,
Journal Housing Policy Debate, Vol. 12, 2001
penelitian- penelitian modal sosial ternyata tidak saling mempertentangkan

peran modal sosial itu sendiri.6

Ada banyak defenisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang modal

sosial. Beragamnya defenisi dari pada ahli biasanya tergantung pada objek

riset mereka. Perbedaan objek riset itulah yang menyebabkan berbeda-

bedanya defenisi modal sosial. Roberth D. Putnam misalnya, seorang pakar

Ilmu Politk Amerika, mendefenisikan modal sosial secara berbeda antara

ketika melakukan riset pada tradisi politik di Italia dan riset di masyarakat

Amerika. Roberth D. Putnam, (1993)7 mendefenisikan modal sosial sebagai

sesuatu karakteristik yang ada di dalam organisasi sosial, semisal

kepercayaan, norma, dan jejaring yang bisa memperbaiki efisiensi

masyarakat melalui memfasilitasi aksi- aksi yang terkordinasikan. Defenisi

pertama Putnam ini disampaikan pada saat Putnam melakukan riset tentang

tradisi politik di Italia. Artinya partai politik akan mejadi partai yang besar,

kuat, dan terus berjaya, apabila membangun tiga hal, yaitu kepercayaan,

norma yang berlaku dan ditaati bersama, jejaring yang kuat.

Pierre Bourdieu, seseorang sosiolog asal Perancis, memiliki dua

warna defenisi modal sosial. Defenisi pertama yang melihat pada segmen

individu (individual’s social capital), dan defenisi kedua (era 90-an) melihat

dua segmen sekaligus. Pada tahun 1986,8 Bourdieu mengatakan modal

sosial adalah atribut individu dalam konteks sosial. Seseorang bisa

6 Nyoman Utari Vipriyanti, Modal Sosial Dan Pembangunan Wilayah,


Denpasar:UB Press, 2011,hlm.69
7 Robert Putnam dengan Robert Leonardi dan Rafaella Nanetti, Making Democracy
Work: Civic Traditions in Modern Italy, Princeton, N.J.: Princeton University Press, 1993,
hal.169
8 Pierre Bourdieu, Op.Cit., hal.80
mendapatkan modal sosial melalui aksi-aksi yang berguna dan dapat

mentransformasi kedalam segmen ekonomi konvensional. Kemampuan

tersebut, bagaimanapun juga, tergantung pada sifat dari kewajiban sosial,

hubungan dan jejaring yang kau bisa lakukan. Pengertian lain menurut

Pierre Bourdieu dikutip oleh George Rtzer mendefenisikan modal sosial

sebagai “sumber daya aktual dan potensial yang dimiliki oleh seseorang

berasal dari jaringan sosial yang terlembagakan serta berlangsung terus

menerus dalam bentuk pengakuan dan perkenalan timbal balik (atau dengan

kata lain: keanggotaan dalam kelompok sosial) yang memberikan kepada

anggotanya berbagai dukungan kolektif.

Dalam pengertian ini modal sosial menekankan pentingnya

informasi dari hubungan sosial yang sesat dan rapuh, seperti pertetanggan,

pertemanan, atau kekeluargaan, menjadi masalah yang bersifat jangka

panjang yang diwarnai oleh perasaan kewajiban terhadap orang lain.9

Menurut Fukuyama dalam In Trust: The Social Capital Value and

The Creation of Prosperity (Rais, 2009), kepercayaan (Trust) muncul jika di

masyarakat itu membagi nilai (shared value) sebagai dasar dari kehidupan

untuk menciptakan pengharapan umum dan kejujuran. Dengan kepercayaan,

orang tidak akan mudah curiga yang sering menjadi penghambat dari

kesuksesan suatu tujuan. Disamping itu, jaringan (network) memiliki

dampak yang sangat positif dalam usaha peningkatan kesejahteraan

ekonomi dan mewujudkan tujuan bersama.10

9 George Rtzer, Teori Sosiologi Modern, Jakarta:Prenada Media Group, 2007,


hal.92
10 Rahmat Rais, Modal Sosial Sebagai Srategi Pengembangan Madrasah,
Jakarta:Litbang dan Diklat Departemen Agama RI,2009, hlm.114.
Defenisi lainnya dikemukakan oleh Fukuyama, modal sosial

diartikan pada serangkaian nilai atau norma informal yang dimiliki bersama

oleh anggota suatu kelompok yang memungkinkan kerjasam diantara

mereka. Jika anggota kelompok itu yakin bahwa anggota yang lain dapat

dipercaya dan jujur, mereka akan saling percaya. Kepercayaan itu sperti

pelumnas yang membuat kelompok atau organisasi dapat dijalankan secara

efisien.

Francis Fukuyama menjelaskan modal sosial adalah kemampuan

para individu dalam beraktivitas secara tepat untuk mencapai tujuan

bersama didalam komunitas atau organisasi. Kata kunci dari defenisi modal

sosial menurut Fukuyama adalah norma informal dan bukan aturan

konstitusi formal, ada aktiviats relasi antar dua orang atau lebih, ada

resiportisitas (hubungan timbal- balik), diwujudkan hanya dalam hubungan

yang sangat erat bukan hubungan formal, dan untuk pencapaian tujuan.

Fukuyama membandingkan karakteristik masyarakat Asia Tenggara yang

tingkat hubungan sosialnya tinggi dengan masyarakat Eropa dan Amerika

yang cenderung individualistik.11

Pembahasan mengenai modal sosial itu sendiri tidak dapat

dilepaskan dari pembagian tipologi modal sosial yang salah satunya

diidentifikasi oleh Woolcock (dalam Marfai, 2015). Keberadaan tipologi ini

memudahkan peneliti dalam menjelaskan perbedaan jaringan dan interaksi

yang terbentuk dari masing- masing tipe modal sosial. Secara teoritis,

tipologi modal sosial kemudian membantu peneliti dalam membedakan

11 Francis Fukuyama,2005,Op. Cit., hlm.20


konsep jaringan dan interaksi jaringan antara teori modal sosial denganteori

jaringan yang dicetuskan oleh Bodin dan Crona (2009). Tipologi modal

sosial dapat dibagi menjadi tiga, yaitu bonding social capital, bridging

social capital, dan linking social capital.12

Modal sosial terikat (bonding social capital) adalah tipe modal sosial

dengan karakteristik adanya ikatan yang kuat (adanya perekat sosial) dalam

suatu sistem kemasyarakatan atau ikatan perasaan diantara orang- orang

yang ada dalam situasi yang sama, semisal ikatan kleuarga, kawan karib,

dan ketetanggaan. Bonding social capital biasanya dapat ditunjukkan

melalui nilai, kultur, persepsi, dan tradisi atau adat istiadat. Bonding social

capital ini menjelaskan hubungan dan interaksi antar masyarakat dalam

komunitas yang sama dan bersifat homogen. Bonding social capital pada

umumnya akan baik dan berkualitas jika antar individu tunggal memiliki

kemampuan yang baik dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan

individu lainnya dalam rangka tercapainya tujuan yang diinginkan bersama.

Modal sosial yang menjembatani (bridging social capital)

merupakan suatu ikatan sosial yang timbul sebagai reaksi atas berbagai

macam karakteristik kelompoknya, muncul karena adanya berbagai macam

kelemahan yang ada disekitarnya sehingga mereka memutuskan untuk

membangun kekuatan dari kelemahan yang ada atau ikatan modal sosial

yang lebih luas dan lebih longgar, seperti pertemanan dan rekan kerja.

Bridging social capital dalam hal ini di terjemahkan sebagai institusi

maupun mekanisme. Bridging social capital merupakan ikatan sosial yang

12 Muh Aris Marfai,dkk., Op. Cit. hlm. 45-46


timbul sebagai reaksi atas berbagai macam karakteristik kelompok yang

berbeda. Bridging social capital tersebut bisa muncul karena adanya

berbagai kelemahan sehingga seorang anggota ataupun kelompok dalam

sistem sosial memutuskan untuk menjalin interaksi dengan kelompok

lainnya untuk mencapai tujuan bersama.

Hubungan atau jaringan sosial (Linking social capital )merupakan

hubungan sosial yang dikarakteristikkan dengan adanya hubungan antara

beberapa level dari kekuatan sosial maupun status sosial yang ada dalam

masyarakat atau ikatan modal sosial yang anggotanya dari beragam latar

belakang, semisal satu komunitas dengan pihak luar, dan ikatan yang

demikian akan memungkinkan kita bisa mengakses beragam sumber untuk

kepentingan komunitas. Linking social capital bisa berupa hubungan atau

jaringan sosial yang dikarakteristikkan dengan adanya hubungan diantara

beberapa level pada kekuatan sosial maupun status sosial yang ada dalam

masyarakat13. Dalam prakteknya, keberadaan linking social capital

seringkali dicerminkan dengan hubungan antara kelompok masyarakat dan

NGO dengan pemerintah selaku kunci pemutusan kebijakan publik

(stakeholder).

Menurut Prasetya dalam Kimbal (2015)14, unsur-unsur modal sosial

mencakup beberapa bagian, seperti:

a. Partisipasi dalam Suatu Jaringan

Masyarakat selalu berhubungan sosial dengan masyarakat yang lain

melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan


13 Ibid.hal.47
14 Rahel Widiawati Kimbal, Modal Sosial dan Ekonomi Industri Kecil Sebuah
Studi Kualitatif, Yogyakarta: Deepublish, 2015, hlm. 25-26
dilakukan atas prinsip kesukarelaan (voluntary), kesamaan (equality),

kebebasan (freedom) dan keadaban (civility). Kemampuan anggota

kelompok/ masyarakat untuk selalu menyatukan diri dalam suatu pola

hubungan yang sinergetis akan sangat besar pengaruhnya dalam

menentukan kuat tidaknya modal sosial suatu kelompok.

b. Resiprocity (timbal balik)

Modal sosial senantiasa diwarnai oleh kecenderungan saling tukar

kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu

sendiri.

c. Trust (kepercayaan)

Trust adalah sikap saling mempercayai di masyarakat yang

memungkinkan masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain dan

memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial.

d. Norma Sosial

Pengertian norma itu sendiri adalah sekumpulan aturan yang

diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu

entitas sosial tertentu. Norma- norma ini biasanya terinstusionalisasi dan

mengandung sangsi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu

yang menyimpang dan kebiasaan yang berlaku dimasyarakatnya. Aturan-

aturan kolektif tersebut biasanya tidak tertulis tapi dipahami oleh setiap

anggota masyarakatnya dan menentukan pola tingkah laku yang

diharapkan dalam konteks hubungan sosial.

e. Nilai- nilai
Nilai adalah sesuatu ide yang telah turun temurun dianggap benar dan

penting oleh anggota kelompok masyarakat.

f. Tindakan Proaktif

Ide dasar premise ini adalah, seseorang atau kelompok senantiasa

kreatif dan aktif. Mereka melibatkan diri dan mencari kesempatan-

kesempatan yang dapat memperkaya, tidak saja dari sisi material tapi juga

kekayaan hubungan- hubungan sosial, dan menguntungkan kelompok

tanpa merugikan orang lain, secara bersama-sama.

Putnam menyatakan komponen modal sosial terdiri dari kepercayaan

(trust), aturan- aturan (norms) dan jaring-jaringan kerja (networks) yang

dapat memperbaiki efisiensi dalam suatu masyarakat melaui fasilitas

tindakan- tindakan yang terkordinasi. Lebih lanjut dikatakan Putnam bahwa

kerjasama lebih muda terjadi di dalam suatu komunitas yang telah mewarisi

sejumlah modal sosial dalam bentuk aturan- aturan, pertukaran timbal balik

dan jaring- jaringan kesepakatan antar warga. Hal ini diperjelas dengan

adanya pernyataan Ridel dalam Suharto (2007)15 yang menyebutkan bahwa

ada beberapa parameter dalam modal sosial, antara lain kepercayaan, norma

dan jaringan. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga parameter

modal sosial tersebut.

a. Norma

Norma adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan

diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu.

Menurut Putnam norma- norma terdiri dari pemahaman-pemahaman,

15 Edi Suharto, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta,


2007, hlm.98
nilai-nilai, harapan-harapan, dan tujuan-tujuan yang diyakini dan

dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma dapat

bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar-standar sekuler

seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan

berkembang berdasarkan sejarah kerjasama dimasa lalu dan diterapkan

untuk mendukung iklim kerjasama.

b. Kepercayaan

Kepercayaan(trust) adalah harapan yang tumbuh didalam

sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur,

teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama.

Dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-

aturan sosial cenderung bersifat positif, hubungan-hubungan juga

bersifat kerjasama. Kepercayaan sosial pada dasarnya merupakan

produk dari modal sosial yang baik ditandai oleh adanya lembaga-

lembaga sosial yang kokoh, sehingga modal sosial melahirkan

kehidupan sosial yang harmonis karena kerusakan modal sosial akan

menimbulkan perilaku anti sosial.

c. Jaringan

Aspek ketiga dalam modal sosial adalah jaringan. Infrastruktur

dinamis dari modal sosial berwujud jaringan- jaringan kerjasama antar

manusia. Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan

interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat

kerjasama. Putnam berargumen bahwa jaringan-jaringan sosial yang


erat akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta

manfaat-manfaat dari partisipasinya itu.

Anda mungkin juga menyukai