Anda di halaman 1dari 9

35

MODAL SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN

Oleh.
Anyualatha Haridison1

ABSTRAK
Tulisan ini ingin mengeksplorasi konsepsi modal sosial dalam pembangunan, baik itu sumber, bentuk
dan implikasi modal sosial bagi pembangunan. Modal sosial merupakan : (1) sekumpulan sumberdaya aktual
dan potensial; (2) entitasnya terdiri-dari atas beberapa aspek dari struktur sosial, dan entitas-entitas tersebut
memfasilitasi tindakan individu-individu yang ada dalam struktur tersebut; (3) asosiasi-asosiasi yang bersifat
horisontal; (3) kemampuan aktor untuk menjamin manfaat; (4) informasi; (5) norma-norma;
(6) nilai-nilai; (7) resiprositas; (8) kerjasama; (9) jejaring.
Modal sosial sangat dibutuhkan dalam pembangunan, baik itu pembangunan manusia dan sosial,
pembangunan ekonomi, dan pembangunan politik. (1) Pembangunan manusia dan sosial diketahui bahwa
Modal sosial dapat meningkatkan kesadaran individu tentang banyaknya peluang yang dapat dikembangkan
untuk kepentingan masyarakat, misalnya kemampuan untuk menyelesaikan kompleksitas berbagai
permasalahan bersama, mendorong perubahan yang cepat di dalam masyarakat, menumbuhkan kesadaran
kolektif untuk memperbaiki kualitas hidup dan mencari peluang yang dapat dimanfaatkan untuk
kesejahteraan. (2) Dalam pembangunan ekonomi modal sosial sangat tinggi berpengaruh terhadap
perkembangan dan kemajuan berbagai sektor ekonomi. Perkembangan ekonomi yang sangat tinggi di Asia
Timur yang dijalankan pelaku ekonomi Cina dilakukan melalui koneksi-koneksi kekeluargaan dan kesukuan,
pola ini mendorong pembentukan jaringan rasa percaya (networks of trust) yang dibangun melewati batas-
batas keluarga, suku, agama, dan negara. (3) Modal Sosial yang tinggimembawa dampak pada tingginya
partisipasi masyarakat sipil dalam berbagai bentuknya. Akibat positif yang dihasilkan adalah pemerintah akan
memilki akuntabilitas yang lebih kuat Tingginya modal sosial akan mendorong efektifitas pemerintahan,
beragam determinan memungkinkan negara berfungsi secara lebih efektif dan memiliki legitimasi.

Kata Kunci : Modal Sosial, Pembangunan, trust.

Terminologi modal sosial [atau lebih dikenal dengan: social capital] digunakan secara
berbeda-beda tergantung dari lingkup studi. Dalam perspektif ilmu politik, sosiologi dan
antropologi umumnya pengertian modal sosial merujuk pada norma-norma, jejaring dan
organisasi-organisasi melalui mana masyarakat memperoleh akses terhadap kekuasaan dan
berbagai sumberdaya, yang merupakan peralatan yang memungkinkan pengambilan
keputusan dan penyusunan kebijakan. Bagi kalangan ekonom, terutama pada tingkatan
mikro-ekonomi, modal sosial dipandang terutama dalam arti kemampuannya untuk
memperbaiki berfungsinya pasar. Sedangkan pada aras makro-ekonomi, para ekonom
mempertimbangkan modal sosial terkait dengan bagaimana institusi-institusi, kerangka
kerja berdasarkan tata aturan, dan peran pemerintah dalam organisasi produksi
mempengaruhi penampilan makro-ekonomi.
Dalam tulisan ini, modal sosial akan dilihat dalam lingkup paradigma pembangunan
dan tentunya pembahasan ini akan memiliki sejumlah keterkaitan dengan lingkup studi,
baik itu studi politik, sosiologi, ekonomi dan antropologi. Pembahasan ini dibagi menjadi
: (1) Pengertian modal sosial; (2) Sumber-sumber modal sosial; (3) Bentuk-bentuk modal
sosial; (4) Modal Sosial dan Pembangunan.

PENGERTIAN MODAL SOSIAL


Menurut Bourdieu (Jenkins, 2004) modal sosial adalah sekumpulan sumberdaya
aktual atau potensial yang terkait dengan pemilikan suatu jejaring yang tahan lama dari
hubungan-hubungan yang sudah terlembagakan yang berawal dari pengenalan dan
pengakuan yang saling menguntungkan.
Sedangkan bagi Coleman (1990) modal sosial dilihat berdasarkan fungsinya, yang
bukan merupakan entitas tunggal tetapi terdiri dari berbagai entitas yang berbeda-beda,
dengan dua karakteristik umum, yakni: (1) semuanya terdiri-dari atas beberapa aspek dari
struktur sosial, dan (2) entitas-entitas tersebut memfasilitasi tindakan individu-individu
yang ada dalam struktur tersebut. Seperti bentuk modal lainnya, modal sosial bersifat
1
Staf Pengajar Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Palangka Raya
36

produktif, yang memungkinkan pencapaian beberapa tujuan yang tidak dapat dicapai tanpa
keberadaannya. Seperti modal fisik dan modal manusia, modal sosial tidak sepenuhnya
dapat ditukar, tetapi dapat ditukar terkait dengan aktivitas-aktivitas tertentu. Bentuk modal
tertentu yang bernilai untuk memudahkan beberapa tindakan bisa jadi tidak berguna atau
merugikan orang lain. Tidak seperti modal lainnya, modal sosial melekat pada struktur
relasi di antara orang dan kalangan orang.
Putnam (1993) mendefinisikan modal sosial adalah suatu kumpulan dari asosiasi-
asosiasi yang bersifat horisontal di antara orang-orang yang mempunyai pengaruh terhadap
produktivitas dari masyarakat setempat. Asosiasi-asosiasi yang dimaksud, termasuk
jejaring dari pertalian warga masyarakat (civic engagement) dan norma-norma sosial.
Asumsi yang mendasari konsep Putnam adalah: (1) jejaring dan norma-norma yang secara
empiris saling terkait; dan (2) jejaring dan norma-norma dimaksud mempunyai
konsekuensi-konsekuensi ekonomi yang penting. Oleh sebab itu, ciri kunci dari modal
sosial sebagaimana definisi Putnam adalah modal sosial memfasilitasi koordinasi dan kerja
sama bagi keuntungan bersama (timbal balik) dari para anggota suatu asosiasi.
Menurut Portes (1998) modal sosial adalah kemampuan dari para aktor untuk
menjamin manfaat dengan bertumpu pada keanggotaan dalam jejaring sosial dan struktur-
struktur sosial lain. Sedangkan menurut Woolcock (1998) modal sosial adalah derajat
kohesi sosial yang ada dalam komunitas. Ia mengacu pada proses-proses antar orang yang
membangun jejaring, norma-norma, dan social trust, dan memperlancar koordinasi dan
kerjasama yang saling menguntungkan.
Kemudian Lang & Hornburg (1998) berpendapat bahwa modal sosial umumnya
merujuk pada ketersediaan rasa saling percaya di dalam masyarakat (stocks of sosial trust),
norma-norma, dan jejaring yang dapat dimanfaatkan masyarakat dalam rangka
menyelesaikan persoalan-persoalan bersama. Fukuyama (1995) mengkonsepsikan modal
sosial sebagai suatu norma informal yang mendorong kerjasama yang saling
menguntungkan.
Dari pandangan beberapa ahli tentang konsepsi modal sosial di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa modal sosial adalah : (1) sekumpulan sumberdaya aktual dan potensial;
(2) entitasnya terdiri-dari atas beberapa aspek dari struktur sosial, dan entitas- entitas
tersebut memfasilitasi tindakan individu-individu yang ada dalam struktur tersebut;
(3) asosiasi-asosiasi yang bersifat horisontal; (3) kemampuan aktor untuk menjamin
manfaat; (4) informasi; (5) norma-norma; (6) nilai-nilai; (7) resiprositas; (8) kerjasama;
(9) jejaring.

SUMBER-SUMBER MODAL SOSIAL


Teori yang secara memuaskan mengidentifikasikan mekanisme produksi,
pemeliharaan dan pertumbuhan modal sosial, hingga kini masih belum memadai. Pantoja
(2000) menyebutkan bahwa jika modal sosial didekati semata-mata dalam terma-terma
struktural, jika dioperasionalisasi dalam keanggotaan misalnya, terdapat kecenderungan
untuk menganggap bahwa keanggotaan tersebut di dalam dirinya sendiri adalah yang
memproduksi modal sosial. Juga terlalu menganggap bahwa asosiasi adalah yang
menyediakan modal sosial bagi individu dan kelompok.
Suatu kesulitan yang nyata adalah bahwa banyak interaksi dan relasi formal dan
informal di antara anggota-anggota suatu masyarakat dapat memperkuat modal sosial,
meskipun spektrum dari interaksi yang dimaksud tidak sepenuhnya bisa diobservasi (Stolle
and Rochon, 1998).
Putnam (1993) menilai bahwa rasa saling percaya (trust) adalah suatu komponen yang
penting dari modal sosial. Umumnya analisis Putnam difokuskan pada trust antar individu
(interpersonal trust), meskipun seperti yang dikatakan Williamson (1993) masih ada
beberapa trust yang juga relevan, dan membedakan trust ke dalam tiga tipe, yaitu
calculative trust, personal trust, dan institutional trust.
Kebanyakan modal sosial dapat dipertimbangkan sebagai sumberdaya bersama.
Meskipun aktor-aktor sosial yang spesifik seperti organisasi bisnis atau asosiasi sukarela
37

dapat menciptakan modal sosial, ia juga dapat diproduksi atau dihancurkan oleh aktivitas-
aktivitas lainnya. Kebutuhan dan biaya untuk memproduksi modal sosial, tidak secara
universal sama. Kapasitas civil society secara umum untuk menghasilkan [dan juga
menghancurkan] modal sosial, dipengaruhi dengan banyak cara yang melalui konteks
sosial, politik dan ekonomi. Dalam kaitan ini, Bourdieu (2004) mengatakan bahwa
kehadiran dan kepadatan jejaring-jejaring dari berbagai koneksi dan dari asosiasi warga,
bukanlah suatu kondisi sosial yang terjadi begitu saja.
Salah satu isu utama yang perlu dipegang adalah bagaimana social trust di antara
masyarakat kurang mampu mempunyai pengetahuan yang intim di antara sesama–
berkembang dan dipelihara di dalam masyarakat. Menurut dugaan, manfaat yang krusial
dari rasa saling percaya antar orang perorangan ditingkatkan oleh keanggotaan asosiasional
yang membantu pengembangan masyarakat dimana berbagai macam kerjasama
dimungkinkan terkait dengan adanya suatu generalized social trust. Generalized social trust
ini diharapkan untuk berkembang melewati batas-batas kekerabatan dan pertemanan,
bahkan melewati hubungan perkenalan.
Bagi Putnam (1993) trust mempunyai dua sumber, yakni: (1) norma-norma
resiprositas; (2) jejaring dari pertalian warga. Menurut Granovetter (1985), trust di dalam
masyarakat muncul terutama karena relasi-relasi sosial. Sebaliknya, bagi Levi (1998) trust
yang muncul pada asosiasi-asosiasi tingkat menengah dapat saja tidak mencukupi untuk
menghasilkan generalized social trust, sementara itu, institusi-institusi negara dapat pula
menyediakan dasar bagi generalized trust.
Menurut Levi (1998) trust dari pendekatan perilaku dapat didefinisikan sebagai suatu
tindakan yang diambil dalam situasi yang beresiko, tetapi terdapat suatu alasan untuk
memercayai seseorang yang ingin dipercaya. Sumber bagi kepercayaan ini bervariasi
(pengetahuan aktual, sanksi-sanksi institusional, keyakinan terhadap keyakinan seseorang,
dan lain-lain), tetapi semuanya relatif memerlukan pengorbanan kecil terhadap individu
yang diputuskan untuk dipercaya. Tentunya, mekanisme-mekanisme kognitif akan
memainkan peran dalam hal ini.
Bagi Levi (1998) trust adalah human passion dan modality of human action.
Sebagaimana human passion, trust merepresentasi keyakinan yang terdapat dalam harapan-
harapan sehubungan dengan perhatian-perhatian yang ramah dari berbagai agen sosial.
Sebagai modality of action, trust selalu bersifat strategis, dan memerlukan kurang lebih
kebijakan yang diputuskan secara sadar untuk sepakat dengan kebebasan orang lain.
Menurut Pantoja, pandangan ini terkait dengan apa yang disebut oleh Williamson tentang
personal trust dan calculative trust.

BENTUK-BENTUK MODAL SOSIAL


Nilai dari konsep modal sosial terletak pertama-tama dalam kenyataan bahwa modal
sosial memperkenalkan aspek-aspek tertentu dari struktur sosial berdasarkan fungsi-
fungsinya. Nilai ini merupakan sumberdaya yang dapat digunakan oleh para aktor untuk
mencapai kepentingan-kepentingannya. Dalam konteks ini, konsep modal sosial
memungkinkan pemanfaatan sumberdaya-sumberdaya dan menunjukkan bagaimana
sumberdaya-sumberdaya tersebut dapat saling dikombinasikan untuk menghasilkan derajat
perilaku yang berbeda. Menurut Coleman (2011) ada enam bentuk dari modal sosial, yaitu
: (1) kewajiban dan ekspektasi; (2) saluran informasi; (3) norma dan sanksi efektif; (4) relasi
wewenang; (5) organisasi sosial yang dapat disesuaikan; (6) organisasi yang disengaja.
Pertama, Kewajiban dan Ekspektasi. Jika A melakukan sesuatu untuk B dan percaya
bahwa B akan membalasnya pada masa depan, hal ini menciptakan ekspektasi di pihak A
dan kewajiban di pihak B untuk memelihara kewajiban tersebut. Kewajiban ini dapat
dipahami sebagai slip kredit yang dipegang oleh A. Slip kredit yang akan ditebus dengan
beberapa tindakan dati B. Jika A memegang sejumlah besar slip kredit ini dari sejumlah
orang yang memiliki relasi dengannya, maka ada analogi langsung dengan modal uang: slip
kredit merupakan sejumlah besar kredit yang dapat ditarik A jika diperlukan– kecuali kalau
pemberian kepercayaan tersebut tidak bijaksana, dan slip tersebut menggambarkan
38

piutang sanksi yang tidak akan dilunasi. Dalam beberapa struktur sosial dikatakan bahwa
orang-orang selalu melakukan sesuatu untuk satu sama lain. Ada sejumlah besar slip kredit
ini yang belum dilunasi, seringkali pada kedua sisi relasi (karena slip kredit ini seringkali
tidak dapat ditukarkan dalam bidang aktivitas berbeda maka slip kredit dari B yang
dipegang oleh A dan slip kredit A dipegang oleh B tidak digunakan sepenuhnya untuk
saling melunasi). Ada dua elemen kritis pada bentuk modal sosial ini: tingkat kredibilitas
lingkungan sosial, yang berarti bahwa kewajiban akan dilunasi dan tingkat kewajiban aktual
tersebut dipegang. Struktur-struktur sosial berbeda pada kedua dimensi ini, dan para pelaku
dalam struktur tertentu berbeda dengan pelaku dalam struktur lain. Menurut Coleman,
perbedaan dalam struktur sosial dalam kedua dimensi yang disebutkan di atas, muncul
karena beberapa alasan : (1) ada perbedaan dalam kebutuhan-kebutuhan aktual yang
dimiliki seseorang untuk membantu di tengah ketersediaan sumber-sumber bantuan
lainnya; (2) tingkat kemakmuran mengurangi bantuan yang diperlukan oleh orang lain; (3)
perbedaan dalam kultur terkait dengan kecenderungan untuk memberikan bantuan dan
meminta bantuan dalam jaringan-jaringan sosial yang tertutup.
Kedua, Saluran Informasi. Bentuk modal sosial yang penting adalah potensi
informasi yang melekat pada relasi-relasi sosial. Informasi penting untuk mendasari
tindakan, tetapi akuisisi informasi merugikan. Informasi sekurang-kurangnya memerlukan
perhatian, yang selalu cepat diberikan. Alat yang dapat digunakan untuk mendapatkan
informasi adalah penggunaan relasi sosial yang dipertahankan untuk tujuan-tujuan lain.
Misalnya seorang ilmuwan sosial yang tertarik penelitiannya menjadi terdepan di bidang
yang terkait dapat menggunakan interaksinya setiap hari dengan kolega yang juga
melakukan penelitian, jika ia dapat mengandalkan kolega yang terdepan di bidangnya.
Ketiga, Norma dan Sanksi Efektif. Coleman menegaskan bahwa ketika norma efektif
terbentuk, norma tersebut menjadi bentuk modal sosial yang kuat tetapi kadang rapuh.
Norma-norma preskriptif yang merupakan bentuk modal sosial sangat penting dalam
kolektivitas adalah norma yang membuat seseorang melepaskan kepentingan diri sendiri
untuk bertindak demi kepentingan kolektivitas. Norma tersebut diperkuat dengan dukungan
sosial, status, kehormatan, dan penghargaan lain.
Keempat, Relasi Wewenang. Jika pelaku A mengalihkan hak kendali beberapa
tindakan kepada pelaku lain, B, maka B menyediakan modal sosial dalam bentuk hak
kendali tersebut. jika sejumlah pelaku mengalihkan hak kendali yang sama pada B, maka B
menyediakan kumpulan modal sosial yang besar, yang dapat dikonsentrasikan pada
beberapa aktivitas. Pengalihan kendali ini tentu saja meletakkan kekuasaan yang besar ke
tangan B.
Kelima, Organisasi Sosial yang Dapat Disesuaikan. Organisasi yang didirikan untuk
satu rangkaian tujuan juga dapat membantu tujuan lainnya, karenanya menjadi modal sosial
yang dapat digunakan. Misalnya sekolempok mahasiswa radikal di Korea Selatan
digambarkan sebagai kelompok mahasiswa yang berasal dari sekolah lanjutan atau gereja
yang sama. Dalam kasus ini juga organisasi didirikan untuk satu tujuan dapat disesuaikan
dengan tujuan lain, menjadi modal sosial penting untuk individu-individu yang telah
menyediakan sumber organisasi.
Keenam. Organisasi yang Disengaja. Penggunaan konsep modal sosial tergantung
pada keberadaan hasil sampingan aktivitas yang diikutsertakan untuk tujuan-tujuan lain.
Bagian selanjutnya akan menunjukkan mengapa demikian, mengapa sering ada investasi
modal sosial kecil atau tidak langsung. Namun ada bentuk-bentuk modal sosial yang
merupakan hasil langsung investasi dari para pelaku yang bertujuan mendapat keuntungan
dari investasinya. Contoh paling menonjol adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh
pemilik modal uang untuk tujuan mendapat penghasilan. Dalam mendirikan organisasi
semacam itu, seorang kapitalis mengubah modal uang menjadi modal fisik dalam bentuk
bangunan dan peralatan, modal sosial dalam bentuk organisasi terdiri atas beberapa posisim
dan modal manusia dalam bentuk orang-orang yang mengisi posisi tersebut.
Pantoja (2000) membedakan bentuk-bentuk modal sosial sebagai berikut : (1)
hubungan-hubungan keluarga dan kekerabatan, meliputi: rumah tangga, keluarga luas, atau
klien berdasarkan pada kuatnya pertalian darah dan afinitas; (2) jejaring sosial atau
39

kehidupan asosiasional, meliputi: jejaring yang dimiliki individu, kelompok dan organisasi-
organisasi yang menghubungkan individu dari keluarga-keluarga yang berbeda, atau
kelompok-kelompok yang memiliki kesamaan aktivitas untuk berbagai maksud; (3)
keterkaitan lintas sektor, termasuk jejaring yang menghubungkan organisasi- organisasi
dari berbagai sektor di dalam masyarakat (LSM, organisasi akar rumput, perwakilan
pemerintah, perusahaan swasta) yang memungkinkan kombinasi sumberdaya dan tipe
pengetahuan yang berbeda-beda guna menemukan pemecahan masalah dari masalah-
masalah yang kompleks. Bentuk modal sosial ini menyediakan artikulasi antara asosiasi dan
organisasi yang bersifat horisontal dan vertikal; (4) norma-norma dan nilai- nilai sosial,
mencakup kepercayaan budaya yang luas dan pengaruh kepercayaan yang dimaksud
terhadap berfungsinya masyarakat secara umum. Norma-norma dan nilai-nilai mendukung
bentuk-bentuk modal sosial lainnya sekaligus merepresentasi bentuk paling umum dan
paling sulit dari modal sosial.

IMPLIKASI MODAL SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN


Terdapat bukti yang terus berkembang bahwa modal sosial mempunyai pengaruh
yang kuat terhadap hasil-hasil pembangunan, termasuk pertumbuhan, keadilan, dan
pengentasan kemiskinan (Grootaert, 1996). Berbagai asosiasi dan institusi menyediakan
suatu kerangka kerja informal untuk berbagi informasi (sharing information),
mongkoordinasikan aktivitas-aktivitas (coordinating activities), dan membuat keputusan-
keputusan bersama (making collective decision).
(1) Sharing information : Institusi-institusi formal dan informal dapat membantu
mencegah kegagalan pasar terkait dengan ketidakcukupan dan ketidaktepatan informasi.
Para agen pelaku ekonomi sering membuat keputusan-keputusan yang tidak efisien karena
kekurangan informasi yang diperlukan, atau karena salah satu agen memperoleh
keuntungan dengan cara menyampaikan informasi yang tidak tepat kepada yang lainnya.
Dalam kondisi yang lain, keputusan-keputusan yang optimal mungkin sulit dilakukan
karena ketidakpastian dan respons dari para agen lainnya terhadap ketidakpastian yang
dimaksud. Dalam konteks ini institusi-institusi dapat membantu menyebarluaskan
informasi yang cukup dan tepat, yang memungkinkan para pelaku pasar untuk membuat
keputusan-keputusan yang cocok dan efisien. Ketidakpastian dalam pasar modal, dapat
diminimalisasi pula melalui ketentuan hukum dan berfungsinya sistem peradilan dengan
baik, sehingga dapat mendukung atau memperkuat hubungan-hubungan kontaktual yang
terjadi dalam pasar.
(2) Coordinating activities. Perilaku yang tidak terkoordinasi atau petualangan yang
dilakukan oleh para agen ekonomi, dapat pula menyebabkan kegagalan pasar. Merujuk pada
pengalaman proyek-proyek, tampaknya perilaku dimaksud muncul sebagai akibat
kurangnya kekuatan institusi sosial baik formal maupun informal dalam rangka mengatur
kesepakatan secara adil. Institusi-institusi dimaksud dapat mengurangi perilaku
petualangan melalui pengembangan kerangka kerja dalam mana para individu dapat saling
berinteraksi sehingga memperkuat rasa saling percaya di antara para anggota.
(3) Making collective decisions. Pembuatan keputusan bersama adalah kondisi yang
diperlukan bagi penyediaan barang-barang publik dan pengelolaan eksternalitas pasar.
Tidak berbeda dengan pemerintah, asosiasi-asosiasi lokal dan yang bersifat sukarela pun
tidak selalu efektif dalam memaksimalkan kemampuan untuk membuat keputusan –
keputusan bersama. Dalam konteks ini, asosiasi – asosiasi tersebut tidak semata-mata
tergantung dari bagaimana mereka mengatasi persoalan information-sharing, tetapi juga
pada derajat keadilan yang tersedia. Institusi – institusi lokal umumnya lebih efektif dalam
memperkuat kesepakatan bersama dan tindakan kerja sama bilamana aset-aset
didistribusikan secara relatif adil dan keuntungan dapat dibagi secara merata. Dengan
demikian pada aras lokal, efisiensi dan keadilan berjalan seiring. Pembagian menyediakan
suatu insentif untuk memperbaiki koordinasi dalam pengelolaan barang-barang publik,
sehingga menambah produkstivitas bagi setiap orang. Selain ekonomi mikro, pasar juga
dipengaruhi oleh lingkungan ekonomi makro dan politik ekonomi. Akan tetapi, lingkungan
makro dapat pula merusak pengaruh dari modal sosial pada aras lokal. Ketika
40

pemerintahan dan sistem peradilan berfungsi dengan baik, dan terdapat kebebasan
berekspresi, maka institusi-institusi lokal akan berkembang pesat dan melengkapi fungsi-
fungsi dari institusi-institusi makro. Sebaliknya, ketika tidak berfungsi dengan baik,
institusi-institusi lokal akan mencoba untuk menggantikan ketidakberdayaan dimaksud.
Dengan demikian, apa yang diperlukan adalah pandangan yang seimbang terhadap peran
dari pusat (negara) dan institusi – institusi pada aras lokal.
Dalam banyak hal ketiga konsep yang dikatakan oleh Grootaert (1996) tadi sangat
mendukung proses pembangunan sebuah negara. Norma-norma sosial dapat bekerja untuk
mengurangi biaya transaksi melalui peningkatan harapan-harapan, aturan-aturan informal
dan pemahaman bersama yang memungkinkan orang untuk melakukan interaksi sosial dan
bisnis secara efisien. Jejaring yang telah berkembang baik juga bisa mengurangi biaya
transaksi. Dalam politik, jejaring yang diciptakan lewat trust dari seseorang kandidat selama
menjadi anggota masyarakat akan mengurangi biaya kampanye dibandingkan kandidat
yang baru ingin mengangkat elektabilitasnya.
Bertambahnya bentuk-bentuk modal sosial tertentu tampaknya menambah kecepatan
penyebaran ide-ide, pengetahuan dan informasi ke seluruh lapisan masyarakat. Secara
umum, semakin erat hubungan-hubungan di dalam masyarakat, semakin mudah bagi orang
untuk meneruskan informasi dan semakin banyak yang akan memperoleh informasi. Pada
lain pihak, beberapa elemen atau manifestasi dari modal sosial terkait dengan kuatnya
dinamika kelompok-kelompok masyarakat, yang secara potensial dapat mengurangi aliran
informasi ke dalam suatu kelompok dan merintangi terjadinya inovasi- inovasi
pembangunan. Hal ini memengaruhi perbedaan pengaruh antara bridging dan bonding
social capital. Bridging social capital mencakup keterkaitan lintas kelompok dengan ciri
yang berbeda-beda, sedangkan bonding social capital menunjukkan keterkaitan antara
orang dengan karakteristik yang sama.

Modal Sosial dan Pembangunan Manusia


Putnam dalam Hasbullah (2006) menyatakan bahwa bangsa yang memiliki modal
sosial tinggi cenderung lebih efisien dan efektif dalam menjalankan berbagai kebijakan
untuk mensejahterakan dan memajukan kehidupan rakyatnya. Modal sosial dapat
meningkatkan kesadaran individu tentang banyaknya peluang yang dapat dikembangkan
untuk kepentingan masyarakat. Dalam konteks pembangunan manusia, modal sosial
mempunyai pengaruh yang besar sebab beberapa dimensi pembangunan manusia sangat
dipengaruhi oleh modal sosial antara lain, kemampuan untuk menyelesaikan kompleksitas
berbagai permasalahan bersama, mendorong perubahan yang cepat di dalam masyarakat,
menumbuhkan kesadaran kolektif untuk memperbaiki kualitas hidup dan mencari peluang
yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan. Hal ini terbangun oleh adanya rasa saling
mempercayai, kohesifitas, tindakan proaktif, dan hubungan internal-eksternal dalam
membangun jaringan sosial didukung oleh semangat kebajikan untuk saling
menguntungkan sebagai refleksi kekuatan masyarakat. Situasi ini akan memperbesar
kemungkinan percepatan perkembangan individu dan kelompok dalam masyarakat
tersebut. Bagaimanapun juga kualitas individu akan mendorong peningkatan kualitas hidup
masyarakat itu berarti pembangunan manusia paralel dengan pembangunan sosial.

Modal Sosial dan Pembangunan Sosial


Masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi akan membuka kemungkinan
menyelesaikan kompleksitas persoalan dengan lebih mudah. Dengan saling percaya,
toleransi, dan kerjasama mereka dapat membangun jaringan baik di dalam kelompok
masyarakatnya maupun dengan kelompok masyarakat lainnya. Pada masyarakat
tradisional, diketahui memiliki asosiasi-asosiasi informal yang umumnya kuat dan memiliki
nilai-nilai, norma, dan etika kolektif sebagai sebuah komunitas yang saling berhubungan.
Hal ini merupakan modal sosial yang dapat mendorong munculnya organisasi-organisasi
modern dengan prinsip keterbukaan, dan jaringan- jaringan informal dalam masyarakat
yang secara mandiri dapat mengembangkan pengetahuan dan wawasan
41

dengan tujuan peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup bersama dalam kerangka
pembangunan masyarakat.
Berkembangnya modal sosial di tengah masyarakat akan menciptakan suatu situasi
masyarakat yang toleran, dan merangsang tumbuhnya empati dan simpati terhadap
kelompok masyarakat di luar kelompoknya. Hasbullah (2006) memaparkan mengenai
jaringan-jaringan yang memperkuat modal sosial akan memudahkan saluran informasi dan
ide dari luar yang merangsang perkembangan kelompok masyarakat. Hasilnya adalah
lahirnya masyarakat peduli pada berbagai aspek dan dimensi aktifitas kehidupan,
masyarakat yang saling memberi perhatian dan saling percaya. Situasi yang mendorong
kehidupan bermasyarakat yang damai, bersahabat, dan tenteram.

Modal Sosial dan Pembangunan Ekonomi


Modal sosial sangat tinggi pengaruhnya terhadap perkembangan dan kemajuan
berbagai sektor ekonomi. Fukuyama (1999) menunjukkan hasil-hasil studi di berbagai
negara yang menunjukkan bahwa modal sosial yang kuat akan merangsang pertumbuhan
berbagai sektor ekonomi karena adanya tingkat rasa percaya yang tinggi dan kerekatan
hubungan dalam jaringan yang luas tumbuh antar sesama pelaku ekonomi. Hasbullah
(2006) memberikan contoh perkembangan ekonomi yang sangat tinggi di Asia Timur yang
dijalankan pelaku ekonomi Cina. Usahanya memiliki tingkat kohesifitas yang tinggi karena
dilakukan dengan koneksi-koneksi kekeluargaan dan kesukuan, dan pola ini mendorong
pembentukan jaringan rasa percaya (networks of trust) yang dibangun melewati batas-batas
keluarga, suku, agama, dan negara.
Budaya gotong-royong, tolong menolong, saling mengingatkan antar individu dalam
entitas masyarakat desa merefleksikan semangat saling memberi (reciprocity), saling
percaya (trust), dan adanya jaringan-jaringan sosial (social networking). Pembangunan
industri pada masyarakat dengan modal sosial tinggi akan cepat berkembang karena modal
sosial akan menghasilkan energi kolektif yang memungkinkan berkembangnya jiwa dan
semangat kewirausahaan di tengah masyarakat yang pada gilirannya akan
menumbuhkembangkan dunia usaha. Investor asing akan tertarik untuk menanamkan
modal usaha pada masyarakat yang menjunjung nilai kejujuran, kepercayaan, terbuka dan
memiliki tingkat empati yang tinggi. Modal sosial, berpengaruh kuat pada perkembangan
sektor ekonomi lainnya seperti perdagangan, jasa, konstruksi, pariwisata dan lainnya.
Putnam (2000) menjelaskan mengenai modal sosial dan institusi-institusi demokrasi
di wilayah Italia yang berbeda sejak tahun 1970-an. Putnam menemukan bahwa partisipasi
warga terkait dengan kinerja pemerintah regional. Kemudian Putnam menemukan
gabungan indikator tentang modal sosial di Amerika Serikat yang mempunyai korelasi
negatif dengan data tentang penghindaran pajak di seluruh Amerika, yaitu pemenuhan
kewajiban pajak tinggi di negara-negara bagian yang mempunyai modal sosial tinggi.
Selanjutnya setelah melakukan kontrol terhadap perbedaan-perbedaan antar negara bagian
dalam modal sosial. Terlihat pendapatan perkapita, ketidaksamaan pendapatan, komposisi
ras, urbanisasi dan tingkat pendidikan, modal sosial merupakan satu-satunya faktor yang
ditemukan terkait dengan keberhasilan pemenuhan pajak yang diperkirakan.

Modal Sosial dan Pembangunan Politik


Modal Sosial yang tinggi, menurut Putnam (2002) membawa dampak pada tingginya
partisipasi masyarakat sipil dalam berbagai bentuknya. Akibat positif yang dihasilkan
adalah pemerintah akan memilki akuntabilitas yang lebih kuat (Hasbullah, 2006).
Tingginya modal sosial akan mendorong efektifitas pemerintahan, beragam determinan
memungkinkan negara berfungsi secara lebih efektif dan memiliki legitimasi. Modal sosial
tinggi yang dimiliki masyarakat lebih dapat memfasilitasi hubungan antara negara dan
rakyat. Hubungan yang baik antara pemerintah dan masyarakat akan menjamin stabilitas
politik negara. Di tingkat lokal, modal sosial dapat menjembatani hubungan pemerintah
daerah dan masyarakat dalam menyebarkan informasi dan mengimplementasikan program-
program pembangunan. Kepercayaan masyarakat kepada
42

pemerintah, keterbukaan pemerintah pada masyarakat, adanya komitmen dan keinginan


yang kuat antara pemerintah daerah dan masyarakat untuk membangun, serta adanya
partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan akan mendorong terciptanya
pembangunan sistem pemerintahan yang baik dimana akuntabilitas dan transparansi
pemerintahan berimbang dengan akses dan kontrol masyarakat terhadap pemerintahan. Hal
ini juga dapat mendorong demokrasi tumbuh dari bawah dan memungkinkan pembangunan
politik tidak hanya pada aras pusat tapi juga aras lokal.
Di samping itu, negara melalui sistem pemerintahan yang baik dapat mendorong
menguatnya modal sosial yang mendukung berkembangnya kepercayaan, nilai-nilai, dan
norma yang baik dengan menciptakan situasi yang kondusif dalam mempererat jaring-
jaring sosial di dalam masyarakat dan merangsang tumbuhnya sikap proaktif masyarakat
dalam pembangunan. Sebagai contoh, Rice (Putnam, 1993) dalam survei terhadap 114
komunitas di IOWA, Amerika, menemukan beberapa elemen atau indikator dari modal
sosial: interpersonal trust, pertalian warga, jejaring dan kesamaan politik. Secara positif
dan signifikan berkorelasi dengan dua kinerja pemerintah (ketanggapan dan efektivitas).
Hubungan tampak setelah melakukan analisis regresi digunakan untuk mengontrol
pendapatan, penyebaran pendapatan, penyebaran usia dan homogenitas ras.

PENUTUP
Modal sosial merupakan sumberdaya sosial yang dapat dipandang sebagai investasi
untuk mendapatkan sumberdaya baru dalam masyarakat. Oleh karena itu modal sosial
diyakini sebagai salah satu komponen utama dalam menggerakkan kebersamaan, mobilitas
ide, saling kepercayaan dan saling menguntungkan untuk mencapai kemajuan bersama,
khususnya pembangunan. Fukuyama (1999) menyatakan bahwa modal sosial memegang
peranan yang sangat penting dalam memfungsikan dan memperkuat kehidupan masyarakat
modern. Modal sosial merupakan syarat yang harus dipenuhi bagi pembangunan manusia,
pembangunan ekonomi, sosial, politik dan stabilitas demokrasi. Berbagai permasalahan dan
penyimpangan yang terjadi di berbagai negara determinan utamanya adalah kerdilnya
modal sosial yang tumbuh di tengah masyarakat.

Daftar Pustaka

Coleman, J., 1990. Foundations of Social Theory. Cambridge Mass: Harvard University
Press.
Fukuyama F., 1995. Trust: The Social Virtues and The Creation of Prosperity. New York:
Free Press.
Fukuyama, Francis. 1999. The End of History and The Last Man: Kemenangan Kapitalisme
dan Demokrasi Liberal. Yogyakarta: Penerbit Qalam.
Granovetter, M., 1985. "Economic Action and Social Structure: the Problem of
Embeddedness.", American Journal of Sociology.
Grootaert, Christian. 1998, Social Capital : The Missing Link?, The World Bank Social
Development Family, Enviromentally, and Socially Sustainable Development
Network, Social Capital Initiative, Working Paper No. 3
Hasbullah, Jousairi. 2006. Sosial Capital: Menuju Keunggulan Budaya Manusia
Indonesia). Jakarta: MR United Press.
Jenkins, Richard, 2004, Membaca Pikiran Pierre Bourdieu, Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Lang, Robert T., dan Steven P. Hornburg, 1998. What is Social Capital and Why Is it
important to Public Policy, Housing Policy Debate, Volume 9, Issue 1, Fannie Mae
Foundation.
Levi, 1998. Trust and Governance, New York: Russell Sage Foundation Limited.
Pantoja, Enrique, 2000, Exploring the Concept of Social Capital and Its Relevance for
Community-Based Development: The Case of Coal Mining Areas in Orissa, India, The
World Bank Social Development Family and Socially Sustainable Development
Network, Social Capital Initiative, Working Paper No. 18
Portes, A., 1998. Social Capital: Its Origins and Applications in Modern Sociology.
Annual Review of Sociology.
Putnam, R.D. 1993. The Prosperous Community: Social Capital and Public Life. American
Prospect, 13, Spring, 35- 42. In Elinor Ostrom and T.K. Ahn. 2003. Foundation of
Social Capital. Massachusetts: Edward Elgar Publishing.
Serageldin, Ismail and Christian Grootaert, Defining Social Capital : An Integrating View,
dalam Dasgupta, Partha and Ismail. 1999, Social Capital- A Multifaceted Perspective,
The World Bank, Washington D.C.
Williamson, Oliver E., 1993. ―Calculativeness, Trust, and Economic Organization.‖Journal
of Law and Economics.

Anda mungkin juga menyukai