Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akuntansi merupakan salah satu dari berbagai sistem untuk menghasilkan informasi
keuangan yang digunakan dalam proses pembuatan keputusan bisnis. Akuntansi
bukanlah sesuatu yang statis, namun akan terus berkembang seiring berjalannya waktu
dengan perkembangan lingkungan akuntansi untuk memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna (Komsiyah & Indriantoro, 2000). Dengan demikian, akuntansi
tidak dapat dipisahkan dari aspek perilaku manusia serta kebutuhan organisasi yang
dapat dihasilkan oleh akuntansi. Pentingnya kebutuhan akuntansi dan pentingnya peran
manusia dalam akuntansi maka dengan mengadopsi ilmu pengetahuan lainnya seperti
psikologi dan ilmu sosial, penelitian akuntansi perilaku lahir (Putri, 2009). Penelitian
akuntansi perilaku adalah cabang akuntansi yang mempelajari hubungan antara perilaku
manusia dengan sistem akuntansi (Siegel, Marconi, & Helena, 1989). Melihat pentingnya
aspek perilaku akuntansi dan keluasan isu dalam penelitian akuntansi perilaku, tidak
mengherankan bahwa perkembangan penelitian akuntansi perilaku semakin pesat
(Kusuma, 2003). Namun, pesatnya jumlah penelitian ini berbanding terbalik dengan
manfaat bagi dunia praktik. Beberapa kritik pada penelitian akuntansi adalah bahwa
penelitian akuntansi hanya memiliki sedikit nilai untuk praktik akuntansi atau
pengembangan akuntansi sebagai disiplin akademis (Inanga & Schneider, 2005), serta
penelitian akuntansi perilaku. Paradigma penelitian mengarahkan peneliti untuk
memahami dan menjawab masalah dan kriteria pengujian sebagai dasar untuk
menjawab masalah penelitian (Lincoln & Guba, 1986). Menurut Kuhn (1962), bila
paradigma tertentu tidak lagi menjadi panduan atau tidak lagi bisa menjawab masalah
kehidupan yang selalu berevolusi menjadi lebih kompleks, maka paradigma lama akan
mengalami anomali dan krisis akan terjadi selanjutnya. Selain itu, artikel ini juga ingin
melihat paradigma pertandingan yang akan dikembangkan terkait dengan penelitian
akuntansi perilaku.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penelitian akuntansi keperilakuan?

2. Apa yang dimaksud dengan paradigma?


3. Apa yang dimaksud dengan paradigma positivisme dan non-positivisme?
4. Apa saja perbedaan antara paradigma positivisme dan non-positivisme?
5. Apa saja kelemahan paradigma non-positivisme?
6. Bagaimana kolaborasi paradigma yang diperlukan dalam akuntansi keperilakuan?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari artikel ini adalah untuk menjelaskan bagaimana sebuah paradigma dapat
mempengaruhi hasil penelitian dan bagaimana paradigma nampaknya tidak lagi relevan
dalam menjawab suatu praktik, terutama dalam penelitian akuntansi perilaku. Selain itu,
artikel ini juga ingin mendeskripsikan apa paradigma yang tepat untuk pengembangan
yang terkait dengan penelitian akuntansi perilaku.

BAB II

PEMBAHASAN

2
A. Penelitian Akuntansi Keperilakuan

Penelitian adalah jembatan antara teori dan praktik, serta penelitian akuntansi perilaku.
Teori perilaku, kemudian menghubungkannya dengan praktik yang terjadi dalam
akuntansi melalui penelitian, sehingga membuat jembatan itu terjadi. Teori yang telah
dikonfirmasi bisa menjadi panduan untuk menjelaskan fenomena dunia nyata. Penelitian
sosial, termasuk penelitian akuntansi perilaku adalah sebuah proses dalam mencari ilmu
yang diharapkan dapat bermanfaat dalam mengembangkan teori baru dan memecahkan
masalah yang berkaitan dengan masalah ekonomi, manajemen, dan akuntansi
(Damayanti, 2013).
Penelitian akuntansi keperilakuan (behavioral accounting research) adalah cabang
akuntansi yang mempelajari hubungan antara perilaku manusia dengan sistem akuntansi
(Siegel, Marconi, & Helena, 1989). Penelitian akuntansi keperilakuan adalah bidang yang
sangat luas. Dalam pengembangan penelitian empirisnya, dimulai dengan bidang
akuntansi dan kemudian masuk ke bidang lain (Putri, 2009). Birnberg & Shields (1989)
dan Meyer & Rigsby (2001) mengklasifikasikan masalah penelitian di bidang penelitian
akuntansi perilaku, sebagai berikut: (1) kontrol manajerial, (2) pemrosesan informasi
akuntansi, (3) perancangan sistem informasi akuntansi, (4) audit, dan (5) sosiologi
organisasi.
Penelitian akuntansi perilaku sangat penting karena penelitian ini mengambil sudut
pandang perilaku manusia sebagai fokus diskusi. Peran manusia dalam akuntansi
menjadi sangat penting karena akuntansi diproduksi oleh manusia dengan tujuan
pengambilan keputusan (yang juga dilakukan oleh manusia). Hal ini menyebabkan
pesatnya perkembangan studi penelitian akuntansi perilaku (Kusuma, 2003). Namun,
pesatnya jumlah penelitian ini berbanding terbalik dengan manfaat bagi dunia praktik.
Beberapa kritik pada penelitian akuntansi adalah bahwa penelitian akuntansi hanya
memiliki sedikit nilai untuk praktik akuntansi atau pengembangan akuntansi sebagai
disiplin akademis (Inanga & Schneider, 2005), serta penelitian akuntansi perilaku.
Penelitian akuntansi harus bertujuan untuk memperbaiki praktik akuntansi.

3
Ketidakmampuan penelitian akuntansi perilaku dalam menjelaskan praktik akuntansi
diakibatkan oleh penggunaan paradigma yang tidak sesuai.

B. Pengertian Paradigma

Beberapa pengertian paradigma menurut para ahli diantaranya:


 Menurut Bogdan dan Biklen (1982) seperti yang dikutip oleh Moleong (2005),
paradigma adalah serangkaian asumsi yang disatukan, konsep atau proposisi yang
mengarahkan cara berpikir dan penelitian.
 Di sisi lain, Kuhn (1962) menjelaskan paradigma sebagai cara berpikir seseorang
terhadap realitas sosial yang dipengaruhi oleh cara berpikirnya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa paradigma adalah cara berpikir seseorang dalam
melihat atau memahami sesuatu. Konsep sains yang dikembangkan dalam suatu
penelitian sangat bergantung pada paradigma yang digunakan oleh penulis dengan
metode dan teknik analisis tertentu. Paradigma penelitian menurut Indriantoro &
Supomo (1999) adalah kerangka kerja yang menjelaskan bagaimana cara berpikir peneliti
terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap sains dan teori.
Paradigma penelitian juga menjelaskan bagaimana peneliti memahami permasalahan
dan kriteria pengujian sebagai dasar untuk menjawab permasalahan penelitian. Kuhn
(1962) beranggapan bahwa perbedaan paradigma dalam pengembangan sains akan
melahirkan pengetahuan yang berbeda. Karena jika cara berpikir para ilmuwan (mode
pemikiran) berbeda satu sama lain dalam menangkap kenyataan, maka secara alami
pemahaman mereka akan kenyataan akan menjadi beragam. Dalam memahami realitas
sosial, paradigma yang berbeda akan menimbulkan kepercayaan, nilai, dan norma yang
berbeda. Bila paradigma tertentu tidak lagi bisa menjadi tuntunan atau tidak lagi mampu
menjawab masalah hidup yang selalu berkembang menjadi lebih kompleks, maka
paradigma lama akan mengalami anomali, dan kemudian terjadi krisis. Adanya masalah
ini menyebabkan pergeseran dari paradigma lama ke yang baru untuk menjawab
permasalahan yang timbul. Paradigma mampu mengatasi anomali. Beberapa anomali

4
ditangani dengan paradigma. Namun, bila banyak anomali mengganggu dan mengancam
matriks disiplin maka paradigma menjadi tidak dapat dipertahankan. Bila paradigma
tidak bisa dipertahankan maka para ilmuwan bisa beralih ke paradigma baru (Kuhn,
1970).

C. Paradigma Positivisme dan Non-positivisme

Burrel dan Morgan (1979) membagi paradigma menjadi 4 bagian; Paradigma Fungsional,
Paradigma Interpretasi, Paradigma Humanis Radikal dan Paradigma Strukturalis Radikal.
Sementara Indriantoro & Supomo (1999) mengkategorikan paradigma berdasarkan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Willis, Jost, & Nilakanta (2007) mengungkapkan bahwa berbagai paradigma bervariasi
tergantung pada pandangan para peneliti, namun paradigma yang diterima secara umum
terbagi menjadi tiga bagian; positivisme, teori kritis dan interpretivisme. Paradigma
positivisme memandang dunia sebagai sesuatu yang telah disusun secara sistematis,
berpola, dan obyektif dan untuk mendapatkan generalisasi dengan mencari hubungan
antar variabel. Dalam paradigma positivisme, kebenaran yang dicari adalah sesuatu yang
sudah ada, oleh karena itu tugas peneliti adalah menemukan kebenaran yang belum
pernah ditemukan sebelumnya melalui proses deduktif. Selain itu, tugas peneliti adalah
untuk menjelaskan tentang apa yang terjadi secara obyektif terhadap kejadian yang
sedang diperiksa, juga tidak mencari makna di balik sesuatu yang terlihat. Paradigma
positivisme dikembangkan untuk mendukung dan mewujudkan berbagai metode atau
praktik akuntansi di dunia nyata (Riduwan, 2007).
Paradigma ini memiliki beberapa kelemahan, penelitian ini tidak bebas nilainya. Hal ini
ditegaskan oleh para periset bahwa mereka tidak ingin memaksakan pandangan mereka
ke dalam pikiran orang lain, namun lebih suka memberi informasi tentang implikasi yang
diharapkan dari tindakan tertentu dan membiarkan orang memutuskan tentang apa yang
harus mereka lakukan. Bahkan Deegan (2004) memberi pandangan bahwa paradigma
positivisme memisahkan diri dari praktik akuntan.
Di sisi lain, paradigma nonpositivisme adalah paradigma yang memandang dunia
sebagai sesuatu yang tidak terorganisir dan berpola secara objektif, sehingga diperlukan

5
pendekatan khusus untuk memahami setiap indikasi yang muncul. Tujuan dari paradigma
ini adalah untuk memahami makna pengalaman seseorang atau kelompok dalam sebuah
acara. Pengalaman tidak dianggap sebagai realitas empiris yang memiliki karakteristik
obyektif, namun merupakan pelajaran yang bisa diambil dari kejadian yang dialami
seseorang. Kebenaran diperoleh dengan memahaminya secara holistik, dan tidak hanya
bergantung pada data atau informasi yang dilihat, tapi juga berdasarkan informasi yang
terlihat dan menggali secara mendalam, unik dan unik, dan tidak dapat terjadi secara
umum.
Pengalaman perilaku dari satu dan lainnya sangat beragam, sehingga tingkah laku itu
adalah sesuatu yang sangat subjektif karena merupakan pelajaran yang bisa diambil dari
kejadian yang dialami seseorang. Karena perilaku itu subjektif, maka riset penelitian
akuntansi perilaku tidak cukup untuk masuk lebih dalam pada hal yang terlihat, namun
harus berdasarkan informasi tak kasatmata dan masuk lebih dalam secara detail. Melihat
karakteristik dari penelitian akuntansi perilaku, paradigma positivisme dipandang
sebagai bagian yang tidak sesuai untuk masuk lebih dalam pada penelitian akuntansi
perilaku. Jelas terlihat bahwa karakteristik dari penelitian akuntansi perilaku lebih dekat
dengan paradigma non-positivisme.

D. Perbedaan Paradigma Positivisme dan Non-Positivisme

Perbedaan paradigma positivisme dan non-positivisme diperlihatkan dalam tabel


berikut.

Paradigma Positivisme Paradigma Non-Positivisme


Melihat dunia sebagai sesuatu yang Melihat dunia sebagai sesuatu yang tidak
teratur secara sistematis, berpola, dan teratur dan secara objektif tidak berpola.
objektif.

Bertujuan untuk mendapatkan Bertujuan untuk memahami makna


generalisasi dengan melihat hubungan pengalaman seseorang atau kelompok
antar variabel. dalam satu peristiwa.

6
Paradigma Positivisme Paradigma Non-Positivisme
Kebenaran yang dicari adalah sesuatu Kebenaran tidak dianggap sebagai
yang sudah ada. realitas empiris yang memiliki
karakteristik objektif, namun sebagai
pelajaran yang bisa diambil dari kejadian
yang dialami seseorang.
Menjelaskan hal yang terjadi sebagai Pengalaman tidak dianggap sebagai
realitas dan secara objektif. realitas empiris yang memiliki
karakteristik objektif, namun merupakan
pelajaran yang bisa diambil dari kejadian
yang dialami seseorang
Jelaskan hal yang terjadi sebagai Pengalaman tidak dianggap sebagai
kenyataan dan obyektif realitas empiris yang memiliki
karakteristik objektif, namun merupakan
pelajaran yang bisa diambil dari kejadian
yang dialami seseorang
Tidak melihat makna dibalik sesuatu Berdasarkan informasi yang tak terlihat
yang terlihat. dan masuk lebih dalam secara rinci.

Ada beberapa alasan yang diajukan oleh Chariri (2009) mengapa non-positivisme
paradigma perlu dilakukan, terutama yang terkait dengan penelitian akuntansi perilaku.
Pertama, bidang studi bukanlah disiplin "bebas dari nilai". Artinya kegiatan bisnis dan
manajemen sangat terkait dengan nilai, norma, budaya, dan perilaku tertentu yang
terjadi di lingkungan bisnis. Jika lingkungannya berbeda, gaya dan pendekatan yang
digunakan bisa berbeda. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa manajemen / bisnis
adalah realitas yang dibangun secara sosial yang dibentuk oleh interaksi individu dan
individu; Ini adalah praktik penciptaan manusia; Ini adalah wacana simbolis yang
dibentuk oleh individu dan itu adalah hasil kreativitas manusia. Kedua, tidak semua nilai,
perilaku dan interaksi antara aktor sosial dan lingkungannya dapat diukur. Hal ini
disebabkan oleh persepsi seseorang tentang sesuatu yang sangat bergantung pada nilai,

7
pengalaman dan sebagainya, yang dibawa oleh individu yang bersangkutan. Berdasarkan
penjelasan di atas, jelas terlihat bahwa paradigma nonpositivisme lebih mendekati
penelitian keperilakuan. Penggunaan paradigma non-positivisme dalam penelitian
akuntansi perilaku diharapkan dapat menjembatani kesenjangan yang luas antara
penelitian akuntansi perilaku dan praktik akuntansi.

E. Kelemahan Paradigma Non-Positivisme

Selain kekuatan paradigma non-positivisme dalam penelitian akuntansi perilaku, Chariri


(2009) juga mengidentifikasi bahwa ada beberapa kelemahan dalam paradigma non-
positivisme.
1. Peneliti tidak bisa 100% independen dan netral dari setting penelitian.

2. Tidak terstruktur dan berantakan.


3. Ketelitian dan bias nya dipertanyakan.
Banyak peneliti mempertanyakan bias dan ketelitian paradigma interpretivisme sejak
Ahrens & Dent (1998) membuat sebuah persyaratan bahwa penelitian ilmiah harus
hati-hati dan tidak bias. Ahrens & Dent (1998) menyatakan bahwa penelitian tersebut
harus mencakup 2 elemen; seni dan sains. Ketika penelitian meliputi seni, itu berarti
bahwa penelitian harus menarik minat dan menyelidiki kasus nyata dalam organisasi
dan juga menghubungkannya dengan teori akuntansi. Namun, akan berbahaya jika
penelitian hanya mencakup seni tanpa menyertakan sains. Oleh karena itu, penelitian
harus hati-hati dan tidak bias agar memenuhi kriteria sains.
4. Validitas dan realibilitasnya dipertanyakan.
Penelitian yang cermat dan tidak bias harus mempertimbangkan aspek validitas serta
reliabilitasnya (Lilis, 2006). Dalam sebuah penelitian yang didasarkan pada
paradigma positivisme, kedua hal tersebut tidak perlu dipertanyakan karena
positivisme benar-benar memperhatikan validitas dan reliabilitas. Namun dalam
paradigma interpretivisme (non-positivisme), kedua hal tersebut masih dipertanyakan.

F. Kolaborasi Paradigma

8
Memperhatikan setiap kelemahan dan kekuatan paradigma positivisme dan paradigma
non-positivisme, ada beberapa gagasan untuk membuat kolaborasi dari kedua paradigma
dalam penelitian akuntansi perilaku. Paradigma positivisme memiliki kekuatan dalam
mempertimbangkan validitas dan reliabilitas yang menjadi indikator penelitian yang
cermat dan tidak bias. Namun, paradigma dalam penelitian akuntansi perilaku ini tidak
mampu mengatasi kesenjangan yang luas antara penelitian akuntansi dan praktik
akuntansi (Baxter, 1988, Hopwood, 1988, Lee, 1989). Sebaliknya, paradigma
nonpositivisme dianggap mampu untuk mengatasi kesenjangan antara penelitian
akuntansi dan praktik akuntansi karena paradigma interpretivisme memberikan wawasan
detail dari praktik akuntansi yang tidak dapat ditemukan dalam literatur (Richardson,
2012); Ini menekankan pada pemahaman dan kritik terhadap sebuah proses dan ia
mengajukan sebuah pemahaman tentang hal yang unik dan berbeda (Parker, 2012);
Pendekatan ini mendekati kenyataan yang ada dan juga secara mendalam (Hopper &
Powell, 1985) dan studi kasus pada beberapa kasus atau kasus tunggal (Finlay, 2006).
Sayangnya, validitas dan reliabilitas paradigma nonpositivisme sering dipertanyakan
(Young & Selto, 1993). Oleh karena itu, akan lebih baik jika penelitian akuntansi
keperilakuan menggabungkan kedua paradigma untuk mencapai hasil yang optimal.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Ada peningkatan tajam pada penelitian pengembangan penelitian akuntansi perilaku.


Namun, kenaikan tajam ini berbeda dengan manfaatnya bagi dunia praktik. Penelitian
akuntansi termasuk penelitian akuntansi perilaku hanya memiliki sedikit nilai untuk
praktik akuntansi. Selain itu, ada kesenjangan yang luas antara penelitian akuntansi dan
praktik akuntansi. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa selama 1989-2003,
metode yang digunakan dalam penelitian akuntansi perilaku adalah metode eksperimen,
survei, dan non-empiris. Sementara itu, percobaan dan survei adalah metode penelitian
yang digunakan dalam paradigma positivisme. Ketidakmampuan hasil penelitian,
terutama penelitian akuntansi perilaku untuk mempersempit kesenjangan antara
penelitian dan praktik akuntansi dan kenyataan bahwa penelitian akuntansi perilaku
menggunakan paradigma positivisme, menunjukkan bahwa penggunaan paradigma
positivisme dalam penelitian akuntansi perilaku tidak lagi. relevan. Karakteristik
penelitian akuntansi perilaku adalah mengamati bagaimana perilaku mempengaruhi
sistem akuntansi, bagaimana sistem akuntansi mempengaruhi perilaku manusia dan
memprediksi perilaku dan perilaku manusia adalah pola acak yang sering berfluktuasi.
Oleh karena itu, hampir tidak mungkin untuk mengharapkan untuk membuat pola

10
perilaku tertentu. Selain itu, pengalaman tingkah laku satu orang dan lainnya sangat
beragam. Itu membuat perilaku menjadi subjektif karena ini merupakan pelajaran
berdasarkan pengalaman seseorang. Setelah mengetahui bahwa perilaku itu benar-benar
subjektif, penelitian akuntansi perilaku seharusnya tidak hanya menggali sesuatu yang
terlihat tapi juga menggali sesuatu yang tak terlihat secara detail. Dengan memperhatikan
karakteristik penelitian akuntansi perilaku, paradigma positivisme dianggap tidak sesuai
untuk menggali penelitian akuntansi perilaku. Jelas terlihat bahwa karakteristik penelitian
akuntansi perilaku lebih dekat dengan paradigma nonpositivisme. Di luar semua kekuatan
paradigma nonpositivisme dalam penelitian akuntansi perilaku, validitas dan reliabilitas
paradigma ini masih dipertanyakan. Dengan demikian, harus ada kolaborasi antara
paradigma non-positivisme dan positivisme untuk menghilangkan kelemahan setiap
paradigma dan untuk menunjukkan kekuatan mereka.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu penulis berharap kritik dan saran dari para pembaca agar
makalah selanjutnya akan lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca untuk menambah wawasan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, T. W. 2014. Nonpositivism in Behavioral Accounting Research: Initiated a

Collaboration of Paradigm. International Journal of Management Excellence. 3(1):

320-325

12

Anda mungkin juga menyukai