I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika merupakan suatu sikap atau perilaku yang menunjukkan bahwa
seseorang secara sadar mematuhi ketentuan atau norma yang berlaku dalam suatu
kelompok masyarakat atau organisasi. Menurut Widaryanti, (2007), Matondang, (2015),
Cahyani, dkk, (2015) Etika merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan moral dalam bentuk aturan (code) tertulis secara
sistematik maupun tidak tertulis. Sedangkan menurut Silalahi, (2013) Etika merupakan
karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang
berfungsi mengatur tingkah laku para anggotanya. Diskusi-diskusi tentang Etika profesi
dalam berbagai pembahasan lebih banyak diarahkan pada aktivitas praktisi akuntan
publik, meski secara makna etika profesi sesungguhnya tidak hanya menjadi domain
bagi akuntan publik yang berpraktek di Akuntan Publik, namun secara luas hal tersebut
menjadi prinsip etik bagi setiap akuntan atau setidaknya mereka yang menerjuni
beragam profesi dengan basis ilmu akuntansi sebagai bidang aktivitas yang digelutinya
(Koerniawan, 2013).
Berkaitan dengan etika para akuntan, khususnya di Indonesia berkembang isu
terjadinya beberapa pelanggaran etika, baik yang dilakukan oleh akuntan publik,
akuntan intern, maupun akuntan pemeritah (Kusumaningtyas dan Solikah, 2011).
Akuntansi secara umum (hampir) selalu dikonotasikan sebagai alat pencatatan lalu
lintas uang serta penyampai informasi keuangan di ranah aktivitas bisnis (Mulawarman,
2013). Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Masyarakat
mengharapkan profesi akuntan publik melakukan penilaian yang bebas dan tidak
memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan
keuangan (Mulyadi, 2002; dalam Pratiwi, 2014). Menurut Djatmiko dan Rizkina,
(2014), Futri dan Juliarsa, (2014) Akuntan Publik adalah profesi yang memberikan
pelayanan bagi masyarakat umum khususnya di bidang audit yang disediakan bagi
pemakai laporan keuangan. Akuntan publik dituntut untuk dapat memberikan opini
audit yang berkualitas bagi klien. Untuk meningkatkan kualitas yang baik maka auditor
harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan independensi, etika profesi dan kepuasan
kerja auditor. Ketika independensi, etika profesi dan kepuasan kerja seorang auditor
tersebut tidak bisa dipertahankan hingga membuat kesalahan dalam memberikan opini
audit, hal ini dapat menimbulkan dampak negatif yang besar bagi klien. Auditor
mungkin saja dapat dituntut secara hukum, terlebih jika kesalahan tersebut murni
dikarenakan oleh auditor.
Kualitas audit dipengaruhi sikap auditor independen dalam menerapkan Kode
Etik Profesi Akuntan Publik. Menurut Primaraharjo dan Handoko, (2011) Kode etik ini
menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap
invidu dalam kantor akuntan publik (KAP) atau jaringan KAP, baik yang merupakan
anggota Ikatan Akuntan Publik (IAPI) maupun yang bukan merupakan anggota IAPI,
yang memberikan jasa profesional yang meliput assurance dan jasa selain assurance.
Sedangkan menurut Kusuma dan Kawedar, (2011) Kode etik dimaksudkan sebagai
panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai auditor, bekerja
di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun dilingkungan dunia
pendidikan.
Krisis etika telah terjadi hampir di semua profesi, selain mempengaruhi orang
yang menggeluti profesi juga orang-orang yang bersiap untuk memasuki profesi
tersebut . Termasuk juga dengan profesi akuntan. Di Indonesia, fenomena terkait etika
profesi akuntan misalnya kasus pelanggaran yang terjadi pada perbankan di Indonesia
pada tahun 2002-an. Banyak bank dinyatakan sehat tanpa syarat oleh akuntan publik
atas audit laporan keuangan berdasar Standar Akuntansi Perbankan Indonesia ternyata
sebagian besar bank itu kondisinya tidak sehat. Memelihara standar etis yang tinggi
diantara profesional akuntan adalah persoalan kritis dalam memastikan berlangsungnya
fungsi audit yang berkualitas tinggi (Sirajudin, 2013). Berpikir kritis (critical thinking)
juga sangat diperlukan dalam proses pertimbangan audit (Martiah dan Putri, 2011).
Hilangnya kepercayaan publik dan meningkatnya campur tangan pemerintah pada
gilirannya menimbulkan dan membawa kepada runtuhnya profesi akuntan (Primasari,
2014).
Dilema etis yang dihadapi akuntan publik adalah bagaimana akuntan menjaga
hubungan baik dengan klien dan tetap mempertahankan integritas dan objektivitasnya
dalam pemberian opini. Selama ini muncul tuduhan bahwa masalah-masalah ini muncul
akibat terlalu berkiblatnya kode etik akuntan Indonesia pada kode etik produk negara
Liberal. Meskipun tidak semuanya salah kode etik produk negara liberal tersebut, tetapi
pasti ada beberapa poin yang harus disesuaikan dengan Indonesia. Etis di negara lain
belum tentu dinilai etis di Indonesia. Indonesia memiliki kearifan lokal yang berbeda
dengan negara Barat yang notabene penganut liberalisme. Ideologi paling sesuai dengan
Indonesia tentu saja Pancasila (Aneswari, 2015). Menghindarkan kecurangan-
kecurangan yang dilakukan oleh profesi akuntansi dapat juga melalui pendidikan yang
memadai dan memiliki muatan etika dengan menerapkan etika secara tepat dalam setiap
pekerjaan profesionalnya (Sari, 2012). Pancasila sebagai dasar negara mempunyai peran
yang besar dalam pembentukan karakter profesi akuntan di masa akan datang sebagai
pondasi yang kokoh, supaya profesional akuntan tidak ikut tergerus dalam pemilikran
kapitalis yang hanya memikirkan individual, namun ke nasionalis dan beretika (Sari,
2015). Dalam menjalankan profesinya, akuntan juga pasti mempunyai pola aturan dan
pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan, yang disebut kode etik
akuntan. Kode etik itu digunakan untuk menjaga sikap akuntan supaya tetap berjalan
dalam ranah pancasila, tetap dalam etika negara Indonesia yang berdasarkan pancasila.
Teori keadilan dirasa sebagai teori yang paling mewakili pada penelitian ini.
Teori keadilan Rawls bertujuan untuk mengembangkan sebuah teori mengenai keadilan
dalam bentuk prinsip prinsip yang dapat diterapkan untuk mengembangkan struktur
dasar masyarakat dan memberikan tantangan langsung bagi pendekatan utilitarianisme.
Teoti Rawls dapat diterapkan dalam akuntansi karena teori ini mengusulkan adanya
ketergantungan pada tabir kebodohan pada setiap situasi, yang menuntut aanya pilihan
dalam akuntansi yang akhirnya menghasilkan solusi yang netral, jujur, dan adil secara
sosial. Secara historis, para founding father di Indonesia setuju untuk menggunakan
nilai-nilai bersama, yaitu pancasila, sebagai dasar, jiwa dan kehidupan bernegara
(Setiawan, 2016). Dasar dari akuntansi merupakan cerminan dari kondisi masyarakat
suatu wilayah. Jika masyarakat memiliki budaya yang bercorak dengan unsur
kapitalisme, maka dengan sendirinya akuntansi akan bersifat kapitalisme (Sitorus,
2015). Pengadopsian akuntansi berbasis pada nilai kapitalisme di Indonesia juga tidak
lepas dari faktor sejarah bahwa selama berabad-abad Indonesia dijajah oleh bangsa
barat (Sitorus dan Triyuwono, 2016). Hal yang perlu diangkat dan dibahas adalah
pemupukan nilai berbasis pancasila dalam diri akuntan karena proses pemupukan adalah
hal yang krusial pada zaman dimana terjadi kelangkaan moral (Yusdita, 2014).
Profesi seperti akuntan perlu memiliki kode etik untuk mengatur semua tindakan
praktiknya agar tetap profesional. Namun kode etik yang ditetapkan di Indonesia
merupakan kode etik yang berasal dari negara lain yang berbeda ideologi dengan bangsa
Indonesia. Kode etik tersebut merupakan produksi negara berideologi Liberal dan
fully adopted menjadi kode etik di Indonesia. Fully Adopted artinya kode etik tersebut
ditranslate dan dipaste untuk kemudian langsung di implementasikan kedalam kode
etik Akuntan Indonesia. Melihat antara konsep dan aplikasi dalam kehidupan nyata,
perubahan besar-besaran untuk akuntabilitas itu sendiri diperlukan. Dalam level ini,
Pancasila memegang peran utama dalam pengembangan dasar baru untuk sebuah
tanggung jawab. Sebagai dasar negara ini, Pancasila mencerminkan idealisme Indonesia
yang menghargai humanistik (Sitorous, 2016). Namun di dalam Perspektif Pancasila,
manusia harus muncul dari kesadaran nilai-nilai ketuhanan yang sama untuk mencapai
masyarakat yang beradab (Ludigdo dan Kamayanti, 2012). Banyaknya kasus
penyimpangan yang terjadi dan derasnya arus globalisasi menuntut penanaman nilai-
nilai luhur pancasila, karena tanpanya, kehadiran kode etik akan sia-sia dan peran
akuntan tak lagi untuk semua pihak, namun kalangan tertentu. Apa yang lebih benar
daripada menggunakan ideologi sendiri, dalam hal ini Pancasila. Dengan menggunakan
Pancasila sebagai dasar kode akuntansi etik, Indonesia akan kembali ke akar bangsa dan
membebaskan dari imperialisme etis.
B. Rumusan Masalah
Banyaknya kasus penyimpangan yang terjadi dan derasnya arus globalisasi
menuntut penanaman nilai-nilai luhur pancasila, karena tanpanya, kehadiran kode etik
akan sia-sia dan peran akuntan tak lagi untuk semua pihak, namun kalangan tertentu.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang dibahas
dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana etika profesi akuntan di Indonesia saat ini ?
2. Bagaimanakah bentuk implementasi nilai-nilai pancasila dalam etika profesi
akuntan ?
C. Tujuan Penelitian
Maksud dari penilitian ini adalah untuk menyadarkan dan menumbuhkan
kembali sifat-sifat dasar, jiwa dan kehidupan bernegara dan tentunya kita kembali ke
ideologi bangsa kita sendiri. Atas dasar maksud penelitian tesebut, tujuan penelitian
ditetapkan, sebagai berikut:
1. Mengetahui kondisi etika profesi akuntan di Indonesia saat ini.
2. Mengetahui bentuk implementasi nilai-nilai pancasila dalam etika profesi
akuntan.
D. Manfaat Penelitian
Teoretis: Untuk mengembangkan sebuah teori mengenai keadilan dalam
bentuk prinsip prinsip etika profesi akuntan yang dapat diterapkan sesuai
dengan budaya masyarakat Indonesia. Kode etik profesi akuntan berdasarkan
perspektif pancasila yang menitikberatkan pada pertanggungjawaban
manusia kepada Tuhan melalui pemanusiaan manusia, semangat
persaudaraan, serta penyeimbangan kebutuhan jasmani dan rohani manusia
dalam hal aktivitas keuangan.
Praktis: Sebagai salah satu bentuk pengimplementasian ideologi bangsa
Indonesia untuk membangun rasa nasionalisme dan patriotisme dalam
menciptakan Etika Profesi Akuntan yang bebas dari praktik kapitalisme
dalam mengikuti cara pandang dan cara berfikir orang Indonesia dengan
berlandaskan pada pancasila. Sehingga dapat terciptanya seorang akuntan
yang humanis, mengedepankan nilai ketuhanan, nilai persatuan, dan nilai
kerakyatan sesuai dengan yang terkandung dalam pancasila.
Regulasi: Dalam aspek regulasi, UU RI No. 11 Tahun 2011 pasal 25 ayat 2
yang berisi tentang akuntan publik dalam memberikan jasanya wajib
mematuhi dan melaksanakan SPAP dan kode etik profesi. Kode etik tersebut
merupakan prinsip dasar etika yang tercantum pada Kode Etik Akuntan
Profesional 100.5 yang diterbitkan oleh International Ethics Standards
Board for Accountants of The International Federation of Accountants
(IESBA-IFAC) kemudian diadopsi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Selain
itu, Kode Etik Akuntan Profesional ini diharapkan akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat dan menyadarkan kembali nilai yang terdapat pada
sila-sila Pancasila kepada akuntan, serta meningkatkan kontribusi akuntan
bagi kepentingan masyarakat dan negara. Regulasi yang ketat yang diatur
oleh Ikatan Akuntan Indonesia sebagai pembuat aturan juga akan
mengurangi tindak kecurangan secara personal maupun berkelompok oleh
pihak tertentu dan nilai-nilai Pancasila sebagai sumber nilai realisasi
normative dan praktis dalam kehidupan bernegara dan kebangsaan.
AKUNTANSI
KONVENSIONAL
TEORI
KEADILAN
PANCASILA
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Lokasi Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif
dengan menggunakan pendekatan kritis. Menurut (Martono: 2013) penelitian ini
dilakukan dengan mengumpulkan kata-kata atau kalimat dari individu, buku, dan
sumber lain. Jenis penelitian ini secara umum dapat digunakan sebagai dasar penelitian
(ground research), perbandingan sejarah (comparative history), riwayat hidup (life
history), analisis wawancara dan sebagainya. Penelitian kualitatif bertujuan untuk
mengetahui makna yang tersembunyi, memahami interaksi sosial, mengembangkan
teori, memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah perkembangan. Situs utama
dalam penelitian ini adalah Auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP)
yang berada di Kota Makassar. Pengimplementasian nilai-nilai pancasila dalam etika
profesi akuntan dapat terwujud secara keseluruhan apabila auditor dapat bersikap
terbuka terhadap ide dan gagasan baru serta responsive terhadap kepentingan para
pengguna laporan keuangan.
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kritis. Pendekatan kritis dilakukan
karena peneliti beranggapan bahwa selama ini permasalahan dibidang akuntansi muncul
akibat terlalu berkiblatnya kode etik akuntan Indonesia pada kode etik produk negara
Liberal. Meskipun tidak semuanya salah kode etik produk negara liberal tersebut, tetapi
pasti ada beberapa poin yang harus disesuaikan dengan Indonesia. Etis di negara lain
belum tentu dinilai etis di Indonesia. Indonesia memiliki kearifan lokal yang berbeda
dengan negara Barat yang notabene penganut liberalisme. Ideologi paling sesuai dengan
Indonesia tentu saja Pancasila (Aneswari, 2015). Pancasila sebagai dasar negara
mempunyai peran yang besar dalam pembentukan karakter profesi akuntan di masa
akan datang sebagai pondasi yang kokoh, supaya profesional akuntan tidak ikut tergerus
dalam pemilikran kapitalis yang hanya memikirkan individual, namun ke nasionalis dan
beretika (Sari, 2015). Dengan berusaha memupuk kesadaran untuk beretika berdasarkan
nilai dalam Pancasila, diharapkan calon akuntan beretika dan etika tersebut dipegang
teguh apapun yang terjadi.