Anda di halaman 1dari 23

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Etika Profesi Akuntan

(Studi Pada Kantor Akuntan Publik Kota Makassar)

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika merupakan suatu sikap atau perilaku yang menunjukkan bahwa
seseorang secara sadar mematuhi ketentuan atau norma yang berlaku dalam suatu
kelompok masyarakat atau organisasi. Menurut Widaryanti, (2007), Matondang, (2015),
Cahyani, dkk, (2015) Etika merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan moral dalam bentuk aturan (code) tertulis secara
sistematik maupun tidak tertulis. Sedangkan menurut Silalahi, (2013) Etika merupakan
karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang
berfungsi mengatur tingkah laku para anggotanya. Diskusi-diskusi tentang Etika profesi
dalam berbagai pembahasan lebih banyak diarahkan pada aktivitas praktisi akuntan
publik, meski secara makna etika profesi sesungguhnya tidak hanya menjadi domain
bagi akuntan publik yang berpraktek di Akuntan Publik, namun secara luas hal tersebut
menjadi prinsip etik bagi setiap akuntan atau setidaknya mereka yang menerjuni
beragam profesi dengan basis ilmu akuntansi sebagai bidang aktivitas yang digelutinya
(Koerniawan, 2013).
Berkaitan dengan etika para akuntan, khususnya di Indonesia berkembang isu
terjadinya beberapa pelanggaran etika, baik yang dilakukan oleh akuntan publik,
akuntan intern, maupun akuntan pemeritah (Kusumaningtyas dan Solikah, 2011).
Akuntansi secara umum (hampir) selalu dikonotasikan sebagai alat pencatatan lalu
lintas uang serta penyampai informasi keuangan di ranah aktivitas bisnis (Mulawarman,
2013). Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Masyarakat
mengharapkan profesi akuntan publik melakukan penilaian yang bebas dan tidak
memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan
keuangan (Mulyadi, 2002; dalam Pratiwi, 2014). Menurut Djatmiko dan Rizkina,
(2014), Futri dan Juliarsa, (2014) Akuntan Publik adalah profesi yang memberikan
pelayanan bagi masyarakat umum khususnya di bidang audit yang disediakan bagi
pemakai laporan keuangan. Akuntan publik dituntut untuk dapat memberikan opini
audit yang berkualitas bagi klien. Untuk meningkatkan kualitas yang baik maka auditor
harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan independensi, etika profesi dan kepuasan
kerja auditor. Ketika independensi, etika profesi dan kepuasan kerja seorang auditor
tersebut tidak bisa dipertahankan hingga membuat kesalahan dalam memberikan opini
audit, hal ini dapat menimbulkan dampak negatif yang besar bagi klien. Auditor
mungkin saja dapat dituntut secara hukum, terlebih jika kesalahan tersebut murni
dikarenakan oleh auditor.
Kualitas audit dipengaruhi sikap auditor independen dalam menerapkan Kode
Etik Profesi Akuntan Publik. Menurut Primaraharjo dan Handoko, (2011) Kode etik ini
menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap
invidu dalam kantor akuntan publik (KAP) atau jaringan KAP, baik yang merupakan
anggota Ikatan Akuntan Publik (IAPI) maupun yang bukan merupakan anggota IAPI,
yang memberikan jasa profesional yang meliput assurance dan jasa selain assurance.
Sedangkan menurut Kusuma dan Kawedar, (2011) Kode etik dimaksudkan sebagai
panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai auditor, bekerja
di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun dilingkungan dunia
pendidikan.
Krisis etika telah terjadi hampir di semua profesi, selain mempengaruhi orang
yang menggeluti profesi juga orang-orang yang bersiap untuk memasuki profesi
tersebut . Termasuk juga dengan profesi akuntan. Di Indonesia, fenomena terkait etika
profesi akuntan misalnya kasus pelanggaran yang terjadi pada perbankan di Indonesia
pada tahun 2002-an. Banyak bank dinyatakan sehat tanpa syarat oleh akuntan publik
atas audit laporan keuangan berdasar Standar Akuntansi Perbankan Indonesia ternyata
sebagian besar bank itu kondisinya tidak sehat. Memelihara standar etis yang tinggi
diantara profesional akuntan adalah persoalan kritis dalam memastikan berlangsungnya
fungsi audit yang berkualitas tinggi (Sirajudin, 2013). Berpikir kritis (critical thinking)
juga sangat diperlukan dalam proses pertimbangan audit (Martiah dan Putri, 2011).
Hilangnya kepercayaan publik dan meningkatnya campur tangan pemerintah pada
gilirannya menimbulkan dan membawa kepada runtuhnya profesi akuntan (Primasari,
2014).
Dilema etis yang dihadapi akuntan publik adalah bagaimana akuntan menjaga
hubungan baik dengan klien dan tetap mempertahankan integritas dan objektivitasnya
dalam pemberian opini. Selama ini muncul tuduhan bahwa masalah-masalah ini muncul
akibat terlalu berkiblatnya kode etik akuntan Indonesia pada kode etik produk negara
Liberal. Meskipun tidak semuanya salah kode etik produk negara liberal tersebut, tetapi
pasti ada beberapa poin yang harus disesuaikan dengan Indonesia. Etis di negara lain
belum tentu dinilai etis di Indonesia. Indonesia memiliki kearifan lokal yang berbeda
dengan negara Barat yang notabene penganut liberalisme. Ideologi paling sesuai dengan
Indonesia tentu saja Pancasila (Aneswari, 2015). Menghindarkan kecurangan-
kecurangan yang dilakukan oleh profesi akuntansi dapat juga melalui pendidikan yang
memadai dan memiliki muatan etika dengan menerapkan etika secara tepat dalam setiap
pekerjaan profesionalnya (Sari, 2012). Pancasila sebagai dasar negara mempunyai peran
yang besar dalam pembentukan karakter profesi akuntan di masa akan datang sebagai
pondasi yang kokoh, supaya profesional akuntan tidak ikut tergerus dalam pemilikran
kapitalis yang hanya memikirkan individual, namun ke nasionalis dan beretika (Sari,
2015). Dalam menjalankan profesinya, akuntan juga pasti mempunyai pola aturan dan
pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan, yang disebut kode etik
akuntan. Kode etik itu digunakan untuk menjaga sikap akuntan supaya tetap berjalan
dalam ranah pancasila, tetap dalam etika negara Indonesia yang berdasarkan pancasila.
Teori keadilan dirasa sebagai teori yang paling mewakili pada penelitian ini.
Teori keadilan Rawls bertujuan untuk mengembangkan sebuah teori mengenai keadilan
dalam bentuk prinsip prinsip yang dapat diterapkan untuk mengembangkan struktur
dasar masyarakat dan memberikan tantangan langsung bagi pendekatan utilitarianisme.
Teoti Rawls dapat diterapkan dalam akuntansi karena teori ini mengusulkan adanya
ketergantungan pada tabir kebodohan pada setiap situasi, yang menuntut aanya pilihan
dalam akuntansi yang akhirnya menghasilkan solusi yang netral, jujur, dan adil secara
sosial. Secara historis, para founding father di Indonesia setuju untuk menggunakan
nilai-nilai bersama, yaitu pancasila, sebagai dasar, jiwa dan kehidupan bernegara
(Setiawan, 2016). Dasar dari akuntansi merupakan cerminan dari kondisi masyarakat
suatu wilayah. Jika masyarakat memiliki budaya yang bercorak dengan unsur
kapitalisme, maka dengan sendirinya akuntansi akan bersifat kapitalisme (Sitorus,
2015). Pengadopsian akuntansi berbasis pada nilai kapitalisme di Indonesia juga tidak
lepas dari faktor sejarah bahwa selama berabad-abad Indonesia dijajah oleh bangsa
barat (Sitorus dan Triyuwono, 2016). Hal yang perlu diangkat dan dibahas adalah
pemupukan nilai berbasis pancasila dalam diri akuntan karena proses pemupukan adalah
hal yang krusial pada zaman dimana terjadi kelangkaan moral (Yusdita, 2014).
Profesi seperti akuntan perlu memiliki kode etik untuk mengatur semua tindakan
praktiknya agar tetap profesional. Namun kode etik yang ditetapkan di Indonesia
merupakan kode etik yang berasal dari negara lain yang berbeda ideologi dengan bangsa
Indonesia. Kode etik tersebut merupakan produksi negara berideologi Liberal dan
fully adopted menjadi kode etik di Indonesia. Fully Adopted artinya kode etik tersebut
ditranslate dan dipaste untuk kemudian langsung di implementasikan kedalam kode
etik Akuntan Indonesia. Melihat antara konsep dan aplikasi dalam kehidupan nyata,
perubahan besar-besaran untuk akuntabilitas itu sendiri diperlukan. Dalam level ini,
Pancasila memegang peran utama dalam pengembangan dasar baru untuk sebuah
tanggung jawab. Sebagai dasar negara ini, Pancasila mencerminkan idealisme Indonesia
yang menghargai humanistik (Sitorous, 2016). Namun di dalam Perspektif Pancasila,
manusia harus muncul dari kesadaran nilai-nilai ketuhanan yang sama untuk mencapai
masyarakat yang beradab (Ludigdo dan Kamayanti, 2012). Banyaknya kasus
penyimpangan yang terjadi dan derasnya arus globalisasi menuntut penanaman nilai-
nilai luhur pancasila, karena tanpanya, kehadiran kode etik akan sia-sia dan peran
akuntan tak lagi untuk semua pihak, namun kalangan tertentu. Apa yang lebih benar
daripada menggunakan ideologi sendiri, dalam hal ini Pancasila. Dengan menggunakan
Pancasila sebagai dasar kode akuntansi etik, Indonesia akan kembali ke akar bangsa dan
membebaskan dari imperialisme etis.
B. Rumusan Masalah
Banyaknya kasus penyimpangan yang terjadi dan derasnya arus globalisasi
menuntut penanaman nilai-nilai luhur pancasila, karena tanpanya, kehadiran kode etik
akan sia-sia dan peran akuntan tak lagi untuk semua pihak, namun kalangan tertentu.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang dibahas
dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana etika profesi akuntan di Indonesia saat ini ?
2. Bagaimanakah bentuk implementasi nilai-nilai pancasila dalam etika profesi
akuntan ?
C. Tujuan Penelitian
Maksud dari penilitian ini adalah untuk menyadarkan dan menumbuhkan
kembali sifat-sifat dasar, jiwa dan kehidupan bernegara dan tentunya kita kembali ke
ideologi bangsa kita sendiri. Atas dasar maksud penelitian tesebut, tujuan penelitian
ditetapkan, sebagai berikut:
1. Mengetahui kondisi etika profesi akuntan di Indonesia saat ini.
2. Mengetahui bentuk implementasi nilai-nilai pancasila dalam etika profesi
akuntan.
D. Manfaat Penelitian
Teoretis: Untuk mengembangkan sebuah teori mengenai keadilan dalam
bentuk prinsip prinsip etika profesi akuntan yang dapat diterapkan sesuai
dengan budaya masyarakat Indonesia. Kode etik profesi akuntan berdasarkan
perspektif pancasila yang menitikberatkan pada pertanggungjawaban
manusia kepada Tuhan melalui pemanusiaan manusia, semangat
persaudaraan, serta penyeimbangan kebutuhan jasmani dan rohani manusia
dalam hal aktivitas keuangan.
Praktis: Sebagai salah satu bentuk pengimplementasian ideologi bangsa
Indonesia untuk membangun rasa nasionalisme dan patriotisme dalam
menciptakan Etika Profesi Akuntan yang bebas dari praktik kapitalisme
dalam mengikuti cara pandang dan cara berfikir orang Indonesia dengan
berlandaskan pada pancasila. Sehingga dapat terciptanya seorang akuntan
yang humanis, mengedepankan nilai ketuhanan, nilai persatuan, dan nilai
kerakyatan sesuai dengan yang terkandung dalam pancasila.
Regulasi: Dalam aspek regulasi, UU RI No. 11 Tahun 2011 pasal 25 ayat 2
yang berisi tentang akuntan publik dalam memberikan jasanya wajib
mematuhi dan melaksanakan SPAP dan kode etik profesi. Kode etik tersebut
merupakan prinsip dasar etika yang tercantum pada Kode Etik Akuntan
Profesional 100.5 yang diterbitkan oleh International Ethics Standards
Board for Accountants of The International Federation of Accountants
(IESBA-IFAC) kemudian diadopsi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Selain
itu, Kode Etik Akuntan Profesional ini diharapkan akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat dan menyadarkan kembali nilai yang terdapat pada
sila-sila Pancasila kepada akuntan, serta meningkatkan kontribusi akuntan
bagi kepentingan masyarakat dan negara. Regulasi yang ketat yang diatur
oleh Ikatan Akuntan Indonesia sebagai pembuat aturan juga akan
mengurangi tindak kecurangan secara personal maupun berkelompok oleh
pihak tertentu dan nilai-nilai Pancasila sebagai sumber nilai realisasi
normative dan praktis dalam kehidupan bernegara dan kebangsaan.

II. TELAAH TEORETIS DAN PEMBAHASAN


A. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori keadilan Rawls (1921-2002) dikembangkan dari dua ide fundamental: (1)
masyarakat sebagai sistem kerja sama sosial yang berkesinambungan dari satu generasi
ke generasi berikutnya; (2) manusia sebagai makhluk moral. Bagaimana bentuk kerja
sama yang fair itu? Apa syarat-syaratnya? Menurut Rawls, suatu konsepsi keadilan
sosial harus dipandang sebagai instansi pertama, standar dari mana aspek distributif
struktur dasar masyarakat dinilai. Konsepsi seperti itu haruslah menetapkan cara
menempatkan hak-hak dan kewajiban di dalam lembaga-lembaga dasar masyarakat,
serta caranya menetapkan pendistribusian yang pas berbagai nikmat dan beban dari
kerja sama sosial. Pandangan ini dituangkan Rawls dalam konsepsi umum keadilan
intuitif berikut: Semua nikmat primerkemerdekaan dan kesempatan, pendapatan dan
kekayaan, dan dasar-dasar kehormatan diriharus dibagikan secara sama (equally),
pembagian tak sama (unequal) sebagian atau seluruh nikmat tersebut hanya apabila
menguntungkan semua pihak. Konsep umum di atas menampilkan unsur-unsur pokok
keadilan sosial Rawls. Bahwa (1) prinsip pokok keadilan sosial adalah equality atau
kesamaan; yaitu: (2) kesamaan dalam distribusi; atas (3) nikmat-nikmat primer (primary
goods); namun (4) ketidaksamaan (inequalities) dapat ditoleransi sejauh
menguntungkan semua pihak. Dalam konsepsi umum ini, tampak bahwa teori keadilan
Rawls mencakup dua sisi dari masalah keadilan: kesamaan (equality) dan
ketidaksamaan (inequality). Di satu sisi, keadilan sosial adalah penerapan prinsip
kesamaan dalam masalah distribusi nikmat-nikmat primer. Sementara di lain sisi,
diakui, ketidaksamaan dapat ditoleransi sejauh hal itu menguntungkan semua, terutama
golongan yang tertinggal.
Berbicara tentang keadilan, tentu tidak lepas dari interaksi dengan orang lain,
karena keadilan dapat dilakukan hanya jika kita melakukan interaksi dengan orang lain,
mustahil kita berlaku adil (atau tidak adil) terhadap diri kita sendiri. Masalah keadilan
atau ketidakadilan hanya akan timbul dalam konteks manusia, untuk itu diperlukan
sekurang-kurangnya dua orang manusia. Keadilan tidak hanya penting diterapkan dalam
etika kedidupan sosial dan bisnis, akan tetapi nilai keadilan juga sangatlah penting
untuk diterapkan dalam bidang akuntansi. Apabila dikaitkan dengan akuntansi, maka
akan muncul pertanyaan: apakah praktik akuntansi modern saat ini telah menyajikan
informasi akuntansi secara adil atau mengandung nilai-nilai keadilan? Dalam konteks
akuntansi, kata adil secara sederhana, dapat berarti bahwa setiap transaksi yang
dilakukan oleh perusahaan dicatat dengan jujur/benar dan adil. Saat melakukan
transaksi perusahaan akan mencatat sebesar jumlah transaksi yang dilakukan. Dalam
prakteknya, kejujuran memegang peran yang sangat penting, tanpa kejujuran, informasi
akuntansi yang akan disajikan bisa dimanipulasi sehingga menguntungkan bagi salah
satu pihak, akan tetapi di sisi lain akan merugikan pihak lainnya.
Pengembangan nilai-nilai keadilan dibidang akuntansi membutuhkan waktu
yang sangat panjang mengingat banyak sekali hambatan untuk menegakkan keadilan
dalam penerapan akuntansi itu sendiri. Dalam prakteknya akuntansi dipandang sebagai
alat untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Informasi yang disampaikan
oleh akuntansi tadi akan berpengaruh pada prilaku penggunanya Interaksi antara
akuntansi dan pengguna ini faktanya bisa dilihat pada kehidupan bisnis sehari-hari,
termasuk kasus manipulasi informasi akuntansi yang pernah terjadi di Amerika yang
melibatkan beberapa perusahaan besar internasional seperti: Enron, Xerox dll. Mengutip
dari pernyataan Tricker yang menyatakan bahwa akuntansi adalah anak dari budaya
masyarakat dimana akuntansi itu dipraktekan. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa
nilai masyarakat mempunyai peranan yang besar dalam mempengaruhi bentuk
akuntansi. Tidak terkecuali akuntansi modern yang sedang dipraktikan sekarang ini.
Akuntansi modern banyak menyerap dan dikembangkan oleh, masyarakat yang
memiliki liberalisme dan kapitalisme yang tinggi, sebagai contoh, kita lihat pada konsep
kepemilikan (ownership) yang sangat berpengaruh pada akuntansi, yang berakibat
munculnya egoisme akuntansi.
Menurut Try Yuwono egoisme akuntansi modern secara umum digambarkan
dalam konsep akuntansi ekuitas yang dianutnya, yaitu entity theory. Dalam teori ini,
laba menjadi informasi yang sangat penting bagi pemilik .
Penekanan pada laba mempunyai dua alasan:
1. Para pemegang saham mempunyai kepentingan terhadap laba, karena jumlah ini
menunjukkan hasil investasi mereka dalam periode tersebut; dan
2. Perusahaan akan eksis bila menghasilkan laba
Menurut pandangan teori ini, perusahaan akan eksis bila ia mampu
menciptakan laba. Dan laba ini semata-mata diperuntukkan pada pemegang saham.
Memperuntukkan laba semata-mata kepada pemegang saham merupakan bentuk
pandangan yang erat dengan nilai egoisme. Hal ini menunjukkan salah satu bentuk
ketidakadilan dalam proses penerapan akuntansi.
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses akuntansi. Agar
informasi keuangan yang disajikan bermanfaat bagi para pemakai, maka proses
penyajiannya harus berdasarkan pada standar akuntansi yang berlaku. Dalam
merumuskan standar akutansi, diperlukan acuan yang dapat diterima umum, sehingga
standar akuntansi yang diterapkan dapat digunakan untuk mengevaluasi praktik
akuntansi yang berlangsung. Sistem akuntansi melibatkan individu dan tatanan sosial,
karena itu sistem akuntansi yang berkeadilan membutuhkan timbal balik dengan sistem
keadilan sosial agar pengembangan sistem akuntansi yang tepat bisa tercapai sehingga
penyampaian informasi akuntansi yang disampaikan bisa jujur, adil dan bisa di terima
semua pengguna informasi akuntansi tanpa menimbulkan keresahan dan tidak
merugikan salah satu pihak.
B. Konsep Etika
Di Indonesia Etika diterjemahkan menjadi kesusilaan karena sila berarti dasar,
kaidah, atau aturan, sedangkan su berarti baik, benar dan bagus (Sihwahjoeni dan
Gudono, 2000; dalam Kusuma dan Kawedar, 2011). Etika erat hubungannya dengan
moral dan merupakan suatu rumusan normatif karena menentukan apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan oleh seseorang. Pengertian moral sering disama artikan dengan
etika. Moral berasal dari bahas latin moralia (perilaku) sedangkan etika berasal dari kata
Yunani ethikos, katas sifat dari ethos (perilaku). Moral atau moralitas biasanya
dikaitkan dengan tindakan seseorang yang benar atau salah. Sedangkan etika ialah studi
tentang tindakan moral atau sistem atau kode berprilaku yang mengikutinya. Etika
diperlukan agar kehidupan bermasyarakat dapat berjalan dengan semestinya.
Pertimbangan etika penting bagi status profesional dalam menjalankan kegiatannya.
Menurut Matondang, (2015), etika dapat dilihat dari dua hal :
a. Etika sebagai praksis, sama dengan moral atau moralitas yang berarti adat
istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma yang berlaku dalam kelompok
atau masyarakat
b. Etika sebagai ilmu atau tata susila adalah pemikiran/penilaian moral. Dalam
taraf ini, ilmu etika dapat saja merumuskan sutau teori, konsep, asas, atau
prinsip-prinsip tentang perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik,
mengapa perlu dianggap baik atau tidak baik, mengapa menjadi baik itu sangat
bermanfaat, dan sebagainya.
Menurut Siagian menyebutkan bahwa setidaknya ada 4 alasan mengapa
mempelajari etika sangat penting:
1) Etika memandu manusia dalam memilih berbagai keputusan yang dihaadapi
dalam kehidupan
2) Etika merupakan pola perilaku yang didasarkan padas kesepakatan nilai-nilai
sehingga kehidupan yang harmonis dapat tercapai
3) Dinamika dalam kehidupan manusia menyebabkan perubahan nilai-nilai moral
sehingga perlu dilakukan analisa dan tinjauan ulang,
4) Etika mendorong tumbuhnya naluri moralitas dan mengilhami manusia untuk
sama-sama mencari, menemukan dan menerapkan nilai-nilai hidup hakiki.
Etika dalam perkemkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia
dan etika memberi manusia orientasi bagaimna ia menjalani hidupnya melalui rangkaian
sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak
secara tepat dan perlu kita pahami bersama etika ini dpat diterapkan dalam segala aspek
atau sisi kehidupan kita.
C. Etika Profesi
Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam
menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi. Etika profesi juga merupakan
cabang filsafat yang mempelajari penerapan prinsip-prinsip moral dasar atau norma-
norma etis umum pada bidang-bidang khusus (profesi) kehidupan manusia. Etika
Profesi adalah konsep etika yang ditetapkan atau disepakati pada tatanan profesi atau
lingkup kerja tertentu, contoh : pers dan jurnalistik, engineering (rekayasa), science,
medis/dokter, dan sebagainya. Etika profesi Berkaitan dengan bidang pekerjaan yang
telah dilakukan seseorang sehingga sangatlah perlu untuk menjaga profesi dikalangan
masyarakat atau terhadap konsumen (klien atau objek).
Prinsip dasar di dalam etika profesi :
1. Tanggung jawab
Tanggungjawab terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap
hasilnya.Tanggungjawab terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan
orang lain atau masyarakat pada umumnya.
2. Keadilan, Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa
yang menjadi haknya.
3. Prinsip Kompetensi, melaksanakan pekerjaan sesuai jasa profesionalnya,
kompetensi dan ketekunan
4. Prinsip Prilaku Profesional, berprilaku konsisten dengan reputasi profesi
5. Prinsip Kerahasiaan, menghormati kerahasiaan informasi
D. Etika Profesi Akuntan
Etika profesi mempunyai komponen penting didalamnya yaitu kode etik
dimana kode etik ini untuk menciptakan Akuntan Publik yang profesional dan beretika.
Etika Kode etik ini menetapkan menetapkan pinsip dasar dan aturan etika profesi yang
harus diterapkan oleh setiap individu dalam Kantor Akuntan Publik (KAP) atau
jaringam KAP, baik yang merupakan anggota Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI)
maupun yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesinal yang
meliputi jasa assurance, dan jasa lain assurance seperti yang tercantum dalam standar
profesi dan kode etik profesi (IAPI, 2008; dalam Primaraharjo dan Handoko, 2011).
Dengan adanya etika profesi akuntan, maka fungsi akuntan sebagai penyedia informasi
untuk proses pembuatan keputusan bisnis dapat dijalankan oleh para pelaku bisnis.
Menurut IAPI, (2008) dalam Kusumaningtyas dan Solikah, (2011) Prinsip
dasar etika profesi yaitu :
1. Prinsip Integritas
Dikatakan bahwa setiap praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan
profesional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya.
2. Prinsip Objektivitas
Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa diberikan
anggota. Setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan
kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak
lain mempengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya.
3. Prinsip Kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional
Kompetensi auditor adalah auditor yang dengan pengetahuan dan
pengalamannya yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif,
cermat dan seksama.
4. Prinsip Kerahasiaan
5. Prinsip perilaku profesional
Sedangkan dalam Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI), prinsip etika
profesi akuntan yaitu:
1. Tanggung jawab profesi; Hal ini diartikan bahwa dalam melaksanakan
tanggungjawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya.
2. Kepentingan Publik; Maknanya dalam memnuhi tanggungjawab profesionalnya,
pasti ada tekannan yang saling berbenturan dengan pihak-piha yang
berkepentingan. Profesionalisme harus diarahkan dalam sebuah keyakinan
bahwa apabila akuntan memnuhi kewajibannya kepada akuntan publik, maka
kepentingan penerimaan jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.
3. Integritas; Suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas mengharuskan seorang akuntan jujur, benar, dan adil.
4. Objektivitas; Prinsip ini diartikan bahwa dalam menghadapi situasi dan praktik
secara spesifik berhubungan dengan aturan, anggota harus menghindari situasi-
situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian profesional; Prinsip ini mengharuskan akuntan
untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan
ketekunan.
6. Kerahasiaan; Prinsip ini menginginkan para akuntan wajib menghormati
kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang di peroleh melalui
jasa profesional yang diberikannya, juga untuk kepentingan perolehan
keuntungan pribadi.
7. Perilaku profesi; Hal ini diartikan bahwa setiap akuntan harus berperilaku yang
konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi.
8. Standar Teknis; Setiap akuntan harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai
dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan.
E. Nilai-Nilai Pancasila dalam Etika Profesi Akuntan
Pancasila merupakan suatu dasar negara yang mencerminkan kepribadian
bangsa Indonesia yang majemuk. Proses perumusan hingga pengesahan yang
melibatkan berbagai golongan bangsa membuat nilai-nilai yang tertuang dalam
Pancasila dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Menurut
Sirajuddin, (2013) Pancasila sejak kemunculannya diyakini sebagai made in Indonesia
asli, produk pemikiran yang digali dari rahim bumi pertiwi. Setiap sila atau dasar yang
ada di dalam Pancasila, yaitu nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan
warisan kebudayaan bangsa Indonesia sendiri. Pancasila juga merupakan bagian dari
perjuangan untuk merebut kemerdekaan dan mempersatukan bangsa. Kedudukan
pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa merupakan cerminan
kehidupan bangsa. Salah satu unsur pokok kaidah negara yang fundamental dalam hal
isinya adalah memuat dasar-dasar negara yang diibentuk, atas dasar cita-cita kerohanian
apa (asas kerohanian negara), atas dasar cita-cita politik negara apa (asas politik
negara), dan untuk cita-cita negara. Ketiga dasar cita-cita tersebut terwujud dalam
Pancasila yang memuat Nilai Ketuhanan, Nilai Kemanusiaan, Nilai Persatuan, Nilai
Kerakyatan, dan Nilai Keadilan.Nilai-nilai Pancasila yang merupakan wujud dari
hubungan pertanggungjawaban manusia terhadap Tuhan dan sesama mampu
menghasilkan suatu pribadi humanis sehingga tidak hanya berorientasi kepada
pemikiran pribadi dan rasional semata namun mampu melihat unsur-unsur sosial yang
merupakanpandangan yang bertentangan dengan kapitalisme. Penggunaan pancasila
sebagai paradigma dekontruksi pada dasarnya digunakan untuk menemukan makna
yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia (Sitorus, dkk, 2016).
Secara umum, pernyataan yang mengatur perilaku akuntan untuk sejalan
dengan nilai-nilai kebaikan dan etik sudah cukup baik. Keseluruhan prinsip kode etik
telah berisikan nilai-nilai ideal yang seharusnya memang diinternalisasi dan di
implemetasikan oleh para akuntan yang berpraktik di Indonesia. Namun, ada beberapa
pertanyaan yang perlu diusung terkait apakah nilai-nilai Pancasila juga telah
diakomodasi dalam kode etik ini.
Berikut adalah penjelasan dekontruksi definisi akuntansi berdasarkan
perspektif pancasila.
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Pada poin pertanggungjawaban akuntan ini, ada poin penting yang
terlewatkan sebenarnya. Ada sebuah missing link pada penegasan poin ini.
Pertanggungjawaban akuntan bermula pada publik, lalu pemakai jasa akuntan
dan rekan. Jika dilihat secara seksama, ada penegasian Tuhan dalam ranah
publik profesi akuntan di Indonesia. Tuhan adalah ultimate reality. Segala hal
ikhwal penciptaan manusia tidaklah terlepas dari peranNya. Dan tujuan
penciptaan manusia di muka bumi adalah untuk menghamba padaNya. Dan ini
mencakup segala bentuk dan dimensi kehidupan, tak terkecuali kehidupan
bemasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam konteks profesi akuntansi, jika
ada penegasan pertanggungjawaban kepada Tuhan dalam kode etik, tentu ini
menjadi standing point yang luar biasa di mata masyarakat. Penghambaan dan
ketaatan yang mewujud pada pertangungjawaban akuntan yang utama (dan
terutama) kepada Tuhan perlu dinyatakan secara eksplisit dalam kode etik
profesi. Ini akan mendorong para akuntan dalam setiap tindak tanduknya akan
selalu di jalan Tuhan. Efek dominonya, publik sebagai stake holder jasa
profesi akan melihat profesi akuntan semakin dapat dipercaya. Logikanya
sederhana, kepatuhan terhadap Kode Etik yang diarahkan kepada kepatuhan
(terutama) kepada Tuhan akan menghilangkan prasangka terhadap adanya
tindakan menyimpang atau negatif para akuntan.
Sebuah fakta ganjil nan menarik pernah diungkapkan oleh Bapak Unti
Ludigdo, Ketua Jurusan Akuntansi FE Universitas Brawijaya UB), pada sebuah
kesempatan di kampus UB. Beliau salah satu saksi dan pelaku sejarah pada saat
berlangsungnya perumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pada Kongres IAI.
Pada rapat komisi, sebenarnya usulan tentang pertanggungjawaban akuntan yang
pertama (dan utama) kepada Tuhan sebenarnya sudah disetujui oleh forum.
Konsep tersebut diterima sebagai kesepakatan. Namun, apa yang terjadi?
Ternyata, saat telah dikodifikasikan, pernyataan tentang tanggung jawab akuntan
terhadap Tuhan lenyap, hilang tak berbekas.
Lenyapnya poin krusial ini mencerminkan, di benak sebagian besar
akuntan, bunyi pasal akuntabilitas kepada Tuhan ini bisa saja dianggap terlalu
berat. Atau bisa jadi, urusan dengan Tuhan tidak perlu dinyatakan secara
dokumen publik, cukup disadari, dihayati dan diamalkan secara pribadi oleh
masing-masing individu. Kondisi ini dengan sendirinya menyisakan pertanyaan,
di mana Tuhan diletakkan ketika akuntan menjalankan profesionalismenya? Jika
dikembalikan kepada urusan privat pribadi akuntan, masyarakat bisa saja
menilai bahwa profesi akuntansi tidak berani meletakkan pertanggungjawaban
akuntan yang utama kepada Tuhan. Skeptisisme dapat muncul, akuntan tidak
berani karena pekerjaan yang dijalankan tidaklah sepenuhnya di jalanNya.
Berkaitan dengan nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman hidup, sila
pertama Pancasila jelas menyatakan: Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila
Ketuhanan ini menjadi pilar pertama bangunan bangsa Indonesia. Artinya,
keseluruhan hidup manusia Indonesia seharusnya secara nyata mengarah dan
terarah kepada penghambaan terhadap Tuhan, baik di wilayah privat maupun
publik. Etika dan moral sebagaimana spirit Ketuhanan Sistem Ekonomi
Pancasila seharusnya juga memberlakukan etika dan moralitas religius.
2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Mempertanyakan konteks sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab, dapat dilihat dalam konteks lanskap profesi akuntan (publik) di
Indonesia. Menyitir data dari Tuankotta, (2011) praktik akuntan publik,
khususnya pengauditan, masih didominasi oleh kantor akuntan yang berafiliasi
global di peringkat teratas. Dalam pasar global, pembagian jasa akuntan publik
cenderung timpang. Secara mayoritas (lebih dari 75 persen), pendapatan audit
dikuasai oleh empat Kantor Akuntan Publik/KAP (dikenal dengan big Four)
yang afiliasinya berada hampir di semua negara di muka bumi ini. Mereka
adalah: Pricewaterhouse Cooper (PwC), Ernst & Young (EY), KPMG dan
Deloitte. Diluar Big- Four, pasar akunta publik disusul oleh asosiasi
internasional non big-four (second tier), semisal Grant Thornton, Seidman dll.
Terakhir, baru KAP-KAP lokal yang tidak memiliki afiliasi asing yang
menikmati kue dalam jumlah relatif kecil dan bersifat lokal regional.
Tuanakotta membeberkan realitas bahwa dominasi Big Four juga berlaku
di negara nusantara ini. Kode etik tidak memberikan ruang untuk pembagian
kue ini untuk lebih berkeadilan. Big Four yang relatif sudah punya nama
global, plus disokong sokongan kemampuan kapital yang memadai akan terus
melambung jika tidak ada tatanan yang lebih memeratakan dan berkeadilan.
Perlu ada ruang untuk menegaskan bahwa persaingan ini tidak terlalu jomplang.
Pada saat kapasitas dan kapabilitas KAP kecil dan lokal terus ditingkatkan,
kiranya perlu ada pengaturan dalam Kode Etik profesi. Hal ini misalkan saja
berbentuk pembagian klien dengan pembatasan tertentu.
3. Sila Persatuan Indonesia
Selanjutnya, spirit tentang Keindonesiaan juga tidak tampak dalam Kode
Etik IAI. Mungkin saja profesi akuntan merasa memang tidak relevan berbicara
nasionalisme dalam konteks profesi. Namun, hemat penulis, pada saat profesi
akuntansi bergerak dalam subsistem Ekonomi Pancasila, semangat kebangsaan
yang tercermin dalam sila ketiga, Persatuan Indonesia, harusnya sangat perlu
dimunculkan.
Pernyataan sikap bahwa akuntan Indonesia mendukung dan
menyelaraskan diri dengan kenasionalan Indonesia perlu secara tertulis
dinyatakan. Hal ini untuk menjawab bahwa walaupun secara praktik selalu
bersentuhan dengan iklim global, nasionalisme keindonesiaan ada di dada dan
jiwa profesi. Keberpihakan terhadap nasionalisme kebangsaan perlu dihadirkan
pula pada saat akuntan berada dalam situasi pekerjaan yang dilematis antara
kepentingan asing dan kepentingan nasional. Akuntan Indonesia wajib
mendahulukan kepentingan nasional diatas kepentingan asing.
4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.
Pada sila keempat, Sistem Ekonomi Pancasila menekankan demokrasi
ekonomi, mengutamakan hajat hidup orang banyak. Profesi akuntan Indonesia,
sebagaimana dinyatakan dalam tanggungjawab profesinya sudah mengarahkan
bahwa kualitas dan pemenuhan tanggungjawab profesi adalah untuk
mengutamakan kepada kepentingan publik. Hal ini dapat dimaknai bahwa
profesi akuntansi juga selaras dengan Pancasila.
5. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Terakhir, sila kelima Pancasila mengisyaratkan kemakmuran bersama.
Sebagaimana disinggung dalam telaah sila kedua Pancasila, persoalan
pembagian ini belum diatur secara eksplisit dalam Kode Etik. Kesejahteraan
masih berada pada kisaran akuntan tertentu yang mendominasi, yaitu KAP yang
berafiliasi kepada Big Four. Perumusan paradigma akuntansi tidak dapat hanya
menggunakan dasar suara terbanyak ataupun pemaksaan atas suatu konsep
karena hal ini menandakan tidak adanya rasa hormat dan saling mengakomodasi
antar golongan masyarakat. Jika konsep akuntansi berkeadilan ini dapat
terselenggarkan dalam kehidupan bangsa, maka pada masa depan nanti
kesejahteraan bersama bukanlah hal yang mustahil untuk dapat terwujud.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Beberapa nilai Pancasila yang
relevan dan seharusnya menjadi pernyataan sikap akuntan Indonesia, antara lain:
(a) pemenuhan tanggung jawab yang utama (dan terutama) adalah kepada
Tuhan, sesuai dengan sila pertama Pancasila. Baru kemudian disusul
tanggungjawab kepada publik, pemakai jasa (klien) dan rekan sejawat., (b)
aspek keadilan dan pemerataan penghasilan perlu diatur sedemikian rupa untuk
memberikan keseimbangan diantara pelaku dalam profesi. Penguasaan kue
pendapatan oleh beberapa pihak saja perlu dihindari dengan intervensi
pengaturan yang rigid, minimal dalam kode etik, (c) membincang tentang
nasionalisme Indonesia masih relevan dalam konteks profesi. Akuntan
Indonesia.
F. Penelitian Terdahulu
Fakta bahwa akuntansi sangat terkait erat dengan angka dan kuantifikasi telah
meletakkan pendidikan akuntansi pada penjara obyektivitas, rasionalisme dan
antroposentrisme. Hal tersebut sejalan dengan (Kamayanti, 2012) melalui percakapan
dialogis dengan mahasiswa yang mengatakan bahwa akuntansi saat ini sudah jauh dari
nilai-nilai etis bangsa Indonesia. Pada tingkat sistem ekonomi Indonesia dan khususnya
dalam dunia akuntansi sendiri corak kapitalisme sangat kental, baik dalam tingkat teori
maupun tingkat praktis. Implikasinya adalah akuntansi yang berdasarkan kapitalisme
memiliki perhatian yang tinggi pada dunia materi semata sehingga manusia terjebak
dalam kuasa yang utilitarian-hedonis (Triyuwono, 2012). Dengan permasalahan
tersebut, (Mulawarman, 2008) kemudian mengusulkan Hyper View of Learning sebagai
pusat dari Pendidikan Akuntansi Berbasis Cinta yang Melampaui(Hiperlove),
mewujudkan akuntanbilitas berbasis moralitas yang berpusat pada nilai-nilai holistik.
(Kamayanti dan Mulawarman, 2008) turut mengusulkan pelaksanaan Pendidikan
Akuntansi Berbasis Cinta(Love Based Accounting Education LBAE) melalui
Hyperview of Learning (HOL) untuk membebaskan pendidikan akuntansi dari
sekulerisme dan hegemoni korporasi. Penelitian ini diuji pada akuntansi manajemen
pada topik ABC, TQM, dan BSC. Hasilnya menunjukkan ada pergeseran kesadaran
dalam tiga derajat berbeda-beda, yaitu verstehen, kritis, dan rekontruksi/ dekonstruksi.
Tak hanya itu (Mulawarman dan Ludigdo,2010) mengadakan penelitian dalam rangka
implementasi Pembelajaran Etika Bisnis dan Profesi berbasis Integrasi IESQ (PEBI-
IESQ) yang diharapkan menjadikan sarjana akuntansi menjadi akuntan profesional
seutuhnya. Hasilnya dapat disimpulkanbahwa proses pembelajaran pendidikan
akuntansi sudah saatnya mengandung nilai-nilai etika holistik(akuntabilitas-moralitas
akuntansi) dilakukan melalui proses sinergi rasio dan intuisi menuju nilai spiritual.
Orientasi empati akuntabilitas dalam pengembangan gagasan, teori, konsep maupun
aplikasi akuntansi diharapkan mampu diterapkan oleh akuntan profesional.
Dari beberapa metode yang diajukan diatas, semuanya menuntut pengadaan
danpengembangan kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual mendasari kecerdasan
emosional dan intelektual. Hal tersebut juga disampaikan Triyuwono dalam (Setiawan
dan Kamayanti, 2012) bahwa pendidikan akuntansi perlu menyertakan Se Laen (Yang
Lain) yaitu berupa kecerdasan mental spiritual yang ditempatkan dalam posisi yang
sama pentingnya dengan kecerdasan emosional dan intelektual dalam pendidikan
akuntansi. Melihat perkembangan kehidupan profesi akuntan yang dewasa ini dituntut
untuk tetap mengikuti perubahan yang terjadi terkait perkembangan ekonomi/kegiatan
usaha di duniayang berdampak terhadap profesi akuntandan kondisi internal bangsa
yang sedang diuji dengan berbagai masalah. Termasuk mulai ditinggalkannya nilai-nilai
Pancasila atau mulai diarahkannya nilai-nilai Pancasila dengan ideologi dunia yang
akan mencerabutkan karakter asli bangsa Indonesia. Perlunya sebuah langkah yang
bersifat operasional dan sistemik untuk mulai mewarnai kehidupan berbangsa ini
dengan sesuatu yang secara inherent sudah ada danmendominasi dalam kehidupan di
masyarakat Indonesia. Dalam membangun sebuah conceptual framework tentang
masalah Etika, semestinya harus bersumber pada nilai-nilai etik bangsa bukan sekedar
copy, paste dari negara lain. Mengingat nilai-nilai dan semangat yang diusung berbeda,
antara Indonesia dengan negara-negara barat. Karenanya, nilai-nilai luhur dari dasar
negara; Pancasila, semestinya mewarnai prinsip dasar Etika Profesi Akuntan di
Indonesia. Hal Ini yang kemudian akan membedakannya dengan akuntan dari negara-
negara lain di dunia. Mulawarman, (2012) meyakinkan bahwa Pancasila bukan hanya
dijadikan dasar etika akuntan (Ludigdo dan Kamayanti, 2012) namun ia bisa menjadi
lahirnya akuntansiyang berkeTuhanan sebagai ciri khas Indonesia. Apabila dicermati
lebih jauh dan dalam, ajaran yang diemban Pancasila masih memiliki relativitas yang
tinggi bagi para penginterpretasinya. Sehingga sebuah kewajaran bila ada yang
menjadikan Pancasila sebagai dasar dalam merumuskan etika profesiyang ada, termasuk
para akuntan. Dengan berusaha memupuk kesadaran untuk beretika berdasarkan nilai
dalam Pancasila, diharapkan calon akuntan beretika dan etika tersebut dipegang teguh
apapun yang terjadi.
G. Rerangka Pikir
Dalam membangun sebuah conceptual framework tentang masalah Etika,
semestinya harus bersumber pada nilai-nilai etik bangsa bukan sekedar copy paste dari
negara lain. Mengingat nilai-nilai dan semangat yang diusung berbeda, antara Indonesia
dengan negara-negara barat. Karenanya, nilai-nilai luhur dari dasar negara; Pancasila,
semestinya mewarnai prinsip dasar Etika Profesi Akuntan di Indonesia. Hal Ini yang
kemudian akan membedakannya dengan akuntan dari negara-negara lain di dunia.
Dengan berusaha memupuk kesadaran untuk beretika berdasarkan nilai dalam
Pancasila, diharapkan calon akuntan beretika dan etika tersebut dipegang teguh apapun
yang terjadi.

AKUNTANSI
KONVENSIONAL

TEORI
KEADILAN

PANCASILA
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Lokasi Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif
dengan menggunakan pendekatan kritis. Menurut (Martono: 2013) penelitian ini
dilakukan dengan mengumpulkan kata-kata atau kalimat dari individu, buku, dan
sumber lain. Jenis penelitian ini secara umum dapat digunakan sebagai dasar penelitian
(ground research), perbandingan sejarah (comparative history), riwayat hidup (life
history), analisis wawancara dan sebagainya. Penelitian kualitatif bertujuan untuk
mengetahui makna yang tersembunyi, memahami interaksi sosial, mengembangkan
teori, memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah perkembangan. Situs utama
dalam penelitian ini adalah Auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP)
yang berada di Kota Makassar. Pengimplementasian nilai-nilai pancasila dalam etika
profesi akuntan dapat terwujud secara keseluruhan apabila auditor dapat bersikap
terbuka terhadap ide dan gagasan baru serta responsive terhadap kepentingan para
pengguna laporan keuangan.
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kritis. Pendekatan kritis dilakukan
karena peneliti beranggapan bahwa selama ini permasalahan dibidang akuntansi muncul
akibat terlalu berkiblatnya kode etik akuntan Indonesia pada kode etik produk negara
Liberal. Meskipun tidak semuanya salah kode etik produk negara liberal tersebut, tetapi
pasti ada beberapa poin yang harus disesuaikan dengan Indonesia. Etis di negara lain
belum tentu dinilai etis di Indonesia. Indonesia memiliki kearifan lokal yang berbeda
dengan negara Barat yang notabene penganut liberalisme. Ideologi paling sesuai dengan
Indonesia tentu saja Pancasila (Aneswari, 2015). Pancasila sebagai dasar negara
mempunyai peran yang besar dalam pembentukan karakter profesi akuntan di masa
akan datang sebagai pondasi yang kokoh, supaya profesional akuntan tidak ikut tergerus
dalam pemilikran kapitalis yang hanya memikirkan individual, namun ke nasionalis dan
beretika (Sari, 2015). Dengan berusaha memupuk kesadaran untuk beretika berdasarkan
nilai dalam Pancasila, diharapkan calon akuntan beretika dan etika tersebut dipegang
teguh apapun yang terjadi.

C. Jenis dan Sumber Penelitian


Jenis dan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data subjek yang
diperoleh melalui responden penelitian berupa informan yang di wawancarai dan data
dokumenter. Wawancara dilakukan kepada para Auditor yang bekerja di Kantor
Akuntan Publik (KAP) Kota Makassar. Sedangkan data dokumenter diperoleh dari studi
literatur berdasarkan buku, jurnal, dan artikel. Sumber data penelitian ini yaitu data
primer. Data primer adalah sumber data penelitian yang melalui wawancara kepada
informan.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini berupa :
a. Penelitian Lapangan (field research)
Yaitu kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan meninjau langsung
pada objek dan sasaran yang diteliti pada Kantor Akuntan Publik (KAP) Kota
Makassar. Penelitian tersebut berupa wawancara formal dan informal.
b. Studi Pustaka
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, membaca, dan
mempelajari literatur referensi dari jurnal, makalah, dan buku-buku yang relevan
dengan permasalahan yang dikaji untuk mendapatkan kejelasan konsep dalam
upaya penyusunan landasan teori yang berhubungan dengan objek yang diteliti.
c. Internet Searching
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan berbagai tambahan
referensi yang bersumber dari internet guna melengkapi referensi penelitian
yang terkait
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan berupa alat penunjang yang dapat
mengukur ataupun menggambarkan fenomena yang diamati. Alat yang dapat digunakan
dalam instrumen penelitian yaitu Handphone, kamera, perekam suara, serta alat tulis-
menulis.
F. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori keadilan.
Pengembangan nilai-nilai keadilan dibidang akuntansi membutuhkan waktu yang sangat
panjang mengingat banyak sekali hambatan untuk menegakkan keadilan dalam
penerapan akuntansi itu sendiri. Dalam prakteknya akuntansi dipandang sebagai alat
untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Informasi yang disampaikan oleh
akuntansi tadi akan berpengaruh pada prilaku penggunanya Interaksi antara akuntansi
dan pengguna ini faktanya bisa dilihat pada kehidupan bisnis sehari-hari, termasuk
kasus manipulasi informasi akuntansi yang pernah terjadi di Amerika yang melibatkan
beberapa perusahaan besar internasional seperti: Enron, Xerox dll. Mengutip dari
pernyataan Tricker yang menyatakan bahwa akuntansi adalah anak dari budaya
masyarakat dimana akuntansi itu dipraktekan. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa
nilai masyarakat mempunyai peranan yang besar dalam mempengaruhi bentuk
akuntansi. Tidak terkecuali akuntansi modern yang sedang dipraktikan sekarang ini.
Akuntansi modern banyak menyerap dan dikembangkan oleh masyarakat yang memiliki
liberalisme dan kapitalisme yang tinggi, sebagai contoh, kita lihat pada konsep
kepemilikan (ownership) yang sangat berpengaruh pada akuntansi, yang berakibat
munculnya egoisme akuntansi. Oleh karena itu diperlukan internalisasi nilai-nilai
pancasila dalam akuntansi, terutama pada bidang kode etik.
G. Pengujian Keabsahan Data
Pengujian keabsahan data pada penelitian ini menggunakan prosedur
triangulation, karena penelitian ini menggunakan berbagai sumber data, teori, metode
dan investigator secara konsisten sehingga menghasilkan informasi yang akurat.
Triangulation artinya menggunakan berbagai pendekatan dalam melakukan penelitian.
Cara yang paling penting dan mudah dalam uji penelitian dengan melakukan
triangulation peneliti, metode, tori, dan sumber data. Namun penelitian kali ini hanya
menggunakan 2 cara, yaitu :
a. Triangulasi teori, penggunaan berbagai teori yang berlainan yntuk
memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat tersebut.
Selanjutnya, dibandingkan dengan perspektif teori yang relevan dalam hal ini
teori keadilan. Selain itu, triangulasi teori dapat meningkatkan kedalaman
pemahaman asalkan teori tersebut dapat dikaji secara mendalam.
b. Triangulasi data, menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip,
hasil wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari
satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda dan
menggali kebenaran informasi penelitian melalui sumber lain agar dapat
memberikan bukti dan keandalan yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai