Anda di halaman 1dari 18

NILAI-NILAI BUDAYA TRI HITA KARANA DALAM PENETAPAN

HARGA JUAL

Tri Handayani Amaliah

Universitas Negeri Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman No. 6 Kota Gorontalo


Surel: tri.handayani.amaliah@gmail.com

http://dx.doi.org/10.18202/jamal.2016.08.7016

Abstrak: Nilai-Nilai Budaya Tri Hita Karana dalam Penetapan


Harga Jual. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap nilai-nilai
budaya yang terdapat di balik penetapan harga yang diimplementasi
oleh masyarakat transmigran Bali. Jenis penelitian ini adalah kualitatif
dengan pendekatan etnometodologi melalui tradisi, kebiasaan dan cara
penetapan harga jual yang diimplementasikan oleh masyarakat trans-
migran Bali di Bolaang Mongondow. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa dalam penetapan harga jual yang diterapkan oleh komunitas
transmigran Bali di Bolaang Mongondow selain ditujukan untuk meraih
keuntungan materi, juga terkandung nilai-nilai budaya Tri Hita Karana
yang merefleksikan bahwa nilai ketundukan kepada Sang Pencipta,
Jurnal Akuntansi Multiparadigma peles­tarian lingkungan dan gotong royong.
JAMAL
Volume 7
Nomor 2
Abstract: Culture Values of Tri Hita Karana in Selling Price Determi-
Halaman 156-323 nation. This research aims to shows the cultural values behind the deter-
Malang, Agustus 2016 mination of selling price by Bali transmigrant communities. This research is
ISSN 2086-7603
e-ISSN 2089-5879
a qualitative research using ethnomethodoly approach based on tradition,
habituation, and cost plus pricing that is implemented by Bali transmigrant
Tanggal Masuk: communities in Bolaang Mongondow. The research result shows that the
11 Mei 2016 determination of selling price by Bali transmigrant communities not only to
Tanggal Revisi: get the profit but also contains the culture values of Tri Hita Karana which
11 Agustus 2016 reflects the values of the submission to the creator, environmental conser-
Tanggal Diterima:
vation, and mutual assistance.
22 Agustus 2016

Kata Kunci: harga jual, Tri Hita Karana dan etnometodologi

Kajian tentang harga jual merupakan (2009) serta Purwanti dan Prawironegoro
isu yang menarik untuk diangkat dalam (2013) yang mengungkapkan lebih jauh
suatu penelitian ilmiah. Hal tersebut dise- bahwa muara dari harga jual adalah se­
babkan karena setiap aktivitas manusia bagai tempat berlabuhnya aliran penghasil­
senantiasa bersentuhan dengan harga. an, maksimalisasi keuntungan dan status
Awalnya, harga tercermin melalui proses quo. Hal ini memberikan pemahaman bahwa
transaksi yang dilakukan secara barter. Ke- unsur-unsur pembentuk harga jual hanya
tika sistem barter tidak lagi memadai untuk terbelenggu oleh nilai-nilai kuantitatif yang
pemenuhan kebutuhan hidup manusia, har- dianggap lebih rasional dalam menciptakan
ga mengalami pergeseran ke arah transaksi keuntungan yang bersifat materi. Konsep
yang menggunakan uang sebagai alat pertu- harga jual yang sepenuhnya didasarkan pa-
karannya (Snelgrove 2012). da aspek materi akan membentuk pola pikir
Realitas konsep harga jual konvensio­ egoistis. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa
nal menunjukkan bahwa penetapan harga konsep harga jual yang merupakan bagian
jual semata-mata hanya berorientasi pada dari praktik akuntansi sepenuhnya didasar-
tujuan tunggalnya, yaitu laba (Benito et al. kan pada aspek materi berupa laba. Sejalan
2010; Hardesty et al. 2012; Hwang et al. dengan hal tersebut, Triyuwono (2006a:109)
2011; Mursyidi 2008; Pal et al. 2012). Pe- menjelaskan bahwa akuntansi mainstream
mikiran ini didukung oleh temuan Bechwati sangat identik de­ ngan angka-angka yang

189
Amaliah, Nilai-Nilai Budaya Tri Hita Karana dalam Penetapan Harga Jual 190

tertuang pada laporan keuangan. Para- langsung. Hal yang penting untuk dicermati
digma semacam ini tidak lepas dari filosofi adalah nilai-nilai budaya di balik praktik
yang mendasarinya yaitu filsafat kapitalisme akuntansi secara bersama-sama.
dalam memperkaya materi. Orientasi hanya Fenomena kehidupan yang dilakoni
pada angka laba mengakibatkan nilai-nilai oleh masyarakat transmigran Bali di Bolaang
kualitatif (nilai-nilai non materi) terabaikan Mongondow khususnya para penjual buah
yang sebenarnya turut berperan dalam pem- secara kasat mata terlihat memiliki ciri khas
bentukannya. Hal ini seperti yang diungkap- tersendiri bila dibandingkan dengan lainnya
kan oleh Triyuwono (2006a:25) bahwa akun- yang turut hadir mewarnai kegiatan perda-
tansi merupakan disiplin dan praktik yang gangan di pasar tersebut. Hal ini nampak
dibentuk dan membentuk lingkungannya. jelas pada pakaian dan peralatan yang di-
Jika akuntansi dilahirkan dalam lingkungan gunakan pada saat berjualan. Pakaian yang
yang kapitalis, maka informasi yang disam- dikenakan oleh para pedagang (transmigran
paikannya mengandung nilai-nilai tersebut. Bali) sehari-harinya adalah kebaya. Semen-
Sejalan dengan yang dikemukakan Daito tara itu wadah yang selalu setia mene­mani
(2011:1) dan Triyuwono (2006b), yang men- mereka terbuat dari anyaman kayu yang
gatakan bahwa informasi yang dihasilkan disebut rinjing. Karakter tersebut juga me-
atas dasar egoistis dan materialistis (uang) mungkinkan turut berperan dalam proses
dapat berdampak pada pengambilan kepu- penentuan harga. Komunitas transmigran
tusan seirama. Bali mempunyai budaya yang berbeda de­
Dias dan Rondrigues (2010) me- ngan komunitas lainnya yang beraktivitas
nyatakan bahwa selain unsur-unsur keuang­ serupa di Pasar Mopuya. Keunikan yang di-
an, sebenarnya unsur-unsur non keuangan miliki oleh para pedagang transmigran Bali
juga turut berperan dalam pembentukan menuntun peneliti untuk melakukan upaya
harga jual. Hal ini tersaji dalam pergerakan pencarian nilai-nilai budaya yang masih di-
penelitian harga yang awalnya didasarkan pegang teguh oleh komunitas transmigran
Bali dalam menetapkan harga jual. Keunik­
pada aspek-aspek kuantitatif, kini menga­
an yang yang dimiliki tersebut memung-
lami pergeseran (Alimuddin 2011; Amaliah
kinkan hadirnya nilai-nilai yang berbeda
2014; Paranoan 2014). Konsep harga jual
dari komunitas lainnya dalam menetapkan
sebenarnya tidak terpenjara oleh nilai-nilai
harga jual.
materi, namun terintegrasi dalam nilai-nilai
agama (Islam) (Alimuddin 2011), budaya
METODE
Toraja (Paranoan 2014) dan masyarakat Ma-
Penelitian merupakan suatu kegiatan
luku (Amaliah 2014). Hasil penelitian terse-
ilmiah yang bertujuan untuk menemukan
but memberikan petunjuk bahwa praktik
jawaban terhadap tujuan, sehingga diperlu-
penetapan harga jual sebagai bagian dari
kan metode yang tepat untuk mencapainya.
akuntansi, bukanlah praktik yang bebas ni-
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
lai. Amaliah (2014), Jeacle (2009), Paranoan
menemukan nilai-nilai yang terkandung
(2014) dan Randa (2011; 2016) turut mem-
dalam penetapan harga jual terhadap pusar­
berikan kontribusi bagi berkembangnya wa-
an nilai-nilai budaya komunitas transmi-
cana tentang hubungan antara budaya dan
gran Bali di Bolaang Mongondow. Berang-
akuntansi.
kat dari tujuan yang hendak dicapai, maka
Sejalan dengan hal tersebut, Zulfikar
penelitian ini merupakan rumpun penelitian
(2008) berpendapat bahwa nilai-nilai bu-
kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan un-
daya lokal terkadang luput dari perhatian
tuk memahami makna masalah sosial dan
yang sesungguhnya memberikan kontribusi
kemanusiaan baik terhadap sejumlah indi-
dalam praktik akuntansi yang diterapkan
masyarakat. Suwardjono (2011:1-2) meng­ vidu maupun sekelompok masyarakat. De­
ungkapkan bahwa di balik praktik akun- ngan demikian saya menyimpulkan bahwa
tansi sebenarnya terdapat seperangkat ga- kurang tepat jika penelitiaan ini menggu-
gasan yang melandasi, yaitu asumsi dasar, nakan pendekatan kuantitatif.
konsep, deskripsi dan penalaran yang kese­ Penelitian ini berada dalam paradigma
luruhannya akan melahirkan suatu teori. interpretif dengan menggunakan metode et-
Oleh karena itu, untuk mengembangkan nometodologi. Etnometodologi memandang
praktik akuntansi, saya merasa bahwa tidak dunia sebagai suatu penyelesaian terhadap
cukup jika hanya dilakukan dengan mem- berbagai masalah yang terdapat dalam dalam
pelajari praktik akuntansi yang sedang ber- realitas kehidupan dan berlangsung secara
191 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 2, Agustus 2016, Hlm. 189-206

berkelanjutan. Etnometodologi berfokus pedagang transmigran Bali. Data dikumpul-


pada konsep-konsep praktik. Penelitian kan dengan wawancara kepada para peda-
yang menggunakan etnometodologi sebagai gang buah di Pasar Mopuya. Wawancara
metode mengkaji pada kegiatan-kegiatan juga dilakukan terhadap pedagang lain-
praktik, lingkungan praktis dan penalaran nya yang berjualan bersama-sama di pasar
sosiologis praktis (Coulon 2008:28) serta Mopuya namun bukan merupakan masyara-
tentang bagaimana atau dengan metode apa, kat transmigran Bali. Peneliti juga bertindak
seseorang dapat memahami dunia beserta selaku pembeli untuk mendukung validitas
segala realitas yang terjadi dalam kehidupan data. Selain wawancara, pengumpulan data
sehari-hari (Coulon 2008:30; Denzin dan dalam penelitian ini juga dilakukan melalui
Lincoln 2009:338; Moleong 2010:15). Djam- pengamatan. Pengamatan dilakukan terha-
huri (2011) memosisikan etnometodologi pa- dap aktivitas berdagang yang sudah menjadi
da fokus pertanyaan bukan kepada me­ngapa rutinitas sehari-hari informan.
suatu kelompok masyarakat menjalani Upaya untuk mencari dan menata ber-
perilaku sosialnya dengan cara-cara ter- bagai catatan hasil observasi dan wawan-
tentu sebagaimana yang menjadi pusat per- cara secara sistematis yang bertujuan untuk
hatian ethnography. Hal tersebut bermakna menemukan makna yang terdapat di balik
data yang diperoleh (Kasiram 2010:355).
pada bagaimana kelompok masyarakat yang
Tahapan analisis data lapangan dilakukan
diteliti mempraktikkan unsur-unsur budaya
dengan menggunakan tahapan-tahapan
yang dimiliki secara bersama-sama.
yang disesuaikan dengan kebutuhan dalam
Peneliti langsung menjadi instrumen
penelitian ini. Proses analisis yang dilaku-
penelitian. Adapun unit analisis dalam pene-
kan mengikuti kaidah dalam etnometodolo-
litian ini adalah penetapan pada para penjual
gi dengan memperhatikan indeksikalitas
yang tergabung dalam komunitas transmi-
dan refleksikalitas meliputi tahap reduksi
gran Bali di pasar Mopuya Bolaang Mongon-
data, penafsiran, dan kesimpulan (Coulon
dow. Sesuai dengan unit analisis tersebut,
2008:38-53; Denzin dan Lincoln 2009:339;
informan dalam penelitian ini adalah para
Sugiyono 2012:43-438). Rangkaian pola
pedagang buah yang telah merantau dan
disusun untuk menggambarkan bagaimana
berjualan cukup lama. Walaupun telah lama
tradisi penetapan harga yang dilakukan
merantau dalam kurun waktu yang cukup
oleh komunitas transmigran Bali. Hasilnya
lama, komunitas ini masih mempertahan­
adalah sketsa nilai-nilai budaya yang me­
kan nilai-nilai budaya dalam tradisi aktivi-
lingkupi tradisi penetapan harga dari komu-
tas penjualan yang dilakukan. Selain itu,
nitas tersebut dari sudut pandang informan
informan dalam penelitian ini juga melibat-
dan peneliti.
kan para pedagang lainnya yang bukan be-
rasal dari komunitas transmigran Bali serta
PEMBAHASAN
penyuluh pertanian yang juga merupakan
masyarakat komunitas. Dengan demikian, Filosofis tri hita karana dan realitas
peneliti menggali dari berbagai sudut pan- masyarakat transmigran Bali. Manusia se-
dang yang berbeda namun saling meleng- lalu bersentuhan dengan kebudayaan. Oleh
kapi untuk penyempurnaan informasi yang karena itu, manusia disebut juga sebagai
dibutuhkan dalam menjawab pertanyaan makhluk budaya. Tidak ada manusia dalam
penelitian. suatu masyarakat yang tidak memiliki bu-
Situs dalam penelitian ini adalah Pasar daya dan begitu pula sebaliknya. Budaya
Mopuya. Tempat tersebut merupakan pusat manusia yang diwujudkan melalui nilai-nilai
aktivitas berjualan yang dilakukan oleh para telah mewarnai rangkaian aktivitas yang di-

Tabel 1. Daftar Informan Penelitian

No Nama Keterangan

1 Ws Penjual buah (transmigran Bali)


2 Wy Penjual buah (transmigran Bali)
3 Id Penjual rempah-rempah (bukan transmigran Bali)
4 IND Penyuluh Pertanian di Mopugad (transmigran Bali)
5 KLK Camat Dumoga Utara
Amaliah, Nilai-Nilai Budaya Tri Hita Karana dalam Penetapan Harga Jual 192

lakukan. Nilai-nilai budaya berperan dalam tang realitas harga jual. Pembahasan terse-
menentukan cara berpikir dan berperilaku. but dipandang perlu mengingat fokus kajian
Sehingga nilai-nilai ini sebetulnya yang dalam penelitian ini terkait dengan nilai-nilai
hadir di balik perilaku manusia yang ter- budaya yang melingkupi realitas harga jual,
ungkapkan melalui ucapan, perbuatan dan dimana komunitas transmigran Bali sebagai
materi (Koentjaraningrat 2011:92). Kebu- informannya. Penjelasan ini dimaksudkan
dayaan meliputi suatu bidang yang sa­ngat untuk mengembangkan pemahaman dasar
luas dan seolah-olah tidak memiliki batas. terkait dengan konsep kebudayaan yang
Kata “kebudayaan” berasal dari bahasa dianut oleh komunitas transmigran Bali,
Sansekerta yaitu buddhayah (bentuk jamak sehingga menuntun peneliti untuk tidak
dari buddhi) yang berarti budi atau akal. hanya dapat menggali keberagaman lapisan
Budaya merupakan seperangkat nilai-nilai budaya yang tampak dan dapat memahami
yang mendasari tindakan-tindakan, tujuan lapisan nilai-nilai yang bersemayam di balik
dan visi setiap individu yang berada dalam penetapan harga.
suatu kelompok masyarakat (Koenjaraning­ Filosofis Tri Hita Karana merupakan ke-
rat 2011:73 Triantoro 2008). arifan lokal yang beranjak dari ajaran agama
Budaya berfungsi sebagai pengikat Hindu. Filosofis Tri Hita Karana menekan­
sese­orang dalam suatu masyarakat. Melalui kan bahwa kemakmuran, kesejahteraan,
kebudayaan yang melekat dalam dirinya, masyarakat yang adil dan kebahagiaan
manusia juga dapat melakukan adaptasi dan yang sejati dapat diwujudkan melalui tiga
mampu bertahan hidup, kebudayaan menja- dimensi harmoni. Secara terminologis, Tri
dikan manusia sebagai sosok yang memiliki Hita Karana berasal dari bahasa Sansekerta
keunikan dari sekian banyak jenis makh- yang terdiri atas kata Tri, Hita, dan Karana
luk yang tercipta di muka bumi ini. Wujud kara berarti tiga hal yang menyebabkan ter-
konkret kebudayaan meliputi: 1) benda- jadinya kesejahteraan atau kebahagiaan.
benda fisik hasil karya manusia, 2) Sistem Namun secara rasikal Tri Hita Karana me­
sosial yang menggambarkan wujud tingkah ngandung pengertian tiga hubungan harmo-
laku manusia, 4) Kebudayaan dalam wujud nis. Ketiga unsur keharmonisan itu adalah
gagasan dan 5) Nilai-nilai budaya (Koentjara­ 1) keharmonisan terhadap Brahman (Tu-
ningrat 2011:92). Budaya manusia diwarnai han Yang Maha Esa) sebagai pencipta alam
oleh berbagai simbol yang tercermin melalui semesta beserta isinya, 2) keharmonisan
sistem sosial. Hal ini tentu saja terkait de­ terhadap bhuwana atau alam semesta be-
ngan struktur sosial yang beranjak dari ke­ serta segala isinya yang merupakan unsur
seluruhan pola pemikiran dan pola tindakan kehidupan dan penghidupan manusia dan
dalam suatu realitas kelompok sosial yang 3) Keharmonisan terhadap sesama manusia
memiliki simbol yang berbeda dengan sim- (Dweldo 2009; Lestari et al. 2015). Hal ini
bol-simbol yang dianut oleh kelompok ma- berarti bahwa keharmonisan hidup manusia
syarakat lainnya. Kebudayaan berada dalam dapat diraih melalui tiga hal tersebut. Jika
lingkup dimana manusia dalam suatu ke- tidak, maka manusia akan semakin jauh
lompok masyarakat hidup dengan menjalani dari kebahagiaan sejati bahkan akan meng­
nilai-nilai yang menjadi landasan pokok un- a­lami kesengsaraan.
tuk berperilaku dalam lingkungan tempat ia Seperti yang telah diungkapkan se-
berada. Budaya juga merupakan cara hidup belumnya, filosofis budaya Tri Hita Karana
manusia untuk menyelesaikan masalah menekankan akan pentingnya menjalin ke-
yang ditemui dalam berkehidupan. Kebu- harmonisan antara manusia dengan Tuhan
dayaan merupakan sarana manusia untuk (parahyangan), manusia dengan manusia
memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. (pawongan) dan antara manusia dengan
Selain itu, kebudayaan bukan hanya meru- lingkungan alam (palemahan). Budaya Tri
pakan seni dalam suatu masyarakat guna Hita Karana dan masyarakat Hindu Bali
memenuhi keperluan dasarnya untuk dapat sangat kuat dalam kehidupan, sehingga
bertahan hidup, namun juga dapat dianggap filosofis ini terimplementasi dalam segala
sebagai kontribusi yang diberikan manusia ruang kehidup­ an masyarakat Hindu Bali.
kepada alam lingkungannya. Eksistensi Tri Hita Karana dalam kehidu-
Terkait dengan apa yang telah diung- pan masyarakat Hindu Bali pada dasarnya
kapkan di atas, bagian ini secara khusus merupakan realitas yang tak terbantah-
menjelaskan lebih jauh tentang filosofis Tri kan lagi karena nilai-nilai yang terdapat
Hita Karana sebelum kajian menyentuh ten- didalamnya merupakan pengaruh ajaran
193 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 2, Agustus 2016, Hlm. 189-206

agama. Nilai-nilai budaya yang merupakan sebagai sandaran mata pencaharian, tidak
warisan leluhur masyarakat Hindu Bali ini mengabaikan kewajiban untuk melestarikan
dapat dikatakan tetap lestari dalam kehidu- lingkungan alam. Ketiga, pawongan, tempat
pan masyarakatnya. Hal ini seperti yang di- mewujudkan pembinaan hubungan yang
ungkapkan oleh informan berikut ini: harmonis antara manusia dengan manusia
lainnya atau antar sesama penjual untuk
“Kita di sini konsep Tri Hita Ka-
senantiasa mengedepankan kebersamaan.
rana itu masih kuat, walaupun
Terkait dengan uraian sebelumnya, secara
memang tantangan di kehidu-
sederhana dapat dikatakan bahwa pada ta-
pan sekarang memang makin su-
taran aplikatif nilai-nilai yang terkandung
lit tapi saya selalu menghimbau
dalam filosofis Tri Hita Karana merupakan
bahwa tantangan itu merupakan
tempat berpijak masyarakat Bali. Tri Hita
tantangan hidup dan kita tidak
Karana memberikan makna bahwa kehidup­
boleh menyerah (sambil terse-
an manusia seharusnya senantiasa berada
nyum) karena di dunia sekarang
dalam koridor keseimbangan antara Tuhan,
perusakan lingkungan ada dima-
manusia dan alam semesta.
na-mana dan ini merupakan tan-
Harga jual tidak hanya terbentuk oleh
tangan besar bagi konsep Tri Hita
persaingan (Hinterhuber 2008; Benito et al.
Karana. Kita tidak boleh memba-
2010; Dias dan Rondrigues 2010), namun
bat hutan, tidak boleh merambah
juga dapat dijelaskan melalui pendekatan
kandungan perut bumi (ada nada
biaya (Hansen dan Mowen, 2001:638; Horn-
penekanan ketika mengucapkan
gren et al., 2002:198; Hinterhuber 2008;
kata “tidak boleh”). Jadi saya pu-
Mursyidi 2008 dan Hardesty et al. 2012;
nya warga lebih terjun ke sektor
Purwanti dan Prawironegoro 2013). Terkait
pertanian” (KLK).
dalam konteks akuntansi manajemen, harga
Hasil wawancara dengan Bapak KLK dapat ditentukan melalui penelusuran infor-
menunjukkan tentang eksistensi ajaran Tri masi tentang perencanaan laba, efisiensi bi-
Hita Karana dalam berbagai sendi kehidup­ aya atau besaran harga pokok dalam rangka
an­yang dijalani oleh masyarakat Hindu pencapaian tingkat laba yang diharapkan
-Bali yang menetap di Bolaang Mongondow. (Horngren 1984:111-113; Horngren et al.
Nilai-nilai luhur yang selalu dijunjung tinggi 2002:198; Mulyadi 2001: 19-20). Keputusan
dalam pola kehidupan masyarakat transmi- penetapan harga memainkan peran yang
gran Bali pada dasarnya merupakan perwu- sangat penting karena kesalahan dalam
judan dari falsafah semangat jiwa Tri Hita penentuan harga jual akan mengakibatkan
Karana. Perwujudan ketiga unsur Tri Hita kerugian. Kerugian yang berlangsung dalam
Karana tidak hanya menyatu pada kehidup­ kurun waktu tertentu bisa mengakibatkan
an masyarakat Hindu Bali yang menetap di terganggunya kelangsungan suatu usaha
Bali saja, namun juga terimplementasikan bahkan dapat berakibat pada hilangnya ke-
dalam kehidupan masyarakat transmigran mampuan untuk mempertahankan diri (go-
dari daerah tertentu. Pada hal ini, masyara- ing concern ability) (Mulyadi 2001:346-347).
kat terjelma dalam wujud konsep tri mandala Secara sederhana, harga jual merupakan
yaitu: Pertama, parahyangan, sebuah kon- faktor penentu bagi kelangsungan hidup
sep yang menginginkan adanya keselarasan suatu usaha. Harga memberikan daya tarik
antara manusia dengan Tuhan. Pada kait­ tersendiri terhadap tingkat penjualan suatu
annya dalam aktivitas berjualan, keharus­ produk yang ditawarkan. Selama ini konsep
an untuk menyadari bahwa aktivitas yang harga jual cenderung hanya mengandal-
dilakukan merupakan wujud persembahan kan materi dan mengabaikan pendekatan
kepada Tuhan. Sehingga aktivitas berjualan nilai-nilai kearifan lokal. Padahal nilai-nilai
akan selalu disaksikan oleh Tuhan. Dengan kearifan lokal sangat bermakna sebagai
demikian, aktivitas berjualan tidak semata- tuntunan bagi kehidupan manusia dalam
mata ditujukan untuk mengejar keuntun- menyelesaikan masalah demi masalah yang
gan materi yang sebesar-besarnya, namun dihadapi.
merupakan ladang suci untuk mengabdi ke- Mulya et al. (2016) mengungkapkan
pada Tuhan. Kedua, palemahan, merupakan bahwa definisi akuntansi terkait dengan ke-
tempat mewujudkan keharmonisan antara hidupan sosial budaya yang terjadi. Akun-
manusia dengan alam lingkungan. Pada tansi sebenarnya merupakan budaya karena
hal ini aktivitas berjualan selain dijadikan terkait dengan nilai-nilai yang dianut oleh
Amaliah, Nilai-Nilai Budaya Tri Hita Karana dalam Penetapan Harga Jual 194

suatu masyarakat. Perspektif akuntansi (ter- yang sudah memasuki kategori usia renta.
masuk penetapan harga jual) dan nilai-nilai Salah satu informan menjelaskan saat ini
kearifan lokal merupakan satu kesatuan telah berusia lebih dari 80 tahun. Ia berjual­
yang tidak terpisahkan. Penelitian ini mene­ an sejak puluhan tahun silam. Bagi peneliti,
mukan tiga nilai dalam praktik penetapan ibu Ws adalah sosok perempuan yang tang-
harga jual pada komunitas transmigran Bali guh, beliau merupakan seorang ibu yang
yang terdapat di Bolaang Mongondow. Ketiga luar biasa karena di usianya sekarang ini ia
nilai kearifan lokal tersebut akan diungkap- masih bisa berkarya dan mampu menoreh-
kan pada pembahasan selanjutnya. kan tinta emas bagi diri, keluarga dan ma-
Harga jual: upaya pencapaian nilai syarakat sekitarnya. Masih terbayang di
materi bukan kekayaan. “Salak buuu… pelupuk mata peneliti senyumannya yang
ini maniiiiisss. Salak buuuu…hanya 25… ramah tatkala melayani para calon pem-
salaaaak…salak”. Terdengar nyaring suara belinya yang hilir mudik datang dan pergi
para penjual salak di suatu pagi, Minggu menghampirinya. Banyak yang membeli na-
7 Februari 2016 tepatnya jam 07.58 WITA mun tak jarang hanya sekedar bertanya dan
(Waktu Indonesia Indonesia Tengah). Di saat berlalu begitu saja meninggalkan dirinya.
sang mentari perlahan membelai aktivitas Potret aktivitas para penjual di Pasar
para pedagang yang sehari-hari berjualan Mopuya sebetulnya sedikit banyak memiliki
di Pasar Tradisional Mopuya Bolaang Mo­ pola yang sama dengan para penjual di ber-
ngondow seolah menghempas dinginnya pa- bagai daerah di negeri kita tercinta ini. Na-
gi. Selintas tampak semangat para penjual mun satu hal yang penting untuk dipahami
mengarungi kehidupan yang sangat jelas adalah niat di dalam hati pribadi seorang
terlihat dari antusias mereka menyapa para penjual dalam memaknai tujuan dari ak-
pengunjung pasar yang tengah melintas di tivitas yang digeluti sehari-harinya. Tidak
depan barang jualan mereka. Mereka me­ terbantahkan bahwa tujuan dari aktivitas
ngenakan pakaian kebaya dengan ditemani penetapan harga tentu saja untuk meraih
oleh peralatan yang terlihat sederhana (dise- keuntungan yang bersifat materi, karena
but rinjing) digunakan sebagai wadah untuk tidak ada seorang penjualpun yang melaku-
menempatkan buah salak yang dijualnya, kan aktivitasnya berangkat dari tujuan
pemandangan seperti ini biasanya terjadi di untuk memperoleh kerugian. Akan tetapi
pagi dini hari hingga hari beranjak siang. hal yang patut untuk direnungkan adalah
Apa yang teramati pada rutinitas para bagaimana menjadikan keuntungan materi
penjual dalam melakukan aktivitasnya se- sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan
benarnya secara eksplisit menggambarkan hidup bagi diri, orang-orang terkasih dan
lika-liku hidup yang harus ditempuh oleh sesama umat manusia. Hal ini tercermin
seorang penjual dalam kesehariannya. Bagi dalam penuturan seorang informan, berikut
mereka, kerja bukan hanya akan memberi- ini:
kan spirit untuk memanusiakan manusia,
namun dapat memberikan energi positif “Saya jual salak satu rinjing har-
untuk menghasilkan karya yang lebih ber- ganya ada yang 25 (sambil men-
makna. Satu hal yang penting untuk dipa- garahkan pandangannya ke arah
hami adalah kesanggupan dalam memaknai rinjing yang berisi buah salak
me­ngapa pekerjaan tersebut dilakukan. Ber- yang dijual), ada yang 35 lagi
bagai uraian lembar demi lembar transaksi adaaaa….Kalo untuk dimakan
yang dilakukan dengan para pembeli seolah saya jualnya begitu…tapi kalo ada
memberikan cerita bahwa dalam hidup ini yang datang minta beli salak saya
kita tidak boleh hanya berpangku tangan untuk dijual lagi adaaa…itu saya
atau hanya mengharapkan belas kasihan kasih harga satu rinjing harga 20
untuk menunggu rejeki yang datang. Akan atau 30…untuk dijual lagi…ndak
tetapi, rejeki itu harus dijemput dengan apa-apa....supaya dia bisa dapat
sega­la keyakinan diri walaupun harus ber- untung..ndak apa-apa…kita sa-
susah payah menuju Pasar Mopuya sejak ma-sama mau jualan saya kasih
hari masih gelap hingga harus duduk ber- murah ndak apa-apa…(sambil
jam-jam lamanya menunggu pembeli sambil tersenyum)”(Wy).
bergumul dengan teriknya matahari yang Apa yang diungkapkan oleh informan
sedikit menyengat bila hari beranjak siang. Wy di atas sebenarnya merupakan jawab­an
Penjual dalam komunitas Bali tidak sedikit
195 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 2, Agustus 2016, Hlm. 189-206

sekaligus “tamparan” keras atas model pene- kekayaan ditempatkan pada tujuan yang
tapan harga jual konvensional yang selama sebenarnya (Mulyanto 2010). Dampak dari
ini dipahami. Harga jual konvensional meng­ konsep keuntungan ini dapat mengarah-
arahkan muara penetapannya pada penca- kan perilaku manusia kepada pencapaian
paian maksimalisasi laba sebagai tempat kekayaan dengan menghalalkan segala cara,
berlabuhnya aliran penghasilan dan status menumbuhkan keserakahan dan tidak me-
quo (Bechwati 2009; Benito et.al. 2010; Har­ miliki kepedulian sosial. Paham kapitalisme
desty et al. 2012; Hwang et al. 2011; Mursyi­ menghempaskan dimensi-dimensi kebersa-
di 2008 dan Pal et al. 2012 serta Purwanti maan, simpati, kasih sayang dan kepedulian
dan Prawironegoro, 2013). Paradigma sema- sosial yang seharusnya ada dalam harga jual
cam ini tidak lepas dari filosofi yang men- yang ditetapkan.
dasarinya, yaitu filsafat kapitalisme. Filsafat Terkait dengan penjelasan yang di-
ini mengarahkan pola pemikiran manusia ungkapkan oleh Wy di atas, lebih lanjut Ws
bahwa bisnis harus berangkat dari motif menguraikan penuturannya:
untuk memperoleh kekayaan berdasarkan
“…tidak ada biaya tenaga kerja..
cara mereka sendiri. Tentu saja hal ini patut tidak ada..(ada nada penekanan
untuk direnungkan karena akuntansi mo­ sewaktu menyebutkan kata tidak
dern sangat lekat dengan kapitalisme yang ada) karena saya yang jual sendi-
didalamnya terkandung nilai-nilai materia­l­ ri, saya yang nanam sendiri, saya
istik, egoistik dan sekuler (Triyuwono 2012) yang kasih kawin sampe mo buah,
bahkan nilai ateistik (Triyuwono 2016). Ti- tidak dibantu orang (sambil terse-
dak dapat dipungkiri, filsafat kapitalisme nyum dan mengarahkan pandan-
yang melekat pada harga jual konvensional gannya ke arah peneliti)”. (Wy)
sebagai bagian dari akuntansi beranjak dari
bawaan filosofi kapitalisme, filosofi ini mem- Konsep indeksikalitas dari informan
bentuk dimensi-dimensi keserakahan dan Ws memberikan petunjuk bahwa akumulasi
egoististis yang sebenarnya merupakan ba- biaya produk (buah salak) baginya bukan-
gian tak terpisahkan dari sifat dasar yang lah merupakan informasi yang penting un-
terdapat dalam diri manusia. tuk dijadikan dasar penetapan harga jual.
Pemaknaan tujuan penetapan harga dalam proses produksi salak yang dijualnya,
jual untuk keuntungan dalam perspektif ia sama sekali tidak mengeluarkan biaya
masyarakat transmigran Bali, seperti penu- produksi. Ia tidak pernah memperhitungkan
turan informan Wy tentu saja berbeda de­ akumulasi biaya budidaya salak dan peme-
ngan pemaknaan keuntungan yang ber- liharaannya karena hanya darinya yang
naung dalam doktrin kapitalisme. Pada melakukan proses pembibitan hingga men-
penuturan informan Wy, harga jual yang jualnya di pasar. Informan Ws tidak pernah
ditetapkan tidak hanya untuk kepentingan memperhitungkan biaya transportasi ke
pribadinya, namun dipersembahkan kepada pasar untuk menjual barang dagangannya
para penjual lainnya yang membutuhkan. yang sebenarnya juga turut berperan dalam
penentuan harga. Maka dari itu, penetapan
Bagi Wy, keuntungan yang terdapat dalam
harga jual salak, tidak ada kalkulasi biaya
harga jual tidak hanya untuk dirinya namun
tenaga kerja karena informan dalam mem-
juga untuk dirasakan oleh orang lain. Pada
budidayakan salak tidak dibantu oleh orang
titik inilah, seorang Wy menjalankan fungsi
lain. Hal yang diungkapkan oleh informan
sosialnya dari penetapan harga jual yang di-
Ws sebenarnya memberikan petunjuk bah-
lakukan setiap harinya. Hal ini memberikan
wa harga jual salaknya tidak didasarkan pa-
pemahaman bahwa bagi Wy, uang (materi)
da besaran biaya budidaya, pemeliharaan,
sebagaimana yang terdapat pada tujuan
serta transportasi transportasi yang telah
penetapan harga jual sekaligus dijadikan
dikeluarkan. Jadi hasil penjualan salak
sebagai sarana untuk menolong sesama.
tersebut merupakan total keuntungan yang
Pada konteks ini, keberadaan materi (uang)
didapatkannya.
sebagaimana yang melekat pada harga jual
Selain mendapatkan uang (materi),
konvensional tidak dapat dikatakan sama
Wy juga memperoleh kebahagiaan melalui
karena spirit yang mendasarinya juga berbe-
bahasa non verbal (sambil tersenyum) yang
da. Konsep kekayaan menurut paham kapi- ditunjukkan di saat menuturkan: “....supaya
talisme menempatkan posisi kekayaan tidak dia bisa dapat untung..ndak apa-apa…kita
sekedar sebagai sarana belaka, melainkan sama-sama mau jualan saya kasih murah
Amaliah, Nilai-Nilai Budaya Tri Hita Karana dalam Penetapan Harga Jual 196

ndak apa-apa…(sambil tersenyum)”. Secara digelutinya dalam menjalani hidup. Hal ini
reflektif, penuturan informan Wy menggam- juga berlaku tanpa terkecuali pada realitas
barkan warna dunia para penjual dalam ko- yang terjadi dalam keseharian komunitas
munitas transmigran Bali yang bukan hanya transmigran Bali dalam menetapkan harga
berfokus pada seberapa besar keuntungan jual pada komoditas yang dijualnya. Reali-
materi, namun peruntukannya dimanifesta- tas akuntansi dalam nilai-nilai yang melekat
sikan bagi sarana pemenuhan kebutuhan pada harga jual yang ditetapkan oleh para
orang-orang sekitar. Melalui harga jual yang penjual transmigran Bali ditemukan melalui
ditetapkan, seorang penjual sesungguhnya ungkapan informan berikut ini:
turut memberikan andil terhadap pemenu-
“...Sebelum turun menjual saya
han kebutuhan hidup, baik itu bagi dirinya,
minta tolong sama Yang Kuasa
keluarganya dan para pembeli. Penuturan
minta keselamatan supaya dapat
ibu Wy juga sekaligus memberikan pema-
hasil... hasil jualan untuk anak
haman bahwa episode demi episode hidup
cucu saja (ada penekanan nada
ini tidak ditujukan untuk menggambarkan
sewaktu mengucapkan Yang Kua-
kebahagiaan pribadi. Hal tersebut karena
sa). Saya punya cucu sakompi
kebahagiaan sejati hanya terwujud bila
(dengan menampakkan raut wa-
kita mampu menebarkan aroma kebaha-
jah yang sumringah seolah baha-
giaan yang kita miliki kepada sesama umat
gia dan bangga). Tenang pikiran
manusia.
kalo sudah kasih ke anak cucu
Senada dengan penjelasan informan
(sambil menerawang)…Bagitu no..
Wy, Elfianita et al. (2016) menyatakan bah-
kalo sisa sikit disimpan…sikit-
wa penerapan falsafah Tri Hita Karana mam-
sikit yang penting berkah (dengan
pu menggantikan pandangan hidup modern
tersenyum)”(Ws).
yang mengedepankan individualisme dan
materialisme. Nilai-nilai kearifan lokal akan Ibu Ws merupakan salah seorang in-
bermakna bagi kehidupan sosial apabila forman yang telah berjualan sejak tahun
dapat menjadi rujukan dan bahan acuan 1963. Pada hasil wawancara tersebut, beliau
di dalam menjaga dan menciptakan kelang- menuturkan tentang hasil yang diperoleh
sungan relasi yang harmonis. Sebenarnya dalam berjualan. Kehidupan ini ia lakoni
perbedaan makna terhadap perlakuan atas setiap harinya. Konsep indeksikalitas dari
kekayaan dalam paham kapitalisme dengan penuturan Ibu Ws memiliki makna bahwa
ruh falsafah Tri Hita Karana terletak pada dalam kesehariannya, keuntungan yang
nilai yang melekat pada keduanya. Penetap­ diperoleh dari harga jual tidak hanya diper-
an harga jual seyogyanya terbentuk dalam untukkan bagi kepentingan pribadinya saja
koridor cinta kasih yang diwujudkan pada namun hasil jerih payahnya duduk berjam-
kepedulian terhadap lingkungan sosial. Se- jam berjualan di Pasar Mopuya secara ikhlas
hubungan dengan itu, salah satu spirit yang disedekahkan untuk mencukupi kebutuhan
hadir dalam falsafah Tri Hita Karana, yaitu keluarganya, seperti yang diungkapkan:
pawongan. Pesan moral yang terkandung “…….hasil jualan untuk anak cucu saja”.
dalam pawongan bermakna untuk meraih Secara reflektif, dalam hasil wawancara
kebahagiaan sejati, manusia semestinya dengan ibu Ws peneliti menemukan nilai
saling memanusiakan manusia melalui per- ketundukan kepada Sang Pencipta yang ter-
wujudan hubungan yang harmonis antara kandung pada harga jual yang ditetapkan.
sesama manusia. Nilai ketundukan kepada Sang Pencipta ter-
Harga jual: wujud ketundukan ke- cipta melalui keikhlasan dalam memenuhi
pada Sang Pencipta. Keberadaan umat ma- kebutuhan hidup keluarga. Kandahlawi
nusia di dunia tidak lain bertujuan untuk (2007:539) mengungkapkan bahwa ikhlas
mengemban tanggung jawab sebagai khali- bermakna sebagai ketaatan dalam melak-
fah di muka bumi ini. Manusia harus meng­ sanakan perintah Allah SWT untuk mencari
arahkan pandangannya untuk senantiasa keridhaan Allah.
menghubungkan dirinya dengan Tuhannya Atmosfer nilai ketundukan kepada
dalam menjalani kehidupan di bumi. Seba­ Sang Pencipta tentu saja sangat berten-
gai makhluk ciptaanNya, manusia senan- tangan dengan kehidupan manusia di era
tiasa mengorientasikan seluruh nilai peng­ modern saat ini yang terkadang melupakan
abdiannya hanya kepada Tuhan dimana- Tuhan dalam menjalani aktivitas usahanya.
pun ia berada dan apapun aktivitas yang Masyarakat transmigran Bali sangat me-
197 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 2, Agustus 2016, Hlm. 189-206

nyadari keberartian Tuhan dalam ke­ giatan Secara kodrati, manusia diciptakan un-
usaha dan rutinitas sehari-hari yang di- tuk menjalani hidup di dunia melalui tran­
jalankan. Hal yang diungkapkan oleh Ibu Ws saksi demi transaksi yang dilakukan untuk
sebenar­ nya menunjukkan bahwa se­ bagai dapat menyelesaikan berbagai permasalah­
makhluk Tuhan, apapun aktivitas yang di- an hidup. Sebagai makhluk yang bertran­
geluti sebenarnya harus terbingkai dalam saksi apa pun bentuknya sepatutnya meng-
ruh Tri Hita Karana. Falsafah parahyangan harapkan perolehan rahmat dan berkah dari
merupakan kitab hidup yang mengajar- Allah SWT. Oleh karena itu, kesejahteraan
kan pencapaian kebahagiaan sejati melalui yang diharapkan sebagai hasil akhir dari
kesela­rasan antara manusia dengan Tuhan. praktik penetapan harga bukan hanya dapat
Dalam aktivitas berjualan, manusia seha- menciptakan bentukan keuntungan yang
rusnya senantiasa terjaga oleh ikatan dirinya bernilai rupiah. Kesejahteraan harus mam-
dan Sang Pencipta, seperti yang diungkap- pu menciptakan kebahagiaan dan ketenang­
kan oleh informan Ws di atas: “…. Sebelum an batin. Secara sederhana, kebahagiaan
turun menjual saya minta tolong sama Yang tidak hanya dipandang dalam perwujudan
Kuasa minta keselamatan supaya dapat ha- laba yang bernilai materi, melainkan juga
sil…”. Secara implisit sebenarnya ungkap­ laba dalam bentuk kedekatan diri dengan
an ini menunjukkan bahwa apapun yang Sang Pemberi Hidup.
ia lakukan merupakan perwujudan takwa Nilai ketundukan kepada Sang Pencip-
kepada Tuhan. Artinya, aktivitas berjualan ta yang peneliti temukan dalam harga jual
yang menjadi rutinitas informan sehari-hari yang diimplementasikan oleh komunitas
tidak terlepas dari ibadah. Aktivitas yang transmigran Bali juga memberikan gambar­
dilakukan merupakan wujud persembahan an bahwa apa pun aktivitas yang dilakukan
kepada Tuhan. Ibu Ws menyadari bahwa oleh masyarakat Bali tidak dapat dipisahkan
dalam setiap sendi kehidupannya apapun dari aspek spiritualitas. Secara inheren, ke-
aktivitas yang dilakukan akan selalu disak- hidupan masyarakat Bali yang menetap di
sikan oleh Tuhan dan senantiasa memberi- Bolaang Mongondow telah beradaptasi ter-
kan pertolongan kepada hambaNya yang hadap keyakinan pada yang memiliki kuasa
membutuhkan. Pada tataran inilah ibu Ws atas segala sesuatu, yaitu Tuhan. Keyakinan
merasakan kehadiran Tuhan. Kesanggupan ini sedemikian melekat dalam diri masyara-
menghadirkan keberadaan Tuhan dalam kat Bali, sehingga tidak dapat dipisahkan
setiap sisi kehidupan memberikan kebaha- dari jati diri mereka. Nilai-nilai spiritual
giaan hidup dalam bentuk ketenangan jiwa. merupakan tabiat asasi yang dimiliki dan ti-
Sejalan dengan hal tersebut, aktivitas dak mungkin dapat dipisahkan keberadaan-
berjualan sejatinya dibangun tidak semata- nya dalam apapun aktivitas yang dilakukan
mata ditujukan untuk mengejar keuntungan tanpa terkecuali dalam menetapkan harga.
materi (uang) semata, namun juga untuk Keyakinan tersebut tentu saja dilandasi oleh
meraih penghasilan spiritual. Harga jual keyakinan bahwa manusia harus taat dan
yang dibentuk tidak hanya dijadikan sebagai patuh kepada Sang Maha Kuasa.
sarana pencapaian nilai-nilai materi, akan Pada pandangan agama bila aktivitas
tetapi merupakan ladang suci untuk men- dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentu-
gabdikan diri kepada Tuhan. Keuntungan an ajaran, maka hal tersebut dapat dinilai
yang diperoleh dalam wujud rupiah demi sebagai ibadah. Hal ini juga terdapat dalam
rupiah harus dapat meningkatkan kedeka- realitas penetapan harga dalam komunitas
tan kepada Tuhan Sang Maha Berkehen- transmigran Bali. Disadari ataupun tidak,
dak. Dengan kata lain, setiap peningkatan unsur-unsur yang terkandung dalam ba­
kesejahteraan harus dapat meningkatkan ngunan penetapan harga jual yang ditetapkan
kedekatan setiap pelaku ekonomi kepada selain dapat mendatangkan keuntungan ma-
Tuhan (Triyuwono 2006b). Filosofi Tri Hita teril, pelakunya sekaligus dapat mendekat-
Karana yang diyakini oleh masyarakat trans- kan diri kepada Sang Maha Pemberi Rejeki.
migran Hindu Bali menyiratkan pesan spiri- Sang Maha Pemberi Rejeki menurunkan si-
fat cintanya yang Maha Luas dari sifatnya
tual yaitu sebagai umat manusia sejatinya
Yang Maha Penyayang. Tri Hita Karana seba­
harus senantiasa memupuk hubungan yang
gai ajaran filosofi agama Hindu selalu ada
haromonis kepada Sang Maha Pencipta ke
dalam setiap aspek kehidupan masyarakat
arah yang lebih suci untuk mencapai keba-
Bali. Dalam konteks ini persembahan harga
hagiaan hidup yang hakiki.
jual tidak hanya dibatasi oleh kalkulasi uang
Amaliah, Nilai-Nilai Budaya Tri Hita Karana dalam Penetapan Harga Jual 198

sebagai wujud perolehan keuntungan materi agak meninggi sewaktu menye-


saja. Hal ini juga membawa pada kedekatan butkan salak sendiri nih bu). Kalo
kepada Tuhan Sang Maha Pencipta. Kebaha- ndak kasih kawin ndak mo buah
giaan yang terwujud dari hasil akhir praktik (sambil tersenyum). Saya ndak
penentuan harga tidak hanya dapat mencip- jual buah lain, yang ditanam saja
takan laba materi namun juga dapat tercipta yang saya jual… ini satu rinjing 25
kesejahteraan mental dan spiritual. Pada (sembari menjulurkan tangannya
hal ini kesejahteraan tidak hanya dipandang ke arah rinjing yang berisi buah
dalam wujud materi, melainkan tercipta laba salak tepat berada di depannya),
dalam bentuk spiritual. Pada dasarnya, aga- kalo itu 35 saja (sambil menga-
ma merupakan petunjuk Tuhan yang bertu- rahkan pandangannya ke arah
juan membawa keselamatan dan kedamaian rinjing yang letaknya tidak begitu
bagi umat manusia. Pada ajaran agama ter- jauh dari hadapannya). Biasa
kandung norma-norma ataupun nilai-nilai jual jagung, beras....saya tanam
tentang kebutuhan manusia yang berbeda- sendiri….saya banyak yang dita-
beda, dalam rangka mewujudkan suatu ke- nam ada jagung, kedele, kacang-
hidupan yang tentram dan damai. Sejalan kacangan (seraya menampak-
dengan hal tersebut, ajaran agama meru- kan wajah yang sedikit sumrin-
pakan suatu formula yang dapat menyejuk- gah menunjukkan rasa bang­
kan jiwa manusia dari berbagai kekisruhan ganya). Anak saya tanam padi di
rohani yang senantiasa menghampirinya. sawah, anak saya di sawah, saya
Harga jual: spiritual ekologis sebagai di ladang, kadang saya juga di
manifestasi pelestarian lingkungan. Pada sawah, sama-sama…(sembari me-
dasarnya keyakinan terhadap keberadaan lemparkan pandangannya ke arah
kekuasaan Tuhan sedemikian melekat se- pengunjung pasar yang berjalan
hingga tidak dapat dipisahkan dari jati diri di depannya).”(Ws)
manusia itu sendiri. Ia merupakan tabiat
asasi manusia yang tidak mungkin dapat di- Walaupun usaha yang dirintis tidaklah
munafikkan keberadaannya. Ajaran-ajaran mengalami perkembangan dari sisi kuan-
agama dan spiritualitas dianggap mampu titas barang dagangannya, namun bukan
memperkokoh kesadaran untuk menga­ suatu keniscayaan bila aktivitas berjualan
plikasikan kewajiban terhadap konservasi dapat membuahkan investasi jangka pan-
lingkungan. jang. Investasi tersebut bukan hanya un-
Kesadaran terhadap lingkungan dalam tuk tujuan pribadi, namun untuk seluruh
bentuk kepedulian terhadap kelestarian alam semesta. Gerakan kesadaran spiritual
alam dianggap merupakan bagian terpen­ dalam mewujudkan keharmonisan antara
ting didalam mengarungi kehidupan tanpa manusia dan alam lingkungan dalam tradisi
terkecuali pada aktivitas berjualan. Pada masyarakat Bali, dikenal hanya menjual ko-
aspek konsumen, penjelasan harga tentu- moditas yang ditanamnya sendiri. Sebuah
nya terkait dengan nilai jika hal tersebut prinsip yang menekankan pada dimensi ke-
dikaitkan dengan manfaat yang dirasakan dalaman hati nurani dan menjadi barometer
atas suatu barang (Ciptono 2000:151). keterikatan relasi antar manusia, Tuhan
Rea­litas penetap­an harga yang dianut dan dan lingkungan alamnya. Dalam perspektif
masih dipertahankan hingga saat ini oleh inilah, nilai kearifan lokal hadir dan menjadi
komunitas masyarakat transmigran Bali di kekuatan bagi komunitas ini untuk mema­
Bolaang Mongondow merupakan bagian dari nisfestasikan kesadaran spiritual ekologis-
representasi perwujudan misi pelestarian nya. Satu hal yang perlu dipahami yaitu as-
lingkungan. Nilai lainnya yang hadir dalam pek kesadaran spiritual ekologis sebenarnya
penetapan harga jual oleh komunitas trans- berangkat dari spirit bahwa manusia sebagai
migran Bali sebagaimana yang diungkapkan ciptaan Tuhan sebenarnya menyatu dengan
oleh salah seorang informan berikut ini: alam dan telah dengan sendirinya merasa
sebagai bagian dari alam yang mesti dijaga
“….saya sudah tua jualan sa­
kelestariannya.
lak saja, ini salak sendiri yang
Keseluruhan nilai dalam Tri Hita Kara-
saya jual. Salak sendiri nih buuu
na sebenarnya terbingkai dalam satu kesa­
saya kasih kawin terus-terusan
tuan yang utuh dan tak terpisahkan satu sa-
(menunjukkan nada suara yang
ma lain. Implementasi unsur Tri Hita Karana
199 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 2, Agustus 2016, Hlm. 189-206

bagi komunitas transmigran Bali menjelma bukan termasuk komunitas Bali, sebagai
dalam wujud konsep palemahan yaitu zona berikut:
tempat mewujudkan keharmonisan antara
“…yang dijual salak dari kebun..
sesama manusia dengan alam lingkungan-
biasanya di belakang rumah di ke-
nya. Secara sederhana manusia merupakan
bun. Orang Bali begitu yang dijual
makhluk yang diciptakan untuk selalu ber-
yang ditanam sendiri. Orang Bali
hubungan dengan lingkungan alam dan
tuuu tanam buah, sayur-sayuran,
senantiasa saling membutuhkan antara
kacang-kacangan. Kalo liat rumah
makhluk satu dengan makhluk lainnya.
orang Bali banyak tanam apa saja
Dalam hubungan ini manusia memerlukan
macam-macam di pekarangan..di
lingkungan alam sebagai sumber kehidup­
kebun. Mereka juga tanam padi di
an. Demikian juga alam pun membutuhkan
sawah” (Id).
manusia untuk merawat dan melestarikan
sumber-sumber alam agar tidak punah. Hal yang senada juga diungkapkan oleh
Hal ini yang dituturkan oleh IND pada hasil Bapak KLK berikut ini :
wawancara berikut ini: “… di sini ibu boleh jalan-jalan
“….apa yang dijual itu sebenar­ ke orang Bali (sambil melempar-
nya sekarang itu seperti salak itu kan pandangannya ke arah pe-
komoditi yang sudah hampir pu- karangan rumahnya) tidak ada
nah. Ya itu dan (sambil berpikir).. lahan sejengkal pun dibiarkan
membudidayakan salak itu masih yang tidak tersentuh dengan air,
tetap dipertahankan. Walaupun pasti ditanam jati, pasti ditanami
kalo tidak lagi panen biasanya cempaka, pasti itu ibu liat karena
mereka menjual beras hasil panen itu konsep Tri Hita Karananya.
yang ditanam dalam keseharian- Di halaman rumah pasti ada ter-
nya membantu di sawah.” (IND) naknya, pasti ada kolam ikannya,
karena itu konsep Tri Hita Kara-
Pemahaman konsep palemahan me­ na. Kita harus menyatu dengan
ngarahkan perilaku para pedagang dalam lingkungan, kita harus menyatu
komunitas transmigran Bali untuk senan- dengan makhluk hidup yang lain,
tiasa melakukan ritual penghormatan ter- kita harus menyayangi apalagi
hadap upaya-upaya pelestarian lingkungan. sesama manusia (terdengar nada
Bagi komunitas ini, konsep penting dalam yang meninggi saat mengucapkan
hidup selain menyelaraskan hubungan de­ kata kita harus)” (KLK).
ngan Tuhan, sebagai makhluk yang ter- Makna indeksikalitas yang terdapat
batas manusia juga harus menyelaraskan dalam penuturan informan-informan IND,
hubung­ an terhadap sesama manusia be- Id dan KLK menunjukkan begitu kuatnya
serta alam lingkung­ annya. Bila ditelaah konsep Tri Hita Karana dalam kehidupan
lebih jauh, sebenar­nya komunitas transmi- masyarakat transmigran Bali. Tri Hita Ka-
gran Bali sebagai seorang pedagang aktivitas rana memberikan pengaruh yang besar
kesehariannya tidak terlepas dari bentuk terhadap berbagai aktivitas hidup yang di-
pengha­yatan diri terhadap pengejawantahan lakukan. Tujuan ditetapkannya harga komo-
nilai-nilai palemahan dalam falsafah Tri Hita ditas yang dijual oleh komunitas Bali bukan
Karana. Informan IND memberikan petunjuk hanya sekedar sebagai upaya untuk kelang-
bahwa bentuk penghormatan kepada alam sungan hidup pribadi, namun juga terkait
lingkungan diwujudkan melalui penanaman dengan manifestasi pelestarian lingkung­
berbagai komoditas yang hasilnya ditujukan an. Masyarakat transmigran Bali memiliki
untuk dijual kembali. Konsep palemahan keunikan tersendiri yang menunjukkan ciri
menuntun komunitas ini untuk menyadari khas sehingga berbeda dari kalangan lain-
bahwa manusia hidup di alam dan hidup nya (bukan transmigran Bali) yang menetap
dari hasil alam. Manusia dan alam saling di Bolaang Mongondow. Ciri khas itu sangat
membutuhkan satu sama lain. melekat dalam aktivitas keseharian mereka.
Sejalan dengan uraian sebelumnya, Hal ini dapat peneliti saksikan secara lang-
penuturan informan IND dipertegas oleh sung. Kita dapat dengan mudah mengenal
seorang informan yang juga melakukan ak- kediaman masyarakat transmigran Bali yang
tivitas berjualan di Pasar Mopuya, namun ditunjukkan melalui ciri khas pada rumah-
Amaliah, Nilai-Nilai Budaya Tri Hita Karana dalam Penetapan Harga Jual 200

rumah kediaman mereka. Hal ini dapat terli- sejengkal pun dibiarkan, yang tidak tersen-
hat dengan jelas pada halaman rumah yang tuh dengan air”. Selain upaya pelestarian ta-
ditumbuhi berbagai macam je­nis tanaman. nah, kehidupan komunitas transmigran Bali
Sebagian besar tanaman itu dari jenis sayur- juga selalu bersentuhan dengan aktivitas
sayuran. Selain itu hewan yang diternakkan pelestarian udara. Budaya tradisi penanam­
tidak terlepas dari ciri khas masyarakat Bali an pohon ataupun tanaman hias di sekitar
yang menetap di Bolaang Mongondow. pekarangan rumah mereka akan berdampak
Sejauh mata memandang (sewaktu terciptanya udara yang bersih dan sehat.
berada di lokasi penelitian), peneliti merasa Selain itu, hasil panen dari tanaman yang
seolah-olah berada di Bali. Hal ini terjadi dibudidayakan walaupun hanya di peka-
karena rumah masyarakat Bali yang be- rangan rumah akhirnya juga dapat diman-
rada di Desa Mopuya bercirikan budaya faatkan untuk dijual kembali. Berdasarkan
asal. Contohnya adanya ornamen-ornamen realitas yang telah diuraikan, konsep Tri Hita
khas Bali yang menghiasi pintu gerbang Karana yang berakar dari agama Hindu se-
hingga tempat peribadatan yang terdapat di laras dengan aktivitas bisnis pada komuni-
masing-masing rumah penduduk. Ternyata tas transmigran Bali. Upaya pelestarian ling-
komunitas transmigran Bali tetap memper- kungan memainkan peranan penting untuk
tahankan ciri khas adat budaya serta tradisi memberikan makna atas prinsip hidup agar
yang dimiliki diamanapun mereka berada. tidak melupakan tujuan diciptakannya ma-
Nilai-nilai adat dan tradisi yang merupakan nusia di muka bumi ini. Nilai pelestarian
warisan para leluhur tetap berada dalam ko- merupakan perwujudan dari filosofi Tri Hita
ridor hidup yang dijalani. Karana, yaitu konsep palemahan.
Menurut ajaran agama Hindu, perwu- Palemahan berasal dari kata lemah
judan dari konsep Tri Hita Karana mengan­ yang artinya tanah. Palemahan juga berarti
dung nilai-nilai universal yang mengekspre- bhuwana atau alam. Falsafah ini mengan-
sikan pola-pola hubungan harmonis dan tarkan kepada pemahaman bahwa manusia
seimbang antara Tuhan, manusia dan alam hidup dan memenuhi berbagai kebutuhan
(Lestari 2015). Penelitian ini menemukan hidupnya dari alam, sehingga realitas ini-
nilai ketundukan kepada Sang Pencipta lah yang mendasari bahwa manusia dalam
yang merupakan perwujudan konsep harga me­ngarungi kehidupannya semestinya men-
jual yang diimplementasi oleh komunitas jalin harmonisasi dengan semesta (Anonim
transmigran Bali dan merupakan cerminan 2014). Aktualisasi konsep palemahan bagi
wujud keharmonisan antara manusia dan masyarakat transmigran Bali menitikber-
Tuhan. Selain temuan nilai ketundukan ke- atkan bagaimana manusia meraih keten-
pada Sang Pencipta, secara reflektif realitas traman, kesejahteraan dan kebahagiaan
penetapan harga yang terungkap dari infor- melalui harmonisasi dengan alam semesta.
man juga menunjukkan terdapatnya nilai Budaya Tri Hita Karana yang terlahir dari
pelestarian lingkungan dalam penetapan kitab suci ajaran agama Hindu sangat me-
harga jual bagi komunitas transmigran Bali.
nentukan pola interaksi masyarakat trans-
Pelestarian lingkungan merupakan
migran Bali dengan alam semesta tempat ia
upaya untuk melindungi kemampuan ling-
berpijak.
kungan terhadap tekanan perubahan serta
dampak negatif yang ditimbulkan suatu ke-
Harga jual: jembatan berlabuhnya nilai go-
giatan, serta menjaga kestabilan lingkungan
tong royong.
untuk menjadi tempat hidup manusia, he-
Nilai kultur komunitas transmigran
wan serta tumbuhan (Anonim 2012). Upaya
Bali yang terungkap lainnya adalah budaya
pelestarian lingkungan yang diimplemen-
kerjasama atau gotong royong. Budaya go-
tasikan oleh komunitas transmigran Bali
tong royong yang menjadi tradisi komunitas
ditunjukkan dengan senantiasa menjaga
transmigran Bali sebenarnya berangkat dari
pelestarian tanah melalui pembudayaan ke-
filosofis Tri Hita Karana dalam zone pawon-
giatan penanaman pohon berupa tanaman,
gan. Tradisi saling membantu satu sama
sayur-sayuran ataupun buah-buahan. Hal
lain mengarahkan para penjual yang ter-
ini dapat kita saksikan pada pekarangan
gabung dalam komunitas transmigran Bali
rumah para penduduk transmigran Bali
mewujudkan pembinaan hubungan yang
yang rimbun dengan tumbuh-tumbuhan.
harmonis dalam bentuk pengabdian kepada
Hal ini sejalan dengan penuturan Bapak
sesama, seperti hasil wawancara berikut ini:
KNK yang mengatakan “……tidak ada lahan
201 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 2, Agustus 2016, Hlm. 189-206

“Biasa ada dorang titip jualan “Dalam istilah sini budaya titip-
sama saya tapi tidak tiap hari menitip barang jualan itu disebut
(sedikit berpikir). Biasa titip kalo “matet” matetan artinya nitip…se-
pasar..kadang-kadang titip saya lama apa yang dijual itu dititipkan
jualkan. Nanti kalo ada yang laku selama itu laku..kalo sudah laku
uangnya saya kasih lagi. Saya juga baru mereka bayar. Itu biasa mer-
biasa titip kalo kalo ada perlu saya eka lakukan…mereka tetap per-
titip juga.. biasa noh.. itu bia­ sa tahankan itu”. (IND)
(sambil menampakkan senyum­
Makna indeksikalitas yang tersirat dari
an ke arah peneliti). Sama-sama
hasil wawancara dengan Ibu Ws dan Bapak
mencari.” (Ws)
IND memberikan gambaran bahwa pada
Penuturan informan Ws mengungkap- dasarnya manusia sebagai makhluk terbatas
kan tentang tradisi titip-menitip barang da- memerlukan orang lain untuk saling meleng-
gang yang berlaku dalam keseharian para kapi keterbatasan yang ada pada diri­nya. Hal
pedagang dan dilakukan secara turun-te­ ini terkait dengan perilaku seorang individu
murun. Tradisi kebersamaan, saling tolong- atau kelompok dalam menjalani dan mem-
menolong merupakan pencerminan ajaran pertahankan hidupnya, termasuk tentang
Tri Hita Karana yang merupakan ajaran aga- bagaimana cara memerolehnya. Kepedulian
ma Hindu. Filosofi Tri Hita Karana menun- terhadap sesama komunitas penjual meru-
tun manusia untuk senantiasa mempererat pakan muara dari pengakuan akan hakikat
tali harmonisasi hubungan antar sesama manusia yang pada dasarnya tidak dapat
manusia. Konsep ini disebut dengan pawo­ hidup sendiri dan senantiasa membutuhkan
ngan. Arti penting dari falsafah pawongan satu dengan yang lainnya. Rasa empati dan
ini adalah prinsip hidup yang seyogyanya kepedulian oleh anggota komunitas sema-
dipegang oleh manusia untuk dapat men- cam ini menurut Hendrawan (2009:101)
ciptakan keharmonisan hubungan terhadap merupakan wujud komitmen yang tak ber-
sesama manusia dalam suasana rukun, da- syarat pada keberhasilan dan kesejahteraan
mai dan saling membantu dalam rasa cinta orang lain yang didasarkan pada keterkaitan
kasih antar sesama. Hadirnya rasa cinta ka- alami satu terhadap yang lainnya. Dalam
sih yang kuat menjadikan kepedulian terha- konteks ini terdapat kitab hidup yang diya-
dap sesama dalam wujud saling membantu kini, yaitu kebahagiaan dapat diraih bila kita
begitu mudah muncul. Hal tersebut karena dapat membahagiakan orang lain.
apapun yang didasari oleh cinta kasih tentu- Tradisi gotong royong telah menjadi
nya akan melahirkan suatu bentuk keikhla- budaya yang begitu melekat dalam aktivitas
san dan kejujuran. Salah satu pencapaian penetapan harga jual bagi komunitas trans-
prestasi tertinggi bagi etnis transmigran Bali migran Bali. Atmosfir ini begitu jelas terlihat
adalah saat mereka sanggup mengimple- yang secara alami antar mereka. Hal ini be-
mentasikan nilai-nilai Tri Hita Karana dalam gitu unik terlihat tatkala kehadirannya be-
setiap sendi kehidupan. Pada saat mereka rada di tengah-tengah terpaan modernisasi.
mampu mendekatkan diri kepada Sang Pen- Nilai ini tetap dipertahankan karena kuatnya
cipta, memberikan manfaat untuk sesama keyakinan diri bahwa dinamika kehidupan
manusia dan alam lingkungannya, maka pa- sosial modern tidak seharusnya mengubah
da tataran inilah kebahagiaan itu dapat me­ falsafah hidup untuk senantiasa mengede-
reka rasakan. Kebahagiaan tidak dapat di- pankan nilai gotong royong. Hal ini tercer-
beli dalam bentuk materi apapun wujudnya. min dalam penuturan informan berikut ini:
Terkait dengan tradisi titip-menitip barang
“…Kalo untuk dimakan saya jual-
dagangan sebagaimana yang telah diung-
nya begitu…tapi kalo ada yang
kapkan sebelumnya, tidak hanya berlaku
datang minta beli salak saya un-
pada komunitas transmigran Bali saja yang
tuk dijual lagi adaaa…itu saya
berjualan di Pasar Mopuya Kabupaten Bo-
kasih harga satu rinjing harga 20
laang Mongondow. Realitas ini juga terdapat
atau 30…untuk dijual lagi…ndak
pada komunitas lainnya di segala penjuru
apa-apa....supaya dia bisa dapat
tanah air yang berprofesi sebagai pedagang
untung..ndak apa-apa…kita sa-
di pasar tradisional walaupun istilahnya sa-
ma-sama mau jualan saya kasih
ja yang berbeda, seperti yang diungkapkan
ndak apa-apa”. (Wy)
oleh salah seorang informan berikut ini:
Amaliah, Nilai-Nilai Budaya Tri Hita Karana dalam Penetapan Harga Jual 202

Kemampuan diri untuk menginternal- Spirit bekerja sama diwujudkan dalam


isasi nilai-nilai luhur dalam praktik peneta- penetapan harga terbangun dan bertahan
pan harga jual memerlukan komitmen kuat hingga saat ini. Mereka meyakini bahwa
untuk meraih pencapaian akhir tujuan yang penetapan harga yang diimplementasikan
lebih humanis. Filosofi humanisme meman- sesungguhnya memiliki kekuatan jangka
dang bahwa pusat keimanan berada pada panjang untuk menciptakan keuntungan
Tuhan, hanya saja “ujung tombak” aktual- yang berkelanjutan. Menurut Cadilhon et
isasinya dialamatkan pada diri manusia. al. (2005) cara pandang ini berkaitan de­
Oleh karena itu, manusia dengan segala an- ngan perilaku manusia yang menunjukkan
ugerah yang dimilikinya mengemban peran kesederhanaan prinsip-prinsip berdagang
humanisme teosentrik, yakni makhluk yang melalui penggunaan budaya kerja sama di-
mengorientasikan seluruh nilai pengabdian- antara mereka. Realitas yang ditunjukkan
nya hanya kepada Tuhan dengan menge- oleh komunitas transmigran Bali dalam
lola semua potensi yang dimilikinya untuk menjalani hidup memberikan pemahaman
kemuliaan peradaban sesama. Nilai-nilai bahwa komunitas tersebut bersama-sama
humanisme memandang manusia sebagai bergelut dalam aktivitas penjualan tidak di-
makhluk ciptaan Tuhan memiliki martabat anggap sebagai pesaing, namun merupakan
yang luhur dan kekuatan untuk mengem- mitra kerja yang senantiasa saling meleng-
bangkan dirinya (Sharif (2004) dan Hash- kapi satu sama lain.
man (2012:186-187)). Konsep pola hubungan yang seimbang
Secara eksplisit pandangan ini mem- dan harmonis sebagaimana yang terdapat
fokuskan pada dimensi manusia yang men- dalam filosofi Tri Hita Karana berintikan
empatkan dirinya sebagai satu pemikiran unsur-unsur nilai keseimbangan hubungan
etis untuk menjunjung tinggi harkat, mar- antara manusia dengan Tuhan (unsur para-
tabat dan nilai-nilai kemanusiaan. Human- hyangan), manusia dengan manusia (unsur
isme merupakan filsafat hidup yang pada in- pawongan) dan manusia dengan alam (un-
tinya adalah memanusiakan manusia. Pan- sur palemahan) (Lestari et al. 2015). Dalam
dangan ini sekaligus juga menegaskan pada praktik penetapan harga jual yang terdapat
tanggung jawab manusia sebagai khalifah pada komunitas transmigran Bali di Bolaang
di muka bumi ini. Pandangan ini memper- Mongondow, Tri Hita Karana menghasilkan
lakukan kehidupan manusia sebagai satu nilai-nilai kearifan lokal, yaitu ketundukan
kesatuan untuk menghadirkan kehidupan kepada Sang Pencipta, pelestarian lingkung­
manusia yang harmonis (Sharif 2004; Mi- an dan gotong royong. Secara sederhana,
arso 2007; Budiningsih 2010). Berdasarkan nilai ketundukan kepada Sang Pencipta,
pada uraian tersebut nilai-nilai humanis gotong royong dan pelestarian lingkungan
yang diimplementasikan oleh komunitas merupakan nilai-nilai operasional (non ma-
transmigran Bali dalam menetapkan harga teri) yang menentukan terbentuknya harga
pada kenyataannya mampu menjawab se- jual. Hal ini menunjukkan (sebagaimana
gala tantangan zaman yang dihadapi. Ada­ diungkapkan sebelumnya) bahwa dalam ru-
nya krisis multidimensi terkait ekonomi, ang masyarakat Hindu Bali tidak terlepas
moral, keagamaan dan kemanusiaan yang dari konsep Tri Hita Karana, termasuk di
dewasa ini melanda masyarakat dunia dapat dalamnya dalam aktivitas menentukan har-
terjawab dan diatasi melalui nilai-nilai yang ga komoditas yang dijual oleh para pedagang
dianutnya. (komunitas transmigran Hindu Bali). Nilai-
Penjelasan informan Wy sejalan de­ nilai kearifan lokal tersebut merupakan
ngan yang diungkapkan dalam penuturan manifestasi perwujudan dapat dijelaskan
Ws berikut ini: melalui Gambar 1.
Realitas nilai-nilai yang diyakini dan
"Biasa di sini banyak beli satu
diimplementasikan oleh komunitas trans-
rinjing jual eceran banyak di sini
migran Bali memberikan gambaran bahwa
(ada penekanan nada sewaktu
kearifan lokal sangat bermakna dan me-
berucap biasa di sini). Kalo dia
miliki relevansi dalam kehidupan modern
satu rinjing beli sama saya untuk
saat ini. Hal ini seperti yang diungkapkan
dijual lagi saya kasih murah sikit
oleh Koentjaraningrat (2005:13) bahwa ke-
karena untuk dijual lagi saya ka-
budayaan merupakan cara hidup (ways of
sih kurang 5.000, jadi 30 untuk
life) yang digunakan oleh manusia untuk
dijual lagi jadi 35…begitu. Supaya
menyelesaikan masalah demi masalah yang
dapat untung dorang sikit”.
dihadapi.
203 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 2, Agustus 2016, Hlm. 189-206

Nilai
Ketundukan
pada Sang
Pencipta

Harga Jual

Nilai
Nilai Gotong
Pelestarian
Royong Lingkungan

Gambar 1 . Nilai-Nilai Non Materi dalam Harga Jual Berbasis Tri Hita Karana

Melalui Gambar 2, kita dapat melihat nilai ketundukan kepada Sang Pencipta,
bahwa filosofi Tri Hita Karana memberikan pelestarian lingkungan dan gotong royong.
petunjuk tentang kebahagiaan manusia Hadirnya nilai-nilai ketundukan kepada
dapat diraih melalui keseimbangan dan ke- Sang Pencipta, pelestarian lingkungan dan
harmonisan hubungan antara manusia de­ gotong royong merupakan jembatan untuk
ngan Tuhan (unsur parahyangan), sesama memperoleh kebahagiaan yang tercermin
(pawongan) dan alam (palemahan). Gerakan melalui kesejukan, ketenangan batin dan
kesadaran spiritual dalam mewujudkan ketenteraman yang dirasakan. Nilai-nilai ini
keharmonisan tersebut merupakan ke- terlahir dari unsur-unsur parahyangan, pa-
banggaan masyarakat Bali dan senantiasa wongan dan palemahan.
bersemayam dalam aktivitas mereka tanpa Unsur-unsur tersebut merupakan ak-
terkecuali pada komunitas transmigran Bali tualisasi rasa cinta manusia kepada Tuhan,
yang berada di Bolaang Mongondow. Tri Hita dan sesama makhluk ciptaanNya. Cinta yang
Karana yang melekat dalam harga jual bagi tumbuh dalam lubuk sanubari manusia
komunitas transmigran Bali menghadirkan merupakan cerminan wujud cinta yang ber-

Tuhan

Tri Hita Karana

Cinta

Parahyangan Pawongan Palemahan

Nilai Ketundukan Nilai Gotong Royong Pawongan

Kebahagiaan

Gambar 2. Harga Jual Berbasis Nilai-Nilai Budaya Tri Hita Karana


Amaliah, Nilai-Nilai Budaya Tri Hita Karana dalam Penetapan Harga Jual 204

asal dari cinta Allah yang Maha Luas. Cinta cipta dalam melakukan aktivitas apapun
yang bersemayam dalam diri manusia di- di muka bumi ini dan senantiasa meminta
dasari oleh kesadaran bahwa pada hakikat- pertolongan kepadaNya; 2) Palemahan,
nya manusia itu memiliki keduduk­an yang (tempat mewujudkan keharmonisan antara
sama di muka bumi ini dan berhak untuk sesama manusia dengan alam lingkungan).
mendapatkan “aroma” cinta dari siapa pun Penerap­an harga jual bagi komunitas trans-
makhluk yang hidup di dunia. Semaian rasa migran Bali ditujukan untuk melestarikan
cinta yang ada dalam diri manusia mampu lingkungan alam, dan 3) Pawongan, (tempat
menebarkan energi positif bagi kelangsung­ mewujudkan pembinaan hubungan yang
an hidup ekosistem di muka bumi ini. Bila harmonis antara manusia dengan manusia
pembentukan harga menjelma wujud cinta lainnya atau antar sesama penjual untuk
kasih kepada Sang Pencipta. Maka secara senantiasa mengedepankan kebersamaan).
substansi hasil yang diperoleh akan mem- Filosofi Tri Hita Karana dalam wujud tri man-
buahkan suatu kebahagiaan. dala merupakan satu kesatuan yang utuh
Berdasarkan temuan realitas harga dan tak terpisahkan. Nilai-nilai dalam falsa-
jual yang diimplementasikan oleh komunitas fah ini diterapkan oleh komunitas transmi-
transmigran Bali yang telah dijelaskan sebe- gran Bali dalam menetapkan harga jual yang
lumnya. Menggambarkan pada wujud harga mengeks­ presikan nilai-nilai budaya, yaitu
jual yang utuh dan berangkat dari nilai-nilai nilai ketundukan kepada Sang Pencipta,
filosofi Tri Hita Karana. Unsur-unsur nilai pelestarian lingkungan dan gotong royong.
materi (bukan kekayaan), nilai ketundukan
kepada Sang Pencipta, nilai pelestarian ling- DAFTAR RUJUKAN
kungan dan nilai gotong royong merupakan Alimuddin. 2011. Konsep Harga Jual Mash-
kesatuan yang utuh yang tak terpisahkan. lahah Berbasis Nilai-Nilai Islam. Dis-
ertasi Tidak Dipublikasikan. Program
SIMPULAN Pascasarjana. Universitas Brawijaya
Nilai-nilai budaya yang melekat pada Malang.
praktik penetapan harga jual oleh para pen- Amaliah, T.H. 2014. Konsep Penetapan Har-
jual dalam komunitas transmigran Bali be- ga Jual Papalele dalam Lingkup Nilai-
rangkat dari filosofis nilai budaya Tri Hita Nilai Budaya Masyarakat Maluku. Dis-
Karana. Filosofis Tri Hita Karana sesung- ertasi Tidak Dipublikasikan. Program
guhnya menekankan bahwa kemakmuran, Pascasarjana. Universitas Brawijaya
kesejahteraan, masyarakat yang adil dan ke- Malang.
bahagiaan sejati dapat diwujudkan melalui Anonim. 2012. “Pelestarian Lingkungan”. Di-
tiga dimensi harmoni dan kebersamaan. Ke- unduh 26 September 2016 <http:’’www.
tiga unsur keharmonisan itu adalah: 1) ke- rahmatalkahfi.com/2012/01/pelestar-
harmonisan terhadap Brahman (Tuhan Yang ian-lingkungan.html>.
Maha Esa) sebagai pencipta alam semesta Anonim. 2014. “Implementasi Tri Hita Ka-
beserta isinya; 2) keharmonisan terhadap rana dalam Kehidupan.” Diunduh 26
bhuvana atau alam semesta beserta segala September 2016. <www.cakepane.
isinya yang merupakan unsur kehidupan blogspot.com/.../implementasi-tri-hi-
dan penghidupan manusia, dan 3) Kehar- ta-karana-dalam.html>.
monisan terhadap sesama manusia. Hal ini Bechwati, N.N., R.S. Sisodia R, dan J.N.
berarti bahwa keharmonisan hidup manusia Sheth. 2009. “Developing A Model Of
dapat diraih melalui tiga hal  tersebut. Antecedents To Consumers Perceptions
Perwujudan ketiga unsur Tri Hita Ka- and Evaluations Of Price Unfairness”.
rana dalam kehidupan masyarakat trans- Journal of Business Research, Vol. 62,
migran Bali yang memilih untuk melaku- hlm 761–767.
kan aktivitas berjualan di Pasar Mopuya Benito, Ó. G., M.P.M. Ruiz, dan A.M. Des-
Bolaang Mongondow terjelma dalam wujud cals. 2010. “Retail Pricing Decisions
konsep tri mandala, yaitu: 1) Parahyangan, dan Product Category Competitive
(keselarasan antara manusia dengan Tu- Structure”. Decision Support Systems,
han). Penetapan harga tidak semata-mata Vol. 49, hlm 110–119.
ditujukan untuk mengejar keuntungan ma- Budiningsih, A.C. 2010. Strategi Pembela-
teri yang sebesar-besarnya, namun meru- jaran Nilai Yang Humanis. Dinamika
pakan ladang suci untuk mengabdi kepada Pendidikan, Majalah Ilmu Pendidikan,
Tuhan. Untuk selalu mengingat Sang Pen- No.02, Tahun XVII, Oktober 2010.
205 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 7, Nomor 2, Agustus 2016, Hlm. 189-206

Cadilhon, J.J., A.P.F. Poole, P.T.G.P. Tam, Hendrawan, S. 2009. Spiritual Management.
Moustier, N.D. Poole. 2005. “Collab- Mizan Pustaka. Bandung
orative Commerce Or Just Common Hinterhuber, A. 2008. “Customer Value-
Sense? Insights From Vegetable Supply Based Pricing Strategies: Why Compa-
Chains In Ho Chi Minh City”. Supply nies Resist”. Journal Of Business Strat-
Chain Management: An International egy, Vol. 29, No.4, hlm 41-50.
Journal, Vol.10, No.3, hlm 147-149. Horngren, C.T., G.L. Sundem. dan W. Strat-
Coulon, A. 2008. Etnometodologi (Edisi Ke- ton. 2002. Introduction To Management
tiga). Penerbit Lengge: Kelompok Kajian Accounting. Twelfth Edition. Pearson
Studi Kultural (KKSK). Jakarta. Education Inc. New Jersey.
Ciptono, F. 2000. Strategi Pemasaran. Andi Hwang, B., J. Tsai, H.C. Yu, dan S.C. Chang.
Offset. Yogyakarta. 2011. “An Effective Pricing Framework
Daito, A. 2011. Pencarian Ilmu Melalui in A Competitive Industry: Manage-
Pendekatan Ontologi, Epistemologi, Ak- ment Processes and Implementation
siologi (Edisi Pertama). Penerbit Mitra Guidelines.” Journal of Revenue and
Wacana Media. Jakarta. Pricing Management, Vol. 10, No. 3, hlm
Denzin, N.K., dan Y.S. Lincoln. 2009. Hand- 231–243.
book Of Qualitative Research. Cetakan Jeacle, I. 2009. “Accounting dan Everyday
Pertama. Penerbit Pustaka Pelajar. Yo- Life: Towards A Cultural Context For
gyakarta. Accounting Research”. Qualitative Re-
Dias, A.A.de S.P. dan L.L. Rondrigues. 2010. search in Accounting dan Management,
“Quality: The Cost of a Competitive Vol. 6, No. 3, hlm 120-136.
Strategy Enabling a Price”. Interdisci- Kandahlawi. 2007. Muntakhab Ahadits:
plinary Studies Journal, Vol. 1, No. 1, Dalil-Dalil Pilihan Enam Sifat Utama
hlm 1799-2702. (Edisi Kedua). Penerbit Ash-Shaff. Yo-
Djamhuri, A. 2011. “Ilmu Pengetahuan So- gyakarta.
sial san Berbagai Paradigma Dalam Kasiram, M. 2010. Metodologi Penelitian:
Kajian Akuntansi”. Jurnal Akuntansi Kualitatif-Kuantitatif (Cetakan Kedua).
Multiparadigma. Vol. 2, No. 1, hlm 147- Penerbit UIN-MALIKI. Malang.
185. Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antro­
Dweldo, I.N. 2009. Sinergi Sistem Subak pologi Pokok-Pokok Etnografi (Edisi Ke-
dengan Kelompok Tani di Desa Mopu- tiga). Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
gat Utara Kecamatan Dumoga Utara Koentjaraningrat. 2011. Pengantar Antrop-
Kabupaten Bolaang Mongondow Su-
ologi I (Edisi Keempat). Penerbit Rineka
lawesi Utara. Tesis Tidak Dipublikasi-
Cipta. Jakarta
kan. Program Magister Ilmu Agama dan
Lestari, P.F.K.L., W. Windia, dan N.W.S As-
Kebudayaan Program Pascasarjana.
titi,. 2015. “Penerapan Tri Hita Karana
Universitas Hindu Indonesia Denpasar.
untuk Keberlanjutan Sistem Subak
Elfianita, N.K., A. Kahar, dan S. Paranoan.
yang Menjadi Warisan Budaya Dunia:
2016. Mengungkap Konsep Tri Hita Ka-
Kasus Subak Wangana Betan, Keca-
rana dalam Implementasi Akuntansi
matan Penebel. Kabupaten Tabanan.”
Sosial. Pertemuan Nasional Masyarakat
Jurnal Manajemen Agribisnis, Vol. 4,
Akuntansi Multiparadigma Indonesia.
No.1, hlm 1-12.
Jakarta.
Moleong, L.J. 2010. Metodologi Penelitian
Hansen, D.R. dan M.M. Mowen. 2001. Mana-
Kualitatif (Edisi Revisi). Penerbit PT
jemen Biaya, Akuntansi dan Pengenda-
Remaja Rosdakarya. Bandung.
lian. Edisi Pertama. Penerbit Salemba
Miarso, Y. 2007. “Teknologi Yang Berwajah
Empat. Jakarta.
Humanis”. Jurnal Pendidikan Penabur,
Hardesty, D.M., W.O. Bearden, K.L. Haws,
No.9, Tahun XI.
dan B. Kidwell. 2012. “Enhancing Per-
Mulya, H., E.G. Sukoharsono, A. Djamhuri,
ceptions of Price–Value Associated With
dan Z. Baridwan. 2016. Metode Pene-
Price-Matching Guarantees”. Journal of
litian Kualitatif: Akuntansi Harta Era
Business Research, Vol. 65, No. 8, hlm
Sultan Syarif Kasim Kerajaan Siak Sri
1096–1101.
Inderapura Riau (1908-1946). Penerbit
Hashman, A. 2012. Karena Kita Begitu Ber-
Mitra Wacana Media. Jakarta.
harga. Penerbit Republika. Jakarta.
Amaliah, Nilai-Nilai Budaya Tri Hita Karana dalam Penetapan Harga Jual 206

Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen, Kon- Snelgrove, T. 2012. “Value Pricing When
sep, Manfaat dan Rekayasa. Cetakan You Understand Your Customers: Total
Ketiga. Penerbit Salemba Empat. Ja- Cost Of Ownership Past, Present And
karta. Future”. Journal of Revenue and Pricing
Mulyanto, D. 2010. Kapitalisme: Perspektif Management, Vol. 11, hlm 76–80.
Sosio-Historis. Ultimus. Bandung. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis
Mursyidi. 2008. Akuntansi Biaya: Conven- (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
tional Costing, Just in Time, dan Activity- RdanD). (Edisi 16). Penerbit Alfabeta.
Based Costing (Edisi Pertama). Penerbit Bandung.
PT Refika Aditama. Bandung. Suwardjono. 2011. Teori Akuntansi Per-
Pal, B., S.S. Sana, dan K. Chaudhuri. 2012. ekayasaan Pelaporan Keuangan (Edisi
“Economic Modelling, Multi-item EOQ ke Tiga). BPFE. Yogyakarta.
Model While Demand Is Sales Price and Triantoro, A. 2008. “Praktik Akuntansi
Price Break Sensitive”. Economic Model- dalam Budaya Kapitalisme”. Jurnal
ling. Vol.29, hlm 2283–2288. Fokus Ekonomi, Vol.3, No.1, hlm 60-73.
Paranoan, N. 2014. Konstruksi Praktik Triyuwono, I. 2006a. Perspektif, Metodologi
Penentuan Harga Berbasis Budaya dan Teori Akuntansi Syariah (Edisi Per-
Toraja: Suatu Studi Etnografi. Diser- tama). PT Raja Grafindo Persada. Ja-
tasi Tidak Dipublikasikan. Program karta.
Pascasarjana. Universitas Brawijaya Triyuwono, I. 2006b. Akuntansi Syari’ah:
Malang. Menuju Puncak Kesadaran KeTuhanan
Purwanti, A. dan Prawirenegoro. 2013. Manunggaling Kawulo-Gusti. Disampai-
Akuntansi Manajemen (Edisi 3 Revisi). kan pada Rapat Terbuka Pidato Pen-
Penerbit Mitra Wacana Media. Jakarta. gukuhan Jabatan Guru Besar Bidang
Randa, F. 2011. Rekonstruksi Konsep Ilmu Akuntansi Syari’ah Pada Fakultas
Akuntabilitas Organisasi Gereja: Studi Ekonomi Universitas Brawijaya.
Etnografi Kritis Inkulturatif Pada Ge- Triyuwono, I. 2012. Akuntansi Syari’ah, Per-
reja Katolik di Tana Toraja. Simposium spektif, Metodologi, dan Teori (Edisi
Nasional Akuntansi IV. Aceh. Dua). Raja Grafindo Press. Jakarta.
Randa, F. 2016. Tri{3} Hita Karana dan Tal- Triyuwono, I. 2016. Tri Hita Karana, Tri Kaya
lu{3} Lolona: Sebuah Eksplorasi Kon- Parisudha, dan Rwa Bhineda: Meman-
sep Akuntabilitas Lingkungan dalam tik Kesadaran Aham Brahmasmi pada
Budaya Masyarakat Bali dan Toraja. Informasi Akuntansi. Pertemuan Nasi-
Pertemuan Nasional Masyarakat Akun- onal Masyarakat Akuntansi Multipara-
tansi Multiparadigma Indonesia. Jakar- digma Indonesia. Jakarta.
ta. Zulfikar. 2008. “Menguak Akuntabilitas
Sharif, M. 2004. “Religious-Historical Per- Di Balik Tabir Nilai Kearifan Budaya
spective on Conflicts and Violence: Jawa”. Jurnal Akuntansi dan Keuang­
Secular Materialism versus Spiritual an, Vol. 7, No. 2, hlm 144-150.
Humanism”. International Journal Of
Sociology And Social Policy, Vol. 24, No.
½, hlm 56-64.

Anda mungkin juga menyukai