Anda di halaman 1dari 3

Review skripsi Shavira Zalshabila Javanese Price Setting: Refleksi Fenomeno-logis Harga

Pokok Produksi Pedagang Bakso Di Kota Malang


BAB I

A. Latar Belakang

Penulis mengangkat tema tentang pedagang bakso yang berada di kota malang
karena harga bakso dikota malang yang terjangkau bagi kalangan mahasiswa, pedagang
bakso dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yakni pedagang yang menetap dengan
menyewa rumah toko (ruko), pedagang tenda pinggir jalan (menggunakan tenda),
pedagang keliling (gerobak bakso dan sepeda motor). Menariknya, ketiga kelompok yang
akrab dengan mahasiswa tersebut memiliki harga relatif sama. Selain itu harga bakso
juga tidak mengalami kenaikan harga walaupun harga bahan pokok mengalami kenaikan.
Hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti tentang pedagang bakso ini, karena
dalam menentukan harga jual sangat terkait dengan harga pokok produksi, kerugian akan
timbul jika harga jual ditetapkan di bawah harga pokok produksi. Penulis ingin melihat
bagaimana pedagang bakso menentukan harga jual, dan apakah penjual mempunyai
interpretasi sendiri dalam menentukan harga jual tersebut.

BAB II

A. Metode Fenomenologi
Fenomenologi berusaha memahami budaya lewat pandangan pemilik budaya atau
pelakunya. Menurut paham fenomenologi, ilmu tidak bebas nilai dari apa pun (value
free), melainkan memiliki hubungan dengan nilai (values bound). Aksioma dasar
fenomenologi adalah, pertama kenyataan ada dalam diri manusia, baik sebagai indiividu
maupun kelompok, selalu bersifat majemuk atau ganda,dan tersusun secara kompleks,
sehingga hanya bisa diteliti secara holistik dan tidak terlepas-lepas. Kedua, hubungan
antara peneliti dan subyek inkuiri saling mempengaruhi, keduanya sulit dipisahkan.
Ketiga, lebih mengarah pada kasus-kasus, bukannya menggeneralisasi hasil penelitian.
Keempat, sulit membedakan sebab dan akibat, karena situasi berlangsung secara
simultan. Kelima, inkuiri terikat nilai, bukan values free (Endraswara, 2008).
Lebih lanjut, peneliti fenomenologi berusaha untuk masuk ke dunia konseptual
subyek yang diteliti, sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu fenomena yang
terjadi di kehidupannya sehari-hari. Dalam hal ini, tersedia berbagai cara untuk
menginterpretasikan pengalaman melalui interaksi dengan orang lain, dan bahwa penger-
tian pengalaman kitalah yang membentuk kenyataan (Syarifuddin, 2010). Wawasan
utama fenomenologi adalah pengertian dan penjelasan dari suatu realitas harus dibuahkan
dari gejala realitas itu sendiri.
B. Sumber Data
1. Data Primer
2. Data Sekunder

C. Teknik Pengumpulan Data


1. Observasi
2. Wawancara
3. Studi dokumentasi

D. Teknik Analisi Data


1. Mengumpulkan semua data
2. Membaca data secara keseluruhan
3. Menemukan dan mengelompokkan makna pernyataan yang dirasakan oleh
informan
4. kemudian di kumpulkan ke dalam unit makna lalu ditulis gambaran tentang
bagaimana pengalaman tersebut terjadi
5. mengembangkan uraian secara keseluruhan dari fenomena tersebut sehingga
menemukan esensi dari fenomena tersebut.
6. memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi dari fenomena yang
diteliti dan mendapatkan makna pengalaman responden mengenai fenomena
tersebut.
7. Membuat laporan pengalaman setiap partisipan.

E. Pengujian Kredibilitas
1. Kredibilitas, apakah proses dan hasil penelitian dapat diterima atau dipercaya.
Beberapa kriteria dalam menilai adalah lama penelitian, observasi yang detail,
triangulasi, peer debriefing, analisis kasus negatif, yaitu membandingkan dengan
hasil penelitian lain, dan member check.
2. Transferabilitas, yaitu apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan pada situasi yang
lain.
3. Dependability, yaitu apakah hasil penelitian mengacu pada kekonsistenan peneliti
dalam mengumpulkan data, membentuk, dan menggunakan konsep-konsep ketika
membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan.
4. Konfirmabilitas, yaitu apakah hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya.
BAB III

Membahas tentang teori

A. Sistem Biaya Standar Vs Tradisional


B. Akuntansi Biaya: Sebuah Tinjauan Konvensional
C. Relevansi Harga Jual dan Harga Pokok Produksi

BAB IV
Membahas tentang budaya jawa Tepo Seliro Pedagang Wong Cilik: Manifestasi Budaya Jawa

BAB V

Hasil dan Pembahasan

A. Dalam studi ini, penulis sependapat dengan Gietzmann (1991), Kellett dan Sweeting
(1991). Penulis berpandangan bahwa hampir semua pedagang bakso tidak menggunakan
informasi biaya produk dalam pengambilan keputusan. Hal ini didukung oleh banyaknya
pandangan informan yang mengabaikan perhitungan aspek biaya produksi secara
ekstensif dalam proses pengambilan keputusan harga jual.

B. Bagi pedagang bakso, harga pokok produksi adalah besar bahan-bahan baku yang mereka
keluarkan untuk membuat bakso. Mereka tidak memperhitungkan besar beban tenaga
kerja langsung dan beban overhead karena kedua beban tersebut merupakan bagian dari
kehidupan mereka. Pedagang bakso menginterpretasikan beban tenaga langsung sebagai
suatu pengorbanan atau pengabdian mereka pada keluarga, sehingga mereka tidak
membebankannya pada harga pokok produksi. Di lain pihak, pedagang bakso
memandang beban overhead sebagai bagian dari pengeluaran sehari-hari mereka,
sehingga mereka tidak mengakui overhead sebagai bagian dari harga pokok produksi.

C. Pasrah Terhadap Harga Jual dan Kepasrahan Terhadap Laba, penulis menemukan bahwa
mereka cenderung berusaha untuk mempertahankan keuntungan yang mereka miliki,
namun tidak ada keinginan untuk merubah harga jual bakso. Perilaku pasrah ini
terbentuk dari budaya Jawa nerimo ing pandum, yaitu sikap pasrah atas segala keputusan
yang diberikan oleh Tuhan. Orang Jawa percaya bahwa kehidupan ini ada yang mengatur
dan tidak dapat ditentang atau dirubah begitu saja.

Anda mungkin juga menyukai