ABSTRACT
This research aims to describe and analyze the practice of Punia Fund
Reporting at Pura Agung Purnasadha Tolai, Central Sulawesi.
Ethnomethodology was used as a method in this research. Data collection
techniques were conducted by observation, interview, and documentation.
The informants are people who are directly involved in the management of
punia funds or pengempon temples, namely, the head of pengempon,
pengempon secretary, pengempon treasurer and a temple devotee. The result
of this research shows that; 1) Reporting of punia funds is done through
piodalan ceremonies. Information on the use of funds is conveyed during the
piodalan ceremony by conveying globally. The accountability carried out by
the management is in the form of a report on the receipt of offerings in the
form of bounty funds and the expenditure of ceremonial activities. 2)
Submission of financial information is carried out through a gathering
meeting held every 6 months, namely by distributing reports on receipts and
expenditures to the congregation. The reporting process carried out both
during the piodalan ceremony and the disclosure carried out during the
shelter meeting always presents the congregation as witnesses in the process.
Reporting practices are based on the rationality of karma that will be received
in the future
ABSTRAK
Riset ini memiliki tujuan guna melakukan pendiskripsian serta
analisa praktik Pelaporan Dana Punia Pada Pura Agung Purnasadha Tolai,
Sulawesi Tengah. Etnometodologi dipakai selaku metode pada riset ini.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, serta
pengambilan dokumentasi. Informan ialah individu-individu yang ikut serta
dengan cara langsung pada saat pengelolaan dana punia atau pengempon
pura, yaitu, ketua pengempon, sekretaris pengempon, bendahara pengempon
dan seorang umat pura. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa; 1)
Pelaporan dana punia dilakukan melalui upacara piodalan. Informasi
penggunaan dana disampaikan pada saat upacara piodalan dengan
menyampaikan secara global. Pertanggungjawaban yang dilaksanakan bagi
pengurus berwujud laporan penerimaan dari persembahan berupa dana
punia dan pengeluaran kegiatan upacara. 2) Penyampaian informasi
keuangan dilakukan melalui rapat pengerampungan yang dilaksanakan
setiap 6 bulan yaitu dengan membagikan laporan penerimaan dan
pengeluaran kepada umat. Proses pelaporan yang dilakukan baik pada saat
upacara piodalan dan pengungkapan yang dilakukan pada saat rapat
pengerampungan selalu menghadirkan umat sebagai saksi dalam proses
tersebut. Praktik pelaporan di dasari oleh rasionalitas karma yang akan
diterima dikemudian hari.
A. PENDAHULUAN
B. TINJAUAN PUSTAKA
B.1. Teori Stewardship
Teori Stewardship ialah teori yang dikemukakan bagi Donaldson serta Davis,
teori tersebut memberi penggambaran keadaan yang mana para manajer
bukanlah termotivasi melalui tujuan-tujuan perseorang namun lebih ditunjukan
dalam target hasil pokok mereka guna keperluan kelompok, alhasil teori tersebut
memiliki dasaran psikologi serta sosiologi yang sudah dilakukan perancangan
yang mana para eksekutif selaku steward dimotivasi guna melakukan tindakan
selaras terhadap harapan prinsipal, di sisi lain tingkah laku steward tak hendak
meninggalkan organisasinya dikarenakan steward berupaya meraih sasaran
kelompoknya. Menurut Zamrana (2010) Teori tersebut dilakukan pendesainan
untuk para periset guna melakukan pengujian keadaan yang mana para
eksekutif pada industri selaku pelayan bisa diberikan motivasi gune melakukan
tindakan menggunakan cara yang paling baik dalam principalnya. Stewardship
teori mampu dimengerti pada produk pembiayaan lembaga perbankan. Bank
syariah selaku prinsipal yang meyakinin nasabah selaku steward guna
melakukan pengelolaan anggaran yang idealnya sanggup melakukan akomodasi
seluruh keperluan bersama diantara principal serta steward yang mendasar atas
pelayan yang berperilaku yang mana dia bisa dibangun supaya senantiasa
mampu untuk bekerja sama pada organisasi, berperilaku kolektif ataupun
bergolongan dengan utilitas tinggi daripada perseorangnya serta senantiasa
memiliki kesediaan guna memberikan layanan.
Berlandaskan atas Murwaningsari (2009) Teori tersebut menggambarkan
perihal terdapatnya korelasi yang kokoh diantara rasa puas serta suksesnya
sebuah kelompok, Teori stewardship berlandaskan atas asumsi filosofis perihal
karakter khalayak jika khalayak mampu diberi kepercayaan, bertanggungjawab,
serta khalayak ialah seseorang yang memiliki integritas. Pemerintah sebagai
steward yang berfungsi pengatur sumber daya serta rakyat sebagai principal yang
memiliki sumber daya. Berlangsunglah kesepakatan yang terhubung diantara
pemerintah (steward) serta rakyat (principal) berlandaskan atas rasa percaya,
kolektif selaras tujuan kelompok. Organisasi bidang publik bertujuan memberi
layanan terhadap publik serta mampu dipertanggung jawabkan terhadap
khalayak (publik)
B.2. Pelaporan
Berlandaskan atas Bastian (2010) Pelaporan ialah cerminan dari kewajiban
guna menggambarkan serta memberikan pelaporan kinerja seluruh kegiatan dan
sumber daya yang wajib dipertanggung jawabkan. Pelaporan tersebut ialah
bentuk adanya tahapan akuntabilitas kinerja. Tiap-tiap instansi pemerintah
memiliki kewajiban guna mempersiapkan, melakukan penyusunan, serta
memberi pelaporan anggaran dengan cara tertulis, periodik, serta melembaga.
Laporan ialah sebuah wujud pertanggung jawaban karena sebuah aksi
ataupun aktivitas yang dilaksanakan. Berikut ialah definisi laporan yang
dikemukakan bagi sejumlah ahli. Berlandaskan atas Keraf pada sumbernya
(Rajab, 2009) laporan ialah sebuah cara komunikasi dimana penulis memberikan
penyampaian informasi terhadap individu ataupun sebuah badan dikarenakan
tanggungjawab yang dilimpahkan terhadapnya. Berlandaskan atas Soegito yang
mana yang dilakukan pengutipan (Rajab, 2009) Laporan memuat informasi yang
ditunjang melalui data yang terperinci selaras terhadap fakta yang didapatkan.
Data dilakukan penyusunan sedemikian rupa alhasil akurasi informasi yang kita
beri mampu diyakini serta tidak sukar guna dimengerti.
Berlandaskan atas penjelasan tersebut, mampu ditarik kesimpulan jika
pelaporan ialah sebuah wujud disampaikannya informasi yang ditunjang melalui
data yang terperinci selaras terhadap fakta alhasil informasi yang diberi mampu
diyakini dan tidak sulit dimengerti. Pada saat menyampaikannya, laporan bisa
memiliki sifat lisan ataupun tertulis. Pelaporan tak terlepas oleh adanya
pencatatan dikarenakan saat sebelum adanya pelaporan oleh bawahan terhadap
atasannya ataupun melalui sebuah instansi daerah ke instansi pusat wajib
dilaksanakannya pencatatan terkait perihal yang hendak dilakukan pelaporan
setelah itu dilaksanakan perekapan dan dilaporkan.
B.5. Akuntabilitas
Halim (2012) akuntabilitas yakni Kewajiban guna memberi pertanggung
jawaban dan menjelaskan kinerja serta aksi individu, badan hukum ataupun
pimpinan kelompok terhadap pihak yang lainnya yang berhak serta kewajiban
guna meminta kewajiban pertanggung jawaban serta keterangan. Pengertian lain
dikemukakan oleh Bastian (2010) Akuntabilitas ialah hal yang wajib guna
melakukan penyampaian pertanggung jawaban ataupun guna memberi jawaban,
menjelaskan kinerja, serta aksi individu ataupun badan hukum serta pimpinan
kolektif ataupun kelompok terhadap pihak yang berhak ataupun memiliki
kewenangan guna melakukan permintaan keterangan ataupun pertanggung
jawaban. Terdapat Akuntabilitas yang dijelaskan bagi Kusumastuti (2014)
Akuntabilitas adalah bentuk hal yang wajib penyedia pelaksanaan aktivitas
publik guna mampu memberi penjelasan serta jawaban semua perihal yang
berkaitan tahap oleh semua ketetapan serta tahap yang dilaksanakan, dan
pertanggung jawaban pada hasil kinerjanya.
Berlandaskan atas pengertian di atas bisa ditarik kesimpulan jika
akuntabilitas merupakan perwujudan suatu hal yang wajib bagi individu
ataupun unit organisasi guna mempertanggung jawabkan pengelolaan serta
sumber daya dan penyelenggaraan peraturan yang diyakini terhadapnya dengan
rangka perwujudan tujuan yang sudah ditentukan bagi media pertanggung
jawaban dengan cara periodik. Pengendalian internal yang baik mewajibkan
terdapatnya sistem pertanggung jawaban serta pengaturan sebuah kelompok
yang mengarah terhadap asas akuntabilitas. Tujuan dilakukannya
penyelenggaraan akuntabilitas ialah guna melakukan pencarian jawaban karena
apa yang wajib dipertanggung jawabkan, berlandaskan atas perihal apa yang
benar-benar berlangsung dan melakukan pembandingan melalui apa yang
seharusnya berlangasung.
B.6. Transparansi
Krina (2003) mendefinisikan transparansi selaku prinsip yang memberikan
jaminan akses maupun kebebasan untuk tiap individu agar mendapatkan data
mengenai penyelenggaraan pemerintahan, yaitu data mengenai kebijakan proses
pembuatan serta pelaksanaanya dan juga hasil-hasil yang tercapai. Transparansi
merupakan teradapatnya kebijakan terbuka untuk pengawasan. Sedangkan yang
informasi merupakan data tentang seluruh faktor kebijakan pemerintah yang
bisa publik jangkau. Keterbukaan informasi memiliki harapan yakni dapat
menciptakan politik yang bersaing dengan toleran, sehat, serta kebijakan
diciptakan menurut preferensi masyarakat umum.
Transparansi berarti keterbukaan pada memberikan informasi tanpa adanya
rahasia dari pengelola untuk para pemangku kepentingan. Transparansi
mempunyai beberapa dimensi. Dimensi transparansi berdasarkan pendapt
Mardiasmo (2009) yakni:
1. Informativeness (informatif)
Arus informasi yang diberikan, berita, penjelasan mekanisme, prosedur,
data, fakta, pada stakeholders yang memerlukan data yang akurat serta
jelas
2. Disclosure (pelaporan)
Pelaporan pada publik maupun masyarakat (stakeholders) dari aktivitas
serta kapasitas finansial.
a. Kondisi Keuangan. Sebuah tampilan maupun keadaan dengan utuh
dari keuangan organisasi atau organisasi selama periode maupun
durasi khusus.
b. Susunan pengurus. Komponen-komponen (unit-unit kerja) pada
organisasi. Struktur organisasi menunjukan adanya pembagian kerja
dan memperlihatkan fungsi maupun aktivitas yang memiliki
perbedaan itu dilakukan intergrasi (koordinasi).
c. Wujud perencanaan serta hasil dari aktivitas. Serangkaian tindakan
untuk mencapai hasil yang diinginkan
Arus informasi yang diberikan, berita, penjelasan mekanisme, cara, data,
fakta, pada stakeholders yang memerlukan data dengan akurat dan jelas.
B.7. Peran Strategis Akuntansi dalam Organisasi Keagamaan
Sistem akuntansi bisa memberi informasi yang bermanfaat bagi pihak
internal ataupun pihak eksternal. Pihak manajemen menggunakan informasi
akuntansi dengan tujuan mengalokasikan anggaran yang didapatkan juga
menetapkan nilai ekonomis kegiatan yang dilakukan. Untuk pihak eksternal,
akuntansi dapat dipakai dalam melihat pertanggungjawaban dari anggaran yang
pengurus pura kelola. Fungsi dari informasi akuntansi yang dipakai kemudian
mempengaruhi bagaimana peranan akuntansi yang strategis ketika mengelola
organisasi keagamaan.
Sistem akuntansi dapat berguna dalam hal penyusunan laporan
pertanggungjawaban keuangan yang tepat serta bisa diakui, yang kemudian
dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan dan Umat. Ketika sistem akuntansi
sudah diterapkan dengan baik, adanya pengendalian internal yang bagus
diharapkan. Sehingga pengurus pura tidak melakukan penyimpangan dan
menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Di lain itu, sistem akuntansi
juga bisa menolong pura agar kian transparan, akuntabel, dan kian tertata pada
pengelolaan keuangan pura. Agar siklus akuntansi itu dapat dijalankan dengan
lancar, maka sumber daya manusia yang kompeten pada sektor akuntansi serta
cara mengelola keuangan dibutuhkan (Halim dan Kusufi, 2012).
B.9. Etnometodologi
Istilah etnometodologi adalah triad Yunani yang terdiri dari kata 'etnos',
'metodas', serta 'logos'. 'Etnos' mengacu pada umat manusia, 'Metodas" pada
praktik ilmiah, dan 'Logos' pada pemikiran rasional. Salah satu definisi
etnometodologi adalah studi atau ilmu tentang metode yang dipakai dalam
memeriksa bagaimana individu menciptakan dan memahami kehidupan sehari-
hari mereka, termasuk cara mereka menyelesaikan pekerjaan dalam kehidupan
sehari-hari mereka.
Pendekatan ini merupakan kritik terhadap bias positivis dalam penelitian
sosial karena dianggap bahwa pengetahuan tentang peristiwa sosial saja tidak
cukup untuk membuat generalisasi tentang gejala tanpa mempertimbangkan
karakteristik interior individu. Kesadaran, pandangan, perilaku, interaksi, dan
kebiasaan adalah beberapa hal yang sering dicermati oleh kajian etnometodologi.
Masing-masing faktor tersebut diselidiki, diikuti dengan deskripsi kualitatif yang
menekankan seberapa erat kaitannya dengan subjektivitas. Dalam hal ini,
subjektivitas bergantung pada kemampuan peneliti untuk memahami suatu
situasi dan kemudian bebas untuk mendefinisikannya. Dengan kata lain,
seorang ahli etnometodologi dapat menggambarkan suatu keadaan secara
tertulis berdasarkan apa yang didengar dan dilihatnya
Menurut Kamayanti (2020) penelitian etnometodologi memakai empat
analisis yakni:
1. Tujuan analisis indeksikalitas adalah untuk menguraikan makna
simbolik dari tindakan, gerak tubuh, dan ekspresi wajah yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Tahapan analisis refleksifitas akan
memberikan pemahaman yang lebih bernuansa tentang data ini.
2. Tujuan dari analisis refleksivitas adalah untuk menyelidiki makna
tersembunyi dan data simbolik yang biasanya dibagikan oleh para
informan. Peran ahli etnometodologi adalah untuk membangkitkan
minat informan untuk berbicara tentang pemikiran dan proses penalaran
yang mengarah pada pemikiran tersebut.
3. Tugas praktis sehari-hari yang dapat diidentifikasi dan dilaporkan
adalah fokus dari analisis tindakan konseptual. Ekspresi indeksikalitas
muncul dan digunakan secara rasional dalam proses yang dikenal
sebagai tindakan konseptual. Keseluruhan aktivitas dan spesifikasi dari
setiap hasil yang dapat diamati dapat dimintai pertanggungjawaban.
4. Analisis indeksikalitas akan menyajikan informasi simbolik tentang
struktur sosial yang akan memberikan gambaran luas tentang
kehidupan sehari-hari dan kesepakatan informan sebagai anggota
masyarakat. Pembentukan indeksikalitas dapat dipahami dengan
mempertimbangkan hubungan antara indeks dan refleksi. Temuan
simbolik analisis indeksikalitas akan memberikan pandangan sekilas
tentang kehidupan sehari-hari dan norma sosial informan. Bagaimana
indeksikalitas terbentuk dapat dilihat dengan melihat hubungan antara
indeks dan refleksi.
Informasi tentang bagaimana dana punia dikumpulkan dilaporkan akan
disajikan dalam bentuk transkrip dalam penelitian ini, dengan analisis
indeksikalitas. Dengan menggunakan informan simbolik yang didapatkan, akan
dibuat beberapa kesimpulan awal dan kemudian memeriksa kesimpulan tersebut
dengan informan. Setelah informan mengkonfirmasi temuan awal, analisis
refleksivitas dilakukan untuk menguraikan informasi simbolis yang diperoleh
dari wawancara. Analisis tindakan kontekstual akan dipakai dalam
menginterpretasikan makna yang terungkap melalui prosedur analisis
refleksifitas. Studi ini menggunakan analisis tindakan kontekstual untuk
menguji apakah dan bagaimana makna direalisasikan melalui indeks dan
pembenaran rasional yang mendasarinya. Untuk menjelaskan bagaimana
pelaporan dana punia bekerja, pengetahuan akal sehat mengenai struktur sosial
akan dilakukan untuk menjelaskan norma atau aturan apa yang diyakini dan
dilakukan secara kolektif.
C. METODE PENELITIAN,
C.1 Paragdima Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan tahapan yang peneliti lakukan yang
bertujuan dalam mendapatkan informasi atau data juga melaksanakan
penelitan dalam data yang sudah didapatkan metode yang dipakai pada riset ini
yakni metode penelitian diperoleh dengan pendekatan etnometodologi, yaitu
dengan menggambarkan dan menjelaskan tentang Pelaporan Dana Punia pada
Pura Agung Purnasadha Tolai. Menurut Sugiono (2004) bahwa metode
penelitian kualitatif dapat dipakai dalam mengobservasi keadaan objek alamiah
yang mana peneliti sebagai instrument kunci atau teknik pengumpulan data
memiliki sifat induktif sehingga hasil dari penelitian kualitatif ditekankan
makna dibanding generalisasi. Etnometodologi adalah studi tentang bagaimana
orang benar-benar melakukan hal-hal seperti membuat keputusan, bercakap-
cakap, dan sampai pada kesimpulan.
C.5 Karma
Agama Hindu memiliki ajaran Karma Phala sebagai Hukum Sebab Akibat.
Karma (perbuatan) sebagai sebab, phala (hasil) sebagai akibat. Karma Phala
diyakini sebagai hukum sebab akibat oleh umat beragama Hindu. Berdasarkan
atas hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa :
1. Karma Phala termasuk ajaran Panca Sradha. Keyakinan Hindu pada
Karma Phala adalah prinsip utama ketiga mereka. Karma seseorang
adalah akibat langsung dari tindakannya, baik atau buruk.
2. Bagian-bagian Karma Phala yaitu :
a. Kurangnya penerimaan penuh atas tindakan masa lalu seseorang,
atau Sancita Karma Phala, menanam benih untuk hasil yang tidak
menguntungkan dalam kehidupan seseorang saat ini.
b. Prarabda Karma Phala adalah imbalan dari perlakuan pada
kehidupan saat ini dapat memetik hasilnya, atas karma yang dibuat
saat ini.
c. Kriyamana Karma Phala merupakan pahala dari yang dilakukan
sekarang kemudian didapatkan dalam kehidupan mendatang pada
kelahiran berikutnya.
3. Usaha mematuhi ajaran Karma Phala selaku Hukum Sebab Akibat pada
Agama Hindu bisa dilaksanakan melalui penerapan ajaran Tri Kaya
Parisudha, yakni:
a. Manacika mengajarkan umat beragama Hindu untuk berpikir yang
baik.
b. Wacika mengajarkan umat beragama Hindu untuk berkata yang baik.
c. Kayika mengajarkan umat beragama Hindu untuk berbuat yang baik
Usaha mematuhi ajaran Karma Phala selaku Hukum Sebab Akibat pada
Agama Hindu bisa dilaksanakan melalui penerapan ajaran Tri Kaya Parisudha.
Menurut Kemenuh (2019) Tri Kaya Parisudha adalah pelajaran yang amat luhur
megajarkan umat Hindu untukberpikir, berkata, dan berbuat yang baik. Kitab
Sārasamuccaya sloka 77 menyebutkan bahwa :
Kāyena manasā vācā yadabhiksnam niṣevyate,
tadevāpaharatyenam tasmāt kalyāṇ amācaret. Apan ikang
kinatahwan ikang wwang, kolahanya,kangenangênanya,
kocapanya, ya juga bwat umalap ikang wwang, jênêk
katahwan irika wih, matangnyan ikang hayu atika
ngabhyas an, ring kāya, wāk, manah. (Sārasamuccaya, 77)
Terjemahan :
Sebab yang membuat orang dikenal, adalah perbuatannya,
pikirannya, ucapan-ucapannya; hal itulah yang sangat
menarik perhatian orang, untuk mengetahui kepribadian
seseorang; oleh karena itu hendaklah yang baik itu selalu
dibiasakan dalam laksana, perkataan, dan pikiran (Kajeng,
2010:67-68).
Dari penjabaran itu bisa diambil kesimpulkan jika bagaimana karma dapat
menahan hawa nafsu seseorang untuk tidak berbuat penyelewengan dalam
tugasnya dalam hal ini sebagai pengurus pengempon pura agung purnasadha
Tolai adalah ketika seorang individu yang mengemban amanat dari
umat/masyarakat, memahami ajaran agama dalam hal ini karma, beliau pasti
akan segan untuk berbuat hal-hal yang tidak benar seperti korupsi uang umat,
tetapi kalau individunya sudah tidak memahami dan bahkan tidak peduli akan
karma pasti melakukan perbuatan yang tidak baik dalam profesinya sebagai
pengurus umat. Pengimplementasian karma berkerja tidak bisa di lihat secara
langsung , sebagai Hindu mengenal ada 3 buah dari karma, bisa saja individu
tersebut saat ini berbuat tidak baik dengan korupsi tapi hidupnya baik-baik
saja, tidak pernah mendapatkan musibah ataupun celaka. Karena ada karma
baiknya mungkin di masa lalu, tapi secara hukum karma apapun perbuatanya
pasti akan membuahkan hasil, dan itu kepercayaan mutlak dalam hindu yang
tertuang dalam panca sradha.
Tabel 1
Daftar Nama Informan Kunci
No Nama Jabatan
1 I Ketut Karya Ketua pengempon
2 I Komang Harmoniasa Bendahara pengempon
3 Drs. I Nyoman Sudimantra Sekretaris pengempon
4 Gede Budasana Perwakilan Umat
Sumber: diolah kembali 2022
E.“PENUTUP
E.1. Kesimpulan”
Dapat disimpulkan bahwa, proses pelaporan dana punia Pura merupakan
sebuah pelayanan kepada Tuhan dan sesama umat Tuhan. Menjaga
kepercayaan umat atau masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya dalam
Pura merupakan suatu hal yang mendorong untuk melakukan proses pelaporan
dana punia agar terlahir hasil yang maksimal serta dapat dipahami oleh umat.
Pura Agung Purnasadha Tolai dalam menjalankan tugas kepengurusan
berdasarkan pedoman yang disebut Awig-awig, dimana hal tersebut menjadi
sebuah ketentuan yang mengendalikan tata krama perilaku hidup
bermasyarakat yang dibuat oleh Krama Desa yang bersifat mengikat digunakan
pedoman bagi pengurus Pura Agung Purnasadha Tolai dalam menjalankan
kewajibannya maupun bagi umat atau masyarakat. Proses pelaporan dana
punia juga tak lepas dari aturan yang mengikat sistem dan prosedur di
dalamnya.
Adapun bentuk dari proses pelaporan dana punia Pura Agung Purnasadha
Tolai Desa Tolai yaitu: Proses pelaporan dana punia dilakukan melalui upacara
piodalan. Penyampaian informasi keuangan yang berupa pemasukan dan
pengeluaran yang dilakukan secara global. Selanjutnya Proses pelaporan dana
punia yang dilakukan setiap selesai persembahyangan dilaporkan secara global
dan menyebutkan nama serta jumlah uang yang di punia kan. Selanjutnya
Proses pelaporan keuangan dilakukan melalui rapat pengerampungan.
Selanjutnya, pelaporan yang dilakukan disaksikan oleh umat. Dalam proses
pelaksanaan penyampaian informasi keuangan dalam Pura mengutamakan
saksi yang dilakukan oleh umat/masyarakat di Desa Tolai.
E.2. Saran
E.2.1 Bagi Pura
Peneliti mengharapkan kepada umat dan pengurus Pura Agung Purnasadha
Tolai Desa Tolai untuk saling mendukung dalam pelaksanaan seluruh kegiatan
dalam Pura, termasuk dalam proses pelaporan keuangan dana punia Pura.
Kemudian, diharap agar lebih banyak memberi pelatihan-pelatihan dalam
pencatatan laporan keuangan kepada para pemegang keuangan, mengingat
sebagian besar dari mereka bukan berasal dari latar belakang pendidikan
keuangan.
E.3.1 Kendala waktu menjadi salah satu masalah penulis dalam penelitian ini,
karena ada beberapa informan yang bekerja di beberapa bidang sehingga
sangat sulit untuk menemuinya. Tentunya ini menjadi kendala dalam
proses wawancara.
E.3.2 Waktu penelitian selama sebulan lebih, sehingga masih banyak informasi
yang perlu didalami terkait obyek penelitian.
Bastian, Indra. (2010). Akuntansi Sektor Publik Suatu Pengantar Edisi Ketiga.
Penerbit Erlangga Jakarta
Krina, Loina Lalolo. (2003). Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas,
Transparansi & Partisipasi. Jakarta: Sekretariat Good Public
Governance Badan Perencanaan Pembangunan Nasional