Anda di halaman 1dari 50

IMPLEMNENTASI MODAL SOSIAL DAN MODAL SPIRITUAL PADA

YAYASAN ARWANIYYAH KUDUS

Promotor
Prof. Dr. Abdul Ghofur, M.Ag

Ko-Promotor
Dr. Agus Nurhadi, M.A.

Ahmad Najih

Abstak
Yayasan Arwaniyyah adalah lembaga yang didirikan dengan tujuan untuk
melestarikan pondok pesantren Yanbu’ul Qur’an yang telah dirintis oleh KH. Arwani
Amin. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peran dan penerapan modal sosial
dan modal spiritual untuk membangun lembaga Yayasan Arwaniyyah. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus. Pengumpulan data menggunakan
metode observasi, dokumentasi dan wawancara mendalam. Modal sosial dan modal
spiritual yang diterapkan oleh Yayasan Arwaniyyah diyakini dapat mempengaruhi
kinerja individu-individu di dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1)
dengan adanya trust dan keyakinan bahwa Allah mengawasi setiap perbuatan
hambanya, membuat individu menjadi kredibel dan dapat dipercaya, trust
mempengaruhi hubungan baik antar relasi; trust dalam organisasi memberikan
keyakinan kepada seluruh anggota mengenai kemampuan manajemen; trust dalam
pasar memberikan pengaruh luas dan trust dalam masyarakat mempengaruhi
persepsi masyarakat tentang Yayasan Arwaniyyah. (2) norma resiprositas yang
dipengaruhi oleh tata nilai seperti trust dan nilai-nilai agama yang diajarkan di
pesantren Yanbu’ul Qur’an, menjadikan nuansa kerelaan dalam berinteraksi serta
tidak bersikap opportunis apabila berinteraksi dan bertransaksi dengan Yayasan
Arwaniyyah. (3) norma berperilaku yang dipengaruhi oleh tata nilai ajaran agama
dan nilai-nilai pesantren membentuk dan mempengaruhi aturan-aturan bertindak
masyarakatnya (the rules of conducts) dan sebagai pegangan dalam bertingkah laku
(the rules of behaviour) secara bersama-sama. (4) tipologi jaringan bridging social
capital yang dimiliki Yayasan Arwaniyyah menjadikanya dapat memperluas jaringan
komunikasi dengan pihak luar, sehingga peluang Yayasan Arwaniyyah untuk
mendapatkan akses ekonomi semakin terbuka.

Kata kunci: Yayasan Arwaniyyah, Modal Sosial, Modal Spiritual,

A. PENDAHULUAN
Pesantren di Indonesia memiliki sumberdaya yang cukup besar, salah satu
contohnya adalah Pondok Pesantren Thafidz Yanbu’ul Qur’an Kudus dengan Yayasan
Arwaniyyah sebagai lembaga yang menaunginya. Yayasan Arwaniyyah adalah sebuah
lembaga yang didirikan dengan tujuan untuk melestarikan pondok pesantren Tahfidz

1
Al-Qur’an yang telah dirintis oleh KH. Arwani Amin. Yayasan Arwaniyyah dinilai
sebagai lembaga tradisional pesantren yang bergerak dibidang pendidikan, keagamaan,
sosial dan ekonomi. Beberapa lembaga yang berada dibawah naungan Yayasan
Arwaniyyah antara lain; Pondok Pesantren Thafidz Yanbu’ul Qur’an, Klinik Pratama Al
Fatah, Koperasi Syariah, PT. Arwaniyyah Tour & Travel dan PT. Buya Barokah.
PT. Buya Barokah Kudus adalah salah satu badan perekonomian Yayasan
Arwaniyyah Kudus yang bergerak dalam bidang manufaktur pada produksi Air Minum
Dalam Kemasan (AMDK). Pada awal berdirinya PT, Buya Barokah, kapasitas produksi
hanya sekitar 400 karton perhari dan hanya berproduksi untuk kemasan 220 ml saja.
Namun, Seiring berjalannya waktu, jumlah produksi AMDK PT. Buya Barokah telah
berkembang dan terbagi ke dalam beberapa line; (1) line kemasan 220 ml jumlah
produksi adalah 12.000 karton (isi 48) perhari, (2) line 330 ml jumlah prosuksi adalah
10.000 karton (isi 24) perhari, (3) line 600 ml jumlah produksi adalah 7500 karton (isi
24) perhari, (4) line 1500 ml jumlah produksi adalah 4300 karton (isi 12) perhari dan (5)
line galon 19 liter jumlah produksi adalah 1000 galon perhari. Basis distribusi terbesar
produk PT. Buya Barokah mencakup wilayah, Rembang, Pati, Kudus, Jepara, Demak,
Grobogan, sebagian wilayah Semarang, pesisir pantura sampai Cirebon dan Jakarta.
Perkembangan ini relatif cepat, karena dalam waktu 11 tahun PT. Buya Barokah mampu
meningkatkan jumlah produksinya secara signifikan.1
Data dari PT. Buya Barokah di atas memperjelas bahwa nilai keagamaan dan
nilai tradisional yang dimiliki Yayasan Arwaniyyah tidak sepenuhnya menghambat
pengembangan ekonomi. Hal ini seperti penelitian terkait Tokugawa yang dinilai telah
menghantarkan kemajuan Jepang sehingga bisa menjalankan industrialisasi tanpa
meninggalkan, bahkan memelihara tradisi. Tentu ini bukan monopoli tradisi Jepang,
atau monopoli etika Protestan sebagaimana dinyatakan oleh Weber. Hal itu paling tidak
telah dibuktikan oleh Geertz terhadap masyarakat santri di Mojokuto. Karena itu yang
diperlukan sebenarnya adalah pengelolaan tradisi. Tradisi kekeluargaan dan solidaritas
bisa dikembangkan menjadi dasar atau model lembaga modern.2
Strategi Yayasan Arwaniyyah untuk mewujudkan lembaga yang unggul antara
lain adalah; Pertama, penguatan modal manusia, sehingga masyarakat dapat
menjalankan proses pemberdayaan terhadap dirinya. Kedua, penguatan modal sosial,
salah satunya dengan menjalin hubungan (network) sosial dengan masyarakat, alumni,
wali santri, institusi keuangan, pemerintah dan institusi potensial lainnya. Ketiga,
menumbuhkan kepercayaan (trust) melalui berbagai kegiatan yang dapat

1
Wawancara dengan Bapak Rikza selaku Manajer Utama PT. Buya Barokah Kudus.
2
Clifford Geertz, Agama Sebagai Sistem Budaya, ed. terj. Ali Noer Zaman dalam Daniel
L, Pals, Seven Theories of Relegion (Yogyakarta: Qalam, 1996).

2
menginternalisasikan nilai-nilai bersama pada masyarakat dan pentingnya mencapai
nilai tersebut.3 Menurut Muhammad Sulthon, dengan tiga langkah strategis ini,
kelembagaan pondok pesantren berpotensi dapat menciptakan kesejahteraan dan
keadilan dalam tata kehidupan masyarakat.4
Langkah Yayasan Arwaniyyah yang keempat adalah penguatan modal spiritual.
Menurut Tontowi Jauhari, modal spiritual dapat memotivasi seseorang untuk
memandang kehidupan dengan nilai-nilai luhur, segala usaha dan upaya yang dijalankan
tidak hanya berorientasi pada materi saja, akan tetapi menjadikannya bermakna ibadah,
sehingga harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.5 Penerapan modal spiritual dalam
sebuah lembaga selain akan menumbuhkan etos kerja, juga akan mencegah terjadinya
perilaku yang menyimpang.6
Hakikat dari sebuah “kelembagaan” adalah penerapan aturan formal dan aturan
informal dalam kehidupan masyarakat.7 Realitas di lapangan, kegiatan ekonomi
Yayasan Arwaniyyah sangat terikat dengan modal sosial dan modal spiritual
kepesantrenan. Kedua modal tersebut mempengaruhi bagaimana para pelaku ekonomi
berperilaku dalam meraih manfaat (benefit) dan limpahan materi (profit) yang
dikehendaki.8 Pemikir teori kelembagaan percaya bahwa perilaku manusia terbentuk
dari lingkungan di mana mereka hidup dan dibesarkan, sehingga kelembagaan dapat
bersumber dari nilai, budaya dan kebiasaan sehari-hari.9 Oleh sebab itu, sangat penting
menanamkan pemahaman tentang identitas bersama, ketaatan terhadap norma, nilai dan
penghayatan akan makna dan tujuan hidup kedalam perilaku ekonomi untuk
menciptakan lembaga yang baik.
Kemajuan yang diraih oleh Yayasan Arwaniyyah dengan komunitas santri
sebagai penggeraknya seolah menepis tudingan miring bahwa komunitas pesantren
(baca: Nahdlotul Ulama) dengan ajaran teologi Asy’ariyah dan Maturidiyahnya
cenderung tidak produktif dan fatalistik.10 Tata kelola lembaga Yayasan Arwaniyyah

3
Wawancara dengan Bapak Ahmad Ainun Na’im selaku Ketua Umum Yayasan
Arwaniyyah Kudus
4
Fathoni Muhammad Sulthon, “Strategi Organisasi Pondok Pesantren Sidogiri Dalam
Mewujudkan Civil Society: Analisa Kapital Sosial,” (Tesis di Universitas Indonesia, 2006).
5
Jauhari Tontowi, “Spiritual Capital Dalam Pemberdayaan Masyarakat,” Jurnal
Pengembangan Masyarakat Islam Volume 3, (2007). 18
6
Danah Zohar dan Ian Marshal, Spiritual Capital: Wealth We Can Live, (San Fransisco:
Berrett-Koehler Publishers, Inc., 2004). 153
7
North Douglass C., “Institutions, Institutional Change and Economic Performance,” The
Journal of Economic Perspektif, Vol. 5. Issue 1, (1991). 97- 112
8
Misbahul Munir, “Internalisasi Modal Sosial Dan Modal Spiritual Dalam Perilaku
Bisnis Warga Tarekat Shiddiqiyah Di Kabupaten Jombang,” (Malang, 2014).
9
M. Firmansyah, “Mengenal Pemikiran Old Institutional Economic (OIE) Dalam Ilmu
Ekonomi Kelembagaan,” EKONOBIS Volume 6, (2020). 45
10
Khalid Mawardi, “NU Dan Problem Kemiskinan (Upaya Pemberdayaan Ekonomi Dan
Kesejahteraan Masa Kolonial),” Jurnal Dakwah Dan Komunikasi Vol. 7, No (2013). 2

3
yang baik juga membantah tuduhan Clifford Geertz terhadap komunitas pesantren
sebagai orang yang kolot dan tidak piawai dalam manajemen organisasi.11 Oleh karena
itu, tulisan ini bertujuan mendiskripsikan keterkaitan modal sosial dan modal spiritual
yang melekat pada keluarga besar pondok pesantren Tahfidz Yanbu’ul Qur’an dengan
efisiensi kelembagaan Yayasan Arwaniyyah. Kajian ini dipilih dengan pertimbangan
bahwa semua jabatan strategis (pembina, pengawas dan ketua) Yayasan Arwaniyyah
dikendalikan oleh keluarga KH. Arwani Amin yang merupakan pendiri pondok
pesantren Tahfidz Yanbu’ul Qur’an.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Definisi modal sosial yang dikemukakan oleh beberapa ahli mencakup empat
elemen dasar, yaitu; kepercayaan (trust), norma (norms), hubungan timbal balik atau
saling tukar menukar kebaikan (reciprocity) dan jejaring (networks).12 Empat unsur
modal sosial tersebut menempatkan trust sebagai unsur utama dari modal sosial yang
menciptakan networks (jaringan) dan hubungan timbal balik (reciprocity norms) sebagai
hasil dari modal sosial. Di samping itu trust, network, reciprocity juga dipengaruhi oleh
norma yang melekat dari struktur sosial komunitas atau lembaga tertentu.13 Modal sosial
yang terlekat dalam struktur sosial masyarakat dapat memfasilitasi tindakan kolektif
untuk hubungan yang saling menguntungkan.14 Meskipun demekian, modal sosial dapat
berpengaruh positif dan negatif terhadap ekonomi.15 Fungsi dasar dari modal sosial
(positif) dapat diaplikasikan dalam berbagai konteks; sebagai sumber kontrol sosial,
sebagai sumber dukungan keluarga dan sebagai sumber manfaat melalui jaringan ekstra
familial. Di sisi lain, kerugian aktual biaya transaksi yang dimediasi modal sosial adalah
jika ada pembatasan akses oportunitas, pembatasan kebebasan individu, klaim yang
berlebihan terhadap kelompok dan norma yang cakupannya menyempit.16
Modal spiritual didefinisikan oleh Alex Liu sebagai kekuatan atau keuntungan
yang tidak berakar pada sesuatu yang bersifat material, intelektual atau bidang sosial.
Liu menambahkan bahwa modal spiritual merujuk pada kekuatan dan pengaruh yang

11
Clifford Geertz, The Religion Of Java (Illinois: Massachusetts Institute o f Technology,
1960). 212
12
Robert. D. Putnam, Making Democracy Work, Civic Traditions in Modern Italy, (New
Jersey: Princeton University Press, 1993).
13
Putman mendefinisikan, trust sebagai bentuk keinginan untuk mengambil risiko dalam
hubungan-hubungan sosial yang didasari oleh perasaan yakin, bahwa yang lain akan melakukan
sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan saling
mendukung. Lihat; Robert D. Putnam, “The Prosperous Community: Social Capital and Public
Life,” The American Prospect, 1993. 35-42
14
Alejandro Portes, “Social Capital: Its Origin and Applications in Modern Sociology,”
Annual Review Sociology 24, No. 1-24. (1998).
15
Fine Ben dan Lapavitsas Costas., “Social Capital and Capitalist Economies,” ASECU
South Eastern Europe Journal of Economics, 1: 17-34. (2004).
16
Portes, “Social Capital: Its Origin and Applications in Modern Sociology,.”

4
dihasilkan oleh hubungan seseorang dengan Tuhan.17 Danah Zohar dan Ian Marshall
menjelaskan bahwa modal spiritual adalah jumlah pengetahuan dan keahlian spiritual
yang tersedia bagi individu. Verter mengatakan bahwa modal spiritual mengacu pada
kegiatan yang memiliki penekanan agama tertentu atau yang secara eksplisit berkaitan
dengan orang yang berhubungan dengan yang suci atau ilahi. Jauhari Tantowi
mengatakan bahwa eksplorasi individu, masyarakat atau perusahaan terhadap suatu
makna, nilai, dan tujuan yang fundamental dari hidup (SQ) merupakan indikasi dari
kemunuculan modal spiritual (spiritual capital).18
Secara garis besar, literatur modal sosial berfokus pada tiga dimensi: struktural,
relasional, dan kognitif.19 Dimensi struktural mengacu pada keseluruhan pola hubungan
antar individu, seperti ikatan interaksi sosial dan jaringan (network). Dimensi relasional
adalah norma timbal-balik (norm reciprocity). Dimensi kognitif adalah trust (cognitive
dimension).20 Sedangkan posisi modal spiritual pada kajian ini adalah bagaimana
individu atau komunitas perusahaan mencari makna, nilai, dan tujuan fundamental yang
ingin dicapai. Modal spiritual mencakup dua dimensi, yaitu; dimensi vertikal dan
horizontal.21 Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Allah yang menuntun kehidupan
seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri
dan dengan orang lain yang juga diorientasikan untuk meraih ridho Allah SWT. Islam
menyebutnya dengan istilah hablumminnas dan hablumminallah.22
Salah satu strategi untuk meraih pertumbuhan ekonomi adalah dengan
meningkatkan efisiensi kelembagaan. Indikator efisiensi kelembagaan adalah biaya
transaksi yang dikeluarkan rendah, modal sosial yang berpengaruh positif bagi
pertumbuhan ekonomi dimanfaatkan23 serta menyiapkan langkah antisipatif dengan
penguatan modal spiritual untuk mencegah potensi kemunculan modal sosial negatif.
Biaya transaksi yang rendah secara otomatis akan meningkatkan keuntungan bagi
lembaga usaha. Hal ini juga berarti bahwa peningkatan biaya transaksi akan

17
Muh. Fajar Shodiq, “Spiritual Ekonomi Kaum Muslim Pedagang (Studi Komunitas
Muslim Pedagang Di Kampung Ngruki, Desa Cemani, Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah),”
(Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2018).
18
Jauhari Tontowi, “Spiritual Capital Dalam Pemberdayaan Masyarakat.”
19
Nahapiet Janine dan Ghoshal Sumantra, “Social Capital, Intellectural Capital, and The
Organizational Advantage,” The Academy of Management Review Vol. 23, N (1998): 242–66.
20
D. Yang Y. Lu, “Information Exchange in Virtual Communities under Extreme
Disaster Conditions,” Decis Support Syst 50 (2011): 529–38.
21
MacKinlay Elizabeth, The Spiritual Dimension of Ageing, (London: Jessica Kingsley,
2001). 52
22
Abdul Karim, “Dimensi Sosial Dan Spiritual Ibadah Zakat,” Jurnal Zakat Dan Wakaf
Volume 2, (2015).
23
Ben Fine dan Costas Lapavitsas, “Social Capital and Capitalist Economies,” ASECU
South Eastern Europe Journal of Economics, 1: 17-34. (2004).

5
menurunkan tingkat keuntungan bagi lembaga.24 Sedangkan syarat untuk mewujudkan
kelembagaan yang efisien adalah: (1) aturan formal harus secara jelas mendefinisikan
hak kepemilikan yang dipertukarkan, agar dapat menjamin kepastian pelaku ekonomi
untuk melakukan transaksi,25 (2) memperkuat sistem penegakan,26 (3) aturan informal
(aturan tidak tertulis) mendukung pelaksanaan transaksi.27
C. PENELITAIN TERDAHULU
Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya dalam hal
penerapan teori penelitian. Penelitian ini ingin melihat peran modal sosial dan modal
spiritual dalam menciptakan kelembagaan yang efisien, sehingga lembaga usaha dapat
berkembang dengan baik. Pada umumnya, penelitian-penelitian sebelumnya terkait
penerapan modal sosial dan modal spiritual telah dilakukan secara terpisah, seperti:
Danah Zohar, Ian Marshal,28 Alex Liu, Mohammad Shadiq Khairi29 dan Mochammad
Sholeh,30 mengkaji modal spiritul dengan pendekatan Sosiologi. Clifford Geertz,31
Robert Bellah,32 Nur Said33 dan M. Fajar Shodiq34 mengaitkan modal spiritual dengan
pendekatan Antropologi. Kajian modal spritual dengan dua pendekatan ini secara garis
besar memberikan satu kesimpulan bahwa modal spiritual dapat berpengaruh positif
bagi perekonomian masyarakat.
Pada sisi modal sosial, konsep modal sosial disinggung oleh Pierre Bourdieu
dengan menyatakan bahwa struktur dan fungsi sosial hanya bisa dipahami lewat modal
sosial, disamping juga modal ekonomi.35 James Coleman menganalisis proses sosial

24
D’Hondt Catherine dan Giraud Jean-Rene., “Transaction Cost Analysis A-Z,” EDHEC-
RISK France, 2008. 10
25
J. Paul Milgrom dan Robert, Economics, Organization and Management, (New Jersey:
Prentice Hall, Engelewood Cliffs, 1992).
26
T.J. Yeager, “Institutions, Transition Economies and Economic Development,”
Westview Press, 1999.
27
Alejandro Portes, “Social Capital: Its Origin and Applications in Modern Sociology,”
Annual Review Sociology 24, no. 1-24. (1998).
28
Zohar, Danah dan Marshal, Spiritual Capital: Wealth We Can Live,.
29
Mohammad Shadiq Khairi, ‘Memahami Spiritual Capital Dalam Organisasi Bisnis
Melalui Perspektif Islam’, Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL, Volume. 4. No. 2 (2013),
h. 165-329.
30
Mochammad Sholeh, ‘Modal Spiritual dan Pola Perilaku Ekonomi Para Pedagang
Muslim Dalam Usaha Perdagangan (Studi Pada Pedagang Di Pasar Tradisional Di Surabaya)’,
(Universitas Airlangga Surabaya, 2019).
31
Clifford Geertz, Paddlers and Princes, (Chicago: The University of Chicago Press,
1971).
32
Robert N. Bellah, “Religi Tokugawa: Akar-Akar Budaya Jepang”, (Jakarta: Gramedia,
1992).
33
Nur Said, “Spiritual Enterprenership Warisan Sunan Kudus: Modal Budaya
Pengembangan Ekonomi Syari’ah Dalam Masyarakat Pesisir,” Jurnal Equilibrium Volume. 2,
no. No.2, (2014).
34
Shodiq, “Spiritual Ekonomi Kaum Muslim Pedagang (Studi Komunitas Muslim
Pedagang Di Kampung Ngruki, Desa Cemani, Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah),.”
35
Pierre Bourdieu, The Forms of Capital, Dalam John G. Richardson (Ed.), Handbook of
Theory and Research for The Sociology of Education, (New York: Greenwood Press, 1986).

6
dengan menggunakan teori pilihan rasional yang sarat dengan prinsip ekonomi. Modal
sosial berperan menciptakan modal manusia yang produktif. Tanpa modal sosial,
seseorang tidak mungkin memperoleh keuntungan material atau keberhasilan yang
optimal.36 Sementara itu, Francis Fukuyama menyatakan bahwa kondisi kesejahteraan,
demokrasi dan daya saing suatu masyarakat ditentukan oleh tingkat kepercayaan antara
sesama warga. Tingkat kepercayaan bertalian dengan akar budaya, etika dan moral,
yang diwujudnyatakan dalam perilaku saling membantu.37 Robert Putnam telah
menunjukkan secara jelas tentang kemerosotan partisipasi warga di Amerika Serikat
akibat hancurnya kepercayaan terhadap penguasa publik.38 Lyda Judson Hanifan
mengatakan bahwa modal sosial bukanlah kekayaan atau uang, akan tetapi berupa
kemauan baik, rasa bersahabat dan kerjasama erat yang membentuk kelompok sosial.
Modal sosial akan memberikan pengaruh positif pada berbagai aspek kehidupan
termasuk ekonomi.39
Berbeda dengan penelitian-penelitian di atas, penelitian ini akan mencoba
melihat bagaimana penerapan modal sosial dan modal spiritual yang dimiliki oleh
Yayasan Arwaniyyah secara tidak terpisah. Hal ini karena, Peneliti melihat bahwa
terdapat sebuah persamaan antara modal sosial dan modal spritual, yaitu merupakan
kekayaan yang bersifat non material. Meskipun bersifat non material, modal sosial dan
modal spiritual diyakini dapat memberikan pengaruh yang signifikan untuk memajukan
perekonomian masyarakat.
D. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus untuk
mengekplorasi penerapan modal sosial dan modal spiritual pada Yayasan Arwaniyyah
Kudus. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Fokus penelitian
adalah transaksi antar anggota Yayasan Arwaniyyah, masyarakat dan pemerintah. Oleh
karena itu, data dihimpun dari Yayasan Arwaniyyah, masyarakat dan pemerintah. Data
dihimpun dengan metode observasi, dokumentasi dan in-depth interview. Data
kemudian divalidasi dengan metode triangulasi. Teknik analisis data dilakukan dalam
bentuk interaktif, yang menurut Miles dan Huberman ada tiga tahapan yakni reduksi

36
James S. Coleman, “Social Capital In The Creation Of Human Capital,” The American
Journal of Sociology, 1998.
37
Francis Fukuyama, Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity, (New
York: Free Press, 1995).
38
Robert D. Putnam, Bowling Alone: The Collapse and Revivile of American Community,
(New York: Simon and Schuster, 2000).
39
Lyda Judson Hanifan, “The Rural School Community Centre,” The Annals of the American Academi of
Political and Social Science Vol. 67 (1916): 130–38.

7
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.40 Dalam penelitian ini, triangulasi
sumber, data, teori, dan metodologi diterapkan untuk menguji validitas data.41
E. HASIL DAN PEMBAHASAN
Mengamati perkembangan ekonomi Yayasan Arwaniyyah, penulis melihat
bahwa terdapat hubungan antara perkembangan ekonomi dengan modal sosial dan
modal spiritual. Yayasan Arwaniyyah memiliki modal sosial dan modal spiritual yang
kuat, yaitu berupa komunitas yang terjalin dalam ikatan saling percaya (trust), adanya
jalinan erat antara kiai, santri, keluarga santri, alumni, pemerintah dan masyarakat
sekitar yang mempengaruhi hubungan saling tukar menukar kebaikan (resiprositas),
kemampuan Yayasan Arwaniyyah membangun jaringan (network) serta ketaataan
terhadap nilai agama dan norma kepesantrenan. Beberapa modal tersebut menjadikan
Yayasan Arwaniyyah memiliki peluang yang besar untuk membangun
perekonomiannya.
Modal sosial dan spiritual yang dipengaruhi oleh tata nilai dan norma
kepesantrenan pada akhirnya mampu memberi sumbangan dalam pengembangan
ekonomi dan kemampuan bertahan (survive) sehingga Yayasan Arwaniyyah dapat eksis
menjalankan kewajibannya sebagai lembaga pendidikan keagamaan, pengembangan
lembaga dan pembangunan masyarakat. Kemampuan nilai etik dari ajaran agama dan
kearifan lokal adalah sanggahan pendapat neo klasik sebagai penggagas ekonomi
modern yang memiliki kecenderungan memisahkan efesiensi dari ajaran etika.42 Hal ini
berbeda dengan ajaran ekonomika etik (ethical economic) yang menyatakan bahwa
antara efesiensi dan ajaran etika dan nilai-nilai agama bisa saling menguatkan.
1. Nilai Kepercayaan (Trust) dalam Pengembangan Ekonomi
Stephen Covey dalam bukunya The Speed of Trust menjelaskan bahwa nilai
kepercayaan (trust) dapat mempengaruhi tinggi rendahnya biaya yang dikeluarkan
dalam ekonomi. Menurutnya apabila trust yang dimiliki sebuah lembaga atau individu
rendah maka berpengaruh kepada pelayanan yang lambat dan membuat biaya yang
dikeluarkan menjadi tinggi, sebaliknya apabila trust yang dimiliki tinggi maka
pelayanan akan cepat dan biaya yang dikeluarkan menjadi rendah.43
Pandangan Covey tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah model dan kriteria
bagi sebuah lembaga untuk mengkaji dan menganalisis trust yang dimiliki sehingga
menjadikan lembaga tersebut memperoleh tingkat efesiensi waktu, tenaga, dan biaya

40
A. Michael Miles, Matthew B. dan Huberman, Analisis Data Kualitatif, ed. terj. Tjetjep
Rohidi (Jakarta: UI Press, 2007). 430
41
S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 1996). 29
42
Richard Swedberg, Max Weber and the Idea of Economic Sociology, (Princeton:
Princeton University Press, 1998). 189
43
Stephen M. R. Covey dkk, The Speed of Trust: The One Thing That Changes
Everything, (New York: Free Press, 2006). 210

8
yang hemat sebagai representasi trust yang baik. Kemampuan dalam menumbuhkan
trust, mengelola dan mengembangkannya akan menjadi modal penting bagi suatu
lembaga dalam setiap aspek kegiatannya terutama dalam pengembangan ekonomi.
Untuk mengetahui seberapa kuat trust dapat memberikan pengaruh bagi
pengembangan ekonomi Yayasan Arwaniyyah, maka dapat dilihat dari beberapa faktor
yang mempengaruhi terciptanya trust, yaitu tindakan yang meliputi cara memandang,
berbicara, berperilaku dan bekerja. Trust merupakan reaksi dari beberapa tindakan
seseorang. Oleh karena itu trust dapat dipelajari, dirasakan dan dikuantifikasi. Trust
yang terbentuk juga tidak lepas dari tatanan nilai yang mempengaruhi di dalam sebuah
lembaga. Modal spiritual yang berupa ketaatan terhadap nilai-nilai dari ajaran Islam dan
tradisi pesantren juga dapat menjadi faktor yang dapat membentuk trust di lingkungan
Yayasan Arwaniyyah.
Di dalam lingkungan Yayasan Arwaniyyah, trust dipahami dengan istilah
amanah. Amanah memiliki hubungan yang erat dengan keimanan. Bahkan kata trust
yang dipahami sebagai amanah dan berkaitan dengan keimanan memiliki lawan sifat
yang bisa bermakna anti trust, yaitu kemunafikan. Ketika trust yang diambil dari nilai
Islam ini diaplikasikan pada hubungan sosial ekonomi, maka seseorang dalam setiap
aktifitas ekonominya akan memandang, berbicara, berperilaku dan bekerja sebagai
orang yang amanah dan dapat dipercaya.
Selain itu, dalam menganalisa terbentuknya trust dalam aspek pengembangan
ekonomi Yayasan Arwaniyyah dapat dimulai dari individu-individu di dalamnya, dari
individu tersebut membentuk kepercayaan yang lebih luas, yaitu dengan sesamanya.
Membentuk trust dengan orang perorang merupakan suatu permulaan yang dapat
dikembangkan menjadi banyak orang. Trust merupakan pondasi yang harus ada dalam
setiap diri manusia, karena trust dalam diri manusia merupakan kunci adanya trust
dalam suatu hubungan ekonomi yang dapat menimbulkan efek trust dalam organisasi.
Apabila trust dalam suatu organisasi terbentuk dengan baik, maka ini akan menjadi
modal penting terbentuknya trust dalam pasar (market). Trust yang terbentuk dalam
komunitas, sekalanya akan melebar kepada komunitas yang lebih luas dan mengakar
dalam komunitas yang lebih luas lagi.
Trust pada tingkatan individu (self trust) merupakan kemampuan diri dalam
menginternalisasi nilai-nilai dan norma yang menjadi karakteristik individu tersebut
sehingga disebut kredibel atau dapat dipercaya.44 Trust dalam tingkatan hubungan relasi

44
Nahapiet Janine dan Ghoshal Sumantra, “Social Capital, Intellectural Capital, and The
Organizational Advantage,” 179

9
(relationship trust) merupakan atribut kolektif untuk mencapai tujuan-tujuan bersama
yang didasari oleh semangat altruism, social resiprocity.45
Trust pada sistem sosial, berupa trust dalam organisasi (organizational trust),
trust dalam pasar (market trust) dan trust dalam masyarakat (societal trust). Trust ini
dipengaruhi oleh sistem sosial yang ada, sistem sosial tersebut didasari pada nilai-nilai
ajaran Islam yang ada di dalam Yayasan Arwaniyyah. Menurut Covey, organizational
trust dapat terjadi apabila terdapat prinsip keselarasan, market trust terwujud apabila
berpegang pada prinsip reputasi, dan societal trust akan tetap eksis apabila berpegang
pada prisip kontribusi.46
Berikut ini akan dipaparkan tiga tahapan trust di dalam Yayasan Arwaniyyah,
sehingga lembaga ini dapat membangun sebuah lembaga perekonomian dengan baik.
Pertama, trust pada tingkatan individual. Kedua, trust dalam tingkatan relasi sosial dan
ketiga, trust dalam tingkatan sistem sosial. Trust dalam sistem sosial dibagi dalam 3
bidang, yaitu trust dalam organisasi, pasar dan masyarakat. Masing-masing bidang
tersebut akan dianalisa pengaruh dan perannya dalam membangun badan usaha Yayasan
Arwaniyyah yang mencakup; PT. Buya Barokah, PT. Arwaniyyah Tour & Travel,
Koperasi Syari’ah Ikatan Haji Yayasan Arwaniyyah (Kopsyar IHYA) dan Klinik
Pratama Al Fatah.
a. Self Trust dalam Pembangunan Ekonomi
Trust yang ditanamkan kepada diri berhubungan dengan keyakinan akan diri
sendiri, sebuah keyakinan akan kemampuan diri untuk menetapkan dan mencapai suatu
sasaran, memelihara komitmen, melaksanakan apa yang dikatakan (walk the talk) serta
menginspirasi suatu hal kepada orang lain. Keseluruhan ide yang digagasnya menjadi
seseorang yang layak dipercaya, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Prinsip
kunci dari self trust ini adalah kredibilitas.47
Yayasan Arwaniyyah dinilai memiliki kredibelitas yang tinggi karena adanya
figur KH. Arwani Amin dan kedua putranya yaitu; KH. Ulin Nuha dan KH. Ulil Albab.
Mereka memiliki kualitas pribadi yang dapat dipercaya. Masyarakat sangat
mempercayai dan menghormati figur-figur tersebut karena komitmen, Istiqomah dan
pengabdian yang telah mereka berikan, khususnya terkait dakwah Islam dan pendidikan
Al-Qur’an. Masyarakat menilai bahwa mereka adalah para kiai yang wira’i dan selalu
menjaga ucapannya agar selaras dengan perbuatan yang dilakukan. Kredibilitas KH.
Ulin Nuha dan KH. Ulil Albab sebagai penerus KH. Arwani Amin juga dapat dilihat

45
Coleman, “Social Capital In The Creation Of Human Capital,.” 95-120
46
Stephen M. R. Covey dkk, The Speed of Trust: The One Thing That Changes
Everything,. 236-271
47
Budhi Wibowo, Dibenci Tetapi Dirindu Sukses Sebagai Perantara, (Jakarta: Elex
Media Komputindo, 2010). 89

10
dari komitmen keduanya dalam membumikan ajaran Islam, baik melalui dakwah,
pendidikan Al-Qur'an dan pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan ekonomi
Yayasan Arwaniyyah.
Berpijak kepada pendapat Covey, setidaknya terdapat empat hal yang harus
dikembangkan bagi seseorang individu dalam unit tugas tertentu agar memiliki trust
yang baik. Individu tersebut harus memiliki nilai-nilai pembentuk kredibilitas,
diantaranya adalah integritas (integrity), niat (intent), kapabilitas (capability) dan hasil
(result).48 KH. Ulin Nuha sebagai salah satu pembina Yayasan Arwaniyyah mengatakan
bahwa untuk mengembangkan integritas, seseorang harus memiliki nilai-nilai jujur dan
adil.49 Sifat jujur dan adil memiliki manfaat dalam menjaga interaksi yang baik dalam
hubungan internal maupun dengan mitra bisnis lainnya.50 Selain itu, seseorang juga
harus memiliki komitmen melaksanakan tugas, agenda atau kesepakatan. Komitmen
yang dibuat harus rasional dan dilakukan dengan persiapan yang matang; Menjaga
sebuah kepercayaan dengan bersikap amanah juga selalu siap melakukan evaluasi
(mukhasabah) dan peningkatan kinerja serta melandasi semua aktifitas usaha atas dasar
ibadah.51
Menurut KH. Ulil Albab yang juga merupakan pembina Yayasan Arwaniyyah;
untuk memelihara niat (intent) supaya tetap lurus dan sesuai koridor, seseorang individu
harus bekerja dengan cara yang legal, legal menurut peraturan hukum positif maupun
menurut syar’i (agama), berbuat dengan penuh ketulusan dan kepedulian, memastikan
segala ketulusan niat tersebut berjalan dengan baik, memastikan bahwa antara yang ada
dalam gagasan itu sesuai dengan realitas kenyataan di lapangan, mencari jalan keluar
yang saling mengandung maslahat baik antara dirinya dengan mitra kerja atau dengan
kompetitornya.52 Adapun untuk mewujudkan nilai kapabilitas (capability) bagi seorang
individu dalam hubungannya dengan komunitas dan dalam melaksanakan tugasnya
adalah dengan bekerja cerdas sesuai dengan kemampuan maksimal.53 Dalam ajaran
Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara benar, tertib, dan teratur. Proses-prosesnya
harus diikuti dengan baik.54

48
Stephen M. R. Covey dkk, The Speed of Trust: The One Thing That Changes
Everything,. 144
49
Wawancara dengan KH. Ulin Nuha selaku Pembina Yayasan Arwaniyyah Kudus
50
Sanerya Hendrawan, Spiritual Management, From Personal Enlightenment Towards
God Corporate Governance, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2009). 97
51
Boni Shallehuddin, Spiritual Capital, Rahasia Sukses Raih Rezeki Berkah Melimpah,
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2016). 103
52
Wawancara dengan KH. Ulil Albab selaku Pembina Yayasan Arwaniyyah Kudus
53
Boni Shallehuddin, Spiritual Capital, Rahasia Sukses Raih Rezeki Berkah Melimpah,.
54
Rasulullah SAW bersabda dalam hadis riwayat Baihaqi; “Sesungguhnya Allah sangat
mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakuka secara Itqan (tepat, jelas dan
tuntas).” Lihat keterangan dalam Ahmad bin Ali bin al-Muthanna Abu Ya‘la al-Musili al-
Tamimi, Musnad Abi Ya‘La, (Damaskus: Dar al-Ma‘mun Li al-Tura, n.d.).

11
Meskipun KH. Uiln Nuha dan KH. Ulil Albab sebagai pembina Yayasan
Arwaniyyah tidak pernah mendapatkan pendidikan manajemen atau bisnis secara
khusus, namun karena pemahaman mendalam serta komitmennya (ketaatan) terhadap
ajaran Islam menjadikan lembaga yang dikelola mereka berdua dapat dipercaya oleh
masyarakat. Dengan kepercayaan ini, maka arus informasi terkait pengembangan
Yayasan Arwaniyyah untuk membangun sebuah badan usaha semakin mudah
didapatkan. Proses-proses untuk membagun badan usaha Yayasan Arwaniyyah juga
dijalankan sesuai dengan prosedur yang diwajibkan, mulai dari perijinan pada tingkat
pemerintah daerah, provinsi dan pusat.
Menurut KH. Ulil Albab, semua proses perijinan wajib dipenuhi untuk
mendapatkan kemaslahatan dalam usaha, sehingga rizki yang diraih menjadi halal dan
berkah. KH. Ulil Albab juga menambahkan bahwa sebagai orang Islam, terutama yang
hidup dilingkungan pesantren pasti memahami ajaran-ajaran Islam yang telah
disampaikan oleh Nabi melalui Al-Qur'an dan Hadis. Beliau mengutip sebuah hadis;55
)‫إن هللا يحب إذا عمل أحدكم عمال أن يتقنه (رواه البيهقي في شهب اإليمان‬
“Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu
pekerjaan, dilakuka secara Itqan (tepat, jelas dan tuntas).”

KH. Ulil Albab menjelaskan bahwa dengan mengikuti regulasi yang ditetapkan
oleh pemerintah, maka Badan Usaha Yayasan Arwaniyyah (BUYA) percaya akan
mampu menciptakan perekonomian yang tepat, jelas dan dijalankan secara tuntas.
Selanjutnya, Bapak Rikza Ahmad sebagai manajer utama PT. Buya Barokah
mengatakan bahwa seseorang yang ingin meningkatkan nilai kapabilitasnya hendaknya
selalu menciptakan proses dan hasil yang berkualitas, dan bekerja secara profesional
sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Bapak Rikza kemudian mengaitkan nilai
kapabilitas dengan sebuah hadis yang menjelaskan tentang pentingnya menjaga
amanah;56
“Apabila sudah hilang amanah maka tunggulah terjadinya kiamat. Kemudian
ada sahabat yang bertanya: Bagaimana hilangnya amanat itu?. Nabi
Muhammad menjawab: Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka
tunggulah terjadinya kiamat.”

Setelah mendapatkan legalitas usaha dari pemerintah dan pihak-pihak terkait,


upaya yang dilakukan oleh pembina dan pengurus Yayasan Arwaniyyah adalah menjaga
kepercayaan yang telah diberikan tersebut dengan cara memilih orang-orang yang dapat
bekerja secara jujur, baik dan profesional sesuai dengan bidangnya. Seperti pemilihan

55
Ahmad bin Ali bin al-Muthanna Abu Ya‘la al-Musili al-Tamimi. 117
56
Muhammad bin Isma‘il Abu Abdullah al-Bukhari al-Ju‘fi, Sahih Al-Bukhari, (Riyad:
Dar al-Salam, n.d.). 367

12
Bapak Saufik sebagai pengelola bisnis AMDK badan usaha Yayasan Arwaniyyah (PT.
Buya Barokah). Faktor utama KH. Ulin Nuha dan KH. Ulil Albab menunjuk Bapak
Saufik adalah karena pengalaman Bapak Saufik dalam mengelola bisnis AMDK selama
15 tahun di Gresik Jawa Timur serta kejujuran Bapak Saufik.
Kepercayaan yang diberikan yayasan, kemudian dijawab oleh Bapak Saufik
dengan bukti peningkatan kuantitas produksi AMDK PT. Buya Barokah yang semakin
tinggi. Manajemen PT. Buya Barokah pada bidang usaha AMDK didorong oleh Bapak
Saufik untuk memberikan produk kepada konsumen dengan kualitas tinggi. Produknya
AMDK merek Kh-Q misalnya, diproduksi dengan menggunakan teknologi modern,
yaitu; Teknologi RO (Reverse Osmosis) merupakan teknologi pemurnian air yang
paling mutakhir sa'at ini. Reverse Osmosis mampu menyaring air dari tingkatan yang
paling kecil yaitu 1/10.000 mikron atau setara dengan sehelai rambut dibagi 1 juta.
Dengan sangat kecilnya membran RO tersebut menghasilkan air hasil penyaringan RO
sangat murni sehingga virus, bakteri dan unsur logam ikut tersaring. Manajemen juga
memberikan sentuhan khataman Al-Qur’an pada produk Kh-Q, sehingga konsumen
juga mendapatkan keberkahan dan doa dari khataman Qur'an.
Poin terakhir yang harus diperhatikan dalam membentuk trust pada diri adalah
hasil (result). Result memiliki hubungan yang erat dengan trust, karena dengan result
yang baik, seorang individu akan dikenal memiliki kecakapan, keahlian dan dedikasi
bekerja yang baik sehingga tetap dipercaya. Result yang berhasil akan menunjukkan
rekam jejak (track record) yang baik, seorang yang memiliki result positif akan
memberi pengaruh yang baik kepada orang lain, seorang individu yang memiliki result
yang baik akan menghabiskan waktunya dengan sesuatu kegiatan yang membawa
manfaat. Orang yang memiliki result positif juga akan menyelesaikan segala
tanggungjawab serta tugas yang diberikan kepadanya dengan disertai sebuah evaluasi
menyeluruh untuk peningkatan kinerja.
Seorang individu yang memiliki result yang baik juga akan memberikan dan
menjelaskan catatan result yang dimilikinya kepada orang lain atau dengan mitra
kerjanya dengan bahasa dan sikap yang santun, individu tersebut akan memiliki result
berkualitas yang membawa kebaikan bagi sesamanya, seseorang yang memiliki result
baik tidak akan menyandarkan kepuasan kinerjanya hanya karena ingin kebutuhan
dalam bidang materi semata.
Badan Usaha Yayasan Arwaniyyah (BUYA) beberapa kali mendapatkan peluang
kerjasama dari beberapa universitas di Jawa Tengah untuk memproduksi air minum
dalam kemasan bersama. Meskipun kerjasama tersebut berpotensi dapat menaikkan
profit, namun tawaran-tawaran kerjasama tersebut gagal menghasilkan sebuah
kesepakatan. Hal ini karena biasanya pihak universitas belum mampu memenuhi

13
persyaratan yang diajukkan Badan Usaha Yayasan Arwaniyyah. Ketaatan pada regulasi
yang ditetapkan pemerintah menjadi prinsip dasar BUYA menjalankan usahanya,
disamping ketaatan pada ketentuan syariah. Oleh karena itu, persyaratan yang diajukkan
kepada pihak universitas atau calon mitra bisnis biasanya terkait tentang legalitas ijin
usaha yang harus dipenuhi bersama-sama. Bapak Saufik menjelaskan bahwa
persyaratan tersebut mencakup ijin HAKI, SNI, BPPOM dan LPPOM MUI yang harus
dipenuhi oleh kedua belah pihak.57
Self trust membawa manfaat bagi pembangunan BUYA. Seperti self trust yang
dimiliki oleh KH. Ulin Nuha, KH. Ulil Albab dan Bapak Saufik yang membawa kepada
sebuah keberanian dan keyakinan untuk membangun industri manufaktur Air Minum
Dalam Kemasan (AMDK) dibawah Badan Usaha Yayasan Arwaniyyah. Mengingat
peluang tidak selalu tersedia dan berlalu begitu cepat. Bagi individu yang memiliki self
trust baik, kecepatan bertindak dan menghadapi situsi di hadapannya dengan
perhitungan terukur akan mendominasi perilakunya. Pengembangan bisnis AMDK
BUYA dari sekala kecil dengan jumlah produksi 200 karton perhari, kemudian
berkembang pada sekala industri dengan jumlah produksi 12 ribu karton perhari adalah
pencapaian yang istimewa. Menurut pemaparan Bapak Saufik bahwa pengembangan
usaha dari sekala kecil kepada sekala industri memerlukan keberanian untuk mengambil
risiko dan kepercayaan diri bahwa dia mampu mengatasi risiko tersebut. Tidak adanya
keberanian dan kepercayaan diri maka usaha tidak akan berkembang.58
Self trust menjadikan bekerja dipahami sebagai bentuk tanggungjawab dalam
melaksanakan tugas dan kewajiban. Bapak Rikza Ahmad Sebagai Manajer Utama PT.
Buya Barokah mengatakan bahwa siapapun yang ditempatkan pada setiap bidang dalam
Yayasan Arwaniyyah berarti dia mendapatkan kepercayaan dari para kiai dan pembina
yang berada di Yayasan Arwaniyyah. Dia harus membuktikan bahwa dia dapat bekerja
secara maksimal sesuai dengan tugas yang diberikan. pekerjaan yang dijalankan
menghasilkan nilai tambah dan manfaat, baik manfaat materi atau non materi. Untuk
meraih semua itu, maka dia harus terus melakukan evaluasi dan inovasi untuk
meningkatan kinerjanya di tengah situasi pasar yang terus berkembang.59
b. Relationship Trust dalam Pembangunan Ekonomi
Prinsip kunci dari relationship trust adalah perilaku yang konsisten. Membangun
perasaan saling percaya antar personal di dalam mengembangkan perekonomian
menjadi suatu keharusan, karena ada kelompok internal dan eksternal yang mempunyai

57
Wawancara dengan Bapak Rikza; Manajer Utama PT. Buya Barokah Kudus.
58
Wawancara dengan Bapak Saufik; Manajer Pemasaran dan Produksi PT. Buya Barokah
Kudus
59
Wawancara dengan KH. Ulil Albab selaku Pembina Yayasan Arwaniyyah Kudus

14
peranan penting terhadap kemajuan sebuah aktivitas ekonomi. Trust dalam tingkatan
relasi di Yayasan Arwaniyyah dapat diartikan dari hubungan antar individu dalam suatu
lembaga atau individu di luar lembaganya. Trust di antara individu dalam lembaga
ekonomi di Yayasan Arwaniyyah akan membantu menghadirkan suasana kerja yang
kondusif dan penuh kepedulian. Kepandaian membangun hubungan dengan orang lain
baik itu teman, tim maupun organisasi akan berpengaruh pada kesuksesan yang
mempengaruhi keberhasilan pada lingkup yang lebih luas. Untuk dapat menciptakan
suatu hubungan yang dapat menghasilkan suatu keberhasilan, maka diperlukan sikap
yang konsisten dan pro-aktif dalam memberi, baik dalam bentuk pelayanan atau
kontribusi lainnya kepada perorangan atau tim.60
Dengan adanya trust di antara pembinan dan pengurus Yayasan Arwaniyyah,
maka akan menjadi hal yang wajar dalam sikap saling bertanya, baik itu terkait dengan
keputusan, tindakan dan perilaku yang diambil di antara mereka. Sikap saling bertanya
ini bukan dikarenakan oleh sikap ketidak percayaan, tetapi lebih karena adanya sikap
saling menghargai. Sikap ini adalah karena di antara mereka memiliki harapan bahwa
segala keputusan, tindakan dan perilaku yang dilakukan dalam ranah kinerja dapat
melebihi ekspektasi yang diinginkan bersama.61 Seperti pertanyaan yang pernah
diajukan oleh Bapak Rikza Ahmad sebagai manajer utama PT Buya Barokah terkait
pemasaran produk melalui media massa. Bapak Saufik sebagai sesorang yang
memahami proses produksi dan pemasaran produk PT Buya Barokah di lapangan
menjelaskan:
“Pemasaran melalui media massa pada saat ini, belum dibutuhkan. Hal ini
dikarenakan PT. Buya Barokah saat ini masih belum mampu memenuhi permintaan
dari konsumen yang telah ada saat ini. Oleh karena itu saya menyarankan agar tetap
fokus pada pemenuhan permintaan pada jaringan konsumen alumni yang tersebar di
pesisir pantai utara (Pantura), karena merupakan basis konsumen produk AMDK PT.
Buya Barokah”
Jawaban Bapak Saufik tersebut juga dijelaskan secara rasional kepada Bapak
Rikza Ahmad sebagai manajer utama PT. Buya Barokah;
“Besarnya biaya iklan di media massa belum tentu berbanding lurus dengan
pendapatan atau profit yang akan diraih oleh PT. Buya Barokah. Terlebih apabila
kuantitas produksi dan penjualan tidak mengalami kenaikan. Oleh karena itu,
mengoptimalkan pemasaran melalui jaringan yang telah ada dinilai lebih efektif.”

60
Eko Jalu Santoso, Heart Revolution: Revolusi Hati Nurani, (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2007). 245
61
Frans Mardi Hartanto, Paradigma Baru Manajemen Indonesia Menciptakan Nilai
Dengan Bertumpu Pada Kebajikan Dan Potensi Insani, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2009).
256

15
Adanya relationship trust di dalam Yayasan Arwaniyyah dapat bermanfaat dalam
mengurangi ongkos transaksi yang diperlukan dalam menjalankan kegiatan, baik itu
dalam berbagi gagasan, informasi dan pengalaman. Mengurangi ongkos ini dipahami
sebagai kelancaran suatu kegiatan yang dilakukan oleh mereka (elemen pesantren)
dalam bentuk terjadinya koordinasi dan kerjasama. Hal ini dapat dilihat dari setiap
kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Arwaniyyah dalam kegiatan rapat internal yang
dihadiri oleh pembina dan pengurus Badan Usaha Yayasan Arwaniyyah (BUYA) yang
meliputi; PT. Buya Barokah, PT. Arwaniyyah Tour & Travel, Koperasi Syari’ah Ikatan
Haji Yayasan Arwaniyyah (Kopsyar IHYA) dan Klinik Pratama Al Fatah. Proses saling
tukar informasi, skill dan keterampilan untuk di ajarkan kepada teman seprofesinya
membuat biaya transaksi dalam bentuk waktu dan tenaga yang seharusnya dilakukan
oleh pihak eksternal dapat dijalankan secara mandiri.
Menurut pengamatan peneliti bahwa relationship trust yang terbangun antar
individu di bidang-bidang ekonomi BUYA sangat dipengaruhi oleh sistem pergaulan
model pesantren yang memiliki tingkat bertemu yang lebih sering dan mudah. Hal ini
memungkinkan jalinan komunikasi dan koordinasi yang baik. Dengan memperhatikan
prinsip kunci terbentuknya trust dalam relasi, yaitu perilaku yang konsisten, maka
individu-individu di dalamnya akan dipercaya oleh individu lainnya. Dan apabila
berhubungan dengan pihak luar, maka akan memudahkan membangun dan
meningkatkan jalinan kerjasama yang telah terjalin. Seperti hubungan yang terjalin
antara pembina Yayasan Arwaniyyah dengan Bapak Fahmi, yaitu; pemilik Mubarok
Food dan Bapak Tas'an, yaitu; salah satu pemilik perusahaan rokok PT. Sukun Group.
Hubungan ini memberikan dampak signifikan terhadap pembangunan PT. Buya
Barokah, salah satunya adalah bantuan berupa akses informasi untuk pembelian mesin
packaging AMDK modern dari Tiongkok.
c. Trust Pada Sistem Sosial dalam Pengembangan Ekonomi
Trust di dalam Yayasan Arwaniyyah tidak hanya vital, ia juga adalah faktor
utama bagi eksistensi lembaga tersebut. Melalui trust, Yayasan Arwaniyyah dapat
berkembang dan dikenal oleh masyarakat luas dalam menjalankan misi pendidikan
keagamaan dan pengembangan ekonominya. Ketika trust meningkat, baik pada level
organisasi, pasar, maupun pada level masyarakat, akan memberi dampak positif bagi
pengembangan bidang-bidang pembangunan lainnya. Berikut ulasan trust pada
tingkatan sistem sosial di Yayasan Arwaniyyah.
i. Organizational Trust dalam Pembangunan Ekonomi
Prinsip kunci dari organizational trust adalah keselarasan (alignment).
Untuk mewujudkan keselarasan, peran pemimpin menjadi faktor utama, sejauh
mana pemimpin mampu membentuk sebuah keselarasan di dalam

16
organisasinya, maka di situlah trust dalam organisasi terbentuk. semua
organisasi memiliki lingkungan eksternal maupun internal yang perlu disikapi
dengan kebijakan-kebijakan yang tepat. Keselarasan adalah suatu kondisi di
mana hubungan-hubungan organisasi berjalan secara tertib dan teratur menurut
nilai dan norma yang berlaku dalam komunitas atau oganisasi tersebut.
Keselarasan terwujud dari hasil hubungan yang selaras dan serasi antara
interaksi personal, nilai, dan norma. Hak dan kewajiban diwujudkan dengan
norma dan tata aturan yang berlaku. Keselarasan tidak terjadi dengan
sendirinya. Harus ada upaya yang sungguh-sungguh dari setiap anggota untuk
mewujudkannya.
Organisasi tanpa keselarasan akan melahirkan suasana ketidak
percayaan, karena keselarasan adalah kunci terbentuknya trust dalam organisasi,
walaupun self trust dan relationship trust sudah terbentuk, tetapi apabila
keselarasan tidak ada, trust dalam organisasi tidak akan terbangun. Hal ini
terjadi karena tidak terbentuk budaya, sistem dan aturan-aturan yang selaras.
Untuk itu diperlukan sebuah evaluasi secara menyeluruh apabila ada indikasi
kegagalan pengelolaan trust dalam suatu organisasi.
Organisasi dan lingkungannya saling mempengaruhi satu sama lain
dalam berbagai hal. Pengaruh lingkungan terhadap organisasi dapat muncul
melalui ketidakpastian, kekuatan kompetisi dan pergolakan. Di sini pentingnya
trust dalam organisasi. Penghayatan nilai trust dalam organisasi ini dipahami
sebagai sebuah sumber daya modal sosial dan modal spiritual yang mampu
melahirkan sumberdaya ekonomi. Trust dalam konteks ini dapat diaplikasikan
dalam bentuk hubungan kerja. Kajian trust dalam hubungan kerja saat ini
banyak mendapat perhatian karena keberhasilan pembangunan ekonomi
dipahami tidak hanya ditentukan oleh berfungsinya sistem birokrasi, melainkan
juga oleh komitmen dan kejujuran para anggotanya untuk memunculkan semua
potensi dan kemampuannya demi terwujudnya suatu kemajuan usaha.62
Tercapainya komitmen dalam sebuah organisasi akan terwujud apabila
para anggota memiliki trust pada manajemen lembaga dan masa depan lembaga
yang dikelola tersebut, dalam istilah lain diterangkan bahwa kemajuan suatu
lembaga atau organisasi ditentukan dari kualitas kerjasama antar anggota dan
steakholder lainnya. Hal ini sejalan dengan penjelasan KH. Ulil Albab bahwa
Yayasan Arwaniyyah dapat berkembang pesat adalah berkat usaha,

62
Hartanto, Paradigma Baru..., 219

17
kepercayaan, kekompakan pengurus serta dukungan dari seluruh masyarakat
yang terus diberikan kepada yayasan.63
Trust dalam tingkatan organisasi di Yayasan Arwaniyyah dapat dibagi
menjadi dua pembahasan, yaitu trust dalam lembaga Yayasan Arwaniyyah dan
trust dalam Badan Usaha Yayasan Arwaniyyah (BUYA), yang mencakup; PT.
Buya Barokah, PT. Arwaniyyah Tour & Travel, Koperasi Syari’ah Ikatan Haji
Yayasan Arwaniyyah (Kopsyar IHYA) dan Klinik Pratama Al-Fatah. Pertama,
Trust dalam ruang lingkup Yayasan Arwaniyyah dapat dipahami dari beberapa
hal, yaitu: (1) Trust berimplikasi positif dalam kehidupan Yayasan Arwaniyyah,
hal ini dapat dibuktikan oleh kenyataan bahwa keterkaitan antara orang-orang
yang memiliki trust dalam suatu jaringan sosial akan memperkuat norma-norma
kepedulian dan saling membantu. (2) Melalui trust akan terbangun komunikasi
dan koordinasi sehingga melahirkan proses kerjasama yang baik. (3) Dengan
adanya rekam jejak kerjasama yang baik di masa lampau akan mendorong
keberlangsungan kerjasama di masa yang akan datang.64
Proses saling membantu di Yayasan Arwaniyyah secara historis dapat
dilihat dari soliditas kerjasama antara para kiai pendiri Yayasan Arwaniyyah,
para sahabatnya dan para santrinya, kemudian dilanjutkan dengan kemampuan
Yayasan Arwaniyyyah dalam membangun sistem pesantren dengan segala
elemen di dalamnya, serta kemampuan Yayasan Arwaniyyah membangun
image positif dan kontribusi positif kepada masyarakat sekitar sehingga
melahirkan suatu tatanan pendidikan dan kelembagaan yang diterima
masyarakat luas. Penerimaan masyarakat luas kemudian melahirkan sebuah
kerjasama yang baik dengan Yayasan Arwaniyyah. Hal ini dibuktikan dengan
kontribusi dan keikutsertaan masyarakat untuk membangun Badan Usaha
Yayasan Arwaniyyah, yang meliputi; bantuan permodalan, ide, informasi, akses
kepada pihak terkait untuk melancarkan terwujudnya Badan Usaha Yayasan
Arwaniyyah. Dengan adanya trust, masyarakat sekitar juga turut menjadikan
Yayasan Arwaniyyahi sebagai media untuk menggerakkan perekonomian
mereka.
Adanya trust yang baik di Yayasan Arwaniyyah juga mempengaruhi
mudahnya keluarga dan masyarakat sekitar menjual atau mewakafkan tanahnya
untuk pengembangan yayasan. Dari kalangan keluarga pendiri yayasan juga
mewakafkan sebagian tanahnya untuk kepentingan pengembangan Yayasan

63
Wawancara dengan KH. Ulil Albab selaku Pembina Yayasan Arwaniyyah Kudus
64
Robert D. Putnam, Bowling Alone: The Collapse and Revivile of American
Community,. 124

18
Arwaniyyah. Di kalangan masyarakat sekitar wakaf berupa tanah juga
dilakukan oleh para darmawan di kabupaten Kudus, seperti wakaf dari Bapak
Tas'an Wartono (pemilik perusahaan PT. Sukun Group), Bapak Farid (pemilik
Mubarok Food), Bapak Iwan (pengusaha pengembang perumahan terkemuka di
Kudus) serta para darmawan dari unsur organisasi Nahdhotul Ulama (NU).
Adanya trust masyarakat kepada Yayasan Arwaniyyah yang dibangun
oleh KH. Arwani Amin melalui jalinan komunikasi yang telah terbangun sejak
lama bersama masyarakat, menjadikan Yayasan Arwaniyyah dipercaya oleh
banyak kalangan. Trust ini juga berpengaruh kepada banyaknya jumlah santri
yang belajar di lembaga pendidikan Yayasan Arwaniyyah.51 Rekam jejak
kerjasama yang terbangun di masa KH. Arwani Amin bersama masyarakat
sekitar sampai saat ini terus dijaga oleh kedua putranya. Hal ini dibuktikan
dengan partisipasi masyarakat sekitar pada setiap agenda-agenda yang
dilakukan oleh pondok, sebagai misal ketika lembaga pondok mengadakan
acara haul dan haflah akhirissanah. Masyarakat sekitar juga turut berpartisipasi
membuka lembaga pendidikan yang menginduk di bawah naungan Yayasan
Arwaniyyah dan menggunakan metode pendidikan sesuai dengan metode yang
diterapkan oleh Yayasan Arwaniyyah.65
Rekam jejak mempengaruhi terbentuknya trust saat ini dan mendatang,
mendukung pendapat Ostrom yang melihat bahwa informasi-informasi pada
masa lalu akan memberikan sebuah persepsi baik yang pada akhirnya akan
melahirkan sebuah trust.66 Trust tersebut akan melahirkan aksi kolektif berupa
kerjasama, hubungan timbal balik dan pada akhirnya akan memberi manfaat
atau keuntungan bagi Yayasan Arwaniyyah dan komunitas di dalamnya.
Dalam pertukaran ekonomi antara Yayasan Arwaniyyah dengan
masyarakat sekitar mencerminkan bahwa setiap kegiatan ekonomi yang
dilakukan oleh Yayasan Arwaniyyah dalam banyak hal diakibatkan karena
adanya trust. Seperti aktifitas masyarakat sekitar yang bekerjasama dengan
Yayasan Arwaniyyah dalam menyuplai produk dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan Yayasan Arwaniyyah. partisipasi masyarakat ini adalah karena trust
yang begitu kuat kepada Yayasan Arwaniyyah.

65 Antusiasme masyarakat dalam menerapkan metode Yanbu’a yang ditawarkan oleh


Yayasan Arwaniyyah untuk mempermudah pembelajaran Al-Qur’an terlihat dari banyaknya
lembaga pendidikan yang menginduk pada Yayasan Arwaniyyah. Antusiasme masyarakat juga
dapat dilihat dari banyaknya penelitian terkait penerapan metode Yanbu’a di berbagai daerah,
seperti Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur.
66
Elinor Ostrom dan James Walker, Trust and Reciprocity, (New York: Russel Sage
Foundation, 2002). 274

19
Di sinilah pentingnya Yayasan Arwaniyyah menjadikan trust sebagai
salah satu kebijakan pengembangan ekonominya. Penting bagi Yayasan
Arwaniyyah memperhatikan trust yang dimilikinya, apakah mencerminkan high
trust atau low trust. Suatu lembaga dapat dikatakan memiliki trust tinggi apabila
memiliki radius trust lebar, sementara lembaga yang tergolong memiliki trust
rendah adalah apabila masyarakat tersebut memiliki radius trust sempit. Bagi
lembaga yang memiliki radius trust lebar cenderung bersikap akomodatif dan
terbuka, memiliki solidaritas tinggi, para anggotanya bekerja sesuai garis aturan
yang disepakati, dengan kebersamaan yang tinggi. Sementara lembaga yang
memiliki rentang radius trust sempit adalah lembaga yang tertutup dalam
perilaku kolektifnya, tidak akomodatif dan memiliki kepercayaan rendah
terhadap kualitas dan hubungan yang sedang berjalan.
Lembaga yang memiliki radius trust lebar mampu mengoperasikan
organisasinya dengan fleksibilitas dan orientasi kemajuan lembaga berbasis
pendelegasian pada tingkat-tingkat organisasi yang lebih rendah. Sebaliknya
lembaga yang memiliki tingkat radius trust sempit cenderung memiliki kehati-
hatian tinggi dalam pendelegasian, memilih tidak melangkah dan mengisolasi
dengan aturan-aturan yang birokratis.67
Di dalam Yayasan Arwaniyyah, pemahaman ini penting untuk
meningkatkan fungsi trust sehingga memiliki basis operasional yang berguna
bagi pengembangan ekonominya. Pengembangan ekonomi Yayasan
Arwaniyyah dapat memiliki cakrawala yang luas, mampu bekerjasama dengan
semua pihak, tidak bersikap inferior dan merasa bahwa pilihan kebijakan
bekerjasama yang diambil membuat Yayasan Arwaniyyah dicirikan kepada
organisasi tertentu. Dalam tingkat operasional badan usaha Yayasan
Arwaniyyah, radius trust lebar juga mampu meningkatkan sisi profesionalitas
penanggungjawab pada bidang terkait, yaitu dengan cara pemberian
kewenangan yang luas dalam mengaktualisasikan ide serta gagasan yang
dimilikinya tanpa mengabaikan sisi pendampingan.
Kedua, trust dalam badan usaha Yayasan Arwaniyyah (BUYA). Trust
dalam lembaga ekonomi yang ada di Yayasan Arwaniyyah dapat dianalisa dari
tata kelola Badan Usaha Yayasan Arwaniyyah dan masing-masing unit usaha
yang ada dalam naungannya, khususnya hubungan yang mengikat stakeholder
di dalamnya. Tata kelola yang dikembangkan Yayasan Arwaniyyah, nuansa

67
Arrow J. Kenneth, “The Organization of Economic Activity: Issue Partinent to The
Chois of Market Versus Non Market Allocation,” The Analysis and Evaluation of Public
Expenditure: The PBB System Vol. 1 (1969): 48.

20
pemberian wewenang dan pendelegasian tugas ke beberapa bidang usaha
dilakukan dengan trust, pemberian tugas tersebut diterima oleh para pengelola
dengan sukarela dan pihak yayasan juga mempercayai kinerja mereka di bidang
tersebut. Hal ini dikarenakan, para pengelola Badan Usaha Yayasan
Arwaniyyah adalah santri KH. Ulin Nuha dan KH. Ulil Albab (Pembina
Yayasan Arwaniyyah).
Pelaksanaan tugas dengan model trust berbasis sukarela akan
memberikan nilai efesiensi pada biaya yang dikeluarkan oleh lembaga. Dalam
kajian ekonomi biaya ini dikenal dengan prinsip biaya transaksi (transaction
cost). Kemampuan lembaga dalam menekan biaya transaksi adalah sesuatu yang
dianggap penting untuk mewujudkan lembaga yang berhasil. Tujuan dari
transaction cost ini adalah agar biaya transaksi dapat dikurangi sehingga
tercipta efisiensi biaya.
Kajian biaya transaksi ini awalnya diulas oleh Coase yang berpendapat
bahwa transaksi ekonomi yang terjadi di pasar menghasilkan biaya yang tinggi.
Coase menjelaskan bahwa kepentingan suatu perusahaan untuk meminimalisir
biaya sangat dipengaruhi oleh kecenderungan transaction cost yang muncul
dalam perusahaan tersebut. Menurutnya kelangkaan ekonomi dihasilkan oleh
penyebab antara biaya koordinasi dan hirarki organisasi dalam sebuah institusi
dan antara biaya transaksi dan bentuk kontrak dalam pasar. Kelangkaan tersebut
dipengaruhi oleh kecenderungan transaction cost yang muncul.68 Grindle juga
menjelaskan bahwa transaction cost dapat memberikan efesiensi hubungan-
hubungan pertukaran dalam ekonomi (exchage relationship).69
Penerapan nilai trust dan perannya dalam pengembangan Badan Usaha
Yayasan Arwaniyyah (BUYA) dapat dilihat pada bidang usaha berikut, di
antaranya: (1) penerapan trust pada PT. Buya Barokah, (2) Penerapan nilai trus
pada PT. Arwaniyyah Tour & Travel, (3) Penerapan nilai trus pada Koperasi
Syari’ah Ikatan Haji Yayasan Arwaniyyah (Kopsyar IHYA) dan (4) Penerapan
nilai trus pada Klinik Pratama Al-Fatah.
Penerapan nilai trust pada PT. Buya Barokah menjadikan bidang usaha
ini berkembang pesat. PT. Buya Barokah bergerak pada dua unit usaha yaitu;
Percetakan dan produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Unit usaha

68
Mylene Kherallah dan Johann Kirsten, “New Institutional Economics: Applications For
Agricultural Policy The Research In Developing Countries,” MSSD Discussion Paper,
International Food Policy Research Institute No. 41 (2001): 19.
69
Merilee S. Grindle, “In Quest of the Political: The Political Economy of Development
Policymaking,” dalam Gerald M. Meier dan Joseph E. Stiglitz, Frontiers of Development
Economics: The Future in Perspective, (New York: The World Bank and Oxford University
Press, 2001). 355

21
AMDK misalnya, Maskipun bidang usaha ini baru dirintis pada tahun 2011,
namun khadiran usaha AMDK merupakan faktor utama yang menjadikan
Yayasan Arwaniyyah dapat mandiri secara ekonomi. Usaha air minum kemasan
dapat berkembang dengan baik karena beberapa faktor, di antaranya adalah
karena kebijakan pembina yayasan yang selalu mendukung bidang usaha
AMDK. Kebijakan yang mundukung ini dilandasi oleh trust dan harapan yang
tinggi pada orang-orang yang mengelola usaha ini.
Ketika suatu lembaga ekonomi ingin membangun suatu usaha, maka
salah satu unsur yang perlu dikuatkan kembali adalah trust, baik itu self trust,
relationship trust, organizational trust, market trust dan societal trust.
Khususnya untuk operasional dalam unit usaha adalah pemberian mekanisme
kerja yang jelas dan tatakelola usaha yang baik serta melihat kembali usaha ini
dengan membandingkan usaha ditempat lain yang berhasil seperi AMDK Aqua
dan Le Mineral. Dari studi perbandingan tersebut, PT. Buya Barokah berhasil
melakukan diferensiasi produk. sehingga produknya memiliki nilai yang khas,
seperti nilai keberkahan khataman Qur'an. Nilai trust yang ada di unit usaha
AMDK cukup kuat, sehingga usaha ini mampu bersaing di pasar yang sangat
kompetitif.
Penerapan nilai trust pada PT. Arwaniyyah Tour & Travel. Badan Usaha
ini berdiri pada tahun 2008 atas prakarsa dari KH. Ulin Nuha dan KH. Ulil
Albab. Ide beliau muncul mengingat banyaknya keinginan dari para jamaah di
KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji) Arwaniyyah yang ingin dibimbing
dan dikawal dalam melaksanakan umrah dan ibadah haji ke tanah suci. KBIH
Arwaniyyah juga merupakan bagian dari Yayasan Arwaniyyah. Pada awal
berdiri PT. Arwaniyyah Tour & Travel memang masih menginduk dengan
perusahaan lain. Berkat ikhtiar pengelola dan kepercayaan masyarakat kepada
Yayasan Arwaniyyah, hanya berselang satu tahun, PT. Arwaniyah Tour &
Travel telah mengantongi ijin operasional perusahaan secara mandiri dengan
No. Ijin: 510/201/11.25/PK/ 25.03/2013.2.70
PT. Arwaniyyah Tour & Travel memulai kerjasama dengan berbagai
pihak, baik pihak yang ada di dalam negeri yang mengatur operasional
administrasi maupun pihak dari Saudi Arabia untuk mengatur operasional
akomodasi dan transportasi. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk
mempermudah dalam memberikan pelayanan bagi para jamaah mengingat
kepuasan jamah merupakan hal yang utama sehingga perbaikan dari sisi

70
Muhammad Jimliy Ash-Shiddiqiy, “Strategi Pelayanan Prima Di PT. Arwaniyyah Tour
& Travel Kudus Tahun 2019” (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2019).

22
pelayanan selalu diupayakan guna tercapainya pelayanan yang prima. Dalam
perjalanannya PT. Arwaniyyah Tour & Travel semakin diminati oleh
masyarakat dengan jangkauan pengguna jasa tidak hanya dari anggota KBIH
saja, namun masyarakat secara luas mulai mempercayakan perjalanan ibadah
haji dan umroh, wisata religi (ziarah) dan layanan lain seperti penyewaan bus
serta pembuatan paspor ke PT. Arwaniyyah Tour & Travel.71
Penerapan nilai trust pada Koperasi Syari’ah Ikatan Haji Yayasan
Arwaniyyah (Kopsyar IHYA). Berawal dari keprihatinan dengan masih banyak
lembaga keuangan syari’ah yang belum menerapkan ajaran syariah secara
murni sehingga masih terdapat praktik riba di beberapa lembaga keuangan
syari’ah. Bertolak dari hal tersebut, maka 3 orang yakni Bapak Suprayogi,
Bapak Muslich dan Bapak Yusuf Habibi meminta ijin kepada Pembina Yayasan
Arwaniyyah untuk mendirikan koperasi yang berkomitmen penuh pada prinsip
syari’ah, sehingga koperasi tersebut dapat benar-benar berperan dalam
memberikan keberkahan bagi perekonomian umat Islam.72
Atas kesepakan bersama, terebentuklah Koperasi Syari’ah Ikatan Haji
Yayasan Arwaniyyah (IHYA). Namun seiring berjalanya waktu, kondisi
koperasi ini kurang berkembang. Hal ini dikarenakan oleh banyak faktor,
diantaranya adalah pihak Yayasan Arwaniyyah yang melihat bahwa badan
usaha Kopsyar IHYA kurang memiliki sisi keuntungan karena banyaknya
permasalahan teknis yang ada pada internal anggotanya, diantaranya adalah
kurangnya kedisiplinan dalam membayar dan rendahnya motivasi untuk
berkembang dari para anggota Kopsyar IHYA.
Yayasan Arwaniyyah kembali memperhatikan kajian modal sosial dan
modal spiritual khususnya trust dan networking untuk menentukan kebijakan
bagi lembaga. Ketika suatu lembaga ekonomi ingin membangun suatu usaha,
maka salah satu unsur yang perlu dikuatkan kembali adalah trust, baik itu self
trust, relationship trust, organizational trust, market trust dan societal trust.
Terlebih untuk operasional dalam unit usaha adalah pemberian mekanisme kerja
yang jelas dan tatakelola usaha yang baik serta melihat kembali usaha ini
dengan membandingkan usaha di tempat lain yang berhasil. Nilai trust yang ada
di sektor Kopsyar IHYA cukup lemah mengingat usaha ini bukan prioritas

71
Wawancara dengan Bapak Masyhuri; Manajer Utama PT. Arwaniyyah Tour & Travel.
72
Wawancara dengan Bapak Muslich; Pengelola Koperasi Syari’ah Ikatan Haji Yayasan
Arwaniyyah (IHYA).

23
untuk mendongkrak keuntungan ekonomi bagi Yayasan Arwaniyyah, sehingga
penempatan SDM yang berkualitas terbatas jumlahnya.
Penerapan nilai trust pada bidang usaha klinik kesehatan Pratama Al-
Fatah Yayasan Arwaniyyah juga terbilang mengalami sebuah dinamika pasang
surut. Klinik Pratama Al Fatah Yayasan Arwaniyyah mulai beroperasi sejak
tahun 1998, atas izin Dep. Kes. RI Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah No.
YM.01.01.3.2.7672 serta terdaftar di Dinas Kesehatan Kabupaten Kota Kudus.
Pelayanan Kesehatan yang diberikan meliputi medical check up, pelayanan
Keluarga Berencana (KB), bedah minor, dan konsultasi kesehatan umum.
Sementara fasilitas yang dimiliki antara lain Instalasi Gawat Darurat 12 jam,
Poliklinik Dokter Umum, dan instalasi farmasi. Klinik Pratama Al Fatah semula
hanya fokus pada pelayanan kesehatan anak sekolah atau pondok pesantren
yang menjalin kerjasama dengan klinik Al Fatah, kemudian pelayanan
kesehatan meluas pada masyarakat sekitar.
Berdasarkan data survei yang pernah dilakukan pada Klinik Pratama Al
Fatah, diperoleh catatan yang berkaitan dengan jumlah pasien selama tahun
2018, hingga Desember 2019 sebelum terjadinya pandemi covid 19, yakni
sebagai berikut:73

Dari tabel di atas, terlihat bahwa jumlah pasien Klinik Pratama Al Fatah
bersifat fluktuatif setiap bulannya. Namun, bila dilihat jumlah dari periode
Januari hingga Desembe 2018 sebanyak 7.438 pasien dibandingkan periode
yang sama tahun 2019 sebelum pandemi covid 19 sebanyak 6.395 pasien terjadi
penurunan kurang lebih sebesar 10,43%. Pada tahun 2020, sejak bulan April
2015, Klinik Al Fatah mulai beroperasi 24 jam dan menyediakan layanan rawat
inap. Jumlah pasien masih didominasi dari pasien kerjasama lebih dari 60%.

73
Data didapatkan dari Lembaga Kesehatan Klinik Pratama Al Fatah tanggal 20 Agustus
2022

24
Klinik Pratama Al Fatah selama ini lebih mengandalkan rekomendasi
dari jaringan mitra kerja yang sebelumnya terlebih dulu bekerjasama untuk
mengenalkan keberadaan Klinik Al Fatah terutama kepada masyarakat
Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus. Karena disebabkan minimnya anggaran
biaya untuk kegiatan promosi, maka Klinik Al Fatah lebih menekankan strategi
words of mouth. Oleh sebab itu, pasien yang menggunakan jasa Klinik Al Fatah
didominasi pasien yang berasal dari lembaga partnership, sementara hanya 20%
yang berasal dari pasien umum.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, pada bulan September 2019
terhadap 100 pasien Klinik Al Fatah yang diajukan pertanyaan tentang
kesediaan mereka untuk merekomendasikan Klinik Al Fatah kepada teman,
kerabat atau kenalan masih belum optimal. Hasil survey tersebut menghasilkan
data bahwa sebanyak 33% pasien enggan untuk merekomendasikan Klinik Al
Fatah kepada orang lain dan 67% bersedia merekomendasikan kepada orang
lain, sehingga dapat disimpulkan positive word of mouth tentang Klinik Al
Fatah belum maksimal.74 Manajemen Klinik Al Fatah ingin mengoptimalkan
jumlah rekomendasi pasien, agar pasien non kerjasama bertambah dan
diharapkan dapat membuka peluang untuk menjalin kerjasama dengan lembaga-
lembaga lain terutama lembaga pendidikan dan perusahaan yang berlokasi dekat
dengan Klinik Al Fatah.
Di sini terlihat pentingnya memahami radius of trust. Suatu lembaga
mampu dan stabil apabila memiliki jangkauan trust luas. Peranan seorang
pemimpin (leader) terlihat dari kebijakan untuk melebarkan trust dengan cara
bekerjasama dengan RSU Aisyiah. Menurut penulis kebijakan yang diambil
oleh Klinik Al Fatah sudah tepat mengingat kemampuan yang dimiliki RSU
Asyiah dalam pengembangan kelembagaan, sumberdaya serta jaringannya yang
luas akan membantu Klinik Al Fatah.
Dengan kepercayaan (trust) yang diberikan pera pembina yayasan
kepada pengelola usaha percetakan, PT. Buya Barokah dan PT. Arwaniyah
Tour & Travel serta penerapan nilai trust oleh para pengelola bidang usaha
kepada karyawannya, membuat kinerja Badan Usaha Yayasan Arwaniyyah
memiliki keunggulan-keunggulan, yaitu sistem pelaporan keuangan yang lebih
rapi karena didukung oleh tenaga yang profesional dan pelayanan kepada
customer yang lebih baik. Menurut Bapak Saufiki; hal yang membuat dirinya

74
S. Noor, “Studi Tentang Pengaruh Kualitas Layanan Inti Dan Kualitas Layanan
Periferal Terhadap Minat Mereferensikan Melalui Kepercayaan (Kasus Empiris Pada Klinik Al
Fatah Di Kota Kudus),” (Universitas Diponegoro Semarang, 2018). 20

25
dapat melakukan sebuah inovasi dalam usaha AMDK adalah karena dirinya
diberi kepercayaan dan keleluasaan oleh pihak yayasan untuk selalu melakukan
inovasi produk. Dengan kepercayaan dan keleluasaan itu, maka Bapak Saufiki
merasa kemampuan dan kepercayaan dirinya menjadi meningkat.75
Dalam menanamkan trust kepada pengelola PT. Buya Barokah dan PT.
Arwaniyah Tour & Trave, langkah awal yang dilakukan oleh KH. Ulin Nuha
dan KH. Ulil Albab adalah memberikan pemahaman bahwa modal bekerja yang
harus dimiliki seseorang bukan berupa uang akan tetapi sebuah kejujuran.
Menurut KH. Ulin Nuha dan KH. Ulil Albab untuk melihat sejauh mana
kemampuan mereka memiliki integritas dalam pengelolaan, kuncinya adalah
memiliki sebuah keyakinan bahwa mereka adalah orang yang layak dipercaya.
Dengan adanya kepercayaan tersebut, pembina Yayasan Arwaniyyah
memberikan tugas-tugas (job discription) kepada Bapak Saufik, Bapak Rikza
Ahmad dan Bapak Masyhuri berupa pendelegasian-pendelegasian. Pelaksanaan
nilai trust tersebut juga dipengaruhi oleh tatanan nilai kepesantrenan yang
menjadi tatanan berperilaku yang melandasi setiap tugas yang diberikan, yaitu
nilai keikhlasan.
Pembahasan mengenai penerapan nilai trust pada tingkat lembaga dan
perannya bagi pengembangan ekonomi di bagi menjadi dua, yaitu penerapan
nilai trust pada lembaga Yayasan Arwaniyyah dan Badan Usaha Yayasan
Arwaniyyah (BUYA). Pada tingkat lembaga Yayasan Arwaniyyah peranan nilai
trust dapat dilihat dari tiga hal: pertama, trust memperkuat norma-norma
kepedulian dan saling membantu, trust dapat membangun komunikasi dan
koordinasi sehingga melahirkan proses kerjasama yang baik, dan dengan adanya
rekam jejak kerjasama yang baik di masa lampau mampu mendorong
keberlangsungan kerjasama di masa mendatang.
Adapun penerapan nilai trust dan perannya dalam pengembangan Badan
Usaha Yayasan Arwaniyyah dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan nilai trust dan
dinamikanya dipengaruhi oleh orientasi tata nilai pesantren dan modal spiritual
yang kuat seperti pengabdian dan faktor keikhlasan. Trust dalam diri pebisnis
dipengaruhi oleh seberapa kuat pembina yayasan memberikan kepercayaan
(trust) kepada mereka. Trust yang dimiliki oleh komunitas Yayasan
Arwaniyyah tersebut pada akhirnya dapat memberikan keuntungan berupa
efesiensi biaya (cost) yang seharusnya dikeluarkan oleh Yayasan Arwaniyyah

75
Wawancara dengan Bapak Saufik; Manajer Pemasaran dan Produksi PT. Buya Barokah
Kudus

26
karena setiap pengelola bidang usaha melaksanakan tugas yang diberikan
dengan sikap pengabdian ibadah dan ketaatan.
ii. Market Trust dalam Pembangunan Ekonomi
Market trust dalam suatu lembaga akan terwujud apabila dapat menjaga
reputasi (reputation) yang dimilikinya. Reputasi adalah sesuatu yang telah
dilakukan dan apa yang telah dikatakan masyarakat kepada institusi tersebut.
Reputasi yang baik akan menguatkan trust dan membawa pengharapan positif
melalui pola pertukaran kebaikan.76
Menjelaskan reputasi Yayasan Arwaniyyah dalam lingkup kelembagaan
dapat dilihat dari budaya organisasi yang dikembangkannya (corporate culture),
modal manusia (human capital) yang dimilikinya, tatakelola organisasi yang
baik (good corporat govarnance), dan tanggung jawab sosial Yayasan
Arwaniyyah kepada masyarakat. Sejauh mana stake holders memiliki kesan
positif terhadap perihal tersebut, maka akan menentukan reputasi Yayasan
Arwaniyyah. Yayasan Arwaniyyah adalah lembaga sosial keagamaan dan
lembaga pendidikan, nuansa sosial kemasyarakatannya meliputi setiap
mekanisme aktifitasnya sehari-hari.
Berbicara market (pasar) berarti juga berbicara mengenai sasaran yang
akan dibidik oleh sebuah lembaga. Bagi Yayasan Arwaniyyah dalam arti
sebagai lembaga pendidikan keagamaan, market trust dapat dipahami sebagai
fungsi trust masyarakat yang akan terus ikut andil dan berkontribusi aktif
kepada lembaga tersebut seperti mempercayakan putra-putinya untuk dididik
dan dibina di lembaga pendidikan Yayasan Arwaniyyah serta peran aktif
mereka dalam berbagai kegiatan dan agenda Yayasan Arwaniyyah.
Dalam tataran Badan Usaha Yayasan Arwaniyyah market trust dapat
berfungsi untuk menjaga keberlangsungan kerjasama dan proses transakasi serta
pengembangan usaha. Dengan reputasi yang dimiliki oleh suatu unit usaha,
maka akan memudahkan melakukan ekspansi usaha. Salah satu faktor sebuah
bisnis memiliki resiko kegagalan adalah karena reputasi yang buruk. Bentuk
nyatanya adalah berkualitasnya produk dan pelayanan PT. Buya Barokah dan
PT. Arwaniyyah Tour & Travel yang konsisten diberikan kepada setiap
konsumennya. Menurut Paulus Winarto, Hal ini yang harus diperhatikan oleh

76
G. T. Lau dan S. H Lee, “Consumer Trust in a Brand and the Link to Brand Loyalty,”
Journal of Market Focused Management Vol. 4, No (1999): 341–90.

27
sebuah lembaga apabila ingin membangun dan menjaga keberlangsungan
usahanya.77
Reputasi juga bermanfaat ketika suatu usaha ingin mendapatkan
pinjaman modal, baik kepada perbankan atau kepada steak holder yang
dimilikinya. Dalam dunia usaha, reputasi tidak hanya berkaitan dengan nama
baik pengelola atau pemilik, namun berkaitan juga dengan institusi yang baik,
kualitas pelayanan dan kualitas produk yang disediakan. Selain itu, reputasi juga
mampu menguatkan trust dan membawa kepada sebuah sistem kerjasama yang
saling menguntungkan, sehingga tercipta sebuah keuntungan baik berbentuk
efesiensi waktu, tenaga dan materi.
iii. Society Trust dalam Pembangunan Ekonomi
Society trust berhubungan dengan penciptaan nilai bagi orang lain dan
masyarakat. Prinsip kunci dari societal trust adalah kontribusi (contribution).
Dalam konteks pesantren sumbangan ini adalah sesuatu yang telah diperbuat
dan telah dinikmati hasilnya oleh masyarakat. Yayasan Arwaniyyah sebagai
lembaga pendidikan keagamaan dan pengembangan masyarakat, kontribusinya
dapat dilihat dari perannya yang konsisten melalui berbagai bidang, baik itu
bidang keagamaan, pendidikan, sosial dan ekonomi.
Terkait PT. Buya Barokah, PT. Arwaniyyah Tour & Travel, Koperasi
Syari’ah Ikatan Haji Yayasan Arwaniyyah (Kopsyar IHYA) dan Klinik Pratama
Al Fatah, kontribusi mereka terhadap masyarakat dapat dijelaskan dalam dua
aspek: Pertama, secara langsung, dan kedua, tidak secara langsung. Kontribusi
secara langsung dilakukan dengan ikut berpartisipasinya masyarakat sekitar
dalam usaha yang dikelola oleh Yayasan Arwaniyyah seperti menjadi pemasok
bahan baku produk atau pemasok jasa pada Badan Usaha Yayasan Arwaniyyah,
seperti yang dilakukan pihak PDAM Kudus yang menyuplai air ke PT. Buya
Barokah sebagai bahan baku AMDK.
Kontribusi Badan Usaha Yayasan Arwaniyyah kepada masyarakat
kategori tidak secara langsung adalah dalam bentuk kegiatan sosial seperti
penyuluhan atau pelayanan kesehatan yang dilakukan klinik Pratama Al Fatah,
memberi bantuan kepada masyarakat berupa bahan makanan pokok, memberi
beasiswa pendidikan kepada anak-anak yang kurang mampu dan memberikan
AMDK untuk kegiatan-kegiatan Masjid di Kudus. Kontribusi ini menjadikan
eksistensi Yayasan Arwaniyyah di tengah masyarakat semakin terasa. berbagai
kegiatan internal dan eksternal tersebut ditunjang dengan dana profit Badan

77
Paulus Winarto, First Step to Be an Entrepreneur: Berani Mengambil Resiko Untuk
Menjadi Kaya, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2002). 89

28
Usaha Yayasan Arwaniyyah. Dengan adanya kontribusi kepada masyarakat
sekitar tersebut, akan terjalin hubungan yang baik dan mampu menjadikan
masyarakat sekitar lebih dekat dengan Yayasan Arwaniyyah. Di samping itu
kedekatan tersebut dapat melahirkan hubungan timbal balik (resiprositas) baik
berupa bantuan tenaga maupun dalam bentuk lainnya.
2. Resiprositas dalam Pembangunan Ekonomi
Lembaga adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan yang oleh
masyarakat dilihat memiliki arti penting dan secara formal melahirkan sebuah kebiasaan
dan tata perilaku sekumpulan manusia. Yayasan Arwaniyyah adalah suatu lembaga
pendidikan keagamaan dan pemberdayaan masyarakat yang memiliki basis sosial
mengakar dalam struktur masyarakat setempat. Dalam setiap aspek kegiatan yang
dilakukan oleh Yayasan Arwaniyyah memiliki nilai-nilai sosial kemasyarakatan.
Dari proses kedekatan atau keterlekatan yang dimiliki oleh Yayasan Arwaniyyah
baik di dalam (internal) maupun dengan masyarakat sekitar, yang lahir baik dari faktor
senasib sepenangunggan, atau karena kontribusi dan usaha yang intensif oleh Yayasan
Arwaniyyah mendekati masyarakat kemudian melahirkan sebuah solidaritas sosial.
Solidaritas yang terbentuk kemudian menumbuhkan sikap ‘we are filling in group’
menumbuhkan perasaan menjadi bagian dalam komunitas tersebut. Sikap ini kemudian
membawa seseorang atau kelompok menjadi bagian dari kelompok itu sendiri.78
Dengan solidaritas tersebut kemudian melahirkan sebuah resiprositas (hubungan
timbal balik). Norma resiprositas ditandai dengan sikap berbagi sesuatu yang umum,
individu atau kelompok di dalamnya cenderung melakukan tindakan positif atau
tanggapan positif kepada orang lain. Tindakan-tindakan yang berkualitas tersebut dapat
dimaknai sebagai sebuah bentuk resiprositas. resiprositas dipandang oleh sosiolog,
psikolog sosial, dan para filsuf sebagai salah satu norma dasar yang diajarkan dalam
semua masyarakat.79 Norma-norma resiprositas yang secara spesifik dan bervariasi dari
individu atau kelompok dipengaruhi oleh kebudayaan dan lingkungan budaya yang
lebih luas, serta dilakukan secara berulang kali.
Resiprositas itu sendiri oleh Fehr dan Gachter dimaknai sebagai bentuk
tanggapan dari perilaku (action) yang ramah (kebaikan), dengan tanggapan atau sikap
yang jauh lebih baik dan lebih kooperatif dari yang diperkirakan oleh model-
kepentingan diri.80 Fenomena resiprositas di Yayasan Arwaniyyah terjadi karena
masing-masing pihak menempatkan diri sejajar dan memiliki peranan sama, walaupun

78
Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan Dan Pertanian, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1999). 235
79
Lawrence C. Backer, Resiprocity, (Chicago: University of Chicago Press, 1990). 187
80
Earnst Fehr dan Simon Gacher, “Fairness and Retaliation: The Economic of
Reciprocity,” Journal of Economic Perspective Vol. 3, No (2000): 81–159.

29
dalam realitas kedudukan sosialnya barangkali berbeda. Sebagai contoh ketika terjadi
kerjasama mengecor bangunan gedung Yayasan Arwaniyyah, para santri, guru dan
masyarakat sekitar memiliki peranan sama, yaitu bersama-sama membangun bangunan,
mereka menanggalkan stratifikasi sosial yang melekat pada masing-masingnya.
Hubungan tersebut dikenal dengan hubungan simetris.
Proses resiprositas dapat berjalan dengan kurun waktu lama, apabila dalam suatu
lingkungan atau komunitas telah terjadi budaya yang melahirkan nilai-nilai
kebersamaan. Suatu lingkungan yang individu-individu di dalamnya akan memiliki
budaya yang egaliter, menghilangkan fanatisme sektoral dan masing-masing individu di
dalamnya dapat menempatkan diri dan mengaktualisasikan diri mereka secara sama.
Di lingkungan Yayasan Arwaniyyah motifasi adanya resiprositas lebih kental
diwarnai nilai-nilai agama dan kepesantrenan, nilai ajaran agama Islam serta budaya
pondok menjadi faktor dominan dalam adanya resiprositas masyarakat Yayasan
Arwaniyyah. Saling tolong menolong (ta’awun) dan keinginan mendapatkan sebuah
keberkahan dari sebuah kebaikan adalah salah satu hal yang mendorong terjadinya
resiprositas. Ostrom menjelaskan bahwa resiprositas dipengaruhi oleh variabel kultural.
Selain variabel kultural, Ostrom juga menjelaskan bahwa resiprositas dipengaruhi oleh
variabel fisik dan variabel institusi.81
Resiprositas yang kuat akan melahirkan trust dan pertukaran-pertukaran kebaikan
dalam lingkup kerjasama yang lebih luas. Pertukaran kebaikan ini yang kemudian akan
melahirkan sisi manfaat ekonomi bagi individu atau kelompok, termasuk pada Yayasan
Arwaniyyah. Berikut beberapa jenis resiprositas antara Yayasan Arwaniyyah dan
masyarakat sekitar yang mempengaruhi pembangunan ekonomi dan eksistensi Yayasan
Arwaniyyyah:
a. Gotong Royong dan Keuntungan Ekonomi
Gotong royong82 atau tolong menolong adalah bentuk kerja sama spontan yang
dilakukan bersama-sama oleh beberapa orang dalam suatu kelompok masyarakat yang
membudaya di kebanyakan masyarakat pedesaan. Gotong royong tersebut melahirkan
resiprositas yang bersifat sukarela dan tanpa pamrih untuk memenuhi kebutuhan
insidental maupun yang berkelangsungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
bersama, baik material maupun spiritual.

81
Variabel Fisik penulis fahami sebagai sesuatu yang mengacu pada barang-barang yang
kelihatan (tangible) secara fisik. Variabel Institusi penulis pahami sebagai bekerjanya struktur
dan mekanisme institusi (lembaga).
82
Koentjaraningrat membagi dua jenis gotong royong yang dikenal oleh masyarakat,
yaitu gotong royong tolong menolong dan gotong royong kerja bakti. Lihat Koentjaraningrat,
Pokok-Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta: Dian rakyat, 1987).

30
Istilah gotong royong pertama kali dapat dilihat pada karya tulisan terkait hukum
adat dan aspek-aspek sosial dari pertanian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti Belanda
lulusan Wageningen. Penelitiannya banyak dilakukan di Jawa Timur. Istilah gotong
royong di daerah lainnya bisa berbeda, seperti di Jawa Tengah bagian selatan
(Kebumen, Karanganyar), pada tahun 1958 dan 1959, istilah gotong royong lebih
dikenal dengan Sambatan. Sambat artinya minta bantuan. Di Madura, gotong royong
disebut Long Tinolong, di Jawa Barat disebut dengan nama Liliuran, di Sumatera Barat
dikenal dengan nama Julojulo, di Bali dikenal dengan sebutan Subak dan di pedesaan
Jerman istilah gotong royong juga pernah dikenal dengan sebutan Biterbeit, artinya
pekerjaan bantuan yang diminta.83
Tradisi gotong royong terjadi karena kesepakatan tidak tertulis yang dilakukan
dan melekat di dalam suatu komunitas, gotong royong terjadi dengan prinsip
resiprositas (timbal balik) dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dan
dalam kurun waktu tertentu mereka juga mendapat kompensasi (balasan) sebagai bentuk
dari resiprositas yang ada. Gotong royong adalah manifestasi dari adanya trust antar
pelaku bahwa masing-masing akan mematuhi semua bentuk kesepakatan yang tidak
tertulis tersebut. Kegiatan kerjasama dalam bentuk gotong royong tersebut biasanya
diikat oleh hubungan-hubungan spesifik antara lain mencakup kekerabatan,
pertetanggaan dan pertemanan sehingga saling menguatkan jaringan antar pelaku.84
Gotong royong yang terjadi di dalam Yayasan Arwaniyyah dapat dilihat dari
beberapa tingkatan hubungan, yaitu masyarakat kepada yayasan, yayasan kepada
masyarakat dan internal yayasan itu sendiri. Di awal berdirinya yayasan, masyarakat
turut serta membangun saran perkantoran yayasan, dan ikut membuka jalan secara
gotong royong. Demikian halnya dengan masa pengembangan, masyarakat juga tetap
bersedia membantu yayasan dalam membangun gedung pertemuan dengan gotong
royong. Kesediaan masyarakat untuk membantu yayasan dengan gotong royong tersebut
diimbangi oleh pihak yayasan selalu memudahkan terselenggaranya kegiatan-kegiatan
pendidikan dan keagamaan di masyarakat. Nilai gotong royong yang sifatnya saling
membantu satu sama lain tersebut, menurut KH. Ulil Albab sangat selaras dengan nilai-
nilai keislaman. KH. Ulil Albab menjelaskan dengan mengutip salah satu ayat al-Qur’an
surat al-Maidah ayat 2.
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

83
Bintarto, Gotong Royong Suatu Karakteristik Bangsa Indonesia, (Surabaya: Bina Ilmu,
1980). 239
84
Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet Dan Pembangunan (Jakarta: PT. Gramedia,
1974).147

31
KH. Ulil Albab juga mengutip sebuah hadis dengan memberikan gambaran
bahwa sesama muslim ibarat suatu bangunan dan harus saling kuat menguatkan satu
sama lain. Penulis memahami bahwa dengan adanya gotong royong tersebut akan
terjadi proses saling bantu-membantu dan saling kuat menguatkan satu sama lain.
“Seorang mu’min dengan mu’min yang lain ibarat sebuah bangunan, satu
bagian menguatkan bagian yang lain.”85

Di dalam Yayasan Arwaniyyah sendiri gotong royong lebih dimaknai sebagai


kerja bakti karena sistem kerjanya dimobolisasi oleh pengurus yayasan kemudian turun
pada bidang pendidikan, sosial dan ekonomi. fenomena kerja bakti ini terjadi dalam
banyak event (kegiatan), mulai dari kerja bakti untuk mensukseskan kegiatan yayasan,
pondok dan badan perekenomian yayasan. Seperti contoh ketika pondok akan
melakukan kegiatan haul KH. Arwani Amin, maka pihak manajemen PT. Buya Barokah
akan turut membantu dalam hal pemenuhan kebutuhan konsumsi para tamu undangan.
Terkait gotong royong dan manfaatnya dalam sisi ekonomi dijelaskan bahwa
gotong royong memberikan nuansa saling berbagi, memperkuat solidaritas sosial
sebagai bagian dari suatu komunitas yang tidak bisa berdiri sendiri, hubungan yang
saling membutuhkan. Dalam kehidupan pesantren, tema berbagi ini erat kaitannya
dengan konsep maslahah. Cara pandang ini pada umumnya akan bertolak belakang
dengan cara pandang masyarakat barat yang berpangkal pada individu dan melihat
masyarakat sebagai objek analisa dari akal manusia.
Dalam masyarakat pesantren, maslahah menjadi bagian yang fundamental
sebagai bagian dari ajaran keislaman, Capra menjelaskan hakikat tujuan dari ekonomi
Islam adalah mengubah preference individu menurut prioritas sosial dan menghapuskan
atau meminimalkan penggunaan sumber-sumber daya yang bertujuan menggagalkan
realisasi kemaslahatan sosial.86 Secara lebih jelas Sri Edi Swasono juga menjelaskan
bahwa budaya kebersamaan dan azas kekeluargaan merupakan budaya luhur bangsa
Indonesia dan menjadi alat yang kuat untuk memperkokoh kohesi nasional. Nilai
kebersamaan dan azas kekluargaan sebagai budaya luhur tersebut melahirkan produk
yang di antaranya adalah gotong royong.87

85
Muhammad bin Isma‘il Abu Abdullah al-Bukhari al-Ju‘fi, Sahih Al-Bukhari,. 347
86
Koentjaraningrat, Kebudayaan...., 150
87
Dalam banyak kesempatan Sri Edi Swasono mengingatkan pentingnya kekayaan
budaya bangsa yang sarat akan nilai kebersamaan dan azas kekeluargaan tersebut sebagai alat
yang ampuh bagi terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yaitu apabila
dijadikan sebagai kebijakan pembangunan nasional, tentunya dengan menjalankan scara utuh
konsepsi UUD 1945 pasal 32. Sri Edi Swasono, “Pluralisme, Mutualisme dan Semangat
Bersatu: Mempertanyakan Jati Diri Bangsa,” dalam Kebersamaan dan Asas Kekeluargaan,
Mutualism dan Brotherhood, (Jakarta: UNJ Press, 2005), 44-58.

32
Apabila gotong royong dimaknai sikap saling berbagi dan membantu, peranan
gotong royong bernilai membantu ketahanan dalam bidang ekonomi, tetapi apabila
gotong royong dimaknai sebagai sistem kerja bakti maka gotong royong memiliki sisi
ekonomi yang tinggi, karena dengan kerja bakti dapat meminimalisir biaya (cost) yang
seharusnya dikeluarkan.
Di dalam Yayasan Arwaniyyah semangat gotong royong memberikan andil
dalam pembangunan seperti halnya pembangunan beberapa sarana dan fasilitas untuk
kegiatan pendidikan, sosial dan ekonomi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara
gotong royong telah memberikan keuntungan, karena kesukarelaan masyarakat
mengurangi cost (biaya) yang semestinya harus dikeluarkan yayasan. Di sisi lain
kedekatan yayasan dengan masyarakat tetap terjaga dan masyarakat juga mendapatkan
manfaat dari berkembangnya Yayasan Arwaniyyah, yaitu pelayanan pendidikan,
keagamaan dan kegiatan sosial ekonomi.
b. Pola Resiprositas Kerjasama Ekonomi dengan Masyarakat Sekitar
Kerjasama ekonomi dengan masyarakat sekitar dilakukan dalam berbagai bidang,
seperti kerjasama antara PT. Buya Barokah dengan warga di sekitar lereng gunung
Muria untuk memenuhi bahan baku AMDK PT. Buya Barokah. Kerjasama tersebut
telah terjalin selama lebih dari 10 tahun, yaitu sejak berdirinya PT. Buya Barokah.
Menurut penuturan Bapak Rikza Ahmad, para warga lereng gunung Muria yang
memasok air AMDK PT. Buya Barokah umumnya telah mengenal keluarga pendiri
Yayasan Arwaniyyah sejak awal berdirinya pondok Yanbu'ul Qur'an pada 1970, jauh
sebelum berdirinya Yayasan Arwaniyyah. Sebagian besar warga yang memasok air
mengaku sebagai santri KH. Arwani Amin, walaupun hanya santri kalong.
Proses kerjasama ini melahirkan sebuah resiprositas (hubungan timbal balik),
yang tidak hanya bernilai ekonomi (materi) bagi kedua belah pihak, tetapi juga bernilai
spiritual karena kerjasama disandarkan pada harapan untuk mendapatkan keberkahan.
Kerjasama dengan Yayasan Arwaniyyah, selain dimaknai sebagai kesempatan untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi warga juga untuk memenuhi kebutuhan spiritual.
keikhlasan dalam membantu, melayani dan memenuhi kebutuhan lembaga yang dirintis
oleh kiai mereka diyakini akan memberikan kebaikan kepada mereka. Keikhlasan inilah
yang diyakini akan membuahkan keberkahan bagi keluarga dan kehidupan mereka.
Manfaat ekonomi yang diperoleh oleh masyarakat adalah membantu
menggerakkan perekonomian mereka walaupun dalam situasi tertentu hasil yang
diperoleh tidak signifikan. Setidaknya dengan keyakinan bahwa keberkahan atas rizki
yang didapat dari interaksi ekonomi dengan kiai melalui Badan Usaha Yayasan
Arwaniyyah dapat memberi rasa tentram dan kecukupan ekonomi karena rasa syukur
yang luas. Perasaan tentram dengan nuansa keberkahan dialami oleh mereka yang

33
meyakini bahwa keluarga KH. Arwani Amin benar-benar memiliki kemuliaan di sisi
Tuhan.
Manfaat ekonomi dari adanya interaksi masyarakat dengan Badan Usaha
Yayasan Arwaniyyah dapat memberi sumbangan finansial untuk memperkuat setiap
lembaga dibawah Yayasan Arwaniyyah, seperti lembaga pendidikan pondok pesantren
dan lembaga sosial yayasan. Sementara dalam pola kerjasama PT. Arwaniyyah Tour &
Travel dan Kopsyar IHYA dengan masyarakat juga sudah berjalan dalam kurun waktu
yang lama. Yang membedakan pola kerjasama PT. Arwaniyyah Tour & Travel dan
Kopsyar IHYA ini adalah bahwa Yayasan Arwaniyyah tidak terlalu banyak mengambil
manfaat ekonomi dari usaha tersebut.88 Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
sekitar dimaknai sebagai upaya yayasan untuk membantu pelaksanaan ibadah
masyarakat. Sebab, pada umumnya jasa PT. Arwaniyyah Tour & Travel dan Kopsyar
IHYA dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan ibadah haji, umroh dan ziarah.
3. Nilai dan Norma Perilaku dalam Pengembangan Ekonomi
Penguatan nilai dan norma berperilaku penting dilakukan karena nilai dan norma
berperilaku tersebut akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku
yang tumbuh dalam suatu komunitas. Terkait dengan pengembangan ekonomi, nilai dan
norma berperilaku tersebut juga dapat dijadikan sebagai faktor pendorong transformasi
sosial yang memiliki peran untuk mendukung keberhasilan suatu pengembangan
ekonomi.89
Nilai dan norma berperilaku di Yayasan Arwaniyyah dipengaruhi oleh sistem
nilai dari ajaran agama Islam dan nilai-nilai lokal (kepesantrenan). Nilai-nilai tersebut
melahirkan norma yang menjadi sistem berperilaku di Yayasan Arwaniyyah. Norma
berperilaku ini yang kemudian melahirkan sebuah modal spiritual karena akan
mendasari setiap pelaku di Yayasan Arwaniyyah mengaktualisasikan perilakunya dalam
bentuk ketaatan dan peningkatan kerjasama di antara mereka.
Di samping itu, seperti disampaikan Fukuyama dalam bukunya The Great
Disruption: Human Nature and the Reconstitution of Social Order yang menjelaskan
bahwa manfaat bagi mengakarnya nilai-nilai dalam bentuk norma berperilaku akan juga
menjaga sebuah stabilitas dan ketertiban.90 Menurut Fukuyama; terwujudnya tatanan
tersebut dapat terjadi dalam dua kondisi, yaitu terwujud secara hierarkis dan terwujud

88
Zuhairoh Zamzami, “Efektifitas Pembiayaan Umrah Melalui Dana Talangan Dengan
Tanpa Jaminan (Studi Kasus Di Koperasi Syariah IHYA Kudus),” (Institut Agama Islam Negeri
Kudus, 2017).
89
Irwan Abdullah, “Menuju Pembangunan Partisipatif, Bagaimana Mendayagunakan
Kebudayaan Lokal?, ,” Jurnal Kebijakan Dan Administrasi Publik No. 2, Vol (1997): 15–23.
90
Francis Fukuyama, Guncangan Besar, Kodrat Manusia Dan Tata Sosial Baru,
Terjemah. Masri Maris, Dari Judul Asli “The Great Disruption: Human Nature and the
Reconstitution of Social Order", (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 2005).

34
secara spontan. Norma yang terbentuk secara hierarkis dapat terjadi karena tatanan
lingkungan yang baik, terwujud melalui struktur sosial yang lebih tinggi. Di Yayasan
Arwaniyyah kondisi ini dimaknai dari pola internalisasi nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari, dengan pengajaran-pengajaran tata nilai kepada seluruh lapisan
Yayasan Arwaniyyah dan kepada lembaga-lembaga ekonominya. Norma yang
terbentuk secara spontan cenderung bersifat informal, dalam artian tidak ditulis atau
diumumkan.
Pentingnya norma perilaku dalam pembangunan ekonomi inilah yang
membedakan antara orientasi ekonomi neoklasik modern dengan para ekonom yang
memperhatikan faktor non ekonomi, seperti halnya faktor modal sosial dan modal
spiritual. Para pemikir aliran neoklasik modern mendasarkan pada model perilaku
manusia secara rasional dan ditujukan untuk memperbesar manfaat sehingga pilihan
manusia ditempatkan dalam kedudukan yang paling utama. Para ekonom aliran
neoklasik membahas tindakan manusia seolah-olah sebagai rangkaian pilihan rasional
yang berurutan untuk menanggapi perubahan kondisi lingkungan sekitarnya. Dalam
perubahan itu, aturan-aturan sosial keagamaan yang dihayati menyangkut perilaku
memainkan peranan yang sangat kecil.91
Dalam lingkungan badan usaha Yayasan Arwaniyyah, norma perilaku dalam
aspek hierarkis dapat ditanamkan hal berikut, yaitu: Pertama, adanya kedisiplinan,
kejujuran, trust, dan sikap kesungguhan yang kuat antara semua pihak yang
berkepentingan dalam melaksanakan kerjasama yang telah disepakati; Kedua, adanya
tekad yang kuat untuk meraih kemajuan dalam kebersamaan; Ketiga, mengedepankan
sikap transparansi dalam setiap tindakan yang melibatkan kepentingan bersama;
Keempat, berusaha kuat menangani setiap masalah yang ada dan berusaha menengahi
perbedaan untuk kepentingan bersama.
Kedisiplinan adalah salah satu ciri dari pesantren. Menjalankan kedisiplinan di
dalam Yayasan Arwaniyyah dikenal dengan kewajiban mengatur waktu dan bekerja
dengan tepat dan benar. Antara norma dengan disiplin adalah sesuatu yang berbeda
namun terkait, norma adalah aturan yang menyatakan nilai bersama yang dihasilkan
dengan mengacu kepada diri sendiri dan kelompok atau komunitasnya. Norma tersebut
berisikan perintah dan kebolehan yang menjadi patokan baik buruknya perilaku manusia
yang diekspresikan ke dalam bahasa, yang disebut aturan. Di sini lah signifikansi
adanya disiplin.92

91
Fukuyama. Guncangan Besar..., 182
92
Johannes Haryatmoko, Etika Politik Dan Kekuasaan, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas,
2003). 47

35
Dalam ruang lingkup pengembangan ekonomi, kedisiplinan juga mempengaruhi
keberhasilan pelaksanaan tata aturan yang melekat pada lembaga tersebut, dalam hal ini
Badan Usaha Yayasan Arwaniyyah tetap merujuk pada tata nilai yang dianut oleh
pondok yanbu'ul Qur'an yaitu berlandaskan pada nilai ajaran agama Islam, dan nilai
kepesantrenan seperti, ikhlas berkhidmah, misi lembaga, visi lembaga, orientasi yang
dijalankan dan falsafah pondok. nilai-nilai itulah yang menjadi the rule of conduct
Badan Usaha Yayasan Arwaniyyah.
Namun, permasalahan yang harus diungkap adalah sejauh mana pelaksanaan
disiplin yang bersumber dari nilai tersebut melahirkan behavioral norms dan
keuntungan bagi ekonomi. Menurut pengamatan penulis bahwa kedisiplinan yang
dilakukan oleh penanggung jawab bidang usaha akan mempengaruhi kredibilitas usaha
tersebut dan persepsi orang lain terhadap kinerja badan usaha tersebut. Sebagai contoh,
ketika sebuah usaha konsisten dalam melaksanakan tugasnya, maka keberlangsungan
usaha akan terjaga. Hal ini dapat dilihat dari keberhasilan dan kegagalan setiap bidang
usaha dalam pengelolaannya. Terlihat bahwa usaha yang dijalankan dengan konsisten
sebagai wujud dari disiplin, keberlangsungannya terjaga seperti usaha percetakan dan
produksi AMDK pada PT. Buya Barokah dan usaha jasa transportasi pada PT.
Arwaniyyah Tour & Travel. Demikian halnya unit usaha yang tidak secara konsisten,
makan akan terancam keberlangsungannya, bahkan akan hilang dengan sendirinya.
Seperti Kopsyar IHYA dan Klinik Pratama Al Fatah. Hal ini karena, konsistensi adalah
wujud dari kemauan.93
Kedisiplinan, kejujuran, trust dan kesungguhan adalah sebuah perilaku positif
yang harus ditanamkan pada segenap penanggung jawab bidang usaha di Badan Usaha
Yayasan Arwaniyyah, supaya keberlangsungan dan keberkembangan usaha dapat
diwujudkan dan dimaksimalkan. Demikian juga dengan tekad yang kuat, transparansi
dalam tata kelola serta problem solving dalam menengahai permasalahan merupakan
bagian dari dinamika setiap kegiatan dalam lembaga ekonomi yang juga perlu
diperhatikan dan dilihat. Hal tersebut akan menjadi tolok ukur bagi terciptanya lembaga
ekonomi yang kredibel dan berhasil.
Yang menarik dicermati adalah nilai-nilai yang telah mengakar di Yayasan
Arwaniyyah dalam bentuk norma perilaku tersebut menjadikan banyak individu-
individu di dalamnya dan masyarakat sekitar yang berinteraksi dengan Yayasan
Arwaniyyah memiliki antusiasme dan kemauan yang dilakukan secara sadar dan tidak
karena tekanan untuk memberikan kebaikan-kebaikan kepada Yayasan Arwaniyyah.

93
Master Choa Kok Sui, Compassionate Objectivity, Objectivitas Welas Asih, (Jakarta:
PT Elex Media Komputindo, 2005). 86

36
Sikap tersebut dimengerti karena nilai pengabdian (diniatkan ibadah), keikhlasan dan
ngalap barokah.
a. Norma Ketaatan dan Ibadah dalam Pembangunan Ekonomi
Norma berperilaku yang terlihat dalam aspek kehidupan Yayasan Arwaniyyah
adalah kesiapan menempati bidang yang ditunjuk oleh pembina yayasan. kesiapan ini
adalah bentuk kesediaan dan juga ketaatan atas keputusan pembina. Norma ketaatan ini
adalah modal yang penting bagi Yayasan Arwaniyyah karena dapat menjadikan
berjalannya program yang ditetapkan. Tidak adanya kesukarelaan, maka akan berakibat
kepada tidak berjalannya kinerja yang diberikan. Sepanjang penelitian ini, penulis
mendapati bahwa bentuk kesediaan ini adalah juga karena dipengaruhi oleh nilai-nilai
pengabdian dan manifestasi yang berorientasi ibadah. Orientasi para pengelola di
Yayasan Arwaniyyah selain pemenuhan terhadap kebutuhan ekonomi, juga untuk
mencari keberkahan dan ibadah, sehingga aspek-aspek yang dijalankan atau mandat
yang diberikan tidak keluar dari tujuan awal tersebut.
Kesiapan serta memaknai tugas sebagai bentuk ibadah tersebut memberikan
akibat positif dari nilai-nilai lainnya, yaitu adanya keikhlasan. Dalam ajaran Islam,
bahwa ibadah harus dilakukan dengan ikhlas supaya diterima dan menjadi amal
kebajikan. KH. Ulil Albab juga menyapaikan terkait keikhlasan dengan mengutip
sebuah penjelasan di dalam kitab Sharh al-Hikam ibn Athaillah al-Sakandari sebagai
berikut:94
“Amal ibadah itu menjadi wujud rupa yang berdiri tegak, sedang ruhnya pada
rahasia ikhlas di dalamnya.”95

Melihat kesediaan setiap anggota untuk menempati setiap bidang di Yayasan


Arwaniyyah ini, peneliti mencoba untuk bertanya pada banyak pelaku yang terlibat di
setiap bidang Yayasan Arwaniyyah atau karyawan yang bekerja di Badan Usaha
Yayasan Arwaniyyah. Seperti halnya penjelasan para guru di pondok Yanbu'ul Qur'an
yang mengatakan bahwa kemauan mereka mengabdi di Yayasan Arwaniyyah adalah
karena diniatkan ibadah, mencari keberkahan, selain juga untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi.113 Para guru ini bekerja di lembaga pendidikan Yayasan Arwaniyyah dengan
jangka waktu yang cukup lama, bahkan sudah ada yang di atas dua puluh tahun. Bapak
KH. Arifin Noor contohnya, beliau sudah mengabdi di Yayasan Arwaniyyah saat
pendiri pondok, yaitu KH. Arwani Amin masih hidup. Jika dihitung masa pengabdian
KH. Arifin, maka beliau mengabdi di Yayasan Arwaniyyah lebih dari 20 tahun.

94
Wawancara dengan KH. Ulil Albab selaku Pembina Yayasan Arwaniyyah Kudus
95
Ibn Ibad Muhammad Ibrahim al-Ma‘ruf al-Nafzi al-Randi, Sharh Al-Hikam, juz 1
(Semarang: Thaha Putera, n.d.). 365

37
Di sektor unit usaha juga demikian, para pengelola Badan Usaha Yayasan
Arwaniyyah yang di tempatkan di sektor apapun juga berpendapat sama, pengabdian
adalah bentuk ibadah dan kesediaan penempatan tersebut dilaksanakan dengan sukarela
karena diniatkan ibadah dan bekerja dengan sebaik-baiknya juga ibadah. Kesedian
secara sukarela tersebut pada akhirnya mempengaruhi proses kinerja di sektor-sektor
ekonomi Yayasan Arwaniyyah dan menjadikan Yayasan Arwaniyyah dapat
membangun lembaganya dengan baik.
b. Ngalap Barokah dalam Pembangunan Ekonomi
Ngalap barokah adalah bagian dari behavioral norms yang dapat dianalisa dan
dirasakan indikasinya. Seperti halnya pendapat Mastuhu; bahwa terdapat tiga kunci
yang menjadi landasan dan sekaligus ciri pendidikan pesantren, yaitu berkah, ikhlas dan
ibadah.96 Ngalap barokah dalam Yayasan Arwaniyyah menjadi norma berperilaku yang
dapat dirasakan dari aktifitas steakholder di dalamnya. Para pengelola bidang
pendidikan dan ekonomi dalam menjalankan kewajiban pondok dan lembaga usaha
tidak mengharapkan gaji semata. Namun, apabila yayasan memberikan sejumlah
pemberian yang biasa disebut bisyaroh, hal itu di anggap sebagai kebaikan pengurus
yayasan. Motivasi para pengelola yang terlibat dalam bidang pendidikan dan ekonomi
dijalankan dengan landasan ikhlas, ibadah, dan juga dilandasi karena mengharapkan
sebuah keberkahan.
Dengan keberkahan rizki, mereka merasakan sebuah kondisi keridhoan dan rasa
syukur. Banyak diantara para pengelola pendidikan dan usaha merasakan bahwa
kemudahan-kemudahan dalam kehidupan mereka adalah karena berkah dari interaksi
dengan Yayasan Arwaniyyah. Sebagai contoh pengakuan yang disampaikan oleh KH.
Ma'sum bahwa semua anak-anaknya yang berjumlah lima orang telah berhasil
menempuh pendidikan sarjana. KH. Ma'sum merasa diberi kemudahan dalam
mencukupi kebutuhan sehari-hari, bahkan beliau juga dapat mendirikan pondok
pesantren sendiri, walaupun bisyaroh (gaji) guru yang diberikan Yayasan Arwaniyyah
tidak besar.97 hal ini diyakini oleh KH. Ma'sum merupakan berkah dari pembina
yayasan, yaitu KH. Ulin Nuha dan KH. Ulil Albab.
Demikian halnya yang dialami oleh Bapak Masyhuri yang bertugas di PT.
Arwaniyyah Tour & Travel. Bapak Masyhuri mengakui bahwa putra-putrinya memiliki
perilaku yang baik, taat kepada orang tua, diberikan kesehatan lahir dan batin serta
dimudahkan dalam pendidikan dan dalam mencari kerja. Keberkahan yang ia rasakan

96
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur Dan
Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994).
97
Wawancara dengan KH. Ma'sum selaku santri KH. Arwani Amin dan termasuk salah
satu yang membantu berdirinyaYayasan Arwaniyyah Kudus.

38
juga berkaitan dengan kemudahan-kemudahan baik dalam persoalan materi dan non
materi.98
Melihat betapa proses ngalap berkah ini sudah menjadi sebuah norma berperilaku
yang diyakini dapat memberikan sebuah nilai-nilai kebajikan yang dibuatnya, membuat
mereka secara sadar dan ikhlas memberikan sumbangsih terhadap berjalannya aktifitas
Yayasan Arwaniyyah, baik dalam bidang pendidikan, sosial dan ekonomi. tata nilai
ngalap barokah ini juga membawa kepada sebuah kepatuhan terhadap kontrak yang
telah diikrarkan kepada Yayasan Arwaniyyah. Perilaku yang sudah dipengaruhi tata
nilai barokah, cenderung memunculkan sikap tidak opportunis selama bertransaksi
dengan Yayasan Arwaniyyah.
4. Jejaring dalam Pembangunan Ekonomi
Jejaring dipandang dapat mempengaruhi keberhasilan pembangunan dan
pengembangan ekonomi. Hal ini karena: (a) Jejaring berfungsi sebagai sumber
informasi penting, yang dapat menjadi sesuatu alat kritis dalam mengidentifikasi dan
menggali peluang usaha, terutama sekali ketika masa awal memulai sebuah usaha; (b)
Kuatnya jejaring pada sebuah lembaga dapat membantu gaya manajemen yang
konsisten dan stabil, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi eksistensi suatu
lembaga tersebut untuk tetap bertahan dalam menyikapi perubahan-perubahan yang
tidak menentu di lingkungan eksternalnya; (c) Jejaring juga dapat membantu
kemudahan akses dalam keuangan atau pendanaan; (d) Jejaring juga dapat
mempengaruhi loyalitas para karyawan atau anggota suatu komunitas karena merasa
menjadi bagian dalam jejaring tersebut, dalam hal ini, jaringan merupakan aset yang
amat berharga dalam sebuah komunitas atau tempat usaha.99
Dalam kasus Yayasan Arwaniyyah, Jejaring dipandang sebagai sumber informasi
penting dalam mengidentifikasi dan menggali peluang yang dapat dilihat dari kasus
berikut: Ketika Yayasan Arwaniyyah ingin membuat sebuah lembaga usaha PT. Buya
Barokah pada awal 2007, maka networking diperlukan untuk mengetahui tata cara dan
prosedur pendirian lembaga tersebut. Untuk itu jejaring menjadi amat dibutuhkan
supaya resource berupa tenaga ahli dari pihak-pihak yang memiliki keahlian dapat
didatangkan. Demikian halnya dengan usaha-usaha lain dimana Yayasan Arwaniyyah
masih memiliki keterbatasan dalam pemahaman dan penguasaannya. Kekuatan network
dapat menjadi solusi supaya problem seperti itu dapat diselesaikan.
Manfaat jejaring selanjutnya untuk membantu manajemen agar dapat bekerja
secara konsisten dan stabil. Di dalam Yayasan Arwaniyyah, Pengelola menggunakan
lima bahasa komunikasi untuk menjalin sebuah kebersamaan, yaitu bahasa kiai dengan

98
Wawancara dengan Bapak Masyhuri; Manajer Utama PT. Arwaniyyah Tour & Travel.
99
John Field, Social Capital, (London: Roudledge, 2008). 214

39
santri, bahasa kiai dengan guru, bahasa kiai dengan keluarga, bahasa kiai dengan
masyarakat dan bahasa kiai dengan pemerintah.100 Dengan adanya nilai ukhuwah dan
kebersamaan, maka diharapkan stabilitas dan kinerja di setiap badan di Yayasan
Arwaniyyah dapat berjalan secara konsisten.
Dengan jejaring-jaringan, suatu lembaga akan lebih mudah mendapatkan dana
baik itu bersifat bantuan atau pinjaman. Tercatat dalam banyak bidang di Yayasan
Arwaniyyah mendapatkan bantuan dari pemerintah seperti bantuan dari kementrian
Agama, Kementan perindustrian dan para donatur secara sukarela. bantuan tersebut
adalah hasil dari bekerjanya jaringan yang dimiliki Yayasan Arwaniyyah. Khusus yang
terkait dengan pengembangan pendidikan pesantren, Yayasan Arwaniyyah sering
menerima bantuan dari Kementerian Agama. Untuk pengembangan badan usaha,
Yayasan Arwaniyyah sering menerima bantuan dari kementrian perindustrian.
Meskipun demikian, Yayasan Arwaniyyah juga banyak menerima bantuan dari
hubungan pertemanan, alumni, wali santri, unsur masyarakat dan beberapa organisasi
masyarakat lainnya.
Pinjaman modal usaha untuk pembangunan badan ekonomi Yayasan Arwaniyyah
seperti PT. Buya Barokah, PT. Arwaniyah Tour & Travel, Kopsyar IHYA dan Klinik
Pratama Al-Fata mereka dapatkan dari perbankan Syariah serta dana dari internal
yayasan. Bantuan-bantuan dari pemerintah kepada yayasan dirasakan sangat membantu.
Bantuan pemerintah tersebut sering berupa dana yang kemudian digunakan untuk
pembangunan dan pengembangan semua bidang yang ada di Yayasan Arwaniyyah.
Bantuan dari lembaga Nahdhotul Ulama dan PT. Sukun Gruop misalnya; bantuan
berupa dana wakaf untuk membangun sekolah MI di Desa Menawan Kecaman Gebog
Kudus serta untuk mendirikan lokasi pabrik baru PT. Buya Barokah di Desa Gondang
Manis Kecamatan Bae Kudus.101
Jejaring juga dapat mempengaruhi loyalitas para karyawan atau anggota suatu
komunitas karena merasa menjadi bagian dalam jejaring tersebut. Budaya Yayasan
Arwaniyyah sangat identik dengan budaya pesantren. Dalam kehidupan pesantren,
relasi sosial yang terbentuk baik di internal maupun di masyarakat sekitar dipengaruhi
oleh nilai-nilai pesantren, relasi tersebut dilandasi atas dasar trust, bukan karena
kepentingan tertentu.102 Tradisi seperti ini yang kemudian membuat sebuah pesantren
dekat dengan steakholdernya dan dapat mempengaruhi loyalitas pengelola setiap
lembaga di dalamnya. Dalam banyak hal, pesantren akan diuntungkan baik secara

100
Wawancara dengan KH. Ulin Nuha selaku Pembina Yayasan Arwaniyyah Kudus
101
Wawancara dengan KH. Ulin Nuha selaku Pembina Yayasan Arwaniyyah Kudus
102
Amin Suma, “Relasi Sosial Kiai, Santri Dan Negara,” Majalah Gontor, 2006. 21

40
ekonomi maupun sosial seperti halnya loyalitas apabila networking yang dilakukan
dilandasi trust dan nilai kepesantrenan seperti pengabdian dan ngalap barokah.
Untuk menganalisa jejaring, Mark Granovetter memberikan gagasannya terkait
pengaruh struktur sosial yang dibentuk berdasarkan jejaring terhadap manfaat ekonomi
khususnya menyangkut kualitas informasi. Menurutnya, terdapat empat prinsip yang
melandasi pemikiran mengenai adanya hubungan pengaruh antara jejaring dengan
manfaat ekonomi, yaitu: Pertama network density (norma dan kepadatan jaringan);103
Kedua, ties (lemah atau kuatnya ikatan), yaitu manfaat ekonomi yang ternyata
cenderung didapat dari jalinan ikatan lemah;104 Ketiga peran lubang struktur (structur
holes) yang berada di luar ikatan lemah ataupun ikatan kuat yang ternyata berkontribusi
menjembatani relasi individu dengan pihak luar; Keempat, interpretasi terhadap
tindakan ekonomi dan non ekonomi, yaitu adanya kegiatan-kegiatan non ekonomis yang
dilakukan dalam kehidupan sosial yang ternyata mempengaruhi tindakan ekonominya.
Hal ini mungkin karena ketertambatan tindakan non ekonomi dalam kegiatan ekonomi
akibat adanya jaringan sosial.105
Dalam kehidupan pesantren, pola yang diajukan Granovetter dapat dijadikan
sebuah alat untuk mengetahui sejauh mana jejaring tersebut bekerja sehingga
mempengaruhi pembangunan ekonominya, yaitu dengan melihat bagaimana network
density yang dimilikinya, ties (lemah atau kuatnya ikatan) dalam komunitas tersebut,
peran structur holes yang berada di luar ikatan lemah ataupun ikatan kuat di komunitas
tersebut, dan kegiatan non ekonomi yang mempengaruhi tindakan ekonomi.
Sebelumnya telah dijelaskan bagaimana orang-orang di dalam Yayasan
Arwaniyyah membangun jaringannya baik dalam lingkungan internal maupun eksternal
(masyarakat dan pemerintah). Dari pola yang dilakukan Yayasan Arwaniyyah, terlihat
bahwa kohesifitas berjalan dengan cukup baik, walaupun terdapat dinamika dalam
Yayasan Arwaniyyah yang memungkinkan perbedaan pendapat, tetapi dinamika
hubungan tersebut tidak sampai pada bentuk destruktif. Kohesifitas yang terbangun

103
Network density (norma dan kepadatan jaringan) dipahami sebagai kemampuan
kohesifitas kelompok dengan landasan trust untuk meminimalkan upaya hal-hal yang merugikan
kepentingan umum, misal dalam penjagaan aset publik. Dan kemampuan ini hanya akan dimiliki
bagi komunitas kecil yang padat bukan komunitas besar yang padat, karena akan sulit untuk
menananmkan kohesifitas.
104
Granovetter menekankan nilai dari istilah ‘ikatan lemah’ yang memberikan akses
kepada pencari kerja pada informasi yang lebih banyak tentang berbagai kesempatan yang lebih
beragam, namun dalam penelitian lainnya hal tersebut masih harus dihadapkan pada upaya keras
yang dilakukan oleh kenalan dekat atau keluarga dekat untuk mencarikan pekerjaan bagi orang
tersebut (ikatan kuat). Dengan demikian sebenarnya tidak ada bukti yang jelas mengenai
perbedaan hasil bagi mereka yang menggunakan ikatan lemah (bridging social capital) atau
ikatan kuat (bonding social capital). John Field, Social Capital, 58-59.
105
Mark Granovetter, “The Impact of Social Structure on Economic Outcomes,” Journal
of Economic Perspetive Vol 11, No (2005): 33–50.

41
tersebut kemudian melahirkan tatanan network density yang memudahkan masyarakat
Yayasan Arwaniyyah dapat bekerjasama satu sama lain, tentunya hal tersebut dilandasi
norma-norma pesantren dan trust yang telah terbangun. Kerjasama-kerjasama itulah
yang kemudian melahirkan sisi ekonomi, seperti kerjasama antara Yayasan Arwaniyyah
dengan masyarakat sekitar dalam setiap aspek kegiatannya yang dapat diamati dari
keterlibatan masyarakat pada acara-acar pondok, gotong royong pembangunan pondok,
membantu menyuplai produk dan jasa kepada yayasan dan lain sebagainya. Kerjasama
tersebut juga mewarnai elemen internal yayasan.
Informasi yang efektif dan bentuk adanya network density yang berjalan dengan
baik, menjadikan masyarakat sekitar memiliki potensi dan peluang masuk dalam
Yayasan Arwaniyyah. Pada PT. Buya Barokah misalnya, potensi merangkul karyawan
dari luar pesantren dilakukan karena pihak yayasan menyadari bahwa sumberdaya
manusia yang dimiliki sangat terbatas, demikian halnya di bidang usaha yang lain.
Pihak yayasan akan memberikan kepercayaan orang luar untuk membantu
pengembangan pada bidang-bidang terkait. Dari jaringan tersebut terbuka peluang
ekonomi yang saling menguntungkan antara Yayasan Arwaniyyah dengan pihak luar.
Penulis menyimpulkan bahwa tipologi jaringan yang ada di dalam Yayasan
Arwaniyyah masuk kategori bridging social capital, yang memiliki sifat ikatan yang
lemah, namun memiliki rentang trust lebar. Hal ini dibuktikan dari penerimaan-
penerimaan Yayasan Arwaniyyah dengan pihak luar seperti pemerintah, lembaga-
lembaga non pemerintah seperti rumah sakit, perusahaan swasta dan membuka diri
untuk berkomunikasi dengan lembaga pendidikan lainnya. Ikatan yang lemah tersebut
kemudian membuat penerimaan-penerimaan seseorang atau organisasi yang berada di
lingkarannya. Penerimaan tersebut melahirkan komunikasi dan kuatnya komunikasi
setidaknya akan melahirkan proses kerjasama satu sama lain.
Seperti yang dilakukan Yayasan Arwaniyyah ketika bekerjasama dengan pihak
luar dalam merintis setiap badan usahanya (PT. Buya Barokah, PT. Arwaniyyah Tour &
Travel dan Klinik Pratama Al Fatah). Meskipun jaringan usaha ini belum begitu luas,
akan tetapi Yayasan Arwaniyyah berupaya dengan pihak luar untuk menggerakkan
usaha tersebut secara bersama-sama. Hal ini dilakukan karena yayasan menyadari
bahwa kemampuan SDM yang dimiliki masih terbatas.
Lembaga usaha yang terbuka sehingga dapat memperluas jaringan bisnisnya akan
memiliki kesempatan yang lebih besar untuk: (a) Memasuki pasar baru, (b) Melakukan
penawaran bersama dalam mengambil proyek, (c) Membentuk produk dan jasa baru
atau membangun keberadaan perusahaan pada pasar dengan biaya yang secara individu
lebih terjangkau, (d) Mengkoordinasikan produk yang ada di pasar, (e) Mengakses
informasi dan pengetahuan penting terkait usaha, (f) Mengurangi biaya produksi dan

42
pemasaran barang, (g) Dapat memperbaiki teknologi proses produksi; membentuk
jaringan pemasaran dan distribusi yang efektif dan efesien, dan (h) Memberikan
alternatif solusi permasalahan yang berkembang.106
Terkait ties, ikatan yang kuat juga tidak selalu membawa kepada kelambatan
usaha, hal ini dapat dijumpai dalam jaringan bisnis Usaha Kecil Menengah (UKM) yang
banyak dikelola pesantren, jaringan bisnisnya dapat dikonstruksi dalam basis hubungan
yang dipertahankan, yaitu: (a) Ikatan personal atau kelembagaan, dalam hal ini jaringan
bisnis yang dikembangkan melalui asosiasi yang dibentuk oleh pesantren dengan
memanfaatkan sumberdaya internal. Ciri jaringan ini adalah ikatan yang kuat, dan
kontak secara personal yang dilakukan dengan jalinan komunikasi yang baik. (b)
Kedekatan geografis, jaringan bisnis dapat dilakukan dengan melihat jauh dekatnya
geografis tanpa menghilangkan komitmen terhadap nilai dan tujuan. (c) Integrasi
organisasi, jaringan bisnis dikembangkan melalui perluasan dan pengembangan
investasi atau kepemilikan atau keanggotaan asosiasi usaha, dan (d) Hubungan pembeli
dan penjual, hal ini dilakukan untuk meningkatkan pasokan barang.107
Structur holes, penulis maknai sebagai kejelian untuk memanfaatkan jejaring
yang berada di antara dua ikatan sebagai penghubung antara satu dengan lainnya,
seperti halnya ketika Yayasan Arwaniyyah mengundang Wakil Gubernur Jawa Tengah,
yaitu KH. Taj Yasin Maimun untuk mengisi sambutan pada acara haflah pondok yang
ke 41 tahun. Yayasan Arwaniyyah jeli melihat kedekatan antara KH. Taj Yasin Maimun
dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Kedekatan ini dimanfaatkan oleh Yayasan
Arwaniyyah untuk menggali informasi terkait peluang kerjasama dengan lembaga-
lembaga pemerintahan. peluang seperti ini yang harus terus dimanfaatkan oleh Yayasan
Arwaniyyah untuk menghubungkan jaringan satu dengan lainnya.
Kegiatan non ekonomi yang kemudian memiliki aspek ekonomi di Yayasan
Arwaniyyah dimaknai sebagai penguatan kembali nilai-nilai non ekonomi seperti
halnya budaya, sosial dan spiritual, seperti pengabdian, ngalap barokah dan lain
sebagainya. Sementara kegiatan non ekonomi dapat berupa gotong royong, penyuluhan
kesehatan, pengobatan gratis bagi masyarakat, membagikan sembako dan pemberian
beasiswa pendidikan yang dapat melahirkan kedekatan dan kemudian terwujud sebuah
kerjasama yang bertahan lama.
Kegiatan non ekonomi dalam suatu networking juga dapat berbentuk pertukaran
pengetahuan sehingga melahirkan sebuah inovasi. Inovasi itu sendiri adalah suatu

106
Mauled Moelyono, Menggerakkan Ekonomi Kreatif Antara Tuntutan Dan Kebutuhan,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010).
107
Martin Perry, Mengembangkan Usaha Kecil Dengan Memanfaatkan Berbagai Bentuk
Jaringan Kerja Ekonomi, Terj. Tri Budi Satrio, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002).

43
proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber alam, energi, tenaga kerja, teknologi
dan ekonomi.108 Dengan adanya inovasi dalam suatu usaha baik itu produk ataupun
sistem palayanan, maka kemampuan dan hasil dari usaha tersebut akan meningkat. Hal
ini dapat dijumpai dari perbedaan tata kelola yang mencolok antara lembaga dengan tata
kelola yang manual dengan lembaga yang sudah memiliki standarisasi pelayanan dan
kualitas produk serta sistem yang mapan.
Jejaring dalam bentuk kerjasama seperti pendapat Granovetter tersebut harus
dilakukan dengan kualitas informasi dan komunikasi yang memadai. Bapak Rikza
Ahmad meyakini bahwa kerjasama adalah sesuatu yang dianjurkan dalam berbagai
bidang, baik itu antara individu, antar lembaga, maupun antar unit usaha. Bapak Rikza
Ahmad menjelaskan bahwa Allah SWT bersama seseorang yang mengadakan
kerjasama yang baik selama mereka tidak berkhianat dengan mitranya.109 Hal ini juga
dapat dijumpai pada Hadis yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Sesungguhnya Allah SWT berfirman: Aku adalah mitra ketiga dari dua orang
yang bermitra selama salah satu dari keduanya tidak mengkhianati yang lainnya.
Jika salah satu dari keduanya telah mengkhianatinya, Aku keluar dari
perkongsian itu.”110

Kemampuan menjaga kualitas komunikasi penting dilakukan agar jejaring dapat


terbangun dan bertahan. Untuk itu diperlukan kemampuan merefleksikan kemampuan
kelompok yang terdapat dalam setiap individu, anggota dalam kelompok tersebut.
Menciptakan lingkungan yang harmonis dan produktif.111
Kemampuan membentuk pemahaman dan membangun kepercayaan melalui
komunikasi yang baik dapat dilakukan melalui sebuah usaha menjembatani perbedaan;
kemampuan mengelola konflik melalui fleksibilitas dan menegoisasi hal-hal yang
merupakan harapan; merencanakan dan menerima tanggungjawab untuk masa depan
melalui manajeman perubahan yang efektif; menjaga harga diri, nilai dan kepercayaan
diri serta berperan aktif berhubungan dengan sesama anggota dalam lembaga secara
akrab.
F. KESIMPULAN
Dari semua ulasan yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa modal
sosial dan modal spiritual yang ada di Yayasan Arwaniyyah memberikan sebuah

108
Tedi Sutardi, Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya, (Bandung: PT Setia
Purna Inves, 2007). 67
109
Wawancara dengan Bapak Rikza; Manajer Utama PT. Buya Barokah
110
Abu Bakar Ahmad bin al Husayn bin Ali al-Bayhaqi, “Al-Sunan Al-Kubra,” Vol. 2.
189
111
Tim Multitama Communication, Islamic Business Strategy for Enterpreneurship,
Bagaimana Menciptakan Dan Membangun Usaha Yang Islami, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2006).
94

44
sumbangan yang tidak sedikit kepada pembangunan ekonomi badan usaha Yayasan
Arwaniyyah. Modal sosial dan modal spiritual memang bukan faktor satu-satunya
dalam menunjang pengembangan ekonomi. Untuk mengembangkan ekonomi juga perlu
memperhatikan faktor modal manusia dan ekonomi. Namun, modal sosial dan modal
spiritual dapat mempengaruhi kinerja individu-individu di dalam Yayasan Arwaniyyah,
diantaranya; Pertama, dengan adanya trust dan keyakinan bahwa Allah mengawasi
setiap perbuatan hambanya, membuat individu menjadi kredibel dan dapat dipercaya,
hal ini bermanfaat bagi penugasan-penugasan; trust mempengaruhi hubungan baik antar
relasi karena mengedepankan atribut kolektif untuk mencapai tujuan-tujuan bersama
yang didasari oleh semangat altruism dan social resiprocity; trust dalam organisasi
memberikan keyakinan kepada anggota-anggotanya mengenai kemampuan manajemen;
trust dalam pasar memberikan pengaruh luas, karena akan berakibat kepada loyalitas
steakholder yang berhubungan dengan lembaga tersebut, dan trust dalam masyarakat
mempengaruhi persepsi masyarakat tentang lembaga tersebut.
Kedua, dengan adanya norma resiprositas yang dipengaruhi oleh tata nilai seperti
trust dan nilai-nilai agama yang diajarkan di pesantren, menjadikan nuansa kerelaan
dalam berinteraksi serta tidak bersikap opportunis apabila berinteraksi dan bertransaksi
dengan Yayasan Arwaniyyah, bahkan keluarga Yayasan Arwaniyyah dan masyarakat
sekitar memiliki kerelaan untuk mewakafkan tanah untuk pengembangan yayasan.
Ketiga, norma berperilaku yang dipengaruhi oleh tata nilai ajaran agama dan nilai-nilai
pesantren yang dimiliki Yayasan Arwaniyyah kemudian membentuk dan mempengaruhi
aturan-aturan bertindak masyarakatnya (the rules of conducts) dan sebagai pegangan
dalam bertingkah laku (the rules of behaviour) secara bersama-sama. Tata nilai tersebut
kemudian dimaknai sebagai modal spiritual yang membentuk pola-pola kultural
(cultural pattern), misalnya; konsep keikhlasan, ibadah dan ngalap barokah. Pola
berperilaku yang kental akan nilai tersebut menjadikan mereka secara sukarela berbuat
bagi kemajuan Yayasan Arwaniyyah.
Keempat, Keberhasilan membangun jaringan dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kemampuan pengembangan ekonomi Yayasan Arwaniyyah. Jaringan
yang terbentuk di Yayasan Arwaniyyah tidak dapat dilepaskan dari kemampuan
Pembina dan pengelola Yayasan Arwaniyyah dalam menjalin komunikasi yang efektif
dengan berbagai kalangan. Lembaga yang memiliki jangkauan jejaringnya lebih banyak
memiliki tipologi bridging social capital. Lembaga yang memiliki basis bridging social
capital memiliki kemampuan menerima dan memperluas jaringan komunikasinya
dengan pihak luar. Ikatan jaringan yang terbentuk tersebut dapat memiliki manfaat
ekonomi, seperti peluang mendapatkan akses ekonomi, memudahkan adanya kerjasama

45
dan terbentuknya loyalitas. Kemampuan membangun jaringan adalah modal penting
bagi berkembangnya Yayasan Arwaniyyah.

Daftar Pustaka

Abdullah, Irwan. “Menuju Pembangunan Partisipatif, Bagaimana Mendayagunakan


Kebudayaan Lokal?, ,.” Jurnal Kebijakan Dan Administrasi Publik No. 2, Vol (1997):
15–23.
Al-Bayhaqi, Abu Bakar Ahmad bin al Husayn bin Ali. Al-Sunan al-Kubra, Vol 2.
Al-Tamimi, Ahmad bin Ali bin al-Muthanna Abu Ya‘la al-Musili. Musnad Abi Ya‘La,.
Damaskus: Dar al-Ma‘mun Li al-Tura, n.d.
Bellah, Robert N. “Religi Tokugawa: Akar-Akar Budaya Jepang”,. Jakarta: Gramedia,
1992.
Bintarto. Gotong Royong Suatu Karakteristik Bangsa Indonesia,. Surabaya: Bina Ilmu,
1980.
Bourdieu, Pierre. The Forms of Capital, Dalam John G. Richardson (Ed.), Handbook of
Theory and Research for The Sociology of Education,. New York: Greenwood Press,
1986.
Coleman, James S. “Social Capital In The Creation Of Human Capital,.” The American
Journal of Sociology, 1998.
D’Hondt Catherine dan Giraud Jean-Rene. “Transaction Cost Analysis A-Z,.” EDHEC-

46
RISK France, 2008.
Fehr, Earnst dan Gacher, Simon. “Fairness and Retaliation: The Economic of Reciprocity,.”
Journal of Economic Perspective Vol. 3, No (2000): 81–159.
Fathoni Muhammad Sulthon. “Strategi Organisasi Pondok Pesantren Sidogiri Dalam
Mewujudkan Civil Society: Analisa Kapital Sosial,.” Tesis di Universitas Indonesia,
2006.
Field, John. Social Capital,. London: Roudledge, 2008.
Fine Ben dan Lapavitsas Costas. “Social Capital and Capitalist Economies,.” ASECU South
Eastern Europe Journal of Economics, 1: 17-34. (2004).
Firmansyah. M. “Mengenal Pemikiran Old Institutional Economic (OIE) Dalam Ilmu
Ekonomi Kelembagaan,.” EKONOBIS Volume 6, (2020).
Fukuyama, Francis. Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity,. New York:
Free Press, 1995.
———. Guncangan Besar, Kodrat Manusia Dan Tata Sosial Baru, Terjemah. Masri Maris,
Dari Judul Asli “The Great Disruption: Human Nature and the Reconstitution of
Social Order",. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 2005.
G. T. Lau dan S. H Lee. “Consumer Trust in a Brand and the Link to Brand Loyalty,.”
Journal of Market Focused Management Vol. 4, No (1999): 341–90.
Geertz, Clifford. Agama Sebagai Sistem Budaya,. Edited by terj. Ali Noer Zaman dalam
Daniel L, Pals, Seven Theories of Relegion. Yogyakarta: Qalam, 1996.
———. Paddlers and Princes,. Chicago: The University of Chicago Press, 1971.
———. The Religion Of Java. Illinois: Massachusetts Institute o f Technology, 1960.
Gerald M. Meier dan Joseph E. Stiglitz. Frontiers of Development Economics: The Future
in Perspective,. New York: The World Bank and Oxford University Press, 2001.
Hartanto, Frans Mardi. Paradigma Baru Manajemen Indonesia Menciptakan Nilai Dengan
Bertumpu Pada Kebajikan Dan Potensi Insani,. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2009.
Haryatmoko, Johannes. Etika Politik Dan Kekuasaan,. Jakarta: Penerbit Buku Kompas,
2003.
Ibn Ibad Muhammad Ibrahim al-Ma‘ruf al-Nafzi al-Randi. Sharh Al-Hikam,. Juz 1.
Semarang: Thaha Putera, n.d.
Jauhari Tontowi. “Spiritual Capital Dalam Pemberdayaan Masyarakat.” Jurnal
Pengembangan Masyarakat Islam Volume 3, (2007).
Karim Abdul. “Dimensi Sosial Dan Spiritual Ibadah Zakat,.” Jurnal Zakat Dan Wakaf
Volume 2, (2015).
Kenneth, Arrow J. “The Organization of Economic Activity: Issue Partinent to The Chois of
Market Versus Non Market Allocation,.” The Analysis and Evaluation of Public
Expenditure: The PBB System Vol. 1 (1969): 48.

47
Khairi, Mohammad Shadiq. “Memahami Spiritual Capital Dalam Organisasi Bisnis Melalui
Perspektif Islam,.” Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL Volume. 4, no. No. 2
(2013): h. 165-329.
Koentjaraningrat. Kebudayaan Mentalitet Dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia, 1974.
Lawrence C. Backer. Resiprocity,. Chicago: University of Chicago Press, 1990.
Lyda Judson Hanifan. “The Rural School Community Centre,.” The Annals of the American
Academi of Political and Social Science Vol. 67 (1916): 130–38.
MacKinlay Elizabeth. The Spiritual Dimension of Ageing,. London: Jessica Kingsley, 2001.
Mark Granovetter. “The Impact of Social Structure on Economic Outcomes,.” Journal of
Economic Perspetive Vol 11, No (2005): 33–50.
Master Choa Kok Sui. Compassionate Objectivity, Objectivitas Welas Asih,. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 2005.
Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur Dan Nilai
Sistem Pendidikan Pesantren,. Jakarta: INIS, 1994.
Mauled Moelyono. Menggerakkan Ekonomi Kreatif Antara Tuntutan Dan Kebutuhan,.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Mawardi, Khalid. “NU Dan Problem Kemiskinan (Upaya Pemberdayaan Ekonomi Dan
Kesejahteraan Masa Kolonial),.” Jurnal Dakwah Dan Komunikasi Vol. 7, No (2013).
Miles, Matthew B. dan Huberman, A. Michael. Analisis Data Kualitatif,. Edited by terj.
Tjetjep Rohidi. Jakarta: UI Press, 2007.
Muhammad bin Isma‘il Abu Abdullah al-Bukhari al-Ju‘fi. Sahih Al-Bukhari,. Riyad: Dar
al-Salam, n.d.
Muhammad Jimliy Ash-Shiddiqiy. “Strategi Pelayanan Prima Di PT. Arwaniyyah Tour &
Travel Kudus Tahun 2019.” UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2019.
Munir, Misbahul. “Internalisasi Modal Sosial Dan Modal Spiritual Dalam Perilaku Bisnis
Warga Tarekat Shiddiqiyah Di Kabupaten Jombang,.” Malang, 2014.
Mylene Kherallah dan Johann Kirsten. “New Institutional Economics: Applications For
Agricultural Policy The Research In Developing Countries,.” MSSD Discussion
Paper, International Food Policy Research Institute No. 41 (2001): 19.
Nahapiet Janine dan Ghoshal Sumantra. “Social Capital, Intellectural Capital, and The
Organizational Advantage,.” The Academy of Management Review Vol. 23, N (1998):
242–66.
Nasution, S. Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif,. Bandung: Tarsito, 1996.
North Douglass C. “Institutions, Institutional Change and Economic Performance,.” The
Journal of Economic Perspektif, Vol. 5. Is (1991).
Ostrom, Elinor dan Walker, James. Trust and Reciprocity,. New York: Russel Sage
Foundation, 2002.

48
Paul Milgrom dan Robert, J. Economics, Organization and Management,. New Jersey:
Prentice Hall, Engelewood Cliffs, 1992.
Paulus Winarto. First Step to Be an Entrepreneur: Berani Mengambil Resiko Untuk
Menjadi Kaya,. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2002.
Perry, Martin. Mengembangkan Usaha Kecil Dengan Memanfaatkan Berbagai Bentuk
Jaringan Kerja Ekonomi, Terj. Tri Budi Satrio,. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Portes, A. “Social Capital: Its Origin and Applications in Modern Sociology,.” Annual
Review Sociology 24, no. 1-24. (1998).
Putnam, Robert D. “The Prosperous Community: Social Capital and Public Life,.” The
American Prospect, 1993.
———. Making Democracy Work, Civic Traditions in Modern Italy,. New Jersey:
Princeton University Press, 1993.
———. Bowling Alone: The Collapse and Revivile of American Community,. New York:
Simon and Schuster, 2000.
Rahardjo. Pengantar Sosiologi Pedesaan Dan Pertanian,. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1999.
Richard Swedberg. Max Weber and the Idea of Economic Sociology,. Princeton: Princeton
University Press, 1998.
S. Noor. “Studi Tentang Pengaruh Kualitas Layanan Inti Dan Kualitas Layanan Periferal
Terhadap Minat Mereferensikan Melalui Kepercayaan (Kasus Empiris Pada Klinik Al
Fatah Di Kota Kudus),.” Universitas Diponegoro Semarang, 2018.
Said, Nur. “Spiritual Enterprenership Warisan Sunan Kudus: Modal Budaya Pengembangan
Ekonomi Syari’ah Dalam Masyarakat Pesisir.” Jurnal Equilibrium Volume. 2, no.
No.2, (2014).
Santoso, Eko Jalu. Heart Revolution: Revolusi Hati Nurani,. Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2007.
Shallehuddin, Boni. Spiritual Capital, Rahasia Sukses Raih Rezeki Berkah Melimpah,.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2016.
Sanerya Hendrawan. Spiritual Management, From Personal Enlightenment Towards God
Corporate Governance,. Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2009.
Shodiq, Muh. Fajar. “Spiritual Ekonomi Kaum Muslim Pedagang (Studi Komunitas Muslim
Pedagang Di Kampung Ngruki, Desa Cemani, Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah),.”
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2018.
Sholeh, Mochammad. “Modal Spiritual Dan Pola Perilaku Ekonomi Para Pedagang Muslim
Dalam Usaha Perdagangan (Studi Pada Pedagang Di Pasar Tradisional Di
Surabaya),.” Universitas Airlangga Surabaya, 2019.
Stephen M. R. Covey dkk. The Speed of Trust: The One Thing That Changes Everything,.

49
New York: Free Press, 2006.
Suma, Amin. “Relasi Sosial Kiai, Santri Dan Negara,.” Majalah Gontor, 2006.
Tedi Sutardi. Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya,. Bandung: PT Setia Purna
Inves, 2007.
Tim Multitama Communication. Islamic Business Strategy for Enterpreneurship,
Bagaimana Menciptakan Dan Membangun Usaha Yang Islami,. Jakarta: Zikrul
Hakim, 2006.
Wibowo, Budhi. Dibenci Tetapi Dirindu Sukses Sebagai Perantara,. Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2010.
Y. Lu, D. Yang. “Information Exchange in Virtual Communities under Extreme Disaster
Conditions,.” Decis Support Syst 50 (2011): 529–38.
Yeager, T.J. “Institutions, Transition Economies and Economic Development,.” Westview
Press, 1999.
Zohar, Danah dan Marshal, Ian. Spiritual Capital: Wealth We Can Live,. San Fransisco:
Berrett-Koehler Publishers, Inc., 2004.
Zuhairoh Zamzami. “Efektifitas Pembiayaan Umrah Melalui Dana Talangan Dengan Tanpa
Jaminan (Studi Kasus Di Koperasi Syariah IHYA Kudus),.” Institut Agama Islam
Negeri Kudus, 2017.

50

Anda mungkin juga menyukai