TINJAUAN PUSTAKA
Setiap aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh manusia, tidak dapat
terlepas dari dihasilkannya limbah, baik itu berupa cairan, padatan, maupun gas.
Dalam skala kecil, limbah tidak akan menimbulkan masalah terhadap lingkungan
menjadi bahan yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Namun, bila terakumulasi
Salah satu limbah yang memberikan dampak yang besar terhadap kualitas
lingkungan perairan adalah limbah cair. Menurut Helmer dan Hespanhol (1997),
komponen limbah cair terdiri atas limbah cair domestik (domestic waste water) dan
limbah cair industrial (industrial waste water). Limbah cair domestik merupakan
gabungan atau campuran dari air dan bahan-bahan pencemar yang terbawa oleh air,
baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber
domestik yaitu perkantoran, perumahan, dan perdagangan yang pada saat tertentu
tercampur dengan air tanah, air permukaan, atau air hujan (Soeparman &
Soeparmin, 2002). Limbah cair domestik dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu grey
water dan black water. Grey water adalah limbah cair domestik yang berasal dari
bekas kegiatan pencucian dan mandi sedangkan black water adalah limbah cair
domestik yang berasal dari saluran toilet (Cahyadi, 2008). Salah satu limbah cair
6
7
yang semakin hari kian meningkat adalah limbah cair laundry. Limbah cair laundry
berasal dari sisa kegiatan proses mencuci pakaian, oleh karena itu limbah cair
melibatkan interaksi antara faktor fisik dan kimiawi. Proses ini diawali dengan
tidak selalu sama, tergantung pada jenis pakaian, kesadahan air, jenis bahan
pakaian, jenis dan banyaknya kotoran yang menempel pada pakaian, peralatan
deterjen, juga digunakan produk tambahan lain untuk meningkatkan kualitas hasil
laundry seperti detergen, pelembut, pemutih, dan jenis produk laundry lainnya
mengakibatkan perubahan kualitas grey water selama beberapa tahun terakhir ini.
Tanaman Kana dikenal juga dengan tanaman tasbih, lili kana, ganyong hutan,
ganyong wono, panah india, dan ganyong alas. Organ utama tanaman kana terdiri
atas rimpang, batang semu, daun bunga, buah, dan biji. Batangnya merupakan jenis
8
batang lunak (herbaceous) yang tersusun dari pelepah-pelepah daun yang yang
saling menutupi satu sama lain sehingga disebut memiliki batang semu (Sunaryanti,
Kingdom : Plantae
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Orde : Zingiberals
Family : Cannceae
Genus : Canna
Tanaman kana dapat tumbuh dengan baik di berbagai iklim baik di daerah
kering maupun daerah basah, namun pertumbuhan maksimal terjadi dengan tingkat
curah hujan tahunan 1000-2000 mm. Tanaman ini lebih menyukai tanah ringan
(berpasir) dan memerlukan tanah yang baik pengairannya. Tanaman kana adalah
tanaman herba parenial dengan ketinggian antara 0,9-1,8 meter (Mishra &
Ashutosh, 2013). Daun tanaman kana tersusun dalam tangkai pendek dan tumbuh
berselang-seling pada batang. Daunnya berbentuk oval dengan ujung runcing. Daun
kana memiliki panjang sebesar 15-60 cm, sedangkan lebarnya 7-20 cm. Bagian
Warna bunga kana ini adalah merah oranye dan pangkal bunganya berwarna
kuning dengan benang sari yang tidak sempurna. Tanaman kana memiliki bunga
mirip corong, terdiri dari tiga sampai lima helai mahkota bunga yang berkukuran
warna yaitu ungu, merah, oranye, putih, atau kuning (Tjia & Black, 2003). Buah
tanaman kana mempunyai bentuk berupa kapsul dengan kulit buah berwarna hijau,
pada permukaannya terdapat bagian runcing seperti duri lunak dengan panjang
karena tanaman ini dapat tumbuh di berbagai jenis tanah dan tahan menghadapi
berbagai jenis cuaca, selain itu tanaman ini juga tidak membutuhkan perlakuan
khusus, memiliki rimpang tebal menyerupai umbi, dan sangat suka sinar matahari.
Tanaman kana berpotensi untuk menyerap limbah karena tanaman ini memiliki
akar serabut, batang mengandung air yang mampu menyerap limbah secara alami
yang kemudian tumbuh menyebar secara luas di Jerman, Prancis, India, Inggris,
Italia, Amerika Serikat, dan termasuk Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia telah
penanganan limbah secara biologis. Proses pengolahan limbah secara biologi dapat
Lumpur aktif merupakan larutan aktif yang diperoleh dari proses pengolahan secara
jenis mikroorganisme dapat ditemukan dalam lumpur aktif seperti protozoa, fungi,
terlarut serta sumber karbon dan energi bagi mikroorganisme itu sendiri melalui
akan dikembangkan, diperoleh dari sedimen perairan yang terdapat pada ekosistem
memiliki sifat-sifat khas ataupun ekstrim. Suplai nutrisi berupa substrat dan nutrien
dari luar seperti nitrogen, fosfat, kalium, dan karbon sangat diperlukan untuk
seeding dapat ditunjukan dengan kurva pertumbuhan bakteri yang dapat dibagi
dimana tempat mikroorganisme itu ditumbuhkan sehingga pada fase ini belum
2. Fase Eksponensial
Pada fase ini terjadi proses pembelahan sel yang awalnya berlangsung lambat
menjadi semakin cepat karena semakin banyaknya sel yang membelah sehingga
3. Fase Stasioner
Fase ini merupakan batas berakhirnya fase eksponensial karena pada fase ini
4. Fase Kematian
Pada fase ini sel mikroorganisme akan mengalami kematian karena nutrien
dalam media sudah habis dan cadangan makanan dalam sel juga sudah habis.
Fase Stasioner
Jumlah Sel
Waktu
mikroorganisme) yang hilang pada pemanasan suhu 5500- 6000 C. Bagian yang
hilang selama pemanasan disebut residu volatile (zat padat organik) sedangkan
bagian yang tersisa disebut residu terikat (zat padat anorganik). Pengukuran nilai
semakin meningkat, semakin banyak jumlah biomassa yang tumbuh, maka semakin
(𝑋−𝑌)
MLVSS = 𝑥 1.000.000
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Keterangan :
X = Berat yang terukur setelah pemanasan 1050C (gr)
Y = Selisih berat antara setelah pemanasan 1050C dan setelah pemanasan 5500-
6000C
Dalam COD senyawa yang berperan sebagai pengoksidasi adalah K2Cr2O7 atau
ΔE
8𝑎+16𝑏+4𝑐 64𝑎+16𝑏−32𝑐
4CaHbOc + ( )Cr2𝑂72− + ( )H+ 4aCO2 +
3 3
AgSo4
Bahan Organik (Warna Kuning)
32𝑎+14𝑏−16𝑐 16𝑎+4𝑏−8𝑐
( )H2O + ( )Cr3+
3 3
(Warna Hijau)
berperan sebagai zat pengoksidasi harus tetap bersisa. Larutan K2CrO7 yang bersisa
digunakan untuk menentukan berapa oksigen yang terpakai dengan cara dititrasi
14
yaitu titrasi redoks dengan larutan Ferro Ammonium Sulfat (FAS). Reaksi yang
Titrasi redoks menggunakan feroin sebagai indikator dengan titik akhir titrasi
ditunjukkan dengan perubahan warna larutan dari hijau biru menjadi merah bata.
Semakin banyak larutan FAS yang terpakai menunjukan semakin banyak oksigen
2.6. Surfaktan
Surfaktan atau surface active agent suatu molekul yang memiliki sifat
ampifilik yaitu mengandung gugus hidrofilik yang bersifat polar dan gugus
hidrofobik yang bersifat non polar (Foster, 1996). Satu molekul surfaktan terdiri
atas dua bagian yaitu kepala dan ekor. Bagian kepala merupakan gugus hidrofilik
sedangkan bagian ekor merupakan gugus hidrofobik. Interaksi gugus hidrofilik dan
permukaan antar fase. Jika surfaktan dengan jumlah yang sedikit ditambahkan ke
dalam suatu campuran yang mengandung dua fase yang tidak saling bercampur
seperti air dan minyak dapat mengemulsikan kedua fase tersebut menjadi emulsi
HO
OH
O OH
O O
Sulfat (AS), Alfa Olein Sulfonat (AOS), Parafin (Secondary Alkane Sulfonat,
2. Surfaktan Kationik adalah jenis surfaktan yang berikatan dengan kationik pada
bagian alkilnya. Pembawa sifat aktif permukaan pada surfaktan kationik adalah
bagian kepalanya. Contoh surfaktan kationik yaitu garam alkil dimetil benzyl
Contohnya adalah ester gliserol asam lemak, ester sukrosa lemak, mono alkanol
4. Surfaktan amfoter adalah surfaktan yang bermuatan positif dan negatif pada
Gugus alkil pada surfaktan yang bersifat hidrofobik dapat berupa rantai alkil
lurus, bercabang, maupun rantai tertutup atau gabungan dari rantai alkil lurus dan
bercabang seperti :
1. Gugus alkil (R= CnH2n+1) baik alkil rantai lurus, bercabang, sikllik maupun
Surfaktan yang digunakan sebagai bahan pembuata detergen saat ini banyak
menggunakan surfaktan anionik. Surfaktan anioik sendiri terdiri dari 2 jenis yaitu
O H H H H H H H H H
+ - O S C C C C C C C C C CH3
Na
O CH3 H CH3 H CH3 H CH3 H CH3
H H H H H H H H H H H H
H C C C C C C C C C C C H
H H H H H H H H H H H
O S O
-
O
biodegradasi dan dapat menghasilkan busa yang sangat banyak di perairan. Oleh
karena itu, penggunaan ABS sebagai bahan pembuatan detergen kini mulai diganti
dengan Liner Alkyl Sulfonate (LAS). LAS tidak menghasilkan banyak busa
mengandung cincin benzene yang bersifat toksik dan sukar didegradasi (Winarno,
2006). Selain itu penelitian Naeemi, dkk (2013) tentang perubahan histopatologi
insang, hati, dan ginjal pada Caspian Kutum, Rutilus frisii kutum yang terpapar
2.7. Fosfat
detergen. Keberadaan fosfat tidak hanya pada air limbah tetapi terdapat juga pada
air alam namun dalam jumlah yang kecil yaitu sekitar 0,005-0,02 ppm (Effendi
2003). Fosfat yang terdapat dalam air alam maupun air limbah dapat berupa
terdapat pada perairan dalam bentuk tersuspensi, terlarut, atau terikat dalam sel
organisme. Semua senyawa fosfat organik dan polifosfat dalam perairan akan
air dengan cara mengikat ion kalsium dan magnesium. Fosfat pada detergen
biasanya dijumpai pada bentuk umumnya yaitu Sodium Tri Poly Phospate (STPP).
Dalam detergen, STPP berfungsi sebagai builder yang merupakan unsur terpenting
secara optimal dalam membersihkan pakaian. STTP dibuat dari asam fosfat murni
kemudian dipanaskan pada suhu 500-5500C (Hera, 2003). Reaksi yang terjadi yaitu
dalam air buangan penduduk dan sisa makanan. Fosfat organik juga dapat berasal
dari bakteri atau tumbuhan penyerap fosfat. Orthophosphate berasal dari bahan
pupuk. Fosfat kompleks mewakili kurang lebih separuh dari fosfat limbah
lingkungan, sebab ion P3O10 secara perlahan akan mengalami hidrolisis untuk
19
organi dalam air serta menjadi nutrisi bagi pertumbuhan tanaman air. Namun, jika
blooming yaitu peningkatan jumlah alga di perairan. Hal ini terjadi karena pada
keadaan ini tanaman air dapat mengabiskan oksigen dalam air pada malam hari dan
pada siang hari pancaran sinar matahari ke dalam air akan berkurang akibat
terhalangnya sinar matahari oleh tanaman untuk masuk ke dalam air, sehingga
proses fotosintesis berkurang dan oksigen yang terlarut dalam air juga berkurang
(Carty, 2002). Jika kadar fosfat pada air alami sangat rendah (< 0,01 mg P/1),
2.8. Biosistem
beberapa komponen biologi pada sebuah jaringan kerja yang saling berhubungan
yang di dalamnya terdapat interaksi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pada biositem terdapat proses pengolahan limbah yang terintegrasi antara proses
polutan yang ada pada limbah cair (Gauss dkk, 2008). Biosistem dibuat dengan dua
20
bagian fungsi utama yaitu pertama berupa saringan pasir yang bertujuan untuk
aktivitas mikroba yang menempel pada media dan sekitar akar tumbuhan (Suyasa,
2015).
Fungsi utama pertama dari sebuah biosistem adalah saringan pasir sebagai
padatan yang terkandung dalam air dengan melewatkannya pada suatu media
berpori atau bahan berpori lainnya untuk memisahkan padatan yang dapat berupa
besar bahan padat yang perlu disaring maka semakin besar ukuran pasir yang
antara proses fisis (filtrasi, sedimentasi, dan adsorbsi), proses kimia dan proses
biologis. Sejalan dengan proses penyaringan, bahan pencemar dalam limbah cair
akan bertumpuk dan menebal di atas permukaan media pasir. Setelah beberapa
lama, tumpukan tersebut akan menebal dan menyebabkan media pasir tidak
berfungsi dengan baik dalam menyaring dan mengeluarkan effluent dalam waktu
yang lambat. Kondisi seperti ini menunjukan bahwa media pasir mengalami
clogging atau pemampatan yang dapat diatasi dengan mengangkat dan mencuci
Penggunaan media pasir sebagai alat filter hanya terbatas pada penyaringan
beban padat terapung dan tidak mampu menyaring virus dan bakteri pada limbah
cair. Oleh karena itu, dalam pengolahan limbah dengan tujuan tertentu dianjurkan
sebagai penyedia nutrisi serta saringan pasir sebagai filter dalam menyaring air
limbah. Selain fungsi-fungsi tersebut, tanaman dan media filter juga dapat dijadikan
Komponen tanaman yang paling berfungsi dalam proses ini adalah bagian
(Sumastri,2009).
22
organik tumbuh pada permukaan media dan menempel pada akar tumbuhan.
zat eksudat akar seperti gula, alkohol, dan asam dapat meningkatkan perannya
berbagai jenis tanaman yang memiliki sifat hidup tergenang dan tahan akan kondisi
lingkungan yang relative ekstrem. Mikroorganisme secara alami dapat tumbuh dan
dalam suatu media dan diberikan nutrien sebagai bahan makanan untuk
gelombang 190 nm - 380 nm) dan sinar tampak (panjang gelombang 380 nm - 780
melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut diserap, sebagian
terjadi karena adanya transisi elektron dari tingkat energi rendah ke tingkat energi
hukum yaitu Hukum Lambert dan Hukum Beer. Hukum Lambert menyatakan
hubungan antara absorpsi radiasi dan panjang lintasan melewati medium yang
Gabungan dari kedua hukum ini menghasilkan hukum Lambert-Beer yang menjadi
menyatakan jumlah radiasi cahaya tampak yang diserap atau diteruskan oleh suatu
larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan.
Rumus
𝐼
A=log 𝐼0 = 𝜀. 𝑏. 𝑐 = 𝑎. 𝑏. 𝑐
𝑡
Dimana :
A = Serapan
I0 = Intensitas sinar yang dating
It = Intensitas sinar yang diteruskan
ε = Absorbtivitas molekuler (L.mol-1.cm-1)
a = Daya serap (L.g-1.cm-1)
b = Tebal larutan/kuvet (cm)
c = Konsenstrasi zat (g/l)
Analisis kuantitatif menggunakan spektrofotometri UV-Vis terbagi menjadi
3 teknik yaitu analisis standar tunggal, kurva kalibrasi (kurva standar), dan analisis
24
Kurva kalibrasi adalah plot antara konsentrasi standar dengan absorbansi dengan
y = bx + a