Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN HASIL KERJA PRAKTIKUM

BIOTEKNOLOGI KELAUTAN ( KULTUR ARTEMIA )


KELOMPOK 4
ANGGOTA KELOMPOK
Chandra M Aulia 1804112365
Charun Nisa 1804
Dandi Asmawi 1804
Desi Deria Sianturi 1804124324
Masdhuki Pramukti 1804
Rovizan Diana 1804
Rafli 1804
Harum Farhana 1804
Aulia Riski Hasibuan 1804
Salmi Patima Dalimunthe 1804110997
Topan Yahya Ginting 1804111479
Usia Xoros 1804
Vivi Oktaviani 1804
Vetrus Manalu 1804
Wiranda Dellarosa 1804112687

JURUSAN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat allah swt, yang mana berkat rahmat

dan karunianya lah penulis dapat menengerjakan Laporan Hasil Kerja Praktikum

Bioteknologi Kelautan Berjudul “ Kultur Artemia “ hingga dapat terselesaikan tepat pada

waktu yang telah di tentukan.

Penulis mengucapkan rasa terima kasih penulis kepada dosen pengampu mata kuliah

bioteknologi kelautan, yang telah banyak membantu, membimbing, memberikan arahan dan

petunjuk selama berlangsungnya praktikum yyang diadakan di Laboratorium Mikrobiologi

Laut, Jurusan Ilmu Kelautan.

Penulis telah berusaha sebaik mungkin dalam penulisan dan penyusunan lapotan hasil

kerja praktikum bioteknologi laut ini, namun tak menutup kemungkinan terdapat kesalahan

dalam penyajian, penuisan dan penyusunan laporan ini. kritik dan sran yang membangun

sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini.

Pekanbaru, Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pakan alami sangat diperlukan dalam kegiatan budidaya sebagai makanan larva ikan

atau udang. Salah satu jenis pakan alami adalah artemia (brine shrimp) yang memiliki nilai

gizi tinggi dan sebagai sumber protein bagi larva ikan. Artemia masuk golongan udang-

udangan yang kecil ukurannya. Bentuk dewasa artemia mencapai ukuran 1 cm. Artemia

mampu hidup di perairan yang kadar garamnya tinggi, makan plankton, detritus serta butiran

halus dalam air yang dapat masuk ke dalam mulutnya (filter feeder). Artemia menghasilkan

kista yaitu telur yang diseliputi oleh selubung kuat untuk melindungi embrio dari perubahan

lingkungan yang merugikan.

Artemia yang baru menetas disebut nauplius, merupakan makanan hidup bagi larva

udang dan benih ikan. Menurut Khairuman dan Amri (2005), Artemia sp. Dapat hidup

sampai 6 bulan dan bertelur 4-5 kali. Setiap kali bertelur dapat menghasilkan 50-300 butir

telur. Artemia sp. dewasa mempunyai panjang sekitar 1 cm dan beratnya

10 mg .

1.2. Tujuan

Dilaksankannya praktikum bioteknologi kelautan dengan topik kultur artemia ini

bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui proses dan cara pengkulturan artemia dengan

baik, mengetahui cara pemanenan artemia yang telah dikulturkan, dan mahasiswa mengetahui

serta mampu dalam melakukan pengamatan morfologi artemia melalui pengamatan

mikrosopik.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. 2.1. Sistematika dan Morfologi Artemia Salina

Menurut Priyambodo dan Triwahyuningsih (2003) sistematika Artemia salina adalah

sebagai berikut :

Filum : Anthropoda

Kelas : Crustacea

Subkelas : Branchiopoda

Ordo : Anostraca

Family : Artemidae

Genus : Artemia

Spesies : Artemia salina

(Gambar1. Artemia)
Kista artemia berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan kering dan bulat penuh dalam

keadaan basah. Warnanya coklat yang diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat.

Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan, benturan

keras, sinar ultra violet dan mempermudah pengapungan (Mudjiman, 2008). Artemia dewasa

memiliki ukuran antara 10-20 mm dengan berat sekitar 10 mg. Bagian kepalanya lebih besar
dan kemudian mengecil hingga bagian ekor. Mempunyai sepasang mata dan sepasang

antenulla yang terletak pada bagian kepala. Pada bagian tubuh terdapat sebelas pasang kaki

yang disebut thoracopoda. Alat kelamin terletak antara ekor dan pasangan kaki paling

belakang. Salah satu antena artemia jantan berkembang menjadi alat penjepit, sedangkan

pada betina antena berfungsi sebagai alat sensor. Jika kandungan oksigen optimal, maka

artemia akan berwarna kuning atau merah jambu. Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan

apabila mereka banyak mengkonsumsi mikroalga. Pada kondisi yang ideal seperti ini, artemia

akan tumbuh dengan cepat (Priyambodo dan Triwahyuningsih, 2003).

2.2. Habitat

Artemia, satu-satunya genus dalam keluarga artemidae. Pertama kali ditemukan di

Lymington, inggris pada tahun 1755. Artemia ditemukan diseluruh dunia dipedalaman

saltwater tetapi tidak di lautan. Artemia hidup di perairan yang berkadar garam tinggi, yaitu

antara 15-30 ppt. Pada salinitas yang terlalu tinggi, telur tidak akan menetas yang disebabkan

tekanan osmosis dari luar tubuh lebih tinggi, sehingga telur tidak dapat menyerap air yang

cukup untuk metabolismenya (Dhert, 1980).

Artemia memiliki kemampuan beradaptasi dengan cepat terhadap variasi tingkatan

oksigen di perairan dengan menghasilkan hemoglobin untuk meningkatkan afinitas oksigen.

Kandungan oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan artemia adalah di atas 3 mg/L

namun kadar oksigen kurang dari 2 mg/L dapat menjadi pembatas produksi biomasa artemia

(Mudjiman, 1983).

2.3. Kebiasaan Makan

Menurut Mujdjiman (1989), kebiasaan makan artemia salina yaitu dengan manyaring

pakan (filter feeder). Artemia menelan apa saja yang ukurannya kecil, baik benda hidup,

benda mati, benda keras, maupun benda lunak. Di alam, pakan artemia antara lain berupa
detritus bahan organik, ganggang-ganggang renik, bakteri, dan cendawan (ragi laut). Menurut

Thariq et al (2002) menyatakan bahwa artemia juga merupakan hewan yang bersifat filter

feeder non selektif, oleh sebab itu faktor terpenting yang harus diperhatikan dalam memilih

pakan artemia adalah ukuran partikel kurang dari 50 µm sehingga mudah dicerna,

mempunyai nilai gizi dan dapat larut dalam media kultur. Artemia mulai makan pada instar

ketiga, yaitu setelah saluran pencernaan terbentuk. Ukuran partikel pakan untuk larva artemia

adalah 20-30 µm dan untuk artemia dewasa antara 40-50 µm.

2.4. Reproduksi

Chumaidi et al., (1990) menyatakan bahwa perkembangbiakan artemia ada dua cara,

yakni partenhogenesis dan biseksual. Pada artemia yang termasuk jenis parthenogenesis

populasinya terdiri dari betina semua yang dapat membentuk telur dan embrio berkembang

dari telur yang tidak dibuahi. Sedangkan pada artemia jenis biseksual, populasinya terdiri dari

jantan dan betina yang berkembang melalui perkawinan dan embrio berkembang dari telur

yang dibuahi.

Pada awalnya naupli berwarna orange kecoklatan karena masih mengandung kuning

telur. Artemia yang baru menetas belum bisa makan, karena mulut dan anusnya belum

terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam naupli tersebut akan berganti kulit dan memasuki

tahap larva kedua (nauplius II). Dalam fase ini naupli tersebut akan mulai makan dengan

pakan berupa mikroalga, bakteri, dan detritus organik lainya. Nauplius bersifat tidak memilih

pakan sehingga akan memakan segala jenis pakan yang dapat dikonsumsinya selama ukuran

sesuai dengan bukaan mulut nauplius. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum

menjadi dewasa dalam kurun waktu 8 hari. Artemia dewasa rata-rata berukuran sekitar 8 mm,

meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan

20 mm (Sumeru, 2008).
Dalam tingkat salinitas rendah dan pakan yang optimal, artemia betina bisa

menghasilkan naupli sebanyak 75 ekor perhari. Selama masa hidupnya (sekitar 50 hari)

artemia bisa memproduksi naupli rata-rata sebanyak 10-11 kali. Dalam kondisi normal,

artemia dewasa bisa hidup selama 3 bulan dan memproduksi naupli atau kista sebanyak 300

ekor (butir) per 4 hari (Sumeru, 2008).

2.5. Kualitas Air

Artemia sp. secara umum tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25-30 oC. Kista

artemia kering tahan terhadap suhu -273 hingga 100 oC. Artemia dapat ditemui di danau

dengan kadar garam tinggi, disebut dengan brain shrimp. Kultur biomasa artemia yang baik

pada kadar garam 30-50 ppt. Untuk artemia yang mampu menghasilkan kista membutuhkan

kadar garam diatas 100 ppt (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Faktor lain yang penting

adalah pH, cahaya, dan oksigen. Nilai pH berkisar antara 8-9 merupakan nilai yang paling

baik, sedangkan pH di bawah 5 atau lebih tinggi dari 10 dapat membunuh artemia. Cahaya

minimal diperlukan dalam proses penetasan akan sangat menguntungkan bagi pertumbuhan

artemia (Jusadi, 2003).

2.6. Penetasan Kista Artemia salina

Harefa (1996) mengatakan bahwa penetasan kista artemia dapat dilakukan dengan 2

cara, yaitu penetasan langsung dan penetasan dengan cara dekapsulasi. Cara dekapsulasi

dilakukan dengan mengupas bagian luar kista menggunakan larutan hipoklorit tanpa

mempengaruhi kelangsungan hidup embrio. Cara dekapsulasi merupakan cara yang tidak

umum digunakan pada panti-panti benih, namun untuk meningkatkan daya tetas dan

meneghilangkan penyakit yang dibawa oleh kista artemia cara dekapsulasi lebih baik

digunakan.
Langkah-langkah penetasan kista artemia dengan cara dekapsulasi yaitu dengan cara

kista artemia dihidrasi dengan menggunakan air tawar selama 1-2 jam, kemudian kista

disaring menggunakan plankton net 120 mikronm dan dicuci bersih. Tahap selanjutnya kista

dicampur dengan larutan kaporit/klorin dengan dosis 1,5 ml per 1 gram kista, kemudian

diaduk hingga warna menjadi merah bata, lalu kista segera disaring menggunakan plankton

net 120 mikronm dan dibilas menggunakan air tawar sampai bau klorin hilang, barulah siap

untuk ditetaskan selanjutnya kista akan menetas setelah 18-24 jam. Pemanenan dilakukan

dengan cara mematikan aerasi untuk memisahkan cytae yang tidah menetas dengan naupli

artemia (Harefa, 1996).

Purwakusuma (2008) kista hasil dekapsulasi dapat segera digunakan (ditetaskan) atau

disimpan dalam suhu 0-4 oC dan digunakan sesuai kebutuhan. Dalam kaitannya dengan

proses penetasan Chumaidi et al (1990) mengatakan kista setelah dimasukan ke dalam air laut

(5-70 ppt) akan mengalami hidrasi berbentuk bulat dan di dalamnya terjadi metabolisme

embrio yang aktif, sekitar 24 jam kemudian cangkang kista pecah dan muncul embrio yang

masih dibungkus dengan selaput. Pada saat ini panen segera akan dilakukan.
III. METODE PRAKTEK

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 8 Juni 2021 hingga tangggal 9 Juni 2021,

dilakukan pada Laboratorium Mikrobiologi Laut, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan

Dan Kelautan, Universitas Riau.

3.2. Alat dan Bahan

Adapun peralatan dan bahan yang digunakan dalam melakukan prosedur kerja

pengkulturan artemia, di paparkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Peralatan dan bahan kultur

No Jenis Alat Nama Bahan


1 Selang Oksigen Garam Laut
2 Botol Plastik 1,5 L Kista Artemia Dalam Kaleng
( Seramix)
3 Pompa Udara Dedak/pakan
4 Refraktometer
5 Mikrooskop
6 Sendok
7 Timbangan Analitik
8 Cawan Petri
9 Objek Glass
10 Wadah Panen
3.3 Prosedur Kerja

1. langkah pertama yang dilakukan adalah memotong botol plastik menjadi 2 bagian. Pada

bagian tutup bolot dibuatkan lubang tempat selang oksigen dan bagian bawah botol

digunakan sebagai dudukan.

2. persiapan media tumbuh artemia dalam botol plastik dengan melarutkan garam secara

perlahan dengan air bersih guna mencapai salinitas optimal sekitar 30 – 35 ppt diukur

menggunakan refraktometer ( sekitar 500ml ).

3. masukkan kista artemia sebanyak 1gr kedalam wadah air bersalinitas 35ppt.

4. hidupkan mesin pompa udara untuk mensuplai oksigen pada botol selama 48 jam.

5. artemia selanjutnya diamati dibawah mikroskop.

6. pertumbuhan artemia diamati pada waktu 2 jam, 5 jam, 21 jam, dan 48 jam.

jumlah artemia panen


SR= x 100 %
jumlah artemiaterbar

7. panen artemia dapat dilakukan jika mencapai ukuran 8ml atau dalam jangka 2 minggu.

8. penangkapan artemia dilakukan dengan cara mematikan mesin pompa udara, dan biarkan

air dalam botol selama 20 menit. Bayi artemia akan mengenap dan berada di bagian bawah

botol, tinggal di serok atau disaring dengan kain halus.

9.bilas artemia dengan air mineral bersih pada saat masih dalam saringan sebanyak 2 kali.

10. maka artemia siap diberikan pada larva udang maupun benih ikan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Berdasarkan dari praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil yang disajikan pada

Tabel 2 sebagai tabel hasil identifikasi.

Tabel 2. Hasil identifikasi

No Waktu (Jam) Pertumbuhan Ertemia Penetasan ( % )


1 2 0%
2 5 10 %
3 24 95 %

Pengamatan yang dilakuakkn terhadap kultur artemia dilakuakn saat kultur artemia berada

pada saat 2 jam dan pengamatan saat 5 jam, bentuk dati kultur atemia pada waktu ini

ditujjukkan pada Gambar ....

4.2. Pembahasan
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Chumaidi et. al. 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Pakan Alami Ikan dan UdangPuslitbangkan
PHP\KAN\PT\12\Rep\1990, Jakarta

Dhert, P., P. Sorgeloos, and B. Devresse. 1980. Contribution toward a specific DHA
enrichment in the live food Brachionus plicatilis and Artemia sp.I n: Reinertsen, H.,
L.A. Dahle, L. Jorgensen, and K. Tvinnereim (eds). Proceeding of The First
National Conference of Fish Farming Technology. Rotterdam: Comittee of the First
National Conference of Fish Farming Technology.

Harefa, 1996. Laporan Kegiatan Kultur Kopepoda dan Artemia dengan Pakan Fermentasi,
Dirjen perikanan BBL Lampung

Isnansetyo dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Pakan
Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanasius, Yogyakarta.

Jusadi, Dedy. 2003. Modul Penetasan Artemia. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan
Nasional.

Mudjiman, A. 2008. Makanan Ikan Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Persoone, G. dan P. Sorgeloos 1975. Technological imporvements for the cultivation of


invertebrates as food for fishes and crsutaceans I. Devices and methods. Aquaculture
6 : 275 – 289.

Purwakusuma, W. 2008. Artemia Salina. (fish.com/pakanIkan/Artemia.php). Diakses Pada


Tanggal 28 April 2012.

Sumeru, Sri Umiyati dan Suzzy Anna. 2008. Penyediaan Nauplii Artemia. http://
hobiikan.blogspot.com/2008/10/penyediaannauplii- artemia.html [17 Mei 2009].

Thariq et al. 2002. Biologi Zooplankton. Seri Budidaya Laut No.9. Balai Budidaya Laut
Lampung, Lampung.

Anda mungkin juga menyukai