Anda di halaman 1dari 16

-1 -

SALINAN

Hasil rapat tgl 10/2/2015/ernie


No. SK :

BUPATI BERAU
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

NOMOR TAHUN 2018

TENTANG

PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE


DI APL KABUPATEN BERAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BERAU,

Menimbang : a. bahwa Undang-undang nomor 23 tahun 2014 Lampiran K


tentang pengelolaan Kehati yang berada di kabupaten/kota
menjadi kewenangan Kabupaten/Kota.

b. bahwa ekosistem mangrove merupakan salah satu


keanakeragaman hayati di kabupaten Berau yang memiliki
potensi yang besar.

c. bahwa ekosistem mangrove di Kabupaten Berau sebagai


modal pembangunan, memiliki peran nyata bagi kehidupan
dan penghidupan yang memberikan manfaat ekologi, sosial,
budaya dan ekonomi secara seimbang, berkelanjutan dan
dinamis;

d. bahwa ekosistem mangrove di Berau merupakan salah satu


penentu sistem penyangga kehidupan dan potensi
sumberdaya alam yang harus diurus dan dikelola, dilindungi
dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi
kesejahteraan masyarakat untuk generasi saat ini dan masa
yang akan datang;

e. bahwa ekosistem mangrove di Berau rentan mengalami


tekanan kerusakan akibat kejadian alam dan aktivitas
manusia yang mengakibatkan penurunan fungsi ekosistem
mangrove, sehingga perlu diatur pengelolaannya;
-2 -

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e
tersebut diatas, maka perlu menetapkan Peraturan
Daerah tentang Pengelolaan Ekosistem Mangrove di APL
Kabupaten Berau.
Mengingat : 1. Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3419);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Ranaman (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3478)
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 29, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4374), menjadi Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-
Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4401);
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5073);
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
-3 -

6. Undang- Undang Nomor 1 tahun 2014, tentang perubahan


atas Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5589)menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-
Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5657);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4453) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2009 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun
2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 132, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta
Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007
tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4814);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang
Reklamasi dan Rehabilitasi Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 201, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4947);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
-4 -

13. Peraturan presiden Nomor 73 tahun 2012 tentang Startegi


Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove
14. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2014 tentang Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran
Daerah Kabupaten Berau Tahun 2014 Nomor 8);

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BERAU

dan

BUPATI BERAU

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN


EKOSISTEM MANGROVE DI APL KABUPATEN BERAU

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :


1. Daerah adalah Kabupaten Berau.
2. Pemerintahan Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom Kabupaten Berau.
3. Bupati adalah Bupati Kabupaten Berau.
4. Ekosistem adalah kesatuan komonitas tumbuh-tumbuhan, hewan dan
organism lainnya serta proses yang menghubungkan satu sama lain dalam
membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas.
5. Kawasan adalah bagian dari wilayah pesisir yang memiliki fungsi tertentu
yang ditetapkan berdasarkan criteria karakteristik fisik, biologi, sosiali dan
ekonomi, untuk dipertahankan keberadaannya.
6. Kawasan Ekosistem Mangrove adalah hutan mangrove yang berada di Areal
Pemanfaatan Lain di Kabupaten Berau.
7. Kawasan Muara Sungai dan pantai adalah kawasan yang mempunyai nilai
strategis potensial yang penanganannya diutamakan untuk meningkatkan
fungsi kawasan lindung dan fungsi kawasan budidaya di dalam wilayah
pengelolaan.
8. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam
dan sumberdaya buatan serta nilai sejarah dan budaya bangsa, guna
kepentingan pembangunan berkelanjutan.
-5 -

9. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama


untuk dibudidayakan atas dasar kondisi atau potensi sumberdaya alam,
sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
10. Kawasan Penyangga adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
menjamin terpeliharanya proses ekologi yang menunjang kelangsungan
kehidupan untuk kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
11. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut.
12. Ekosistem Mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya
kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara mahluk hidup
dengan lingkungannya dan diantara mahluk hidup itu sendiri, terdapat pada
wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh
spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan
asin/payau.
13. Pengelolaan ekosistem Mangrove adalah upaya untuk memperoleh manfaat
hutan mangrove yang sebesar-besarnya dan lestari untuk kemakmuran
rakyat, meliputi kegiatan perlindungan, pemanfaatan, pendidikan, penelitian
dan pengembangan, pemberdayaan masyarakat
14. Pemanfaatan Ekosistem Mangrove adalah kegiatan untuk memanfaatkan
kawasan mangrove, jasa lingkungan, dan hasil hutan bukan kayu secara
optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga
kelestariannya.
15. Pemanfaatan Kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh
sehingga diperoleh manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi secara optimal
dengan tidak mengurangi fungsi utamanya.
16. Pemanfaatan Jasa Lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi
jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi
utamanya.
17. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan
dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak
lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.
18. Masyarakat adalah masyarakat umum yang meliputi masyarakat sekitar,
masyarakat Kabupaten Berau, dan masyarakat di luar Kabupaten Berau
19. Kerjasama/kemitraan adalah hubungan kerja antara individu atau kelompok
yang bekerjasama pada suatu kegiatan tertentu untuk pencapaian tujuan
yang telah ditentukan dengan persyaratan yang telah disepakati bersama baik
secara tertulis maupun tidak tertulis.
20. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lain.
21. APL adalah singkatan dari Areal Pemanfaatan Lain, yaitu kawasan mangrove
yang berada di luar kawasan budidaya kehutanan
22. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah
Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang khusus untuk melakukan kegiatan
penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.
-6 -

BAB II

ASAS, MAKSUD, TUJUAN, DAN FUNGSI

Pasal 2

Pengelolaan ekosistem mangrove berazaskan:


a. keberlanjutan;
b. konsistensi;
c. keterpaduan;
d. kepastian hokum;
e. kemitraan;
f. pemerataan;
g. peran serta masyarakat;
h. keterbukaan;
i. akuntabilitas, dan
j. keadilan.
Pasal 3

Pengelolaan ekosistem mangrove dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas


Pengelolaan ekosistem mangrove sebagai bagian dari hutan secara lestari, dengan
melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat guna menjamin kelestarian
ekosistem pesisir, serta menjamin ketersediaan lapangan kerja dan kesempatan
berusaha bagi masyarakat setempat, dalam memecahkan persoalan ekonomi,
sosial dan budaya lokal yang terjadi di masyarakat sekitar ekosistem mangrove.

Pasal 4

Tujuan Pengelolaan ekosistem mangrove adalah :


a. melindungi, mengkonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya
kawasan ekosistem mangrove secara berkelanjutan;
b. menciptakan harmonisasi, sinergitas dan keterpaduan antara Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan para pemangku
kepentingan dalam Pengelolaan ekosistem mangrove;
c. menjamin keberadaan ekosistem mangrove dengan luasan yang cukup dan
sebaran yang proporsional;
d. mengoptimalkan fungsi lindung untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial,
budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari;
e. memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintahan serta
mendorong inisiatif masyarakat dalam Pengelolaan ekosistem mangrove agar
tercapai keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan; dan
f. meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran
serta masyarakat dalam pemanfaatan ekosistem mangrove .

Pasal 5

Pengelolaan ekosistem mangrove berfungsi untuk melindungi kawasan ekosistem


mangrove agar memberikan manfaat dan dapat mensejahterakan masyarakat.
-7 -

BAB III

RENCANA PENGELOLAAN
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup

Pasal 6

Ruang lingkup wilayah pengelolaan ekosistem mangrove adalah kawasan pesisir


pantai dan muara sungai di daerah, yang batas-batasnya akan diatur kemudian
dengan perturan Bupati berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Berau.

Pasal 7

Ruang lingkup Pengelolaan ekosistem mangrove, meliputi :


a. penetapan kebijakan pengelolaan ;
b. Perencanaan dan Penataan
c. pengelolaan
d. Kelembagaan
e. Pengawasan dan pengendalian

Bagian Kedua
Sasaran

Pasal 8

Sasaran pengelolaan ekosistem mangrove adalah terlaksananya secara terpadu


usaha pelestarian ekosistem mangrove dan penataan pengelolannya, yang meliputi
a. Rehabilitasi ekosistem mangrove yang rusak di wilayah Areal Pemanfaatan
Lain
b. Melestarikan ekosistem mangrove di Areal Pemanfaatan Lain
c. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya menjaga
kelestarian ekosistem mangrove
d. Terciptanya pengelolaan lestari dan pemanfaatan yang terkendali terhadap
ekosistem mangrove berbasis masyarakat dan bertanggung jawab

Pasal 9

Jenis-jenis vegetasi mangrove yang menjadi sasaran dalam pengelolaan, meliputi :


a. Camptostemon philippinense (vidal) Becc
b. Avicennia sp
c. Bruguiera sp
d. Rhizophora sp
e. Sonneratia sp
f. Nypa fruticans
g. Xylocarpus sp
h. Ceriops sp
i. Lumnitzera sp
j. Heritera sp
k. Kandelia sp
l. Excoecaria sp
-8 -

BAB IV

KEBIJAKAN PENGELOLAAN

Pasal 10

Kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove dilaksanakan secara terpadu dengan


memperhatikan fungsi daerah asuhan bagi sumberdaya ikan, tata ruang,
keterlibatan masyarakat dengan tetap melindungi keragaman jenis mangrove,
menghindari percepatan penurunan ketersediaan ekosistem mangrove dan
melarang penebangan pada zona perlindungan

BAB V
PERENCANAAN, PENATAAN

Bagian Kesatu
Perencanaan

Pasal 11

(1) Perencanaan ekosistem mangrove dimaksudkan untuk memberikan pedoman


dan arah yang menjamin tercapainya tujuan pengelolaan ekosistem mangrove.
(2) Pemerintah Daerah menyusun rencana pengelolaan ekosistem mangrove sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan dokumen perencanaan
Kabupaten.
(3) Perencanaan ekosistem mangrove, meliputi :
a. inventarisasi dan identifikasi ekosistem mangrove;
b. penataan zonasi ekosistem mangrove ;
c. pembentukan wilayah pengelolaan ekosistem mangrove ; dan
d. penyusunan rencana pengelolaan ekosistem mangrove.
(4) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan
ketentuan :
a. transparan, partisipatif dan bertanggunggugat;
b. secara terpadu dengan memperhatikan kepentingan Daerah dan
masyarakat serta seluruh pemangku kepentingan, dengan
mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, sosial budaya dan berwawasan
global; dan
c. memperhatikan kekhasan budaya dan aspirasi daerah serta kearifan lokal.

Bagian Kedua
Penataan

Pasal 12

(1) Penataan ekosistem mangrove dilaksanakan dalam rangka penetapan fungsi


dan zonasi ekosistem mangrove.
(2) Zonasi ekosistem mangrove sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
penetapan dan pengembangan jenis tanaman serta kegiatan lainnya sesuai
dengan fungsi kawasan.
-9 -

(3) Ketentuan mengenai penataan ekosistem mangrove sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB V

PENGELOLAAN

Bagian kesatu
Penetapan Kawasan / Zonasi

Pasal 13

(1) Kawasan / zonasi ekosistem mangrove ditetapkan sebagai berikut :


a. Perlindungan ekosistem mangrove adalah upaya pengamanan
ekosistem mangrove untuk mencegah dan membatasi kerusakan
ekosistem mangrove.
b. Pemanfaatan ekosistem mangrove adalah kegiatan yang
diselenggarakan untuk memperoleh manfaat hasil dan jasa ekosistem
mangrove secara optimal, adil dan lestari.
c. Pelestarian ekosistem mangrove adalah kegiatan yang bertujuan
untuk menjaga dan melindungi serta melestarikan ekosistem
mangrove seperti rehabilitasi dan restorasi mangrove
(2) Kawasan / Zonasi ekosistem mangrove sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Berau

Bagian Kedua
Jenis Kegiatan yang Boleh Dilaksanakan

Pasal 14

Jenis kegiatan yang boleh dilaksanakan pada kawasan / zonasi sebagaimana


dimaksud dalam pasal 13, adalah :
a. Di kawasan/ Zona Perlindungan berupa kegiatan penelitian dan pendidikan
dengan tetap menjaga keragaman hayati
b. Di Kawasan / Zona Pemanfaatan, berupa :
1. Budidaya Perikanan
2. Pengelolaan dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan (Jasling) dan ekowisata
3. Pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu / non kayu /
hasil hutan mangrove (madu, getah, daun, buah, biji, tannin)
4. Budidaya tanaman obat
5. Fasilitas umum
6. Budidaya tanaman endemic
7. Penyimpanan karbon
c. Di kawasan / zona pelestarian
1. Penetapan rencana rehabilitasi dan restorasi mangrove
2. Pengelolaan dan penanaman di DAS /sepadan sungai kawasan ekosistem
mangrove
3. Pelestarian flora dan fauna yang endemic di kawasan ekosistem
mangrove
4. Perlindungan keanekaragaman hayati
5. Penyelamatan dan perlindungan ekosistem mangrove
6. Sosialisasi dan penyuluhan
- 10 -

Bagian Ketiga
Jenis Kegiatan yang Tidak Boleh Dilaksanakan

Pasal 15

Jenis kegiatan yang tidak boleh dilaksanakan pada kawasan / zonasi


sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, adalah :
a. Di kawasan/ Zona Perlindungan berupa semua kegiatan kecuali penelitian
dan pendidikan
b. Di Kawasan / Zona Pemanfaatan, berupa :
1. Penebangan liar
2. Merusak tumbuhan
3. Budidaya tanaman industry
4. Melakukan konverse ekosistem mangrove di kawasan / zona budidaya
yang tidak mempertimbangkan keberlanjutan fungsi ekologis
c. Di kawasan / zona pelestarian
. 1. Penebangan liar
2. Merusak tumbuhan
3. Menangkap satwa endemic yang ada di ekosistem mangrove

BAB VI

KELEMBAGAAN

Pasal 16

(1) Dalam pengembangan hutan mangrove, dapat dibentuk Unit Pelaksana Teknis
Dinas.
(2) Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Dinas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB VII

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 17

1. Pengawasan dan Pengendalian terhadap ekosistem mangrove dilakukan oleh


Pemerintah Daerah
2. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan dan pengendalian pengelolaan
ekosistem mangrove sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah
wajib melakukan pemantauan, pengamatan lapangan dan /atau evaluasi
terhadap perencanaan dan pelaksanaannya.
3. Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan dan pengendalian
pengelolaan ekosistem mangrove sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
- 11 -

BAB VIII

SISTEM INFORMASI

Pasal 18

(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan sistem informasi pengelolaan ekosistem


mangrove guna mendukung pengelolaan kawasan lindung Daerah.
(2) Sistem informasi pengelolaan ekosistem mangrove sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi kondisi dan keberadaan ekosistem mangrove, upaya
perlindungan dan pelestarian, pengendalian dan kerusakan, pendayagunaan,
penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(3) Jaringan sistem informasi pengelolaan ekosistem mangrove harus mudah
diakses oleh masyarakat.
(4) Pemerintah Daerah membentuk pusat informasi pengelolaan ekosistem
mangrove.

BAB IX

KOORDINASI

Pasal 19

Bupati melaksanakan koordinasi keterpaduan pengelolaan hutan mangrove


dengan Pemerintah, Pemerintah Kabupaten, Badan Usaha Milik Negara/Daerah
dan dunia usaha, meliputi :
a. fasilitasi;
b. bimbingan;
c. supervisi;
d. konsultansi;
e. pemantauan; dan
f. evaluasi.

BAB X

KERJASAMA DAN KEMITRAAN

Bagian Kesatu
Kerjasama

Pasal 20

(1) Pemerintah Daerah mengembangkan pola kerjasama dalam rangka pengelolaan


ekosistem mangrove.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan antara Pemerintah
Daerah dengan :
a. Pemerintah;
b. Pemerintah Kabupaten/Kota;
c. Badan Usaha Milik Negara/Daerah; dan
d. Badan usaha swasta.
- 12 -

Bagian Kedua
Kemitraan

Pasal 21

(1) Pemerintah Daerah membentuk kemitraan dengan dunia usaha, lembaga


penelitian dan pengembangan, perguruan tinggi dan/atau lembaga lain dalam
rangka pengelolaan ekosistem mangrove.
(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam kegiatan :
a. pendidikan dan pelatihan peningkatan kompetensi sumberdaya manusia;
b. penelitian dan pengembangan; dan
c. kegiatan lain sesuai kesepakatan, dengan prinsip saling menguntungkan.

BAB XI

PERANSERTA MASYARAKAT DAN DUNIA USAHA

Pasal 22

(1) Masyarakat dan dunia usaha berperanserta dalam Pengelolaan ekosistem


mangrove.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. pelaksanaan upaya pemulihan ekosistem mangrove kritis;
b. Pelestarian dan menjaga ekosistem mangrove;
c. pemeliharaan ekosistem mangrove;
d. peningkatan nilai ekonomis dari keberadaan ekosistem mangrove yang
berfungsi ekologis; dan
e. berperan aktif dalam pengawasan pemanfaatan ekosistem mangrove.
(3) Peran serta dunia usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. pemberian kontribusi terhadap pemulihan ekosistem mangrove melalui
kegiatan pertanggungjawaban sosial perusahaan atau corporate social
responsibility (CSR);
b. kemitraan usaha dengan masyarakat setempat dalam Pengelolaan
ekosistem mangrove; dan
c. peningkatan nilai ekonomis dari keberadaan ekosistem mangrove yang
berfungsi ekologis.
(4) Pelaksanaan peranserta masyarakat dan dunia usaha dalam Pengelolaan
ekosistem mangrove sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) harus
memperhatikan ambang batas, dayadukung dan dayatampung lingkungan.
- 13 -

BAB XII

INSENTIF

Pasal 23

(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif kepada masyarakat dan dunia
usaha yang melaksanakan Pengelolaan dan Pengelolaan ekosistem mangrove
untuk pencapaian 45% (empat puluh lima persen) kawasan lindung Daerah,
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Insentif kepada masyarakat dan dunia usaha, dapat diberikan dengan
pertimbangan keterlibatan masyarakat dan dunia usaha terhadap upaya
Pengelolaan ekosistem mangrove guna mewujudkan luasan kawasan lindung
di Daerah, dalam bentuk :
a. bantuan sosial;
b. kompensasi;
c. kerjasama pendanaan untuk kelestarian lingkungan;
d. penyediaan infrastruktur; dan/atau
e. penghargaan.
(3) Ketentuan mengenai insentif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati,
sesuai ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.

BAB XIII

LARANGAN

Pasal 24

(1) Dalam pemanfaatan kawasan ekosistem mangrove, dilarang :


a. mengurangi dan/atau mengubah fungsi utamanya
b. menebang di lokasi yang berdekatan daerah penangkapan ikan, daerah
pemukiman, muara sungai dan pantai menuju ke laut
c. mengambil atau memanfaatkan hasil hutan kayu;
d. menimbulkan dampak negatif dan sosial ekonomi;
e. menggunakan peralatan mekanis dan alat berat;
f. membangun sarana dan prasarana pada hutan mangrove, kecuali dalam
mendukung kegiatan budidaya; dan
(2) Dalam pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan mangrove, dilarang :
a. mengurangi, mengubah, dan/atau menghilangkan fungsi utamanya;
b. melakukan pengrusakan dan pencemaran ekosistem mangrove dan vegetasi
pantai; dan
c. mengganggu fungsi ekosistem mangrove, vegetasi pantai dan/atau tempat
perkembangbiakan biota laut.
(3) Dalam pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan mangrove, dilarang :
a. merusak lingkungan;
b. mengurangi, mengubah dan menghilangkan fungsi utamanya;
- 14 -

c. memungut hasil hutan bukan kayu yang banyaknya melebihi produktivitas


lestarinya; dan
d. memungut hasil hutan yang dilindungi undang-undang.
(4) Dalam pemanfaatan biota laut pada hutan mangrove, dilarang :
a. merusak lingkungan;
b. mengurangi, mengubah dan menghilangkan fungsi utamanya;
c. memanfaatkan biota laut yang melebihi produktivitas lestarinya; dan
d. memanfaatkan biota laut yang dilindungi undang-undang.

BAB XIV

PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 25

Bupati melalui SKPD terkait melaksanakan pembinaan dan pengendalian


terhadap pengelolaan ekosistem mangrove di kawasan areal pemanfaatan lainnya.

Pasal 26

Bupati melaksanakan pengawasan melalui SKPD terkait terhadap pengelolaan


ekosistem mangrove di Daerah dan pelaksanaan pembinaan dan kinerja
Pemerintah Kabupaten dalam pengelolaan ekosistem mangrove.

BAB XV

PEMBIAYAAN

Pasal 27

Pembiayaan pengelolaan ekosistem mangrove bersumber dari :


a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Berau; dan
b. Sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat.

BAB XVI

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 28

(1) Orang atau badan usaha yang memiliki izin usaha pemanfaatan kawasan, izin
usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan
bukan kayu, izin pemungutan hasil hutan, dan/atau pemegang izin lainnya
yang melanggar Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi administrasi, berupa:
a. teguran tertulis;
b. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha;
c. pembekuan izin;
- 15 -

d. pencabutan izin;
e. penetapan ganti rugi; dan/atau
f. denda.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administrasi sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB XVII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 29

(1) Setiap orang dan/atau badan yang melanggar Peraturan Daerah ini diancam
pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(3) Selain ketentuan pidana yang dimaksud pada ayat (1) dan (2), dikenakan
sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XVIII

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 30

(1) PPNS adalah Pejabat/Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah


Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan
penyidik yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan
penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah.
(2) PPNS mempunyai tugas melakukan penyidikan atas pelanggaran Peraturan
Perundang-Undangan yang menjadi dasar hukumnya dan Peraturan Daerah
yang mengandung sanksi pidana.
(3) PPNS dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
mendapat surat perintah dari Sekretaris daerah atau pelaksana tugas harian
atau atasan langsung PPNS, serta dapat berkoordinasi dengan Penyidik POLRI.
(4) Wewenang PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. menerima, laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah;
b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan ditempat kejadian;
c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
d. melakukan penyitaan benda atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
- 16 -

g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan


pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari
penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan
merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik
memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau
keluarganya;
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.

BAB XIX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan dan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Berau.

No Nama Jabatan Paraf Ditetapkan di Tanjung Redeb


1. Ir. H. Ahmad Rifai, MM Wakil Bupati pada tanggal 2018
2. Drs. H. Jonie Marhansyah Sekretaris Daerah
3. Drs. H. Anwar Asisten Pemerintahan BUPATI BERAU,
4. Hj. Sri Eka Takariyati, SH. MM Kabag Hukum & PerUU
5. Iwan Setiawan, SH Kasubbag Pert. PerUU
H. MUHARRAM

Diundangkan di Tanjung Redeb Salinan sesuai dengan aslinya


pada tanggal 2018 Kepala Bagian Hukum dan
Perundang-Undangan,
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN BERAU
SRI EKA TAKARIYATI, SH. MM
ttd Pembina
NIP. 19651212 199403 2 008
H. JONIE MARHANSYAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN 2018 NOMOR 3

KABUPATEN BERAU
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR : (11/2014)

Salinan sesuai dengan aslinya


Salinan sesuai
An. Kepala Bagian Hukumdengan aslinya
& PerUndang-Undangan
Kepala Bagian Hukum dan Hukum
Kasubbag Dokumentasi & Informasi
Perundang-Undangan,

WIWIK DWI KORIYANTO, SH


Penata Tk. I
Hj. SRI EKA
NIP. TAKARIYATI,
19651018 199703SH. MM
1 004
Pembina Tk. I
NIP. 19651212 199403 2 008

Anda mungkin juga menyukai