Anda di halaman 1dari 11

PERANCANGAN PENGEMBANGAN ZONA TATA RUANG

KABUPATEN BULUKUMBA

DISUSUN OLEH:
NURUL HIKMA SAHARANI
G011 21 1143

DEPARTEMEN ILMU TANAH


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
I. PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Lahan adalah lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, flora
dan fauna, serta bentukan hasil budaya. Keadaan nyata lahan sangat penting bagi
makhluk hidup karena lahan dapat diolah untuk mememenuhi kebutuhan
manusia, pengolahan lahan tersebut dalam bentuk penggunaan lahan.
Penggunaan lahan adalah setiap bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya (Rochman et al., 2014)
Seiring berjalannya waktu, dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan
penduduk yang cukup pesat. Pertumbuhannnya yang terus bertambah akan diiringi
dengan kebutuhan yang meningkat pula. Pemenuhan kebutuhan yang terus
bertambah tidak diiringi dengan pertambahan lahan, sehingga banyak penggunaan
lahan yang dibuat hanya berdasarkan kepentingan untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri yang terkadang melupakan kesesuaian lahannya. Salah satu dampaknya
adalah perubahan fisik lahan (ruang) atau konversi lahan dari lahan pertanian
menjadi lahan non pertanian Kebanyakan dari alih fungsi lahan inibersifat
irreversible. Pada kenyataannya telah diketahui bahwa luas lahan sebagai tempat
aktivitas penduduk dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup mereka dari waktu
ke waktu akan terus berkurang (Alwan et al., 2020)
Perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi di suatu daerah terkadang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang yang telah dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah
daerah setempat, seperti yang terdapat dalam Rencana Detail Tata Ruang Tahun
2015. Muatan rencana detail tata ruang mencakup rencana struktur ruangdan
rencana pola ruang. Rencana struktur ruang meliputi rencana sistem pusat
permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana, sedangkan rencana pola ruang
meliputi peruntukan kawasan lindung dan budidaya. Adanya peta rencana maka
diharapkan dalam pembagunan dapat dievaluasi terarah dan sesuai dengan penataan
ruangnya. Evaluasi penggunaan lahan pada daerah dapat diartikan sebagai usaha
untuk pengendalian, penataan, dan perencanaan terhadap perkembangan daerah
(Hartawan dan Ruwaidah, 2021).
1.2 TUJUAN
Mini Project ini bertujuan untuk menghasilkan perencanaan tata ruang terkait
pemanfaatan lahan pada beberapa kecamatan yang ada di kabupaten Bulukumba
1.3 METODE DAN TAHAPAN
Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi yang dipilih dalam penyusunan mini project ini ditetapkan di
Kabupaten Bulukumba
Analisis dan pengumpulan referensi dan data-data mini project yang terkait
dengan lokasi yang dipilih dilakukan pada tanggal 23-25 Juni 2023.
Metode deskriptif
Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data dari berbagai sumber
terutama sumber internet, data sekunder ini digunakan untuk mengetahui letak serta
potensi yang dimiliki wilayah yang telah di tentukan sebelumnya.
2. KONDISI LOKASI
a. Batas Administrasi
Secara geografis Kabupaten Bulukumba terletak pada koordinat antara 5°20”
sampai 5°40” Lintang Selatan dan 119°50” sampai 120°28” Bujur Timur.
Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Sinjai di sebelah utara, sebelah timur
berbatasan dengan Teluk Bone, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores, dan
di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng.
Secara kewilayahan, Kabupaten Bulukumba terbagi dalam 10 kecamatan, 24
kelurahan, dan 123 desa. Kabupaten Bulukumba berada pada kondisi empat
dimensi, yakni dataran tinggi pada kaki Gunung Bawakaraeng – Lompobattang,
dataran rendah, pantai dan laut lepas. Daerah dataran rendah dengan ketinggian
antara 0 s/d 25 meter di atas permukaan laut meliputi tujuh kecamatan pesisir, yaitu
Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungbulu, Kecamatan Ujung Loe, Kecamatan
Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang dan Kecamatan Herlang.
b. Biofisik
1. Iklim
Klasifikasi iklim di Kabupaten Bulukumba termasuk iklim lembap atau agak
basah. Kabupaten Bulukumba berada di sektor timur, musim gadu antara Oktober
– Maret dan musim rendengan antara April – September. Terdapat 8 buah stasiun
penakar hujan yang tersebar di beberapa kecamatan, yakni: stasiun Bettu, stasiun
Bontonyeleng, stasiun Kajang, stasiun Batukaropa, stasiun Tanah Kongkong,
stasiun Bontobahari, stasiun Bulo–bulo dan stasiun Herlang. Daerah dengan curah
hujan tertinggi terdapat pada wilayah barat laut dan timur sedangkan pada daerah
tengah memiliki curah hujan sedang dan pada bagian selatan curah hujannya
rendah.
2. Topografi
Wilayah Kabupaten Bulukumba lebih didominasi dengan keadaan topografi
dataran rendah sampai bergelombang. Luas dataran rendah sampai bergelombang
dan dataran tinggi hampir berimbang, yaitu jika dataran rendah sampai
bergelombang mencapai sekitar 50,28% maka dataran tinggi mencapai 49,72%.
3. Tanah
Tanah di Kabupaten Bulukumba didominasi jenis tanah latosol dan
mediteran. Secara spesifik terdiri atas tanah alluvial hidromorf coklat kelabu
dengan bahan induk endapan liat pasir terdapat dipesisir pantai dan sebagian di
daratan bagian utara. Sedangkan tanah regosol dan mediteran terdapat pada daerah-
daerah bergelombang sampai berbukit di wilayah bagian barat.
4. Penggunaan Lahan
Penggunaan Lahan Wilayah Kabupaten Bulukumba sebagian besar
didominasi oleh lahan pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan. Untuk
konservasi lahan di daerah ini masih terdapat beberapa lokasi kawasan hutan yang
tersebar di 6 kecamatan dengan luas keseluruhan 8.453,25 hektar. Akan tetapi di
kecamatan tersebut masih terdapat beberapa lahan kritis yang sebagian besar
terdapat di 2 kecamatan yaitu Bontobahari dan Kindang.
c. Sosial Ekonomi
1. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Kabupaten Bulukumba tahun 2015 mencapai 410.485
jiwa, dengan kepadatan penduduk 355 jiwa per km. Ini berarti mengalami
peningkatan 0,66 persen dari tahun 2014.
2. Agama
Budaya keagamaan yang kental juga cukup mempengaruhi tatanan kehidupan
masyarakat Bulukumba. Sentuhan ajaran agama islam yang dibawah oleh ulama
besar dari Sumatera, yang masing-masing bergelar Dato’ Tiro (Bulukumba), Dato
Ribandang (Makassar), dan Dato Patimang (Luwu), telah menumbuhkan kesadaran
religius dan menimbulkan keyakinan untuk berlaku zuhud, suci lahir bathin,
selamat dunia akhirat dalam rangka tauhid “appaseuwang” (Meng-Esa-kan Allah
SWT).
5. HASIL PERENCANAAN RTRW

Gambar 1. Pola Perencanaan Pemanfaatan Ruang Kabupaten Bulukumba

a. Rencana Umum Tata ruang


Berdasarkan hasil analisis data dan pengumpulan literatur yang telah
dilakukan, dapat dilihat pada hasil perencanaan wilayah terhadap kabupaten
Bulukumba, dibagi menjadi 7 wilayah penggunaan lahan diantaranya:
1. Kecamatan Kajang, Bontotiro dan Bonto Bahari di tetapkan sebagai
Kawasan pariwisata
2. Kecamatan Ujungloe dan Herlang ditetapkan ditetapkan sebagai wilayah
perikanan
3. Kecamatan kendang dan Rilauale sebagai wilayah industri
4. Kecamatan Bulukumpa sebagai wilayah persawahan
5. Kecamatan Gantorang sebagai wilayah perkebunan
6. Kecamatan Ujung Bulu sebagai wilayah pusat sosial budaya
b. Alasan Penetapan Rencana Wilayah
Dapat dilihat bahwa kecamatan Herlang dan Ujung Loe ditetapkan sebagai
wilayah perikanan. Penentuan wilayah ini didasarkan pada potensi sumber daya
alam yang dimiliki wilayah itu sendiri. Kecamatan Ujung Loe dan Herlang dikenal
dengan potensi perikanan dan kelautannya. Hal ini juga didukung dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Adil (2018) bahwa Kecamatan Herlang merupakan salah
satu kecamatan yang memiliki potensi perikanan tangkap/laut yang cukup besar.
Potensi perikanan tangkap di Kecamatan Herlang menempati urutan ke-4 terbanyak
dari semua kecamatan yang ada di kabupaten bulukumba yaitu sebesar 8.569 ton.
Selain itu, Nasrul et al. (2018) juga mengemukakan bahwa salah satu tempat
budidaya ikan bandeng di Kabupaten Bulukumba terdapat di Desa Salemba yang
teletak di wilayah administrasi Kecamatan Ujung Loe. Desa Salemba ini
merupakan salah satu desa di Kecamatan Ujung Loe yang wilayahnya berada di
daerah pantai. Desa seluas 559.63 Ha ini mempunyai lahan tambak seluas 191,58
Ha.
Kecamatan Bonto Tiro, Kajang, dan Bonto Bahari di jadikan sebagai wilayah
pariwisata. Hal ini karena berbagai pertimbangan yang telah dilakukan, diantaranya
ketiga wilayah tersebut memiliki kelas lahan antara III dan IV yang artinya tidak
terlalu cocok diolah untuk lahan budidaya pertanian. Selain itu, wilayah ini
memanglah dikenal dengan potensinya berupa destinasi Bahari dan destinasi lain
yang banyak dikunjungi oleh wisatawan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Muswantoro dan Ridwan (2019) yang menyatakan bahwa salah
satu potensi yang ada di Kabupaten Bulukumba adalah Pantai Panrangluhung Desa
Bira Kecamatan Bontobahari. Daya tarik yang terdapat di lokasi tersebut
diantarantya pasir putih, panorama dan aktivitas pembuatan phinisi, perahu
kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan. Selain Pantai Panrangluhung, terdapat
daya tarik lainnya yang berada di kawasan bira. Diantaranya, Pua Janggo, Makam
Dato Tiro, Permandian Hila-hila, Pantai Lolisang dan Pantai Samboang. Angka
kunjungan ke kawasan ini selama 3 tahun terakhir mengalami peningkatan,
selamatahun 2016, 2017 dan 2018 total pengunjung secara berurutan diantaranya
175.455/ tahun, 203.934/ tahun dan 262.225/ tahun.
Kemudian kecamatan Gantrang sebagai wilayah perkebunan, Bulukumpa
sebagai wilayah persawahan dan Rilau Ale ditetapkan sebagai wilayah industri. Hal
ini didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan mengenai pendugaan potensi
wilayah yang dimiliki, yakni ha- hal yang mendukung perkembangan wilayah
tersebut baik itu dari sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Hal ini
sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Dewi (2019) bahwa Pendugaan
potensi wilayah pengembangan suatu sektor didasarkan pada beberapa kriteria
utama, antara lain keunggulan komparatif, daya dukung wilayah, sebaran rumah
tangga dan ketersediaan fasilitas pelayanan.
Selanjutnya Kecamatan ujung Bulu ditetapkan sebagai wilayah pusat sosial
budaya karena wilayah tersebut memiliki aksesibilitas yang mudah dan dapat
dikatakan sebagai pusat wilayah serta memiliki kepadatan penduduk yang tinggi
sehingga kegiatan sosial budaya dapat dengan mudah dilakukan.
c. Implikasi dari Rencana Rtrw yang Telah Dibuat
1. Implikasi Ekonomi
Implikasi ekonomi yang berdampak pada perencanaan wilayah ini yaitu
peningkatan penghasilan rata rata penduduk serta membuka peluang usaha bagi
masyarakat setempat, misalnya pada Kawasan pariwisata. Masyarakat setempat
berpeluang untuk ikut ambil bagian dari pemanfaatan dari Objek pariwisata
tersebut. Dengan dibukanya tempat wisata tersebut masyarakat dapat menciptakan
lapangan pekerjaan baru sehingga angka pengangguran akan semakin berkurang.
2. Implikasi Sosial Budaya
Perubahan sosial yang bisa saja dibawa oleh wisatawan yang berkunjung
ialah Terbukanya pemikiran masyarakat untuk kehidupan yang lebih baik seperti,
melatih masyarakat untuk lebih kreatif agar bisa menarik wistawan yang datang ke
kawasan mereka.
Namun ada juga implikasi negative yang dapat terjadi misalnya terbawanya
perilaku sosial budaya yang tidak sesuai dengan norma dan adat masyarakat
setempat dan ikut mempengaruhi kehidupan masyarakat local.
d. Implikasi Lingkungan
Perubahan lingkungan bisa saja terjadi khususnya peluang terjadinya
kerusakan lingkungan akibat berdatangannya pengunjung yang tidak menjaga
kebersihan, merusak dengan sengaja atau tidak fasilitas dan lain sebagainya.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan perancangan tata ruang suatu
wilayah dapat didasarkan pada potensi dari wilayah itu sendiri. Selain itu, perlu juga
diperhatikan factor factor lain berupa kondisi sosial, budaya dan factor pembatas
yang ada pada Kawasan tersebut.
3.2 Saran
Penulis menyarankan agar lebih banyak mengumpulkan informasi terkait hal
ini dikarenakan minimnya data-data pendukung yang tersedia sehingga terdapat
kendala dalam pengumpulan data pendukung selama penelitian seperti kurangnya
sumber informasi dari studi pustaka. Konsep pengembangan Agrowisata ini
diharapkan berkembang dengan baik dengan adanya promosi dan kerjsama dari
berbagai pihak dan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan penelitian selanjutnya
untuk pengembangan lebih lanjut
Daftar Pustaka

Hartawan, T., & Ruwaidah, E. 2021. Kajian Naskah Akademik Rencana Detail Tata
Ruang Perkotaan Gerung Kabupaten Lombok Barat. Jurnal Sangkareang
Mataram, 8(4), 11-16.
Rochman, F., Hardjono, I. I., & Sigit, A. A. 2014. Analisis Kesesuaian Lahan untuk
Penentuan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kecamatan Pleret
Kabupaten Bantul. Skrisi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Alwan, A., Barkey, R. A., & Syafri, S. 2020. Perubahan penggunaan lahan dan
keselarasan rencana pola ruang di Kota Kendari. Urban and Regional
Studies Journal, 3(1): 1-5.
Adil, A. W. 2018. Tinjauan Yuridis Perjanjian bagi Hasil Perikanan Laut di
Kabupaten Bulukumba. Skripsi. Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar
Nasrul, Syarif E., dan Maddatung. 2018. Evaluasi Kesesuaian Lahan Tambak Ikan
Bandeng Di Desa Salemba Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba.
Jurnal Geografi. 1(1): 15-20
Musawantoro, M., & Ridwan, M. 2019. Potensi Pantai Panrangluhung di Bira
Kabupaten Bulukumba sebagai Destinasi Wisata. Jurnal Kepariwisataan:
Destinasi, Hospitalitas Dan Perjalanan, 3(1), 1-7.
Dewi, R. K. 2019. Analisis potensi wilayah pengembangan ternak ruminansia di
Kabupaten Lamongan. Jurnal Ternak, 9(2), 5-11.
LAMPIRAN

Peta Administrasi Kabupaten Bulukumba

Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bulukumba

Anda mungkin juga menyukai