Anda di halaman 1dari 12

Mini Project

Perencanaan Wilayah dan Tata Ruang

POTENSI AGROWISATA TANAMAN JERUK (Citrus sp.) KECAMATAN


TOMBOLO PAO KABUPATEN GOWA

NAMA : MUH. DZULFIKAR SYAM


NIM : G011181443
KELAS :D
SEMESTER : IV

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
POTENSI AGROWISATA TANAMAN JERUK (Citrus sp.) DESA TONASA
KECAMATAN TOMBOLO PAO KABUPATEN GOWA
Muh. Dzulfikar Syam1)
1)
Mahasiswa, Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar.

ABSTRAK
Agrowisata adalah salah satu bentuk usaha di bidang pertanian yang bertujuan untuk
memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan meningkatkan pendapatan di
bidang ekonomi. Oleh sebab itu, konsep agrowisata memiliki peluang yang cukup baik
diterapkan terutama pada wilayah-wilayah yang dimanfaatkan untuk dijelajahi para
wisatawan. Desa Tonasa merupakan salah satu desa di Kecamatan Tombolo Pao,
Kabupaten Gowa yang aktif memproduksi tanaman jeruk tiap tahunnya. Hal ini
merupakan langkah strategis untuk meningkatkan potensi agrowisata jeruk yang
diharapkan mampu menarik perhatian wisatawan untuk berkunjung di Desa Tonasa
Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa. Pemilihan lokasi agrowisata
mempertimbangkan banyak hal seperti topografi, iklim, peraturan Rencana Tata Ruang
dan Wilayah, kemudahan akses wisatawan untuk berkunjung, serta lokasi ini
berdekatan dengan beberapa tempat wisata yang lain. Pengambilan data lebih banyak
memanfaatkan informasi yang disediakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Gowa. Analisis data yang ada menunjukkan bahwa Desa Tonasa dirasa cocok untuk
pengembangan agrowisata.
Kata Kunci : Agrowisata, Wisatawan, Jeruk

ABSTRACT
Agro-tourism is a form of business in agriculture that aims to expand knowledge,
recreation experiences, and increase income in the economic field. Therefore, the
concept of agro-tourism has a pretty good chance of being applied especially in areas
that are exploited for tourists to explore. Tonasa Village is one of the villages in the
District of Buttono Pao, Gowa Regency, which actively produces citrus plants every
year. This is a strategic step to increase the potential of citrus agro-tourism which is
expected to be able to attract tourists' attention to visit Tonasa Village, Buttono Pao
District, Gowa Regency. The choice of agro-tourism locations takes into account many
things such as topography, climate, spatial planning and regional regulations, easy
access for tourists to visit, and this location is close to several other tourist attractions.
Retrieval of data utilizes more information provided by the Central Statistics Agency
(BPS) of Gowa Regency. Analysis of existing data shows that the village of Tonasa is
considered suitable for the development of agro-tourism.
Keywords: Agro-tourism, Tourist, Orange
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata merupakan sektor ekonomi penting di Indonesia. Pada tahun 2009,
pariwisata menempati urutan ketiga dalam hal penerimaan devisa setelah komoditi
minyak dan gas bumi serta minyak kelapa sawit. Berdasarkan data tahun 2014, jumlah
wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sebesar 9,4 juta lebih atau tumbuh
sebesar 7,05% dibandingkan tahun sebelumnya (BPS, 2014).
Salah satu konsep pariwisata yang berpotensi untuk mendatangkan devisa bagi
negara adalah konsep wisata agro atau yang lebih dikenal dengan agrowisata.Hal ini
disebabkan oleh berubahnya preferensi dan motivasi wisatawan yang berkembang
cukup dinamis. Kecenderungan pemenuhan kebutuhan dalam bentuk menikmati obyek-
obyek spesifik seperti udara yang segar, pemandangan yang indah, pengolahan produk
secara tradisional, maupun produk-produk pertanian modern dan spesifik menunjukkan
peningkatan yang pesat.
Agrowisata pada prinsipnya merupakan kegiatan industri yang mengharapkan
kedatangan konsumen (wisatawan domestik maupun mancanegara) secara langsung di
tempat wisata yang diselenggarakan. Aset yang penting untuk menarik kunjungan
wisatawan adalah keaslian, keunikan, kenyamanan, dan keindahan alam. Oleh sebab
itu, faktor kualitas lingkungan menjadi modal penting yang harus disediakan, terutama
pada wilayah-wilayah yang dimanfaatkan untuk dijelajahi para wisatawan (Tirtawinata
dan Fachruddin, 2006)
Sulawesi Selatan merupakan salah satu propinsi yang memiliki keindahan alam yang
cukup digemari oleh para wisatawan. Hal ini terlihat dari ditetapkannya Propinsi
Sulawesi Selatan sebagai salah satu Daerah Tujuan Wisata Unggulan (DTW) Nasional.
Selain Sulawesi Selatan terdapat tiga propinsi lain yang juga termasuk dalam DTW
Nasional yaitu Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera Barat.
Kabupaten Gowa adalah salah satu kabupaten bersejarah di Sulawesi Selatan yang
kaya akan produksi tanaman hortikultura. Kabupaten Gowa juga memiliki banyak
tempat wisata yang dapat dikunjungi, misalnya Air Terjun Takapala, Air Terjun
Lembanna, Hutan Wisata Malino, dan Pemandian Lembah Biru. Meskipun sebagai
salah satu daerah tujuan wisata, konsep agrowisata belum berkembang dengan baik di
kawasan ini. Berdasarkan pemaparan di atas pengembangan agrowisata kentang di
Kabupaten Gowa memiliki prospek yang cukup baik
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui potensi agrowisata tanaman jeruk di Desa Tonasa Kabupaten
Gowa melalui Rancangan Tata Ruang Wilayah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Wilayah
Kabupaten Gowa berada pada 119.3773° Bujur Barat dan 120.0317° Bujur Timur,
5.0829342862° Lintang Utara dan 5.577305437° Lintang Selatan. Kabupaten yang
berada di daerah selatan dari Selawesi Selatan merupakan daerah otonom ini, di sebelah
Utara berbatasan dengan Kota Makassar dan Kabupaten Maros. Di sebelah Timur
berbatasan dengan Kabupaten Sinjai, Bulukumba dan Bantaeng. Di sebelah Selatan
berbatasan dengan Kabupaten Takalar dan Jeneponto sedangkan di bagian Baratnya
dengan Kota Makassar dan Takalar (BPS, 2019)
Wilayah administrasi Kabupaten Gowa terdiri dari 18 kecamatan dan 167
desa/kelurahan dengan luas sekitar 1.883,33 kilometer persegi atau sama dengan 3,01
persen dari luas wilayah Propinsi Sulawesi Selatan. Wilayah Kabupaten Gowa sebagian
besar merupakan dataran tinggi yaitu sekitar 72,26 persen. Ada 9 wilayah kecamatan
yang merupakan dataran tinggi yaitu Parangloe, Manuju, Tinggimoncong, Tombolo
Pao, Parigi, Bungaya, Bontolempangan, Tompobulu dan Biringbulu. Dari total luas
Kabupaten Gowa 35,30 persen mempunyai kemiringan tanah di atas 40 derajat, yaitu
pada wilayah kecamatan Parangloe, Tinggimoncong, Bungaya dan Tompobulu.
Kabupaten Gowa dilalui oleh banyak sungai yang cukup besar yaitu ada 15 sungai.
Sungai dengan luas daerah aliran yang terbesar adalah Sungai Jeneberang yaitu seluas
881 km² dengan panjang 90 km (BPS, 2019)
Letak wilayah administrasi tersebut menempatkan Kabupaten Gowa pada posisi
yang sangat strategis karena berbatasan langsung dengan Ibu Kota Provinsi Sulawesi
Selatan (Kota Makassar) yang merupakan pusat pelayanan jasa dan perdagangan di
Kawasan Timur Indonesia (KTI), posisi strategis ini menjadikan Kabupaten Gowa
memiliki keunggulan kompetetif dan komperatif yang berdampak secara signifikan
terhadap percepatan peningkatan aktivitas sosial kemasyarakatan dan perekonomian
masyarakat Kabupaten Gowa. (Dirjen Sarana dan Prasarana Pertanian, 2014).
Kecamatan Tombolopao merupakan daerah pegunungan yang berbatasan Sebelah
Utara Kabupaten Bone, Sebelah Selatan Kabupaten Bulukumba, Sebelah Barat
Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Sinjai di Sebelah Timur. Dengan jumlah
desa/kelurahan sebanyak (sembilan) desa/kelurahan dan dibentuk berdasarkan PERDA
No. 7 Tahun 2005. Ibukota Kecamatan Tombolopao adalah Tamaona dengan jarak
sekitar 96 km dari Sungguminasa. Jumlah penduduk Kecamatan Tombolopao sebesar
29.508 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebesar 14.955 jiwa dan perempuan sebesar
14.508 jiwa (BPS, 2019)
2.1.2 Topografi
Wilayah Kabupaten Gowa sebagian besar berupa dataran tinggi berbukit bukit,
yaitu sekitar 72,26 persen yang meliputi 9 kecamatan yakni Kecamatan Parangloe,
Manuju, Tinggimoncong, Tombolo Pao, Parigi, Bungaya, Bontolempangan,
Tompobulu dan Biringbulu. Selebihnya 27,74 persen berupa dataran rendah dengan
topografi tanah yang datar meliputi 9 Kecamatan yakni Kecamatan Somba Opu,
Bontomarannu, Pattallassang, Pallangga, Barombong, Bajeng, Bajeng Barat,
Bontonompo dan Bontonompo Selatan. Sebanyak 35,30 persen dari luas Kabupaten
Gowa mempunyai kemiringan tanah di atas 40 derajat, yaitu pada wilayah Kecamatan
Parangloe, Tinggimoncong, Bungaya, Bontolempangan dan Tompobulu. (Ferdiansyah,
2010)
Menurut BPS Kabupaten Gowa (2019), Kecamatan Tombolo Pao adalah salah
satu kecamatan yang 90% wilayahnya merupakan dataran tinggi. Bentuk topografi
wilayah yang berupa dataran tinggi, menyebabkan wilayah Kecamatan Tombolo Pao
dilalui oleh beberapa sungai besar dan kecil yang sangat potensial sebagai sumber
tenaga listrik dan untuk pengairan
2.1.3 Curah Hujan
Seperti halnya dengan daerah lain di Indonesia, di Kabupaten Gowa hanya
dikenal dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Biasanya musim kemarau
dimulai pada bulan Juni hingga September, sedangkan musim hujan dimulai pada bulan
Desember hingga Maret. Keadaan seperti itu berganti setiap setengah tahun setelah
melewati masa peralihan, yaitu bulan April-Mei dan Oktober-Nopember.
Besar kecilnya curah hujan akan berpengaruh langsung terhadap ketersediaan air
di dalam tanah serta kelembaban tanah. Sedangkan rata-rata curah hujan Kecamatan
Tombolo Pao adalah 2.139 mm/tahun. Curah hujan tersebut mendukung pertumbuhan
tanaman hortikultura dengan adanya air yang cukup. Suhu udara rata-rata di
Kecamatan Tombolopao (dataran tinggi) berkisar 18-25°C, suhu tersebut sesuai untuk
mendukung pertumbuhan tanaman hortikultura secara optimal. Desa Tonasa merupakan
salah satu titik yang cukup baik untuk pengembangan tanaman hortikultura.
(Ferdiansyah, 2010)
2.1.4 Iklim
Kelembaban di kecamatan Tombolo Pao sekitar 75-90 persen merupakan kondisi
yang sesuai untuk mendukung pertumbuhan tanaman hortikultura secara optimal.
2.2 Sosial Ekonomi
Masyarakat Kabupaten Gowa, seperti halnya masyarakat Sulawesi Selatan pada
umumnya termasuk kategori masyarakat homogeny, cirinya dapat dilihat dari
berkembangnya sifat kegotong royongan dalam kehidupan bermasyarakat seharihari,
terutama pada saat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang pelaksanaanya dilakukan
secara bersama. Karakter budaya masyarakat Gowa cukup sarat mengingat latar
belakang historisnya yang panjang sebagai bekas kerajaan terbesar di Sulawesi
Selatan.Dominan mereka melaksanakannya dengan kegiatan seremonial yang bersifat
ritual (Dinas PU, 2015)
Untuk kabupaten Gowa, sektor utama pembentuk perekonomian didominasi oleh
primary sector, lalu tertiary sector dan terkahir secondary sector. Kondisi ini tidak
jauh berbeda dengan pembentuk perekonomian Provinsi Sulawesi Selatan, dimana
primary sector berkontribusi paling besar terhadap perekonomian Provinsi Sulawesi
Selatan seperti yang ditunjukkan dalam tabel 2 namun tampak ada kecendrungan
meningkatnya kontribusi dari sektor-sektor terkait pelayanan (jasa). Hal ini juga terjadi
di Kabupaten Gowa yang merupakan penciri dari akan terjadinya lompatan dalam
proses transformasi ekonomi dari aktivitas ekonomi yang didominasi sektor pertanian
kemudian melompat ke sektor-sektor jasa tanpa melalui proses industrialisasi untuk
pengolahan hasil-hasil pertanian (Putra dan Kasmiati, 2018)
Tabel 1. Laju Pertumbuhan PDRB dan Kontribusi PDRB Kabupaten Gowa dan
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009-2013
Rata-Rata Laju Pertumbuhan
Rata-Rata Kontribusi PDRB (%)
Sektor PDRB (%)
Sulsel Gowa Sulsel Gowa
Pertanian 4,53 3,58 27 44
Pertambangan 5,39 16,59 8 1
Industri
5,39 16,59 14 4
Pengolahan
Listrik, gas, dan
9,38 9,24 1 1
air bersih
Konstruksi 10,47 12,17 6 3
Perdagangan,
hotel dan 10,6 10,18 17 15
restoran
Pengangkutan
12,67 13,76 9 7
dan komunikasi
Keuangan dan
15,41 15,29 8 9
jasa perusahaan
Jasa-jasa 4,22 3,44 11 16
Sumber: Kabupaten Gowa Dalam Angka Tahun 2009-2013 (Data diolah)
Jumlah penduduk Kecamatan Tombolopao sebesar 29.508 jiwa yang terdiri dari
laki-laki sebesar 14.955 jiwa dan perempuan sebesar 14.508 jiwa. Penduduk
Kecamatan Tombolopao umumnya berprofesi sebagai petani utamanya petani padi
sawah dan palawija (jagung), sayuran serta, perkebunan, sedangkan sektor non
pertanian terutama bergerak pada lapangan usaha perdagangan besar dan eceran (BPS,
2019)
2.3 RTRW Kabupaten Gowa
Penataan ruang wilayah Kabupaten Gowa yang tertuang dalam pasal 6 dalam Perda
no.15/2012 bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah Kabupaten Gowa yang
terkemuka, aman, nyaman, produktif, berkelanjutan, berdaya saing dan maju di bidang
pertanian, industri, jasa, perdagangan, dan wisata melalui inovasi, peningkatan kualitas
sumber daya manusia secara berkelanjutan, dan mendukung fungsi Kawasan Strategis
Nasional (KSN) Perkotaan Mamminasata.
Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 mengenai daya saing di bidang pertanian, telah ditetapkan dalam pasal 7 huruf e
kebijakan penataan ruang wilayah mengenai Peningkatan sumber daya lahan pertanian.
Strategi peningkatan sumber daya lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf e meliputi peningkatan kualitas lahan pertanian hortikultura di daerah perbukitan
dataran tinggi
Kebijakan dan strategi penataan ruang Kabupaten Gowa dalam pengembangan
infrastruktur wilayah guna mendukung kehidupan sosial ekonomi masyarakat dalam
menjamin ketersediaan pangan Nasional adalah dengan pengembangan kawasan budi
daya. Pada pasal 31 dalam Perda No. 15/2012 telah ditetapkan rencana pola ruang
wilayah Kabupaten Gowa meliputi :
a. Kawasan lindung; dan
b. Kawasan budidaya
berdasarkan pasal 46 point b, dijabarkan dalam pasal 48 antara lain sebagai
berikut :
1) Kawasan peruntukan pertanian di Kabupaten Gowa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 huruf b, terdiri atas:
a. Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan;
b. Kawasan peruntukan pertanian holtikultura;
c. Kawasan peruntukan perkebunan; dan
d. Kawasan peruntukan peternakan.
Kawasan peruntukan pertanian tanaman hortikultura sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, dengan luas 12.386 Ha (dua belas ribu tiga ratus delapan puluh enam
hektar) ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Parigi, sebagian wilayah
Kecamatan Tinggimoncong, sebagian wilayah Kecamatan Tombolo Pao, dan sebagian
wilayah Kecamatan Tompobulu.
BAB III PENYAJIAN HASIL
3.1 Pemilihan Lokasi
Pada usaha agrowisata terdapat dua hal yang harus diperhatikan. Pertama yaitu
faktor-faktor yang mempengaruhi budidaya jeruk seperti kondisi lahan, kondisi iklim,
potensi sumberdaya lahan dan aksesbilitas (kondisi jalan dan jarak ke pasar. Kedua
yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke agrowisata seperti
adalah kemudahan akses ke tempat wisata, ketersediaan tempat penginapan, tempat
perbelanjaan, money changer, keamanan, dan daya tarik obyek wisata. (Ferdiansyah,
2010)
Lokasi yang dipilih untuk menjadi agrowisata adalah di Desa Tonasa Kabupaten
Gowa. Hal ini disebabkan karena Desa Tonasa adalah salah satu wilayah yang memiliki
jenis tanah andasol sehingga cocok dijadikan sebagai tempat pengembangan tanaman
hortikultura terutama jeruk. Data BPS (2020) menyebutkan bahwa Desa Tonasa
menghasilkan rata-rata 7000 ton tanaman jeruk pada tahun 2018 dan 2019. Lokasi
didirikannya agrowisata Desa Tonasa berada di dekat jalan raya utama. Hal ini
dimaksudkan untuk mempermudah aksesibilitas para wisatawan yang akan berkunjung.
Selain itu, kawasan agrowisata ini berada dekat dengan kawasan tempat perbelanjaan
maupun penginapan.

3.2 Layout Agrowisata


BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Desa Tonasa merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Gowa yang memiliki
potensi untuk dikembangkan menjadi salah satu wilayah agrowisata sebab masih
terbukanya peluang pasar untuk produksi jeruk dan banyaknya jumlah wisatawan yang
berkunjung ke Kabupaten Gowa tiap tahunnya. Selain itu, desa Tonasa memiliki letak
yang sesuai untuk budidaya jeruk dan lokasinya strategis sebab dikelilingi oleh tempat-
tempat wisata unggulan yang berada di Kabupaten Gowa.
4.2 Saran
Mini project ini masih membutuhkan studi lanjut terkait beberapa hal untuk
mencapai kesempurnaan dalam penerapan dan aplikasinya di desa Tonasa. Beberapa
hal yang perlu dikaji lebih lanjut terkait dengan standarisasi penggunaan teknologi,
akumulasi luas wilayah pengembangan, dan aspek finansial.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Jumlah Kunjungan Wisatawan lokal dan
Mancanegara. Badan Pusat Statistik. Jakarta
BPS. 2019. Kabupaten Gowa Dalam Angka. Gowa: Badan Pusat Statistik Kabupaten
Gowa/BPS-Statistic of Gowa Regency
BPS. 2019. Kecamatan Tombolo Pao Dalam Angka Tahun 2019. Gowa: BPS
BPS. 2020. Kabupaten Gowa Dalam Angka. Gowa: Badan Pusat Statistik Kabupaten
Gowa.
Dinas PU. 2015. Laporan Final RPI-2JM Kabupaten Gowa Tahun 2015-2019. Gowa:
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gowa
Dirjen Sarana dan Prasarana Pertanian. 2014. Kajian Hasil Inventarisasi LP2B
Kabupaten Gowa. Jakarta: Kementerian Pertanian RI
Ferdiansyah. 2010. Analisis Kelayakan Finansial Perencanaan Agrowisata Markisa di
Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi Selatan. Skripsi.
Bogor: IPB
Putra dan Kasmiati. 2018. Pengembangan Wilayah Berbasis Sektor Unggulan di
Kabupaten Gowa. Jurnal Mega Aktiva Volume 7, Nomor 2, Agustus 2018
Tirtawinata MR, Fachruddin L. 2006. Daya Tarik dan Pengelolaan Agrowisata.
Jakarta: PT. Penebar Swadaya
LAMPIRAN
Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Gowa

Sumber: humas.kabgowa.go.id. Diakses pada 1 Mei 2020


Gambar 2. Peta Administrasi Kecamatan Tombolo Pao

Sumber: Kecamatan Tombolo Pao Dalam Angka 2019. Diakses pada 1 Mei 2020
Tabel 2 Data Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Gowa Tahun 2008-2015
Wisatawan Wisatawan Jumlah Persentase
Tahun
Mancanegara Nusantara Wisatawan Pertumbuhan
2008 1,068 26,712 27,780  
2009 1,336 33,39 34,726 25
2010 3,27 50,322 53,592 54,33
2011 3,957 56,974 60,931 13,69
2012 4,748 58,31 63,058 3,49
2013 4,898 75,912 80,810 28,07
2014 4,996 77,439 82,435 2,07
2015 1,754 144,558 146,312 77,52
Sumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Gowa, 2017

Anda mungkin juga menyukai