Anda di halaman 1dari 128

PERENCANAAN LANSKAP BAGI PENGEMBANGAN AGROWISATA DI KAWASAN AGROPOLITAN MERAPI MERBABU KABUPATEN MAGELANG

BETRI ANDITA EKY HAPSARI A34204019

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

RINGKASAN BETRI ANDITA EKY HAPSARI. Perencanaan Lanskap bagi Pengembangan Agrowisata di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang. Dibimbing oleh ALINDA F. M. ZAIN. Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang menjadi percontohan kawasan agropolitan berkaitan dengan keberhasilannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara signifikan. Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan merupakan salah satu titik pengembangan agrowisata dalam Kawasan. Hal ini sesuai penetapan Kecamatan Sawangan bersama Kecamatan Dukun sebagai Sub Wilayah Pembangunan V yang dialokasikan sebagai kawasan pertanian, pariwisata alam dan home industry. Menyadari potensinya, pemerintah Desa Banyuroto secara swadaya memulai pengembangan agrowisata di wilayahnya. Hal ini ditandai dengan dibentuknya Komisi Agrowisata melalui Peraturan Desa No. 08/GS/2007/IX/2007. Secara keseluruhan desa ini memiliki luas wilayah 759,3 Hektar dengan 36% lahan dimanfaatkan untuk pertanian lahan kering dengan komoditas utama tanaman sayuran dan buah-buahan dataran tinggi. Hasil studi terbatas pada produk arsitektur lanskap berupa rencana lanskap (landscape plan) kawasan agrowisata dalam Kawasan Agropolitan. Dengan area studi adalah Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu, dan sampel perencanaan dibatasi pada Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan yang merupakan area percontohan pengembangan agrowisata. Metode yang digunakan dalam perencanaan kawasan adalah metode Gold (1980) dengan melakukan penyesuaian terhadap tujuan perencanaan dan menggunakan pendekatan potensi sumberdaya alam kawasan. Proses perencanaan diawali dengan persiapan studi yang meliputi perijinan, perumusan masalah, serta penetapan tujuan studi. Selanjutnya dilakukan kegiatan pengumpulan dan analisis data yang berkaitan dengan potensi dan kendala yang ada dalam rangka pengembangan kawasan menjadi kawasan agrowisata. Hasil analisis kemudian melalui proses sintesis dan perencanaan sehingga menghasilkan produk. Konsep dasar pengembangan kawasan yaitu menciptakan kawasan agrowisata berbasis pendidikan dan penerapan teknologi pertanian, untuk meningkatkan apresiasi terhadap bidang pertanian dan menumbuhkan kecintaan terhadap lingkungan pertanian. Dalam prakteknya diharapkan kawasan ini juga dapat menjadi sarana untuk menyebarluaskan penemuan teknologi dan inovasi baru di bidang pertanian kepada masyarakat luas dan kalangan petani. Perencanaan kawasan agrowisata diawali dengan proses identifikasi dan meruangkan potensi pertanian kawasan, menata ruang-ruang tersebut, kemudian mengembangkan jenis aktivitas dan fasilitas yang dihubungkan dengan jalur sirkulasi agrowisata. Konsep kawasan kemudian dikembangkan lebih lanjut pada konsep ruang, konsep sirkulasi, konsep aktivitas dan fasilitas, serta konsep tata hijau. Konsep ruang dikembangkan berdasarkan pada potensi pertanian kawasan, dengan berpegang pada metode pengembangan daerah tujuan wisata berdasarkan Gunn (1997). Selain itu juga mempertimbangkan kebutuhan ruang wisata serta faktor yang mendukung wisata secara keseluruhan. Konsep ruang kawasan berdasarkan model

tujuan wisata kemudian dimodifikasi dengan penambahan ruang masyarakat dan ruang konservasi. Pada konsep ruang kawasan, kawasan secara umum dibagi menjadi dua zona yaitu zona agrowisata dan zona non-agrowisata. Zona agrowisata kemudian dibagi menjadi zona atraksi agrowisata dan zona penunjang agrowisata, dimana zona atraksi agrowisata dibagi lagi menjadi lima sub-zona (sub-zona tanaman buah, sub-zona tanaman sayuran, sub-zona peternakan, sub-zona pengolahan dan sub-zona inti). Sedangkan zona non-agrowisata dibagi menjadi zona penyangga dan zona konservasi. Konsep Sirkulasi pada kawasan agrowisata Desa Banyuroto ini direncanakan dengan memanfaatkan jalur yang sudah ada. Sirkulasi dalam kawasan terbagi menjadi jalur wisatawan dan jalur masyarakat. Konsep jalur untuk wisatawan adalah menghubungkan antara sub-sub zona atraksi yang ada sehingga memudahkan wisatawan untuk menikmati keseluruhan atraksi agrowisata. Jalur ini terbagi atas jalur primer, sekunder dan tersier yang dibedakan berdasarkan intensitas penggunaan dan kepentingan. Sedangkan sirkulasi masyarakat yang merupakan jalur produksi, sifatnya menghubungkan antara kebun sayuran dengan jalur pengangkutan terdekat. Selain itu jalur masyarakat juga merupakan jalur ketetanggaan yang menghubungkan antar dusun dan antar kampung, serta merupakan akses masyarakat dalam zona agrowisata dalam kaitannya dengan aktivitas pelayanan agrowisata. Konsep aktivitas dikembangkan berdasarkan tujuan perencanaan. Jenis aktivitas tersebut kemudian dipisahkan berdasarkan tingkat keikutsertaan wisatawan dalam aktivitas pertanian. Dengan demikian, jenis aktivitas agrowisata yang dikembangkan dibagi menjadi aktivitas agrowisata aktif dan aktivitas agrowisata pasif. Konsep fasilitas yang dikembangkan adalah konsep fasilitas yang disesuaikan dengan kebutuhan aktivitas agrowisata. Secara umum fasilitas yang akan dikembangkan terbagi atas fasilitas agrowisata aktif, fasilitas agrowisata pasif, dan fasilitas penunjang. Konsep tata hijau direncanakan dengan tujuan untuk melestarikan dan melindungi plasma nutfah, melindungi tanah dan air, serta meningkatkan kenyamanan pengunjung. Tata hijau berdasarkan peruntukan dan fungsinya terbagi kedalam tata hijau peneduh, tata hijau penyangga (buffer), tata hijau konservasi, dan tata hijau budidaya. Masing-masing bagian memiliki kontribusi terhadap terciptanya kualitas agrowisata yang baik. Rencana ruang serta pengembangan aktivitas dan fasilitas dalam kawasan dihubungkan dengan jalur sirkulasi yang terbagi atas jalur wisatawan dan jalur masyarakat. Pemisahan dilakukan untuk mengoptimalkan kualitas agrowisata yang dinikmati wisatawan dan menghindari konflik kepentingan. Pada beberapa titik jalur wisatawan dan jalur masyarakat menjadi satu, hal ini bertujuan untuk menunjukkan pada wisatawan kegiatan produksi pertanian oleh masyarakat. Hasil perencanaan lanskap berupa general block plan, block plan, dan rencana lanskap (landscape plan) kegiatan agrowisata.

PERENCANAAN LANSKAP BAGI PENGEMBANGAN AGROWISATA DI KAWASAN AGROPOLITAN MERAPI-MERBABU KABUPATEN MAGELANG

BETRI ANDITA EKY HAPSARI A34204019

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

: PERENCANAAN LANSKAP BAGI PENGEMBANGAN AGROWISATA DI KAWASAN AGROPOLITAN MERAPIMERBABU KABUPATEN MAGELANG

Nama NRP

: Betri Andita Eky Hapsari : A34204019

Disetujui : Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, MSi. NIP 131 967 244

Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP 131 124 019

Tanggal disetujui : RIWAYAT HIDUP Betri Andita Eky Hapsari dilahirkan di Pacitan pada tanggal 26 Juni 1986. Penulis adalah sulung dari dua bersaudara putra pasangan Sunaryo dan Sri Hartini, BA. Penulis mengawali jenjang pendidikannya pada Taman Kanak-Kanak Pertiwi Sidomulyo pada tahun 1991. Kemudian melanjutkan di SDN Sidomulyo I, Desa Sidomulyo, pada tahun 1992 dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis masuk di SLTPN I Kebonagung, Kecamatan Kebonagung, dan lulus pada tahun 2001. Selanjutnya, penulis tercatat sebagai siswa di SMUN I Pacitan, Kabupaten Pacitan, dan lulus pada tahun 2004. Penulis kemudian diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada Program Studi Arsitektur Lanskap, Departemen Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama menempuh pendidikannya, penulis aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap selama dua periode, yaitu tahun 2006/2007 pada Divisi Hubungan Masyarakat dan tahun 2007/2008 pada Divisi Kewirausahaan. Selain itu, penulis juga menjadi asisten Mata Kuliah Geographic Information System (GIS) bagi Departemen Arsitektur Lanskap pada tahun ajaran 2007/2008, dan Asisten Mata Kuliah Analisis Tapak pada tahun ajaran 2008/2009.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang karena segala rahmat dan karunia serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat melesaikan skripsi. Judul studi ini adalah Perencanaan Lanskap bagi Pengembangan Agrowisata di DesaDesa Pusat Pertumbuhan Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang dan disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada 1) Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, MSi selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus pembimbing akademik, atas arahan, perhatian, bimbingan serta dukungan beliau; 2) Prof. Dr. Ir. Wahyu Qamara Mugnisjah, M.Agr dan Dr. Ir. Afra D. N. Makalew selaku dosen penguji atas masukan, saran dan kritik beliau; 3) Dinas Pertanian Kabupaten Magelang serta Laboratorium Agribisnis Primatani Desa Banyuroto atas segala kemudahan dalam memperoleh data; 4) Bapak Sanusi, Kepala Direktorat Jendral Agropolitan pada Dinas Pekerjaan Umum Pusat atas bantuan dan dukungan yang diberikan; 5) keluarga besar Bapak Maryoto dan Bapak Kepala Desa Banyuroto atas keramahan dan segala bantuannya selama di Banyuroto; 6) Bapak Didik, staff BAPPEDA Kabupaten Magelang atas bimbingan dan bantuannya dalam pengumpulan data; 7) Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr dan staff Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan atas batuan dalam pencarian data; 8) Armaiki Yusmur, S.Si. untuk ilmu dan konsultasinya; 9) keluarga besar tercinta, adikku Vendy, Sari, Sri, Dewi, Vanny, om dan tente semua, serta mbah ibu dan mbah kakung (alm) atas semua cinta dan kasih sayang, serta doa dan dukungannya, buat Bintang, atas keceriaan dan semangatnya;

10) keluarga angkat di Toyowidi, yang mengajarkan tentang kesederhanaan, kerendahan hati dan selalu ingat untuk tetap menginjak bumi; 11) Wening, untuk 22 tahun persahabatan yang penuh inspirasi; 12) Asis, Endah, Iyuk, Apit, dan Agung untuk semua liburan yang penuh keceriaan dan persahabatan yang menghangatkan; 13) GIS team, Mei, Dyah dan Faikoh untuk hari-hari lembur di ruangan bu Alinda dan untuk persahabatan penuh semangat dan inspirasinya; 14) teman-teman Lanskap 41: Krishta, Aini, Ita, Fida, Putera, Buyung, Sekar, Ozy, Ridho, Anjar, Imad, Dimas&Nana, Sony, Hendy&Neno, Ipep, Dinny, Yuni, Occy, Ratih, Putri, Karin, Tyas, Syita, Cici, Diana, Fuji, Dayat, Anggi, Deny, atas empat tahun kebersamaan penuh pelajaran kehidupan dan tahun-tahun yang menyenangkan (kalian adalah definisi pelangi yang sesungguhnya); 15) teman-teman di Wisma Rahayu: Fitri, Kak Ides, Sari, Ria, Dian, Ardha, Annie, Lintang, atas dukungan dan kebersamaannya; 16) Rita Hariyanti, my old best pal. I will; 17) Bu Yeni, Pak Yahya, Mas Rahmat dan semua staff Departemen Arsitektur Lanskap, IPB; 18) teman-teman Lanskap 39, 40, 42, dan 43; 19) semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat disebutkan satu per satu; Semoga studi ini dapat memberi manfaat dan juga dapat menjadi penunjang bagi kelanjutan penelitian di masa yang akan datang. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya pada kita semua. Amin.

Bogor, September 2008

Penulis

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1.2 Tujuan Studi ........................................................................................ 1.3 Manfaat Studi ...................................................................................... 1.4 Kerangka Pikir Perencanaan ................................................................ BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agropolitan ......................................................................................... 2.2 Perencanaan Lanskap ......................................................................... 2.3 Wisata 2.3.1 Pengertian Wisata ...................................................................... 2.3.2 Sumberdaya Wisata ................................................................... 2.3.3 Perencanaan Kawasan Wisata ................................................... 2.4 Agrowisata 2.4.1 Pengertian Agrowisata ............................................................... 2.4.2 Pengelompokan dan Prinsip Agrowisata .................................... 2.4.3 Manfaat Agrowisata ................................................................... 2.4.4 Pengembangan Agrowisata ........................................................ 2.4.5 Pengelolaan Agrowisata ............................................................. BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu ............................................................................. 3.2 Batasan Penelitian ............................................................................... 3.3 Metode Penelitian ............................................................................... 3.4 Bentuk Hasil Studi .............................................................................. BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PENGEMBANGANNYA 4.1 Konsep Perencanaan Total ................................................................. 4.2 Pengembangan Konsep ........................................................................ 28 28 22 24 24 27 13 15 17 18 20 12 12 13 8 11 1 5 5 6 x xi

4.2.1 Konsep Ruang.............................................................................. 4.2.2 Konsep Sirkulasi.......................................................................... 4.2.3 Konsep Aktivitas dan Fasilitas .................................................... 4.2.4 Konsep Tata Hijau ....................................................................... BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pengembangan Kawasan Agropolitan Kawasan Agrowisata 5.1.1 Data dan Analisis 5.1.1.1 Aspek Kelembagaan ........................................................... 5.1.1.2 Aspek Potensi Agrowisata.................................................. 5.1.1.3 Aspek Produksi dan Komoditas Unggulan ........................ 5.1.1.4 Aspek Sumber Daya Alam .................................................

28 28 28 28

Merapi-Merbabu sebagai

36 38 40 42

5.2 Perencanaan Lanskap Untuk Pengembangan Desa Banyuroto sebagai Kawasan Agrowisata 5.2.1 Data dan Analisis 5.2.1.1 Faktor Utama Agrowisata ................................................. 5.2.1.1.1 Letak, Luas dan Batas Tapak ................................... 5.2.1.1.2 Tata Guna Lahan ....................................................... 5.2.1.1.3 Ketinggian, Topografi dan Kemiringan Tapak.......... 5.2.1.1.4 Objek dan Atraksi Agrowisata .................................. 5.2.1.1.5 Pariwisata Sekitar Tapak ......................................... 5.2.1.1.6 Aksesibilitas dan Sistem Transportasi....................... 5.2.1.1.7 Fasilitas Agrowisata .................................................. 5.2.1.1.8 Informasi dan Promosi Agrowisata ........................... 5.2.1.1.9 View ........................................................................... 5.2.1.2 Faktor Pendukung Agrowisata ......................................... 5.2.1.2.1 Aspek Fisik................................................................ 5.2.1.2.1.1 Tanah .............................................................. 5.2.1.2.1.2 Iklim ................................................................. 5.2.1.2.1.3 Kerawanan Bencana Alam ............................. 5.2.1.2.2 Aspek Pengelolaan Kawasan Agrowisata ................. 49 49 50 54 59 66 66 72 75 75 78 78 78 78 81 81

5.2.1.2.2.1 Pengelola Kawasan Agrowisata ..................... 5.2.1.2.2.2 Rencana Tata Ruang Wilayah ......................... 5.2.1.3 Analisis Wisata .................................................................. 5.2.2 Sintesis ........................................................................................ 5.2.3 Perencanaan Lanskap ................................................................ 5.2.3.1 Rencana Ruang .................................................................

81 84 85 97 97 98

5.2.3.2 Rencana Sirkulasi Agrowisata .......................................... 102 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 105 6.2 Saran ................................................................................................... 106 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 107 LAMPIRAN .................................................................................................... 110

DAFTAR TABEL Halaman 1. Keseluruhan Data yang Dikumpulkan........................................................ 2. Jadwal Kegiatan Penelitian......................................................................... 3. Persentase Penggunaan Lahan.................................................................... 4. Komoditas Unggulan dan Produksi Kawasan ............................................ 5. Potensi Pertanian Unggulan Tiap Kecamatan ............................................ 6. Pembagian Wilayah Berdasarkan Kemiringan Lahan................................ 7. Tabel Potensi dan Solusi Agrowisata Kawasan Agropolitan ..................... 8. Analisis Potensi PengembanganTiap Dusun .............................................. 9. Analisis Penggunaan Lahan Desa Banyuroto............................................. 10. Tabel Luasan Lahan Berdasarkan Kemiringan .......................................... 11. Kriteria Kesesuaian Lahan (Keppres Nomor 32 Tahun 1990) ................... 12. Potensi Objek dan Atraksi Kawasan Agrowisata ....................................... 13. Analisis Atraksi, Potensi, Kendala dan Solusi Pengembangan .................. 14. Analisis Pengembangan Aktivitas Agrowisata .......................................... 15. Analisis Jalan Kawasan Agrowisata........................................................... 16. Analisis Fasilitas Wisata Kawasan Agrowisata.......................................... 17. Analisis Informasi Kawasan Agrowisata ................................................... 18. Distribusi Kedatangan Wisatawan Berdasarkan Bulan .............................. 19. Persentase Distribusi Konsumsi dan Belanja Wisatawan........................... 20. Karakteristik Perjalanan Wisata ................................................................. 21. Tabel Karakteristik Sosial Ekonomi Pengunjung....................................... 22. Aspek Data, Potensi, Kendala, dan Solusi pada Kawasan Agrowisata...... 23 27 40 41 42 42 45 51 52 57 58 59 63 64 68 73 75 85 86 87 88 91

DAFTAR GAMBAR Halaman 23. Pertumbuhan Jumlah Kunjungan Wisatawan Asing ke Indonesia....... 4 24. Kerangka Pikir Perencanaan................................................................. 7 25. Sektor Yang Terkait Dengan Pariwisata/Agrowisata........................... 15 26. Hubungan Faktor Permintaan dan Penawaran...................................... 18 27. Konsep Pengembangan Kawasan Agrowisata ..................................... 19 28. Peta Lokasi Penelitian .......................................................................... 22 29. Hubungan Keterkaitan Pasar Agrowisata............................................. 25 30. Model Zona Tujuan Wisata dengan Lima Elemen Kunci .................... 28 31. Konsep Ruang Kawasan Agrowisata ................................................... 30 32. Konsep Sirkulasi Wisata....................................................................... 33 33. Konsep Aktivitas .................................................................................. 33 34. Peta Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu ....................................... 38 35. Kondisi Jalan Kawasan Agropolitan .................................................... 39 36. Peta Tata Guna Lahan Kawasan........................................................... 39 37. Peta Penyebaran Produk Unggulan Tiap Kecamatan ........................... 41 38. Rekomendasi Agrowisata di Kawasan Agropolitan............................. 48 39. Peta Lokasi Studi .................................................................................. 49 40. Peta Penggunaan Lahan........................................................................ 53 41. Diagram Tata Guna Lahan Desa Banyuroto......................................... 54 42. Peta Topografi Kawasan Agrowisata ................................................... 55 43. Peta Kelas Kemiringan Lahan Kawasan Agrowisata ........................... 56 44. Diagram Kemiringan Lahan Desa Banyuroto ...................................... 57 45. Suasana Agrowisata Tanaman Buah .......................................................60 46. Peta Atraksi dan Objek Eksisting ......................................................... 61 47. Suasana Kebun Sayuran Milik Warga.................................................. 62 48. Suasana Kandang Kolektif Milik Kelompok Tani ............................... 62 49. Peta Wisata Kabupaten Magelang........................................................ 69 50. Peta Pariwisata Kecamatan Sawangan ................................................. 70

51. Peta Aksesibilitas Kawasan Agrowisata............................................... 71 52. Jenis Kendaraan dan Kondisi Jalan Pada Tapak .................................. 72 53. Fasilitas growisata pada tapak .............................................................. 72 54. Potensi Visual Kawasan ....................................................................... 76 55. Sampah dan Kompos di Pinggir Jalan.................................................. 76 56. Peta View .............................................................................................. 77 57. Peta Jenis Tanah Kawasan Agrowisata ................................................ 79 58. Klasifikasi Iklim Menurut Junghuhn.................................................... 80 59. Peta Kerawanan Gerakan Tanah Kawasan Agrowisata ....................... 82 60. Organisasi Manajemen UB.Karya Makmur ......................................... 83 61. Peta Kesesuaian Lahan Menurut RTRW.............................................. 84 62. Grafik Jarak Perjalanan ........................................................................ 84 63. Permintaan dan Penawaran Wisata ...................................................... 89 64. General Block Plan Kawasan Agrowisata ........................................... 95 65. Block Plan Kawasan Agrowisata ......................................................... 96 66. Pembagian Sub-zona Atraksi ............................................................... 98 67. Landscape Plan Kawasan Agrowisata ................................................. 103 68. Rencana Sirkulasi ................................................................................. 104

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah, sejak saat itu di Indonesia terjadi perubahan secara gradual dalam konsep pembangunan nasional. Perubahan paradigma ini setidaknya terlihat dari aspek perencanaan, aspek pengelolaan sumber daya, dan aspek kelembagaan. Dalam hal aspek perencanaan, khususnya, telah terjadi perubahan pendekatan dari yang bersifat top-down menjadi bersifat bottom-up. Hal ini dikenal juga sebagai desentralisasi. Salah satu tugas dari pemerintah pusat di era otonomi daerah adalah memberikan pembinaan kepada pemerintah daerah, baik kepada pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten. Pemerintah daerah dituntut untuk dapat memerankan semua fungsi pengelolaan wilayah baik fungsi administrasi maupun fungsi pembangunan; fungsi pembangunan meliputi pengelolaan sumber daya lahan, sumber daya finansial, pengadaan infrastruktur, dan fasilitasi pendayagunaan masyarakat. (Departemen Pekerjaan Umum, 2007). Pelaksanaan desentralisasi diharapkan akan meningkatkan kemandirian daerah sehingga lebih termotivasi untuk menggali potensi dan menggembangkannya sesuai dengan nilai-nilai lokal. Menurut Afandhi (2005) dalam Utama (2005), kebijakan umum Departemen Pertanian dalam membangun pertanian bertujuan meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, peternak, dan nelayan, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, menunjang pembangunan industri, serta meningkatkan ekspor. Untuk itu, usaha diversifikasi perlu dilanjutkan disertai dengan rehabilitasi yang harus dilaksanakan secara terpadu, serasi, dan merata disesuaikan dengan kondisi tanah, air dan iklim, dengan tetap memelihara kelestarian kemampuan sumber daya alam dan lingkungan hidup serta memperhatikan pola kehidupan masyarakat setempat. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang besar di bidang pertanian, terutama di wilayah perdesaan. Perdesaan yang hingga kini masih menjadi tempat tinggal sebagian besar penduduk Indonesia (54%, sensus

penduduk 2006) berpotensi untuk dikembangkan. Namun, potensi yang besar ini belum dimanfaatkan secara optimal, terbukti dengan masih tingginya tingkat kemiskinan dari pelaku di sektor pertanian. Walaupun jumlah penduduk miskin telah berkurang dari sekitar 60% dari total penduduk pada tahun 1970 menjadi 15% pada tahun 2005, jumlah penduduk miskin secara absolut masih amat besar, yaitu diperkirakan sebesar 35 juta jiwa (Rustiadi, 2007). Dari data tahun 2006 diketahui bahwa sebanyak 70% dari total penduduk miskin di Indonesia berasal dari sektor pertanian, yaitu sekitar 24,5 juta jiwa. Melihat kenyataan seperti di atas, dikembangkanlah suatu pendekatan pengembangan pertanian yang disesuaikan dengan karakteristik sosial ekonomi di kawasan perdesaan. Pendekatan tersebut dikenal sebagai konsep agropolitan. Pengembangan agropolitan adalah suatu pendekatan pembangunan kawasan perdesaan melalui upaya-upaya penataan ruang kawasan perdesaan dan menumbuhkan pusat-pusat pelayanan fasilitas perkotaan (urban function center) yang dapat berupa atau mengarah pada terbentuknya kota-kota kecil berbasis pertanian (agropolis) sebagai bagian dari sistem perkotaan dengan maksud meningkatkan pendapatan kawasan perdesaan (regional income), menghindari kebocoran pendapatan kawasan perdesaan (regional leakages), menciptakan pembangunan yang berimbang (regional balance) dan keterkaitan desa-kota (urban rural linkages) yang sinergis dengan pembangunan daerah. Dengan demikian, diharapkan daerah perdesaan dengan hasil pertanian dan perkebunannya dapat mengatasi krisis kemiskinan di kalangan petani. Sampai dengan tahun 2008, total pengembangan kawasan agropolitan sudah mencakup 94 kabupaten di 32 provinsi di Indonesia. Dari jumlah total tersebut 11 kabupaten merupakan wilayah pengembangan baru pada tahun 2007, dan 48 di antaranya merupakan wilayah pengembangan baru pada tahun 2008 (Satuan Kerja Penyediaan Prasarana dan Sarana Agropolitan, Departemen Pekerjaan Umum 2008). Kabupaten Magelang yang telah memulai menerapkan konsep agropolitan pada tahun 2003, dianggap sebagai salah satu kawasan yang berhasil menerapkan konsep tersebut. Hal ini dibuktikan dengan adanya kenaikan rata-rata PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto) sebesar 17,65% sampai dengan tahun

2006. Pemerintah Kabupaten Magelang mengembangkan kawasan agropolitan tersebut di tujuh kecamatan. Tujuh kecamatan ini adalah Kecamatan Ngablak, Pakis, Sawangan, Borobudur, Srumbung, Tegalrejo, dan Grabag yang tergabung dalam Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu. Dari ke tujuh kecamatan tersebut produk unggulan yang ditawarkan adalah sayur-sayuran, beras, produk olahan, dan ternak sapi. Sasaran yang diharapkan pemerintah Kabupaten Magelang adalah agar di dalam kawasan agropolitan tersebut berkembang kegiatan berbasis pertanian dengan mensinergikan berbagai potensi yang ada. Kegiatan ini diharapkan akan mampu mendorong terciptanya struktur agribisnis yang berdaya saing dan berbasis kerakyatan. Visi dari Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu adalah Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu sebagai Sentra Produk Unggulan Pertanian Bersistem Agribisnis Global, Berwawasan Lingkungan Bernuansa Agrowisata . Untuk mewujudkan cita-cita tersebut baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat telah melakukan bermacam upaya, di antaranya dengan membangun fasilitas-fasilitas pendukung. Sesuai dengan tujuan konsep agropolitan untuk meningkatkan kesejahteraan dan income generating, selain pengembangan yang bertumpu pada sektor produksi pertanian, pengembangan sektor penunjang lainnya seperti sektor pariwisata juga telah mulai dipikirkan. Di Indonesia, pariwisata merupakan suatu potensi dan salah satu sektor penyumbang devisa yang perkembangannya cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan kunjungan wisatawan asing ke Indonesia, seperti dapat dilihat pada Gambar 1. Di Kabupaten Magelang sendiri, pariwisata dengan bermacam ragamnya merupakan sektor yang penting. Sebagai salah satu daerah tujuan wisata penting di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Magelang memiliki beragam jenis objek wisata. Objek wisata tersebut di antaranya adalah wisata sejarah/budaya (Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Ngawen, dan Candi Canggal), wisata alam (Telaga Bleder, Air Terjun Curug Silawe, Air TerjunSekarlangit, dan Air Terjun Selo Projo), dan agrowisata (Agrowisata Salak nglumut, dan Agrowisata Menoreh). Pengembangan Agrowisata di Desa Banyuroto yang juga merupakan

bagian dari Kawasan Agropolitan, diharapkan dapat memperkaya khasanah pariwisata di Kabupaten Magelang.

Gambar 1 Pertumbuhan Kunjungan Wisatawan Asing 1989-2005 Sumber: BPS, 2006 Sesuai dengan konsep utama kawasan sebagai daerah pertanian dan dengan melihat sumber daya yang ada, jenis wisata yang sesuai dikembangkan adalah agrowisata. Pengembangan agrowisata ini rencananya akan dipusatkan di Kecamatan Sawangan yang pada Rencana Tata Ruang Wilayah termasuk dalam Subwilayah Pembangunan V, yang dikembangkan untuk kegiatan pertanian, pariwisata, dan home industry. Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian. Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani sambil melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya dan teknologi lokal (indigenous technology) yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya. (http://database.deptan.go.id) Desa Banyuroto yang terletak di Kecamatan Sawangan merupakan salah satu titik pengembangan agrowisata. Pengembangan desa ini sebagai kawasan agrowisata mulai terlihat dari adanya proyek pembangunan fasilitas pendukung agrowisata yang dicanangkan dalam tahun anggaran 2007. Selain itu di Desa Banyuroto telah berdiri suatu perkumpulan yang merupakan usaha swadaya dari

petani dan bantuan dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah yaitu Laboratorium Agribisnis Primatani. Desa Banyuroto dan kawasan sekitarnya memiliki pemandangan alam yang indah dan potensi yang besar dalam hal budidaya tanaman, khususnya tanaman hortikultura dataran tinggi. Dalam pengembangan agrowisata di kawasan agropolitan, pembangunan fasilitas saja seperti praktik yang terjadi di Agropolitan Merapi-Merbabu tentu tidak cukup. Agar pengembangan agrowisata tersebut berhasil, diperlukan suatu perencanaan yang tidak hanya berorientasi pada pengembangan yang bersifat fisik. Hal ini dapat dimulai dengan analisis terhadap faktor utama dan penunjang agrowisata, analisis umum, dan analisis penunjang berupa analisis permintaan dan penawaran agrowisata. Dengan demikian, diharapkan kawasan agrowisata akan memiliki konsep serta arah pengembangan yang jelas. Konsep tersebut hendaknya mengacu pada optimalisasi potensi yang ada dan sekaligus mempertimbangkan aspek keberlanjutan.

1.2 Tujuan 1. Meningkatkan 2. Mengajukan soft skill serta mendapatkan pengetahuan di dalam merencanakan dan memecahkan masalah. rekomendasi pengembangan agrowisata Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu, melalui perencanaan agrowisata secara umum (makro). 3. Membuat perencanaan lanskap untuk pengembangan Desa Banyuroto sebagai kawasan agrowisata dataran tinggi berbasis usaha dan teknologi pertanian, serta home industry.

1.3 Manfaat Manfaat secara umum penelitian adalah untuk menjadi referensi dalam perencanaan kawasan agrowisata di kawasan agropolitan. Selain itu manfaat khusus yang diharapkan adalah 1. memberikan gambaran tentang konsep agrowisata dengan kriteria khusus, yaitu pengembangan agrowisata di kawasan agropolitan, dan

2. menjadi alternatif yang dapat dipertimbangkan dan diterapkan oleh pemerintah Kabupaten Magelang di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu.

1.4 Kerangka Pemikiran Kawasan agropolitan sebagai sentra pertanian memiliki produk unggulan yang dikembangkan di seluruh bagian kawasan. Hal ini menciptakan suatu atmosfer unik pada seluruh kawasan agropolitan karena hampir dapat dipastikan terdapat titik-titik lokasi yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan agrowisata dengan melihat aspek penunjang wisata dan aspek potensi baik yang berbasis ruang maupun kekayaan alam. Desa Banyuroto sebagai bagian dari Kawasan Agropolitan MerapiMerbabu memiliki karakteristik pemanfaatan lahan yang spesifik untuk kegiatan pertanian dan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan agrowisata. Hal ini berhubungan dengan kondisi alami dan perkembangannya sebagai bagian dari dapat kawasan agropolitan. suatu Pengembangan kawasan agrowisata dilakukan fokus dengan untuk memanfaatkan aspek potensi alam, fasilitas, dan kelembagaan yang diharapkan menciptakan agrowisata dengan memperkenalkan teknologi, memperluas wawasan dan bersifat edukatif dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan masyarakat petani dalam kawasan, dan menjadi penggerak untuk daerah di sekitarnya sesuai dengan tujuan agropolitan. Pengembangan tapak dilakukan dengan mensinergikan antara faktor umum dan faktor pendukung agrowisata serta faktor pasar agrowisata yang ada. Hasil analisis terhadap faktor tersebut diwujudkan dalam bentuk sirkulasi dan zonasi berdasarkan elemen utama daerah tujuan wisata. Kemudian dengan penyesuaian terhadap kebutuhan fasilitas wisata akan didapatkan rencana lanskap agrowisata yang merupakan produk dari kegiatan perencanaan lanskap kawasan agrowisata pada Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu. Kerangka pikir studi dapat dilihat pada Gambar 2.

Agropolitan Merapi-Merbabu Potensi Agrowisata Analisis


Rekomendasi Pengembangan Agrowisata Kawasan

Agrowisata di Kawasan Agropolitan Desa Banyuroto

Potensi Peternakan

Potensi Hortikultura Tanaman Sayur dan Buah

Potensi Hortikultura Tanaman Hias

Penataan Ruang Kawasan

Analisis Umum Analisis Pasar Agrowisata Karakteristik Agropolitan

Rencana Lanskap Agrowisata di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu

Gambar 2 Kerangka Pikir Perencanaan Keterangan :


Analisis Umum: - Faktor utama dan penunjang agrowisata - Aktivitas wisata - Zonasi dan sirkulasi - Fasilitas wisata Analisis Pasar: - Permintaan dan penawaran agrowisata - Trend, segmen, Karakteristik, dan kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Agropolitan 2.1.1 Agropolitan Terdiri dari kata agro dan kata politan (polis). Agro berarti pertanian dan politan berarti kota. Secara definitif agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani dan mendorong kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di daerah sekitarnya, dengan ciri utama kegiatan pertanian dan pengolahan hasil pertanian (Departemen Pekerjaan Umum, 2007). 2.1.2 Kawasan Kawasan adalah wilayah yang berbasis pada keberagaman fisik dan ekonomi, tetapi memiliki hubungan erat dan saling mendukung satu sama lain secara fungsional demi mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam kaitan ini, kawasan didefinisikan sebagai wilayah yang mempunyai fungsi tertentu, dengan kegiatan ekonomi, sektor dan produk unggulannya mempunyai potensi mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. Kawasan ini baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama membentuk suatu klaster. Klaster dapat berupa klaster pertanian dan klaster industri, bergantung pada kegiatan ekonomi yang dominan dalam kawasan itu (Bappenas, 2004). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,

pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Konsep pengembangan agropolitan pertama kali diperkenalkan Mc. Douglass dan Friedmann (1974) dalam Pasaribu (1999), sebagai siasat untuk pengembangan perdesaan. 2.1.2 Kawasan Agropolitan Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis (UU No.26/2007, tentang Penataan Ruang). Menurut Rustiadi dan Dardak (2007), secara konseptual pengembangan agropolitan merupakan sebuah pendekatan pengembangan suatu kawasan pertanian perdesaan yang mampu memberikan berbagai pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di kawasan produksi pertanian di sekitarnya, baik pelayanan yang berhubungan dengan sarana produksi, jasa distribusi, maupun pelayanan sosial ekonomi lainnya sehingga masyarakat setempat tidak harus menuju kota untuk mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan. Peran agropolitan adalah untuk melayani kawasan produksi pertanian di sekitarnya, tempat berlangsungnya kegiatan agribisnis oleh para petani setempat. Fasilitas pelayanan yang diperlukan untuk memberikan kemudahan produksi dan pemasaran antara lain berupa input sarana produksi (pupuk, bibit, obat-obatan, peralatan, dan lain-lain), sarana penunjang produksi (lembaga perbankan, koperasi, listrik, dan lain-lain), serta sarana pemasaran (pasar, terminal angkutan, sarana transportasi, dan lain-lain) (Syahrani, 2001). Konsep agropolitan mencoba untuk mengakomodasi dua hal utama, yaitu menetapkan sektor pertanian sebagai sumber pertumbuhan ekonomi utama dan diberlakukannya ketentuan-ketentuan mengenai otonomi daerah (Anugrah, 2003). Pembangunan agropolitan menekankan kepada pengembangan ekonomi yang berbasis sumber daya lokal dan diusahakan dengan melibatkan sebesar mungkin masyarakat perdesaan itu sendiri (Rustiadi dan Hadi, 2004). Program Pengembangan Kawasan Agropolitan sebagai salah satu program yang akan mendorong percepatan pembangunan pada kawasan-kawasan pertanian sehingga diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi di kawasan dan

10

wilayah sekitarnya. Pertumbuhan ekonomi kawasan agropolitan tidak terbatas pada sektor pertanian saja, tetapi juga kegiatan-kegiatan penunjang lainnya yang terkait dengan pertanian seperti industri kecil, jasa pelayanan, perdagangan, budi daya, konservasi (kawasan lindung), dan pariwisata (Departemen Pekerjaan Umum, 2007). 2.1.3 Ciri Umum Kawasan Agropolitan Suatu kawasan agropolitan memiliki ciri yaitu sebagian besar kegiatan masyarakat di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan pertanian dan atau agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan terintegrasi. Berbeda dari kawasan perdesaan umum, kawasan agropolitan adalah kawasan perdesaan yang memiliki produktivitas tinggi dengan komoditi unggulan dan berdaya saing, mulai berkembang dengan sistem usaha agribisnis dengan aneka produk segar dan olahan berkualitas dan telah memiliki pasar regional/nasional/global (Departemen Pekerjaan Umum, 2007). 2.1.4 Pola Ruang Kawasan Agropolitan Pola ruang kawasan agropolitan menggambarkan sebaran jenis / fungsi pemanfaatan ruang kawasan agropolitan, dengan ukuran dan karakter kegiatan dalam kawasan baik menyangkut kegiatan manusia maupun alam, yang dituangkan dalam bentuk zona lahan produksi, zona sentra produksi, zona industri, zona pusat kegiatan perkotaan termasuk agribisnis dan pemukiman dan zona hijau. Rencana pola ruang kawasan agropolitan meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya (UU No.26/2007, tentang Penataan Ruang). 1. Kawasan Budi daya Agropolitan meliputi zona-zona sebagai berikut: a. Zona pusat pelayanan agropolitan termasuk perkantoran, balai penyuluhan terpadu, pusat jasa keuangan, pusat perdagangan, pusat pendidikan dan pelatihan, dan balai pertemuan. b. c. Zona pemukiman perkotaan. Zona/kawasan industri termasuk terminal agribisnis, pelataran bongkar muat barang/komoditi, gudang, industri kecil dan menengah, pusat energi, instalasi pengolahan dll. d. Zona sentra produksi termasuk sebaran beberapa desa pengumpul komoditi, areal pusat kegiatan pengolahan komoditi seperti pencucian,

11

sorting, dan pemotongan, juga terdapat kios-kios penyediaan saprodi, halte, terminal barang, dan pemukiman penduduk. e. a. b. c. d. e. Zona lahan budi daya/ lahan produksi menurut jenis komoditi. Zona resapan air dan kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawah lainnya. Zona sempadan sungai, danau atau waduk, sekitar mata air, dan zona terbuka hijau lain. Zona hutan konservasi termasuk cagar alam, suaka margasatwa, dan cagar budaya. Zona taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Zona rawan bencana, termasuk rawan longsor, rawan banjir, rawan gelombang pasang, dan rawan gempa. Menurut Harun (2004) dalam Departemen Pekerjaan Umum (2007), ditinjau dari aspek tata ruang, secara umum struktur hierarki sistem kota-kota Agropolitan dapat digambarkan sebagai berikut. 1. Orde yang paling tinggi (kota tani utama) dalam lingkup wilayah agropolitan skala besar berfungsi: a. Kota perdagangan yang berorientasi ekspor ke luar daerah (nasional dan internasional) dan bila berada di tepi pantai maka kota ini memiliki pelabuhan samudra. b. Pusat berbagai kegiatan final manufacturing industri pertanian (packing), stok pergudangan dan perdagangan bursa komoditas. c. Pusat berbagai kegiatan tertier agrobisnis, jasa perdagangan, asuransi pertanian, perbankan dan keuangan. d. Pusat berbagai pelayanan termasuk general agro-industry services. 2. Orde kedua (pusat distrik agropolitan) yang berfungsi sebagai: a. Pusat perdagangan wilayah yang ditandai dengan adanya pasar-pasar grosir dan pergudangan komoditas sejenis. b. Pusat kegiatan agro-industri berupa pengolahan barang pertanian jadi dan setengah jadi serta kegiatan agro-bisnis. 2. Kawasan Lindung, meliputi zona-zona sebagai berikut:

12

c. Pusat pelayanan agro-industri khusus (special agro-industry services), pendidikan, pelatihan, dan pemuliaan tanaman unggulan. 3. Orde ketiga (pusat satuan kawasan pertanian) a. Pusat perdagangan lokal yang ditandai dengan adanya pasar harian. b. Pusat koleksi komoditas pertanian sebagai bahan mentah industri. c. Pusat penelitian, pembibitan dan percontohan komoditas. d. Pusat pemenuhan pelayanan kebutuhan permukiman pertanian. e. Koperasi dan informasi pasar barang perdagangan. 2.2 Perencanaan Lanskap 2.2.1 Perencanaan Menurut Simonds (1983), perencanaan adalah suatu proses sintesis yang kreatif tanpa akhir dan dapat ditambah, juga merupakan proses yang rasional dan evolusi yang teratur. Perencanaan merupakan urutan-urutan pekerjaan yang panjang dan terdiri dari bagian-bagian pekerjaan yang saling berhubungan dan berkaitan. Semua bagian tersebut tersusun sedemikian rupa sehingga apabila terjadi perubahan pada suatu bagian, maka akan mempengaruhi bagian yang lain. Sedangkan perencanaan tapak menurut Laurie (1986) dapat dipikirkan sebagai suatu kompromi antara penyesuaian pada tapak untuk mencocokan dengan program dan adaptasi pada program dikarenakan tapaknya. 2.2.2 Perencanaan Lanskap Perencanaan lanskap adalah salah satu bentuk produk utama dalam kegiatan arsitektur lanskap. Perencanaan lanskap ini merupakan suatu bentuk kegiatan penataan yang berbasis lahan (land based planning) melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai dan merupakan proses untuk pengambilan keputusan berjangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap atau bentang alam yang fungsional,estetik dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraannya. Secara ringkas dinyatakan bahwa kegiatan merencana suatu lanskap adalah suatu proses pemikiran dari suatu ide, gagasan atau konsep kearah suatu bentuk lanskap atau bentang alam nyata. (Nurisjah, 2007).

13

2.3 Wisata 2.3.1 Pengertian Wisata Wisata merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dengan pergerakan manusia yang melakukan perjalanan dan persinggahan sementara dari tempat tinggalnya ke satu atau beberapa tempat tujuan di luar dari lingkungan tempat tinggalnya, yang didorong oleh berbagai keperluan dan tanpa bermaksud untuk mencari nafkah tetap (Nurisjah, 2004) dalam Halida (2006). Sedangkan wisatawan berdasarkan rekomendasi International Union of Office Travel Organization (IUOTO) dan World Tourism Organization (WTO) adalah, seseorang atau sekelompok orang yang melakukan perjalanan ke sebuah atau beberapa negara di luar tempat tinggal biasanya atau keluar dari lingkungan tempat tinggalnya untuk periode kurang dari 12 (dua belas) bulan dan memiliki tujuan untuk melakukan berbagai aktivitas wisata. Terminologi ini mencakup penumpang kapal pesiar (cruise ship passenger) yang datang dari negara lain dan kembali dengan catatan bermalam. http://www.budpar.go.id 2.3.2 Sumberdaya Wisata Sumberdaya wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik bagi pengunjung, diantaranya sebagai berikut: 1. Benda-benda yang tersedia dan terdapat dialam semesta yang dalam istilah wisata disebut dengan natural amenities seperti iklim, bentuk tanah dan pemandangan, hutan belukar, flora dan fauna serta pusat-pusat kesehatan yang termasuk dalam kelompok ini. 2. Hasil ciptaan manusia antara lain benda-benda yang memiliki nilai sejarah, keagamaan dan kebudayaan. 3. Tata cara hidup masyarakat setempat. Menurut Utama (2005), Pengelolaan sumberdaya agrowisata dilakukan sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika dapat terpenuhi dengan memelihara integritas kultural, proses ekologi yang esensial, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan. 2.3.3 Perencanaan Kawasan Wisata Merencanakan suatu kawasan wisata adalah upaya untuk menata dan mengembangkan suatu areal dan jalur pergerakan pendukung kegiatan wisata

14

sehingga kerusakan lingkungan akibat pembangunannya dapat diminimumkan tetapi pada saat yang bersamaan kepuasan wisatawan dapat terwujudkan (Nurisjah, 2004) dalam Halida (2006). Untuk mengembangkan suatu kawasan menjadi kawasan pariwisata (termasuk juga agrowisata) menurut Spillane (1994) dalam Utama (2005) ada lima unsur: 1. Attractions Dalam konteks pengembangan agrowisata, atraksi yang dimaksud adalah, hamparan kebun/lahan pertanian, keindahan alam, keindahan taman, budaya petani tersebut serta segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas pertanian tersebut. 2. Facilities Fasilitas yang diperlukan mungkin penambahan sarana umum, telekomunikasi, hotel dan restoran pada sentra-sentra pasar. 3. Infrastructure Infrastruktur yang dimaksud dalam bentuk sistem pengairan, jaringan komunikasi, fasilitas kesehatan, terminal pengangkutan, sumber listrik dan energi, sistem pembuangan kotoran/pembuangan air, jalan raya dan sistem keamanan. 4. Transportation Transportasi umum, terminal bus, sistem keamanan penumpang, system Informasi perjalanan, tenaga kerja, kepastian tarif, dan peta kota/objek wisata. 5. Hospitality Keramah-tamahan masyarakat akan menjadi cerminan keberhasilan sebuah sistem pariwisata yang baik.

2.4 Agrowisata 2.4.1 Pengertian Agrowisata Menurut Reza dan Fachrudin (1999) dalam Bappenas (2004), agrowisata atau agrotourism dapat diartikan juga sebagai pengembangan industri wisata alam yang bertumpu pada pembudidayaan kekayaan alam. Industri ini mengandalkan

15

pada kemampuan budi daya baik pertanian, peternakan, perikanan maupun kehutanan. Dengan demikian agrowisata tidak sekedar mencakup sektor pertanian, melainkan juga budi daya perairan baik darat maupun laut. Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. (http://database.deptan.go.id/agrowisata). Menurut Nurisyah (2001), secara spesifik, wisata agro atau wisata pertanian ini adalah rangkaian aktivitas perjalanan wisata yang memanfaatkan lokasi atau kawasan dan sektor pertanian mulai dari awal sampai dengan produk pertanian dalam berbagai sistem, skala dan bentuk dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pemahaman, pengalaman, dan rekreasi di bidang pertanian ini. Dalam istilah sederhana, agrotourism didefinisikan sebagai perpaduan antara pariwisata dan pertanian dimana pengunjung dapat mengunjungi kebun, peternakan atau kilang anggur untuk membeli produk, menikmati pertunjukan, mengambil bagian aktivitas, makan suatu makanan atau melewatkan malam bersama di suatu areal perkebunan atau taman. (www.farmstop.com) Sutjipta (2001) mendefinisikan, agrowisata sebagai sistem kegiatan yang terpadu dan terkoordinasi untuk pengembangan pariwisata sekaligus pertanian, dalam kaitannya dengan pelestarian lingkungan, peningkatan kesejahteraan masyarakat petani.
Transportation Services Events Rural Tourism Accomodation

Facilities for Activities Attraction

Suporting Services

Gambar 3 Sektor yang Terkait dengan Pariwisata/Agrowisata Sumber: Richards (1996) dalam Utama (2007) 2.4.2 Pengelompokan dan Prinsip Agrowisata Agrowisata pada prinsipnya merupakan kegiatan industri yang mengharapkan kedatangan konsumen secara langsung ditempat wisata yang diselenggarakan. Aset yang penting untuk menarik kunjungan wisatawan adalah keaslian, keunikan, kenyamanan, dan keindahan alam. Oleh sebab itu, faktor

16

kualitas lingkungan menjadi modal penting yang harus disediakan, terutama pada wilayah - wilayah yang dimanfaatkan untuk dijelajahi para wisatawan. Menyadari pentingnya nilai kualitas lingkungan tersebut, masyarakat/petani setempat perlu diajak untuk selalu menjaga keaslian, kenyamanan, dan kelestarian lingkungannya (Subowo 2002). Ecotourism dan agrotourism pada dasarnya memiliki prinsip yang sama. Menurut Wood (2000) dalam Pitana (2002), prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: a) b) c) menekankan serendah-rendahnya dampak negatif terhadap alam dan kebudayaan yang dapat merusak daerah tujuan wisata; memberikan pembelajaran kepada wisatawan mengenai pentingnya suatu pelestarian; menekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab yang bekerja sama dengan unsur pemerintah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penduduk lokal dan memberikan manfaat pada usaha pelestarian; d) e) mengarahkan keuntungan ekonomi secara langsung untuk tujuan pelestarian, manajemen sumber daya alam dan kawasan yang dilindungi; memberi penekanan pada kebutuhan zona pariwisata regional dan penataan serta pengelolaan tanam-tanaman untuk tujuan wisata di kawasan-kawasan yang ditetapkan untuk tujuan wisata tersebut; f) memberikan penekanan pada kegunaan studi-studi berbasiskan lingkungan dan sosial, dan program-program jangka panjang, untuk mengevaluasi dan menekan serendah-rendahnya dampak pariwisata terhadap lingkungan; g) mendorong usaha peningkatan manfaat ekonomi untuk negara, pebisnis, dan masyarakat lokal, terutama penduduk yang tinggal di wilayah sekitar kawasan yang dilindungi; h) berusaha untuk meyakinkan bahwa perkembangan pariwisata tidak melampui batas-batas sosial dan lingkungan yang dapat diterima seperti yang ditetapkan para peneliti yang telah bekerja sama dengan penduduk lokal;

17

i)

mempercayakan pemanfaatan sumber energi, melindungi tumbuhtumbuhan dan binatang liar, dan menyesuaikannya dengan lingkungan alam dan budaya; Menurut Bappenas (2004), kawasan agrowisata merupakan suatu kawasan

yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1. memiliki potensi atau basis kawasan di sektor agro baik pertanian, hortikultura, perikanan maupun peternakan, misalnya: a) subsistem usaha pertanian primer (on farm) yang antara lain terdiri dari pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan; b) subsistem industri pertanian yang antara lain terdiri industri pengolahan, kerajinan, pengemasan, dan pemasaran baik lokal maupun ekspor; c) subsistem pelayanan yang menunjang kesinambungan dan daya dukung kawasan baik terhadap industri dan layanan wisata maupun sektor agro, misalnya transportasi dan akomodasi, penelitian dan pengembangan, perbankan dan asuransi, fasilitas telekomunikasi, dan infrastruktur; 2. adanya kegiatan masyarakat yang didominasi oleh kegiatan pertanian dan wisata dengan keterkaitan dan kebergantungan yang cukup tinggi, antara lain kegiatan pertanian yang mendorong tumbuhnya industri pariwisata, dan sebaliknya kegiatan pariwisata yang memacu berkembangnya sektor pertanian; 3. adanya interaksi yang intensif dan saling mendukung bagi kegiatan agro dengan kegiatan pariwisata dalam kesatuan kawasan, antara lain berbagai kegiatan dan produk wisata yang dikembangkan secara berkelanjutan. 2.4.3 Manfaat Agrowisata Manfaat yang dapat diperoleh dari agrowisata menurut (Subowo 2002) adalah melestarikan sumber daya alam, melestarikan teknologi lokal, dan meningkatkan pendapatan petani/masyarakat sekitar lokasi wisata. Keuntungan dari pengembangan agrotourism bagi petani lokal dapat dirinci sebagai berikut (Lobo et al, 1999):

18

1. Agrotourism dapat meningkatkan

memunculkan peluang bagi petani lokal untuk dan meningkatkan taraf hidup serta

pendapatan

kelangsungan operasi mereka; 2. Menjadi sarana yang baik untuk mendidik orang banyak/masyarakat tentang pentingnya pertanian dan kontribusinya untuk perekoniman secara luas dan meningkatkan mutu hidup; 3. Mengurangi arus urbanisasi ke perkotaan karena masyarakat telah mampu mendapatkan pendapatan yang layak dari usahanya di desa (agritourism) 4. Agritourism dapat menjadi media promosi untuk produk lokal, dan membantu perkembangan regional dalam memasarkan usaha dan menciptakan nilai tambah dan direct-marking merangsang kegiatan ekonomi dan memberikan manfaat kepada masyarakat di daerah dimana agrotourism dikembangkan. Menurut Rilla (1999), dalam (Utama, 2005), manfaat agrowisata bagi pengunjung adalah 1. menjalin hubungan kekeluargaan dengan petani atau masyarakat lokal; 2. meningkatkan kesehatan dan kesegaran tubuh; 3. beristirahat dan menghilangkan kejenuhan; 4. mendapatkan petualangan yang mengagumkan; 5. mendapatkan makanan yang benar-benar alami (organic food); 6. mendapatkan suasana yang benar-benar berbeda; 7. biaya wisata yang murah karena agrowisata relatif lebih murah daripada wisata yang lainnya. Pengembangan agrowisata sesuai dengan kapabilitas, tipologi, dan fungsi ekologis lahan akan berpengaruh langsung terhadap kelestarian sumber daya lahan dan pendapatan petani serta masyarakat sekitarnya. Kegiatan ini secara tidak langsung akan meningkatkan persepsi positif petani serta masyarakat sekitarnya akan arti pentingnya pelestarian sumber daya lahan pertanian. Pengembangan agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan, sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat saat ini.

19

2.4.4 Pengembangan Agrowisata Pengembangan industri pariwisata khususnya agrowisata memerlukan kreativitas dan inovasi, kerjasama dan koordinasi serta promosi dan pemasaran yang baik. Pengembangan agrowisata berbasis kawasan berarti juga adanya keterlibatan unsur-unsur wilayah dan masyarakat secara intensif (Bappenas, 2004).

Gambar 4 Hubungan Faktor Permintaan dan Penawaran dalam Pengembangan Kawasan Agrowisata Sumber: Bappenas (2004)

Gambar 5 Konsep Pengembangan Kawasan Agrowisata Sumber: Bappenas (2004)

20

Agar agrowisata dapat berkelanjutan maka produk agrowisata yang ditampilkan harus harmonis dengan lingkungan lokal spesifik. Dengan demikian masyarakat akan peduli terhadap sumberdaya wisata karena memberikan manfaat sehingga masyarakat merasakan kegiatan wisata sebagai suatu kesatuan dalam kehidupannya (Utama, 2005). Agrowisata dapat merupakan pengembangan dari sektor lain yang diharapkan mampu menunjang pengembangan ekonomi secara berkelanjutan, misalnya pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan agropolitan, pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan perkebunan, pengembangan kawasan agrowisata pada tanaman pangan dan hortikultura, pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan peternakan, pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan perikanan darat dan lain sebagainya (Bappenas, 2004). 2.4.5 Pengelolaan Agrowisata Menurut Tirawinata dan Fachruddin (1999) dalam Halida (2006), terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan agrowisata, yaitu 1. pengelolaan objek yang ditawarkan, pengelola harus mengerti apa yang ditonjolkan serta kekhasan objek, sehingga wisatawan mendapat kesan mendalam dan tidak mudah terlupakan; 2. pengelolaan pengunjung; 3. pengelolaan fasilitas pendukung. kelengkapan kebutuhan prasarana dan sarana memberikan kemudahan bagi wisatawan; 4. keamanan, bertujuan untuk melindungi objek dan fasilitas serta keselamatan pengunjung; 5. pengelolaan kelembagaan, dimana tiga komponen yang menentukan dalam pengembangan usaha agrowista adalah pemerintah (memberikan pembinaan dan penyuluhan yang dapat mendorong pengembangan objek agrowisata), pengusaha (lembaga pengelola objek wisata lebih lanjut), serta pihak pelaksana profesional untuk menangani masalah teknis di lapang. Pengelolaan pengunjung dalam rangka pengembangan agrowisata berkaitan dengan: a. Konsep menarik pengunjung. Segmen pasar yang akan diraih perlu diperhitungkan dalam perencanaan agrowisata. Motivasi wisatawan

21

melakukan perjalanan wisata untuk mencari perbedaan yang ada pada lingkungannya perlu diperhatikan sehingga kesan monoton dapat dihindari. Peningkatan mutu pengelolaan untuk menghindari kejenuhan wisatawan dapat dilakukan dengan memperbanyak ragam jenis paket acara yang ditawarkan, menambah koleksi tanaman atau hewan yang ada atau merubah penataan. b. Tata tertib bagi pengunjung. Pengklasifikasian wisatawan berdasarkan motivasinya dapat dilakukan untuk mempermudah dalam pengaturan. Macam motivasi dapat berupa rekreasi biasa, yaitu kunjungan yang bertujuan untuk melepas lelah atau bersantai. Widya wisata merupakan kunjungan singkat yang bertujuan untuk berwisata dan mempelajari objek yang ada, serta penelitian berupa kunjungan dengan tujuan untuk meneliti suatu objek. Objek agrowisata dengan areal yang sangat luas memerlukan peraturan yang lebih khusus untuk mengendalikan pengunjung. Sistem pengawasan dapat dilakukan dengan membuat peraturan bagi pengunjung yang akan mengelilingi objek. Pengelolaan agrowisata harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. pengaturan dasar alaminya, yang meliputi kultur atau sejarah yang menarik, keunikan sumber daya biofisik alaminya, konservasi sumber daya alam ataupun kultur budaya masyarakat; 2. nilai pendidikan, yaitu interpretasi yang baik untuk program pendidikan dari areal, termasuk lingkungan alaminya dan upaya konservasinya; 3. partisipasi masyarakat dan pemanfaatannya; 4. dorongan meningkatkan upaya konservasi. Masyarakat hendaknya melindungi/menjaga fasilitas atraksi yang digemari wisatawan, serta dapat berpartisipasi sebagai pemandu serta penyedia akomodasi dan makanan. Wisata ekologi biasanya tanggap dan berperan aktif dalam upaya melindungi area, seperti mengidentifikasi burung dan satwa liar, memperbaiki lingkungan, serta memberikan penghargaan/fasilitas kepada pihak yang membantu melindungi lingkungan.

22

BAB III METODOLOGI


3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama lima bulan mulai minggu pertama bulan Februari sampai minggu kedua bulan Juli 2008. Lokasi penelitian adalah Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Kampus IPB Darmaga Bogor.

Gambar 6 Peta Lokasi Penelitian Sumber: Bappeda Kabupaten Magelang dan Hasil Analisis 3.2. Bahan dan Alat Bahan dan data yang didapat dari survei langsung, diantaranya, adalah 1. data objek, tata ruang dan aksesibilitas, 2. data view, 3. data peta, dan 4. data wawancara pengunjung. Peta dasar (data peta) yang digunakan untuk kegiatan analisis, adalah 1. peta Kabupaten Magelang (administrasi, infrastruktur), 2. peta Jawa Tengah (tata guna lahan, kontur), 3. foto udara (www.googleearth.com).

23

Selain data, juga diperlukan alat sebagai berikut: 1. kamera, 2. komputer dan software map info dan arcview gis 3.3 untuk mengolah data, dan 3. GPS (Global Positioning System) Garmin V. Tabel 1 Keseluruhan Data yang Dikumpulkan adalah sebagai berikut:
No. Jenis Data A. Kondisi Umum 1. Luas dan batas wilayah 2. Hidrologi 3. Iklim Suhu Curah hujan Intensitas Radiasi Matahari Kelembaban Vegetasi dan satwa Aksesibilitas Unit Data Ha Sumber Bappeda Magelang Bappeda Magelang BPPT, literatur BPPT, literatur BPPT, literatur BPPT, literatur Lapangan Lapangan Arsip Cara Pengumpulan Studi pustaka, survei, wawancara Studi pustaka Kegunaan Daya dukung tapak Kebutuhan air

Studi pustaka Studi pustaka Studi pustaka Studi pustaka Studi pustaka, survei, wawancara Studi pustaka, survei, wawancara Studi pustaka, survei, wawancara

Kenyamanan Kenyamanan Kenyamanan Kenyamanan Amenity tapak Orientasi dan kemudahan akses Daya dukung tapak

4. 5. 6.

Jenis Unit

Sirkulasi, utilitas dan fasilitas B. Sosial Ekonomi 1. Pengguna Keadaan masyarakat (social, ekonomi, budaya) C. Agropolitan 1. Masterplan perencanaan 2. Evaluasi pelaksanaan 3. 4. Fasilitas Agropolitan Fasilitas Agrowisata 2.

Jiwa -

Lapangan Pemda Magelang, BPS, lapangan

Studi pustaka, wawancara Studi pustaka, wawancara

Daya dukung tapak Analisis partisipasi masyarakat

Bappeda Bappeda Lapangan Lapangan

Studi pustaka, wawancara Studi pustaka, wawancara Survei Survei

Analisis perencanaan (Tata guna lahan) Analisis perencanaan (Arah pengembangan) Analisis perencanaan (Kelengkapan) Analisis perencanaan (Kegiatan agrowisata)

24

3.3 Batasan Penelitian Hasil dari studi ini terbatas pada produk arsitektur lanskap dalam bentuk rencana lanskap (landscape plan) kawasan agrowisata dalam kawasan agropolitan. Sebagai area studi adalah Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu, dengan sampel perencanaan dibatasi pada Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, yang merupakan area percontohan pengembangan agrowisata.

3.4 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan melewati beberapa tahapan. Pertama adalah tahap persiapan yang ditandai dengan kegiatan perumusan masalah, penetapan tujuan studi serta pembuatan usulan dan menyelesaikan perijinan studi. Tahapan berikutnya adalah melaksanakan tahapan penelitian yang terdiri atas pelaksanaan metode survei dan analisis data dan peta serta tahapan sintesis dan perencanaan. Tahapan penelitian dilakukan berdasarkan tahapan proses perencanaan menurut Gold (1980), yaitu: 1. Pengumpulan Data (Inventory) Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder yang didapat dari dinas dan instansi diantaranya Bappeda, Dinas Pertanian, dan pemerintah Desa Banyuroto. Data berupa peta administrasi dan peta infrstruktur diperoleh dari Bappeda Kabupaten Magelang. Sedangkan peta topografi dan tata guna lahan diperoleh dari dokumentasi pribadi. Data yang juga diambil adalah data sosial, ekonomi, dan data-data pendukung lainnya. Selain itu juga dikumpulkan data lain yang akan menunjang yaitu data tentang permintaan dan penawaran agrowisata. Selain pengumpulan data sekunder, juga dilakukan pengumpulan data primer dengan metode survey dan wawancara untuk melengkapi data yang ada. Wawancara dilakukan di lokasi pengembangan dengan metode purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel untuk tujuan tertentu. Subjek wawancara adalah pengunjung kawasan agrowisata. Data yang didapatkan dari hasil survey langsung diharapkan memperkaya dan mempertajam hasil analisis. Diantaranya adalah data view, sensuous form,

25

dan kenyamanan. Sekaligus untuk melakukan pengecekan di lapang terhadap peta yang telah didapat, penggunaan lahan, tipe vegetasi dan sebagainya. Dari hasil wawancara didapatkan gambaran umum tentang sejarah perkembangan kawasan dan data pendukung lainnya. 2. Analisis (Analysis) a. Analisis Umum yang meliputi analisis faktor utama dan penunjang agrowisata, diantaranya analisis zona dan sirkulasi, serta analisis fasilitas wisata. Analisis ini dilandaskan pada potensi, kendala, dan amenities yang ada pada tapak, ditinjau dari tujuan pengembangannya sebagai kawasan agrowisata di dalam kawasan agropolitan. b. Analisis wisata, termasuk di dalamnya analisis wisata umum, analisis wisata spesifik tapak, analisis permintaan dan penawaran agrowisata, serta analisis terhadap trend dan kebutuhan wisata.
Tour operators and private tourist agency Tourist market Agrotourism household
Agro tourist market Agrotourism activity Agricultural activity
Agricultural producers

Rural environment

Tourist association of counties and local communities


LEGEND:

Demand

Offer

Gambar 7 Permintaan dan Penawaran dalam Rumah Tangga Agrowisata Sumber: Bri (2006) 3. Sintesis (Synthesis) Dari hasil analisis keseluruhan kawasan akan didapatkan hasil berupa rekomendasi pengembangan agrowisata di kawasan agropolitan.

26

Sedangkan dari hasil analisis pada lokasi pengembangan akan dapat ditentukan pembagian ruang dalam bentuk block plan. 4. Perencanaan Lanskap (Master Plan) Hasil akhir (produk) dari penelitian ini akan mengarah pada suatu konsep rencana kawasan agrowisata di kawasan agropolitan secara umum. Sedangkan perencanaan pada titik sampel akan menghasilkan rencana lanskap (landscape plan) untuk lokasi pengembangan di Desa Banyuroto. Dalam hal lokasi pengembangan, kawasan dibagi menjadi dua zona, yaitu zona agrowisata dan zona non-agrowisata. Untuk perencanaan zona agrowisata dalam zonasi tersebut akan berpedoman pada pengembangan elemen utama daerah tujuan wisata berdasarkan Gunn (1997). Yaitu dengan pengembangan masing-masing elemen di zona agrowisata menjadi: 1. Kompleks Atraksi (Attraction Complexes) Kompleks atraksi merupakan tulang punggung dari daerah tujuan wisata. Setelah dilakukan studi terhadap potensi yang ada pada suatu kawasan maka dapat dilakukan pengembangan suatu kompleks atraksi yang merupakan perwujudan dari keinginan wisatawan. 2. Komunitas Pelayanan (Service Community) Komunitas pelayanan bertugas memenuhi fungsi wisata yang berkaitan dengan kebutuhan wisatawan terhadap keberadaan tempat untuk berbelanja, mendapatkan hiburan, kunjungan keluarga, serta kebutuhan perniagaan/bisnis. Bentuk-bentuk umum pelayanan terhadap kebutuhan diatas misalnya penginapan, rumah makan, sarana pelayanan umum, guide, dan Terminal atau sarana transportasi lainnya. 3. Transportasi dan Akses (Transportation and Access) Dalam perencanaan jalur akses ke suatu area tujuan wisata bukan hanya ketersediaan sarana pelayanan di sepanjang jalur tesebut yang menjadi pertimbangan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah kebutuhan fungsional wisatawan dan view atau kesan keindahan visual yang dapat dilihat sepanjang perjalanan tersebut. Perlu diperhatikan juga, bahwa suatu kegiatan wisata adalah berawal dari tempat asal

27

wisatawan. Penyediaan rest area juga perlu mendapat perhatian bila jangkauan wisatawan yang berkunjung cukup jauh (estndar mendirikan rest area). 4. Koridor Penghubung (Linkage Corridors) Koridor ini menghubungkan antara komunitas pelayanan dengan kompleks atraksi, merupakan gerbang memasuki kompleks atraksi, sehingga penting bahwa dalam pengembangannya memperhatikan pengaturan view untuk mengatur mood para wisatawan sebelum memasuki konpleks atraksi. Secara singkat awal koridor ini berfungsi membangun first impression dari para wisatawan yang akan memasuki kompleks atraksi.
No . Kegiatan Februari 2008 1 2 3 4 1. Persiapan -Pembuatan Proposal -Studi Pustaka -Data Sementara Pengumpulan data Survey Lapang Analisis Awal Analisis Lanjutan Penyusunan Skripsi Penyajian Hasil Maret 2008 1 2 3 4 April 2008 1 2 3 4 Mei 2008 1 2 3 4 Juni 2008 1 2 3 4

2. 3. 4. 5. 6. 7.

Tabel 2 Jadwal Kegiatan Penelitian 3.5 Bentuk Hasil Studi Hasil akhir dari studi ini mencakup dua bagian, yang pertama adalah hasil perencanaan secara umum untuk keseluruhan kawasan Agropolitan MerapiMerbabu. Sedangkan yang kedua adalah perencanaan khusus untuk lokasi pengembangan. Keduanya akan berupa suatu perencanaan lanskap kawasan agrowisata yang masing-masing mencakup: 1. Laporan Tertulis 2. Laporan Grafis

28

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN

4.1 Konsep Perencanaan Total Perencanaan lanskap kawasan agrowisata dimaksudkan untuk mengoptimalkan potensi sumber daya alam pertanian yang terdapat pada tapak untuk pengembangan agrowisata. Konsep dasar pengembangan kawasan yaitu menciptakan kawasan agrowisata berbasis pendidikan dan penerapan teknologi pertanian, untuk meningkatkan apresiasi terhadap bidang pertanian dan menumbuhkan kecintaan terhadap lingkungan pertanian. Dalam prakteknya diharapkan kawasan ini juga dapat menjadi sarana untuk menyebarluaskan penemuan teknologi-teknologi baru di bidang pertanian kepada masyarakat luas dan kalangan petani seperti yang selama ini telah dirintis oleh organisasi swadaya setempat. Selain itu dengan meningkatnya aktivitas agrowisata di kawasan ini diharapkan akan berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Komoditas utama yang akan dikembangkan adalah tanaman buah, tanaman hortikultura serta peternakan dalam struktur kawasan agropolitan. 4.2 Pengembangan Konsep 4.2.1 Konsep Ruang Konsep ruang dikembangkan berdasarkan pada potensi pertanian kawasan, dengan berpegang pada metode pengembangan daerah tujuan wisata berdasarkan Gunn (1997). Selain itu juga mempertimbangkan kebutuhan ruang wisata serta faktor yang mendukung wisata secara keseluruhan. Circullation Gateway Community Linkage Attraction

Gambar 8 Model Zona Tujuan Wisata dengan Lima Elemen Kunci Sumber: Gunn (1997) Kawasan dibagi menjadi zona agrowisata dan zona non-agrowisata, dimana model zona tujuan wisata seperti terlihat pada gambar diatas dikembangkan sebagai zona agrowisata. Zona non-agrowisata dikembangkan dari

29

penambahan zona konservasi dan zona penyangga, yang dianggap penting untuk melengkapi fungsi kawasan. Pembagian ruang selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 9 dibawah ini.

Gambar 9 Konsep Ruang Kawasan Agrowisata A. Zona Agrowisata 1. Zona Atraksi (Attraction Complexes) Merupakan penjabaran dari zona atraksi pada model zona tujuan wisata dan merupakan area inti yang menjadi pusat aktivitas agrowisata. Di dalamnya dilakukan pemanfaatan intensif terhadap potensi sumberdaya alam, yaitu komoditas pertanian serta kondisi alami tapak yang berupa lerang pegunungan dengan karakter iklimnya yang dapat dinikmati. Selain itu juga dikembangkan ruang atraksi dimana wisatawan dapat turut langsung melakukan aktivitas pertanian. Kompleks atraksi ini terdiri atas lima titik area pertanian di Desa Banyuroto. Satu titik merupakan pusat atraksi atau atraksi inti dengan menyajikan atraksi pengenalan teknologi pertanian. Keempat titik lainnya masing-masing menyuguhkan atraksi tanaman sayuran, atraksi tanaman buah, atraksi peternakan sapi dan atraksi pengolahan hasil pertanian. 2. Zona Penunjang Agrowisata 5. Zona Penerimaan Merupakan ruang yang dipersiapkan sebagai welcome area yang menandai kawasan agrowisata. Aktivitas yang ada yaitu pengenalan

30

kawasan. Fungsi utama dari ruang penerimaan adalah menciptakan image dan identitas bagi pengunjung. Selain itu juga merupakan sarana informasi. 6. Zona Pelayanan (Service Community) Merupakan ruang yang berisi aktivitas pemenuhan kebutuhan wisatawan. Zona ini berfungsi memberikan pelayanan kepada wisatawan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan atas kenyamanan, kemudahan dan kelengkapan dalam menikmati aktivitas agrowisata. Di dalamnya termasuk fasilitas umum dan penyedia jasa. Keberadaannya dipusatkan pada dua titik masuk kawasan yaitu dari arah Utara dan Selatan. Zona pelayanan berada pada area yang mudah dijangkau wistawan, dan merupakan pusat pelayanan terpadu di dalam kawasan. 7. Zona Penghubung (Linkage Corridors) Merupakan ruang yang ditempati oleh aktivitas agrowisata pasif. Juga merupakan zona transisi yang menghubungkan antar sub-zona atraksi, antar sub-zona penunjang, dan antara sub-zona atraksi dengan sub-zona penunjang. Di dalam zona transisi ini dilakukan upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi visual kawasan untuk menciptakan first impression yang baik bagi wistawan dan sekaligus sebagai penunjang terhadap aktivitas agrowisata pasif yang direncanakan di dalam kawasan. Ruang transisi menghantarkan wisatawan sebelum memasuki kompleks atraksi. Area ini umumnya membuka dan view point. d. Zona Masyarakat Merupakan ruang hidup masyarakat dengan segala aktivitas dan polanya. Zona masyarakat mewadahi kehidupan masyarakat asli dan memisahkannya dengan zona atraksi. Zona ini disusun oleh rangkaian pemukiman dan lingkungan disekitarnya termasuk halaman dan kebun. memperkenalkan

wisatawan terhadap kompleks atraksi. Di dalamnya terdapat rest area dan

31

B. Zona Non-Agrowisata a. Zona Penyangga Merupakan zona yang memisahkan antara zona atraksi agrowisata yang di dalamnya terjadi aktivitas agrowisata aktif dan pasif serta pemanfaatan sumberdaya secara intensif, dengan zona konservasi yang merupakan kawasan dengan fungsi lindung dimana di dalamnya tidak terjadi aktivitas agrowisata. b. Zona Konservasi Berupa area sebelah Timur atau pada lereng Gunung Merbabu yang ditumbuhi semak belukar dan rumput, serta area di bagian Barat kawasan yang memiliki topografi bergelombang dan penggunaan lahan berupa hutan dan lahan pertanian. Hal ini antara lain karena kemiringan yang cukup tinggi dan gerakan tanah yang relatif tinggi pula sehingga berbahaya untuk dikembangkan bagi aktivitas manusia. Selain itu alokasi zona konservasi sesuai dengan fungsi Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu, yang selain merupakan kawasan pusat pengembangan pertanian juga merupakan kawasan dengan fungsi konservasi.

4.2.2 Konsep Sirkulasi Menurut Laurie (1986), kelangsungan arah tiap sirkulasi merupakan suatu persoalan fungsi dan ekonomi. Dengan demikian dapat dipahami bahwa suatu jalur sirkulasi harus dibangun dengan memperhatikan fungsi dan efisiensi sehingga menguntungkan bagi penggunanya. Konsep Sirkulasi pada kawasan agrowisata Desa Banyuroto ini direncanakan dengan memanfaatkan jalur yang sudah ada akan tetapi perlu porsi lebih untuk pengunjung. Agrowisata lebih menekankan pada keberlangsungan wisata tanpa menganggu aktivitas masyarakat, akan tetapi hal ini tidak berarti meniadakan kontak antara wisatawan dengan masyarakat dan kegiatan kesehariannya.

32

Sirkulasi dalam kawasan terbagi menjadi jalur wisatawan dan jalur masyarakat yang merupakan jalur pendukung aktivitas sehari-hari. Konsep jalur untuk wisatawan adalah menghubungkan antara sub-sub zona atraksi yang ada sehingga memudahkan wisatawan untuk menikmati keseluruhan atraksi agrowisata. Jalur ini terbagi atas jalur primer, sekunder dan tersier yang dibedakan berdasarkan intensitas penggunaan dan kepentingan. Jalur primer merupakan jalur dengan intensitas penggunaan yang tinggi dan mengakomodasi kepentingan mobilitas antar sub-zona atraksi dan antar subzona penunjang dalam zona agrowisata. Jalur ini mengambil pola loop atau memutar. Jalur sekunder merupakan jalur dengan intensitas penggunaan sedang dan mengakomodasi kepentingan mobilitas antara zona atraksi dengan zona penunjang agrowisata. Jalur yang ketiga yaitu jalur tersier, merupakan jalur dengan intensitas penggunaan rendah dan berfungsi mengakomodasi kepentingan mobilitas antara zona agrowisata dengan zona non-agrowisata.

Gambar 10 Konsep Sirkulasi Wisata Sedangkan sirkulasi masyarakat yang merupakan jalur produksi, sifatnya menghubungkan antara kebun sayuran dengan jalur pengangkutan terdekat. Selain

33

itu jalur masyarakat juga merupakan jalur ketetanggaan yang menghubungkan antar dusun dan antar kampung, serta merupakan akses masyarakat dalam zona agrowisata dalam kaitannya dengan aktivitas pelayanan agrowisata. 4.2.3 Konsep Aktivitas dan Fasilitas Pengembangan jenis aktivitas di dalam kawasan dikaitkan dengan tujuan utama perencanaan, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus memperluas pengetahuan, pengalaman dan sebagai sarana rekreasi yang efektif bagi pengunjung. Jenis aktivitas tersebut kemudian dipisahkan berdasarkan tingkat keikutsertaan wisatawan dalam aktivitas pertanian. Dengan demikian, jenis aktivitas agrowisata yang dikembangkan dibagi menjadi aktivitas agrowisata aktif dan aktivitas agrowisata pasif, seperti terlihat pada Gambar 12

Gambar 11 Konsep Aktivitas A. Aktivitas Agrowisata Aktif Yaitu aktivitas agrowisata yang menuntut partisipasi aktif dari wisatawan untuk terlibat langsung dalam kegiatan dan proses budidaya pertanian, atau menginterpretasi kegiatan budidaya dengan bantuan interpreter dalam rangka mendapatkan pengetahuan dan pemahaman melalui pengalaman dan penyampaian langsung. B. Aktivitas Agrowisata Pasif Yaitu aktivitas agrowisata yang menekankan pada kegiatan-kegiatan yang bersifat rekreatif, untuk mengimbangi adanya aktivitas agrowisata aktif dan memenuhi kebutuhan wisatawan. Keterlibatan wisatawan dengan aktivitas pertanian minimum dalam aktivitas agrowisata pasif. Nilai edukasi didapatkan melalui pemahaman dan pengamatan sendiri oleh wisatawan.

34

Konsep fasilitas yang dikembangkan adalah konsep fasilitas yang disesuaikan dengan kebutuhan aktivitas agrowisata. Secara umum fasilitas yang akan dikembangkan terbagi atas fasilitas agrowisata aktif, fasilitas agrowisata pasif, dan fasilitas penunjang. 4.2.4 Konsep Tata Hijau Konsep tata hijau direncanakan dengan tujuan untuk melestarikan dan melindungi plasma nutfah, melindungi tanah dan air, serta meningkatkan kenyamanan pengunjung. Penggunaan jenis tanaman disesuaikan dengan kondisi kawasan, yaitu berupa tanaman zona pegunungan. Penggunaan material tanaman diutamakan yang merupakan tanaman asli, sedangkan tanaman introduksi dapat digunakan apabila telah memenuhi persyaratan tumbuh dan tidak dikhawatirkan mnyebabkan persaingan dengan tanaman lokal atau membahayakan kestabilan ekosistem. Dengan demikian diharapkan tata hijau dapat berfungsi secara maksimal baik secara ekologis maupun estetika. Tata hijau berdasarkan peruntukan dan fungsinya terbagi kedalam tata hijau peneduh, tata hijau penyangga (buffer), tata hijau konservasi dan terutama tata hijau untuk kegiatan budidaya. Masing-masing bagian memiliki kontribusi terhadap terciptanya kualitas agrowisata yang baik. Tata hijau peneduh dialokasikan pada zona aktivitas wisata pasif, yaitu zona penghubung. Berfungsi menciptakan kesan teduh dan santai pada area sebelum wisatawan memasuki kompleks atraksi serta merupakan penunjang untuk kegiatan wisata pasif seperti sight seeing, jalan-jalan santai dan duduk (fungsi sheltering). Selain itu tata hijau peneduh juga diterapkan pada beberapa titik pada zona atraksi untuk mendukung aktivitas agrowisata pasif yang mengikuti aktivitas agrowisata aktif. Tata hijau penyangga merupakan tata hijau asli berupa hutan dan kebun. Yang disebut kebun sebenarnya adalah hutan alami yang belum dibuka untuk kegiatan pertanian dan berbatasan langsung dengan lahan pertanian milik masyarakat. Kebun ini terdiri atas tegakan pohon dan semak. Fungsi kebun dapat dilihat sebagai penyangga terhadap perkembangan kegiatan masyarakat dalam kawasan baik yang kaitannya dengan usaha pertanian maupun kebutuhan tempat

35

tinggal. Selain fungsi tersebut, strukturnya yang kompak dengan beragam tanaman juga bermanfaat untuk menjaga kestabilan siklus air dan konservasi. Tata hijau konservasi yang dimaksud adalah segala tata hijau pada daerah potensi bahaya (gerakan tanah tinggi, kemiringan tinggi). Diantaranya adalah kelompok hutan dataran tinggi dan padang rumput yang terletak di lereng Gunung Merbabu. Selain itu tata hijau konservasi juga meliputi bagian selatan dari kawasan, dimana pada titik ini jenis tata hijau yang ada adalah hutan dan semak belukar. Tata hijau budidaya merupakan kelompok tanaman yang sengaja ditanam untuk diambil manfaatnya dalam kegiatan produksi pertanian, yang terdiri atas kelompok tanaman sayuran dan buah-buahan. Jenis tata hijau ini meliputi 36% dari luas keseluruhan kawasan dan tercakup dalam tata guna lahan pertanian lahan kering. Tata hijau budidaya dimanfaatkan sebagai zona atraksi dalam konsep ruang dari agrowisata yang direncanakan.

36

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Analisis Pengembangan Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Sebagai Kawasan Agrowisata 5.1.1 Data dan Analisis Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu dibentuk berdasarkan Surat Menteri Pertanian No.312/TU.210/A/X/2002 dalam rangka pengembangan Kawasan Agropolitan. Pembangunan dan pengembangan Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu telah dimulai pada tahun 2003, dengan mensinergikan berbagai program pembangunan lintas sektor dan melibatkan beberapa departemen terkait, guna mendorong dan mempercepat pembangunan kawasan perdesaan yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, terdesentralisasi, berkelanjutan. Basis pertanian yang dikembangkan di kawasan agropolitan ini meliputi hortikultura dan peternakan. Secara aspek tata ruang, hirarki sistem kota-kota agropolitan terdiri atas kota tani utama, pusat distrik agropolitan dan pusat satuan kawasan pertanian menurut Departemen Pekerjaan Umum (2007) adalah: 1. Kota Tani Utama (Agropolis) merupakan orde yang paling tinggi dalam lingkup kawasan agropolitan skala besar yang berfungsi untuk: a. Kota perdagangan yang berorientasi ekspor; b. Pusat kegiatan manufakturing; c. Pusat kegiatan tertier agro-bisnis, jasa perdagangan, asuransi pertanian, perbankan dan keuangan; dan d. Pusat pelayanan umum (general agro-industry services). 2. Pusat Distrik Agropolitan merupakan orde kedua, berfungsi sebagai: a. Pusat perdagangan wilayah; b. Pusat pengolahan barang jadi dan setengah jadi; dan c. Pusat pelayanan agro-industri khusus (special agro-industry services). 3. Pusat Satuan Kawasan Pertanian (Kawasan Sentra Produksi), merupakan orde ketiga, berfungsi sebagai: 1. Pusat perdagangan lokal;

5.1.1.1 Aspek Kelembagaan

37

2. Pusat koleksi pertanian sebagai bahan mentah industri; 3. Pusat penelitian, pembibitan dan percontohan komoditas; 4. Pusat pemenuhan pelayanan kebutuhan permukiman pertanian; 5. Koperasi dan informasi pasar barang perdagangan. Sesuai dengan hirarki tersebut diatas, pembagian kawasan agropolitan Merapi-Merbabu adalah sebagai berikut 1. Kota Tani Utama adalah Kota Sewukan di Kecamatan Dukun, dengan jenis infrastruktur yang sudah ada meliputi jalan poros desa, STA (Subterminal Agribisnis), dan sarana komposting; 2. Pusat Distrik Agropolitan adalah Kecamatan Sawangan, Kecamatan

Pakis, Kecamatan Ngablak, dan Kecamatan Grabag; 3. Pusat Satuan Kawasan Pertanian adalah Kecamatan Tegalrejo dan Kecamatan Candimulyo, dengan jenis infrastruktur yang sudah ada meliputi STA, jalan poros desa, dan peningkatan jalan usaha tani. Kelembagaan merupakan suatu alat penunjang pembinaan, pendampingan dan pembiayaan yang diperlukan dlam pengembangan kawasan agropolitan. Kelembagaan agribisnis dalam kawasan sudah cukup berkembang. Berdasarkan daya serap petani, kelembagaan yang sudah ada meliputi: 40 kelompok pemula, 110 kelompok lanjut, 51 kelompok madya, dan 7 kelompok utama. Selain itu juga ada 6 kelompok tani sebagai unit produksi, 4 unit asosiasi petani, 4 unit koperasi tani, 2 unit PIA, 4 unit P4S, dan 25 kelompok P4K.

5.1.1.2 Aspek Potensi Agrowisata Secara geografis Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu terletak pada 1100241 BT - 1102708 BT dan 71933 LS - 74213 LS. Secara administratif terletak di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Kawasan ini meliputi area seluas 32.502 Hektar yang terdiri atas tujuh kecamatan yaitu Kecamatan Dukun, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Grabak, Kecamatan Ngablak, Kecamatan Tegalrejo, Kecamatan Candimulyo dan Kecamatan Sawangan.

38

Gambar 12 Peta Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Sumber: Bappeda Magelang dan Hasil Analisis Batas kawasan agropolitan di sebelah Utara adalah Kabupaten Temanggung dan Kabupaten semarang. Di sebelan Selatan berbatasan dengan Daerah Istimewa Yogyakarta, Kecamatan Muntilan, dan Kecamatan Mungkid. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Boyolali dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Secang dan Kecamatan Mertoyudan. Kawasan agropolitan Merapi-Merbabu terletak di jalur wisata SSB (SoloSelo-Borobudur) yang merupakan jalur prioritas pengembangan wisata Jawa Tengah. Dari arah Kota Blabak terletak 4 km sebelum obyek wisata Vulcano Theatre Ketep. Dengan Klasifikasi jalan kelas III, jalur tersebut dapat dicapai dengan bus besar.

Gambar 13 Kondisi Jalan Kawasan Agropolitan

39

Gambar 14 Peta Tata Guna Lahan Kawasan Sumber: Bappeda dan Hasil Analisis Tabel 3 Persentase Penggunaan Lahan Tata Guna Lahan Air Tawar Belukar Tanah Berbatu Kebun Hutan Pemukiman Rumput Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Tegalan Jumlah Sumber: Hasil Analisis Keterangan:
Pengembangan Ruang Atraksi Agrowisata Pengembangan Ruang Penyangga

Luas Ha 54,5 1486,7 220,6 603,1 10046,0 2914,7 598,9 4389,0 5327,5 1484,7 27125,7 % 0,2 % 5,5 % 0,8 % 2,2 % 37,1 % 10,7 % 2,2 % 16,2 % 19,6 % 5,5 % 100,0 %

40

Proporsi terbesar dari penggunaan lahan ditempati oleh hutan hal ini menunjukkan fungsi kawasan sebagai kawasan resapan dan konservasi tanah dan air. Tempat kedua dan ketiga adalah penggunaan lahan untuk pertanian lahan kering (sawah tadah hujan) dan sawah irigasi yang terdiri atas lahan pertanian sayuran dan buah-buahan. Kedua tipe pemanfaatan lahan tersebut merupakan potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai objek agrowisata.

5.1.1.3 Aspek Produksi dan Komoditas Unggulan Komoditas unggulan dari Agropolitan Merapi-Merbabu adalah sayuran dataran tinggi, jeruk keprok, kelengkeng dan sapi. Peta penyebaran produk unggulan dalam kawasan dapat dilihat pada Gambar 15. Keragaman produk unggulan dalam kawasan yang tinggi dapat dilihat sebagai potensi pertanian. Selanjutnya, dengan menganalisa aspek penunjang pertanian dan wisata lainnya potensi tersebut dapat dikembangkan menjadi atraksi agrowisata.

Grabag

Bunga potong Produk olahan Sayuran Jeruk Sayuran Sapi Sayuran Sapi Sayuran Sapi

Ngablak

Pakis

Dendeng Abon Kripik nangka Durian

Tegalrejo Sawangan Candimulyo Dukun

Gambar 15 Peta Penyebaran Produk Unggulan Tiap Kecamatan Sumber: Bappeda dan Hasil Analisis

41

Tabel 4 Komoditas Unggulan dan Produksi Kawasan Jenis Komoditas Kobis Crop Tomat Kobis Bunga Wortel Bawang Daun Cabe Kentang Buncis Perancis Seledri Sapi Potong Sapi Perah Sumber: DPU (2007) Luas Lahan (Ha) 2.998 769 60 769 787 794 189 60 15 6.749 482 Produktivitas (Kw/Ha) 160,5 251,9 150 162,9 61,2 141,8 215,6 90,5 64 8,3 12 Nilai Produksi (000) 54.373.227 27.603.831 14.480.000 18.164.164 10.114.524 44.754.207 9.249.886 67.332 206.400 83.882.500 6.941

Potensi lainnya yang dikembangkan di kawasan agropolitan ini adalah : Buah-buahan : Jeruk, Lengkeng, Durian, dan Duku. Palawija : Jagung, Ketela Rambat, dan Ketela Pohon. Sayuran : Adas, Asparagus, Wortel, Buncis, Daun Bawang, dan Kapri Peternakan : Sapi Potong dan Sapi Perah Tanaman Hias : Sedap malam dan Krisan Produksi tanaman buah dan sayuran dari tiap kecamatan jenis dan jumlahnya berbeda. Periode panen dilakukan setiap hari dan hasilnya diangkut sendiri oleh petani. Setelah di panen hasil pertanian dicuci dan dipak terlebih dahulu. Hasil panen dibeli oleh perorangan untuk dipasarkan ke Yogyakarta, Solo, Jawa Timur, Jakarta, Medan bahkan Pontianak. Namun sayang, belum ada usaha untuk mengolah hasil pertanian menjadi produk jadi yang memiki nilai jual yang lebih tinggi.

42

Tabel 5 Potensi Pertanian Unggulan Tiap Kecamatan Wilayah Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan Sumber: DPU (2007) 5.1.1.4 Sumber Daya Alam Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu terletak di wilayah Kabupaten Magelang bagian Timur. Wilayah Kabupaten Magelang bagian Timur merupakan wilayah yang dari segi geografisnya dipengaruhi oleh keberadaan jajaran daerah pegunungan yaitu Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo dan Gunung Andong. Ketinggian Kecamatan kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Magelang bagian timur ini rata-rata berkisar antara 437 m dpl sampai dengan 1.378 m dpl. Berdasarkan ketinggian, kawasan agropolitan dapat dibagi sebagai berikut: Wilayah dengan ketinggian 154-500 m dpl, meliputi Kecamatan Dukun dan Srumbung. Wilayah dengan ketinggian 500-1000 m dpl, terdapat pada sebagian Kecamatan Srumbung, Kecamatan Grabag, Dukun dan Sawangan. Wilayah dengan ketinggian lebih dari 1000 m dpl meliputi sebagian Kecamatan Pakis, dan Kecamatan Ngablak. Dukun Sawangan Candimulyo Tegalrejo Pakis Grabag Ngablak Potensi Tanaman Sayur Bawang daun, wortel, cabe, tomat Bawang daun, kubis, sawi, kacang panjang, ketimun, cabe, tomat Labu siam, kangkung, bayam, terong Buncis Bawang daun, bawang merah, kentang, kubis, sawi, tomat Bawang daun, kentang, kubis, wortel Potensi Tanaman Buah Mangga Alpukat, duku, sawo, durian, Duku, sawo, mangga, nanas Alpukat, pisang Alpukat, duku, sawo, mangga,

43

Tabel 6 Pembagian wilayah berdasarkan kemiringan lahan Kategori Datar Bergelombang Berombak Bergelombang Berbukit Berbukit Bergunung Sumber: DPU (2007) Kemiringan Lahan 0 2% 2 15% 15 40% > 40% Wilayah Kecamatan Sawangan Meliputi kesemua kecamatan, dengan persentase terbesar 55% dari keseluruhan wilayah Kecamatan Pakis, Sawangan dan sebagian kecil Kecamatan Dukun Kecamatan Ngablak, Pakis, Sawangan, dan Dukun

Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Magelang memiliki ciri iklim tropis. Dengan ketinggian Kawasan 437 1.378 m dpl, merupakan daerah pegunungan. Kondisi tersebut menjadikan kondisi alam Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu subur dan mengandung keanekaragaman kekayaan sumber daya alam yang potensial. Disamping itu, lahan-lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perikanan dan perkebunan merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat. Keadaan itu ditunjang dengan banyaknya sungai besar dan kecil yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya pengairan tanaman pertanian. Kondisi agroklimat dataran tinggi di kawasan Agropolitan Merapi Merbabu cocok untuk pengembangan pertanian hortikultura karena termasuk tipe iklim Afa dimana tidak terdapat periode kering yang nyata, dengan suhu udara minimum rata-rata 22O C, dan maksimum 26OC. Pada umumnya jenis tanah yang dijumpai di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu terbentuk oleh bahan induk endapan lahar, endapan iroklastik berukuran lempung dan debu atau bahan gunung api. Tanah dalam kawasan menurut klasifikasi termasuk dalam Ordo Inceptisol dan Andisol DPU (2007). Tanah dari Ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol (inceptum = permulaan). Umumnya mempunyai horizon kambik. Karena tanah belum berkembang lanjut maka kebanyakan tanah ini cukup subur. Tanah ini dulu termasuk tanah Aluvial, regosol, Gleihumus, Latosol dan lain-lain. Tanah dari Ordo Andisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai lapisan 36 cm dengan sifat andik, pada kedalaman 60 cm, tanah ini dulu disebut Andosol.

44

Analisis potensi, kendala dan solusi untuk pengembangan kawasan agrowisata dapat dilihat pada Tabel 7. Rekomendasi Agrowisata di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu dapat dilihat pada Gambar 16.

45

Tabel 7 Aspek Data, Potensi, Kendala, dan Solusi Agrowisata Kawasan Agropolitan Analisis Data Konsep Potensi Kendala Analisis Umum 1. Faktor Utama Agrowisata A Letak, Luas dan Batas Letak tapak strategis Membuat kawasan Tapak di jalur wisata Soloagrowisata dengan Selo-Borobudur, optimalisasi pada potensi serta dilalui jalur alam dan pertanian penghubung antara ibukota provinsi DIY dengan Jawa Tengah Lokasi memiliki pemandangan alam pertanian dan pegunungan yang menarik B Tata Guna Lahan Pemanfaatan lahan Menciptakan zonasi terbesar untuk hutan berdasarkan jenis kegiatan dan pertanian C Ketinggian, Topografi dan Kemiringan Tapak Topografi bervariasi Terdapat daerah dengan danger signal yaitu area dengan kemiringan >45% Menciptakan atraksi

Solusi

Pengembangan potensi alam tapak sebagai kawasan agrowisata yang menjadi rangkaian agrowisata dalam kawasan agropolitan, melengkapi alternatif wisata pada jalur Solo-SeloBorobudur

Pola yang ada tetap dipertahankan, untuk kemudian dilakukan modifikasi penataan Memanfaatkan view yang ada untuk viewing

46

Data D Objek dan Atraksi Agrowisata

Analisis Potensi Komoditi pertanian dan peternakan serta kegiatan pengolahan dan home industry Tapak mudah dijangkau dengan kondisi jalan sesuai criteria agropolitan Besarnya perhatian pemerintah baik provinsi maupun kabupaten dalam pengembangan kawasan Sudah adanya gerbang penanda kawasan Kendala Analisis Umum Pemanfaatan potensi belum maksimal dan aktivitas yang terbatas

Konsep Pengembangan ruang sesuai potensi serta menambah keragaman aktivitas dan atraksi Kawasan Agrowisata yang mudah dicapai Fasilitas mengakomodasi kebutuhan wisatawan

Solusi Diversifikasi aktivitas dan atraksi serta membangun pola ruang terstruktur berdasarkan komoditi Mengatur jalur akses dalam kawasan Pengembangan fasilitas dalam kawasan agar tidak sesuai dengan tujuan perencanaan agrowisata Menggunakan peta dan informasi yang disampaikan secara langsung dan mengurangi penggunaan papan informasi

E Aksesibilitas dan Sistem Transportasi F Fasilitas Agrowisata

G Informasi dan Promosi Agrowisata

Memberikan informasi terpadu kepada pengunjung tanpa mengorbankan aspek keindahan

47

Data H View

Analisis Potensi Kawasan memiliki potensi view yang sangat baik karena didukung oleh alam sekitar yang asri dan memiliki nilai visual tinggi Kendala Analisis Umum

Konsep Pemanfaatan view untuk menarik minat pengunjung dan mengarahkan pada kunjungan ke atraksiatraksi agrowisata

Solusi Membuat peraturan yang membatasi praktik pembangunan yang tidak memperhatikan keindahan lingkungan

2. Faktor Pendukung Agrowisata A Aspek Fisik Tanah Tanah mendukung kegiatan pertanian Iklim Iklim sesuai untuk pengembangan tanaman buah dan sayuran dataran tinggi

Melakukan usaha konservasi tanah Pengembangan agrowisata memanfaatkan iklim

48

Data B Aspek Pengelola Kawasan Agrowisata

Analisis Potensi Kendala

Konsep

Solusi

Sudah ada lembaga yang menjadi pengelola kawasan dan pelaksana harian Peruntukan ruang sesuai dengan RTRW Kabupaten Magelang

Pengelolaan melibatkan masyarakat dan berorientasi pada kepuasan pengunjung

Mempertahankan dan meningkatkan kualitas pengelolaan dan pelayanan Mempertahankan fungsi kawasan sesuai peruntukan lahan dalam RTRW Kabupaten Magelang

49

50

5.2 Perencanaan Lanskap Untuk Pengembangan Desa Banyuroto Sebagai Kawasan Agrowisata 5.2.1 Data dan Analisis 5.2.1.1 Faktor Utama Agrowisata 5.2.1.1.1 Letak, Luas dan Batas Tapak Kawasan agrowisata yang akan dikembangkan terletak dalam Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu, tepatnya di Desa Banyuroto yang terletak 21 Km dari Kota Mungkid Kabupaten Magelang. Luas kawasan adalah 759,3 Ha. Batas tapak Kawasan Agrowisata ini adalah : Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Timur : Desa Pogalan : Desa Wonolelo dan Desa Ketep : Desa Wulunggunung : Gunung Merbabu

Kawasan Pengembangan

Gambar 17 Peta Lokasi Pengembangan Sumber: Bappeda dan Hasil Analisis

51

Dari lima dusun yang ada di Desa Banyuroto yaitu Dusun Banyuroto, Dusun Grintingan, Dusun Kenayan, Dusun, Sobleman, dan Dusun Suwanting dilakukan pengamatan dan analisis berdasarkan kriteria penilainan yaitu aspek aksesibilitas, sarana dan prasarana, produktivitas pertanian dan potensi lain yang ada. Selengkapnya hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 8.

5.2.1.1.2 Tata Guna Lahan Keadaan tata guna lahan diketahui dengan melakukan analisis pada peta tata guna lahan Provinsi Jawa tengah. Selain itu juga dilakukan observasi lapang untuk melakukan pengecekan terhadap kebenaran peta sumber data. Dari pengamatan langsung didapatkan kategori penggunaan lahan yaitu hutan, pemukiman, sawah tadah hujan, semak belukar dan tegalan. Sedangkan dari hasil analisis terhadap peta landuse dengan menggunakan program Arcview GIS 3.3 didapatkan kategori penggunaan lahan yaitu hutan, kebun, pemukiman, rumput, sawah irigasi, sawah tadah hujan, dan tegalan. Keragaman pola penggunaan lahan di Desa Banyuroto merupakan potensi sebagai penunjang view agrowisata. Pola penggunaan lahan eksisting berbasis sistem produksi dan memerlukan penyesuaian untuk memenuhi kriteria ruang kawasan agrowisata. Pada tahapan perencanaan selanjutnya, penataan ruang akan dilakukan untuk memenuhi tujuan pengembangan kawasan sebagai kawasan agrowisata. Proporsi terbesar dari penggunaan lahan ditempati oleh hutan, hal ini menunjukkan fungsi kawasan sebagai kawasan resapan air dan konservasi tanah dan air. Tempat kedua adalah penggunaan lahan untuk pertanian lahan kering yang terdiri atas lahan pertanian sayuran dan buah-buahan. Pada proses perencanaan selanjutnya penggunaan lahan ini dibagi lagi menjadi lima sesuai dengan jenis atraksi yang akan dikembangkan sebagai atraksi agrowisata. Pemukiman penduduk yang merupakan ruang aktivitas masyarakat dibagi penggunaannya dalam konsep pengembangan ruang kawasan agrowisata menjadi dua, berdasarkan hubungan aktivitas masyarakat di dalamnya dengan kegiatan wisata. Bagian yang mengakomodasi kebutuhan aktivitas masyarakat

52

Tabel 8 Analisis Potensi Pengembangan Tiap Dusun Aspek Penilaian Aksesibilitas Terletak pada jalan poros utama, lebar jalan 5-6 m Dsn. Banyuroto* Dilintasi jalan desa, sebagian besar jalan terdiri atas macadam dan sedikit yang diperkeras dengan aspal Dilintasi jalan desa, sebagian besar jalan terdiri atas macadam dan sedikit yang diperkeras dengan aspal Terisolasi dibandingkan dusun-dusun lain, hanya dilewati jalan setapak Terletak pada jalan poros utama, lebar jalan 5-6 m Sarana dan Prasarana Agrowisata Laboratorium agribisnis, kandang kelompok tani (kolektif), lath house, gedung serbaguna, area parkir, warung makan Produksi Pertanian Sayuran, buah-buahan, peternakan (daging) Sayuran, buah-buahan, peternakan (daging) Sayuran, buah-buahan, peternakan (daging) Sayuran, buah-buahan, peternakan (daging) Sayuran, buah-buahan, peternakan (daging) Potensi Lain Memiliki kelompok pengusaha kecil yang melakukan usaha pengolahan produk pertanian

Dsn. Grintingan

Dsn. Kenayan

Dsn. Suwanting** Dsn. Sobleman Keterangan : * **

Potensi pengembangan terbaik, kendala minimum Potensi pengembangan terburuk, kendala maksimum

53

menjadi ruang masyarakat, sedangkan bagian dari pemukiman yang mendukung kegiatan agrowisata menjadi ruang penunjang agrowisata. Berikut adalah tabel yang menunjukkan pemanfaatan pola penggunaan lahan kaitannya dengan perencanaan agrowisata. Sedangkan peta penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 18. Tabel 9 Analisis penggunaan lahan Desa Banyuroto Tipe Penggunaan Lahan 1. Hutan Luas Ha 291,0 % Fungsi Usulan Pengembangan dan alokasi ruang Ruang Konservasi Ruang Masyarakat Ruang Penunjang Agrowisata Ruang Konservasi Ruang Agrowisata (Atraksi) Ruang Penyangga

2. Pemukiman

51,6

3. Rumput 4. Sawah tadah hujan

92,6 273,6

5. Lain-lain*

50,0

38,3 Sebagai konservasi air dan tanah, serta mempertahankan fungsi daerah resapan air 6,8 Ruang aktivitas kehidupan masyarakat: sosial, pendidikan Ruang penunjang kegiatan pertanian Ruang perdagangan dan jasa penunjang wisata: rumah makan, pertokoan, penginapan 12,2 Mendukung keragaman view pada tapak Konservasi air dan tanah 36,0 Sebagai lahan pendapatan utama masyarakat Sebagai modal utama pengembangan agrowisata 6,7 Mendukung keragaman view pada tapak Konservasi air dan tanah

Sumber : Hasil Analisis Keterangan: * Lain-lain: belukar/semak, sawah irigasi, tegalan

54

55

2% 36%

4% 39%

BELUKAR/SEMAK KEBUN PEMUKIMAN RUMPUT SAWAH IRIGASI SAWAH TADAH HUJAN

0%

12%

7%

TEGALAN

Gambar 19 Diagram Tata Guna Lahan Desa Banyuroto

5.2.1.1.3 Ketinggian, Topografi dan Kemiringan Tapak Kawasan ini terletak pada ketinggian 1200-2300 mdpl dengan kondisi topografi berupa lereng yang semakin tinggi ke arah timur dengan kelas kemiringan mulai dari 0 > 45%. Pola topografi kawasan dapat dilihat pada Gambar 20, sedangkan kelas kemiringan lahan dapat dilihat pada Gambar 21. Variasi ketinggian pada tapak menimbulkan kesan lanskap yang dinamis serta menambah kekayaan visual kawasan. Yang unik dari pola pertanian di kawasan ini adalah pola penanaman yang mengikuti kontur dan dibuat berteras sehingga terlihat rapi dan teratur. Pola penanaman seperti ini merupakan usaha pencegahan erosi secara mekanik, selain usaha tersebut usaha lain yang dapat dilakukan seperti perbaikan drainase dan irigasi. Pada kawasan pertanian lain terdapat kecenderungan pola penanaman yang memotong kontur karena dianggap lebih menguntungkan dari segi kuantitas dan keamanan produksi. Areal pertanian pada kawasan ini mayoritas berada pada kemiringan 08% dan sisanya pada kemiringan 8-15%. Untuk konservasi tanah dan air pada lahan dengan kemiringan yang cukup tinggi seperti ini, perlu dilakukan juga metode vegetatif selain metode mekanik yang telah disebutkan. Diantaranya dengan menanam tanaman yang dapat mengurangi daya rusak hujan, aliran permukaan dan erosi. Jenis penanaman yang dapat dikembangkan seperti penanaman tanaman yang memiliki sifat menutupi tanah secara terus menerus, penanaman dalam strip atau dengan melakukan rotasi tanaman. Seperti halnya kawasan pertanian pada umumnya, areal pertanian yang mengelompok menjadi salah satu ciri. Dimana hal ini membuat kawasan menjadi cenderung terbuka. Meskipun hutan merupakan pola penggunaan lahan yang lebih

56

57

58

dominan, akan tetapi posisinya semakin tergusur karena pembukaan lahan yang masih terus berlangsung. Areal hutan yang ada sekarang ini membatasi antara areal pertanian atau berada pada tepian suatu areal pertanian yang besar. Tabel 10 Tabel Luasan Lahan Berdasarkan Kemiringan Kemiringan 08 % 815 % 1525 % 2545 % > 45 % Jumlah Persentase Luas (%) 28,2 29,8 9,1 30,4 2,5 100 Luas (Ha) 213,8 226,1 69,8 230,9 18,7 759,3

3% 30% 9% 28% 0- 8 % 8- 15 % 30% 15- 25 % 25- 45 % >45 %

Gambar 22 Diagram Kemiringan Lahan Desa Banyuroto Bentukan tapak yang berupa lereng memungkinkan terbukanya view terutama ke arah barat, utara dan selatan. Membuat daerah ini memiliki kekayaan visual yang potensial untuk dikembangkan. Dominasi pertanian lahan kering dengan komoditas sayuran sebagai komoditas utama juga memberikan karakteristik yang khas. Karakteristik lahan pada kawasan agrowisata terbagi atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Berdasarkan analisis kriteria kesesuaian lahan menurut Keppres Nomor 32 tahun 1990, kriteria kesesuaian lahan berkaitan dengan kawasan studi agrowisata terdapat pada Tabel 11. Banyaknya lahan miring pada kawasan sedikit menyulitkan dalam penempatan pusat-pusat aktivitas maupun fasilitas wisata. Untuk jenis lokasi yang demikian digunakan untuk akivitas yang berorientasi pada alam dengan penambahan minimum fasilitas. Sedangkan untuk lahan yang termasuk kategori sangat curam tidak disarankan untuk dikembangkan sebagai area aktivitas maupun

59

Tabel 11 Kriteria Kesesuaian Lahan Menurut Keppres Nomor 32 Tahun 1990


No Jenis Kesesuaian Kriteria Keppres No. 32 tahun 1990 Jenis Tanaman Sesuai 1. Kawasan Lindung (Non Budidaya) A. Kawasan yang berfungsi memberikan perlindungan terhadap kawasan dibawahnya, dapat berupa Kemiringan >40%, ketinggian >2000 mdpl Tanaman hortikultura (buah dan sayuran), hutan produksi atau tanaman penghijauan kawasan hutan lindung ataupun kawasan resapan air B. Kawasan lindung setempat meliputi Selebar 100 meter dari garis sungai atau mata air sempadan sungai atau kawasan sekitar mata air 2. Kawasan Budidaya A. Ketinggian > 1000 mdpl, kemiringan > 40%, diluar Kawasan hutan produktif kawasan lindung berfungsi sebagai resapan air tanah B. Kawasan budidaya Ketinggian < 1000 mdpl, kemiringan < 40%, kecuali lahan yang sudah ditanami tanaman tahunan dan tidak mengganggu kelestarian tanah Buah-buahan, sayuran, hutan produksi, tanaman penghijauan dan air. Daerah krisis bahaya lingkungan daerah longsor pertanian lahan kering C. Kemiringan 0-15 %, ketinggian 0-1000 mdpl, tidak Pemukiman dan perkotaan pada daerah banjir, tidak pada daerah resapan air, aksesibilitas dan sirkulasi transportasi baik, berada dekat dengan pusat kota

Sumber : Halida (2006)

60

fasilitas mengingat tingkat bahaya yang tinggi, akan tetapi dapat dialokasikan sebagai area konservasi.

5.2.1.1.4 Objek dan Atraksi Agrowisata Menurut (Yoeti 1997, dalam Halida 2006), suatu daerah tujuan harus memiliki objek atau atraksi yang dapat dijual kepada wisatawan, daerah tujuan harus memiliki: 1). Something to see sebagai sesuatu yang dapat dilihat, 2). Something to do sebagai sesuatu yang dapat dilakukan, serta 3). Something to buy sebagai sesuatu yang dapat dibeli. Tabel 12 Potensi objek dan atraksi kawasan agrowisata Objek/Aktivitas Wisata Komoditi Something Something to do Something to to see buy 1. Inti/ Teknologi Display Interpretasi, Bibit aneka Display tanaman pengamatan tanaman, sayuran, produk segar buah, lath dalam jumlah house, terbatas peternakan 2. Tanaman Strawberry Kebun Pengamatan, Produk segar Buah strawberry interpretasi (buah lengkap, praktek strawberry) budidaya 3. Tanaman Kentang, Kebun Pengamatan, Produk segar Sayuran kol, cabai, sayuran interpretasi (sayurbawang lengkap, praktek sayuran) daun, dll budidaya 4. Peternakan Daging Peternakan Pengamatan, Produk segar dan susu sapi perah interpretasi (susu) dan lengkap, praktek pedaging budidaya 5. Pengolahan Produk Sarana Pengamatan, Oleh-oleh olahan pengolahan interpretasi berupa hasil hasil (pabrik lengkap, praktek olahan aneka pertanian pengolahan) pengemasan dan produk pengolahan pertanian baik sayuran, buah maupun produk peternakan Sumber : Halida(2006) dan hasil analisis Ruang Atraksi Utama

61

Setelah melakukan pengamatan di lapang dan dengan kesimpulan yang didapat dari hasil wawancara dengan warga setempat, kawasan ini memiliki komoditas hortikultura dan peternakan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek atau atraksi wisata. Selain itu juga didukung oleh keindahan alam dan iklim yang sejuk yang dapat menjadi nilai tambah pendukung dalam konsep perencanaan. Gambar 24 memperlihatkan persebaran lokasi eksisting potensi objek dan atraksi pertanian yang terdapat di dalam kawasan agrowisata. Komoditi tanaman buah yang terdapat di dalam kawasan merupakan hasil introduksi dari BPTP setelah melihat potensi yang ada di Desa Banyuroto. Jenis tanaman yang dikembangkan sementara ini adalah strawberry yang ditanam secara organik, tapi tidak menutup kemungkinan untuk introduksi tanaman buahbuahan jenis baru yang sekiranya cocok dengan kondisi wilayah. Hingga saat ini meskipun budidaya tanaman strawberry telah memasyarakat akan tetapi jumlah produksi masih belum dapat memenuhi permintaan. Hal ini dikarenakan adanya kekhawatiran warga bahwa akan terjadi penurunan pendapatan bila dilakukan pengalihan penanaman dari sayuran ke buah-buahan.

Gambar 23 Suasana Agrowisata Tanaman Buah Hingga saat ini agrowisata tanaman buah yang ada dikelola secara perorangan oleh masyarakat dengan mendirikan saung-saung lengkap dengan kebun strawberry sepanjang jalur utama (poros) desa. Aktivitas yang ada adalah memetik strawberry, berbelanja dan beristirahat. Hasil olahan yang sudah diupayakan diantaranya adalah dodol strawberry, sirup strawberry, dan keripik daun strawberry. Akan tetapi produk olahan ini tidak selalu tersedia dalam jumlah yang memadai dan tidak setiap waktu diproduksi (kontinuitas produksi sangat

62

63

tergantung pada pasokan bahan baku). Belum adanya fasilitas yang memadai seperti toilet, mushola dan rumah makan menjadi kendala tersendiri. Komoditas sayuran merupakan salah satu produk unggulan kawasan, dan telah dipasarkan secara luas terutama dalam jejaring agropolitan. Pemasaran meliputi STA Soropadan dan STA setempat (Sewukan dan Grabag). Jenis tanaman sayuran yang banyak dibudidayakan adalak kentang, kubis, bawang daun dan cabai. Sampai saat ini belum ada usaha untuk melakukan pengolahan. Untuk agrowisata sayuran belum ada masyarakat yang mengusahakan secara khusus. Melainkan masih bergabung dengan agrowisata buah strawberry.

Gambar 25 Suasana Kebun Sayuran Milik Warga Peternakan sapi pedaging dalam skala kecil merupakan jenis usaha peternakan yang ada dalam kawasan. Penyebarannya relative merata pada setiap dusun. Sedangkan kandang percontohan berupa kandang komunal terdapat di Dusun Banyuroto, dimana di dalamnya terdapat instalasi biogas.

Gambar 26 Suasana Kandang Sapi Komunal Milik Kelompok Tani Dengan penataan dan usaha, peternakan ini dapat dikembangkan sebagai objek agrowisata. Karena selain usaha peternakan itu sendiri dapat menarik pengunjung, penggunaan teknologi alternatif juga dapat menjadi nilai tambahnya.

64

Hal ini sesuai dengan perkembangan kebutuhan energi sekarang ini, dimana masyarakat dituntut untuk kreatif menggunakan bahan-bahan yang tersedia untuk mengatasi krisis energi dan kelangkaan bahan bakar minyak. Atraksi pengolahan merupakan kelanjutan dari pengembangan yang direncanakan oleh komisi agrowisata. Dimana dalam waktu dekat akan dibangun suatu pusat pengolahan produk pertanian. Sekarang ini persiapan yang dilakukan sudah sampai pada tahap penyediaan sarana pengolahan diantaranya mesin sealing, mesin untuk packaging, dan mesin untuk membuat selai. Semua peralatan diatas merupakan bantuan dari pemerintah baik melalui dinas teknis maupun BPTP sebagai pembina. Usaha pengolahan produk-produk pertanian akan memberikan nilai tambah terhadap komoditas pertanian kawasan, yang juga berperan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Selain itu, usaha pengolahan juga mendukung kegiatan wisata pasif. Hasil pengolahan produk dapat pula dijual sebagai oleh-oleh, sehingga memudahkan wisatawan untuk mandapatkan oleholeh. Wisatawan juga dapat melihat dan terlibat langsung dalam proses pengolahan, mulai dari datangnya pasokan bahan baku hingga sudah berupa produk yang siap dikonsumsi. Tabel 13 Analisis Atraksi, Potensi, Kendala dan Solusi Pengembangan Objek dan Atraksi Wisata 1. Sub-zona Inti Potensi dan Kendala Telah terbentuk dan memiliki pengelola Lokasi kurang luas Aktivitas wisata terbatas Hanya terdapat sejenis agrowisata buahbuahan, monoton Aktivitas wisata masih terbatas Fasilitas kurang dan tidak mendukung konsep agrowisata Hasil olahan tidak selalu tersedia Solusi Efisiensi ruang dan perluasan Mengembangkan aktivitas agrowisata yang lebih menarik dan bervariasi Melakukan diversifikasi baik dari segi jenis buah maupun pelayanan, mengembangkan jenis aktivitas yang lebih beragam dan meningkatkan Penyediaan fasilitas yang mendukung konsep agrowisata Menggalakkan home industry

2. Sub-zona Buahbuahan

65

Objek dan Atraksi Wisata 3. Sub-zona Sayuran

Potensi dan Kendala Kebun sayuran pada lahan berkontur dengan pola penanaman yang seragam dan berteras Belum terbentuk, meskipun ada masih menyatu dengan agrowisata buah-buahan Aktivitas wisata terbatas Pola peternakan kolektif yang memiliki instalasi pengolahan limbah menjadi sumber energi Belum terbentuk, masih menyatu dengan subzona inti Tersedianya bahan baku dan alat untuk pengolahan produk pertanian Belum terbentuk, masih dalam tahap rencana

Solusi Memanfaatkan potensi dengan mengembangkan pada beberapa titik lokasi Mengembangkan aktivitas agrowisata aktif yang meliputi rangkaian tahap produksi hingga pengolahan Penyediaan fasilitas yang mendukung konsep agrowisata Memanfaatkan potensi dengan mengembangkan dari usaha peternakan yang ada Penyediaan fasilitas yang mendukung konsep agrowisata Memanfaatkan potensi untuk menghasilkan produk yang lebih beragam dan berkualitas Menyajikan proses pengolahan sebagai bagian dari atraksi agrowisata dalam kawasan

4. Sub-zona Peternakan

5. Sub-zona Pengolahan

Sumber : Halida (2006) dan hasil analisis Tabel 14 Analisis pengembangan aktivitas agrowisata No Zona Atraksi Tujuan 1. Sub-zona Mengenalkan inti kawasan secara terpadu Zonasi Ruang a. Display b.Ruang penyambutan dan pelayanan agrowisata Aktivitas Pengamatan ragam tanaman sayur, buah, peternakan dengan segala aktivitasnya(display) Pengamatan inovasi teknologi dan prakteknya Memperoleh informasi umum tentang kawasan Menikmati suasana, istirahat

66

No Zona Atraksi Tujuan Zonasi Ruang 2. Sub-zona Mengenal a. Kebun tanaman keragaman sayuran sayuran tanaman b.Ruang sayuran, penyambutan mengamati dan pelayanan proses produksi agrowisata ( pembibitan sampai pengolahan produk segar) 3. Sub-zona tanaman buah Mengenal keragaman tanaman buah, mengamati dan mempelajari proses dan teknik produksi mulai dari pembibitan sampai pengolahan produk segar Mengamati dan mempelajari proses dan aktivitas peternakan a. Kebun Buah b.Ruang penyambutan dan pelayanan agrowisata

Aktivitas Pengamatan ragam tanaman sayuran Turut dalam rangkaian proses produksi sayuran dan menikmati hasil olahan segar Jalan santai, menikmati pemandangan, istirahat Pengamatan ragam tanaman buah Turut dalam rangkaian proses produksi buah dan menikmati hasil olahan segar Jalan santai, menikmati pemandangan, istirahat Pengamatan aktivitas peternakan Turut dalam rangkaian proses dan aktivitas peternakan Jalan santai, menikmati pemandangan, istirahat Pengamatan proses pengolahan Turut dalam rangkaian proses pengolahan mulai datangnya bahan baku sampai hasil Menikmati hasil olahan dari semua jenis produk kawasan

4.

Sub-zona Peternakan

a. Ruang budidaya b.Ruang penyambutan dan pelayanan agrowisata

5.

Sub-zona Pengolahan

Mengamati dan a. Ruang mempelajari pengolahan b.Ruang proses dan penyambutan aktivitas dan pelayanan pengolahan agrowisata produk sampai menikmati hasil

Sumber : Halida (2006) dan hasil analisis

67

5.2.1.1.5 Pariwisata Sekitar Tapak Sebagai salah satu tujuan wisata utama di Jawa Tengah yang menerima kunjungan sebanyak 1.869.503 wisatawan baik domestik maupun asing pada tahun 2007 (Profil Daerah Kabupaten Magelang, 2007), Kabupaten Magelang memiliki banyak jenis objek wisata. Yang menjadi pusat kunjungan hingga saat ini adalah Candi Borobudur yang tertak di Desa Muntilan. Selain itu banyak juga candi-candi lain yang mewakili objek wisata budaya, selain wisata budaya juga terdapat objek wisata alam, wisata ziarah, dan wisata pendidikan. Gambar 27 menunjukkan persebaran pariwisata di Kabupaten Magelang, sedangkan Gambar 28 menunjukkan persebaran pariwisata khusus di Kecamatan Sawangan. Salah satu objek wisata terdekat yang dikenal luas adalah Ketep Pass. Obyek wisata ini diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri pada tanggal 17 Oktober 2002. Ketep Pass terletak di Desa Ketep Kecamatan Sawangan Kab. Magelang dan berada pada ketinggian 1.200 m dari permukaan laut. Kawasan yang terletak pada jalur SSB (Solo Selo Borobudur) ini mempunyai suhu udara yang sejuk. Para wisatawan akan disuguhi pemandangan indah Gunung Merapi (2.968 m dpl), Merbabu (3.145 m dpl), Sumbing, Sindoro serta pegunungan Menoreh. Terdapat gazebo untuk tempat bersantai, Volcano Theater, Volcano Museum, mushola, tempat parkir dan kios souvenir. Selain itu, para wisatawan juga dapat menikmati jagung bakar yang dijual disekitar kawasan tersebut. Terdapat pula penjual souvenir/cinderamata dan penyewaan jasa teropong. 5.2.1.1.6 Aksesibilitas dan Sistem Transportasi Lokasi tapak cukup strategis karena berada pada jalur alternatif yang menghubungkan antara dua ibukota provinsi, yaitu propinsi Jawa Tengah dan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu juga terdapat akses ke kota terdekat, diantaranya Kota Mungkid, Magelang, Salatiga dan Boyolali. Ruas jalan yang melintasi desa adalah jalan provinsi. Untuk sampai ke kawasan agrowisata ini diperlukan waktu 1,5 jam perjalanan dari Kota Yogyakarta dengan jarak tempuh 45 km dan kurang dari satu jam perjalanan dari Kota Mungkid. Dalam kawasan terdapat tiga jenis jalan, yaitu jalan provinsi, jalan desa dan jalan setapak. Jalan provinsi merupakan jalan beraspal dengan lebar 5-6 meter

68

dalam kondisi yang baik (kelas III), sedangkan jalan desa sebagian besar masih makadam dengan lebar jalan 3-4 meter. Kondisi jalan yang sesuai untuk wisata disesuaikan dengan kebutuhan yaitu memiliki lebar jalan 5,5 - 6,5 m, sedangkan untuk kegiatan produksi minimum 7,5 m (Harris and Dines, 1988 dalam Susanto, 2007). Dengan mengacu pada standar diatas maka jalan desa belum memenuhi syarat sebagai jalur wisata maupun jalur produksi, padahal sebagian besar jalur sirkulasi primer terdiri atas jalan desa. Jalan setapak menghubungkan Dusun Sobleman dengan Dusun Suwanting. Kawasan yang akan dikembangkan memiliki dua akses masuk berupa jalan provinsi. Yang pertama adalah akses utama yang ditandai dengan sebuah gapura penanda Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu, merupakan akses untuk wisatawan yang datang dari arah selatan (Kota Yogyakarta, Kota Mungkid dan Kabupaten Boyolali). Secara teknis tidak ada kesulitan berarti untuk mencapai pintu akses ini, jalanan cukup lebar meskipun menanjak dan kondisinya cukup baik meskipun ada lubang di beberapa titik. Akses masuk yang kedua adalah akses masuk untuk wisatawan yang datang dari arah utara (Salatiga, Ungaran, Semarang). Untuk akses kedua inipun tidak ada kesulitan untuk mencapainya. Gambaran tentang jalur akses dan jenis jalan dapat dilihat pada Gambar 29. Akses pertama dipertahankan karena sudah cukup representatif mewakili citra kawasan sebagai daerah pertanian, hal ini penting untuk menciptakan kesan awal bagi wisatawan. Selain itu akses pertama juga dekat dengan zona pelayanan yang direncanakan. Secara konsep jalur masyarakat dan jalur wisatawan terpisah, akan tetapi pada tapak terdapat ruas jalan yang dipakai untuk dua jalur sekaligus hal ini untuk menciptakan dan menguatkan kesan masyarakat pertanian sedangkan jalur yang dibedakan dengan maksud untuk menghindari konflik yang mungkin terjadi. Tabel 15 Analisis Jalan Kawasan Agrowisata Kondisi Jalan 1. Akses masuk dan jalur wisatawan Potensi dan Kendala Terdapat dua akses masuk ke dalam kawasan Jalur wisatawan dan masyarakat sama Solusi Arsitektur Lanskap Akses pertama dijadikan pintu masuk utama kawasan dalam jalur wisatawan Melakukan pemisahan jalur antara masyarakat dengan wisatawan dengan tujuan keamanan dan kemyamanan

69

Kondisi Jalan 2. Badan jalan

3. Pohon pelindung jalan

Potensi dan Kendala Tidak terdapat pedestrian, membahayakan pejalan kaki Jalan utama berbentuk huruf Z, terdapat dua tikungan tajam yang cukup berbahaya Tidak ada pohon pelindung jalan Jalan langsung bersentuhan dengan pemukiman

Solusi Arsitektur Lanskap Menyediakan pedestrian di tempat yang memiliki potensi pejalan kaki tinggi Penyesuaian kondisi jalan (cut and fill), atau pemberian rambu petunjuk dan peringatan Menanam pohon tepi jalan yang adapat meberikan identitas kawasan sekaligus berfungsi menahan silau dan cahaya matahari, dan kontrol terhadap bad view Penanaman pohon di depan rumah untuk memberi kesan terpisah dan sekaligus membatasi ruang pribadi Mengantisipasi dengan memberikan informasi di pusat pelayanan

4. Fasilitas jalan

Tidak ada pengarah dan rambu peringatan

Sumber : Hasil analisis Struktur kawasan sebagai kawasan pertanian penghasil komoditi hortikultura dengan usaha pertanian yang intensif menyebabkan terbatasnya jumlah lahan yang masih tersisa untuk penghijauan. Sejak memasuki kawasan melalui pintu akses pertama hampir tidak kita jumpai pohon di sisi kiri dan kanan jalan. Tanaman dalam pandangan lanskap tidak hanya memiliki nilai estetis akan tetapi juga memiliki fungsi seperti kontrol pandangan, pembatas, pengendali iklim mikro, berkontribusi pada perlindungan terhadap tanah dan air, serta sebagai habitat satwa. Penanaman pada sisi jalan yang tepat dapat membantu terwujudnya konsep kawasan dengan memberikan identitas.

70

71

72

73

Gambar 30 Jenis kendaraan dan kondisi jalan pada tapak

5.2.1.1.7 Fasilitas Agrowisata Keberadaan fasilitas wisata yang memadai akan memberikan kemudahan dan kenyamanan pada wisatawan. Fasilitas yang ada hingga saat ini masih terbatas dan penyebarannya hanya pada sub-zona atraksi inti, tidak tersebar secara merata pada seluruh kawasan pengembangan.

Gambar 31 Fasilitas growisata pada tapak 1. Gerbang, 2. Kandang Komunal, 3. Gedung serbaguna, 4. Kios Agrowisata tanaman buah-buahan mendapat perhatian paling besar, baik dari lembaga maupun masyarakat. Fasilitas yang ada diantaranya adalah kios-kios tanaman strawberry milik masyarakat, gedung serbaguna, jalan beton untuk horti walk, gazebo, fasilitas parkir dan warung makan. Dari semua fasilitas yang ada

74

belum terlihat adanya usaha untuk membangun karakter tapak sebagai kawasan agrowisata, hal ini terlihat dari pemilihan material maupun desain arsitektural. Upaya peningkatan dan pemerataan fasilitas mendesak untuk dilakukan sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada wisatawan. Selain itu juga perlu diperhatikan dalam pemilihan material dan desain bangunan. Bentuk dan pola tradisional serta penggunaan material lokal akan dapat memperkuat nuansa perdesaan dan karakter serta konsep agrowisata pada tapak. Selanjutnya proses perencanaan dilanjutkan dengan pengembangan fasilitas yang disesuaikan dengan aktivitas yang dikembangkan pada masing-masing zona. Fasilitas dikembangkan untuk mendukung aktivitas agrowisata aktif dan pasif. Fasilitas untuk aktivitas agrowisata aktif menekankan dari segi fungsi, sedangkan untuk aktivitas agrowisata pasif penekanan pada segi kenyamanan dan estetika. Pengembangan fasilitas yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Analisis Fasilitas Wisata Kawasan Agrowisata Ruang Aktivitas A. Zona Agrowisata 1. Zona Atraksi Agrowisata a. Sub zona Mengamati beragam jenis atraksi Inti tanaman sayuran dan Mengunjungi dan mengamati budidaya tanaman di lath house Mengamati aktivitas budidaya tanaman dan peternakan* Mengamati sarana dan proses pengolahan limbah kotoran ternak menjadi biogas Memasak dengan kompor biogas b. Sub zona Mengamati beragam jenis Tanaman tanaman sayuran sayuran Mengikuti proses budidaya tanaman sayuran mulai pembibitan, panen dan pasca panen, hingga menikmati hasil panen Horti walk, menikmati pemandangan dan suasana tapak, photo hunting, berbelanja Mengolah sayuran menjadi makanan Fasilitas

lath house*, gazebo*, jalan setapak untuk horti walk*, papan nama dan papan informasi, interpreter dan guide, sarana biogas*, dapur biogas*

Lahan pertanian, lahan pertanian sayuran, panorama dan suasana pegunungan, good view, kantor informasi, kantin, mushola, tempat parker, tempat duduk, gazebo, area piknik, dapur

75

Ruang c. Sub zona Tanaman buah

Bangunan untuk kegiatan pasca panen, kios penjualan produk olahan, rumah makan tradisional, , area parkir e. Sub zona Pengamatan proses pembuatan Bangunan kandang*, Peternakan biogas dari kotoran sapi, mencoba instalasi biogas*, sendiri menggunakan kompor kompor biogas*, biogas tempat duduk, ruang informasi, interpreter Mengikuti proses budidaya ternak sapi potong (pemeliharaan) dan guide, area parkir* Jalan santai, menikmati pemandangan dan suasana tapak, photo hunting, berbelanja 2. Zona Penunjang Agrowisata Kantor pusat informasi, a. Zona Mencari informasi tentang ruang tunggu, penyedia Pelayanan kawasan, menentukan jasa guide dan interpreter, touring plan area parkir Beristirahat b. Zona Berkendara, berjalan Gapura, jalan, trotoar, Penerimaan rambu-rambu c. Zona Menikmati pemandangan dan Gazebo terbuka, open Penghubung suasana, photo hunting space, area parkir d. Zona Mengamati aktivitas Jalan, home industry masyarakat masyarakat mengolah hasil pertanian Mengunjungi home industry B. Zona Non Agrowisata 1. Zona Konservasi 2. Zona Penyangga Sumber : Halida (2006) dan hasil analisis Keterangan : * Aktivitas dan fasilitas yang telah ada

d. Sub zona Pengolahan

Aktivitas Pengamatan dan berbelanja tanaman strawberry* Mengikuti proses budidaya tanaman strawberry mulai pembibitan, panen dan pasca panen, menikmati hasil panen Jalan santai, menikmati pemandangan dan suasana tapak, photo hunting, memetik strawberry Mengamati proses pengolahan aneka produk sayuran dan strawberry dan berbelanja produk olahan

Fasilitas Kebun strawberry*, pembibitan, lahan percobaan, jalan setapak, gazebo/ saung, tempat duduk, dan area parkir

76

5.2.1.1.8 Informasi dan Promosi Agrowisata Informasi awal tentang keberadaan suatu kawasan dapat dilihat dari adanya gerbang penanda kawasan. Pintu utama ini telah memadai sebagai gerbang penanda. Informasi tentang kawasan dapat diperoleh dari Dinas Pariwisata, karena agrowisata ini sudah masuk ke dalam peta wisata Kabupaten Magelang. Informasi dari mulut ke mulut juga memiliki peran penting dan efek yang cukup signifikan. Selain itu usaha promosi yang lain diantaranya adalah: Mengikuti pameran produk pada lelang di STA Soropadan Melalui studi banding Adanya beberapa anggota primatani yang sering diundang untuk memberikan ilmunya di tempat lain, sekaligus sebagai upaya promosi Pada meeting tingkat nasional dan regional Sistem promosi seperti ini tidak selamanya bisa diandalkan, apalagi untuk keberhasilan sebuah usaha agrowisata. Harus ada usaha promosi yang lebih informatif, agar kawasan tersebut dikenal dan didatangi oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Tabel 17 Analisis informasi kawasan agrowisata Bentuk Informasi 1. Informasi Kawasan 2. Pusat Informasi 3. Papan Petunjuk Fasilitas Gerbang penanda dan identitas kawasan* Lokasi Pintu masuk kawasan agrowisata -

Penyampaian informasi di dalam kawasan diusahakan sejauh mungkin dengan tidak mengurangi keindahan visual kawasan. Untuk itu penggunaan bilboard dan peta kawasan dalam ukuran besar dihindari. Informasi dan petunjuk bagi wisatawan disajikan dalam bentuk leaflet yang dapat diperoleh pada pusat pelayanan. Penyajian informasi seperti ini menguatkan konsep dan sejak awal mengesankan bahwa dalam agrowisata, interpretasi dan keterlibatan wisatawan lebih besar porsinya bila dibandingkan dengan jenis wisata lain.

77

5.2.1.1.9 View Kawasan ini memiliki daya tarik visual sangat baik, posisinya strategis sehingga memungkinkan untuk melihat pemandangan lembah dan gunung dari titik pandang yang baik. Panorama alam yang indah ini juga didukung oleh iklim yang sejuk khas pegunungan, sangat potensial untuk menarik wisatawan. Peta view dapat dilihat pada Gambar 34. Latar belakang pemandangan berupa Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Sumbing, Gunung Sindoro serta pegunungan Menoreh. Selain itu masih ada hamparan kebun sayuran yang ditata mengikuti kontur, lembah dan perkampungan di lereng gunung yang merupakan pemandangan menarik.

Gambar 32 Potensi Visual Kawasan Terdapat masalah yang cukup mengganggu yaitu masalah sampah dan penempatan pupuk kandang. Kebiasaan warga menimbun pupuk kandang yang akan digunakan dalam waktu yang lama di pinggir jalan mengganggu aktivitas dan mengurangi kenyamanan wisatawan. Selain itu sampah hasil kegiatan packing seringkali dibiarkan tercecer di tepi jalan. Hal ini menunjukkan budaya masyarakat yang kurang menjaga kebersihan.

78

Gambar 33 Sampah dan Kompos di Pinggir Jalan Untuk dapat mewujudkan kawasan sebagai kawasan agrowisata, perlu dilakukan usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia. Masalah kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan, mental pelayanan, dan pandangan positif masyarakat terhadap lingkungan menjadi poin-poin penting untuk mendapat perhatian. Selain usaha peningkatan sumber daya manusia, hal lain yang perlu dilakukan untuk menjaga keindahan visual kawasan adalah usaha pengendalian pendirian bangunan yang menghalangi view. Seiring dengan pengembangan kawasan sebagai kawasan agrowisata, pembangunan fasilitas dan sarana penunjang baik yang dikuasai oleh pengelola maupun swasta kerapkali tidak dapat dihindari. Beberapa diantaranya dilakukan tanpa pertimbangan yang baik, hal ini sudah mulai terlihat pada desa tetangga yang telah berkembang lebih dulu sebagai daerah tujuan wisata. Pembangunan semacam ini tidak perlu terjadi bila terdapat regulasi yang jelas dalam mengatur tata ruang dan kriteria pembangunan. Masalah lain adalah tidak adanya sistem drainase. Tidak adanya sistem drainase berpengaruh pada kelancraan aliran permukaan sepanjang lajur jalan yang menyebabkan meluapnya air ke badan jalan pada saat terjadi hujan. Dampak langsung dari masalah ini adalah jalan menjadi cepat terkikis dan rusak. Hal ini dapat diatasi dengan pembangunan saluran atau parit di kiri kanan jalan.

79

80

5.2.1.2 Faktor Pendukung Agrowisata 5.2.1.2.1 Aspek Fisik 5.2.1.2.1.1 Tanah Tanah pada kawasan ini didominasi oleh tanah dari Ordo Inceptisol dan Andisol. Inceptisol memiliki kandungan tanah liat, Fe, Al maupun material organik. Tersusun dari horison okrik dan umbrik, serta horison kambik pada subsurface. Memiliki konsistensi rendah, daya mengikat air yang kurang, apabila kena hujan akan menjadi lengket dan bila kekeringan akan mengeras. Jenis tanah andisol merupakan tanah yang terbentuk dari abu gunung berapi, merupakan lapisan tanah muda yang memiliki kesuburan tinggi, dapat mendukung pertanian intensif. Sifat umum tanah ini adalah daya mengikat air sangat tinggi, selalu dalam keadaan jenuh apabila tanah tertutup vegetasi, sangat gembur, tetapi mempunyai derajat ketahanan struktur tinggi, sehingga mudah diolah. Jumlah makro pori banyak, menyebabkan permeabilitas (peresapan air) tinggi. Peta jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 35. Sesuai dengan sifat-sifat tanah diatas penetapan kawasan sebagai kawasan agrowisata merupakan suatu langkah yang tepat. Dengan tingkat kesuburan yang tinggi, tanah dapat mendukung produktivitas yang tinggi dan dapat mempertahankan keberlanjutan kegiatan pertanian. Selain itu ketahanan struktur tanah yang baik juga merupakan pendukung bagi aktivitas yang akan dilakukan pada tapak. Dimana dengan konsistensi yang baik akan memudahkan pembangunan struktur untuk penyediaan sarana dan prasarana wisata, diantaranya area parkir, guest house, restoran atau rumah makan, sarana ibadah serta struktur penunjang lainnya seperti instalasi air bersih dan MCK.

5.2.1.2.1.2 Iklim Dengan berpedoman pada klasifikasi iklim Oldeman kawasan ini termasuk dalam zona agroklimat D2 dengan 7-9 bulan basah dan 2-4 bulan kering (BPTP, hasil wawancara). Bila dilihat dari skala ketinggiannya yaitu 1200-2300 meter dpl dan berpedoman pada klasifikasi iklim menurut Junghuhn maka kawasan ini terbagi menjadi dua tipe iklim. Yaitu :

81

82

1. Daerah Sedang Ketinggian tempat 600 - 1500 m dari permukaan laut. Suhu 22 -17,1C. Jenis tanamannya yang sesuai seperti padi, tembakau, teh, kopi, cokelat, kina, dan sayur-sayuran. 2. Daerah sejuk Ketinggian tempat 1500 - 2500 m dari permukaan laut. Suhu 17,1 11,1C. Tanaman yang dapat tumbuh optimal seperti teh, kopi, kina, dan sayur-sayuran. Pada bulan Desember-Maret, kawasan ini mengalami surplus supply air. Sedangkan pada bulan April-Oktober mengalami defisit supply air (musim kemarau). Untuk mengatasi masalah ini masyarakat menggunakan pompa listrik secara kolektif, baik untuk Pembangunan kebutuhan rumah tangga maupun pertanian. sarana irigasi cukup penting sebagai prioritas mengingat

pentingnya ketersediaan air bersih bagi kelangsungan aktivitas wisata.

Gambar 36 Klasifikasi Iklim Menurut Junghuhn Sumber: www.e-dukasi.net Sumber lain menyebutukan bahwa daerah ini termasuk dalam kategori Zona-pegunungan (600 2300 m), yang tediri dari: 1. Sub-zona pegunungan bawah (699 1.500 m) : Pakis pohon lebih banyak ditemukan di semak dan lapisan pohon bawah, serta perdu seperti Elastosterma, Begonia dan sejenis Impatiens berbunga jingga merah jambu yang menyolok di lapisan bawah. Hutan ini kaya akan spesies dan pohonpohon Castanopsis dan Lithocarpus dan Sloanea, serta Cryptocarya. 2. Sub-zona pegunungan tengah : Hutan pegunungan tengah campuran, hutan Captanopsis, hutan Notofagus, hutan Caniferous, hutan rawa pegunungan

83

tengah, rawa rumput sedge, rawa rumput Phragmites pegunungan tengah, padang rumput Miscanthus pegunungan tengah dan rangkaian vegetasi bekas ladang. Pohon-pohon tudung yang banyak tumbuh berasal dari keluarga Fagaceae, Lauraceae, Cunioneaceae, Elaeocarpaceae, dan Myrtaceae. Tumbuhan bawah pohon meliputi Garcinia, Astronia, Polyosomo, Symlocos, Sericolea, Drymis, Prunus, Pittospermum dan Araliaceae. 5.2.1.2.1.3 Kerawanan Bencana Alam Desa Banyuroto terletak berdekatan dengan dua gunung yaitu Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Keduanya merupakan gunung api yang masih aktif. Pada satu sisi, hal ini menjadikan Desa Banyuroto memiliki titik-titik view yang baik untuk mengamati pemandangan kedua gunung tersebut dan gunung-gunung lain di sekitarnya. Akan tetapi disisi lain posisi ini perlu diwaspadai karena memiliki potensi kerawanan bencana alam. Letaknya yang di lereng Gunung Merbabu menyebabkan tingginya potensi gerakan tanah di kawasan yang akan direncanakan. Secara umum kawasan terbagi menjadi dua oleh area dengan gerakan tanah sedang dan area dengan gerakan tanah tinggi. Peta persebaran resiko kerawanan pergerakan tanah dapat dilihat pada Gambar 37.

5.2.1.2.2 Aspek Pengelola Kawasan Agrowisata 5.2.1.2.2.1 Pengelola Kawasan Agrowisata Dalam mengembangkan usaha agrowisata pada dasarnya terdapat tiga komponen yang cukup menentukan, yaitu pemerintah, pengusaha atau investor serta pelaksana atau tenaga operasional (Tirtawinata dan Fachrudin 1999, dalam Halida 2006). Pada kawasan agrowisata Desa Banyuroto ini pengelolaan kawasan dilaksanakan oleh sebuah badan independen yang dibentuk berdasarkan Peraturan Desa No. 08/GS/2007/IX/2007, yang disebut komisi Agrowisata. Komisi ini berperan sebagai pelaksana dan tenaga operasional yang beranggotakan 30 orang dan dipimpin oleh Sekretaris Desa yaitu Bapak Maryoto. Selain itu kegiatan pengembangan agrowisata juga mendapatkan dukungan dari BPTP Jawa Tengah yang berperan sebagai lembaga pertanian penunjang yang selama ini banyak

84

85

memberi masukan untuk pengembangan pertanian dan agrowisata di Desa Banyuroto. Yaitu dengan melakukan introduksi inovasi dan teknologi pertanian, diantaranya mendirikan peternakan (kandang komunal) sapi pedaging yang kotorannya diolah menjadi biogas yang kemudian dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh masyarakat. Pengembangan kawasan agrowisata ini juga tidak lepas dari peran pemerintah yang bertindak sebagai unit teknis yang terdiri atas gabungan dinasdinas terkait. Dukungan juga didapat dari Kimpraswil Propinsi Jateng yang belum lama ini memberikan bantuan dana untuk mendirikan gedung sebaguna di lahan milik pemerintah desa. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola diketahui bahwa Unit Pengelola Agropolitan tidak turut secara langsung dalam mengembangkan kawasan agrowisata ini, yang turun secara langsung hanya dinas teknis terkait yang mengurusi masalah agropolitan sekaligus agrowisata. Struktur organisasi pengelola kawasan agrowisata dapat dilihat pada gambar berikut. Manajer Umum

Lembaga Pendukung: - BPTP Jateng - Dinas Teknis Kab. Magelang - UPPD Banyuroto - KTNA Banyuroto

Administrasi

Keuangan

Manajer Saprotan

Manajer Produksi

Manajer Simpan Pinjam

Div.Sayuran

Div. Strawberry

Div.Bunga Potong

Div. Pengolahan

Div. Ternak

Gambar 38 Organisasi Manajemen UB. Karya Makmur

86

5.2.1.2.2.2 Rencana Tata Ruang Wilayah Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magelang, Kecamatan Sawangan (termasuk di dalamnya Desa Banyuroto) berfungsi sebagai Pusat Pelayanan Sub Wilayah Pembangunan V (SWP V). Secara umum SWP V berfungsi sebagai pusat pengembangan pertanian, pariwisata alam, home industry pendukung pariwisata dan Pemerintahan Kecamatan. Berdasarkan ketetapan pemerintah daerah tersebut maka pengembangan kawasan agrowisata di Desa Banyuroto sangat relevan dan sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan. Sedangkan penetapannya sebagai basis kegiatan home industry sudah mulai terlihat dengan adanya upaya pemerintah memberikan bantuan peralatan pengolahan hasil pertanian pada kelompok tani dan unit-unit usaha pertanian lainnya.

Gambar 39 Peta Kesesuaian Lahan Berdasarkan RTRW Sumber: BAPPEDA Kabupaten Magelang

87

5.2.1.3 Analisis Wisata Analisis wisata dimaksudkan untuk mengetahui jangkauan dan karakteristik agrowisata yang akan dikembangkan, dengan berdasarkan pada data yang diperoleh dari pengunjung yang ada pada masa sekarang. Data yang dianalisis merupakan gabungan dari data sekunder dan data hasil wawancara secara langsung di lapangan. Analisis dimulai dari yang paling umum, yaitu dengan melihat data untuk seluruh Indonesia. Ada beragam data yang berkaitan dengan analisis umum yang dilakukan, akan tetapi setelah melihat relevansi dan kesimpulan analisis yang ingin dicapai, maka dilakukan analisis purposif dan data yang dipakai adalah data distribusi kedatangan wisatawan ke Indonesia berdasarkan bulan (Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Nasional). Data ini diperlukan untuk mengetahui persebaran jumlah wisatawan menurut bulan untuk melihat trend dan pemilihan waktu perjalanan wisatawan. Tabel 18 Distribusi Kedatangan Wisatawan Ke Indonesia Berdasarkan Bulan
MONTH JANUARY FEBRUARY MARCH APRIL MAY JUNE JULY AUGUST SEPTEMBER OCTOBER NOVEMBER DECEMBER JAN - DEC 1996 353,867 379,352 420,705 410,724 400,330 432,835 447,361 460,569 401,483 405,940 432,214 489,092 5,034,472 1997 376,848 398,432 460,514 400,351 413,533 461,250 482,525 486,334 455,932 398,731 399,054 451,739 5,185,243 1998 387,305 348,520 364,912 380,825 312,397 320,716 394,754 451,480 411,236 430,988 387,109 416,174 4,606,416 1999 360,051 358,857 413,740 369,520 361,200 372,293 463,168 433,760 416,529 388,256 400,483 389,663 4,727,520 2000 356,090 397,548 413,502 408,239 370,42 424,277 464,278 455,967 457,683 448,696 439,905 427,558 5,064,217 2001 395,511 372,743 427,878 423,268 454,259 474,527 478,515 487,169 470,667 391,119 388,739 389,225 5,153,620 2002 372,678 392,683 449,151 409,802 444,173 454,029 486,749 503,447 461,135 382,004 318,442 359,107 5,033,400 2003 340,972 355,345 353,877 249,491 268,959 371,642 431,512 441,144 411,791 424,965 372,261 445,062 4,467,021 2004 426,465 379,614 410,128 383,693 434,792 477,017 488,096 519,615 466,500 449,865 392,821 492,559 5,321,165 2005 417,237 382,614 419,390 405,952 419,747 448,593 483,681 474,235 464,957 342,605 342,119 400,971 5,002,101 2006 363,808 326,796 385,802 401,374 409,058 440,139 442,457 422,939 407,433 362,634 437,370 471,541 4,871,351

Sumber: DKP (2007) Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa terdapat kecenderungan atau trend peningkatan jumlah kunjungan yang terjadi pada bulan Juni, Juli dan Agustus, dimana memang pada waktu-waktu tersebut merupakan waktu liburan bagi sebagian besar wisatawan baik wisatawan domestik maupun asing. Dengan mengetahui adanya kecenderungan tersebut maka dapat dilakukan tindakan antisipasi, seperti antisipasi penumpukan wisatawan pada satu titik dan peningkatan penyediaan akomodasi dan kebutuhan wisatawan. Selain itu pada

88

bulan-bulan tersebut juga potensial untuk dilaksanakan kegiatan yang selain menarik juga dapat menjaring wisatawan lebih banyak, misalnya festival dan pameran. Sehingga peningkatan jumlah wisatawan akan diikuti dengan peningkatan pendapatan bagi penyedia jasa pariwisata. Dari data tersebut juga dapat dilihat pada bulan apa saja kedatangan wisatawan mengalami penurunan, sehingga antisipasi dalam hal ini juga dapat diusahakan oleh pihak pengelola kawasan. Selain distribusi kedatangan berdasarkan bulan, hal lain yang penting untuk diperhatikan adalah pos pengeluaran wisatawan berdasarkan komoditas wisata, hal ini menjadi penting karena dari sini kita dapat melihat trend wisatawan dalam membelanjakan uangnya. Tabel 19 Persentase Distribusi Konsumsi dan Belanja Wisatawan Tipe Pengeluaran Akomodasi Makanan dan Minuman Souvenir Belanja Transportasi Lokal Paket Tour Lokal Penerbangan Domestik Melihat-lihat Hiburan Kesehatan dan Kecantikan Jasa Guide Pendidikan Lain-lain Sumber : DKP (2007) 2000 2001 21.77 38.19 10.96 16.62 8.19 9.71 10.36 12.60 4.68 7.83 3.27 0.51 10.14 2.88 5.31 2.36 7.66 4.02 4.66 3.83 3.67 5.50 0.97 0.31 0.08 3.92 2002 34.29 16.54 7.04 14.31 5.58 2.66 3.69 2.38 5.88 1.13 0.25 0.22 6.02 2003 2004 41.97 39.32 19.24 19.09 6.06 7.82 12.32 13.30 4.33 3.73 0.67 0.89 3.91 3.43 2.01 2.02 4.91 4.99 1.19 0.54 0.34 2.51 1.07 0.51 0.27 3.58 2005 2006 38.48 45.14 19.33 20.01 7.83 6.46 12.92 13.01 3.67 4.04 0.67 0.61 3.40 3.57 1.84 1.28 4.56 3.34 1.10 0.42 0.26 5.52 1.01 0.31 0.14 1.08

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa terjadi trend kenaikan presentase pembelanjaan untuk pos akomodasi, serta pos makanan dan minuman. Sedangkan trend yang tidak mengalami perubahan yang mencolok adalah presentase pembelanjaan untuk pos suvenir, kegiatan belanja, transportasi lokal, dan hiburan. Sedangkan presentase pembelanjaan untuk pos selain yang tersebut diatas cenderung mengalami penurunan. Yaitu untuk pos paket tur lokal, penerbangan domestik, melihat-lihat, jasa guide, dan pendidikan. Dari data diatas, presentase pembelanjaan yang cenderung meningkat dan tidak berubah merupakan bidang

89

yang dapat dipertimbangkan untuk dikembangkan potensinya secara maksimal. Dalam hal ini dengan menyediakan sarana akomodasi dan restoran maupun rumah makan yang bernuansa lokal. Sedangkan terhadap pos pengeluaran yang cenderung menurun dapat dilakukan modifikasi untuk menarik minat wisatawan. Pada tahun 2008 telah terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sedikit banyak akan berpengaruh terhadap pola konsumsi wisatawan ketika melakukan kegiatan wisata. Untuk itu perlu dilakukan inovasi-inovasi diantaranya dengan menciptakan kegiatan-kegiatan alternatif yang murah dan menyenangkan. Analisis juga dilakukan terhadap data primer yang diambil langsung dari tapak melalui metode wawancara dengan purposive sampling, wawancara dilakukan pada tanggal 27 April 2008. Data yang diperoleh dianalisis dengan berpedoman pada literatur. Tabel 20 Karakteristik Perjalanan Wisata
No. 1. 2. Variabel Waktu kunjungan Jarak Perjalanan Hasil Bulan Mei 2008
10

Jumlah

0 Yogyakarta Sleman Ungaran Banyuroto

45

39

40

0 (km)

Gambar 40 Grafik Jarak Perjalanan


3. 4. 5. Durasi Tujuan Model Transportasi < 2 jam Rekreasi, touring / sightseeing Kategori Jumlah Mobil Box 1 Mobil Pribadi 1 Sepeda Motor 5 Angkutan Umum 0 Rp. 5.000 - Rp. 25.000 Persentase 0,1428571 0,1428571 0,7142857 0

6.

Belanja

Sumber: Gunn (1997) dan Hasil Analisis

90

Dari tabel tersebut terlihat bahwa agrowisata yang sedang dikembangkan sekarang ini dalam skala terbatas telah mulai dikenal oleh masyarakat diluar wilayah Kabupaten Magelang. Meskipun jumlah pengunjung masih sangat jauh dari harapan. Sebagian besar pengunjung mengetahui keberadaan agrowisata ini melalui informasi dari mulut ke mulut. Sedangkan usaha promosi yang dilakukan masih terbatas pada promosi melalui pameran dan pada acara-acara pertemuan koordinasi BPTP. Tabel 21 Tabel Karakteristik Sosial Ekonomi Pengunjung
No. 1. Variabel Umur Kategori <6 6-15 15-21 > 21 Perempuan Laki-laki SD SLTP SLTA Perguruan Tinggi Pelajar Wiraswasta Karyawan Lainnya Jumlah 1 2 9 6 8 10 1 2 7 8 12 3 1 2 Persentase (%) 0,05 0,11 0,5 0,33 0,44 0,55 0,05 0,11 0,39 0,44 0,67 0,17 0,05 0,111

2. 3.

Jenis Kelamin Pendidikan

4.

Pekerjaan

Sumber: Tourism Research Planning Committee of The Federal-Provincial Conference of Tourism (1975), dalam Gunn (1997) Pengembangan wisata digerakkan oleh permintaan dan penawaran. Yang satu mempengaruhi yang lain. Pengembangan semestinya diusahakan untuk mendapatkan keseimbangan antara keduanya. Permintaan berasal dari kelompok orang yang memiliki kamuan dan kemampuan untuk bepergian, sedangkan penawaran berupa pengembangan fisik dan program untuk daerah tujuan wisata (Gunn, 1997). Hubungan antara keduanya dapat dilihat pada Gambar 41.

91

DEMAND People in origins with interest in and with the ability to travel

SUPPLY Physical and program development for tourist in destination area Gambar 41 Permintaan dan Penawaran Wisata Sumber: Gunn (1997) Dalam kasus pengembangan agrowisata di dalam kawasan agropolitan yang berbasis pertanian, penawaran yang potensial berlimpah tetapi memerlukan pengaturan dan inovasi sehingga dapat menarik wisatawan. Sedangkan permintaan dapat ditinjau dari arah pemasaran produk, karena produk kawasan inilah yang dikenal pertama kali dan merupakan media promosi pertama kepada konsumen yaitu berupa sayuran dan buah. Dengan melihat kecenderungan tersebut, maka permintaan terhadap agrowisata diharapkan datang dari Kota Magelang, Yogyakarta, Semarang, dan Salatiga. Menurut Gunn (1997), cara yang penting dalam melihat pasar perjalanan adalah dengan mengenali dinamikanya. Pasar berubah: oleh karena itu, setiap tahun pengembang pariwisata perlu mengenali tren. Hal ini menekankan pentingnya suatu pengelola kawasan wisata umumnya, termasuk di dalamnya agrowisata untuk selalu mengetahui perkembangan tren wisata. Gunn (1997), juga menyebutkan bahwa sekarang ini terdapat kecenderungan bahwa wisatawan bukan hanya ingin menikmati keindahan suatu objek tetapi juga sekaligus ingin mengetahui proses-proses yang ada dan bagaimana sesuatu terjadi. Hal ini seharusnya menjadi pertimbangan bagi pengembang kawasan wisata untuk lebih memberi perhatian terhadap penyediaan jasa interpreter dan penyediaan informasi.

92

5.2.2 Sintesis Dengan berdasarkan pada analisis data berupa analisis umum yang mencakup analisis faktor utama dan penunjang agrowisata serta analisis penunjang berupa analisis permintaan dan penawaran agrowisata dan analisis trend, telah dapat diidentifikasi potensi dan kendala dari masing-masing faktor tersebut. Tahapan selanjutnya adalah tahapan penyesuaian terhadap konsep dan tujuan perencanaan. Untuk itu sintesis dapat dilihat pada Tabel 22 yang memperlihatkan potensi serta kendala yang dijumpai beserta solusi yang dapat ditawarkan sesuai dengan konsep dan tujuan perencanaan. Kawasan agrowisata terbagi menjadi dua zona yaitu zona agrowisata dan zona penyangga. Zona agrowisata berdasarkan jenis aktivitas yang diakomodasi terbagi menjadi dua yaitu zona atraksi dan zona penunjang agrowisata, Zona atraksi dibagi lagi ke dalam lima sub zona yaitu sub zona inti, sub zona tanaman sayuran, sub zona tanaman buah, sub zona pengolahan dan sub zona peternakan. Zona penunjang agrowisata dibagi menjadi zona pelayanan, zona transportasi dan akses serta zona penghubung. Sedangkan zona penyangga berfungsi untuk mendukung usaha konservasi kawasan. Aktivitas dalam masing-masing sub zona dikembangkan berdasarkan sejauh mana partisipasi wisatawan dalam aktivitas pertanian. Fasilitas yang ada dikembangkan berdasarkan tingkat kebutuhan wisatawan dan jenis aktivitas yang ada pada masing-masing zona. Tujuan dan konsep agrowisata diwujudkan dalam bentuk general block plan dan block plan kawasan, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 42 dan Gambar 43.

5.2.3 Perencanaan Lanskap Block plan yang diperoleh kemudian dikembangkan dengan melakukan pengembangan rencana ruang, pengembangan aktivitas dan fasilitas serta pembentukan jalur sirkulasi dan akses sehingga menghasilkan suatu rencana lanskap atau landscape plan yang dapat dilihat pada Gambar 45.

93

Tabel 22 Aspek Data, Potensi, Kendala, dan Solusi Pada Kawasan Agrowisata Analisis Data Konsep Potensi Kendala Analisis Umum 1. Faktor Utama Agrowisata A Letak, Luas dan Batas Letak tapak strategis Membuat kawasan Tapak di jalur wisata Soloagrowisata dengan Selo-Borobudur, optimalisasi pada potensi serta dilalui jalur alam pertanian penghubung antara ibukota provinsi DIY dengan Jawa Tengah Lokasi memiliki pemandangan alam pertanian dan pegunungan yang menarik B Tata Guna Lahan Pemanfaatan lahan Pola yang ada Menciptakan zonasi terbesar untuk mengikuti sistem berdasarkan jenis kegiatan: pertanian lahan produksi pertanian, zona atraksi, zona kering (sawah tadah kurang sesuai pelayanan, zona hujan) dengan tujuan transportasi dan akses, agrowisata zona penghubung, zona masyarakat dan zona penyangga

Solusi

Pengembangan potensi alam tapak sebagai kawasan agrowisata, melengkapi alternative wisata pada jalur Solo-Selo-Borobudur

Pola yang ada tetap dipertahankan, untuk kemudian dilakukan modifikasi penataan dan organisasi atraksi agar secara keseluruhan kawasan memiliki tema serta berkembang bersama sebagai kesatuan agrowisata

94

Data C Ketinggian, Topografi dan Kemiringan Tapak

Analisis Potensi Topografi bervariasi dengan dominasi bentukan lereng yang membuka view kearah lanskap di sekitarnya Komoditi pertanian dan ragamnya serta kegiatan pengolahan dan home industry Tapak mudah dijangkau dengan kondisi jalan dan sarana penunjangnya yang memadai Besarnya perhatian pemerintah baik provinsi maupun kabupaten dalam pengembangan kawasan Kendala Terdapat daerah dengan danger signal (daerah rawan letusan gunung berapi serta daerah dengan kemiringan >45%) Pemanfaatan potensi belum maksimal dan aktivitas yang terbatas Tidak adanya angkutan umum yang melintasi kawasan dengan frekuensi yang stabil Penempatan yang kurang tepat dapat mengakibatkan penurunan kualitas agrowisata yang akan dibangun

Konsep Menciptakan atraksi menarik dari potensi view kawasan

Solusi Memanfaatkan view yang ada dengan menyediakan sarana dan lokasi viewing

D Objek dan Atraksi Agrowisata E Aksesibilitas dan Sistem Transportasi

Pengembangan ruang sesuai potensi serta menambah keragaman aktivitas dan atraksi Kawasan Agrowisata yang mudah dicapai

F Fasilitas Agrowisata

Diversifikasi aktivitas dan atraksi serta membangun pola ruang terstruktur berdasarkan komoditi Mengatur jalur akses terutama di dalam kawasan agar komponen kehidupan masyarakat dan wisata dapat berjalan Fasilitas mengakomodasi Mengatur dan memberikan kebutuhan wisatawan dan tuntunan yang jelas dalam melibatkan masyarakat pengembangan fasilitas lokal dalam pengembangan dalam kawasan agar tidak dan pengelolaannya menyalahi tema yang ada serta tidak merugikan baik dari segi wisata maupun untuk kepentingan keberlanjutan

95

Data G Informasi dan Promosi Agrowisata

Analisis Potensi Sudah adanya gerbang penanda kawasan Kendala

Konsep Memberikan informasi terpadu kepada pengunjung tanpa mengorbankan aspek keindahan

Solusi Menggunakan kecenderungan pemakaian peta dan informasi secara langsung pada pengunjung, serta mengurangi penggunaan papan informasi kecuali untuk tanda bahaya Membuat peraturan yang membatasi praktik pembangunan yang tidak memperhatikan keindahan lingkungan

H View

Kawasan memiliki potensi view yang sangat baik didukung oleh alam sekitar yang memiliki nilai visual tinggi 2. Faktor Pendukung Agrowisata A Aspek Fisik B Aspek Pengelola Kawasan Agrowisata 1.Pengelolaan Sudah ada lembaga pengelola kawasan dan pelaksana harian 2. Rencana Tata Peruntukan ruang Ruang Wilayah sesuai dengan (RTRW) RTRW Kabupaten Magelang

Pembangunan yang kurang memperhatikan pentingnya melindungi potensi view

Pemanfaatan view untuk menarik minat pengunjung dan mengarahkan pada kunjungan ke atraksiatraksi agrowisata

Pengelola bukan pegawai tetap, hanya pekerjaan di samping pertanian

Pengelolaan melibatkan masyarakat dan berorientasi pada kepuasan pengunjung

Mempertahankan dan meningkatkan kualitas pengelolaan dan pelayanan Mempertahankan fungsi kawasan sesuai peruntukan lahan dalam RTRW Kabupaten Magelang

96

Data 1 Analisis Wisata Umum 2 Analisis Wisata Khusus (Spesifik Tapak) 3 Analisis Permintaan dan Penawaran Agrowisata

Analisis Potensi Kendala Analisis Wisata Jumlah kurang

Konsep

Solusi

Pengunjung cukup beragam Penawaran yang potensial berlimpah Permintaan terhadap agrowisata diharapkan datang dari Kota Magelang, Yogyakarta, Semarang, dan Salatiga (pasar) Tren dimana wisatawan bukan hanya menikmati keindahan suatu objek tetapi ingin mengetahui proses dan bagaimana sesuatu terjadi

Aktivitas agrowisata di rencanakan dapat mengakomodasi kebutuhan pengunjung Memaksimalkan permintaan melalui promosi produk dan penawaran dengan melakukan penataan

Perlu promosi melalui perluasan pemasaran poduk baik mentah maupun olahan Inovasi mengembangkan aktivitas dari kegiatan pertanian yang telah ada

4 Analisis Trend

Mengikuti tren sepanjang tidak merusak identitas agrowisata

Mengembangkan aktivitas yang melibatkan wisatawan dalam proses produksi pertanian

97

98

99

5.2.3.1 Rencana Ruang Perencanaan zonasi ruang pada kawasan bertujuan untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat (produksi) dan kebutuhan wisata dalam proporsi yang memungkinkan keduanya berjalan berdampingan tanpa konflik. Rencana ruang terdiri atas Zona Agrowisata dan Zona Non-Agrowisata. Pembagian ruang selengkapnya adalah sebagai berikut: A. Zona Agrowisata 1. Zona Atraksi (Attraction Complexes) Zona Agrowisata Utama Mengikuti konsep zonasi model area tujuan wisata. Zona ini merupakan ruang atraksi utama yang menampilkan objek-objek agrowisata. Zona ini kemudian dibagi lagi menjadi lima sub-zona berdasarkan objek yang ditawarkan. Sub-zona tersebut adalah sub-zona inti, sub-zona tanaman sayuran, sub-zona tanaman buah, sub-zona pengolahan dan sub-zona peternakan. Sub-zona Agrowisata Buah-buahan Sub-zona Inti Dsn. Banyuroto (Display, miniatur) Sub-zona Agrowisata Peternakan Sub-zona Agrowisata Pengolahan Sub-zona Agrowisata Sayuran

Gambar 44 Pembagian Sub-zona Atraksi Sub-zona Inti Yang dimaksud sub-zona inti adalah ruang atraksi dikembangkan pada lokasi Laboratorium Agribisnis Primatani Desa Banyuroto dan berfungsi memberi pengenalan terhadap kawasan agrowisata secara keseluruhan (terpadu). Selain itu zona inti Aktivitas yang ada terbatas pada aktivitas pasif seperti menikmati pemandangan dan mengamati objek yang ada. Dari sub-zona inti inilah wisatawan diarahkan untuk mengunjungi zona atraksi yang lain, dimana wisatawan akan dapat melakukan aktivitas agrowisata aktif dan mendapatkan pengalaman yang lebih dengan ikut berpartisipasi pada rangkaian proses produksi dan pengolahan

100

hasil pertanian. Karena letaknya di lokasi Laboratorium Primatani, maka sub-zona inti ini juga merupakan pusat pengenalan teknologi pertanian dalam kawasan. Sub-zona Tanaman Sayuran Sub-zona tanaman sayuran direncanakan untuk dikembangkan di Dusun Kenayan. Pada zona ini aktivitas wisata yang dikembangkan berkaitan dengan agribisnis sayuran. Merupakan kegiatan pertanian yang diusahakan oleh masyarakat setempat dimana di dalamnya terdapat kebun tanaman sayuran, pembibitan, serta ruang penyambutan dan pelayanan. Wisatawan dapat mengetahui proses pembibitan, pemeliharaan, pemanenan, dan mencicipi hasil olahan segar dari produk sayuran yang ada. Sub-zona Tanaman Buah Sub-zona tanaman buah direncanakan untuk dikembangkan di Dusun Banyuroto. Pada zona tanaman buah wisata yang dikembangkan adalah berkaitan dengan agribisnis buah, terutama untuk tanaman strawberry. Untuk itu di dalam zona ini dilakukan pembagian ruang yaitu ruang kebun buah, ruang budidaya, dan ruang pelayanan dan penyambutan. Wisatawan dapat ikut langsung dalam kegiatan budidaya, mulai dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan, maupun pemanenan. Selain itu hasil dari sub-zona ini juga dapat langsung dinikmati dalam bentuk olahan segar. Sub-zona Peternakan Sub-zona tanaman sayuran direncanakan untuk dikembangkan di Dusun Sobleman. Sub-zona peternakan dibentuk dengan menyatukan usaha peternakan masyarakat yang tadinya dalam skala rumahan menjadi kandang komunitas. Hal ini dimaksudkan agar mempermudah pengelolaannya untuk wisata. Objek yang dapat dinikmati oleh wisatawan dintaranya adalah pola beternak dan budidayanya, serta cara pemeliharaan binatang ternak. Selain itu wisatawan juga dapat mengetahui cara pembuatan dan melihat instalasi biogas dan teknologi pendukungnya. Sub-zona Pengolahan Sub-zona tanaman sayuran direncanakan untuk dikembangkan di Dusun Grintingan. Dalam sub-zona ini wisatawan diajak untuk mengetahi tahapan proses dan tenologi yang digunakan dalam pengolahan baik tanaman buah, sayuran

101

maupun produk peternakan. Selain itu pada sub-zona ini wisatawan dapat menikmati dan membeli hasil olahan produk pertanian dari keseluruhan kawasan sebagai buah tangan. Pada sub-zona ini terdapat pusat oleh-oleh dan juga restoran yang menyediakan menu dari hasil tanaman dan peternakan dalam kawasan agrowisata. 2. Zona Penunjang Agrowisata a. Zona Penerimaan Fungsi utama zona penerimaan adalah sebagai penanda suatu kawasan dan sekaligus memberikan kesan dan identitas suatu kawasan. Dalam hal ini zona penerimaan terletak pada pintu akses 1 dari arah Selatan. b. Zona Pelayanan (Service Community) Zona pelayanan memiliki fungsi pokok untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan wisatawan dalam melaksanakan keseluruhan rangkaian aktivitas wisata di dalam kawasan. Karena letak titik-titik atraksi yang cukup jauh satu sama lain maka hal ini diantisipasi dengan melakukan penyebaran fasilitas pelayanan. Akan tetapi tetap ada pusat pelayanan terpadu yang diletakkan pada welcome area kompleks atraksi, hal ini untuk memudahkan wisatawan dalam mengakses informasi kawasan secara keseluruhan dan membantu dalam menentukan rute dan memilih atraksi apa yanga kan dikunjungi. Jarak perjalanan wisatawan yang berasal dari dua akses masuk baik dari arah Yogyakarta maupun dari arah Semarang dapat ditempuh dalam waktu kurang dari dua jam, sehingga peletakkan stopping area/rest area dianggap belum perlu. Wisatawan dapat beristirahat ketika berada di dalam kawasan. Pada pusat pelayanan terpadu wisatawan dapat mengakses informasi rute yang efektif untuk menikmati keseluruhan kawasan, atau memilih touring plan yang akan diikuti dengan menyesuaikan pada ketersediaan waktu dan minat wisatawan. Selain itu pada pusat pelayanan terpadu wisatawan dapat meminta rekomendasi dan berkonsultasi dengan tour guide ataupun mendapatkan jasa interpreter. Aktivitas yang dikembangkan pada pusat pelayanan terpadu ini dinataranya aktivitas ibadah, makan dan minum, mendapatkan informasi dan jasa interpreter, beristirahat dan bermalam. Untuk itu maka fasilitas yang disediakan berupa tempat parkir, restoran atau warung makan, guest house, mushola, toilet

102

dan sarana peristirahatan seperti saung, gazebo dan bangku yang diletakkan pada titik-titik strategis. c. Zona Penghubung (Linkage Corridors) Zona penghubung dapat disebut pula sebagai ruang transisi, dimana terjadi pengarahan massa wisatawan untuk mengenal dan memperkenalkan kompleks atraksi. Zona penghubung dimanfaatkan untuk memberi kesan positif terhadap kawasan, penataan dan blocking bila perlu dilakukan untuk memberikan suasana dan view terbaik bagi wisatawan. Ruang transisi ini dapat berupa jajaran pemukiman penduduk dan ladang-ladang sayuran. Aktivitas yang dikembangkan adalah aktivitas pasif seperti berjalan, duduk dan menikmati pemandangan. Fasilitas berupa pemberhentian atau rest area juga disediakan terutama untuk wisatawan yang berjalan kaki ketika berkeliling kawasan, untuk itu juga disediakan trotoar untuk memberikan kenyamanan dan keamanan untuk pejalan kaki. d. Zona Masyarakat Yaitu zona yang mewadahi kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar baik itu yang bersifat produktif maupun rumah tangga. Masyarakat memiliki budaya yang terbuka terhadap pengunjung akan tetapi penggunaan rumah penduduk sebagai home stay tidak disarankan karena dikhawatirkan akan menurunkan citra kawasan. Hal ini terutama berkaitan dengan masalah kebersihan dan kerapihan. Menurut pengalaman dan pengamatan yang dilakukan masyarakat Desa Banyuroto kurang memperhatikan masalah kebersihan. Aktivitas wisata tidak dikembangkan secara intensif pada zona ini, meskipun kemungkinan interaksi dengan masyarakat desa pertanian cukup menarik bagi wisatawan. B. Zona Non Agrowisata a. Zona Penyangga Area pada zona penyangga berfungsi memisahkan antara zona dimana terdapat aktivitas agrowisata dengan zona konservasi. Tata guna lahan pada zona penyangga terdiri atas lahan pertanian, kebun dan pemukiman masyarakat.

103

b. Zona Konservasi Area pada zona ini dikonservasi dalam artian tidak boleh dilakukan pembangunan fasilitas dan tidak ada aktivitas agrowisata aktif di dalamnya. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan fungsi area sebagai daerah resapan air dan berkaitan dengan fungsinya untuk konservasi tanah. Pembangunan di area ini selain beresiko juga dikhawatirkan dapat mengganggu kestabilan kawasan secara keseluruhan.Aktivitas yang dikembangkan adalah aktivitas pasif yang minimal dan terbatas. Diantaranya jalan-jalan dan menikmati pemandangan, itupun dilakukan pada nature trail atau jalur alami. Tidak ada penyediaan sarana jalan maupun trotoar. Dari kelima dusun yang terdapat dalam wilayah Desa Banyuroto, hanya Dusun Suwanting yang tidak dikembangkan untuk atraksi agrowisata. Hal ini disebabkan letaknya yang terisolasi sehingga apabila dipaksakan untuk menjadi atraksi wisata akan membuat jalur wisatawan menjadi tidak efektif. Akan tetapi Dusun Suwanting dialokasikan untuk zona penunjang agrowisata.

5.2.3.2 Rencana Sirkulasi Wisata Secara umum dilakukan pembagian jalur sirkulasi ke dalam dua kelompok. Yang terdiri atas jalur sirkulasi untuk wisata dan jalur sirkulasi untuk masyarakat (Gambar 46). Jalur Sirkulasi Wisata Disediakan khusus untuk kepentingan wisatawan dalam menikmati dan melakukan aktivitas wisata di dalam kawasan. Jalur ini terbagi menjadi tiga jalur yaitu jalur primer,jalur sekunder, jalur tersier. Jalur Sirkulasi Masyarakat Merupakan jalur yang dibuat untuk mangakomodasi kebutuhan pergerakan masyarakat. Pada beberapa titik, jalur ini menyatu dengan jalur wisatawan. Hal ini tentunya didukung dengan penyediaan sarana yang memadai untuk kedua kepentingan tersebut. Jalur masyarakat utamanya digunakan untuk kegiatan produksi.

104

105

106

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan 1. Pengembangan Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang dan khususnya Desa Banyuroto Kecamatan Sawangan sebagai kawasan agrowisata dalam Kawasan Agropolitan sesuai dengan potensi komoditi serta alam pertanian dan suasana pegunungan yang dimilikinya. 2. Konsep perencanaan adalah menciptakan kawasan agrowisata berbasis pendidikan dan penerapan teknologi pertanian, untuk meningkatkan apresiasi terhadap bidang pertanian dan menumbuhkan kecintaan terhadap lingkungan pertanian. 3. Aktivitas agrowisata yang bersifat rekreatif dan edukatif dibagi menjadi dua berdasarkan tingkat keikutsertaan wisatawan dalam proses pertanian. Aktivitas aktif menuntut partisipasi atau keterlibatan yang besar, sedangkan aktifitas pasif dialokasikan untuk menikmati potensi view, alam pertanian serta suasana pegunungan. 4. Rencana ruang serta pengembangan aktivitas dan fasilitas dalam kawasan dihubungkan dengan jalur sirkulasi yang terbagi atas jalur wisatawan dan jalur masyarakat. Pemisahan dilakukan untuk mengoptimalkan kualitas agrowisata yang dinikmati wisatawan dan menghindari konflik kepentingan. 5. Rekomendasi pengembangan agrowisata di Kawasan Agropolitan MerapiMerbabu merupakan hasil analisis dan sintesis secara makro. Usaha implementasi harus dimulai dengan analisis dan sintesis berskala mikro. 6. Hasil perencanaan lanskap berupa general block plan, block plan, dan rencana lanskap (landscape plan) kegiatan agrowisata.

107

6.2 Saran 1. Perencanaan kawasan agrowisata merupakan upaya pengembangan dan tindak lanjut dari pelaksanaan agropolitan, dengan cara memanfaatkan kondisi pertanian dan alam yang ada untuk dikembangkan sehingga dapat diarahkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam kawasan. 2. Studi perencanaan agrowisata untuk keseluruhan Kawasan Aropolitan MerapiMerbabu perlu ditindak lanjuti dengan melakukan analisis dan sintesis dengan pendekatan yang lebih mendalam. 3. Studi perencanaan kawasan agrowisata merupakan langkah perencanaan makro dengan mekakukan identifikasi terhadap potensi ruang pertanian, untuk itu dapat dilakukan perencanaan yang lebih detail terhadap ruang-ruang yang telah direncanakan dalam perencanaan makro. 4. Produk untuk sampel perencanaan perlu dikembangkan dengan melalui analisis yang lebih terperinci sehingga di dapatkan pola dan titik dari penempatan aktivitas dan fasilitas yang direncanakan.

108

DAFTAR PUSTAKA
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2004. Tata cara Perencanaan Pengembangan Kawasan Untuk Percepatan Pembangunan Daerah. Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal. Jakarta: Bappenas. http://pu.net Bri, Kristina. 2006. The Impact of Agrotourism on Agricultural Production. (Proceedings from the First International Conference on Agriculture and Rural Development). J of Central European Agriculture 2006;7:561. [DKP] Pusat Pengelolaan Data dan Sistem Jaringan. Departemen Kebudayaan dan Parwisata. 2007. Pendataan Profil Wisatawan Mancanegara. Jakarta. (tidak dipublikasikan). [DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Kawasan Agropolitan MerapiMerbabu STA Sewukan Kabupaten Magelang dan Profil Kawasan Agropolitan Jawa Tengah. Jakarta: DPU (tidak dipublikasikan). [DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Profil Kawasan Agropolitan Provinsi Jawa Tengah. Jakarta: DPU (tidak dipublikasikan). [DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Bantek Penyusunan Master Plan Kawasan Agropolitan. Jakarta: DPU (tidak dipublikasikan). [DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2002. Buku Kompilasi Data Agropolitan Kabupaten Magelang. Jakarta. (tidak dipublikasikan). [DPU] Satuan Kerja Penyediaan Prasarana dan Sarana Agropolitan, Departemen Pekerjaan Umum. 2008. Daftar Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Jakarta. (tidak dipublikasikan). [DPU] Dinas Pekerjaan Umum. 2007. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan ruang. Jakarta: Dinas Pekerjaan Umum. Iwan Setiajie Anugrah. 17 Maret 2003. Kunci-kunci Keberhasilan Pengembangan Agropolitan. Tabloid Sinar Tani. Gold, SM. 1980. Recreation Planning and Design. New York: Mc Graw Hill Book Co. Gunn, C.A., 1997. Vacationscape: Developing Tourist Area. United States of America: Taylor & Francis.

109

Halida, Septamia. 2006. Perencanaan Lanskap Bagi Pengembangan Agrowisata di Desa-Desa Pusat Pertumbuhan Kawasan Agropolitan Cianjur [skripsi]. Bogor: Program Studi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hardjowigeno, Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo. Nurisjah, S. 2007. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap. Program Studi Arsitektur Lanskap. Departemen Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. (tidak dipublikasikan). Nurisyah, S. 2001. Pengembangan Kawasan Wisata Agro (Agrotourism). Bulletin Taman dan Lanskap Indonesia 2001; 4(2): 20-23. Lobo, R.E., Goldman G.E. and others. 1999. Agricultural Tourism: Agritourism Benefits Agriculture in San Diego County, California Agriculture. California: University of California. Laurie, M. 1986. Pengantar Kepada Arsitektur Pertamanan. Bandung: PT. Intermatra.. Pasaribu, M., 1999. Kebijakan dan Dukungan PSD-PU dalam Pengembangan Agropolitan. Makalah pada Seminar Sehari Pengembangan Agropolitan dan Agribisnis serta Dukungan Prasarana dan Sarana, Jakarta, 3 Agustus 1999. Pitana, I Gde. 2002. Pengembangan Ekowisata di Bali. Makalah Disampaikan pada Seminar Ekowisata di Auditorium Universitas Udayana pada tanggal 29 Juni 2002. Paparan Bupati Magelang pada Sarasehan Nasional Agropolitan: Pelaksanaan Pengembangan Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang. Magelang, 15 Desember 2007. Profil Daerah Kabupaten Magelang. 2007. Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang. (tidak dipublikasikan). Rilla, E. 1999. Bring the City & County Together. California Coast and Ocean. Vol. 15, No. 2. 10p. Rustiadi, Ernan., Dardak, Emil Elestiano. 2007. Agropolitan: Strategi Pengembangan Pusat Pertumbuhan pada Kawasan Perdesaan. Katalog

110

Dalam Terbitan Perpustakaan Nasional RI. Bogor: Ditjen Penataan Ruang bekerjasama Crestpen Press. Rustiadi, Ernan, S. Hadi. 2004. Pengembangan Agropolitan Sebagai Strategi Pembangunan Perdesaan dan Pembangunan Berimbang. Di dalam: Pengembangan Agropolitan Sebagai Strategi Pembangunan Perdesaan di Wilayah Secara Berimbang. Bogor, 20 Agustus 2004. Bogor: Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB. Rustiadi, Ernan, Sugimin Pranoto. 2007. Agropolitan: Membangun Ekonomi Perdesaan. Bogor: Crestpen Press. Simonds, J.O. 1983. Landscape Architecture. United States of America: McGrawHill, Inc. Smith, Stephen L. J. 1989. Tourism Analysis: A Handbook. England: Longman Scientific and Technical. Subowo. 2002. Agrowisata Meningkatkan Pendapatan Petani. http://database.deptan.go.id/agrowisata [14 Juni 2008] Susanto, Ario Adi. 2007. Studi Potensi Agrowisata Berbasis Ecovillage Di Desa Sukaharja, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Program Studi Arsitektur Lanskap. Program Sarjana, IPB. Sutjipta, I Nyoman. 2001. Agrowisata. Diktat Magister Manajemen Agribisnis: Universitas Udayana. Bali. (tidak dipublikasikan). Syahrani, H.A. Husainie. 2001. Penerapan Agropolitan dan Agribisnis Dalam Pembangunan Ekonomi Daerah. FRONTIR Nomor 33, Maret 2001. Utama, I Gusti Bagus Rai. 2005. Buku Agrowisata. Bali: Universitas Udayana. www. wordpress.com. [tanggal akses 7 Juni 2008]. Utama, I Gusti Bagus Rai. 2007. Agrotourism as an alternative form of tourism in Bali [tesis]. Bali: Universitas Udayana. www.wordpress.com. http://www.budpar.go.id http://database.deptan.go.id www.farmstop.com http://www.ritc.or.id/~iklim/Pelatihan_pemanfaatan_informasi_iklim/12_13Maret 2008/Iklim%20dan%20Tanah.pdf (17 Juni 2008) http://en.wikipedia.org/wiki/Soil_classification (17 Juni 2008)

111

LAMPIRAN
Lampiran 1 Sifat Tanah Kawasan Agrowisata No Jenis Tanah Sifat Tanah 1. Latosol Dijumpai pada daerah CH>2000 mm/th, bulan kering<3 bulan Terbentuk dari bahan induk batu atau tufa volkan Pada medan berombah hingga bergunung 10-1000 mdpl Solum dalam (>1,5 m) Berwarna merah hingga coklat Tekstur liat, struktur lemah Konsistensi gembur dan homogen Tanah masam hingga agak masam Kadar BO rendah Keadaan hara sedang hingga lemah Permeabilitas baik dan tahan erosi 2. Andosol Dijumpai pada daerah dengan CH 2000 mm/th tanpa bulan kering yang pasti Terbentuk dari bahan induk tufa atau abu volkan Pada medan datar, agak miring, bergelombang atau dataran tinggi mulai dari 1000 mdpl Solum agak tebal, berwarna hitam sampai kuning Konsistensi gembur, tekstur kaya debu Kaya bahan organic di lapisan permukaan Fiksasi P tinggi, miskin N, P dan K, mineral liat dominant alofan, permeabilitas sedang, peka erosi air atau angin Sumber : Tim Pusat Penelitian Tanah Bogor (Halida, 2006)

112

Lampiran 2 Sifat-Sifat Tanah dalam Tingkat Ordo No 1. Ordo Alfisol Sifat Penciri Kejenuhan basa (jumlah kation) tinggi (lebih dari 35%), pada kedalaman 180 cm Keterangan Tanah-tanah dimana terdapat penimbunan liat di horizon bawah (=horizon agrilik) dan mempunyai kejenuhan basa (berdasar jumlah kation) tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horizon bawah ini berasal dari horizon di atasnya dan tercuci ke bawah bersama dengan gerakan air. Tanah ini dulu termasuk tanah Mediteran Merah Kuning sebagian. Latosol kadang-kadang juga podzolik Merah Kuning 2. 3. Andisol Aridisol Mempunyai sifat tanah andik Regim kelembaban tanah aridik (sangat kering) 4. Entisol Tanah-tanah yang mempunyai lapisan 36 cm dengan sifat andik, pada kedalaman 60 cm, tanah ini dulu disebut Andosol Tanah-tanah yang mempunyai regim kelembaban tanah aridik (sangat kering). Mempunyai epipedon ochrik, kadang-kadang dengan horizon penciri lain. Dulu disebut Desert Soils. Tanah yang masih sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horizon penciri lain kecuali epipedon ochrik, atau histik jika tanah sangat lembek (ENT = Recent= baru). Tanah ini dulu disebut tanah aluvial atau Regosol. 5. Gelisol Mempunyai sifat gelik (membeku Tanah yang selalu membeku karena suhu sangat dingin. sepanjang tahun)

113

No 6.

Ordo Histosol

Sifat Penciri -

Keterangan Tanah dengan kandungan bahan organic leih dari 20% atau C-Organik >12% (tekstur pasir), atau bahan organiklebih dari 30% (C-Organik >18%)(tekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan organic tinggi tersebutte balnya lebih dari 40 cm. (Histos = jaringan). Tanah ini sehari-hari disebut tanah gambut, tanah organic atau Organosol.

7.

Inceptisol

Merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol (inceptum = permulaan). Umumnya mempunyai horizon kambik. Karena tanah belum berkembang lanjut maka kebanyakan tanah ini cukup subur. Tanah ini dulu termasuk tanah Aluvial, regosol, Gleihumus, Latosol dan lain-lain.

8.

Mollisol

Kejenuhan basa (NH4OAc pH 7) seluruh solum lebih dari 50%

Tanah yang mempunyai epipedon molik, yaitu epipedon yang tebalnya lebih dari 18 cm, berwarna hitam (gelap) dengan value lembab 3, kandungan bahan organic lebih dari 1% (C-Organik > 0,6%), kejenuhan basa (NH4 OAc) lebih dari 50%. Agregasi tanah baik sehingga tanah tidak keras bila kering (Mollis = lunak). Kecuali itu seluruh solum tanah juga harus mempunyai kejenuhan basa ( NH4 Oac) > 50%. Tanah ini dulu disebut Chernozem, Brunizem, Rendzina, dan lain-lain.

9.

Spodosol

Tanah dimana di horizon bawah terjadi penimbunan Fe dan Al oksida dan humus (horizon spodik) sedang di lapisan atas terdapat horizon evuviasi (pencucian) yang berwarna pucat (albic). Tanah ini dulu disebut tanah Podzol.

114

No 10.

Ordo Oxisol

Sifat Penciri -

Keterangan Tanah tua sehingga mineral mudah lapuk tinggal sedikit (< 10%). Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas tukar kation rendah. KTK (NH4 OAc) 16 cmol (+)/ kg liat dan KTK efektif (Jumlah basa +Al 12 cmol (+)/kg liat. Banyak mengandung oksida-oksida besi atau oksida Al. Di lapang tanah ini menunjukkan batas-batas horizon yang tidak jelas. Tanah ini dulu disebut tanah Latosol (umumnya Latosol Merah atau Merah Kekuningan), Lateritik atau juga Podzolik Merah Kuning.

11.

Ultisol

Kejenuhan basa (jumlah kation) rendah (kurang dari 35%), pada kedalaman 180 cm

Tanah-tanah dimana terjadi penimbunan liat di horizon bawah (horizon argilik), bersifat masam, kejenuhan basa (jumlah kation) pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. Tanah ini dulu disebut tanah Podzolik Merah Kuning yang banyak terdapat di Indonesia. Kadang-kadang juga termasuk tanah Latosol dan Hidromorf kelabu.

12.

Vertisol

Sifat vertik (musim kering mengerut, tanah pecah-pecah, musim hujan mengembang tanah sangat lekat), lebih 30% liat

Tanah dengan kandungan liat tinggi (lebih dari 30%) di seluruh horizon, mempunyai sifat mengembang dan mengerut (sifat vertik). Kalau kering tanah mengerut sehingga tanah pecah-pecah dan keras, kalau basah mengembang dan lengket. Ditemukan bidang kilir (slicken side) dan struktur berbentuk baji. Tanah ini dulu disebut tanah Grumosol atau Margalit.

Sumber : Hardjowigeno, 2003

Anda mungkin juga menyukai