Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA DALAM PENGEMBANGAN TATA KELOLA

EKOWISATA BOWELE DI DESA PURWODADI KECAMATAN TIRTOYUDO


KABUPATEN MALANG
Prila Widyanisa, Ahmad Zaki Fadlur Rahman, Rachmad Gustomy
(Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Brawijaya, Malang)
(E-mail Korespondensi: prilawidyanisa@gmail.com )

ABSTRAK
Ekowisata Bowele merupakan salah satu kawasan pantai yang berpotensi bagus untuk
dikembangkan. Ekowisata Bowele menyimpan potensi yang tidak dimiliki oleh pantai-pantai
lain di Kabupaten Malang seperti surfing, snorkeling, diving, dan wisata bahari lainnya. Namun
dalam pengembangannya masih ditemukan kendala terkait tumpang tindih kewenangan antar
lembaga pengelola. Lembaga tersebut adalah Perhutani KPH Malang, LMDH Purwo Wono
Asri, Pokmaswas Purwodadi, Ladesta Bowele, dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Malang. Pada penelitian ini, tujuan peneliti adalah untuk mengetahui bagaimana
hubungan antar lembaga dalam pengelolaan Ekowisata Bowele di Desa Purwodadi Kecamatan
Tirtoyudo Kabupaten Malang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Peneliti dalam hal ini menggunakan Teori Rational
Choice Institutionalism (Peter A. Hall dan Rosemary C.R. Taylor) yang berisi empat indikator,
yaitu (1) Keterlibatan Aktor dalam Lembaga (2) Tindakan Aktor dalam Pencapaian Preferensi
(3) Interaksi Antar Lembaga dan Kepentingan Aktor, dan (4) Instrumen atau Aturan Lembaga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antar lembaga pengelola Ekowisata Bowele
dalam praktiknya masih tumpang tindih. Pengelolaan masih didominasi Perhutani KPH
Malang sebagai penerima bagi hasil terbanyak namun tidak melakukan peningkatan Ekowisata
Bowele. Pengembangan justru dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Malang dengan memberikan fasilitas pendukung melalui Ladesta. Pada sisi aturan terkait
perjanjian kerjasama pengelolaan, terdapat beberapa ketentuan pasal yang dianggap kurang
sesuai dan lebih menguntungkan Perhutani.

Kata Kunci :Hubungan Antar Lembaga, Kelembagaan, Tata Kelola, Ekowisata Bowele.

ABSTRACT

Bowele Ecotourism is the one of the coastal areas which have a good potention to develop. It
is have some potention that is not owned by other beaches in Malang Regency such as surfing,
snorkerling, diving, and many more. But, in its development still found some obstacles which
is related to overlapping authority. The institution is Perhutani KPH Malang, LMDH Purwo
Wono Asri, Pokmaswas Purwodadi, Ladesta Bowele, and Department of Tourism and Culture
Malang Regency. The purpose of this research is for knowing how the relation of the institution
in the development of Bowele Ecotourism in Purwodadi Village Tirtoyudo Subdistrict Malang
Regency. This research use descriptive qualitative method with case study approach. This
research also use Rational Choice Institutionalism Theory (Peter A. Hall and Rosemary C.R.
Taylor) which have four indicators, (1) Involvement of Actors within the Institutional, (2)
Actors’s Acts in the Achievement of Preference, (3) Interaction Between Institutions and the

Jurnal Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Vol. 03 No. 2 Tahun 2018 62


Actors’s Interests, (4) Instruments and Institutional Rules. The result of this research show that
the relation of the institutions in their practice is still overlapping. The management is still
dominated by Perhutani KPH Malang as a bigger revenue profit sharing but they didn’t do
any upgrading for Bowele Ecotourism. The development precisely did by Department of
Tourism and Culture Malang Regency who gave any supporting facilities through Ladesta. On
the side of the rules that related to management cooperation agreements, there are some
chapters that considered not suitable and more profitable for Perhutani.

Keywords : Institutional Relation, Institusional, Governance, Bowele Ecotourism.

PENDAHULUAN Diagram 1. Jumlah Kunjungan


Wisatawan Kabupaten Malang 2013-
Kawasan pesisir pantai merupakan
2016
kawasan yang memiliki potensi dalam
pengembangan sektor pariwisata,
khususnya dalam meningkatkan 5.849.544
pendapatan asli daerah (PAD). Salah satu
daerah yang mengembangkan potensi 3.654.482
3.251.367
pariwisatanya adalah Kabupaten Malang. 2.550.474
Rendra Kresna selaku Bupati Malang,
hingga tahun 2018 ini menjadikan kawasan
pantai sebagai prioritas dalam
pengembangan pariwisata di daerah. Oleh 2013 2014 2015 2016
karena itu, pengembangan potensi pantai- Jumlah Wisatawan…
pantai tersebut tentu memerlukan proses Sumber : Dinas Pariwisata dan
yang tepat dalam pengelolaannya. Kebudayaan Kabupaten Malang, 2018.
Peningkatan sektor pariwisata oleh Pengembangan potensi wisata
Pemkab Malang dilatarbelakangi oleh pantai di Kabupaten Malang dalam
jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten prosesnya masih ditemukan kendala.
Malang yang dari tahun ke tahun terus Pertama, kendala tersebut muncul karena
meningkat. Setiap tahunnya, jumlah keberadaan kawasan pantai berada pada
kunjungan wisatawan yang datang ke status kawasan hutan yang berada pada
Kabupaten Malang meningkat sekitar 26 % wilayah kerja Perhutani KPH Malang.
atau sekitar 1,5 juta orang. Pada tahun 2017 Jadi dalam hal ini, kawasan pantai yang
jumlah kunjungan wisatawan ditargetkan dikelola berada pada zona kawasan hutan
6,4 juta orang. Target tersebut dalam yang dilindungi. Keinginan Pemkab
praktiknya melebihi target hingga 10 persen Malang untuk dapat mengelola pantai harus
yakni sekitar 7 juta orang.1 Berikut melalui terlebih dahulu mengajukan ke tataran
Diagram 1.1 dapat diketahui data terkait pemerintah pusat, yakni Kementerian
jumlah kunjungan wisatawan dari tahun Lingkungan Hidup dan Kehutanan
2013 hingga 2016 yang terus mengalami Republik Indonesia.
peningkatan, yaitu :
Proses pengajuan itu pun memakan
waktu yang sangat panjang dan tidak
mudah dan melalui proses tukar guling
lahan. Terbukti hingga tahun 2018 ini,

1
Diakses melalui laman juta-wisatawan-kunjungin-kabupaten-malang-pada-
https://malang.merdeka.com/pariwisata/sekitar-7- 2017-lalu-180115f.html Pada Tanggal 1 Februari
2018 Pukul 16.40 WIB.

Jurnal Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Vol. 03 No. 2 Tahun 2018 63


Kabupaten Malang hanya dapat mengelola untuk melakukan Pengelolaan
2 (dua) pantai saja, yakni Pantai Hutan di Hutan Negara yang berada
Balekambang dan Pantai Ngliyep yang di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi
dikelola oleh Perusahaan Daerah (PD) Jasa Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat,
Yasa. Harapan Pemkab Malang kini adalah dan Provinsi Banten, kecuali hutan
terus menunggu adanya aturan baru yang konservasi, berdasarkan prinsip
memudahkan Pemkab agar nantinya bisa pengelolaan hutan lestari dan
saling menguntungkan antar kedua belah prinsip tata kelola perusahaan yang
pihak. baik.”
Berdasarkan Undang-Undang Dalam pasal tersebut sudah jelas disebutkan
tentang Pemerintah Daerah Nomor 23 bahwa untuk mengelola kawasan hutan
Tahun 2014, penyelenggaraan urusan yang berada di Provinsi Jawa dilakukan
bidang kehutanan, kelautan serta energi dan oleh Perum Perhutani. Segala bentuk proses
sumberdaya mineral dibagi antara yang ingin dilakukan oleh pihak lain untuk
pemerintah pusat dan provinsi. Dalam hal mengelola kawasan hutan tentu harus
ini, daerah kabupaten tidak memiliki melalui prosedur peraturan yang berlaku.
kewenangan dalam mengelola kawasan Inilah yang kemudian menjadikan daerah
pesisir laut yang notabene berada pada kabupaten tidak memiliki kewenangan
kawasan hutan. Namun dalam hal ini secara penuh dalam mengelola wisata yang
daerah kabupaten mendapatkan bagi hasil berada di kawasan hutan negara. Inilah
dimana pada pasal 14 ayat (6) disebutkan yang menjadi kendala yang dihadapi oleh
bahwa perhitungan bagi hasil kelautan Pemkab Malang hingga saat ini.
berada dalam batas wilayah 4 (empat) mil
Demi terkendalinya proses
diukur dari garis pantai ke arah laut lepas. pengelolaan kawasan pantai di Kabupaten
Batas tersebut hanya semata keperluan bagi Malang, maka Pemkab menekankan kepada
hasil, sedangkan kewenangan hingga 12 desa agar menjalin kerjasama dengan
(dua belas mil) tetap berada pada daerah Perhutani. Dalam hal ini selain di kawasan
provinsi. desa hutan sudah terbentuk LMDH
Sehingga dalam hal ini, kabupaten (Lembaga Masyarakat Desa Hutan),
memang tidak memiliki kewenangan penuh Pemkab melalui Dinas Pariwisata dan
dalam mengelola kawasan pesisir sekalipun Kebudayaan membentuk Pokdarwis untuk
itu untuk pariwisata harus melalui proses menggerakkan potensi wisata yang ada di
perizinan terlebih dahulu sesuai undang- desa-desa yang berada di lahan Perhutani
undang yang berlaku dalam hal ini Undang- dapat dikelola bersama dengan masyarakat.
Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Kawasan pantai di Kabupaten
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Malang yang berpotensi untuk
Pulau Kecil. Selanjutnya kewenangan dikembangkan sebagai wisata memang
pemerintah pusat terkait pengelolaan berada di wilayah lingkup kerja Perhutani
kawasan hutan secara lebih rinci KPH Malang. Potensi itulah yang
dituangkan dalam Peraturan Pemerintah kemudian turut dimanfaatkan secara
Nomor 72 Tahun 2010 tentang Perum maksimal oleh Perhutani KPH Malang
Kehutanan Negara disebutkan pada pasal 3 dalam mengembangkan wisata. Kawasan
bahwa :2 wisata pantai yang sudah resmi dikelola
“Pemerintah melanjutkan Perhutani KPH Malang bersama LMDH
penugasan kepada Perusahaan berjumlah 28 pantai. Hingga tahun 2018 ini

2
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010
tentang Perusahaan Umum (Perum) Perum
Kehutanan Negara, Pasal 3.

Jurnal Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Vol. 03 No. 2 Tahun 2018 64


destinasi wisata yang dikelola Perhutani muncul antar lembaga pengelola. Adanya
KPH Malang bersama dengan LMDH pro dan kontra tentu menjadi salah satu
mencapai 138 wana wisata. Tingkat bentuk gesekan yang dapat terjadi jika
kunjungan pada obyek-obyek wisata yang terdapat lembaga yang berbeda-beda
dikelola pun dari tahun ke tahun mengalami namun sama-sama mengelola kawasan
peningkatan. Berikut dapat diketahui yang sama.
melalui Diagram 2 : Berdasarkan penjelasan tersebut,
Diagram 2. Realisasi Pengunjung Wana kemudian peneliti memfokuskan penelitian
Wisata Perhutani KPH Malang Tahun terkait pada relasi antar lembaga yang
2013-2017 saling terlibat dalam proses pengelolaan
Ekowisata Bowele dengan menjabarkan
13.757.646
terkait aktor-aktor kelembagaan yang
9.848.511 terlibat saling berinteraksi dalam proses
pengelolaan kawasan Ekowisata Bowele.
4.752.915
3.134.836 3.151.321

Teori Institusionalisme Baru (New


2013 2014 2015 2016 2017 Institutionalism Theory)
Jumlah Wisatawan (orang) Teori Institusionalisme Baru (New
Institutionalism) lahir dan berangkat dari
Sumber : Humas Perhutani KPH Malang, adanya keresahan terhadap Institusionalisme
2018 Lama yang lebih berkutat pada institusi atau
lembaga-lembaga negara, baik secara
Penelitian ini kemudian secara struktur organisasional negara secara statis.
khusus membahas salah satu pengelolaan Bagi penganut Institusionalisme Baru, pokok
pantai di Kabupaten Malang, yakni masalah ialah bagaimana membentuk
kawasan pantai pada Ekowisata Bowele di institusi yang dapat menghimpun secara
Desa Purwodadi, Kecamatan Tirtoyudo, efektif sebanyak mungkin preferensi dari
Kabupaten Malang. Alasannya adalah para aktor untuk menentukan kepentingan
karena daya tarik dan potensi Ekowisata kolektif.3 Inilah yang kemudian menjadi
Bowele yang sangat bagus untuk
bagian kajian terpenting yang mendasari
dikembangkan, namun terdapat
teori institutionalisme baru.
permasalahan pada proses tata kelolanya
yang melibatkan beberapa aktor Titik keberangkatan yang disajikan
kelembagaan. Lembaga-lembaga tersebut oleh institusionalisme baru adalah dalam segi
antara lain Perhutani KPH Malang, LMDH gerakan sepanjang enam garis analisis :4
Purwo Wono Asri, Pokmaswas Purwodadi, 1. Dari fokus terhadap organisasi
Ladesta Bowele, dan Dinas Pariwisata dan menuju fokus pada peraturan;
Kebudayaan Kabupaten Malang. 2. Dari konsepsi formal tentang institusi
Keterlibatan beberapa lembaga menuju yang informal;
yang tersebut dalam praktiknya mengalami 3. Dari konsepsi statis tentang institusi
berbagai dinamika. Hal ini dikarenakan menuju konsep dinamis;
setiap lembaga-lembaga yang terlibat 4. Dari berkubang dalam nilai menjadi
memiliki tugas dan fungsi yang berbeda- posisi kritis terhadap nilai;
beda. Selain itu dalam pengelolaan 5. Dari konsepsi institusi holistik
ditemukan beberapa permasalahan yang menjadi terpisah-pisah;

3 4
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, David Marsh dan Gerry Stoker, Teori dan Metode
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, Hlm. 99. dalam Ilmu Politik, Nusa Media, Bandung, 2012,
Hlm. 116.

Jurnal Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Vol. 03 No. 2 Tahun 2018 65


6. Dari independensi menjadi lembaga-lembaga yang berkaitan mampu
kemelekatan. memaksimalkan kegunaan mereka ditengah
sistem aturan dan perbedaan kepentingan
Perbedaan yang menonjol terletak
antar lembaga yang sama-sama mengelola
pada usaha Institusionalisme Baru untuk
kawasan Ekowisata Bowele.
lebih menguji model teoritis tentang
bagaimana institusi mempengaruhi perilaku.
Perhatian baru diberikan pada cara institusi Teori Rational Choice Institutionalism
mewujudkan nilai dan relasi kekuasaan, dan
terhadap rintangan juga peluang yang Teori Institusionalis Pilihan Rasional
menghadang desain institusional.5 bermula dari adanya pendekatan pilihan
Institusionalisme Baru lahir dengan beberapa rasional dan pendekatan institusionalisme.
cabang variasi. Berikut menurut Guy Petter Teori pilihan rasional bergantung pada
(1999) sebagaimana disebutkan oleh Marsh kekuatan analitisnya atas keputusan
dan Stoker (2012) :6 memaksimalkan nilai kegunaan individu.
Terlepas dari dasar individualistik yang
1. Institusionalis Normatif mempelajari mendasari pendekatan analitiknya, para
bagaimana norma dan nilai yang pelaku kebijakan pilihan rasional telah
dikandung dalam institusi politik memahami dengan jelas bahwa kebanyakan
membentuk perilaku individu; kehidupan politik terjadi di dalam institusi
2. Institusionalis Pilihan Rasional (Tsebelis, dalam Peter 1999).7 Oleh karena
menyatakan bahwa institusi politik itu, Rational Choice Institutionalism
adalah sistem aturan dan desakan memberikan cara pandang terkait bagaimana
yang di dalamnya individu berusaha aktor bertindak di dalam institusi dan
untuk mekasimalkan kegunaan memaksimalkan peranan mereka.
mereka;
3. Institusionalis historis melihat pada Pada semua pendekatan teoritis ini,
bagaimana pilihan yang dibuat lembaga-lembaga dikonseptualisasikan
tentang desain institusional sistem sebagai kumpulan aturan dan insentif yang
pemerintahan mempengaruhi menetapkan kondisi-kondisi tertentu untuk
pembuatan keputusan individu di rasionalitas yang terikat, dan karena itu
masa depan; membentuk ruang politik di mana banyak
4. Institusionalis Empiris lebih aktor politik yang saling bergantung dapat
mengelompokkan berbagai jenis berfungsi.8 Menurut Hall & Taylor (1996),
institusionali dan menganalisis terdapat empat fitur penting yang ditekankan
dampak praktisnya terhadap kinerja dalam melakukan analisis terhadap
pemerintah; pendekatan Rational Choice
5. Institusionalis Internasional Institutionalism, yaitu :
menunjukkan bahwa perilaku negara 1. Keterlibatan Aktor dalam Lembaga
disetir oleh desakan struktural
(formal dan informal) atau kehidupan Pelaku Rational Choice
politik internasional; Institutionalism menggunakan seperangkat
asumsi perilaku yang khusus. Aktor-aktor
Berdasarkan ketujuh cabang di atas, dalam bertindak berdasarkan atas dorongan
penelitian ini menggunakan cabang kepentingan rasional, baik untuk
Institusionalis Pilihan Rasional. Dalam hal menjalankan peranannya dalam institusi
ini, peneliti akan melihat bagaimana maupun untuk pencapaian tujuan. Dalam hal

5 7
Ibid, Hlm. 121. B. Guy Peters, Institutionalism Theory In Political
6
Ibid, Hlm. 115. Science The ‘New Institutionalism’, PINTER,
London and New York : PINTER, 1999, Hlm. 43.
8
Ibid, Hlm. 44.

Jurnal Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Vol. 03 No. 2 Tahun 2018 66


ini, peran-peran aktor secara khusus dalam juga berdasarkan instrumen atau aturan yang
suatu lembaga akan berbeda-beda dalam telah dibuat oleh lembaga tersebut.
menjalankan fungsi lembaganya. Sebab tiap-
tiap lembaga memiliki aturan khusus dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya. METODE PENELITIAN
2. Tindakan Aktor dalam Pencapaian Penilitian ini menggunakan metode
Preferensi kualitatif dengan pendekatan studi kasus
eksplanatoris. Hal ini dikarenakan sesuai
Preferensi merupakan hal yang dengan pertanyaan penelitian “bagaimana”
sangat ditekankan dalam pendekatan dan “mengapa”. Pengambilan data dalam
Rational Choice Institutionalism. Preferensi penelitian ini melalui proses observasi
dalam hal ini diberlakukan sebagai aktor-
langsung, wawancara dengan teknik
aktor yang berinteraksi dengan aktor lain, penentuan informan menggunakan purposive
khususnya institusi yang dipahami sebagai sampling, dan dokumentasi. Penelitian ini
bentuk permainan.9 Hal inilah yang berfokus pada hubungan antar lembaga
menyebabkan adanya kepentingan- dalam pengelolaan Ekowisata Bowele.
kepentingan tertentu yang dilakukan oleh Penelitian dilakukan di Perhutani KPH
para aktor dalam lembaga dalam mencapai Malang, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
preferensi lembaganya masing-masing. Kabupaten Malang, LMDH Purwo Wono
3. Interaksi Antar Lembaga Asri, Pokmaswas Purwodadi, dan Ladesta
Bowele.
Rational Choice Instutionalism
dipahami dalam mencapai preferensi adalah Analisis data yang digunakan pada
dengan cara institusi hadir dengan studi kasus ini pertama menggunakan
menyediakan jaringan yang hebat.10 Jaringan strategi umum sesuai anjuran Robert K. Yin
yang dimaksud ini adalah hubungan atau dengan menggunakan analisis data model
interaksi yang dilakukan degan lembaga- interaktif Huberman dan Miles . Kemudian
lembaga lain. Interaksi ini dapat melihat secara lebih khusus menurut Robert K. Yin,
bagaimana lembaga satu dengan lainnya analisis data dilakukan dengan penjodohan
yang berbeda saling berhubungan namun pola. Penjodohan pola yang dia maksud
dalam konteks pelaksanaan tugas atau adalah peneliti mempertemukan atau
kepentingan yang sama. mencocokkan atau membandingkan
ide/gagasan yang ditemukan dalam
4. Instrumen atau Aturan Lembaga
penelitian dengan ide/gagasan yang dimiliki
Para pelaku pilihan rasional oleh peneliti bedasarkan literatur. 12
menggunakan deduksi untuk mendapatkan
spesifikasi fungsi dari fungsi yang dilakukan
oleh institusi. Mereka kemudian menjelaskan HASIL DAN PEMBAHASAN
keberadaan institusi tersebut dengan Ekowisata Bowele merupakan
mengacu pada nilai fungsi tersebut bagi aktor suatu rangkaian pantai yang tergabung dalam
yang terkena dampak institusi itu sendiri.11 satu kawasan. Nama ‘‘Bowele” sendiri
Keberadaan institusi tersebut mengacu pada merupakan akronim dari Pantai Bolu-Bolu,
nilai fungsi tersebut bagi aktor yang terkena Pantai Wedi Awu, dan Pantai Lenggoksono.
dampak institusi itu sendiri. Dapat Tidak hanya ketiga pantai itu, terdapat pula
disimpulkan bahwa para aktor menciptakan Teluk Kletakan yang digunakan sebagai
sebuah institusi untuk mewujudkan nilai ini lokasi konservasi terumbu karang dan juga

9 12
Ibid, Hlm. 8. Robert. K. Yin, Studi Kasus, Desain dan Metode,
10
Ibid, Hlm. 14 PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2015, Hlm.112.
11
Peter A. Hall dan Rosemary C.R Taylor, Op.Cit,
Hlm. 13

Jurnal Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Vol. 03 No. 2 Tahun 2018 67


zona inti Pulau Gadung yang merupakan Fase Penggalian Potensi
lokasi konservasi lobster langka. Rangkaian dan Gerakan Konservasi
beberapa pantai yang tergabung tersebut
kemudian dijadikan sebagai kawasan
ekowisata yang menunjang spot untuk Fase Mandiri
surfing, diving, fishing, dan snorkeling yang (Pengelolaan oleh Desa)
menarik di Kabupaten Malang.
Pengembangan Ekowisata Bowele Fase Kerjasama (LMDH
dengan Perhutani)
dalam praktiknya dikelola oleh beberapa
aktor lembaga. Lembaga tersebut adalah
Perhutani KPH Malang sebagai pemilik Fase Pengelolaan
lahan kawasan hutan pesisir Bowele, LMDH Ekowisata Bowele
Purwo Wono Asri sebagai jembatan
Sumber : Data Olahan Peneliti, 2018.
masyarakat desa hutan dengan Perhutani,
Pokmaswas Purwodadi, Ladesta Bowele dan
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan a. Keterlibatan Pokmaswas (Fase
Kabupaten Malang. Berikut ini, peneliti Penggalian Potensi dan Gerakan
secara lebih fokus menjelaskan terkait Konsevasi)
pengelolaan Ekowisata Bowele yang
dikelola oleh beberapa lembaga. Berikut Pokmaswas memiliki
hasil analisis sesuai indikator dari Rational keterlibatan yang cukup penting
Choice Institutionalism : dalam identifikasi potensi kawasan
Pantai Bowele dibantu dengan
1. Keterlibatan Aktor dalam Lembaga akademisi dari Universitas Brawijaya
Keterlibatan aktor dalam hal ini Malang . Hingga di tahun 2015
terkait dengan bagaimana aktor-aktor dengan adanya kegiatan Jelajah 100
kelembagaan yang terlibat saling Pantai dari Jawa Pos menjadikan
memaksimalkan peranannya sesuai kawasan ini mulai dikenal publik dan
dengan penjelasan Teori Rational Choice ramai dikunjungi oleh wisatawan.
Institutionalism. Proses pengelolaan Dalam hal ini Pokmaswas
kawasan Ekowisata Bowele sebagai memiliki kedudukan yang cukup
salah satu kawasan ekowisata pantai di penting. Kewenangan yang dimiliki
Kabupaten Malang melalui beberapa Pokmaswas secara khusus adalah
dinamika. Hal ini dikarenakan melakukan pengawasan terhadap
pengembangan kawasan tersebut pemanfaatan sumberdaya laut dan
melibatkan beberapa aktor-aktor yang pesisir. Selain itu Pokmaswas turut
sama-sama memiliki kepentingan dalam melaksanakan kegiatan konservasi
mengelola kawasan wisata Ekowisata terumbu karang dan koordinasi
Bowele tersebut. perahu wisata pada kawasan
Pengelolaan kawasan Ekowisata Ekowisata Bowele hingga saat ini.
Bowele pada perkembangannya melalui b. Keterlibatan Pemerintah Desa
beberapa fase. Fase-fase inilah yang (Fase Mandiri)
kemudian secara lebih lanjut
menggambarkan keterlibatan aktor Hingga pada tahap kedua
lembaga pengelola Ekowisata Bowele. inilah secara mandiri desa memulai
Berikut merupakan fase pengembangan untuk mengelola dan menarik biaya
Ekowisata Bowele : tiket masuk. Kunjungan wisatawan
yang semakin meningkat
Bagan 1. Fase Pengelolaan Ekowisata berimplikasi pada pendapatan desa
Bowele yang juga semakin meningkat.

Jurnal Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Vol. 03 No. 2 Tahun 2018 68


Bahkan dalam satu hari, desa secara Kabupaten Malang bermitra dengan
mandiri mampu memperoleh Rp. Perhutani KPH Malang.
22.000.000,- dari penjualan tiket. Kerjasama yang dilakukan
Namun pengelolaan yang Perhutani dan LMDH ini merupakan
dilakukan secara mandiri ternyata wujud PHBM (Pengelolaan Hutan
tidak berjalan lama karena terdapat Bersama Masyarakat). Dalam hal ini
permasalahan terkait penarikan tiket keterlibatan LMDH yang dulunya
masuk yang dianggap ilegal. Hal ini hanya sebagai jembatan untuk bagi
dikarenakan penjualan tiket belum hasil hutan seperti kayu dan
dipajakkan secara resmi ke Dinas perkebunan dengan Perhutani kini
Pendapatan Kabupaten Malang. pada pengelolaan Ekowisata Bowele
Sehingga hal ini menjadi bermasalah adalah dengan melakukan penjualan
dan harus berurusan dengan pihak tiket masuk lokasi wisata dan
kepolisian. memperoleh bagi hasil dari penjualan
tiket tersebut.
c. Keterlibatan LMDH dan
Perhutani (Fase Kerjasama) d. Keterlibatan Ladesta (Fase
Pengelolaan Ekowisata Bowele)
Kegagalan proses
pengelolaan pada fase kemandirian Kehadiran Ladesta ini tidak
tersebut yang kemudian pengelolaan terlepas dari lembaga membentuknya
beralih pada fase ketiga, yakni fase yakni Dinas Pariwisata dan
kerjasama. Kerjasama yang Kebudayaan Kabupaten Malang.
dimaksud ini berkaitan dengan status Tujuan pembentukan Ladesta adalah
wilayah pesisir Ekowisata Bowele untuk mengenalkan dan
merupakan kawasan hutan yang menggerakkan potensi wisata di desa.
berada di bawah lingkup kerja Keterlibatan Ladesta Bowele pada
Perhutani KPH Malang. Oleh karena pengelolaan Ekowisata Bowele ini
itu, keberlanjutan pengelolaan berpengaruh penting dalam
kawasan Ekowisata Bowele harus pengembangannya. Sebab melalui
dikerjasamakan. Solusi agar Ladesta Bowele inilah yang
Ekowisata Bowele dapat terus menyediakan fasilitas-fasilitas
dikelola secara resmi adalah dengan penunjang wisata untuk kegiatan
dikerjasamakan dengan Perhutani, surfing, diving, dan snorkeling.
melalui LMDH yang merupakan Ladesta ini pula lah yang kemudian
mitra kerja Perhutani di desa yang melakukan promosi untuk
berada pada kawasan hutan. mengenalkan Ekowisata Bowele.
Keterlibatan LMDH Purwo Lembaga-lembaga yang terlibat
Wono Asri ini tidak lepas dari adanya dalam pengelolaan Ekowisata Bowele pada
Nota Kesepahaman atau MoU antara dasarnya memiliki keterkaitan satu sama
Bupati Malang dengan Administratur lain. Jika dikaitkan hubungan antara
Perhutani KPH Malang pada tahun Pokmaswas Purwodadi, LMDH Purwo
2004. landasan untuk bermitra Wono Asri, dan Ladesta Bowele, ketiganya
dengan Perum Perhutani di wilayah memiliki persamaan yakni lembaga
pemangkuan hutan Malang adalah masyarakat desa yang anggotanya sama-
adanya nota kesepahaman Nomor : sama dari masyarakat Desa Purwodadi.
86 / 001.2 / PMDH dan atau Nomor : Bahkan secara anggotaan yang peneliti
180 / 248 / PKS / 421.012 / 2004 yang temukan di lapangan, beberapa anggota
hingga saat ini dijadikan sebagai suatu lembaga dapat merangkap menjadi
landasan masyarakat desa hutan di anggota lembaga lainnya.

Jurnal Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Vol. 03 No. 2 Tahun 2018 69


Terkait dengan perbedaannya, yaitu Perhutani. Sekalipun ada investor atau
terletak pada manajemen fungsi pihak ketiga, kedudukan LMDH ini tidak
kelembagaannya. LMDH Purwo Wono dapat dilepaskan. Hal ini sebagai wujud
Asri memiliki kewenangan dalam PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama
penjualan tiket yang dilakukan melaui Masyarakat) yang dilakukan Perhutani.
adanya kerjasama dengan Perhutani KPH Preferensi ini dicapai dengan melibatkan
Malang. Ladesta Bowele berwenang dalam LMDH Purwo Wono Asri sebagai
penyediaan fasilitas pendukung dan jembatan Perhutani KPH Malang untuk
penunjang wisata dengan dibantu menjual tiket masuk Ekowisata Bowele.
penyediaannya oleh Dinas Pariwisata dan Setiap LMDH yang bekerjasama
Kebudayaan Kabupaten Malang. akan memiliki legalitas secara sah
Sedangkan Pokmaswas Purwodadi dalam
dengan adanya perjanjian kerjasama.
hal ini lebih pada pengawasan perairan Pertama adalah Perjanjian Kerjasama
Ekowisata Bowele dan melakukan Wengkon yang merupakan perjanjian
koordinasi perahu wisata yang dikelola kerjasama induk. Artinya memuat secara
bersama-sama Ladesta Bowele. keseluruhan mekanisme bagi hasil
2. Tindakan Aktor dalam Pencapaian pengelolaan hutan. Kedua adalah
Preferensi Perjanjian Kerjasama Mikro, yang
merupakan bagian dari Perjanjian
Tindakan Aktor dalam Pencapaian
Kerjasama Wengkon yang lebih spesifik
Preferensi ini merupakan bagaimana
pada perjanjian di bidang tertentu.
aktor yang terlibat mampu melakukan
Sebagai contoh adalah terkait wisata
pencapaian preferensi atau tujuan yang
masuk ke Perjanjian Kerjasama Mikro.
ingin dicapai. Tentu setiap aktor
kelembagaan yang berbeda akan Lembaga selanjutnya, yakni Dinas
memiliki tujuan masing-masing yang Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
berbeda. Namun walau begitu, lembaga- Malang tentu memiliki preferensi pula
lembaga tersebut menjalankan fungsi dalam hal ini. Yakni adalah untuk
yang berbeda-beda tersebut pada tempat mengembangkan potensi wisata
yang sama, yaitu pada kawasan Kabupaten Malang dari tingkat desa.
Ekowisata Bowele. Untuk mewujudkan preferensinya itu
dibentuklah Pokdarwis (Kelompok Sadar
Pengembangan sektor pariwisata di
Wisata). Pokdarwis ini kemudian jika
Kabupaten Malang tidak hanya
mampu menggerakkan potensi desa
dilakukan oleh Pemkab Malang saja.
menjadi desa wisata, maka akan
Salah satu yang turut terlibat dalam
ditingkatkan statusnya menjadi Ladesta
pengembangan sektor pariwisata adalah
(Lembaga Desa Wisata). Ladesta Bowele
Perhutani KPH Malang. Secara khusus,
ini merupakan salah satu bagian dari
Perhutani KPH Malang melakukan
Desa Wisata Bowele Purwodadi.
pengembangan sektor pariwisata alam.
Pengembangan sektor pariwisata yang Pada pengelolaan Ekowisata
dilakukan oleh Perhutani KPH Malang Bowele sendiri, Dinas Pariwisata dan
tidak lepas dari produksi kayu yang mulai Kebudayaan Kabupaten Malang untuk
dikurangi oleh Perhutani. mencapai preferensinya melalui cara
yaitu memberikan bantuan-bantuan
Pengembangan sektor pariwisata
fasilitas untuk mengembangkan
yang dilakukan oleh Perhutani KPH
Ekowisata Bowele dan memberikan
Malang dapat diwujudkan dengan
pelatihan-pelatihan kepada aktor Ladesta
melibatkan LMDH. LMDH merupakan
Bowele untuk dapat memberikan
lembaga masyarakat yang sifatnya wajib
pelayanan terhadap wisatawan dengan
ada untuk bisa bekerjasama dengan
baik. Sehingga ini akan berimplikasi

Jurnal Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Vol. 03 No. 2 Tahun 2018 70


pada perkembangan kawasan Ekowisata penjualan tiket. Ini yang kemudian
Bowele sendiri. menjadikan aktor Ladesta dalam kegiatan
evaluasi selanjutnya ingin melakukan
3. Interaksi Antar Lembaga
perombakan terhadap keanggotaan
Terlepas dari adanya kepentingan- LMDH dengan memasukkan beberapa
kepentingan yang berbeda-beda dari aktor dari Ladesta dan Pokmaswas.
setiap lembaga tersebut, namun pada Sebab adanya konflik internal yang
praktiknya lembaga-lembaga tersebut terjadi tersebut menjadikan proses
saling berhubungan satu sama lain. Inilah pengembangan Ekowisata Bowele
yang dimaksud dari adanya interaksi menjadi terhambat dan tingkat kunjungan
antar lembaga. Interaksi dalam hal ini menjadi menurun.
erat kaitannya pada asal mula lembaga itu
terbentuk. Kemudian berlanjut
bagaimana hubungan antar lembaga 4. Instrumen atau Aturan Lembaga
pembentuk dengan lembaga yang Pelaksanaan teknis dalam
dibentuknya itu. Serta, terkait lembaga- melakukan suatu manajemen
lembaga yang terbentuk tersebut pengelolaan dalam suatu lembaga tidak
berinteraksi dengan lembaga lainnya. terlepas dari adanya aturan atau hukum
Lembaga-lembaga yang saling yang berlaku. Instrumen atau aturan
terlibat dalam praktiknya memiliki kelembagaan ini merupakan acuan bagi
keterkaitan satu sama lain. Ladesta dan lembaga yang terkait untuk dapat
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan menjalankan tugas dan fungsinya. Hal
Kabupaten Malang memiliki hubungan inilah yang kemudian dijadikan oleh
langsung karena merupakan lembaga lembaga sebagai dasar hukum jika suatu
turunan yang dibentuk. Kaduanya dapat lembaga pula mendapati adanya
berinteraksi secara langsung terkait permasalahan dalam lembaga tersebut.
bantuan maupun kebutuhan dalam Pengelolaan Ekowisata Bowele
pengembangan Ekowisata Bowele. tidak terlepas dari adanya aturan
Sedangkan untuk Dinas Pariwisata dan perundang-undangan atau hukum yang
Kebudayaan Kabupaten Malang dan berlaku. Dalam pelaksanaan proses
Perhutani KPH Malang memiliki pengelolaan kawasan pantai di
hubungan yang tidak langsung. Interaksi Kabupaten Malang, Perhutani KPH
bahkan tidak terjadi diantara keduanya. Malang berpedoman pada SK 395 Tahun
LMDH dan Perhutani dalam hal 2011 tentang Penunjukan Luas Kawasan
ticketing juga memiliki hubungan Hutan di Jawa Timur dan Peraturan
langsung. Perhutani sebagai penerima Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010
bagi hasil terbanyak tidak melakukan Tentang Perusahaan Umum (Perum)
peningkatan fasilitas untuk Kehutanan Negara sebagai dasar
mengembangkan Ekowisata Bowele. mengelola kawasan hutan.
Inilah yang kemudian membuat aktor Berdasarkan poin-poin pada Pasal 3
Ladesta dan Pokmaswas tidak terima ayat (4) PP Nomor 72 Tahun 2010 pada
dengan hal tersebut. Sedangkan Ladesta huruf (c) dan (e) kawasan hutan negara
dan LMDH memiliki hubungan yang dapat dikerjasamakan dengan pihak lain.
sejajar dan langsung. Dalam konteks ini, seperti Pemkab
Terdapat permasalahan yang Malang dalam mengelola kawasan pantai
muncul dalam kelembagaan Ladesta yang notabene berada di lingkup kerja
dengan LMDH. Adanya proses yang Perhutani KPH Malang dapat melakukan
tidak transparanan yang dilakukan oleh kerjasama dengan cara pinjam pakai atau
beberapa aktor LMDH terkait bagi hasil tukar menukar kawasan hutan. Yang

Jurnal Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Vol. 03 No. 2 Tahun 2018 71


sudah dilakukan oleh Pemkab Malang tersebut merupakan bagian dari Pihak
adalah tukar menukar lahan untuk Pertama yakni Perhutani KPH
mengelola Pantai Balekambang dan Malang yang sudah jelas-jelas
Pantai Ngliyep. Proses yang rumit inilah memperoleh bagian lebih banyak
yang kemudian menjadikan Pemkab yakni 38%;
untuk menggerakkan desa agar 4) Maksud dari hal tersebut, sudah
bekerjasama dengan Perhutani. Dengan seharusnya mitra kelola seperti Tim
kerjasama ini, Pemkab akan memperoleh PU KPH, Tim BKPH, dan Pimkopkar
bagi hasil pajak porporasi 20 %. KPH Malang sudah diberikan jatah
Terkait aturan lembaga dalam bagi hasil yang diperoleh dari Pihak
kelembagaan pengelola Ekowisata Pertama sebesar 38% dan sudah
Bowele. Tahun 2018 merupakan tahun termasuk di dalamnya;
ketiga dimana Perjanjian Kerjasama 5) Hal ini juga mempertimbangkan
LMDH Purwo Wono Asri dengan bahwa tidak seharusnya lembaga
Perhutani KPH Malang. Pada saat masyarakat desa yang lebih banyak
penelitian ini berlangsung, aktor-aktor andil di lokasi pengelolaan justru
yang terlibat dalam pengelolaan kawasan mendapatkan hasil yang tidak
Ekowisata Bowele sedang merancang setimpal;
agenda evaluasi terhadap kelembagaan
LMDH. Salah satu evaluasi yang 6) Penghapusan bagi hasil beberapa
dilakukan adalah merubah beberapa mitra kelola yang dimaksud
ketentuan pasal pada perjanjian kemudian akan diganti dengan
kerjasama. Hal ini berkaitan dengan pengalihan prosentase bagi hasil yang
ketentuan bagi hasil pengelolaan. dihapus ke lembaga masyarakat desa
di Purwodadi.
Dalam hal ini, pihak Ladesta
Bowele yang diwakili oleh Pokdarwis
banyak meminta pertimbangan dari ahli Hal ini juga kemudian yang diharapkan
hukum terkait isi perjanjian kerjasama dapat meredam konflik yang bersifat tidak
tersebut. Selanjutnya, untuk bahan timbul dalam LMDH Purwo Wono Asri
evaluasi tahun 2018 adalah dengan agar segera terselesaikan dengan
mengubah isi pasal dalam ketentuan bagi melakukan reorganisasi pengurus.
hasil yang tertera pada Perjanjian Tujuannya tidak lain adalah untuk
Kerjasama LMDH Purwo Wono Asri meningkatkan jumlah kunjungan
dengan Perhutani KPH Malang Nomor: Ekowisata Bowele yang hingga pada saat
159/044.6/PKS/MLG/DIVREJATIM/20 ini mengalami penurunan. Dengan
17, yaitu dengan pertimbangan sebagai mensinergikan aktor-aktor yang memiliki
berikut : banyak kepentingan melalui evaluasi
1) Pada bagian penerimaan bagi hasil perjanjian kerjasama dengan Perhutani
kerjasama yang diberikan kepada KPH Malang, maka nantinya akan
Mitra Kelola akan ditinjau kembali diperoleh hasil perjanjian kerjasama yang
dengan menghapus beberapa sesuai dengan kesepakatan antar semua
penerima; pihak. Sehingga legalitas perjanjian
kerjasama yang disahkan dapat menjadi
2) Penerima bagi hasil yang dimaksud acuan dalam melakukan roda kelembagaan
untuk ditiadakan adalah Tim PU dengan baik dalam mengelola kawasan
KPH, Tim BKPH, dan Primkopkar
Ekowisata Bowele di Desa Purwodadi.
KPH Malang;
3) Penerima tersebut dianggap tidak
relevan lagi, karena penerima KESIMPULAN

Jurnal Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Vol. 03 No. 2 Tahun 2018 72


1. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan terkait pasal-pasal yang dianggap
Kabupaten Malang, Ladesta, dan merugikan pihak lembaga
Pokmaswas memaksimalkan fungsi masyarakat dan lebih
mereka dengan fokus pada menguntungkan pihak Perhutani.
peningkatan Ekowisata Bowele.
LMDH dan Perhutani KPH Malang
memaksimalkan peran mereka REKOMENDASI
dalam bentuk manajemen ticketing. 1. Perhutani KPH Malang dan Pemkab
Dominasi pengelolaan dilakukan Malang seharusnya dapat bersinergi
oleh Perhutani KPH Malang, karena membuat kesepakatan yang saling
sebagai pemilik lahan hutan menguntungkan dalam
sehingga mendapat bagi hasil yang pengembangan wisata alam.
lebih banyak namun tidak
melakukan perkembangan baru 2. Perhutani sebagai pemilik kawasan
guna menunjang peningkatan hutan yang dikembangkan sebagai
Ekowisata Bowele. wisata seharusnya turut melakukan
peningkatan fasilitas dan tidak hanya
2. Disparbud membentuk Ladesta fokus pada penjualan tiket saja.
guna meningkatkan pariwisata Perhutani semestinya dapat
Kabupaten Malang melalui tingkat memahami bahwa Pemkab Malang
desa. Perhutani KPH Malang yang juga turut mengembangkan wisata
notabene lebih fokus pada produksi yang dikelolanya dengan biaya yang
kayu, kini semakin meningkatkan tidak sedikit.
preferensinya untuk mengelola
wisata melalui kerjasama dengan 3. Gesekan-gesekan yang terjadi dalam
LMDH. LMDH merupakan lembaga harus segera terselesaikan
lembaga yang wajib ada untuk agar tidak menimbulkan konflik yang
bekerjasama dengan Perhutani. berkelanjutan. Pembagian tugas dan
wewenang yang tepat dan sesuai
3. Hubungan antar lembaga yang kesepakatan nantinya akan
saling berinteraksi dalam berdampak pada keselarasan
pengelolaan Ekowisata Bowele hubungan antar lembaga.
terkesan tumpang tindih karena
masing-masing lembaga induk 4. Pada sisi aturan kelembagaan,
membentuk lembaga masyarakat Perhutani KPH Malang seharusnya
binaan. Terdapat permasalahan dapat memberikan ketentuan porsi
pada interaksi antara LMDH dan yang cukup besar bagi lembaga
Ladesta yang mmbuat lembaga lain masyarakat pengelola. Sebab
merasa dirugikan. Pihak Ladesta lembaga masyarakatlah yang secara
menginginkan terjadinya langsung terlibat di lokasi. Terlebih
perombakan pada LMDH dengan yang mengelola tidak hanya LMDH,
memasukkan anggota Ladesta dan melainkan terdapat Pokmaswas dan
Pokmaswas ke dalam LMDH. Ladesta.
4. Pemerintah daerah untuk dapat
mengelola wisata pada kawasan DAFTAR PUSTAKA
Perhutani harus melalui mekanisme
tukar guling lahan. Terkait Buku
pengelolaan Ekowisata Bowele, Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar
terdapat masalah pada isi Perjanjian Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia
Kerjasama antara LMDH dengan
Perhutani KPH Malang. Yakni Pustaka Utama

Jurnal Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Vol. 03 No. 2 Tahun 2018 73


Hall, Peter A and Rosemary C. R. Taylor. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
1996. Political Science and the Nomor 72 Tahun 2010 Tentang
Three New Institutionalisms. Perusahaan Umum (Perum)
Germany : Published by MPIFG Kehutanan Negara
Discussion Paper Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Wisata
Marsh, David dan Gerry Stoker. 2012. Kawasan Pantai Lenggoksono
(Pantai Wedi Awu, banyu Anjlok,
Teori dan Metode dalam Ilmu Pantai Bolu-Bolu, dan Teluk
Politik. Bandung : Nusa Media Kletakan) Antara Perum Perhutani
Peters, B. Guy. 1999. Institutionalism KPH Malang dengan LMDH Purwo
Wono Lestari Desa Purwodadi
Theory In Political Science The
Kecamatan Tirtoyudo Kabupaten
‘New Institutionalism’. London and Malang Nomor :
New York : PINTER 159/044.6/PKS/MLG/DIVREJATI
Robert. K. Yin. 2015. Studi Kasus, Desain M/2017
dan Metode. Jakarta : PT Raja Internet
Grafindo Persada Merdeka.com. Sekitar 7 Juta Wisatawan
Dokumen Kunjungin Kabupaten Malang
Nota Kesepahaman antara Perusahaan Pada 2017 Lalu. 16 Januari 2018.
Umum Perhutani Kesatuan Diakses melalui laman
Pemangkuan Hutan (KPH) Malang https://malang.merdeka.com/pariw
dengan Pemerintah Kabupaten
sata/sekitar-7-juta-wisatawan
Malang tentang Pola Kemitraan
Pengelolaan Hutan Pada Hutan kunjungin-kabupaten-malang-pada
Yang Dikuasai Perum Perhutani 2017-lalu-180115f.html Pada
Nomor : 86 / 001.2 / PMDH dan Tanggal 1 Februari 2018 Pukul
atau Nomor : 180 / 248 / PKS /
421.012 / 2004 16.40 WIB.

Jurnal Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Vol. 03 No. 2 Tahun 2018 74

Anda mungkin juga menyukai