BAB II
KARAKTERISTIK BATUAN FORMASI
2.1. Batuan Formasi
Karakteristik batuan formasi merupakan ciri khusus yang dimiliki oleh
batuan ditinjau dari proses pembentukannya, komposisi kimia yang terkandung,
sifat fisik dan mekanik batuan sehingga kemudian dapat ketahui jenis-jenis batuan
formasi yang akan ditembus.
Batuan didefinisikan sebagai massa yang terdiri dari satu atau lebih
macam mineral yang mempunyai komposisi kimia atau mineral tertentu yang
membentuk satuan terkecil dari kulit bumi sehingga dengan jelas dapat dipisahkan
satu dengan yang lainnya. Berdasarkan asal-usul batuan pada umumnya batuan
formasi dibedakan menjadi batuan beku, batuan metamorf dan batuan sedimen.
2.1.1. Batuan Beku (Igneous Rock)
Berdasarkan
cara
terbentuknya
batuan
beku
berasal
dari
hasil
pembentukan magma dibawah permukaan bumi atau hasil dari pembekuan larva
dipermukaan. Menurut Terner dan Verhogen (1960) istilah magma digunakan
untuk semua bahan yang bergerak dialam berupa larutan silika yang pijar dan
mempunyai temperatur yang tinggi. Pada umumnya sifat atau ciri batuan beku
adalah :
1. Umumnya kristalin
2. Butirannya inter locking secara rapat
3. Masif
Mineral-mineral batuan beku yang sering dijumpai pada umumnya terbentuk pada
saat penurunan temperatur dari magma yang menerobos keatas yang disebut
dengan peristiwa penghabluran.
Gambar 2.1
Deret Bowen
(C. Danisworo, 2001)
Olivin dan kelompok feldspatoid merupakan mineral-mineral yang terjadi
akibat magma tidak atau kurang jenuh. Jika larutan magma jenuh akan
membentuk silika, maka olivin dan feldspatoid tidak akan pernah terbentuk.
Sehingga mineral-mineral olivin dan feldspatoid berasal dari magma yang tidak
jenuh dan tidak akan pernah ditemukan secara bersama-sama dengan mineral
kuarsa dalam satu batuan. Jenuh tidaknya suatu magma dapat ditentukan oleh
kandungan silika didalam magma. Berdasarkan asosiasi mineral pembentuk
batuan beku yang didasarkan pada deret bowen sehingga pengelompokkan dan
jenis batuannya seperti yang ditunjukkan pada table II-1.
Tabel II-1
Hubungan Asosiasi Mineral Pembentuk Batuan
Dengan Kelompok Batuan Beku Yang Dibentuk
(C. Danisworo, 2001)
Mineral Pembentuk
Batuan
Olivin
Olivin 100%
Batuan Yang
Terbentuk
Dunit (Ultra Basa)
Piroksen
Plagioklas 40 %
Plagioklas 100 %
Andesit-Diorit
10% + Plagioklas 60 %
Biotit 45% + K-Feldspar 30%
(Intermediate)
Granodiorit-Granit
(Asam)
Plagioklas
Biotit
Asosiasi Mineral
kuarsa 10%
a.
.b
berlapis pada permukaan lithosfer dan pada kondisi tekanan dan temperatur
rendah.
2.1.2.1. Komposisi Mineral Batuan Sedimen
Komposisi mineral dari batuan sedimen dapat dibedakan menjadi dua
bagian, yaitu :
1. Batuan sedimen klastik
Batuan sedimen klastik (mekanis) terbentuk karena pelapukan
mekanis dan pengendapan daripada mineral hasil suatu rombakan batuan
asal dan bersifat fragmental, klastik membutir. Komposisi mineral dari
batuan sedimen klastik dapat dibagi menjadi :
a. Fragmen adalah bagian butiran yang ukurannya paling besar dan
dapat berupa pecahan-pecahan batuan, mineral dan zat organik
lain.
b. Matrik adalah bagian butiran yang ukurannya lebih kecil dari
fragmen dan terletak diantara fragmen massa dasar.
c. Semen bukan butiran, tetapi material pengisi rongga antar butir dan
bahan pengikat diantara pengikat fragmen dan matrik.
2. Batuan sedimen non klastik
Batuan sedimen non klastik dapat terbentuk karena proses
pelapukan kimia, membentuk sedimen residu maupun karena hasil
pengendapan garam yang bersifat hablur kristalin, akibat proses
penguapan. Proses pembentukan batuan sedimen kimiawi ini tanpa proses
transportasi, mengendap ditempat asal dan bersifat non klastik. Pada
batuan sedimen non klastik biasanya komposisi mineralnya sederhana,
yaitu :
a. Batu gamping : kalsit, dolomit
b. Chert
: kalsedon
c. Gypsum
: mineral gypsum
10
3. Pemilahan
Pemilahan juga merupakan tekstur batuan sedimen yang menunjukkan
hubungan antar butir penyusun batuan sedimen yang erat kaitannya
dengan tingkat keseragaman butiran. Dalam pemilahan terdapat berbagai
hasil pemilahan seperti pemilahan baik (well sorted), pemilahan sedang
(moderate sorted), pemilahan buruk (poorly sorted).
11
12
Gambar 2.3
Perlapisan Pilihan (Graded Bedding)
(R. Bobby, 2000)
Gambar 2.4
Perlapisan Sejajar (Laminasi)
(R. Bobby, 2000)
13
Gambar 2.5
Perlapisan Silang Siur (Cross Bedding)
(R. Bobby, 2000)
Sedangkan macam-macam struktur bidang perlapisan adalah :
a. Struktur gelembur gelombang (ripple mark), yaitu apabila permukaan
bidang pelapisan nampak bergelombang yang diakibatkan oleh faktorfaktor seperti air maupun angin.
b. Struktur rekah kerut (mud crack)
c. Struktur track trail, yaitu merupakan jejak suatu organisme.
2. Struktur batuan sedimen non klastik
Struktur batuan sedimen non klastik antara lain :
a. Fosilliferus, dimana komposisi batuannya terdiri dari fosil (sedimen
organik)
b. Oolitik, merupakan suatu fragmen klastik yang diselubungi oleh
mineral non klastik
c. Bioherm dan biostorm, tersusun oleh organisme murni
d. Pisolitik, sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya lebih besar.
e. Konkresi,
kenampakannya
sama
dengan
oolitik
tetapi
tidak
14
batuan ini sebagian besar merupakan batuan reservoir, meski tidak jarang dalam
kondisi tertentu batuan beku dapat pula menjadi batuan reservoir hidrokarbon.
Sehubungan dengan itu, dalam penulisan komprehensif ini hanya akan dibahas
batuan sedimen yang umum dijumpai dilapangan sebagai batuan reservoir, yaitu :
batupasir, batuan karbonat dan batuan shale.
2.1.2.5.1. Batupasir.
Batu pasir termasuk golongan batuan klastik detritus dan sebetulnya yang
dimaksud batu pasir disini adalah batuan detritus pada umumnya berkisar dari
lanau sampai konglomerat.
Batu pasir merupakan reservoir yang paling banyak di dunia ini, 60 % dari
pada semua batuan reservoir adalah batu pasir. Porositas yang didapatkan didalam
batu pasir ini hanya bersifat intergranular. Pori-pori ini terdapat diantara butir-
15
butir dan khususnya terjadi secara primer, jadi rongga terjadi pada waktu
pengendapan. Namun tidak dapat dipungkiri, bahwa setelah proses pengendapan
tersebut dapat terjadi berbagai modifikasi
sementasi ataupun pelarutan dari pada semen dan juga proses sekunder lainnya
seperti peretakan.
Menurut Pettijohn, batupasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
Orthoquartzites, Graywacke, dan Arkose. Pembagian tersebut didasarkan pada
jumlah kandungan mineralnya. Kandungan mineral dan komposisi kimia
penyusun batuan reservoar sangat berpengaruh terhadap besarnya sortasi yang
dapat mempengaruhi besarnya pori-pori batuan reservoar.
2.1.2.5.1.1. Tekstur BatuPasir.
Batu pasir terdiri dari framework yang primer dimana ini adalah pecahan
pasir dan kekosongan ,dimana ada pori atau ruang yang kosong di dalam
framework.
Framework dibentuk oleh material yang berukuran pasir, berdiameter
antara 1/16 sampai 2 mm. Secara normal ini dibentuk secara bersama-sama dan
setiap butir mempunyai hubungan jadi seluruh framework adalah struktur yang
secara mekanis stabil pada lapangan grafitasi. Pada beberapa batupasir ,elemen
framework bekerja dengan unsur-unsur yang seragam dalam ukuran dan saling
memenuhi, ada kira-kira 0.85 kontak setiap butir pada segala cross section, pada
suatu bagian yang tipis. Keadaan di alam dan jumlah kontak antara setiap butir
adalah atribut yang sangat penting pada setiap batupasir.
Distibusi ukuran dari
keseragaman ukuran dan
unsur
framework
16
sedikit yang paling kecil. Batupasir dengan 4 sampai 6 kelas, inclusif, mungkin
menunjukkan penyortiran yang bagus.
2.1.2.5.1.2.
Struktur Batupasir
unit
menandakan untuk dua batupasir yang berbeda facies. Salah satu menandakan
perairan yang dangkal, bergelombang atau di atas profil keseimbangan; yang lain
adalah untuk bersifat menandakan pengendapan di bawah dasar gelombang dan
karakteristik ini sebagian besar batupasir yang terbentuk diperairan dalam..
Batupasir biasanya mempunyai bentuk concretionary , terutama yang
pada ferruginous atau calcareous.
Komposisi Batupasir.
17
A. Orthoquartzite
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk dari
proses sedimentasi yang menghasilkan unsur silika yang tinggi, tanpa mengalami
metaformosa (perubahan bentuk) dan pemadatan, terutama terdiri atas mineral
kwarsa (quartz) dan mineral lainnya yang stabil. Material pengikatnya (semen)
terutama terdiri atas kalsium karbonat dan silika. Orthoquartzites merupakan jenis
batuan sedimen yang relatif bersih yaitu bebas dari kandungan shale dan clay.
Komposisi kimia dari orthoquartzite dapat dilihat pada Tabel II.3.
Pada Tabel II-3 tersebut, dapat dilihat bahwa unsur silika merupakan unsur
penyusun orthoquarzites dengan prosentase yang sangat tinggi jika dibandingkan
dengan unsur-unsur yang lain. Komposisi unsur silika (SiO2) berkisar antara 61,7
% sampai dengan 99,58 %, sedangkan sisanya adalah unsur penyusun yang lain,
seperti TiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MgO, CaO, Na2O, K2O, H2O+, H2O- dan CO2.
Tabel II - 3
Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzites
(Pettijohn F. J. 1957)
MIN.
SiO2
TiO2
Al2O3
Fe2O3
FeO
MgO
CaO
Na2O
K2 O
H2 O +
H2 O CO2
Total
A.
B.
C.
D.
E.
A
95,32
....
2,85
0,05
....
0,04
T
B
99,45
....
....
C
98,87
....
0,41
0,08
0,11
0,04
....
0,80
0,15
D
97,80
....
0,90
0,85
....
0,15
0,10
E
99,39
0,03
0,30
0,12
....
None
0,29
F
93,13
....
3,86
0,11
0,54
0,25
0,19
0,30
....
0,40
....
....
1,44a)
....
0,17
....
0,17
....
100
....
99,88
....
99,91
....
100,2
....
100,3
0,30
T
0,13
Lorrain (Huronian)
St. Peter (Ordovician)
Mesnard (Preeambrian)
Tuscarora (Silurian)
Oriskany ( Devonian)
B. Arkose
G
61,70
....
0,31
0,24
....
....
21,00
0,17
....
H
99,58
....
0,31
1,20
....
0,10
0,14
0,10
0,03
I
93,16
0,03
1,28
1,43a)
....
0,03a)
0,65
....
99,51
16,10
99,52
....
99,6b)
2,01
101,1
F. Berea (Mississippian)
G. Crystalline Sandstone, Fontainebleau
H. Sioux (Preeambrian)
I. Average of A H, inclusive.
a)
. Loss of ignition
b)
. Includes SO3, 0,13 %.
0,43
0,07
3,12
0,39
18
A
57
24
6
3
9
B
51
30
11
1
7
c)
c)
C
60
34
....
....
....
....
D a)
57
E a)
35
F a)
28
G
48
35 b)
59 b)
64
43
....
....
....
....
2
4 e)
....
....
....
8 e)
2
8
c)
d)
e)
c)
c)
c)
. Present in
19
Tabel II 5
Komposisi Kimia Arkose (%)
(Pettijohn F. J. 1957)
M I N E RAL
Si O2
Ti O2
Al2 O3
Fe2 O3
Fe O
Mn O
Mg O
Ca O
Na2 O
K2 O
H2 O +
H2 O
P2 O3
C O2
T o t a l
A
69,94
....
13,15
0,70
T
3,09
3,30
5,43
B
82,14
....
9,75
1,23
....
....
0,19
0,15
0,50
5,27
1,01
0,64 a
....
....
99,1
0,12
0,19
100,18
2,48
C
75,57
0,42
11,38
0,82
1,63
0,05
0,72
1,69
2,45
3,35
1,06
0,05
0,30
0,51
100
D
73,32
....
11,31
3,54
0,72
T
0,24
1,53
2,34
6,16
E
80,89
0,40
7,57
2,90
1,30
....
0,04
0,04
0,63
4,75
F
76,37
0,41
10,63
2,12
1,22
0,25
0,23
1,30
1,84
4,99
0,30 a
1,11
0,83
....
0,92
100,2
....
....
99,63
0,21
0,54
100,9
C. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari mineral berbutir
besar yang sebagian besar adalah quartz, clay, mica flake {KAl2(OH2) AlSi3O10},
magnesite (MgCO3), fragmen phillite, fragmen batuan beku, feldspar dan mineral
lainnya. Sortasi (pemilahan) butir pada graywacke tidak bagus karena adanya
matriks-matriks batuan. Hal ini juga menyebabkan berkurangnya porositas
batuannya. Material pengikatnya adalah clay dan karbonat. Mineral mineral
penyusun batupasir graywacke lainnya adalah chert, hornblende, carbonat dan
lainnya seperti yang tercantum pada Tabel II-6.
Komposisi kimia graywacke tersusun dari unsur silika dengan kadar lebih
rendah dibandingkan dengan batupasir lainnya. Silika bebas seperti detrial quartz,
walaupun jumlahnya dominan namum kemungkinan hanya merupakan unsur
tambahan. Kandungan alumina pada graywacke cukup tinggi, seperti lime, soda
20
dan potash. Keterangan secara terperinci komposisi kimia graywacke dapat dilihat
pada Tabel II-7 dibawah ini.
Tabel II - 6
Komposisi Mineral Graywacke
(Pettijohn F. J. 1957)
M I N E R AL
Quartz
Chert
Feldspar
Hornblende
Rock Fragments
Carbonate
Chloride-Sericite
T o t a l
A
45,6
1,1
16,7
....
6,7
4,6
25,0
99,7
B
46,0
7,0
20,0
....
. . . .a
2,0
22,5
97,5
C
24,6
....
32,1
....
23,0
....
20,0b
99,7
D
9,0
....
44,0
3,0
9,0
....
25,0
90,0
E
tr
....
29,9
10,5
13,4
....
46,2d
100,0
F
34,7
....
29,7
....
....
5,3
23,3
96,0
Pada Tabel II-6 ditunjukkan bahwa mineral yang paling banyak menyusun
batupasir graywacke adalah mineral quartz dengan kisaran 9 46 %, chloridesericite dengan kisaran 20 46,2 %, feldspar dengan kisaran 16,7 44 %
sedangkan sisanya adalah carbonate dan mineral lainnya.
Pada Tabel II-7 ditunjukkan bahwa komposisi kimia batupasir graywacke
didominasi oleh silika (SiO2)
disusun oleh Al2O3, FeO, TiO2, Fe2O3, MgO, CaO, Na2O, K2O, H2O+, H2O- , CO2
dan S.
Tabel II - 7
Komposisi Kimia Graywacke
(Pettijohn F. J. 1957)
21
A. Average of 23 graywackes
B. Average of 30 graywackes, after Tyrrell (1933).
C.Average of 2 parts avrg. Shale and 1 part avrg. Arkose.
a)
. Probably in error; Fe2O3 probably should be 1,4 and the total 100,0
karbonat
merupakan
batuan
yang
terjadi
akibat
proses
yang telah
22
utamanya
adalah
mineral
dolomite dengan
23
Tabel II 8
Komposisi Kimia Limestone
(Pettijohn F. J. 1957)
M I N E R AL
5,19
0,06
0,81
7,41
0,14
1,55
0,70
1,20
0,15
2,70
45,44
0,15
0,25
0,38
0,30
0,16
39,27
0,25
....
0,29
2,55
0,02
0,23
0,02
0,28
0,04
7,07
45,65
0,01
0,03
0,05
0,18
0,04
43,60
0,30
....
0,40
1,15
....
0,45
....
0,26
....
0,56
53,80
0,09
....
0,05
7,90
42,61
0,05
0,33
0,56
0,21
0,04
41,58
0,09
T
....
0,70
....
0,68
0,08
....
....
0,59
54,54
0,16
None
....
....
....
42,90
0,25
....
T
0,69
0,23
....
42,69
....
....
....
....
43,11
....
....
0,17
100,09
99,96
100,16
100,04
99,9
100,1
Si O2
Ti O2
Al2 O3
Fe2 O3
Fe O
Mn O
Mg O
Ca O
Na2 O
K2 O
H2 O +
H2 O
P2 O3
C O2
S
Li2 O
Organic
T o t a l
0,54
0,07
0,11
....
0,35
55,37
....
0,04
0,32
24
limestone, kecuali unsur MgO merupakan unsur yang penting dan jumlahnya
cukup besar. Dolomite pada umumnya bersifat sekunder atau terbentuk setelah
sedimentasi. Komposisi kimia unsur penyusun dari dolomite ditunjukan pada
Tabel II-9.
Tabel II - 9
Komposisi Kimia Dolomite
(Pettijohn F. J. 1957)
M I N E R AL
Si O2
Ti O2
Al2 O3
Fe2 O3
Fe O
Mn O
Mg O
Ca O
Na2 O
K2 O
H2 O +
H2 O
P2 O3
C O2
S
Sr O
Organic
T o t a l
....
....
....
....
....
....
21,90
30,40
....
....
....
....
....
47,7
....
....
....
2,55
0,02
0,23
0,02
0,18
0,04
7,07
45,65
0,01
0,03
0,05
0,18
0,04
43,60
0,30
0,01
0,04
7,96
0,12
1,97
0,14
0,56
0,07
19,46
26,72
0,42
0,12
0,33
0,30
0,91
41,13
0,19
none
....
3,24
....
0,17
0,17
0,06
....
20,84
29,56
....
....
....
43,54
....
....
....
24,92
0,18
1,82
0,66
0,40
0,11
14,70
22,32
0,03
0,04
0,42
0,36
0,01
33,82
0,16
none
0,08
0,73
....
0,20
....
1,03
....
20,48
30,97
....
....
....
....
0,05
47,51
....
....
....
100
100,06
100,40
99,90
100,04
100,9
0,30
D. Knox Dolomite
E. Cherty-Dolomite
F. Randville Dolomite
25
26
2. Terumbu bersifat terisoir disana sini yang sering disebut sebagi suatu
pinnacle atau patch reef atau secara tepat dinamakan bioherem, yang
muncul disana-sini dalam berbagai bentuk kecil secara berurutan atau
beraturan.
Suatu terumbu juga berasosiasi dengan boiklastik lainnya dan membentuk
suatu akumulasi sedimen. Kadang-kadang terumbu ini menjadi satu sehingga
membentuk suatu komplek terumbu. Terumbu yang berbentuk linier, atau yang
sebagai penghalang biasanya membentuk mamanjang juga sering kali cukup besar
serta memprlihatkan suatu asimetri dan biasanya terdapat pada suatu pinggiran
cekungan. Seringkali terumbu jenis demikian terdapat pada pinggiran suatu
paparan, yaitu ditempat mana suatu paparan landai dan berenergi rendah tiba-tiba
berubah menjadi suatu cekungan yang dalam. Sehingga pada ujung paparan ini
terbentuk kompleks terumbu yang merupakan penghalang.
b. Gamping Klastik
Gamping kalstik sering juga merupakan reservoir yang sangat baik,
terutama asosiasinya dengan oolit dan biasanya disebut dengan kalkerenit. Batuan
reservoir yang terdapat oolit merupakan pangendapan yang berenergi tinggi, dan
diendapkan berada di dalam jalur sepanjang pantai atau jalur dangkal dengan arus
gelombang yang kuat. Porositas yang terdapat biasanya porositas integranular
yangh kadang-kadang diperbesar oleh adanya pelarutan. Porositas dapat mencapai
32 % tetapi mempunyai permeabilitas 5 md.
c. Dolomit
Dolomit merupakan reservoir karbonat yang jauh lebih penting dari jenis
batuan karbonat lainnya. Cara terjadinya dolomit tidak begitu jelas, tetapi pada
umumnya dolomit ini bersifat sekunder atau sedikit banyak dibentuk sesudah
sedimentasi. Masalah cara pembentukan porositas dalam dolomit menghasilkan
berbagai macam interprestasi. Salah satu mengenai teori mengenai hal ini adalah
bahwa porositas timbul karena dolomitasi batuan gamping sehingga molekul
27
kalsit digantikan oleh molekul dolomit, dan karena molekul dolomit lebih kecil
dari pada molekul kalsit maka hasilnya akan berupa pengecilan volume sehingga
timbulkan rongga-rongga. Oleh karena itu jadi jelas hubungan antara dolomitasi
dan porositas. Dolomitasi yang biasanya mempunyai porositas yang baik, seprti
sukrosik, yaitu berbentuk hampir menyerupai batu pasir. Dolomit ini terbentuk
karena pembentuk kristal yang bersifat suhedron dan tumbuh secara tidak teratur
diantara kalsit. Kalsit yang belum tergantikan oleh dolomit terlarutkan, oleh
karena itu daya larut kalsit lebih besar daripada dari dolomit.
Dalam hal ini ada dua macam dolomit yang terjadi:
a). Dolomit yang bersifat primer
Terbentuk dalam suatu laguna atau laut tertutup yang sangat luas, dengan
temperatur sangat tinggi.
b). Dolomit rubahan (replacement)
Terutama terjadi pada dolomitasi gamping yang bersifat terumbu, dengan
teori yang terkenal yaitu Supratidal Seepage Reflux. Disini dijelaskan bahwa
terumbu yang bersifat penghalang akan membentuk suatu laguna dibelakangnya.
Laguna ini hanya terisi air laut pada waktu-waktu badai, dan air laut yang terdapat
dibelakang terumbu yang menghalangi itu menjadi tinggi kadar kegaramannya.
d. Gamping Afanitik
Batu gamping yang bersifat afanitik dapat pula bersifat sebagai batuan
sekunder, misalnya karena peratakan ataupun pelarutan dibawah suatu ketidak
selarasan. Batuan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
a). Type Compact Crystallin
Pada tipe ini matrik tersusun rapat oleh kristalin yang saling mengisi
diantara pori-pori yang non visbel, diperkirakan 1-5 % dari pori-pori ini kurang
begitu efektif. Permukaan batuannya merupakan permukaan yang paling licin.
b). Type Chalky
Untuk tipe ini matrik batuan tersusun dari kristal-kristal kecil, sehingga
ruang pori-pori terisi rapat oleh partikel-partikel tersebut dan hanya tampak bila
dilihat dengan mikroskop. Permeabilitasnya berkisar antara 10-30 md. Dengan
28
2.1.2.5.3.
Batuan Shale
Batuan shale adalah mineral clay. Macam dari tipe clay yang sering
terdapat dan kita jumpai dalam formasi hidrokarbon, yaitu : Montmorillonite,
Illite dan Kaolinite.
2.1.2.5.3.1.
Ukuran Butir
Distribusi ukuran partikel atau komposisi mekanis tanah liat dan serpih
29
lebih
jauh,
sepenuhnya
diedarkan
sebelum
inisiasi
periode
antara tanah liat yang terflokulasi dan yang tidak berdasarkan keberagaman
mereka. Secara umum yang lebih awal bisa menjadi air asin dan yang lebih akhir
bisa menjadi air tawar.
30
Porositas
Porositas tanah liat yang baru saja mengalami proses pengendapan
mempunyai harga yang sangat besar. Mungkin bisa mencapai 50 persen atau
bahkan lebih (Trask, 1931). Porositas serpihan secara harfiah kecil. Walaupun
rata-rata tanah liat mempunyai porositas sebesar 27 %, porositas rata-rata serpihan
hanya 13 %. Penurunan porositas yang menyertai konversi lumpur menjadi
serpihan adalah akibat dari pemadatan. Sebagai akibat pemadatan dari tekanan
dasar-dasar superinkumben. Athy (1930) dan lain-lain (Hedberg, 1926; Jones,
1944) telah menunjukkan bahwa porositas adalah sebuah fungsi dari ketebalan
strata yang berlebihan.
2.1.2.5.3.2.
Komposisi dasar shale adalah mineral clay. Tipe clay yang sering terdapat
dalam formasi hidrokarbon, yaitu : Montmorillonite, Illite dan Kaolinite.
Komposisi kimia dari tipe-tipe itu meliputi, montmorillonite terdiri dari 3
lapisan struktur, dimana dua lapisannya adalah Si4O10, kandungan O2 dalam ikatan
tersebut tidak dapat dipisahkan secara langsung. Tingkat swellingnya lebih tinggi
jika dibandingkan dengan clay yang lain. Illite mempunyai pola dasar seperti
montmorillonite kecuali ion K yang menempati posisi antara pola lapisan. Illite
dikategorikan sebagai clay non swelling walaupun sedikit mengabsorbsi air.
Kaolinite terdiri dari dua lapisan struktur, yaitu terbentuk dari Si2(PO)4 dan yang
lain terbentuk dari aluminium hidroksil. Kaolinite relatif tidak mengembang bila
kena air.
Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari lebih kurang 58 %
silicon dioxide (SiO2), 15 % alumunium oxie (Al2O3), 3% calcium oxide (CaO), 3
% pottasium oxide (K2O), 1% sodium oxide (Na2O), dan 5 % air (H2O). Sisanya
adalah metal oxide dan anion, terlihat komposisi kimia shale pada (Tabel II-10)
Tabel II - 10
Komposisi Kimia dari Batuan Shale (%)
Pettijohn F. J. 1957
31
M I N E R AL
Si O2
Ti O2
Al2 O3
Fe2 O3
Fe O
Mn O
Mg O
Ca O
Na2 O
K2 O
H2 O +
H2 O
P2 O3
C O2
SO2
Cl
Organic
T o t a l
58.10
0.65
15.40
4.02
2.45
....
2.44
3.11
1.30
3.24
60.15
0.76
16.45
4.04
2.90
T
2.32
1.41
1.01
3.60
3.82
0.89
0.15
1.46
0.58
....
0.88
60.64
0.73
17.32
2.25
3.66
....
2.60
1.54
1.19
3.69
0.17
2.63
0.64
....
0.80
55.43
0.46
13.84
4.00
1.74
T
2.67
5.96
1.80
2.67
3.45
2.11
0.20
4.62
0.78
....
0.69
....
1.47
....
....
....
56.30
0.77
17.24
3.83
5.09
0.10
2.54
1.00
1.23
3.79
3.31
0.38
0.14
0.84
0.28
....
1.18
69.96
0.59
10.52
....
3.47
0.06
1.41
2.17
1.51
2.30
1.96
3.78
0.18
1.40
0.03
0.30
0.66
99.95
100.48
100.46
99.60
100.00
100.62
5.00
2.1.2.5.3.3.
3.51
Tanah liat dan serpih bisa diklasifikasikan sebagai residu. Tanah liat
residual terbentuk pada suatu tempat dan kenyataanya merupakan tanah atau
produk proses pembentukan tanah. Meskipun beberapa jenis tanah liat
mempunyai kegunaan komersial yang penting, mereka biasanya bertemu pada
strata yang lebih tua, kecuali dan ini jarang sekali sebagai fossil tanah pada
permukaan yang tidak sesuai. Tapi karena kebanyakan jenis tanah liat dan serpih
mengandung bahan-bahan asal residu, penting untuk mengetahui seperti apa
bahan-bahan ini untuk menyatakan keberadaan bahan tertentu dan untuk
menginterpretasikan dengan benar signifikansinya. Tanah liat residual dengan
demikian secara singkat didefinisikan
Sederholm) adalah hasil dari proses pembentukan oleh cuaca yang terjadi di situ.
Karakter pengendapan ini tergantung pada iklim, drainase, dan bahan batuan
induknya. Dalam tanah yang matang (tipe normal atau zonal) iklim adalah faktor
32
yang lebih penting. Dalam tanah yang belum matang (intrazonal dan azonal) efek
drainase dan alam batu induknya secara sigap dapat dilihat.
Secara umum dalam wilayah lembab bahan-bahan residual diperkaya
dalam aluminium hidroksida dan logam ferric (pedaifers) dan meminimalkan
kapur, magnesia, dan alkali. Dibawah kondisi yang paling menguntungkan
walaupun silica dipindahkan ,sehingga produk akhir akan mengandung lebih
sedikit daripada alumina dan logam oksida. Bahan-bahan residual ini adalah
laterit. Laterisasi membutuhkan baik curah hujan yang tinggi maupun suhu yang
tinggi pada wilayah tropis. Laterit baik ferrugmous dan bauksitis, dihilangkan
oleh struktur konkresioner, pisolit dan badan besar semacam bantal.
dari tiga sumber (gambar 2.3). Mereka memiliki bentuk yang beranekaragam (1)
produk abrasi (secara garis besar endapan), (2) produk akhir pengaruh cuaca
(tanah liat residual), dan (3) penambahan zat kimia dan biokimia. Penambahan zat
kimia ini salah satunya adalah bahan endapan dari larutan dan diendapkan secara
berkala dengan pengakumulasian tanah liat, seperti kapur karbonat, atau mereka
adalah bahan-bahan yang ditambahkan oleh reaksi atau perubahan dengan
medium yang mengitarinya (secara normal air laut) seperti potassium atau
magnesium. Beberapa varietas sub-kelas serpih tergantung pada rata-rata
kepentingan relatif beberapa sumber yang mempunyai kontribus. Jenis dan
proporsi asal endapan secara mekanis tergantung pada relief dan iklim daerah
asal. Jika bahan-bahan bersumber mekanis tiada atau jarang, batuan lumpur
diperkaya dengan bahan-bahan residual, dan dibawah kondisi tertentu mereka
diperkaya dengan presipitasi kimiawi seperti calcite, aragonit, siderit, chamosit,
silica dan dalam beberapa kasus bahan-bahan organis. Serpih dan batu yang
berhubungan oleh karena itu berjarak membentang dalam komposisi dan
menunjukkan respon-respon terhadap alam tektonik dan geomorfis dari akumulasi
dasar, sebagaimana arenit yang berhubungan dalam keluarga yang sama.
33
asal bahan detrital mencapai minimum. Pada kondisi ini sedimentasi pada lembah
sungai yang berdampingan
Serpih Carbonaceous
Serpih hitam adalah fosil dan banyak yang terpecah menjadi lembaran
fossil membentuk
nodula atau berada pada serat disseminasi. Serpih hitam jarang yang mengandung
fossil atau pada yang terbaik memiliki kejarangan, depauperasi dan fauna terbatas.
Hal ini terkecuali untuk bentuk-bentuk fosfatis saat ini, organisme diawetkan
hanya sebagai selaput grafitis atau karbonaseus atau sebagai pengganti pyrite.
34
Serpih Siliceus
Siliceous shales mempunyai kandungan silikon tinggi yang abnormal.
kandungan endapan lumpur yang abnormal bisa lebih rendah lagi. Tidak seperti
tanah liat residual, beberapa serpih atau batu tulis mengandung lebih dari 20%
alumina. Sebuah serpih atau batu tulis mungkin dikatakan batau yang beralumina
tinggi jika kandungan akan konstituen ini melebihi 22 %. Mungkin kurang dari
5% serpih akan mempunyai alumina sebanyak ini atau malah lebih.
35
1. Mineral stress
Suatu mineral yang stabil dalam kondisi tekanan dimana mineral
ini dapat berbentuk pipih atau tabular, prismatik, maka mineral tersebut
akan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya. Contohnya : mika, seolit,
epidote, silimanit, claurite.
2. Mineral anti stress
Suatu mineral yang terbentuk bukan dalam kondisi tekanan dimana
biasanya berbentuk equidimensional. Contohnya : kuarsa, feldspar, garnet,
kalsit, kordierit.
2.1.3.1. Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur batuan metamorf dapat digolongkan menjadi :
1. Tekstur kristaloblastik, yaitu tekstur yang terjadi pada saat tumbuhnya
mineral pada suasana padat. Contohnya : lepidaoblastik, nematoblastik,
granoblastik.
2. Tekstur palimpset
Merupakan tekstur sisa dari batuan asal yang dijumpai pada batuan
metamorf. Contohnya : blastoporfiritik, blastosefit, blastopesamit.
36
batuan
metamorf
dikelompokkan,
atau
dinamakan
37
f. Skarn, yaitu marmer yang tidak murni karena mengandung mineral calciumsilikat seperti garnet, dan epidot. Umumnya terjadi karena perubahan
komposisi batuan di sekitar kontak dengan batuan beku.
g. Kuarsit, yaitu bahan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa
h. Soapstone, yaitu batuan metamorf dengan komposisi utama talk.
i. Rodingit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi calcium silicat yang
terjadi akibat alterasi metasomatik batuan beku basa di dekat batuan beku
ultrabasa yang mengalami serpentinisasi.
2.2. Sifat Fisik Batuan Formasi
Sifat fisik batuan fomasi yang dapat berpengaruh terhadap pemboran
diantaranya yang akan dibahas yaitu : porositas, saturasi, permeabilitas, dan
kompresibilitas batuan.
2.2.1. Porositas
Porositas () didefinisikan sebagai fraksi atau persen dari volume ruang
pori-pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar-kecilnya porositas
suatu batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara
matematis porositas dapat dinyatakan sebagai :
=
Vp
Vb - Vs
=
......................................................................... (2-1)
Vb
Vb
Dimana :
Vb
Vs
Vp
(inconnected). Oleh sebab itu ada dua pengertian tentang porositas, yaitu:
1. Porositas absolut adalah persen volume pori-pori total terhadap volume batuan
total (bulk volume).
=
(2-2)
38
(2-
3)
Selain itu menurut waktu dan cara terjadinya, maka porositas dapat juga
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Porositas primer, adalah porositas yang terbentuk pada waktu batuan sedimen
diendapkan.
2. Porositas sekunder, adalah batuan yang terbentuk sesudah batuan sedimen
terendapkan.
Pengaruh porositas pada batuan sangatlah besar. Suatu batuan yang porous
akan memberikan penetration rate (laju penembusan) yang lebih besar jika
dibandingkan dengan batuan yang padat (tidak porous).
2.2.2. Saturasi
Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume poripori total pada suatu batuan berpori.
Secara matematis besarnya saturasi untuk masing-masing fluida dituliskan dalam
persamaan berikut :
S =
..........................
(2-4)
Karena fluida yang mengisi batuan reservoir terdiri dari minyak, gas dan air, maka
dapat ditulis dalam persamaan berikut :
Saturasi minyak (So) adalah :
So
5)
..................................................... (2-
39
.................................................
(2-6)
Saturasi gas (Sg) adalah :
Sg =
................................................ (2-
7)
Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :
Sg + So + Sw = 1 ................................................................................... (2-8)
2.2.3. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Permeabilitas batuan
merupakan fungsi dari tingkat hubungan ruang antar pori-pori dalam batuan
seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.6.
Definisi kwantitatif permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh HenryDarcy
(1856) dalam hubungan empiris dengan bentuk differensial sebagai berikut :
V = -
dP
..................................................................................... (2-9)
dL
dimana :
V
dP/dL
40
Q.. L
....................................................................................
A.( P1 - P2 )
(2-10)
dimana :
K = permeabilitas, darcy
Q = laju aliran fluida, cm3/sec
= viscositas fluida, cp
L = panjang media berpori, cm
A = luas penampang, cm2
(P1-P2) = gradien tekanan, atm
Gambar 2.6.
Diagram percobaan permeabilitas
(Nind, T.E.W,1964.)
Permeabilitas efektif (Kw, Ko, Kg), adalah permeabilitas batuan dimana fluida
yang mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas
dan minyak atau ketiga-tiganya.
Permeabilitas
relatif
perbandingan
antara
Ko
,
K
K rg =
Kg
K
K rw =
Kw
K
41
A dan B). Gambar 2.7. menunjukkan kurva permeabilitas efektif untuk sistem
minyak dan air.
Gambar 2.7.
Kurva Permeabilitas Efektif untuk Sistem Minyak dan Air
(Pirson, S.J, 1958)
Terdapat dua hal penting untuk kurva permeabilitas efektif sistem minyakair (Gambar 2.7.) , yaitu :
Harga ko akan turun dengan cepat jika Sw bertambah dari nol, demikian juga
kw akan turun dengan cepat jika Sw berkurang dari satu, sehingga dapat
dikatakan untuk So yang kecil akan mengurangi laju aliran minyak karena konya yang kecil, demikian pula untuk air.
Harga ko akan turun sama dengan nol walau masih ada saturasi minyak dalam
batuan, meskipun So belum mencapai nol. Pada keadaan ini (titik C) minyak
sudah tidak dapat bergerak lagi. Saturasi minimum ini disebut residual oil
saturation (Sor) atau critical oil saturation (Soc), demikian juga untuk air yaitu
(Swr atau Swc).
Sedangkan hubungan antara permeabilitas efektif gas dan minyak di dalam
42
Gambar 2.8.
Hubungan Permeabilitas Efektif Minyak dan Gas
(Pirson, S.J, 1958)
Suatu zone minyak ditemukan dengan saturasi gas bebas sama dengan nol.
Pada kondisi awal, sejumlah gas bebas di dalam reservoir berada di atas zone
minyak sebagai tudung gas (gas cap). Saat diproduksikan, tekanan reservoir dalam
zone minyak akan turun. Jika tekanan turun cukup rendah (di bawah tekanan
bubble point), gas mulai membebaskan diri dari minyak. Dengan turunnya
tekanan di bawah tekanan bubble point, Sg (saturasi gas) bertambah di dalam zone
minyak.
Kesetimbangan saturasi gas, Sgc (juga disebut saturasi gas kritis),
menggambarkan saturasi pada saat permeabilitas pertama untuk gas tercapai.
Demikian pula, hilangnya permeabilitas fasa minyak terjadi ketika saturasi
minyak berkurang sampai harga residualnya, S or . Apabila harga saturasi minyak
kurang dari Sor, maka perolehan minyak tidak dapat dilakukan secara primary dan
secondary recovery.
43
Formasi batuan pada suatu kedalaman tertentu dikenai dua gaya yang
bekerja padanya, yaitu gaya akibat beban batuan diatasnya (overburden) dan gaya
yang timbul akibat adanya fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan
tersebut. Pada keadaan statik, kedua gaya berada dalam keadaan setimbang. Bila
tekanan reservoir berkurang akibat pengosongan fluida, maka kesetimbangan gaya
ini terganggu. Akibatnya terjadi penyesuaian dalam bentuk penyusutan volume
pori-pori, perubahan batuan dan volume total batuan. Koefisien penyusutan ini
disebut dengan kompresibilitas batuan. Kompresibilitas pada batuan menurut
Geertsma terdapat tiga macam kompresibilitas pada batuan antara lain :
a. Kompresibilitas matriks batuan
Kompresibilitas matriks batuan adalah fraksional perubahan volume dari
material padatan batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
b. Kompresibilitas batuan keseluruhan
Kompresibilitas batuan keseluruhan merupakan fraksional perubahan
volume batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
c. Kompresibilitas pori-pori batuan
Kompresibiltas pori-pori batuan merupakan fraksional perubahan pori-pori
batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua macam
tekanan, antara lain :
Tekanan luar (external stress) yang disebabkan oleh berat batuan yang ada
diatasnya (overburden pressure).
Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan reservoir akan
44
1 dVr
.
Vr dP
...............
(2-
11)
dimana :
Vr = volume padatan batuan (grains), cuft
P
1 dV p
.
................
V p dP *
(2-
12)
dimana :
Vp =
P* =
strength
yaitu
kemampuan
batuan
untuk
menahan
Cf P
e
Sc Sc mak 1
..................................................... (2
13)
dimana :
Scmak = kekuatan batuan maksimum, fungsi dari temperatur dan komposisi
batuan, psi
cf
45
= porositas batuan, fungsi dari waktu dan komposisi, dari data log %.
= tekanan formasi - tekanan fluida di dalam pori batuan (Pf - Pi), psi.
R p d h It S c
.......
... (214)
dimana :
Rp
dh
It
ht
46
2.3.3. Hardness
Hardness adalah ketahanan mineral terhadap goresan. Kekerasan
(hardness) relatif dari suatu mineral tertentu dengan urutan mineral yang dipakai
sebagai standar kekerasan. Mineral yang mempunyai kekerasan yang lebih kecil
akan mempunyai bekas goresan pada tubuh tersebut. Untuk menentukan
ketahanan ini digunakan skala kekerasan Mohs yang memiliki 10 pembagian
skala, dimulai dari skala 1 untuk mineral yang terlunak dan skala 10 untuk
mineral terkeras. Berikut ini urutan skala kekerasan Mohs (Tabel II-11).
Tabel II - 11
Skala Kekerasan Mineral (Mohs)
(C. Danisworo, 2001)
47
Tf i
m
......................................................................... (2-15)
dimana :
m
Wek
2.3.5. Elasticity
Elastisitas formasi sangat dipengaruhi oleh tekanan dimana batuan berada,
dapat ditunjukan pada batuan shale, karena semakin sukar diukur pada kedalaman
yang semakin bertambah. Adanya lumpur diatas formasi dengan
tekanannya
mempersulit pemboran karena dengan tekanan ini maka strength batuan akan
bertambah. Elastisitas batuan menurut Onyia dijabarkan sebagai:
9 KpV2
E = 3K V ................................................................................. (2-16)
s
K = V s - 4/3V s ............................................................................ (2-17)
2
G = V s .......................................................................................... (2-18)
2
V = (V c2 /V 2s )2 / (V c2 /V 2s )1........................................................ (2-19)
48
Keterangan :
E
= modulus young
= bulk modulus
= rigidity modulus
= Poissons Ratio
tekanan dan temperatur tertentu, secara alamiah merupakan campuran yang sangat
kompleks dalam susunan atau komposisi kimianya. Sifat-sifat dari fluida
hidrokarbon perlu dipelajari untuk memperkirakan cadangan akumulasi
hidrokarbon, menentukan laju aliran minyak atau gas dari formasi menuju dasar
sumur, mengontrol gerakan fluida dalam formasi dan lain-lain.
Fluida formasi dapat berupa hidrokarbon dan air formasi. Hidrokarbon
terbentuk di alam, dapat berupa gas, zat cair ataupun zat padat. Sedangkan air
formasi merupakan air yang dijumpai bersama-sama dengan endapan minyak.
49
H
Metana (CH4)
Etana (C2H6)
50
Tabel II-12
Alkana (CnH2n+2)
(R. Bobby, 2000)
Number of Carbon, n
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Name
Methane
Ethane
Propane
Butane
Pentane
Hexane
Heptane
Octane
Nonane
Decane
Etilena
: CH2 = CH2
Propilena
: CH2 = CH - CH3
Butilena
C
H
= C
C
H
Propena (C3H6)
= C
H
C
H
2-Butena (C4H8)
51
2. Golongan Diolefins
Golongan diolefins disebut juga golongan alkuna, yang mempunyai rumus
umum CnH2n-2. Golongan ini dicirikan dengan adanya satu ikatan rangkap
tiga dalam tiap molekul. Misalnya :
H
H
H
Etuna (C2H2)
Propuna (C3H4)
CH2
CH2
CH2
CH2
CH2
CH2
CH2
CH2
Siklopentana (C5H10)
Sikloheksana (C6H12)
52
tidak berwarna dan mendidih pada temperatur 178oF. Karena sebagian besar dari
anggota golongan hidrokarbon ini memberikan bau yang wangi, sehingga
golongan ini disebut golongan aromatik.
2.4.1.2. Komposisi Kimia Air Formasi
Air formasi atau disebut "connate water" atau "interstial water" hampir
dipastikan mengandung garam-garam yang terbentuk oleh kesetimbangan ion-ion
yang terkandung di dalam air formasi. Kemudian bila dibandingkan dengan air
laut, umumnya air formasi mengandung konsentrasi padatan yang lebih besar,
walaupun dilaporkan pula bahwa kandungan padatan total dari air formasi
berkisar dari 200 ppm sampai dengan 300.000 ppm, sedangkan air laut
mengandung kira-kira 35.000 ppm padatan total.
2.4.1.2.1. Jenis Kandungan Ion
Ion-ion penyusun air formasi terdiri dari ion-ion positif (kation) dan ionion negatif (anion) yang membentuk larutan garam.
1. Kation
Kation-kation yang terkandung dalam air formasi dapat dikelompokkan
menjadi sebagai berikut :
a. Alkali : K+,Na+ dan Li+ yang membentuk basa kuat.
b. Metal Alkali tanah : Br++, Mg++, Ca++, Sr++,Ba++ dan Ra yang
membentuk basa lemah.
c. Ion Hidrogen
d. Metal Berat : Fe++, Mn++ membentuk basa yang berdissosiasi.
Perkembangan dalam analisa kimia dewasa ini telah memungkinkan untuk
menganalisa secara kuantitatif semua kation tersebut diatas. Semula
analisa hanya dilakukan terhadap sodium dan hal ini jarang secara
langsung tetapi dihitung berdasarkan perbedaan antara harga reaksi dari
kation dan anion tertentu. Umumnya analisa tersebut hanya dilaporkan
sebagai calcium, magnesium dan sodium dimana potasium dan kation
lainnya dimasukkan ke dalam harga sodium.
53
2. Anion-anion
Anion-anion yang terkandung dalam air formasi adalah sebagai berikut :
a.
b.
Ion-ion tersebut diatas (kation dan anion) akan bergabung berdasarkan empat
sifat, yaitu :
1.
Salinitas primer, bila alkali bereaksi dengan asam kuat, misalnya NaCl dan
Na2SO4
2.
Salinitas sekunder, bila alkali tanah bereaksi dengan asam kuat, misalnya
CaCl2, MgCl2,CaSO4,MgSO4.
3.
4.
54
Tabel II-13
Hasil Analisa Air Formasi Dalam Ppm
(R. Bobby, 2000)
Bj min yak
Bj air
..................................................... (2-20)
141,5
131,5 ............................................................ (2-21)
SG
: > 30 oAPI
Minyak sedang
: 20 30 oAPI
55
Minyak berat
: 10 20 oAPI
7
6
V is c o s ity , c p
B .P
4
3
B .P
2
1
B .P
C
D
1000
B .P
2000
3000
P r e s s u r e , p s ig
Gambar 2.9.
Grafik Hubungan Viscositas Minyak Terhadap Tekanan
(Craft, B.C., 1959)
Dari Gambar 2.18. tersebut dapat dijelaskan bahwa :
Di atas tekanan buble point (Pb) kekentalan minyak akan turun terhadap
penurunan tekanan dari P1 ke Pb.
56
Gambar 2.10.
Viscositas Minyak Reservoir pada
Tekanan 1 Atmosfir dan Temperatur Reservoir
(Craft, B.C., 1959)
F
dv
A
dy
.......................................................................................(2-22)
57
dimana :
viskositas, gr/(cm.sec)
shear stress
dv
dy
58
Gambar 2.11.
Rs Sebagai Fungsi Tekanan
(Craft, B.C., 1959)
Apabila tekanan diturunkan, ternyata gas yang terlarut pada tekanan
tertentu akan mulai melepaskan diri dari larutannya. Tekanan dimana gas keluar
dari larutannya disebut dengan tekanan gelembung (bubble point pressure), Pb.
Kurva kelarutan konstan sebelum mencapai Pb, gas terus keluar dari
larutannya dan mengakibatkan saturasi gas bertambah, sehingga kemampuan
mengalirnya minyak berkurang atau dengan kata lain permeabilitas efektif minyak
menurun.
2.4.2.1.4. Faktor Volume Formasi Minyak
Faktor volume formasi minyak didefinisikan sebagai volume dalam barrel
pada kondisi reservoir yang ditempati oleh satu stock tank barrel minyak,
termasuk gas yang terlarut di dalamnya. Dengan kata lain adalah perbandingan
relatif antara volume minyak awal (kondisi reservoir) termasuk gas yang terlarut
terhadap volume minyak akhir (kondisi standart dalam tangki pengumpul), dapat
ditulis sebagai berikut (satuan yang digunakan bbl/stb) :
Bo
59
1.
Differential Liberation
Adalah proses pembebasan gas dimana gas yang terlarut dibebaskan secara
kontinue. Di dalam proses ini penurunan tekanan sistem akan disertai
mengalirnya sebagian fluida meninggalkan sistem. Minyak hanya berada
dalam kesetimbangan dengan gas yang dibebaskan pada tekanan tertentu saja
dan tidak dengan gas yang meninggalkan sistem. Jadi selama proses ini
berlangsung komposisi total sistem akan bertambah
2.
Flash Liberation
Adalah proses pembebasan gas dimana tekanan dikurangi dengan jumlah
tertentu dan setelah keseimbangan tercapai, gas dibebaskan.
Harga Bo yang diperoleh dari kedua proses di atas akan berbeda sesuai
60
Gambar 2.12.
Perbedaan Ideal Flash Dengan Differential
Faktor Volume Formasi.
(Craft. B.C., 1959)
Standing melakukan perhitungan Bo secara empiris :
Bo = 0.972 + 0.000147.F1.175 ..................................................... (2-24)
g
1.25 T ............................................................. (2-25)
F Rs
Dimana :
Rs
= Temperatur, oF.
61
Gambar 2.13.
Faktor Volume Formasi Minyak (Bo)
Sebagai Fungsi Dari Tekanan
(Craft. B.C., 1959)
Apabila kondisi reservoir berada di atas Pb, maka Bo akan naik sampai
dengan Bob sesuai dengan turunnya tekanan samapai mencapai Pb, sehingga sistem
cairan bertamabh akibat pengembangan minyak. Setelah mencapai Pb, Bo akan
turun dengan berkurangnya tekanan selama proses produksi berlangsung. Hal ini
disebabkan makin banyaknya gas yang terbebaskan selama proses penurunan
tekanan.
Pada faktor volume formasi minyak dikenal istilah faktor penyusutan
(shrinkage factor), yang didefinisikan sebagai kebalikan dari Bo :
bo
1
Bo
Penyusutan volume minyak disebabkan oleh keluarnya gas dari larutan minyak.
Faktor penyusutan berbanding lurus dengan daya larut gas (Rs), dimana semakin
banyak gas yang terlarut maka akan semakin besar harga faktor penyusutan.
2.4.2.1.5. Kompressibilitas Minyak
Kompressibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume minyak
akibat adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut:
62
C o V1 dV
dP .(2-26)
Persamaan (2-36) dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih mudah dipahami,
sesuai dengan aplikasi di lapangan, yaitu :
Co
B ob B oi
B oi Pi Pb
.(2-27)
dimana :
Bob
Boi
Pi
tekanan reservoir
Pb
63
F/A
=
....................................... (2-28)
dv/dy
dimana :
F
= 1 dyne
= 1 sq cm
dv
= 1 cm/sec
dy
= 1 cm
Gambar 2.14.
Viskositas Dari Gas Alam
(Mc Cain, 1973)
2.4.2.2.2. Berat Jenis Gas
64
Densitas didefinisikan sebagai massa tiap satuan volume dan dalam hal ini
massa dapat diganti oleh berat gas, m. Sesuai dengan persamaan gas ideal, maka
rumus densitas untuk gas ideal adalah :
g
m PM
V
RT
...(2-29)
dimana :
m
berat gas, lb
temperatur, oR
P Ma
.(2-30)
zRT
dimana :
z
Ma
yi
Mi
Vres
................................................................................. (2-31)
Vsc
atau
B g 0,0282
Zr Tr
Pr
cu . ft
.................................................. (2-32)
scf
65
B g 0,00504
Zr Tr
Pr
bbl
scf
..................................................... (2-33)
dimana :
Vr
Vsc
Zr
Tr
= Temperatur reservoir, R
Pr
Kompressibilitas isothermal dari gas diukur dari perubahan volume per unit
volume dengan perubahan tekanan pada temperatur konstan. Atau dalam
persamaan dapat ditulis menjadi :
C
1 V
T ......................................................................... (2-35)
V P
n.R.T
n.R.T
V
maka (
)T = - p 2
P
P
sehingga
C
P
n.R.T
n.R.T
1
.................................................... (2-36)
2
P
P
Z .n.R.T
P
Harga (
1 1 Z
( ) ........................................................................ (2-437)
P Z P
Z
) dapat ditentukan secara analitis, yaitu
P
66
Z1 Z 2
Z
)(
)
P1 P2
P
1
1 Z
(
)T pr ............................................................ (2-39)
Ppr
Z Ppr
dimana :
V
= Temperatur, R
67
Gambar 2.15.
Compresibility factor untuk Gas Alam
(Mc Cain, 1973)
2.4.2.3. Sifat Fisik Air Formasi
Sifat fisik air formasi yang akan dibahas meliputi berat jenis, viskositas,
kelarutan gas dalam air formasi, kompressibilitas dan faktor volume formasi air.
2.4.2.3.1. Densitas Air Formasi
Densitas air formasi dinyatakan dalam massa per volume. Densitas air
formasi lebih sering menggunakan istilah spesific gravity, yaitu perbandingan
densitas air formasi pada suatu kondisi tertentu dengan air murni pada tekanan
14,7 psia dan temperature 60oF, sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan
berikut :
=
w
.............................................................(2-40)
62,3
dimana :
w
68
2.4.2.3.2.
62,3
69
Gambar 2.16
Viskositas Air Formasi Sebagai Fungsi Temperatur dan Tekanan
(Mc Cain, 1973)
2.4.2.3.3. Faktor Volume Formasi
Faktor Volume Formasi air dikemukakan oleh Dadson dalam bentuk grafik
yang dikembangkan berdasarkan hasil eksperimennya untuk faktor volume
formasi air dibawah tekanan kejenuhan, lihat Gambar 2.17.
Pada grafik bagian atas dari tiap pasang garis (Gambar 2.17) menyatakan
Bw sebagai fungsi tekanan dan temperatur tetap untuk air murni yang
mengandung gas alam terlarut. Sedangkan bagian bawah dari tiap pasang grafik
menyatakan Bw air murni sebagai fungsi tekanan pada temperatur tetap (garis
putus-putus).
70
Gambar 2.17.
FVF Air Untuk Air Murni (garis putus-putus) dan
Campuran Air dan Gas Alam (garis tebal)
(Mc Cain, 1973)
2.4.2.3.4. Kelarutan Gas Dalam Air Formasi
Standing dan Dodson telah menentukan kelarutan gas dalam air formasi
sebagai fungsi dari tekanan dan temperatur. Data yang diperoleh dari percobaan
Dodson's, digunakan oleh Jones untuk mendapatkan hubungan secara empiris
sebagai berikut :
Xy
Rsw = Rswp 1-
....................................... (2-41)
10000
dimana :
Rswp = Kelarutan gas alam dalam air murni, cuft/bbl
Rsw
71
Grafik kelarutan dari gas alam dalam air serta faktor koreksinya yang
dikemukakan oleh Dadson dapat dilihat pada Gambar 2.18.
Gambar 2.18.
Pengaruh Gas Yang Terlarut Dalam Air Pada Kompressibilitas Air Formasi
(Mc Cain, 1973)
2.4.2.3.5.
72
Gambar 2.19.
Grafik Hubungan Temperatur dan Tekanan
Serta Efek Kelarutan Gas Terhadap Kompressibilitas Air
(Mc Cain, 1973)
Dengan menggunakan data dari Dodson, Jones mencari hubungan secara empiris
dan didapatkan persamaan sebagai berikut :
Cw = Cwp (1 + 0,0088 Rsw ..............................................(2-42)
dimana :
2.5.
Rsw
Cwp
Cw
73
Ph = (/10) h
Atau :
Dimana :
74
Gradien hidrostatik untuk air murni adalah 0,433 psi/ft, sedangkan air asin
adalah 0,465 psi/ft. Penyimpangan dari harga tersebut disebut tekanan abnormal.
2. Tekanan Overburden
Tekanan formasi dalam hal ini adalah tekanan overburden. Tekanan
overburden adalah tekanan yang diderita oleh formasi karena beban (berat) batuan
diatasnya atau besarnya tekanan yang diakibatkan oleh berat seluruh beban yang
berada di atas suatu kedalaman tertentu tiap satuan luas.
berat material berat cairan
luas area
Pob
.........
(245)
Gradien tekanan overburden adalah menyatakan tekanan overburden dan
tiap kedalaman.
Gob
Pob
D
...... (2
47)
dimana :
Gob
Pob
= kedalaman, ft
Pada operasi pemboran dikenal pula istilah tekanan rekah formasi yang
ditentukan dengan melakukan Leakoff test. Leakoff test ini adalah pengujian
tekanan rekah dibawah kaki casing yang dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui besarnya tekanan rekah formasi, sehingga nantinya dengan mendesain
densitas lumpur serta semen tidak melebihi tekanan rekah formasinya.
2.5.2. Temperatur
Dalam kenyataannya temperatur formasi akan bertambah terhadap
kedalamannya, yang sering disebut dengan gradien geothermal. Gradien
geothermis yang tinggi sekitar 4oF/100 ft, sedangkan yang terendah 0,5oF/100 ft.
Besarnya gradien geothermal / temperatur tersebut bervariasi dari satu tempat
75
dengan tempat yang lainnya dan tergantung pada sifat daya hantar panas
batuannya, tetapi umumnya harga tersebut adalah 2 0F / 100 ft.
Hubungan antara temperatur versus kedalaman merupakan fungsi linier,
yang secara matematis dapat juga ditulis dengan persamaan sebagai berikut :
Td = Ta + G.D ....... (248)
Dimana :
Td
Ta
= kedalaman, ft