Anda di halaman 1dari 73

3

BAB II
KARAKTERISTIK BATUAN FORMASI
2.1. Batuan Formasi
Karakteristik batuan formasi merupakan ciri khusus yang dimiliki oleh
batuan ditinjau dari proses pembentukannya, komposisi kimia yang terkandung,
sifat fisik dan mekanik batuan sehingga kemudian dapat ketahui jenis-jenis batuan
formasi yang akan ditembus.
Batuan didefinisikan sebagai massa yang terdiri dari satu atau lebih
macam mineral yang mempunyai komposisi kimia atau mineral tertentu yang
membentuk satuan terkecil dari kulit bumi sehingga dengan jelas dapat dipisahkan
satu dengan yang lainnya. Berdasarkan asal-usul batuan pada umumnya batuan
formasi dibedakan menjadi batuan beku, batuan metamorf dan batuan sedimen.
2.1.1. Batuan Beku (Igneous Rock)
Berdasarkan

cara

terbentuknya

batuan

beku

berasal

dari

hasil

pembentukan magma dibawah permukaan bumi atau hasil dari pembekuan larva
dipermukaan. Menurut Terner dan Verhogen (1960) istilah magma digunakan
untuk semua bahan yang bergerak dialam berupa larutan silika yang pijar dan
mempunyai temperatur yang tinggi. Pada umumnya sifat atau ciri batuan beku
adalah :
1. Umumnya kristalin
2. Butirannya inter locking secara rapat
3. Masif
Mineral-mineral batuan beku yang sering dijumpai pada umumnya terbentuk pada
saat penurunan temperatur dari magma yang menerobos keatas yang disebut
dengan peristiwa penghabluran.

2.1.1.1. Komposisi Mineral Batuan Beku

Bowen membuat suatu urutan penghabluran mineral-mineral silika yang


sering disebut dengan Bowen Reaction Series. Seperti yang dapat dilihat pada
gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1
Deret Bowen
(C. Danisworo, 2001)
Olivin dan kelompok feldspatoid merupakan mineral-mineral yang terjadi
akibat magma tidak atau kurang jenuh. Jika larutan magma jenuh akan
membentuk silika, maka olivin dan feldspatoid tidak akan pernah terbentuk.
Sehingga mineral-mineral olivin dan feldspatoid berasal dari magma yang tidak
jenuh dan tidak akan pernah ditemukan secara bersama-sama dengan mineral
kuarsa dalam satu batuan. Jenuh tidaknya suatu magma dapat ditentukan oleh
kandungan silika didalam magma. Berdasarkan asosiasi mineral pembentuk
batuan beku yang didasarkan pada deret bowen sehingga pengelompokkan dan
jenis batuannya seperti yang ditunjukkan pada table II-1.

Tabel II-1
Hubungan Asosiasi Mineral Pembentuk Batuan
Dengan Kelompok Batuan Beku Yang Dibentuk
(C. Danisworo, 2001)
Mineral Pembentuk
Batuan
Olivin

Olivin 100%

Batuan Yang
Terbentuk
Dunit (Ultra Basa)

Piroksen

Olivin 65% + Piroksen 35%


Piroksen 100%

Peridorit (Ultra Basa)


Piroksenit (Ultra Basa)

Piroksen 50% + Olivin 10% +

Gabro (Ultra Basa)

Plagioklas 40 %
Plagioklas 100 %

Anartosit (Ultra Basa)

Piroksen 30% + Hornblende

Andesit-Diorit

10% + Plagioklas 60 %
Biotit 45% + K-Feldspar 30%

(Intermediate)
Granodiorit-Granit

+ Plagioklas Asam 15% +

(Asam)

Plagioklas

Biotit

Asosiasi Mineral

kuarsa 10%

2.1.1.2. Tekstur Batuan Beku


Tekstur dalam batuan beku dapat diterangkan sebagai hubungan atau
keadaan yang erat antara unsur-unsur mineral dengan massa gelas yang
membentuk massa yang merata dari batuan. Selama pembentukan tekstur
dipengaruhi pada kecepatan dan orde kristilisasi dimana keduanya sangat
tergantung pada temperatur, komposisi, kandungan gas, viskositas magma dan
tekanan. Tekstur batuan beku dapat diketahui dengan parameter-parameter seperti
derajat kristalisasi, granularitas, kemas, bentuk butir, relasi.
1. Derajat Kristalisasi
Keadaan saat proporsi antara massa kristal dan massa gelas didalam
batuan beku, dikenal ada tiga derajat kristalisasi :
a. Holokristalin, yaitu apabila batuan tersusun seluruhnya oleh massa
kristal.

b. Holohialin, yaitu apabila batuan tersusun seluruhnya oleh massa


gelas.
c. Hipokristalin, yaitu apabila batuan tersusun oleh massa kristal dan
massa gelas.
2. Granularitas
Ukuran butir kristal dalam batuan beku dapat sangat halus yang tidak
dapat dikenal maskipun dengan mikroskop, tetapi dapat pula sangat kasar.
Umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu :
a. Afanitik yaitu apabila ukuran butir individu butir kristal sangat
halus, sehingga tidak dapat dibedakan dengan mata telanjang.
b. Fanerik yaitu apabila kristal individu yang termasuk kristal fanerik
dapat dibedakan menjadi ukuran halus (d = 1 mm), ukuran sedang
(d = 1-5 mm), ukuran kasar (d = 5-30 mm), dan sangat kasar (d >
30 mm).
3. Kemas
Kemas meliputi bentuk butir dan susunan hubungan antar butir kristal
dalam batuan beku.
4. Bentuk Butir
Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga macam bentuk butir
yaitu :
a. Euhedral yaitu bentuk butir yang mempunyai bidang kristal yang
sempurna.
b. Subhedral yaitu bentuk butir yang dibatasi oleh sebagian bidang
kristal yang sempurna.
c. Anhedral yaitu bentuk butir yang tidak dibatasi oleh bidang kristal
yang tidak sempurna.
5. Relasi
Merupakan hubungan antara kristal satu dengan yang lain dalam suatu
batuan yang antara lain :
a. Granular yaitu apabila mineralnya mempunyai ukuran butir yang
relatif sama atau seragam.

b. Inequirgranular yaitu apabila mineralnya mempunyai ukuran butir


yang tidak sama.
c. Tekstur Khusus yaitu tekstus yang menunjukkan hubungan antar
bentuk dan ukuran butir juga menunjukkan pertumbuhan bersama
antara mineral-mineral yang berbeda.
2.1.1.3. Struktur Batuan Beku
Struktur merupakan kenampakan tekstur dalam skala besar yang dilihat
dari jenis dilapangan, macam-macam dari struktur batuan beku adalah :
1. Masif, yaitu struktur dari batuan beku apabila tidak menunjukan adanya
sifat aliran atau jejak gas, atau tidak menunjukan adanya fragmen batuan
lain yang tertanam dalam batuannya.
2. Pillow lava/ lava bantal, yaitu struktur khas pada batuan vulkanik bawah
laut, membentuk struktur seperti bantal.
3. Joint, yaitu struktur yang ditandai dengan adanya kekar-kekar yang
tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran.
4. Vesikuler, yaitu struktur yang ditandai dengan adanya lubang-lubang
dengan arah teratur. Lubang ini terbentuk akibat keluarnya gas pada waktu
pembekuan berlangsung.
5. Skoria, yaitu struktur vesikuler tetapi tidak menunjukkan arah yang teratur.
6. Amigdaloidal, yaitu dimana lubang-lubang keluarnya gas terisi oleh
mineral-mineral sekunder.
7. Xenolit, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan
yang masuk atau tertanam kedalam batuan beku. Struktur ini terbentuk
sebagai akibat peleburan tidak sempurna dari suatu batuan samping
didalam magma yang menerobos.

2.1.1.4. Klasifikasi Batuan Beku


Klasifikasi batuan beku dapat dikelompokkan pada berbagai klasifikasi,
antara lain :
1. Klasifikasi berdasarkan cara terjadinya

a.

Effusive rock yaitu batuan beku yang terbentuk dipermukaan.

b. Dike rock yaitu batuan beku yang terbentuk dekat dengan


permukaan.
c. Deep seated rock yaitu batuan beku yang jauh terbentuk didalam
bumi.
2. Klasifikasi berdasarkan kandungan silika
a. Batuan beku asam yaitu bila mengandung lebih 60% silika. Contoh
: Granit.
b. Batuan beku menengah yaitu bila mengandung 52-60% silika.
Contoh : Diorit
c. Batuan beku basa yaitu bila mengandung 45-52% silika. Contoh :
Gabro.
d. Batuan beku ultra basa yaitu bila mengandung kurang dari 45%
silika. Contoh : Peridotit, dunit.
3. Klasifikasi berdasarkan indek warna
Dalam klasifikasi ini indek warna akan menunjukkan perbandingan
mineral mafik dengan felsik. Menurut S.J.Shand membagi menjadi empat
macam, yaitu :
.a Leucrocratic rock yaitu mengandung kurang dari 30% mineral
mafik.
.b Mesocratic rock yaitu mengandung 30-60% mineral mafik.
.c Melanocratic rock yaitu mengandung 60-90% mineral mafik.
.d Hipermelanic rock yaitu mengandung lebih dari 90% mineral
mafik
4. Klasifikasi berdasarkan mineral penyusun
.a

Mimeral-mineral terang (felsik)

.b

Mineral-mineral gelap (mafik)

2.1.2. Batuan Sedimen


Batuan sedimen adalah batuan yang terjadi akibat litifikasi hasil reaksi
kimia tertentu dari hancuran batuan lain yang diendapkan dalam kenampakan

berlapis pada permukaan lithosfer dan pada kondisi tekanan dan temperatur
rendah.
2.1.2.1. Komposisi Mineral Batuan Sedimen
Komposisi mineral dari batuan sedimen dapat dibedakan menjadi dua
bagian, yaitu :
1. Batuan sedimen klastik
Batuan sedimen klastik (mekanis) terbentuk karena pelapukan
mekanis dan pengendapan daripada mineral hasil suatu rombakan batuan
asal dan bersifat fragmental, klastik membutir. Komposisi mineral dari
batuan sedimen klastik dapat dibagi menjadi :
a. Fragmen adalah bagian butiran yang ukurannya paling besar dan
dapat berupa pecahan-pecahan batuan, mineral dan zat organik
lain.
b. Matrik adalah bagian butiran yang ukurannya lebih kecil dari
fragmen dan terletak diantara fragmen massa dasar.
c. Semen bukan butiran, tetapi material pengisi rongga antar butir dan
bahan pengikat diantara pengikat fragmen dan matrik.
2. Batuan sedimen non klastik
Batuan sedimen non klastik dapat terbentuk karena proses
pelapukan kimia, membentuk sedimen residu maupun karena hasil
pengendapan garam yang bersifat hablur kristalin, akibat proses
penguapan. Proses pembentukan batuan sedimen kimiawi ini tanpa proses
transportasi, mengendap ditempat asal dan bersifat non klastik. Pada
batuan sedimen non klastik biasanya komposisi mineralnya sederhana,
yaitu :
a. Batu gamping : kalsit, dolomit
b. Chert

: kalsedon

c. Gypsum

: mineral gypsum

2.1.2.2. Tekstur Batuan Sedimen

10

Secara umum tekstur batuan sedimen dapat dibagi menjadi beberapa


parameter seperti tingkat kebundaran butiran, ukuran butir, kemas, pemilahan atau
sorting, tingkat keseragaman, tingkat kelulusan terhadap kandungan air serta
sedimentasi terhadap butiran.
1. Kebundaran (Roundness)
Kebundaran merupakan nilai membulat atau meruncingnya butiran dimana
sifat ini hanya dapat diamati pada batuan sedimen klastik dasar.
2. Ukuran Butir (Grain Size)
Ukuran Butir dapat didasarkan dengan skala Wenworth (1922), adalah
seperti pada tabel II-2 berikut :
Tabel II-2
Skala Wenworth
(C. Danisworo, 2001)
Nama Butir
Bongkah
Brangkal
Krakal
Pasir Sangat Kasar
Pasir Kasar
Pasir Sedang
Pasir Halus
Pasir Sangat Halus
Lanau
Lempung

Besar Butir (mm)


256
256-64
64-4
4-2
2-1
1-
-
-1/8
1/16-1/256
1/256

3. Pemilahan
Pemilahan juga merupakan tekstur batuan sedimen yang menunjukkan
hubungan antar butir penyusun batuan sedimen yang erat kaitannya
dengan tingkat keseragaman butiran. Dalam pemilahan terdapat berbagai
hasil pemilahan seperti pemilahan baik (well sorted), pemilahan sedang
(moderate sorted), pemilahan buruk (poorly sorted).

11

Gambar 2.2. Sortasi Batuan


a. Pemilahan Baik, b. Pemilahan Sedang, c. Pemilahan Buruk
(R. Bobby, 2000)
2.1.2.3. Struktur Batuan Sedimen
Struktur batuan sedimen disebut juga sebagai tekstur batuan sedimen
dalam skala yang lebih besar. Karena batuan sedimen terdiri dari batuan sedimen
klastik dan non klastik maka struktur batuan sedimen juga dibedakan menjadi
struktur batuan sedimen klastik dan non klastik.
1. Struktur batuan sedimen klastik
Macam struktur batuan sedimen klastik ada dua, yaitu : struktur perlapisan
dan struktur bidang perlapisan. Struktur perlapisan merupakan sifat utama
dari batuan sedimen yang menghasilkan bidang-bidang sejajar sebagai
hasil dari proses pengendapan, dimana faktor-faktor seperti adanya
perbedaan ukuran butir, komposisi mineral, perubahan macam batuan dan
warna mineral. Macam-macam struktur perlapisan adalah :
a. perlapisan sejajar
b. perlapisan pilihan, apabila perlapisan tesusun atas besar butir dari
halus semakin kebawah semakin kasar.
c. Perlapisan silang siur, apabila bidang perlapisan saling potong.

12

Gambar 2.3
Perlapisan Pilihan (Graded Bedding)
(R. Bobby, 2000)

Gambar 2.4
Perlapisan Sejajar (Laminasi)
(R. Bobby, 2000)

13

Gambar 2.5
Perlapisan Silang Siur (Cross Bedding)
(R. Bobby, 2000)
Sedangkan macam-macam struktur bidang perlapisan adalah :
a. Struktur gelembur gelombang (ripple mark), yaitu apabila permukaan
bidang pelapisan nampak bergelombang yang diakibatkan oleh faktorfaktor seperti air maupun angin.
b. Struktur rekah kerut (mud crack)
c. Struktur track trail, yaitu merupakan jejak suatu organisme.
2. Struktur batuan sedimen non klastik
Struktur batuan sedimen non klastik antara lain :
a. Fosilliferus, dimana komposisi batuannya terdiri dari fosil (sedimen
organik)
b. Oolitik, merupakan suatu fragmen klastik yang diselubungi oleh
mineral non klastik
c. Bioherm dan biostorm, tersusun oleh organisme murni
d. Pisolitik, sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya lebih besar.
e. Konkresi,

kenampakannya

sama

menunjukan adanya sifat konsentris.

2.1.2.4. Klasifikasi Batuan Sedimen

dengan

oolitik

tetapi

tidak

14

Pengelompokan batuan sedimen secara genetis dikemukakan oleh W.T.


Huang terdiri dari :
1. Batuan sedimen Klastik
Merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan kembali atau
pecahan batuan asal. Batuan asal dapat berupa batuan beku, metamorf atau batuan
sedimen sendiri. Fragmentasi batuan asal tersebut dimulai dari pelapukan mekanis
maupun secara kimiawi, kemudian tererosi dan tertransportasi menuju suatu
cekungan pengendapan. Pada saat setelah pengendapan berlangung, sedimen
mulai mengalami diagnesa yaitu proses perubahan yang berlangsung pada
temperatur rendah dalam suatu sedimen selama dan sesudah lithifikasi terjadi.
Proses diagnesa antara lain adalah kompaksi sedimen, autigenetis, rekristalisasi,
dan sedimentasi.
2. Batuan sediman non klastik
Merupakan batuan sedimen yang terbentuk setelah proses fragmentasi dan
bahan-bahan asal yang telah ada sebelumnya.
2.1.2.5.

Karakteristik Pembentuk Batuan Sedimen


Batuan sedimen sangat penting artinya dalam dunia perminyakan karena

batuan ini sebagian besar merupakan batuan reservoir, meski tidak jarang dalam
kondisi tertentu batuan beku dapat pula menjadi batuan reservoir hidrokarbon.
Sehubungan dengan itu, dalam penulisan komprehensif ini hanya akan dibahas
batuan sedimen yang umum dijumpai dilapangan sebagai batuan reservoir, yaitu :
batupasir, batuan karbonat dan batuan shale.
2.1.2.5.1. Batupasir.
Batu pasir termasuk golongan batuan klastik detritus dan sebetulnya yang
dimaksud batu pasir disini adalah batuan detritus pada umumnya berkisar dari
lanau sampai konglomerat.
Batu pasir merupakan reservoir yang paling banyak di dunia ini, 60 % dari
pada semua batuan reservoir adalah batu pasir. Porositas yang didapatkan didalam
batu pasir ini hanya bersifat intergranular. Pori-pori ini terdapat diantara butir-

15

butir dan khususnya terjadi secara primer, jadi rongga terjadi pada waktu
pengendapan. Namun tidak dapat dipungkiri, bahwa setelah proses pengendapan
tersebut dapat terjadi berbagai modifikasi

dari pada rongga-ronga, misalnya

sementasi ataupun pelarutan dari pada semen dan juga proses sekunder lainnya
seperti peretakan.
Menurut Pettijohn, batupasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
Orthoquartzites, Graywacke, dan Arkose. Pembagian tersebut didasarkan pada
jumlah kandungan mineralnya. Kandungan mineral dan komposisi kimia
penyusun batuan reservoar sangat berpengaruh terhadap besarnya sortasi yang
dapat mempengaruhi besarnya pori-pori batuan reservoar.
2.1.2.5.1.1. Tekstur BatuPasir.
Batu pasir terdiri dari framework yang primer dimana ini adalah pecahan
pasir dan kekosongan ,dimana ada pori atau ruang yang kosong di dalam
framework.
Framework dibentuk oleh material yang berukuran pasir, berdiameter
antara 1/16 sampai 2 mm. Secara normal ini dibentuk secara bersama-sama dan
setiap butir mempunyai hubungan jadi seluruh framework adalah struktur yang
secara mekanis stabil pada lapangan grafitasi. Pada beberapa batupasir ,elemen
framework bekerja dengan unsur-unsur yang seragam dalam ukuran dan saling
memenuhi, ada kira-kira 0.85 kontak setiap butir pada segala cross section, pada
suatu bagian yang tipis. Keadaan di alam dan jumlah kontak antara setiap butir
adalah atribut yang sangat penting pada setiap batupasir.
Distibusi ukuran dari
keseragaman ukuran dan

unsur

framework

dapat digambarkan oleh

perhitungan statistik dari ukuran. Karateristik ini

berhubungan dengan mengatur hidrolik spesifik yang terbentuk dari endapan


pasir. Penafsiran analisa ukuran seperti itu dibahas di tempat lain. Suatu ukuran
yang kasar yang menyangkut keseragaman ukuran, atau penyortiran, diberi oleh
perbandingan dari diameter yang paling besar sampai pada yang paling kecil .
Suatu pasir yang disortir dengan baik mempunyai tiga atau lebih sedikit ukuran
kelas udden, dan diameter yang maksimum oleh karena itu adalah 8 atau lebih

16

sedikit yang paling kecil. Batupasir dengan 4 sampai 6 kelas, inclusif, mungkin
menunjukkan penyortiran yang bagus.
2.1.2.5.1.2.

Struktur Batupasir

Batupasir bervariasi karakternya dari well-badded sampai pada masive .


Batupasir adalah flagg Jika interbedded dan tipis dengan serpihan batu.. Pada
umumnya semakin kasar batupasir ,semakin tebal unit beddingnya..
Struktur Internal dari unit bedding menjadi hal yang paling penting .
Biasanya unit ini ditunjukan oleh cross-bedding, Dengan skala dimana beberapa
fungsi kedua-duanya berupa coarness dari

pasir dan ketebalan dari

unit

sedimentasi. Pasir Crossbedded bisanya juga berbentuk triple mark..


Unit sedimentasi mungkin mempunyai struktur internal yang bernilai.
Beberapa Batupasir

jarang berbentuk cross-bedded, dan seperti dicatat di

tempat lain, greded-bedding dan cross-bedding,

terpisah satu sama lain ,

menandakan untuk dua batupasir yang berbeda facies. Salah satu menandakan
perairan yang dangkal, bergelombang atau di atas profil keseimbangan; yang lain
adalah untuk bersifat menandakan pengendapan di bawah dasar gelombang dan
karakteristik ini sebagian besar batupasir yang terbentuk diperairan dalam..
Batupasir biasanya mempunyai bentuk concretionary , terutama yang
pada ferruginous atau calcareous.

Konsentrasi Calcareous nampak seperti

postdeposional yang sangat besar

secara normal menerobos konsentrasi

Calcareous . Stylolites banyak ditemukan di dalam batupasir, terutama pada


variasi quartzitic yang murni.

Biasanya mereka menyajikan sepanjang

hubungkan, yang tegak-lurus terhadap bedding

dan mungkin secara umum

sepanjang bedding yang telah direncanakan


2.1.2.5.1.3.

Komposisi Batupasir.

Menurut Pettijohn, batu pasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:


orthoquartizes, greywacke, dan arkose. Pembagian tersebut didasrkan pada jumah
kandungan mineral didalamnya meliputi :

17

A. Orthoquartzite
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk dari
proses sedimentasi yang menghasilkan unsur silika yang tinggi, tanpa mengalami
metaformosa (perubahan bentuk) dan pemadatan, terutama terdiri atas mineral
kwarsa (quartz) dan mineral lainnya yang stabil. Material pengikatnya (semen)
terutama terdiri atas kalsium karbonat dan silika. Orthoquartzites merupakan jenis
batuan sedimen yang relatif bersih yaitu bebas dari kandungan shale dan clay.
Komposisi kimia dari orthoquartzite dapat dilihat pada Tabel II.3.
Pada Tabel II-3 tersebut, dapat dilihat bahwa unsur silika merupakan unsur
penyusun orthoquarzites dengan prosentase yang sangat tinggi jika dibandingkan
dengan unsur-unsur yang lain. Komposisi unsur silika (SiO2) berkisar antara 61,7
% sampai dengan 99,58 %, sedangkan sisanya adalah unsur penyusun yang lain,
seperti TiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MgO, CaO, Na2O, K2O, H2O+, H2O- dan CO2.
Tabel II - 3
Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzites
(Pettijohn F. J. 1957)
MIN.
SiO2
TiO2
Al2O3
Fe2O3
FeO
MgO
CaO
Na2O
K2 O
H2 O +
H2 O CO2
Total
A.
B.
C.
D.
E.

A
95,32
....
2,85
0,05
....
0,04
T

B
99,45
....
....

C
98,87
....
0,41
0,08
0,11
0,04
....
0,80
0,15

D
97,80
....
0,90
0,85
....
0,15
0,10

E
99,39
0,03
0,30
0,12
....
None
0,29

F
93,13
....
3,86
0,11
0,54
0,25
0,19

0,30

....

0,40

....

....

1,44a)

....

0,17

....

0,17

....
100

....
99,88

....
99,91

....
100,2

....
100,3

0,30
T
0,13

Lorrain (Huronian)
St. Peter (Ordovician)
Mesnard (Preeambrian)
Tuscarora (Silurian)
Oriskany ( Devonian)

B. Arkose

G
61,70
....
0,31
0,24
....
....
21,00
0,17
....

H
99,58
....
0,31
1,20
....
0,10
0,14
0,10
0,03

I
93,16
0,03
1,28

1,43a)

....

0,03a)

0,65

....
99,51

16,10
99,52

....
99,6b)

2,01
101,1

F. Berea (Mississippian)
G. Crystalline Sandstone, Fontainebleau
H. Sioux (Preeambrian)
I. Average of A H, inclusive.
a)
. Loss of ignition
b)
. Includes SO3, 0,13 %.

0,43
0,07
3,12
0,39

18

Arkose merupakan jenis batupasir yang tersusun dari kuarsa sebagai


mineral yang dominan walaupun terkadang feldspar juga terdapat dalam jumlah
yang cukup banyak. Selain dua mineral utama tersebut, arkose juga mengandung
mineral-mineral yang bersifat kurang stabil, seperti clay, microline, biotite dan
plagioklas. Batuan ini biasanya didapatkan dari hasil pelapukan batuan granit dan
mempunyai sortasi butiran yang kurang baik dengan bentuk butir yang bersudut
sudut. Kandungan mineral lainnya, secara berurutan sesuai prosentasenya dapat
dilihat pada Tabel II-4 dan komposisi kimia arkose ditunjukkan pada Tabel II-5.
Tabel II 4
Komposisi Mineral Arkose (%)
(Pettijohn F. J. 1957)
M I N E RAL
Quartz
Microcline
Plaglioclase
Micas
Clay
Carbonate
Other

A
57
24
6
3
9

B
51
30
11
1
7

c)

c)

C
60
34
....
....
....

....

D a)
57

E a)
35

F a)
28

G
48

35 b)

59 b)

64

43

....
....

....
....
2
4 e)

....
....
....
8 e)

2
8

c)

d)

e)

A. Pale Arkose (Triassic) (Krynine, 1950).


B. Red Arkose (Triassic) (Krynine, 1950).
C. Sparagmite (Preeambrian) (Barth, 1938).
D. Torridonian (Preeambrian) (Mackie, 1905).
E. Lower Old Red (Devonian) (Mackie, 1905).
F. Portland (Triassic) (Merrill, 1891).
G. Average of A G, anclusive.
a)
. Normative or calculated composition; b). Modal Feldspar;
amount under 1 %.
d)
. Chlorite; e). Iron oxide (hematite) and kaolin.

c)

c)
c)

. Present in

Tabel II-4 menunjukkan bahwa batupasir arkose disusun oleh unsur-unsur


yang sebagian besar adalah quartz, yaitu dalam jumlah 28 - 60%. Sedangkan
sisanya adalah Microcline, Plaglioclase, Micas, Clay dan Carbonate.
Untuk komposisi kimia batupasir arkose, pada Tabel II - 5 dapat dilihat
bahwa jenis batupasir arkose mengandung lebih banyak unsur silika (SiO2)
dengan komposisi berkisar antara 69,94 % sampai dengan 82,14 %, sedangkan
sisanya adalah unsur penyusun yang lain, seperti TiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MgO,
CaO, Na2O, K2O, H2O+, H2O- dan CO2.

19

Tabel II 5
Komposisi Kimia Arkose (%)
(Pettijohn F. J. 1957)
M I N E RAL
Si O2
Ti O2
Al2 O3
Fe2 O3
Fe O
Mn O
Mg O
Ca O
Na2 O
K2 O
H2 O +
H2 O
P2 O3
C O2
T o t a l

A
69,94
....
13,15
0,70
T
3,09
3,30
5,43

B
82,14
....
9,75
1,23
....
....
0,19
0,15
0,50
5,27

1,01

0,64 a

....
....
99,1

0,12
0,19
100,18

2,48

C
75,57
0,42
11,38
0,82
1,63
0,05
0,72
1,69
2,45
3,35
1,06
0,05
0,30
0,51
100

D
73,32
....
11,31
3,54
0,72
T
0,24
1,53
2,34
6,16

E
80,89
0,40
7,57
2,90
1,30
....
0,04
0,04
0,63
4,75

F
76,37
0,41
10,63
2,12
1,22
0,25
0,23
1,30
1,84
4,99

0,30 a

1,11

0,83

....
0,92
100,2

....
....
99,63

0,21
0,54
100,9

A. Portland stone, Triassic (Merrill, 1891).


B. Torridon sandstone, Preeambrian (Mackie, 1905).
C. Torridonian arkose (avg. of 3 analyses) (Kennedy, 1951).
D. Lower Old Red Sandstone, Devonian (Mackie, 1905).
E. Sparagmite (unmetamorphosed) (Barth, 1938).
F. Average of A E, inclusive.
a)
. Loss of ignition.

C. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari mineral berbutir
besar yang sebagian besar adalah quartz, clay, mica flake {KAl2(OH2) AlSi3O10},
magnesite (MgCO3), fragmen phillite, fragmen batuan beku, feldspar dan mineral
lainnya. Sortasi (pemilahan) butir pada graywacke tidak bagus karena adanya
matriks-matriks batuan. Hal ini juga menyebabkan berkurangnya porositas
batuannya. Material pengikatnya adalah clay dan karbonat. Mineral mineral
penyusun batupasir graywacke lainnya adalah chert, hornblende, carbonat dan
lainnya seperti yang tercantum pada Tabel II-6.
Komposisi kimia graywacke tersusun dari unsur silika dengan kadar lebih
rendah dibandingkan dengan batupasir lainnya. Silika bebas seperti detrial quartz,
walaupun jumlahnya dominan namum kemungkinan hanya merupakan unsur
tambahan. Kandungan alumina pada graywacke cukup tinggi, seperti lime, soda

20

dan potash. Keterangan secara terperinci komposisi kimia graywacke dapat dilihat
pada Tabel II-7 dibawah ini.
Tabel II - 6
Komposisi Mineral Graywacke
(Pettijohn F. J. 1957)
M I N E R AL
Quartz
Chert
Feldspar
Hornblende
Rock Fragments
Carbonate
Chloride-Sericite
T o t a l

A
45,6
1,1
16,7
....
6,7
4,6
25,0
99,7

B
46,0
7,0
20,0
....
. . . .a
2,0
22,5
97,5

C
24,6
....
32,1
....
23,0
....
20,0b
99,7

D
9,0
....
44,0
3,0
9,0
....
25,0
90,0

E
tr
....
29,9
10,5
13,4
....
46,2d
100,0

F
34,7
....
29,7
....
....
5,3
23,3
96,0

A. Average of Six (3 Archean, 1 Huronian, 1 Devonian, and 1 Late Paleozoic).


B. Krynines average high-rank graywacke (Krynine, 1948).
C. Average of 3 Tanner graywackes (Upper Devonian Lower Carboniferous)
D. Average of 4 Cretaceous graywackes, Papua (Edwards, 1947 b).
E. Average 0f 2 Meocene graywackes, Papua (Edwards, 1947 a).
F. Average of 2 parts average shale and 1 part average Arkose.
a)
. Not separately listed.
b)
. Include 2,8 per cent limonitic subtance
c)
. Balance in glauconite, mica, chlorite, and iron ores.
d)
. Matrix

Pada Tabel II-6 ditunjukkan bahwa mineral yang paling banyak menyusun
batupasir graywacke adalah mineral quartz dengan kisaran 9 46 %, chloridesericite dengan kisaran 20 46,2 %, feldspar dengan kisaran 16,7 44 %
sedangkan sisanya adalah carbonate dan mineral lainnya.
Pada Tabel II-7 ditunjukkan bahwa komposisi kimia batupasir graywacke
didominasi oleh silika (SiO2)

dengan kisaran 60,51 69,69 % dan sisanya

disusun oleh Al2O3, FeO, TiO2, Fe2O3, MgO, CaO, Na2O, K2O, H2O+, H2O- , CO2
dan S.

Tabel II - 7
Komposisi Kimia Graywacke
(Pettijohn F. J. 1957)

21

A. Average of 23 graywackes
B. Average of 30 graywackes, after Tyrrell (1933).
C.Average of 2 parts avrg. Shale and 1 part avrg. Arkose.
a)
. Probably in error; Fe2O3 probably should be 1,4 and the total 100,0

2.1.2.5.2. Batuan Karbonat


Batuan

karbonat

merupakan

batuan

yang

terjadi

akibat

proses

pengendapan, adapun cara atau proses terbentuknya batuan karbonat adalah


merupakan proses sedimentasi kimia dan biokimia yang berupa karbonat, sulfat,
silikat, phospat dan lain-lain. Semua sedimentasi tersebut diendapkan di air
dangkal melalui proses penguapan dan kumpulan koloid-koloid organik dari
larutan garam-garamman dan organisme yang berupa bakteri atau binatangbinatang. Endapan organisme ini disebut sedimen organik atau sedimen biogenik
seperti limestone, dolomit, koral, algae dan batubara.
Batuan karbonat merupakan batuan reservoar penting untuk minyak dan
gas bumi, dari 75 % daratan yang dibawahi oleh batuan sedimen, kira-kira 1/5
dari massa sedimen ini terdiri dari batuan karbonat (gamping dan dolomit).
2.1.2.5.2.1 Tekstur Dan Struktur Batuan karbonat
Oleh karena polygenetic berasal dari batu karbonat yang merupakan
bagian dari detrital, pada sebagian biokimia dan kimia, dan pada sebagian
metasomatic mereka memperlihatkan berbagai struktur dan textur yang unik
yang berbeda dari kelompok batu lain. Karena alasan ini suatu uraian yang
terperinci hanya akan diberkan pada bagian yang berhadapan dengan beberapa
batu karbonat.
Batu gamping yang diendapkan secara mekanis, seperti
diharapkan, menunjukkan struktur dan tekstur

yang telah

yang sama seperti halnya

noncarbonate sedimen clastic. Penyortiran, cross-bedding, atau kedua-duanya baik


dalam skala kecil dan besar, dan bahkan graded breeding banyak ditunjukkan di
dalam batu gamping.

22

Secara biokimia karbonat yang dibentuk mempunyai kumpulan struktur


dan tekstur berbeda. Khususnya pada biohermal dan struktur batukarang, yang
mana mungkin mempunyai ukuran besar, sediment bedding frame work yang
mana mempunyai struktur batukarang, dan banyak modifikasi dari bedding yang
dihasilkan

oleh sediment-secretering dan sediment-bidding algae yang

dinamakan algal struktur" dan algal bedding.


Beberapa dari batugamping yang diendapkan mempunyai tekstur yang
membedakan, Seperti tekstur pada oolitic dan pisolitic dan struktur yang unik,
khususnya kumpulan beberapa travertines dan beberapa spongework tufas.
2.1.2.5.2.2. Komposisi Batuan Karbonat
Batuan karbonat merupakan batuan sedimien yang terbentuk
karena adanya proses kimia yang terjadi pada batuan, baik secara langsung
maupun dengan perantara organisme. Batuan karbonat (batu gamping) yang
dimaksud dalam bahasan ini adalah limestone, dolomite dan yang bersifat diantara
keduanya. Komposisi kimia batuan karbonat terdiri dari 50% mineral karbonat
diantaranya terdiri dari mineral calcite dan aragonite dengan sedikit mineral clay.
Bentuk batuan karbonat yang sering dijumpai adalah dolomite dan limestone.
Pada limestone fraksi disusun terutama oleh mineral calcite, sedangkan pada
dolomite mineral penyusun

utamanya

adalah

mineral

dolomite dengan

kandungan MgO cukup tinggi.


1. Limestone
Limestone adalah istilah yang biasa dipakai untuk kelompok batuan yang
mengandung paling sedikit 80 % calcium carbonate atau magnesium. Istilah
limestone juga dipakai untuk batuan yang mempunyai fraksi karbonat melebihi
unsur non-karbonatnya. Komposisi kimia limestone dapat menggambarkan
adanya sifat dari komposisi mineralnya yang cukup padat, karena pada limestone
sebagian besar terbentuk dari calcite, bahkan jumlahnya bisa mencapai lebih dari
95%. Unsur lainnya yang dianggap penting adalah MgO, bila jumlahnya lebih
dari 1% atau 2%, maka menunjukkan adanya mineral dolomite. Komposisi kimia
limestone dapat dilihat pada Tabel II-8.

23

Tabel II 8
Komposisi Kimia Limestone
(Pettijohn F. J. 1957)
M I N E R AL

5,19
0,06
0,81

7,41
0,14
1,55
0,70
1,20
0,15
2,70
45,44
0,15
0,25
0,38
0,30
0,16
39,27
0,25
....
0,29

2,55
0,02
0,23
0,02
0,28
0,04
7,07
45,65
0,01
0,03
0,05
0,18
0,04
43,60
0,30
....
0,40

1,15
....
0,45
....
0,26
....
0,56
53,80

0,09
....

0,05
7,90
42,61
0,05
0,33
0,56
0,21
0,04
41,58
0,09
T
....

0,70
....
0,68
0,08
....
....
0,59
54,54
0,16
None
....
....
....
42,90
0,25
....
T

0,69
0,23
....
42,69
....
....
....

....
43,11
....
....
0,17

100,09

99,96

100,16

100,04

99,9

100,1

Si O2
Ti O2
Al2 O3
Fe2 O3
Fe O
Mn O
Mg O
Ca O
Na2 O
K2 O
H2 O +
H2 O
P2 O3
C O2
S
Li2 O
Organic

T o t a l

0,54

0,07

0,11
....
0,35
55,37
....
0,04
0,32

A. Composite analysis of 345 limestones, HN Stokes, analyst (Clarke, 1924, p. 564)


B. Indiana Limestone (Salem, Mississippian), AW Epperson, analyst (Loughlin, 1929, p. 150)
C. Crystalline, crinoidal limestone (Brassfield, Silurian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 77)
D. Dolomitic Limestone (Monroe form., Devonian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 132)
E. Lithoeraphic Limestone (Solenhofen, Bavaria), Geo Steigner, analyst (Clarke, 1924, p. 564)
F. Travertine, Mammoth Hot Spring, Yellowstone, FA Gooch, analyst (Clarke, 1904, p.323)

Pada Tabel II-8 ditunjukkan bahwa komposisi kimia limestone didominasi


oleh CaO dengan kisaran 42,61 55,37 % dan CO 2 dengan kisaran 39,27 43,60
% sedangkan sisanya disusun oleh SiO2, Al2O3, FeO, TiO2, Fe2O3, MgO, Na2O,
K2O, H2O+, H2O- , dan S.
2. Dolomite
Dolomite adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari limestone yang
mengandung unsur carbonate lebih besar dari 50 %, sedangkan untuk batuanbatuan yang mempunyai komposisi pertengahan antara limestone dan dolomite
akan mempunyai nama yang bermacam-macam tergantung dari unsur yang
dikandungnya. Dolomite merupakan batuan karbonat yang mengalami perubahan
karena adanya proses dolomitisasi yang bekerja padanya. Batuan yang unsur
calcite-nya melebihi dolomite disebut dolomite limestone, dan yang unsur
dolomite-nya melebihi calcite disebut dengan limy, calcitic, calciferous atau
calcitic dolomite. Komposisi kimia dolomite pada dasarnya hampir mirip dengan

24

limestone, kecuali unsur MgO merupakan unsur yang penting dan jumlahnya
cukup besar. Dolomite pada umumnya bersifat sekunder atau terbentuk setelah
sedimentasi. Komposisi kimia unsur penyusun dari dolomite ditunjukan pada
Tabel II-9.

Tabel II - 9
Komposisi Kimia Dolomite
(Pettijohn F. J. 1957)
M I N E R AL
Si O2
Ti O2
Al2 O3
Fe2 O3
Fe O
Mn O
Mg O
Ca O
Na2 O
K2 O
H2 O +
H2 O
P2 O3
C O2
S
Sr O
Organic

T o t a l

....
....
....
....
....
....
21,90
30,40
....
....
....
....
....
47,7
....
....
....

2,55
0,02
0,23
0,02
0,18
0,04
7,07
45,65
0,01
0,03
0,05
0,18
0,04
43,60
0,30
0,01
0,04

7,96
0,12
1,97
0,14
0,56
0,07
19,46
26,72
0,42
0,12
0,33
0,30
0,91
41,13
0,19
none
....

3,24
....
0,17
0,17
0,06
....
20,84
29,56
....
....
....
43,54
....
....
....

24,92
0,18
1,82
0,66
0,40
0,11
14,70
22,32
0,03
0,04
0,42
0,36
0,01
33,82
0,16
none
0,08

0,73
....
0,20
....
1,03
....
20,48
30,97
....
....
....
....
0,05
47,51
....
....
....

100

100,06

100,40

99,90

100,04

100,9

A. Theoretical composition of pure dolomite.


B. Dolomitic Limestone
C. Niagaran Dolomite

0,30

D. Knox Dolomite
E. Cherty-Dolomite
F. Randville Dolomite

25

Pada Tabel II-9 ditunjukkan bahwa komposisi kimia dolomite didominasi


oleh CaO dengan kisaran 22.32 45.65 %, CO 2 dengan kisaran 33.82 47.70 %
dan MgO dengan kisaran 7,07 21,90 % sedangkan sisanya disusun oleh SiO 2,
Al2O3, FeO, TiO2, Fe2O3, Na2O, K2O, H2O+, H2O- , dan S.
2.1.2.5.2.3. Klasifikasi Batuan Karbonat
Endapan karbonat biasanya terjadi sebagai calcium carbonat (CaCO3),
yang mula-mula terbentuk dari sekelompok kerang-kerang dan sisa-sisa
organisme marin. Karena sifat alami karbonat yang heterogen maka dibutuhkan
deskripsi detail tiap-tiap reservoar karbonat.
Pada umumnya batuan karbonat dapat dibagi empat macam, yaitu :
terumbu karbonat, gamping klastik, terumbu tiang dan gamping afanitik. Dari
keempat batuan tersebut semuanya dapat bertindak sebagai batuan reservoar,
tetapi yang sangat menarik perhatian dan sangat penting sebagai batuan reservoir
adalah terumbu dolomit dan batu gamping klastik.
a. Terumbu karbonat
Pada umumnya terumbu karbonat merupakan batuan resevoar yang sangat
penting dimana terdiri dari suatu kerangka koral, ganggang dan sebagainya yang
tumbuh dalam laut yang bersih, berenergi gelombang yang tinggi dan mengalami
banyak pembersihan sehingga rongga-rongga antarnya menjadi bersih. Dalam hal
ini porositas yang didapat terutama didalam kerangka yang berbentuk ronggarongga bekas binatang hidup yang biasanya disemen dengan sparry calcite atau
biasanya dikenal sebutan micrite, sehingga porositasnya diperkecil. Adakalanya
porositas membesar karena mengalami pelarutan lebih lanjut sehingga
mengahasilkan gerowong dan gua-gua. Bentuk reservoir kerangka terumbu ini
terbatas sekali karena terumbu koral yang juga diikat oleh ganggang dan
sebagainya hanya tumbuh pada beberapa keadaan terentu. Pada umumnya dapat
dibedakan 2 macam reservoir terumbu antara lain :
1. Terumbu yang bersifat Fringing atau merupakan suatu bentuk yang
memnjang dilepas pantai.

26

2. Terumbu bersifat terisoir disana sini yang sering disebut sebagi suatu
pinnacle atau patch reef atau secara tepat dinamakan bioherem, yang
muncul disana-sini dalam berbagai bentuk kecil secara berurutan atau
beraturan.
Suatu terumbu juga berasosiasi dengan boiklastik lainnya dan membentuk
suatu akumulasi sedimen. Kadang-kadang terumbu ini menjadi satu sehingga
membentuk suatu komplek terumbu. Terumbu yang berbentuk linier, atau yang
sebagai penghalang biasanya membentuk mamanjang juga sering kali cukup besar
serta memprlihatkan suatu asimetri dan biasanya terdapat pada suatu pinggiran
cekungan. Seringkali terumbu jenis demikian terdapat pada pinggiran suatu
paparan, yaitu ditempat mana suatu paparan landai dan berenergi rendah tiba-tiba
berubah menjadi suatu cekungan yang dalam. Sehingga pada ujung paparan ini
terbentuk kompleks terumbu yang merupakan penghalang.

b. Gamping Klastik
Gamping kalstik sering juga merupakan reservoir yang sangat baik,
terutama asosiasinya dengan oolit dan biasanya disebut dengan kalkerenit. Batuan
reservoir yang terdapat oolit merupakan pangendapan yang berenergi tinggi, dan
diendapkan berada di dalam jalur sepanjang pantai atau jalur dangkal dengan arus
gelombang yang kuat. Porositas yang terdapat biasanya porositas integranular
yangh kadang-kadang diperbesar oleh adanya pelarutan. Porositas dapat mencapai
32 % tetapi mempunyai permeabilitas 5 md.
c. Dolomit
Dolomit merupakan reservoir karbonat yang jauh lebih penting dari jenis
batuan karbonat lainnya. Cara terjadinya dolomit tidak begitu jelas, tetapi pada
umumnya dolomit ini bersifat sekunder atau sedikit banyak dibentuk sesudah
sedimentasi. Masalah cara pembentukan porositas dalam dolomit menghasilkan
berbagai macam interprestasi. Salah satu mengenai teori mengenai hal ini adalah
bahwa porositas timbul karena dolomitasi batuan gamping sehingga molekul

27

kalsit digantikan oleh molekul dolomit, dan karena molekul dolomit lebih kecil
dari pada molekul kalsit maka hasilnya akan berupa pengecilan volume sehingga
timbulkan rongga-rongga. Oleh karena itu jadi jelas hubungan antara dolomitasi
dan porositas. Dolomitasi yang biasanya mempunyai porositas yang baik, seprti
sukrosik, yaitu berbentuk hampir menyerupai batu pasir. Dolomit ini terbentuk
karena pembentuk kristal yang bersifat suhedron dan tumbuh secara tidak teratur
diantara kalsit. Kalsit yang belum tergantikan oleh dolomit terlarutkan, oleh
karena itu daya larut kalsit lebih besar daripada dari dolomit.
Dalam hal ini ada dua macam dolomit yang terjadi:
a). Dolomit yang bersifat primer
Terbentuk dalam suatu laguna atau laut tertutup yang sangat luas, dengan
temperatur sangat tinggi.
b). Dolomit rubahan (replacement)
Terutama terjadi pada dolomitasi gamping yang bersifat terumbu, dengan
teori yang terkenal yaitu Supratidal Seepage Reflux. Disini dijelaskan bahwa
terumbu yang bersifat penghalang akan membentuk suatu laguna dibelakangnya.
Laguna ini hanya terisi air laut pada waktu-waktu badai, dan air laut yang terdapat
dibelakang terumbu yang menghalangi itu menjadi tinggi kadar kegaramannya.
d. Gamping Afanitik
Batu gamping yang bersifat afanitik dapat pula bersifat sebagai batuan
sekunder, misalnya karena peratakan ataupun pelarutan dibawah suatu ketidak
selarasan. Batuan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
a). Type Compact Crystallin
Pada tipe ini matrik tersusun rapat oleh kristalin yang saling mengisi
diantara pori-pori yang non visbel, diperkirakan 1-5 % dari pori-pori ini kurang
begitu efektif. Permukaan batuannya merupakan permukaan yang paling licin.
b). Type Chalky
Untuk tipe ini matrik batuan tersusun dari kristal-kristal kecil, sehingga
ruang pori-pori terisi rapat oleh partikel-partikel tersebut dan hanya tampak bila
dilihat dengan mikroskop. Permeabilitasnya berkisar antara 10-30 md. Dengan

28

kenampakan batuannya yang baru dibelah akan menunjukkan permukaan yang


suram seperti kapur.
c). Type Granular satu sacharoidal
Pada tipe ini matrik tersusun dari kristal-kristal, yang hanya sebagian saja
kontak antara satu sama lainnya. Sehingga akan memberikan ruang antar pori-pori
yang saling berhubungan. Permeabilitas sangat tinggi, hingga bisa mencapai
beberapa ratus millidarcy.
Klasifikasi ukuran pori masih dibagi menjadi empat kelas, yaitu:

Porositas yang tidak tampak oleh mata biasa maupun dengan


mikroskop yang diperbesar 10 kali.

Porositas yang tidak dapat dilihat tanpa pembesaran, tapi terlihat


pada pembesaran 10 kali.

Porositas yang kelihatan oleh mata biasa, tetapi garis tengahnya


berkisar antara 0,1-1,0 mm.

2.1.2.5.3.

Porositas yang berukuran pori-pori lebih besar dari 1,0 mm.

Batuan Shale

Batuan shale adalah mineral clay. Macam dari tipe clay yang sering
terdapat dan kita jumpai dalam formasi hidrokarbon, yaitu : Montmorillonite,
Illite dan Kaolinite.
2.1.2.5.3.1.

Tekstur Dan Struktur Batuan Shale

Ukuran Butir
Distribusi ukuran partikel atau komposisi mekanis tanah liat dan serpih

telah diteliti secara intensif. Analisis ukuran seperti bahan-bahan, bagaimanapun


juga merupakan subjek untuk menghentikan keterbatasan. Pada butir mereka
yang bagus, ukuran partikel tanah liat biasanya ditentukan oleh metode yang
didasarkan pada perbedaan kecepatan pengendapan. Kecepatan ini secara harfiah
dipengaruhi oleh bentuk butiran spesifik partikel sesuai ukuran mereka.

29

Kesimpulan analitis, jadi menyesatkan saat nilai ukuran diperhitungkan


didasarkan pada premis dimana partikel berbentuk bulat kwarsa. Sampel yang
dianalisis,

lebih

jauh,

sepenuhnya

diedarkan

sebelum

inisiasi

periode

pengendapan. Penyebaran, yang disebabkan oleh alat-alat fisik atau kimia,


mungkin menghancurkan distribusi ukuran sesungguhnya atau paling tidak sangat
memodifikasi kurva penilaian. Banyak tanah liat, khususnya yang terakumulasi
dalam air marinc, adalah dalam bentuk parsial atau flokulasi pada waktu deposisi.
Kurva penilaian, yang ditentukan oleh analisis, mungkin hampil seperti sedimen
awal. Sebuah pembatasan yang lebih serius terkumpul dalam serpih yang lebih
tua, berhutang pada efek diagenesis pada ukuran distribusi. Hal ini disebabkan
bentuk divisi bahan-bahannya yang bagus dan adanya total permukaan biji yang
besar, seperti halnya instabilitas beberapa mineral tanah liat, bahan-bahan ini
cenderung berubah secara diagenetik. Seperti reorganisasi harus merubah secara
besar-besaran atas ukuran distribusi. Oleh karena itu, analisis ukuran tanah liat
dan serpih harus diinterpretasikan dengan perhatian yang besar.
Banyak analisis tekstural pada klastik yang lebih baik menunjukkan relasi
antara ukuran butiran dan kemiringan distribusi ukuran. Endapan lumpur dan
tanah liat (lumpur), tidak sama dengan pasir, cenderung secara harfiah
terendapkan.
Alasan untuk keragaman penyortiran yang jelek dan distribusi endapan
tidak seluruhnya bisa dipahami. Mereka mungkin dihubungkan dengan prosesproses pengangkutan dan deposisi (Inman, 1949) atau mereka mungkin menjadi
analitis, yaitu diperkenalkan oleh dispersi prosedur yang digunakan. Sebagaimana
dicatat oleh Rubey (1930), jika kekurang beragaman ditunjukkan oleh butir yang
lebih bagus, berarti bahwa ukuran-ukuran ini dikoagulasi dan diendapkan sebagai
flokul pada

saat pengendapan, sehingga memungkinkan untuk membedakan

antara tanah liat yang terflokulasi dan yang tidak berdasarkan keberagaman
mereka. Secara umum yang lebih awal bisa menjadi air asin dan yang lebih akhir
bisa menjadi air tawar.

30

Porositas
Porositas tanah liat yang baru saja mengalami proses pengendapan

mempunyai harga yang sangat besar. Mungkin bisa mencapai 50 persen atau
bahkan lebih (Trask, 1931). Porositas serpihan secara harfiah kecil. Walaupun
rata-rata tanah liat mempunyai porositas sebesar 27 %, porositas rata-rata serpihan
hanya 13 %. Penurunan porositas yang menyertai konversi lumpur menjadi
serpihan adalah akibat dari pemadatan. Sebagai akibat pemadatan dari tekanan
dasar-dasar superinkumben. Athy (1930) dan lain-lain (Hedberg, 1926; Jones,
1944) telah menunjukkan bahwa porositas adalah sebuah fungsi dari ketebalan
strata yang berlebihan.
2.1.2.5.3.2.

Komposisi Kimia Batuan Shale

Komposisi dasar shale adalah mineral clay. Tipe clay yang sering terdapat
dalam formasi hidrokarbon, yaitu : Montmorillonite, Illite dan Kaolinite.
Komposisi kimia dari tipe-tipe itu meliputi, montmorillonite terdiri dari 3
lapisan struktur, dimana dua lapisannya adalah Si4O10, kandungan O2 dalam ikatan
tersebut tidak dapat dipisahkan secara langsung. Tingkat swellingnya lebih tinggi
jika dibandingkan dengan clay yang lain. Illite mempunyai pola dasar seperti
montmorillonite kecuali ion K yang menempati posisi antara pola lapisan. Illite
dikategorikan sebagai clay non swelling walaupun sedikit mengabsorbsi air.
Kaolinite terdiri dari dua lapisan struktur, yaitu terbentuk dari Si2(PO)4 dan yang
lain terbentuk dari aluminium hidroksil. Kaolinite relatif tidak mengembang bila
kena air.
Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari lebih kurang 58 %
silicon dioxide (SiO2), 15 % alumunium oxie (Al2O3), 3% calcium oxide (CaO), 3
% pottasium oxide (K2O), 1% sodium oxide (Na2O), dan 5 % air (H2O). Sisanya
adalah metal oxide dan anion, terlihat komposisi kimia shale pada (Tabel II-10)
Tabel II - 10
Komposisi Kimia dari Batuan Shale (%)
Pettijohn F. J. 1957

31

M I N E R AL
Si O2
Ti O2
Al2 O3
Fe2 O3
Fe O
Mn O
Mg O
Ca O
Na2 O
K2 O
H2 O +
H2 O
P2 O3
C O2
SO2
Cl
Organic

T o t a l

58.10
0.65
15.40
4.02
2.45
....
2.44
3.11
1.30
3.24

60.15
0.76
16.45
4.04
2.90
T
2.32
1.41
1.01
3.60
3.82
0.89
0.15
1.46
0.58
....
0.88

60.64
0.73
17.32
2.25
3.66
....
2.60
1.54
1.19
3.69

0.17
2.63
0.64
....
0.80

55.43
0.46
13.84
4.00
1.74
T
2.67
5.96
1.80
2.67
3.45
2.11
0.20
4.62
0.78
....
0.69

....
1.47
....
....
....

56.30
0.77
17.24
3.83
5.09
0.10
2.54
1.00
1.23
3.79
3.31
0.38
0.14
0.84
0.28
....
1.18

69.96
0.59
10.52
....
3.47
0.06
1.41
2.17
1.51
2.30
1.96
3.78
0.18
1.40
0.03
0.30
0.66

99.95

100.48

100.46

99.60

100.00

100.62

5.00

A. Average shale (Clarke, 1924, p.24)(based on


cols. B and C)
B. Composite sample of 27 mesozoic and
cenozoic shales. H.N. Strokes, analyst (Clarke,
1924, p. 552)
C. Composite sample of 51 paleozoic shales. H.N.
Strokes, analyst (Clarke, 1924, p. 552)

2.1.2.5.3.3.

3.51

D. Unweighted average of J6 analyses of shale (29


paleozoic, 1mesozoic, 6 early paleozoic or pre
cambrian) (Eckel. 1904)
E. Unweighted average of J5 analyses of pre
cambrian slates (Nana. 1953)
F. Composite analysis of 235 samples of
mississisippi delta, geo. Steiger, analyst ( clarke,
1924, p.509)

Klasifikasi Batuan Shale

Tanah liat dan serpih bisa diklasifikasikan sebagai residu. Tanah liat
residual terbentuk pada suatu tempat dan kenyataanya merupakan tanah atau
produk proses pembentukan tanah. Meskipun beberapa jenis tanah liat
mempunyai kegunaan komersial yang penting, mereka biasanya bertemu pada
strata yang lebih tua, kecuali dan ini jarang sekali sebagai fossil tanah pada
permukaan yang tidak sesuai. Tapi karena kebanyakan jenis tanah liat dan serpih
mengandung bahan-bahan asal residu, penting untuk mengetahui seperti apa
bahan-bahan ini untuk menyatakan keberadaan bahan tertentu dan untuk
menginterpretasikan dengan benar signifikansinya. Tanah liat residual dengan
demikian secara singkat didefinisikan

Tanah Liat Residual


Tanah residual (regolith oleh Merrill, saprolith oleh Becker, sthrolith oleh

Sederholm) adalah hasil dari proses pembentukan oleh cuaca yang terjadi di situ.
Karakter pengendapan ini tergantung pada iklim, drainase, dan bahan batuan
induknya. Dalam tanah yang matang (tipe normal atau zonal) iklim adalah faktor

32

yang lebih penting. Dalam tanah yang belum matang (intrazonal dan azonal) efek
drainase dan alam batu induknya secara sigap dapat dilihat.
Secara umum dalam wilayah lembab bahan-bahan residual diperkaya
dalam aluminium hidroksida dan logam ferric (pedaifers) dan meminimalkan
kapur, magnesia, dan alkali. Dibawah kondisi yang paling menguntungkan
walaupun silica dipindahkan ,sehingga produk akhir akan mengandung lebih
sedikit daripada alumina dan logam oksida. Bahan-bahan residual ini adalah
laterit. Laterisasi membutuhkan baik curah hujan yang tinggi maupun suhu yang
tinggi pada wilayah tropis. Laterit baik ferrugmous dan bauksitis, dihilangkan
oleh struktur konkresioner, pisolit dan badan besar semacam bantal.

Batuan Shale yang mengalami proses transportasi dan Mudstones


Tanah liat yang terangkut dan serpih berbeda menurut bentukan mereka

dari tiga sumber (gambar 2.3). Mereka memiliki bentuk yang beranekaragam (1)
produk abrasi (secara garis besar endapan), (2) produk akhir pengaruh cuaca
(tanah liat residual), dan (3) penambahan zat kimia dan biokimia. Penambahan zat
kimia ini salah satunya adalah bahan endapan dari larutan dan diendapkan secara
berkala dengan pengakumulasian tanah liat, seperti kapur karbonat, atau mereka
adalah bahan-bahan yang ditambahkan oleh reaksi atau perubahan dengan
medium yang mengitarinya (secara normal air laut) seperti potassium atau
magnesium. Beberapa varietas sub-kelas serpih tergantung pada rata-rata
kepentingan relatif beberapa sumber yang mempunyai kontribus. Jenis dan
proporsi asal endapan secara mekanis tergantung pada relief dan iklim daerah
asal. Jika bahan-bahan bersumber mekanis tiada atau jarang, batuan lumpur
diperkaya dengan bahan-bahan residual, dan dibawah kondisi tertentu mereka
diperkaya dengan presipitasi kimiawi seperti calcite, aragonit, siderit, chamosit,
silica dan dalam beberapa kasus bahan-bahan organis. Serpih dan batu yang
berhubungan oleh karena itu berjarak membentang dalam komposisi dan
menunjukkan respon-respon terhadap alam tektonik dan geomorfis dari akumulasi
dasar, sebagaimana arenit yang berhubungan dalam keluarga yang sama.

33

Ph serpih (ditentukan dengan sebuah suspensi aqueous pada bahan )


dipercaya sama dengan air dari lingkungan yang terdeposisi (Shukri, 1942; Millot,
1949). Serpih air tawar dikatakan mempunyai pH rata-rata kira-kira 4,7, dimana
rata-rata pH serpih yang terdeposisi dalam marine, lagoonal (danau pinggir laut)
atau danau deposisi kapur adalah kira-kira 7,8.

Serpih Hybrid dan Mudstones


Pada kondisi stabilitas kekerasan yang besar dan relief yang rendah, tanah

asal bahan detrital mencapai minimum. Pada kondisi ini sedimentasi pada lembah
sungai yang berdampingan

akan cenderung menjadi kimiawi. Pada kondisi

kekurangan pepeplanasi sempurna suplai klastik terrigenus, walaupun kecil, lebih


mampu mengapresiasikan, tapi tingkat akumulasinya sangat rendah. Walaupun
sediment yang dihasilkan mungkin menjadi serpih atau batuan lumpur, ini akan
lebih kaya daripada yang biasa dalam bahan-bahan endapan kimiawi dan biokimia
atau dalam bahan vulkanis. Batuan hibrida dengan demikian terbentuk memiliki
komposisi kimia yang nyata dengan sesuatu yang mungkin ditemukan. Secara
normal mereka lebih kaya dalam satu konstituen atau lebih daripada rata-rata
serpih. Jika kaya akan kapur mereka adalah serpih kalkareus atau marls, jika kaya
logam mereka adalah serpih ferriferous dan batuan lumpur, jika kaya akan karbon
mereka adalah serpih karbonaceus , jika kaya silika mereka adalah serpih siliceus,
dan semacamnya. Batuan hibrida disini dengan cepat dideskripsikan. Jika
komponen kimiawi di deduksi dari batuan, residunya akan ditemukan lebih atau
kurang dari serpih normal.

Serpih Carbonaceous
Serpih hitam adalah fosil dan banyak yang terpecah menjadi lembaran

semifleksibel tipis dalam ukuran yang besar. Serpih-Serpih tersebut merupakan


pengecualian untuk bahan yang kaya organik. Serpih-Serpih tersebut juga
cenderung kaya akan logam sulfida biasanya pyrite yang

fossil membentuk

nodula atau berada pada serat disseminasi. Serpih hitam jarang yang mengandung
fossil atau pada yang terbaik memiliki kejarangan, depauperasi dan fauna terbatas.
Hal ini terkecuali untuk bentuk-bentuk fosfatis saat ini, organisme diawetkan
hanya sebagai selaput grafitis atau karbonaseus atau sebagai pengganti pyrite.

34

Pengerasan lapisan karbonat atau nodul biasanya menunjukkan struktur kerucut


dalam kerucut dan nodul septarian setempat yang berlimpah akan serpih hitam.

Serpih Siliceus
Siliceous shales mempunyai kandungan silikon tinggi yang abnormal.

Rata-rata serpih mempunyai 58 % silikon, serpih siliceus mungkin mengandung


sebanyak 85%. Konstituen lain, secara harfiah logam ferrous dan karbonat, adalah
tiada atau kecil. Perhitungan normal, mengasumsikan mineral silika dengan ratio
silikon tertinggi, menunjukkan paling tidak 70% dari batuan adalah silika yang tak
terkombinasi. Seperti

serpih yang bersilika tinggi yang mungkin diharapkan

adalah keras, batuan yang tahan lama yang menghalangi disintegrasi.

Serpih Alumina tinggi


Serpih rata-rata mempunyai kandungan alumina 15,4%. Adanya

kandungan endapan lumpur yang abnormal bisa lebih rendah lagi. Tidak seperti
tanah liat residual, beberapa serpih atau batu tulis mengandung lebih dari 20%
alumina. Sebuah serpih atau batu tulis mungkin dikatakan batau yang beralumina
tinggi jika kandungan akan konstituen ini melebihi 22 %. Mungkin kurang dari
5% serpih akan mempunyai alumina sebanyak ini atau malah lebih.

2.1.3. Batuan Metamorf


Batuan metamorf adalah batuan hasil ubahan dari batu asal (batuan beku,
sedimen atau metamorf) akibat perubahan temperatur, tekanan, atau keduanya.
Proses ubahan tersebut terjadi dalam suasana padat melalui proses isokimia,
dimana susunan batuan tidak berubah, tetapi yang berubah hanya susunan
mineralogi sehingga terbentuk mineral baru.
2.1.3.1. Komposisi Mineral Batuan Metamorf
Pada dasarnya komposisi batuan metamorf dapat dibagi dalam dua
golongan, yaitu :

35

1. Mineral stress
Suatu mineral yang stabil dalam kondisi tekanan dimana mineral
ini dapat berbentuk pipih atau tabular, prismatik, maka mineral tersebut
akan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya. Contohnya : mika, seolit,
epidote, silimanit, claurite.
2. Mineral anti stress
Suatu mineral yang terbentuk bukan dalam kondisi tekanan dimana
biasanya berbentuk equidimensional. Contohnya : kuarsa, feldspar, garnet,
kalsit, kordierit.
2.1.3.1. Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur batuan metamorf dapat digolongkan menjadi :
1. Tekstur kristaloblastik, yaitu tekstur yang terjadi pada saat tumbuhnya
mineral pada suasana padat. Contohnya : lepidaoblastik, nematoblastik,
granoblastik.
2. Tekstur palimpset
Merupakan tekstur sisa dari batuan asal yang dijumpai pada batuan
metamorf. Contohnya : blastoporfiritik, blastosefit, blastopesamit.

2.1.3.2. Struktur batuan metamorf


Struktur batuan metamorf terdiri atas dua golongan :
1. Struktur foliasi, yaitu struktur pada batuan metamorf yang ditunjukan oleh
adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf. Contohnya
adalah :
a. Struktur Slatycleavage, merupakan peralihan dari sedimen yang
berubah ke metamorf.
b. Struktur Skistosa, suatu struktur dimana mineral pipih lebih
dominan dibandingkan dengan mineral butiran.

36

c. Struktur Gneisik, struktur dimana jumlah mineral granular relatif


lebih banyak dari mineral pipih.
2. Struktur non foliasi, yaitu struktur yang tidak memperlihatkan adanya
penjajaran mineral penyusun batuan metamorf. Contohnya adalah :
a. Struktur Hornfelsik, dicirikan dengan adanya butiran-butiran
seragam yang terbentuk pada bagian dalam daerah kontak sekitar
tubuh batuan beku.
b. Struktur Liniasi, struktur yang diperlihatkan oleh adanya
kumpulan mineral-mineral yang berbentuk jarum.
2.1.3.3. Klasifikasi Batuan Metamorf
Kebanyakan

batuan

metamorf

dikelompokkan,

atau

dinamakan

berdasarkan tekstur dan strukturnya. Selain batuan yang penamaannya


berdasarkan struktur atau tekstur batuan metamorf yang lain antara lain :
a. Amphibolit, yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar
dan mineral utama penyusunnya adalah amfibol (umumnya hornblende) dan
plagioklas. Batuan ini menunjukkan schistosity apabila mineral prismatiknya
terorientasi.
b. Eclogit, yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan
mineral penyusunnya utamanya adalah piroksen (diopsid kaya sodium dan
allumunium) dan garnet kaya pyrope
c. Granulit, yaitu batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang tersusun
oleh mineral utama kuarsa dan feldspar serta sedikit piroksen dan garnet.
Kuarsa dan feldspar yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur gneisic.
d. Surpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir
semuanya berupa mineral kelompok serpentin. Kadang dijumpai mineral
tambahan seperti klorit, talk dan karbonat yang umumnya berwarna hijau.
e. Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat (kalsit
atau dolomit) dan umumnya bertekstur granoblastik.

37

f. Skarn, yaitu marmer yang tidak murni karena mengandung mineral calciumsilikat seperti garnet, dan epidot. Umumnya terjadi karena perubahan
komposisi batuan di sekitar kontak dengan batuan beku.
g. Kuarsit, yaitu bahan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa
h. Soapstone, yaitu batuan metamorf dengan komposisi utama talk.
i. Rodingit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi calcium silicat yang
terjadi akibat alterasi metasomatik batuan beku basa di dekat batuan beku
ultrabasa yang mengalami serpentinisasi.
2.2. Sifat Fisik Batuan Formasi
Sifat fisik batuan fomasi yang dapat berpengaruh terhadap pemboran
diantaranya yang akan dibahas yaitu : porositas, saturasi, permeabilitas, dan
kompresibilitas batuan.
2.2.1. Porositas
Porositas () didefinisikan sebagai fraksi atau persen dari volume ruang
pori-pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar-kecilnya porositas
suatu batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara
matematis porositas dapat dinyatakan sebagai :
=

Vp
Vb - Vs
=
......................................................................... (2-1)
Vb
Vb

Dimana :
Vb

= volume batuan total (bulk volume)

Vs

= volume padatan batuan total (grain volume)

Vp

= volume ruang pori-pori batuan.

Pada proses pembentukan dari ruang-ruang kosong ada yang saling


berhubungan (interconnected) dan ada yang

tidak saling berhubungan

(inconnected). Oleh sebab itu ada dua pengertian tentang porositas, yaitu:
1. Porositas absolut adalah persen volume pori-pori total terhadap volume batuan
total (bulk volume).
=

Volume pori total


100% ..............................................................
bulk volume

(2-2)

38

2. Porositas efektif adalah persen volume pori-pori yang saling berhubungan


terhadap volume batuan total (bulk volume).
=

Volume pori yang berhubungan


100% .......................................
bulk volume

(2-

3)
Selain itu menurut waktu dan cara terjadinya, maka porositas dapat juga
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Porositas primer, adalah porositas yang terbentuk pada waktu batuan sedimen
diendapkan.
2. Porositas sekunder, adalah batuan yang terbentuk sesudah batuan sedimen
terendapkan.
Pengaruh porositas pada batuan sangatlah besar. Suatu batuan yang porous
akan memberikan penetration rate (laju penembusan) yang lebih besar jika
dibandingkan dengan batuan yang padat (tidak porous).
2.2.2. Saturasi
Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume poripori total pada suatu batuan berpori.
Secara matematis besarnya saturasi untuk masing-masing fluida dituliskan dalam
persamaan berikut :
S =

volume pori pori yang diisi oleh fluida tertentu


volume pori total

..........................

(2-4)
Karena fluida yang mengisi batuan reservoir terdiri dari minyak, gas dan air, maka
dapat ditulis dalam persamaan berikut :
Saturasi minyak (So) adalah :
So

5)

volume pori pori yang diisioil


volume pori pori total

..................................................... (2-

39

Saturasi air (Sw) adalah :


Sw =

volume pori pori yang diisi air


volume pori pori total

.................................................

(2-6)
Saturasi gas (Sg) adalah :
Sg =

volume pori pori yang diisi gas


volume pori pori total

................................................ (2-

7)
Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :
Sg + So + Sw = 1 ................................................................................... (2-8)
2.2.3. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Permeabilitas batuan
merupakan fungsi dari tingkat hubungan ruang antar pori-pori dalam batuan
seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.6.
Definisi kwantitatif permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh HenryDarcy
(1856) dalam hubungan empiris dengan bentuk differensial sebagai berikut :
V = -

dP
..................................................................................... (2-9)
dL

dimana :
V

= kecepatan aliran, cm/sec

= viskositas fluida yang mengalir, cp

dP/dL

= gradient tekanan dalam arah aliran, atm/cm

= permeabilitas media berpori.

Tanda negatif dalam persamaan (2-9) menunjukkan pengurangan


kecepatan aliran dalam media berpori yang tergantung dari perbedaan tekanan dan
jarak.
Dalam batuan reservoir, permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :

40

Permeabilitas absolut (K), adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir


melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misal hanya minyak atau gas
saja.
K

Q.. L
....................................................................................
A.( P1 - P2 )

(2-10)
dimana :
K = permeabilitas, darcy
Q = laju aliran fluida, cm3/sec
= viscositas fluida, cp
L = panjang media berpori, cm
A = luas penampang, cm2
(P1-P2) = gradien tekanan, atm

Gambar 2.6.
Diagram percobaan permeabilitas
(Nind, T.E.W,1964.)
Permeabilitas efektif (Kw, Ko, Kg), adalah permeabilitas batuan dimana fluida
yang mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas
dan minyak atau ketiga-tiganya.
Permeabilitas

relatif

(Kro, Krw, Krg), adalah

perbandingan

antara

permeabilitas efektif dengan permeabilitas absolut.


K ro =

Ko
,
K

K rg =

Kg
K

K rw =

Kw
K

Dari Gambar 2.2. dapat ditunjukkan bahwa Ko pada Sw = 0 dan So = 1


akan sama dengan harga K absolut, demikian juga untuk harga K absolutnya (titik

41

A dan B). Gambar 2.7. menunjukkan kurva permeabilitas efektif untuk sistem
minyak dan air.

Gambar 2.7.
Kurva Permeabilitas Efektif untuk Sistem Minyak dan Air
(Pirson, S.J, 1958)
Terdapat dua hal penting untuk kurva permeabilitas efektif sistem minyakair (Gambar 2.7.) , yaitu :

Harga ko akan turun dengan cepat jika Sw bertambah dari nol, demikian juga
kw akan turun dengan cepat jika Sw berkurang dari satu, sehingga dapat
dikatakan untuk So yang kecil akan mengurangi laju aliran minyak karena konya yang kecil, demikian pula untuk air.

Harga ko akan turun sama dengan nol walau masih ada saturasi minyak dalam
batuan, meskipun So belum mencapai nol. Pada keadaan ini (titik C) minyak
sudah tidak dapat bergerak lagi. Saturasi minimum ini disebut residual oil
saturation (Sor) atau critical oil saturation (Soc), demikian juga untuk air yaitu
(Swr atau Swc).
Sedangkan hubungan antara permeabilitas efektif gas dan minyak di dalam

media berpori ditunjukkan dalam Gambar 2.8.

42

Gambar 2.8.
Hubungan Permeabilitas Efektif Minyak dan Gas
(Pirson, S.J, 1958)
Suatu zone minyak ditemukan dengan saturasi gas bebas sama dengan nol.
Pada kondisi awal, sejumlah gas bebas di dalam reservoir berada di atas zone
minyak sebagai tudung gas (gas cap). Saat diproduksikan, tekanan reservoir dalam
zone minyak akan turun. Jika tekanan turun cukup rendah (di bawah tekanan
bubble point), gas mulai membebaskan diri dari minyak. Dengan turunnya
tekanan di bawah tekanan bubble point, Sg (saturasi gas) bertambah di dalam zone
minyak.
Kesetimbangan saturasi gas, Sgc (juga disebut saturasi gas kritis),
menggambarkan saturasi pada saat permeabilitas pertama untuk gas tercapai.
Demikian pula, hilangnya permeabilitas fasa minyak terjadi ketika saturasi
minyak berkurang sampai harga residualnya, S or . Apabila harga saturasi minyak
kurang dari Sor, maka perolehan minyak tidak dapat dilakukan secara primary dan
secondary recovery.

2.2.4. Kompresibilitas Batuan

43

Formasi batuan pada suatu kedalaman tertentu dikenai dua gaya yang
bekerja padanya, yaitu gaya akibat beban batuan diatasnya (overburden) dan gaya
yang timbul akibat adanya fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan
tersebut. Pada keadaan statik, kedua gaya berada dalam keadaan setimbang. Bila
tekanan reservoir berkurang akibat pengosongan fluida, maka kesetimbangan gaya
ini terganggu. Akibatnya terjadi penyesuaian dalam bentuk penyusutan volume
pori-pori, perubahan batuan dan volume total batuan. Koefisien penyusutan ini
disebut dengan kompresibilitas batuan. Kompresibilitas pada batuan menurut
Geertsma terdapat tiga macam kompresibilitas pada batuan antara lain :
a. Kompresibilitas matriks batuan
Kompresibilitas matriks batuan adalah fraksional perubahan volume dari
material padatan batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
b. Kompresibilitas batuan keseluruhan
Kompresibilitas batuan keseluruhan merupakan fraksional perubahan
volume batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
c. Kompresibilitas pori-pori batuan
Kompresibiltas pori-pori batuan merupakan fraksional perubahan pori-pori
batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua macam
tekanan, antara lain :

Tekanan dalam (internal stress), tekanan yang disebabkan oleh hidrostatik


fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan.

Tekanan luar (external stress) yang disebabkan oleh berat batuan yang ada
diatasnya (overburden pressure).
Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan reservoir akan

mengakibatkan perubahan tekanan-dalam dari batuan, sehingga resultan tekanan


pada batuan akan mengalami perubahan pula. Adanya perubahan tekanan ini akan
mengakibatkan perubahan pada butir-butir batuan, pori-pori dan volume total
(bulk) batuan reservoir. Untuk padatan (grains) akan mengalami perubahan yang
serupa apabila mendapat tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya.

44

Perubahan bentuk volume bulk batuan dapat dinyatakan sebagai


kompressibilitas Cr atau :
Cr =

1 dVr
.
Vr dP

...............

(2-

11)
dimana :
Vr = volume padatan batuan (grains), cuft
P

= tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan, psi


Sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat dinyatakan

sebagai kompressibilitas Cp atau :


Cp

1 dV p
.
................
V p dP *

(2-

12)
dimana :
Vp =

volume pori-pori batuan, cuft

P* =

tekanan luar (tekanan overburden), psi

2.3. Sifat Mekanik Batuan Formasi


2.3.1. Compressive Strength
Compressive

strength

yaitu

kemampuan

batuan

untuk

menahan

compressive stress maksimum sebelum batuan tersebut hancur. Pada umumnya


laju pemboran berbanding terbalik dengan compressive strength batuan yang
dibor. Perhitungan Compressive Strength dapat ditentukan oleh persamaan di
bawah ini oleh Harold. L. Overton :

Cf P
e
Sc Sc mak 1

..................................................... (2

13)
dimana :
Scmak = kekuatan batuan maksimum, fungsi dari temperatur dan komposisi
batuan, psi
cf

= kompresibilitas batuan, fungsi dari komposisi batuan, psi-1

45

= porositas batuan, fungsi dari waktu dan komposisi, dari data log %.

= porositas awal pada saat pengendapan, fungsi dari jenis batuan, %.

= tekanan formasi - tekanan fluida di dalam pori batuan (Pf - Pi), psi.

Pada operasi pemboran, compressive strength memberikan pengaruh


negatif dimana dengan meningkatnya compressive strength suatu batuan maka
batuan tersebut akan menjadi lebih sulit untuk dibor. Compressive strength batuan
sangat dipengaruhi oleh tekanan-tekanan yang bekerja di dalam lubang bor,
apabila tekanan hidrostatik kolom lumpur naik maka akan menyebabkan naiknya
compressive strength pula. Apabila tekanan formasi suatu sumur lebih besar
daripada tekanan kolom lumpur, maka compressive strength batuannya akan kecil
sehingga batuan akan lebih mudah untuk dibor.
2.3.2. Drillability
Drillabilitas batuan (rock drillability) merupakan ukuran kemudahan
batuan untuk dibor yang dinyatakan dalam satuan besarnya volume batuan yang
bisa dibor pada setiap unit energi yang diberikan pada batuan tersebut.
Drillabilitas batuan dapat ditentukan dari data pemboran (drilling record).
Persamaan Drillabilitas menurut Harold. L. Overton adalah sebagai berikut :

R p d h It S c

57,6ht (rpm)n w 1 e 75.b.5.b.

.......

... (214)
dimana :
Rp

= laju penembusan, ft/jam

dh

= diameter lubang bor, inch

It

= jarak putaran/gigi pahat, inch

ht

= tinggi gigi pahat yang benbentuk segitiga, inch

= faktor efisiensi putaran stang bor, umumnya mendekati 0.5

= berat pada pahat, lb

= kecepatan fluida pemboran, ft/menit

46

= kekentalan fluida pemboran, cp

= faktor pembersihan serbuk bor.

= temperatur fluida pemboran, oF

2.3.3. Hardness
Hardness adalah ketahanan mineral terhadap goresan. Kekerasan
(hardness) relatif dari suatu mineral tertentu dengan urutan mineral yang dipakai
sebagai standar kekerasan. Mineral yang mempunyai kekerasan yang lebih kecil
akan mempunyai bekas goresan pada tubuh tersebut. Untuk menentukan
ketahanan ini digunakan skala kekerasan Mohs yang memiliki 10 pembagian
skala, dimulai dari skala 1 untuk mineral yang terlunak dan skala 10 untuk
mineral terkeras. Berikut ini urutan skala kekerasan Mohs (Tabel II-11).
Tabel II - 11
Skala Kekerasan Mineral (Mohs)
(C. Danisworo, 2001)

Berdasarkan skala Mohs ini, kekerasan dapat dibagi menjadi 3 kelompok


yaitu :
1. Batuan lunak : shale, clay, salt, soft limestone (unconsolidated) memiliki
skala kekerasan relatif lebih kecil dari 4.
2. Batuan sedang : medium limestone, unconsolidated dan shally sand, salt,
anhydrite memiliki skala kekerasan relatif antara 4 7.

47

3. Batuan keras : dolomite, hard limestone (consolidated), chert, quarzite


memiliki skala kekerasan relatif lebih besar dari 7.
2.3.4. Abrasiveness
Abrasiveness formasi merupakan sifat menggores dan mengikis dari
batuan, sehingga sering menyebabkan keausan pada gigi pahat dan diameter
pahat. Setiap batuan mempunyai sifat abrasivitas yang berbeda-beda, pada
umumnya batuan beku mempunyai tingkat abrasivitas sedang sampai tinggi, batu
pasir lebih abrasif daripada shale, serta limestone lebih abrasif dari batu pasir
ataupun shale. Ukuran dan bentuk dari partikel batuan menyebabkan berbagai tipe
keausan, seperti juga torsi dan daya tekan pada pahat.
Abrasiveness dapat dinyatakan dengan persamaan :
Af

Tf i
m

......................................................................... (2-15)

dimana :
m

= 1359,1 714,19 log Wek

Wek

= ekivalen beban pada mata bor, lb

= fungsi yang menghubungkan pengaruh RPM terhadap laju

keausan gigi mata bor.


Tf

= waktu pemboran, hour

2.3.5. Elasticity
Elastisitas formasi sangat dipengaruhi oleh tekanan dimana batuan berada,
dapat ditunjukan pada batuan shale, karena semakin sukar diukur pada kedalaman
yang semakin bertambah. Adanya lumpur diatas formasi dengan

tekanannya

mempersulit pemboran karena dengan tekanan ini maka strength batuan akan
bertambah. Elastisitas batuan menurut Onyia dijabarkan sebagai:
9 KpV2

E = 3K V ................................................................................. (2-16)
s
K = V s - 4/3V s ............................................................................ (2-17)
2

G = V s .......................................................................................... (2-18)
2

V = (V c2 /V 2s )2 / (V c2 /V 2s )1........................................................ (2-19)

48

Keterangan :
E

= modulus young

= bulk modulus

= rigidity modulus

Vc = compression velocity, ft/sec


Vs = shear velocity, ft/sec

= bulk density, gr/cc

= Poissons Ratio

2.3.6. Bailing Tendency


Bailing Tendency merupakan kecenderungan serbuk bor untuk dapat
menempel pada bit. Bailing tendency dari formasi pada dasarnya dipengaruhi oleh
komposisi mineral. Clay yang mengandung air, bentonite mengandung air dan
campuran yang berbentuk bubur akan menempel di antara gigi-gigi pahat dan
melingkupi seluruh mata bit.
Batuan yang memiliki sifat menempel pada bit akan menyebabkan laju
pemboran menurun, hal ini disebabkan batuan yang menempel pada gigi-gigi bit
akan menghalangi penggerusan bit pada formasi batuan. Dengan demikian efek
bit bailling akan menurunkan laju penembusan (ROP).
2.4.

Karakteristik Fluida Formasi


Fluida formasi yang terdapat dalam ruang pori-pori batuan formasi pada

tekanan dan temperatur tertentu, secara alamiah merupakan campuran yang sangat
kompleks dalam susunan atau komposisi kimianya. Sifat-sifat dari fluida
hidrokarbon perlu dipelajari untuk memperkirakan cadangan akumulasi
hidrokarbon, menentukan laju aliran minyak atau gas dari formasi menuju dasar
sumur, mengontrol gerakan fluida dalam formasi dan lain-lain.
Fluida formasi dapat berupa hidrokarbon dan air formasi. Hidrokarbon
terbentuk di alam, dapat berupa gas, zat cair ataupun zat padat. Sedangkan air
formasi merupakan air yang dijumpai bersama-sama dengan endapan minyak.

49

2.4.1. Komposisi Kimia Fluida Formasi


Hidrokarbon adalah senyawa yang terdiri dari atom karbon dan hidrogen.
Senyawa karbon dan hidrogen mempunyai banyak variasi yang terdiri dari
hidrokarbon rantai terbuka, yang meliputi hidrokarbon jenuh dan tak jenuh serta
hidrokarbon rantai tertutup (susunan cincin) meliputi hidrokarbon cyclic aliphatic
dan hidrokarbon aromatic. Keluarga hidrokarbon dikenal sebagai seri homolog,
anggota dari seri homolog ini mempunyai struktur kimia dan sifat-sifat fisiknya
dapat diketahui dari hubungan dengan anggota deret lain yang sifat fisiknya sudah
diketahui. Sedangkan pembagian tingkat dari seri homolog tersebut didasarkan
pada jumlah atom karbon pada struktur kimianya.
2.4.1.1. Komposisi Kimia Hidrokarbon
2.4.1.1.1. Golongan Hidrokarbon Jenuh
Golongan hidrokarbon jenuh disebut juga golongan parafin atau golongan
alkana, yang mempunyai rumus umum Cn H2n+2. Golongan ini dicirikan dengan
adanya atom-atom C yang diatur menurut rantai terbuka dan masing-masing atom
dihubungkan dengan ikatan tunggal. Misalnya :
H
H

H
Metana (CH4)

Etana (C2H6)

Pada Tabel (II-12) memperlihatkan contoh-contoh nama anggota alkana sesuai


dengan jumlah atomnya

50

Tabel II-12
Alkana (CnH2n+2)
(R. Bobby, 2000)
Number of Carbon, n
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Name
Methane
Ethane
Propane
Butane
Pentane
Hexane
Heptane
Octane
Nonane
Decane

2.4.1.1.2. Golongan Hidrokarbon Tak Jenuh


Golongan hidrokarbon tak jenuh dicirikan dengan adanya atom-atom C
yang diatur menurut rantai terbuka dan adanya ikatan rangkap dua atau rangkap
tiga dalam tiap molekul. Golongan ini di bagi menjadi golongan olefins dan
golongan diolefins.
1. Golongan Olefins
Golongan olefins disebut juga golongan alkena yang mempunyai rumus
umum CnH2n. Golongan ini dicirikan dengan adanya satu ikatan rangkap
dua dalam tiap molekul. Misalnya :

Etilena

: CH2 = CH2

Propilena

: CH2 = CH - CH3

Butilena

: CH2 = CH - CH2 - CH3

C
H

= C

C
H

Propena (C3H6)

= C

H
C
H

2-Butena (C4H8)

51

2. Golongan Diolefins
Golongan diolefins disebut juga golongan alkuna, yang mempunyai rumus
umum CnH2n-2. Golongan ini dicirikan dengan adanya satu ikatan rangkap
tiga dalam tiap molekul. Misalnya :
H
H

H
Etuna (C2H2)

Propuna (C3H4)

2.4.1.1.3. Golongan Naftena


Golongan naftalena disebut juga golongan sikloparafin atau golongan
sikloalkana, yang mempunyai rumus umum CnH2n. Golongan ini dicirikan dengan
adanya atom-atom C yang diatur menurut rantai tertutup dan masing-masing atom
dihubungkan dengan ikatan tunggal. Misalnya :
CH2
CH2
CH2

CH2
CH2

CH2

CH2

CH2

CH2

CH2
CH2

Siklopentana (C5H10)

Sikloheksana (C6H12)

2.4.1.1.4. Golongan Aromatik


Golongan aromatik mempunyai rumus umum CnH2n-6, yang dicirikan
dengan adanya atom-atom C yang diatur menurut rantai tertutup dan adanya
ikatan tunggal dan rangkap dua yang berselang-seling dalam tiap molekul.
Dalam keadaan tekanan dan temperatur standar, hidrokarbon aromatik ini
dapat berada dalam bentuk cairan atau padatan. Benzena merupakan zat cair yang

52

tidak berwarna dan mendidih pada temperatur 178oF. Karena sebagian besar dari
anggota golongan hidrokarbon ini memberikan bau yang wangi, sehingga
golongan ini disebut golongan aromatik.
2.4.1.2. Komposisi Kimia Air Formasi
Air formasi atau disebut "connate water" atau "interstial water" hampir
dipastikan mengandung garam-garam yang terbentuk oleh kesetimbangan ion-ion
yang terkandung di dalam air formasi. Kemudian bila dibandingkan dengan air
laut, umumnya air formasi mengandung konsentrasi padatan yang lebih besar,
walaupun dilaporkan pula bahwa kandungan padatan total dari air formasi
berkisar dari 200 ppm sampai dengan 300.000 ppm, sedangkan air laut
mengandung kira-kira 35.000 ppm padatan total.
2.4.1.2.1. Jenis Kandungan Ion
Ion-ion penyusun air formasi terdiri dari ion-ion positif (kation) dan ionion negatif (anion) yang membentuk larutan garam.
1. Kation
Kation-kation yang terkandung dalam air formasi dapat dikelompokkan
menjadi sebagai berikut :
a. Alkali : K+,Na+ dan Li+ yang membentuk basa kuat.
b. Metal Alkali tanah : Br++, Mg++, Ca++, Sr++,Ba++ dan Ra yang
membentuk basa lemah.
c. Ion Hidrogen
d. Metal Berat : Fe++, Mn++ membentuk basa yang berdissosiasi.
Perkembangan dalam analisa kimia dewasa ini telah memungkinkan untuk
menganalisa secara kuantitatif semua kation tersebut diatas. Semula
analisa hanya dilakukan terhadap sodium dan hal ini jarang secara
langsung tetapi dihitung berdasarkan perbedaan antara harga reaksi dari
kation dan anion tertentu. Umumnya analisa tersebut hanya dilaporkan
sebagai calcium, magnesium dan sodium dimana potasium dan kation
lainnya dimasukkan ke dalam harga sodium.

53

2. Anion-anion
Anion-anion yang terkandung dalam air formasi adalah sebagai berikut :
a.

Asam kuat : Cl-, SO4=,NO3-

b.

Asam Lemah : CO3= ,HCO3-,S-

Ion-ion tersebut diatas (kation dan anion) akan bergabung berdasarkan empat
sifat, yaitu :
1.

Salinitas primer, bila alkali bereaksi dengan asam kuat, misalnya NaCl dan
Na2SO4

2.

Salinitas sekunder, bila alkali tanah bereaksi dengan asam kuat, misalnya
CaCl2, MgCl2,CaSO4,MgSO4.

3.

Alkalinitas primer, bila alkali bereaksi dengan asam lemah, misalnya


Na2CO3, Na(HCO3)2.

4.

Alkalinitas sekunder, bila alkali tanah bereaksi dengan asam lemah,


misalnya CaCO3, MgCO3, Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2.

2.4.1.2.2. Kandungan Ion dan Mineral


Kandungan padatan yang terdapat di dalam air formasi dinyatakan dalam
beberapa cara yang berbeda. Diantaranya adalah parts per million, miliequivalent
weight per liter dan persen padatan.
Umumnya satuan ppm dan miliequivalent weight per liter dapat digunakan
secara bertukaran. Kedua satuan ini identik bila dianggap bahwa density air
formasi adalah satu. Anggapan ini tidak tepat benar tetapi biasanya memenuhi
kelayakan untuk perhitungan engineering.
Satuan persen padatan dapat diperoleh dengan pembagian per million dengan
10000. Tabel (II-13) menunjukkan suatu komposisi dari air formasi beserta jumlah
kandungan ion penyusunnya dalam satuan parts per million.

54

Tabel II-13
Hasil Analisa Air Formasi Dalam Ppm
(R. Bobby, 2000)

2.4.2. Sifat Fisik Fluida Formasi


Sifat fisik dari fluida formasi dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu sifat
fisik minyak, gas dan air formasi.
2.4.2.1. Sifat Fisik Minyak
2.4.2.1.1. Berat Jenis Minyak
Berat jenis fluida adalah salah satu sifat fisika fluida hidrokarbon yang
dinyatakan dalam sepecifik gravity, SG atau derajat API.
Hubungan antara berat jenis minyak dengan SG didasarkan pada berat
jenis air, sedangkan untuk gas didasarkan pada berat jenis udara, yang mana
keduanya diukur pada kondisi standar (1 atm dan 60 F).
Spesifik gravity minyak dinyatakan terhadap berat jenis air, dengan
persamaan sebagai berikut :
SG min yak

Bj min yak
Bj air

..................................................... (2-20)

Hubungan antara SG minyak dengan API dinyatakan dengan :


API

141,5
131,5 ............................................................ (2-21)
SG

Harga API untuk beberapa jenis minyak adalah :


Minyak ringan

: > 30 oAPI

Minyak sedang

: 20 30 oAPI

55

Minyak berat

: 10 20 oAPI

2.4.2.1.2. Viskositas Minyak


Viskositas minyak adalah suatu ukuran tentang besaran keengganan
minyak untuk mengalir dan dinotasikan dengan . Viskositas merupakan
perbandingan shear stress dan shear rate. Viskositas minyak sangat dipengaruhi
oleh temperatur, tekanan dan jumlah gas yang terlarut dalam minyak tersebut.
Hubungan antara viskositas minyak (o) terhadap tekanan ditunjukkan dalam
Gambar 2.9.

7
6

V is c o s ity , c p

B .P

4
3

B .P

2
1

B .P

C
D

1000

B .P
2000

3000

P r e s s u r e , p s ig

Gambar 2.9.
Grafik Hubungan Viscositas Minyak Terhadap Tekanan
(Craft, B.C., 1959)
Dari Gambar 2.18. tersebut dapat dijelaskan bahwa :

Di atas tekanan buble point (Pb) kekentalan minyak akan turun terhadap
penurunan tekanan dari P1 ke Pb.

Di bawah tekanan buble point kekentalan minyak akan naik terhadap


penurunan tekanan, karena gas yang terlarut membebaskan diri dari minyak.

56

Disamping itu viskositas minyak akan turun dengan naiknya temperatur


dan viskositas minyak akan berkurang dengan bertambahnya gas dalam larutan.
Hal ini terlihat jelas pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10.
Viscositas Minyak Reservoir pada
Tekanan 1 Atmosfir dan Temperatur Reservoir
(Craft, B.C., 1959)

Viskositas dinyatakan dengan persamaan :

F
dv

A
dy

.......................................................................................(2-22)

57

dimana :

viskositas, gr/(cm.sec)

shear stress

luas bidang paralel terhadap aliran, cm2

gradient kecepatan, cm/(sec.cm)

dv

dy

2.4.2.1.3. Kelarutan Gas dalam Minyak


Kelarutan gas dalam minyak (Rs) didefinisikan sebagai banyaknya volume
gas yang terlarut dari suatu minyak mentah pada kondisi tekanan dan temperatur
reservoir, yang di permukaan volumenya sebesar satu stock tank barrel,
ditunjukkan pada Gambar 2.11.
Faktor yang mempengaruhi Rs adalah :
Tekanan, pada suhu tetap, kelarutan gas dalam sejumlah zat cair tertentu
berbanding lurus dengan tekanan .
Komposisi minyak dalam gas, kelarutan gas dalam minyak semakin besar
dengan menurunnya specific gravity minyak.
Temperatur, Rs akan berkurang dengan naiknya temperatur.

58

Gambar 2.11.
Rs Sebagai Fungsi Tekanan
(Craft, B.C., 1959)
Apabila tekanan diturunkan, ternyata gas yang terlarut pada tekanan
tertentu akan mulai melepaskan diri dari larutannya. Tekanan dimana gas keluar
dari larutannya disebut dengan tekanan gelembung (bubble point pressure), Pb.
Kurva kelarutan konstan sebelum mencapai Pb, gas terus keluar dari
larutannya dan mengakibatkan saturasi gas bertambah, sehingga kemampuan
mengalirnya minyak berkurang atau dengan kata lain permeabilitas efektif minyak
menurun.
2.4.2.1.4. Faktor Volume Formasi Minyak
Faktor volume formasi minyak didefinisikan sebagai volume dalam barrel
pada kondisi reservoir yang ditempati oleh satu stock tank barrel minyak,
termasuk gas yang terlarut di dalamnya. Dengan kata lain adalah perbandingan
relatif antara volume minyak awal (kondisi reservoir) termasuk gas yang terlarut
terhadap volume minyak akhir (kondisi standart dalam tangki pengumpul), dapat
ditulis sebagai berikut (satuan yang digunakan bbl/stb) :
Bo

volume min yak gas terlarut ( P & TRES )


.......................(2-23)
volume min yak ( P & T std )

Dengan cara analisa PVT (Pressure Volume Temperatur), harga Bo dapat


ditentukan, yang mana harga Bo tersebut sangat tergantung pada cara proses
pembebasan gas yang terlarut (gas liberation process).
Ada dua cara proses pembebasan gas tersebut, yaitu :

59

1.

Differential Liberation
Adalah proses pembebasan gas dimana gas yang terlarut dibebaskan secara
kontinue. Di dalam proses ini penurunan tekanan sistem akan disertai
mengalirnya sebagian fluida meninggalkan sistem. Minyak hanya berada
dalam kesetimbangan dengan gas yang dibebaskan pada tekanan tertentu saja
dan tidak dengan gas yang meninggalkan sistem. Jadi selama proses ini
berlangsung komposisi total sistem akan bertambah

2.

Flash Liberation
Adalah proses pembebasan gas dimana tekanan dikurangi dengan jumlah
tertentu dan setelah keseimbangan tercapai, gas dibebaskan.
Harga Bo yang diperoleh dari kedua proses di atas akan berbeda sesuai

dengan keadaan reservoir selama proses berlangsung. Hubungan antara Bo


dengan tekanan reservoir untuk proses pembebasan yang berbeda dapat dilihat
pada Gambar 2.12. Disini harga Bo pada proses flash liberation lebih kecil
daripada proses differential leberation.
Pada proses minyak dari reservoir sampai permukaan dapat dianggap
mendekati proses flash liberation, karena pembebasan gas yang terjadi dalam
tubing dan alat-alat di permukaan mendekati flash liberation.

60

Gambar 2.12.
Perbedaan Ideal Flash Dengan Differential
Faktor Volume Formasi.
(Craft. B.C., 1959)
Standing melakukan perhitungan Bo secara empiris :
Bo = 0.972 + 0.000147.F1.175 ..................................................... (2-24)
g
1.25 T ............................................................. (2-25)
F Rs

Dimana :
Rs

= Kelarutan gas dalam minyak, scf/stb

= Specific gravity minyak, lb/cuft

= Specific gravity gas, lb/cuft

= Temperatur, oF.

Harga Bo dipengaruhi oleh tekanan, dimana :


-

Tekanan di bawah Pb (P < Pb), Bo akan turun akibat


sebagian gas terbebaskan.

Tekanan diantara Pi dan Pb (Pb < P < Pi), Bo akan naik


sebagai akibat terjadinya pengembangan gas.

Grafik hubungan Bo terhadap tekanan dapat dilihat pada Gambar 2.13.

61

Gambar 2.13.
Faktor Volume Formasi Minyak (Bo)
Sebagai Fungsi Dari Tekanan
(Craft. B.C., 1959)
Apabila kondisi reservoir berada di atas Pb, maka Bo akan naik sampai
dengan Bob sesuai dengan turunnya tekanan samapai mencapai Pb, sehingga sistem
cairan bertamabh akibat pengembangan minyak. Setelah mencapai Pb, Bo akan
turun dengan berkurangnya tekanan selama proses produksi berlangsung. Hal ini
disebabkan makin banyaknya gas yang terbebaskan selama proses penurunan
tekanan.
Pada faktor volume formasi minyak dikenal istilah faktor penyusutan
(shrinkage factor), yang didefinisikan sebagai kebalikan dari Bo :
bo

1
Bo

Penyusutan volume minyak disebabkan oleh keluarnya gas dari larutan minyak.
Faktor penyusutan berbanding lurus dengan daya larut gas (Rs), dimana semakin
banyak gas yang terlarut maka akan semakin besar harga faktor penyusutan.
2.4.2.1.5. Kompressibilitas Minyak
Kompressibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume minyak
akibat adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut:

62

C o V1 dV
dP .(2-26)
Persamaan (2-36) dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih mudah dipahami,
sesuai dengan aplikasi di lapangan, yaitu :
Co

B ob B oi

B oi Pi Pb

.(2-27)

dimana :
Bob

faktor volume formasi pada tekanan bubble point

Boi

faktor volume formasi pada tekanan reservoir

Pi

tekanan reservoir

Pb

tekanan bubble point.

Fluida formasi pada tekanan di atas tekanan gelembung berada dalam


sistem satu fasa. Bila tekanan ini diperbesar maka akan terjadi pengurangan
volume fluida secara tidak linier, tergantung pada temperatur dan komposisinya.
Apabila tekanan diperkecil sampai gas pertama kali muncul (Pb), maka akan
terjadi pengurangan volume. Hal ini dapat terjadi karena sifat kompressibilitas
fluida. Pengaruh kompressibilitas minyak hanya dominan pada tekanan di atas
tekanan gelembung, faktor yang dominan adalah adanya gas bebas. Dengan
demikian penurunan tekanan di bawah tekanan gelembung akan memperkecil
volume minyak karena adanya sejumlah gas yang dibebaskan.
2.4.2.2. Sifat Fisik Gas
Sifat fisik gas yang akan dibahas disini adalah meliputi viskositas, faktor
volume formasi gas, kompressibilitas dan berat jenis.

2.4.2.2.1. Viskositas Gas


Viskositas didefinisikan sebagai tahanan dalam dari fluida untuk mengalir.
Definisi secara lebih tepat dikembangkan dalam bentuk matematis sebagai berikut
:

63

F/A
=

....................................... (2-28)
dv/dy

dimana :
F

= 1 dyne

= 1 sq cm

dv

= 1 cm/sec

dy

= 1 cm

Satuan dari viskositas adalah 1 gr/cm.det = 1 poise. Sangat sulit


menentukan viskositas gas secara akurat, terutama pada temperatur dan tekanan
tinggi, sehingga biasanya digunakan cara korelasi. Korelasi untuk mencari harga
viskositas gas pertama kali dikembangkan oleh Bicher dan Katz.

Gambar 2.14.
Viskositas Dari Gas Alam
(Mc Cain, 1973)
2.4.2.2.2. Berat Jenis Gas

64

Densitas didefinisikan sebagai massa tiap satuan volume dan dalam hal ini
massa dapat diganti oleh berat gas, m. Sesuai dengan persamaan gas ideal, maka
rumus densitas untuk gas ideal adalah :
g

m PM

V
RT

...(2-29)

dimana :
m

berat gas, lb

volume gas, cuft

berat molekul gas, lb/lb mole

tekanan reservoir, psia

temperatur, oR

konstanta gas = 10.73 psia cuft/lbmole oR

Rumus di atas hanya berlaku untuk gas berkomponen tunggal. Sedangkan


untuk gas campuran digunakan rumus sebagai berikut :
g

P Ma
.(2-30)
zRT

dimana :
z

= faktor kompresibilitas gas

Ma

= berat molekul tampak = yi Mi

yi

= fraksi mol komponen ke-i dalam suatu campuran gas

Mi

= berat molekul untuk komponen ke-i dalam suatu campuran gas.

2.4.2.2.3. Faktor Volume Formasi Gas


Faktor volume formasi gas adalah perbandingan volume dari sejumlah gas
pada kondisi reservoir dengan kondisi standard, dapat dituliskan :
Bg

Vres
................................................................................. (2-31)
Vsc

atau
B g 0,0282

Zr Tr
Pr

cu . ft

.................................................. (2-32)
scf

atau jika dalam suatu lapangan ( 1 bbl = 5,62 cuft)

65

B g 0,00504

Zr Tr
Pr

bbl

scf

..................................................... (2-33)

dimana :
Vr

= Volume gas pada kondisi reservoir, cuft

Vsc

= Volume gas pada kondisi standart, SCF

Zr

= Faktor kompressibilitas gas

Tr

= Temperatur reservoir, R

Pr

= Tekanan reservoir, psi

2.4.2.2.4. Kompressibilitas Gas


Kompressibilitas gas didefinisikan sebagai fraksi perubahan volume per
unit perubahan tekanan, atau dapat dinyatakan dengan persamaan :
C g V1 ( dV
dP ) .(2-34)

Kompressibilitas isothermal dari gas diukur dari perubahan volume per unit
volume dengan perubahan tekanan pada temperatur konstan. Atau dalam
persamaan dapat ditulis menjadi :
C

1 V

T ......................................................................... (2-35)
V P

Untuk gas ideal,


V

n.R.T
n.R.T
V
maka (
)T = - p 2
P
P

sehingga
C

P
n.R.T

n.R.T
1

.................................................... (2-36)
2
P
P

Sedangkan untuk gas nyata,


V

Z .n.R.T
P

dimana Z = f(P), maka akan didapat


C

Harga (

1 1 Z
( ) ........................................................................ (2-437)
P Z P

Z
) dapat ditentukan secara analitis, yaitu
P

66

Z1 Z 2
Z
)(
)
P1 P2
P

Persamaan (2-39) dapat diubah menjadi


Cr = C Ppc .................................................................................... (2-38)
Dimana :
Cr

1
1 Z
(
)T pr ............................................................ (2-39)
Ppr
Z Ppr

dimana :
V

= Volume gas, cuft

= Temperatur, R

= Jumlah mol gas

= Konstanta, harganya 10.732 psia cuft/lb-mol R

= Faktor deviasi gas, dimana untuk gas ideal harga Z = 1

Mattar telah membuat korelasi untuk menentukan CrTpr yang merupakan


fungsi dari Ppr dan Tpr. Berdasarkan korelasi ini, maka harga kompressibilitas gas
(Cg) dapat ditentukan.

67

Gambar 2.15.
Compresibility factor untuk Gas Alam
(Mc Cain, 1973)
2.4.2.3. Sifat Fisik Air Formasi
Sifat fisik air formasi yang akan dibahas meliputi berat jenis, viskositas,
kelarutan gas dalam air formasi, kompressibilitas dan faktor volume formasi air.
2.4.2.3.1. Densitas Air Formasi
Densitas air formasi dinyatakan dalam massa per volume. Densitas air
formasi lebih sering menggunakan istilah spesific gravity, yaitu perbandingan
densitas air formasi pada suatu kondisi tertentu dengan air murni pada tekanan
14,7 psia dan temperature 60oF, sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan
berikut :
=

w
.............................................................(2-40)
62,3

dimana :
w

= Densitas air formasi, lb/cuft

68

2.4.2.3.2.

= Spesific gravity air formasi

62,3

= Densitas air murni pada kondisi standart

Viskositas Air Formasi

Viskositas air formasi tergantung pada tekanan, temperatur dan tingkat


salinitas yang terkandung dalam air formasi. Dalam percobaan dipehatikan
hubungan antara vicositas air dangan tekanan, temperatur dan salinitas, dimana
viscositas air akan naik jika suhu turun dan tekanan serta salinitasnya akan naik.
Karena terbatasnya data sehingga sulit menarik suatu kesimpulan
kuantitatif maka dalam menaksir viscositas ait formasi dapat digunakan gambar
2.18 dimana tekanan dan konsentrasi garam diabaikan. Perlunya mengetahui
viscositas air formai ini adalah untuk mengontrol mobilitas air formasi tersebut
selama produksi dilakukan, karena jika mobilitas air terlalu besar dapat
menyebabkan air terproduksi pada saat awal atau terlebih dulu.

69

Gambar 2.16
Viskositas Air Formasi Sebagai Fungsi Temperatur dan Tekanan
(Mc Cain, 1973)
2.4.2.3.3. Faktor Volume Formasi
Faktor Volume Formasi air dikemukakan oleh Dadson dalam bentuk grafik
yang dikembangkan berdasarkan hasil eksperimennya untuk faktor volume
formasi air dibawah tekanan kejenuhan, lihat Gambar 2.17.
Pada grafik bagian atas dari tiap pasang garis (Gambar 2.17) menyatakan
Bw sebagai fungsi tekanan dan temperatur tetap untuk air murni yang
mengandung gas alam terlarut. Sedangkan bagian bawah dari tiap pasang grafik
menyatakan Bw air murni sebagai fungsi tekanan pada temperatur tetap (garis
putus-putus).

70

Gambar 2.17.
FVF Air Untuk Air Murni (garis putus-putus) dan
Campuran Air dan Gas Alam (garis tebal)
(Mc Cain, 1973)
2.4.2.3.4. Kelarutan Gas Dalam Air Formasi
Standing dan Dodson telah menentukan kelarutan gas dalam air formasi
sebagai fungsi dari tekanan dan temperatur. Data yang diperoleh dari percobaan
Dodson's, digunakan oleh Jones untuk mendapatkan hubungan secara empiris
sebagai berikut :
Xy
Rsw = Rswp 1-

....................................... (2-41)
10000

dimana :
Rswp = Kelarutan gas alam dalam air murni, cuft/bbl
Rsw

= Kelarutan gas alam dalam air formasi, cuft/bbl

= Salinitas air, ppm

= Faktor koreksi salinitas

71

Grafik kelarutan dari gas alam dalam air serta faktor koreksinya yang
dikemukakan oleh Dadson dapat dilihat pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18.
Pengaruh Gas Yang Terlarut Dalam Air Pada Kompressibilitas Air Formasi
(Mc Cain, 1973)
2.4.2.3.5.

Kompressibilitas Air Formasi

Kompressibilitas air formasi didefinisikan sebagai perubahan volume air


formasi yang disebabkan oleh adanya perubahan tekanan. Kompressibilitas air
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tekanan, temperatur dan jumlah gas yang
terlarut dalam air (Dadson CR., 1944). Kompressibilitas air disajikan oleh Dadson
dalam bentuk grafik, seperti terlihat pada Gambar 2.19.

72

Gambar 2.19.
Grafik Hubungan Temperatur dan Tekanan
Serta Efek Kelarutan Gas Terhadap Kompressibilitas Air
(Mc Cain, 1973)
Dengan menggunakan data dari Dodson, Jones mencari hubungan secara empiris
dan didapatkan persamaan sebagai berikut :
Cw = Cwp (1 + 0,0088 Rsw ..............................................(2-42)
dimana :

2.5.

Rsw

= Kelarutan gas dalam air formsi, cuft/bbl

Cwp

= Kompressibilitas dari air murni, 1/psi

Cw

= Kompressibilitas dari air formasi, 1/psi

Kondisi Bawah Permukaan


Kondisi bawah permukaan sangat perlu diketahui, hal ini berguna untuk

mengetahui diantaranya kandungan clay dan garam dimana berpengaruh dalam


perencanaan fluida pemboran, jenis batuan formasi baik sifat fisik dan sifat
mineralnya dapat dianalisa untuk menentukan lumpur yang sesuai pada masing-

73

masing formasinya, maupun tekanan dan temperatur formasi. Tekanan dan


temperatur dari formasi merupakan besaran yang sangat penting dan berpengaruh
terhadap kondisi bawah permukaan, baik terhadap batuan maupun terhadap
fluidanya (air, minyak maupun gas). Tekanan dan temperatur dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu adanya faktor kedalaman, letak dari lapisan serta kandungan
fluidanya.
2.5.1. Tekanan Formasi
Konsep tekanan adalah gaya persatuan luas yang diterapkan oleh suatu
fluida, hal ini adalah konsep mekanik dari tekanan. Jadi bayangan tekanan itu
terjadi oleh milyaran tabrakan diantara berbagai molekul fluida atau di dinding
tersebut pada setiap detik. Tekanan merupakan sumber energi yang menyebabkan
fluida dapat bergerak. Sumber energi atau tekanan tersebut pada prinsipnya
berasal dari :
1. Pendesakan oleh air formasi yang diakibatkan oleh adanya beban formasi
diatasnya (overburden).
2. Timbulnya tekanan akibat adanya gaya kapiler yang besarnya dipengaruhi
oleh tegangan permukaan dan sifat-sifat kebasahan batuan.
Pada hakekatnya tekanan dapat terjadi oleh sebab-sebab sebagai berikut :
1. Tekanan hidrostatik
Tekanan ini disebabkan oleh fluida (terutama air) yang mengisi pori-pori
batuan diatasnya. Faktor yang mempengaruhi fluida formasi adalah jenis fluida
dan kondisi geologi. Secara matematis tekanan hidrostatik dapat dituliskan
sebagai berikut :
Ph = 0.052 h

, (psi) ........................... (2-43)

Ph = (/10) h

,(psi) ............................ (244)

Atau :
Dimana :

= densitas fluida, (ppg atau gr/cc)

Ph = tekanan hidrostatik, (psi atau ksc)


H = tinggi kolom fluida, (ft atau meter).

74

Gradien hidrostatik untuk air murni adalah 0,433 psi/ft, sedangkan air asin
adalah 0,465 psi/ft. Penyimpangan dari harga tersebut disebut tekanan abnormal.
2. Tekanan Overburden
Tekanan formasi dalam hal ini adalah tekanan overburden. Tekanan
overburden adalah tekanan yang diderita oleh formasi karena beban (berat) batuan
diatasnya atau besarnya tekanan yang diakibatkan oleh berat seluruh beban yang
berada di atas suatu kedalaman tertentu tiap satuan luas.
berat material berat cairan
luas area

Pob

.........

(245)
Gradien tekanan overburden adalah menyatakan tekanan overburden dan
tiap kedalaman.
Gob

Pob
D

...... (2

47)
dimana :
Gob

= gradien tekanan overburden, psi/ft

Pob

= tekanan overburden, psi

= kedalaman, ft

Pada operasi pemboran dikenal pula istilah tekanan rekah formasi yang
ditentukan dengan melakukan Leakoff test. Leakoff test ini adalah pengujian
tekanan rekah dibawah kaki casing yang dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui besarnya tekanan rekah formasi, sehingga nantinya dengan mendesain
densitas lumpur serta semen tidak melebihi tekanan rekah formasinya.
2.5.2. Temperatur
Dalam kenyataannya temperatur formasi akan bertambah terhadap
kedalamannya, yang sering disebut dengan gradien geothermal. Gradien
geothermis yang tinggi sekitar 4oF/100 ft, sedangkan yang terendah 0,5oF/100 ft.
Besarnya gradien geothermal / temperatur tersebut bervariasi dari satu tempat

75

dengan tempat yang lainnya dan tergantung pada sifat daya hantar panas
batuannya, tetapi umumnya harga tersebut adalah 2 0F / 100 ft.
Hubungan antara temperatur versus kedalaman merupakan fungsi linier,
yang secara matematis dapat juga ditulis dengan persamaan sebagai berikut :
Td = Ta + G.D ....... (248)
Dimana :
Td

= temperatur formasi pada kedalaman tertentu D ft, 0F

Ta

= temperatur rata-rata di permukaan, 0F

= gradien temperatur, 0F / 100 ft

= kedalaman, ft

Pengukuran temperatur formasi dilakukan setelah komplesi sumur dengan


melakukan drill stem test. Temperatur formasi ini dapat dianggap konstan selama
kehidupan reservoir, kecuali bila dilakukan proses stimulasi, karena adanya proses
pemanasan.

Anda mungkin juga menyukai