Anda di halaman 1dari 112

BAB II

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RESERVOIR

2.1. Identifikasi Karakteristik Batuan Formasi


Reservoir adalah batuan porous dan permeabel di bawah permukaan tanah
yang dapat menyimpan hidrokarbon dan memiliki suatu sistem tekanan tunggal.
Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa batupasir,
batuan karbonat, dan shale atau kadang-kadang batuan beku. Proses akumulasi
minyak bumi haruslah memenuhi beberapa syarat, yang merupakan komponen
suatu reservoir minyak bumi dan gas bumi. Komponen-komponen tersebut, yaitu :
1. Batuan reservoir, sebagai wadah yang diisi dan dijenuhi oleh minyak dan gas
bumi. Biasanya batuan reservoir berupa lapisan batuan yang porous
(berongga-rongga ataupun berpori-pori) dan permeabel (mudah meluluskan
fluida).
2. Fluida reservoir, yang mengisi batuan reservoir berupa hidrokarbon dan air
formasi.
3. Perangkap reservoir (reservoir trap), merupakan tempat berkumpulnya
hidrokarbon dalam suatu keadaan sehingga hidrokarbon tidak bisa keluar
karena adanya suatu penyekat. Pada prinsipnya, suatu kondisi geologi yang
memiliki lapisan porous dan permeable yang dilindungi lapisan yang non-
permeable.
4. Lapisan penutup (cap rock), yaitu suatu lapisan batuan yang bersifat
impermeabel, yang terdapat pada bagian atas suatu reservoir sehingga
berfungsi sebagai penyekat fluida reservoir.
5. Kondisi tekanan dan temperatur, merupakan hal yang sangat penting dan
berpengaruh karena akan mengangkat dan mengalirkan fluida kepermukaan
sehingga dapat diproduksikan.
Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral, sedangkan suatu mineral
dibentuk dari beberapa ikatan kimia. Komposisi kimia dan jenis mineral yang
menyusunnya akan menentukan jenis batuan yang terbentuk.

3
4

Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa


batupasir dan karbonat (sedimen klastik) serta batuan shale (sedimen non-klastik)
atau kadang-kadang volkanik. Masing-masing batuan tersebut mempunyai
komposisi kimia yang berbeda, demikian juga dengan sifat fisiknya. Komponen
penyusun batuan serta macam batuannya dapat dilihat pada Gambar 2.1.

S a n d s to n e
100 %

L im y S h a ly
S a n d s to n e S a n d s to n e

Sa n d y Sa n d y
L im e s t o n e S h a le

L im e s t o n e S h a ly L im y S h a le
100 % L im e s t o n e S h a le 100 %

Gambar 2.1.
Diagram Komponen Penyusun Batuan
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)
Unsur atau atom-atom penyusun batuan reservoir perlu diketahui mengingat
macam dan jumlah atom-atom tersebut akan menentukan sifat-sifat dari mineral
yang terbentuk, baik sifat-sifat fisik maupun sifat-sifat kimiawinya. Mineral
merupakan zat-zat yang tersusun dari komposissi kimia tertentu yang dinyatakan
dalam bentuk rumus-rumus dimana menunjukkan macam unsur-unsur serta
jumlahnya yang terdapat dalam mineral tersebut.

2.1.1. Lithologi Batuan Formasi


Batuan didefinisikan sebagai massa yang terdiri dari satu atau lebih
macam mineral yang mempunyai komposisi kimia atau mineral tertentu, yang
membentuk satuan terkecil dari kulit bumi sehingga dengan jelas dapat dipisahkan
satu dengan yang lainnya. Batuan sebagai mineral yang membentuk kulit bumi,
secara genesa dapat dibagi menjadi tiga jenis batuan yaitu :
5

1. Batuan Beku (Igneous Rock), merupakan kumpulan interlocking


agregat mineral – mineral silikat hasil penghabluran magma yang
mendingin.
2. Batuan Sedimen (Sedimentary Rock), merupakan batuan hasil
lithifikasi bahan rombakan batuan hasil denudasi atau hasil reaksi
kimia maupun hasil kegiatan organisme.
3. Batuan Metamorf (Methamorphic Rock), merupakan batuan yang
berasal dari suatu batuan induk yang mengalami perubahan tekstur
dan komposisi pada fasa padat sebagai akibat perubahan kondisi
fisik (tekanan, temperature, atau keduanya).

2.1.1.1. Batuan Beku


Batuan beku berasal dari hasil pembentukan magma di bawah permukaan
bumi atau hasil pembentukan lava dipermukaan. Terner dan Verhogen
menggunakan istilah magma untuk semua bahan yang bergerak di alam berupa
larutan silika yang pijar, mempunyai temperatur tinggi yaitu sekitar 12000C.
Batuan beku mempunyai ciri – ciri antara lain:
o Umumnya kristalin
o Butiran interlocking secara rapat
o Massif
Mineral – mineral batuan beku yang sering dijumpai, pada umumnya
terbentuk pada saat penurunan temperature dari magma yang menerobos ke atas
sehingga peristiwa ini disebut sebagai penghabluran.

Penggolongan batuan beku dapat didasarkan kepada 3 patokan utama,


yaitu berdasarkan genetic batuan, berdasarkan komposisi kimia yang terkandung
dan berdasarkan susunan mineraloginya. Dibawah ini akan diterangkan lebih
lanjut dari penggolongan batuan beku.
a Pembagian secara genetik (cara terjadinya)
1. Batuan Ekstrusi
Kelompok batuan ekstrusi terdiri dari semua material yang dikeluarkan
kepermukaan bumi baik didaratan maupun dibawah pemukaan laut.
6

Material ini mendingin dengan cepat, ada yang berbentuk padat, debu atau
suatu larutan yang kental dan panas, cairan ini biasa disebut lava. Bentuk
dan susunan kimia dari lava mempunyai ciri tersendiri. Ada 2 tipe magma
intrusi, yang pertama memiliki kandungan silica yang rendah dan
viskositas yang relatif rendah. Sedangkan tipe ke-2 dari lava ini adalah
bersifat asam, yang memiliki kandungan silica yang tinggi dan viskositas
yang relatif tinggi.
2. Batuan Intrusi
Proses batuan beku sangat berbeda dengan kegiatan batuan vulkanik,
karena perbedaan dari tempat terbentuknya dari kedua jenis ini. Tiga
prinsip dari tipe bentuk intrusi batuan beku , bentuk dasar dari geometri
adalah :
1. Bentuk beraturan
2. Bentuk tabular
3. Bentuk pipa
Dimana kontak antara batuan intrusi dengan batuan yang diintrusi atau
daerah batuan, bila sejajar dengan lapisan batuan maka tubuh intrusi ini
disebut konkordan. Bila bentuk kontaknya kontras disebut diskordan atau
memotong dari lapisan masa batuan.
b Pembagian berdasarkan komposisi kimia
Dasar pembagian ini biasanya adalah kandungan oksida tertentu dalam batuan,
seperti SiO2, Al2O3, salah satu pembagiannya antara lain :
1. Batuan beku asam
Yaitu bila batuan beku tersebut mengandung lebih 66% silika, contoh :
Granit, Riolit.
2. Batuan beku menengah (intermediet)
Yaitu bila batuan beku tersebut mengandung 52 – 66 % silika, contoh :
Diorit, Andesit.
3. Batuan beku basa
Yaitu bila kandungan silikanya berkisar antara 45 – 52 % silika contoh :
Gabro.
7

4. Batuan Beku Ultra Basa


Yaitu jika mengandung kurang dari 45 % silika, contoh : Peridotit, Dunit.
c Pembagian berdasarkan susunan mineraloginya
Berdasarkan mineral penyusunnya batuan beku dapat dibedakan menjadi
empat yaitu :
1. Kelompok Granit – Riolit, berasal dari magma yang bersifat asam,
terutama tersusun oleh mineral kuarsa, ortoklas, plagioklas Na, kadang
terdapat hornblende biotit, muskovit dalam jumlah kecil.
2. Kelompok Diorit – Andesit; berasal dari magma yang bersifat intermediet,
terutama tersusun atas mineral-mineral plagioklas, hornblende, piroksen
dan kuarsa biotit, ortoklas dalam jumlah kecil.
3. Kelompok Gabro – Basalt; tersusun dari magma asal yang bersifat basa
dan terdiri dari mineral-mineral olivin, plagioklas Ca, piroksen, dan
hornblende.
4. Kelompok Ultra basa; terutama tersusun oleh olivin, piroksen. Mineral
lain yang mungkin adalah plagioklas Ca dalam jumlah yang sangat kecil.

2.1.1.2. Batuan Sedimen


Berdasarkan genesanya batuan sedimen berasal dari hasil pengendapan
berbagai proses yang berbeda. Secara garis besar dibedakan atas dua kelompok
yaitu : Kelompok batuan sedimen klastik dan sedimen non klastik. Secara genetik
betuan sedimen dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : batuan sedimen
mekanis/klastik, sedimen kimiawi/non klastik dan sedimen organik.

1. Batuan sedimen mekanis, terbentuk karena prosese pelapukan mekanis dan


pengendapan daripada material hasil suatu rombakan batuan asal dan bersifat
fragmental, klastik dan membutir. Keberadaan batuan sedimen klastik ini,
hampir mendominasi seluruh batuan sedimen yang ada pada kerak bumi.
Kedalam kelompok ini termasuk juga batuan proklastik atau epiklastik, yaitu
batuan hasil pengendapan material vulkanik oleh angin dan medium air.

2. Batuan sedimen kimiawi, dapat tebentuk karena proses pelapukan kimia,


membentuk sedimen residu, maupun karena hasil pengendapan larutan garam
8

yang bersifat hablur kristalin, akibat proses penguapan/ evaporasi. Proses


pembentukan batuan sedimen kimawi ini tanpa melalui taransportasi,
mengendap di tempat asal dan bersifat non klastik.

3. Sedimen organic, terbentuk karena akumulasi material organik yang terjebak


atau terendapkan pada suatu lingkungan khusus, sehingga terawetkan dengan
baik dan mengalami diagenesa. Batuan sedimen organik ini dapat bersifat
klastik atau non klastik, tergantung dari genesa yang mempengaruhi.

2.1.1.3. Batuan Metamorf


Batuan metamorf adalah hasil ubahan dari batuan asal (batuan beku,
sedimen dan metamorf) akibat perubahan temperatur, tekanan atau keduanya.
Proses ubahan terjadi dalam suasana padat melalui proses isokimia, dimana
susunan kimia batuan tidak berubah, yang berubah hanya susunan mineralogi
sehingga terbentuk mineral baru. Dengan demikian batuan ini akan mengalami
perubahan tekstur, struktur dan komposisi mineral.

Kebanyakan batuan metamorf dikelompokan atau dinamakan berdasarkan


tekstur dan strukturnya. Selain batuan yang penamaannya berdasarkan struktur
atau tekstur batuan metamorf yang lain antara lain :

a. Amphibolit, yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar
dan mineral utama penyusunnya adalah amfibol (umumnya hornblende) dan
plagioklas. Batuan ini menunjukkan schistosity bila mineral prismatiknya
terorientasi.
b. Eclogit, yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan
mineral penyusunnya utamanya adalah piroksen (diopsid kaya sodium dan
allumunium) dan garnet kaya pyrope
c. Granulit, yaitu batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang tersusun
oleh mineral utama kuarsa dan feldspar serta sedikit piroksen dan garnet.
Kuarsa dan feldspar yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur gneisic.
d. Surpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir
semuanya berupa mineral kelompok serpentin. Kadang dijumpai mineral
tambahan seperti klorit, talk dan karbonat yang umumnya berwarna hijau.
9

e. Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat (kalsit


atau dolomit) dan umumnya bertekstur granoblastik.
f. Skarn, yaitu marmer yang tidak murni karena mengandung mineral calsilikat
seperti garnet, epidot. Umumnya terjadi karena perubahan komposisi batuan di
sekitar kontak dengan batuan beku.
g. Kuarsit, yaitu bahan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa.
h. Soapstone, yaitu batuan metamorf dengan komposisi utama talk.
i. Rodingit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi calc – silicat yang terjadi
akibat alterasi metasomatik batuan beku basa didekat batuan beku ultrabasa
yang mengalami serpentinisasi.

2.1.2. Komposisi Kimia Batuan Formasi


Unsur-unsur atau atom-atom penyusun batuan formasi perlu diketahui,
karena jenis dan jumlah atom-atom tersebut akan menentukan sifat-sifat dari
mineral yang terbentuk, baik sifat-sifat fisik maupun sifat-sifat kimiawinya.

2.1.2.1. Batupasir
Komposisi mineral dan tekstur menjadi dasar utama dalam
mengklasifikasikan batupasir. Menurut Pettijohn, mineral utama penyusun
batupasir adalah quartz (SiO2), feldspar (KNaCa(AlSi3O8)) dan rock fragment
(unstabil grain). Berdasarkan tekstur batuan, batupasir dapat dibagi menjadi tiga
kelompok utama, yaitu : Orthoquartzites, Graywacke, dan Arkose. Pembagian
tersebut berdasarkan pada jumlah kandungan mineral kwarsanya.
a. Orthoquartzites
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk dari
proses yang menghasilkan unsur silica yang tinggi, dengan tidak mengalami
metamorfosa (perubahan bentuk) dan pemadatan, terutama terdiri atas mineral
kwarsa (quartz) dan mineral lainnya yang stabil. Orthoquartzites merupakan jenis
batuan reservoir sangat baik karena pemilahannya sangat baik, butirannya
berbentuk bundar dan padatannya tidak terdapat matriks kecuali semen saja.
Material pengikatnya (semen) terutama terdiri atas carbonate dan silica.
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang relatif bersih yaitu bebas
10

dari kandungan shale dan clay dengan komposisi kimia jenis ini tersusun dari
unsur silika yang tinggi jika dibandingkan dengan unsur-unsur penyusun lainnya,
ditunjukkan pada tabel II-1.
b. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari mineral-mineral
berbutir kasar, terutama mineral kwarsa dengan rata-rata sangat tinggi unsur
penyusunnya dan feldspar dengan mineral pengikatnya yaitu clay dan karbonat
secara umum dapat dilihat pada tabel II-2. Komposisi kimia jenis ini dapat dilihat
pada tabel II-3 terdiri dari unsur silika yang lebih rendah bila dibandingkan rata-
rata batupasir dan kebanyakan silika yang ada bercampur dengan unsur silicate
seperti detritus quartz, tetapi kemungkinan hanya merupakan unsur tambahan.
Kandungan aluminanya adalah sangat tinggi, seperti misalnya lime, soda dan
potash.
Tabel II-1.
Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzites 16)

Tabel II-2.
Komposisi Mineral Graywacke 16)

Tabel II-3
Komposisi Kimia Graywacke
11

c. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang biasanya tersusun dari mineral
quartz sebagai mineral yang dominan, meskipun seringkali mineral arkose
feldspar jumlahnya lebih banyak dari quartz. Komposisi mineral arkose, tabel II-
4 menunjukkan bahwa batupasir arkose tersusun unsur feldsfar dan quartz, dalam
jumlah 80-95%. Unsur penyusun yang lain mica, biotite, dan muscovite serta
beberapa clay yang disebut sebagai kaolinite, dengan persentase 5 %-15 %
.Arkose mengandung lebih sedikit silica jika dibandingkan dengan orthoquarzite,
tetapi kaya dengan alumina, lime, potash dan soda. Komposisi kimia arkose
ditunjukkan pada tabel II-5, dimana terlihat bahwa arkose mengandung lebih
sedikit silika jika dibandingkan dengan orthoquartzites, tetapi kaya akan alumina,
lime, potash, dan soda.
12

Tabel II-4.
16)
Komposisi Mineral dari Arkose

Tabel II – 5
Komposisi Kimia dari Arkose 16)

2.1.2.2. Batuan Karbonat


Batuan karbonat secara umum terjadi karena adanya proses kimia yang
bekerja padanya, baik secara langsung maupun dengan perantaraan organisme.
Batuan karbonat terdiri dari limestone (batugamping) dan dolomite.
a. Limestone
13

Limestone adalah istilah yang biasanya dipakai untuk kelompok batuan


yang mengandung paling sedikit 80 % calcium carbonat atau magnesium, Istilah
limestone juga dipakai untuk batuan yang mempunyai fraksi carbonate yang
melebihi unsur Non-Carbonate. Pada limestone fraksi disusun terutama oleh
mineral calcite. Tabel II-6 memperlihatkan susunan kimia pembentuk batuan
limestone, bahwa kandungan CaO dan CO2 sangat besar, mencapai lebih besar
dari 95%. Unsur lain yang penting adalah MgO dalam jumlah berkisar antara 1-
5%, kemungkinan mengandung mineral dolomit. Limestone pada umumnya
mengandung unsur MgCO3 antara 4% dan kadang-kadang mencapai lebih dari
40%.
Tabel II-6.
Komposisi Kimia Limestone 16)

b. Dolomite
Dolomite merupakan jenis batuan yang mengalami perubahan dari unsur
karbonate lebih dari 50% (Pettijohn, 1958) dengan adanya proses dolomitisasi
yang bekerja. Perubahan ini terjadi pada limestone dan dolomite yang mempunyai
nama macam-macam, tergantung dari unsur kimia terbanyak yang dikandungnya.
14

Batuan dengan unsur kalsit yang lebih besar dari dolomite disebut dolomitic
limestone, sebaliknya bila unsur dolomite lebih besar disebut limycalcitic. Tabel
II-7 menunjukkan komposisi kimia batuan karbonat dolomite pada dasarnya
hampir sama dengan komposisi kimia batuan limestone, kecuali kalau unsur
MgO-nya merupakan unsur penyusun yang penting dan jumlahnya cukup besar
dengan silika yang rendah.
Tabel II-7.
Komposisi Kimia Dolomite 16)

2.1.2.3. Batuan Shale


Shales mengandung > 50% butiran berukuran lanau dan lempung
(berukuran < 0.0625 mm). Shale adalah batuan yang kaya akan kandungan clay
sehingga memiliki porositas rendah (umumnya < 10%), permeabilitasnya sangat
rendah (< 1 mD) dan Immobile hydrocarbon (gelembung-gelembung hidrokarbon
15

dikelilingi oleh phase air). Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari
lebih kurang 58% silicon dioxide (SiO2), 15% alumunium oxide (Al2O3), 6% iron
oxide (FeO) dan Fe2O3, 2% magnesium oxide (MgO), 3% calcium oxide (CaO),
3% potasium oxide (K2), 1% sodium oxide (Na2), dan 5% air (H2O). Sisanya
adalah metal oxide dan anion seperti terlihat pada tabel II-8.
Tabel II-8.
Komposisi Kimia Shale 16)

Shale merupakan batuan yang berlaminasi dan tubuh lapisannya tipis,


berbutir halus, kandungan mineralnya adalah lempung dan silt. Sifat-sifat fisik
shale ditentukan oleh sifat-sifat mineral yang dikandungnya dimana menurut
Krynine (1948) shale realitanya adalah berupa campuran mekanik yang
memperkirakan 50% silt, 35% “clay atau mika fraksi” dan 15% material kimia.
Shale yang banyak mengandung mineral nonmorillonite atau illite cenderung
tersaturasi oleh air, sehingga lebih lunak dan licin daripada shale yang
mengandung kuarsa dan silt. Batuan silt dapat bertindak sebagai batuan reservoir
disebabkan adanya rekahan-rekahan atau fracturing, pencucian dan pelapukan.
Tetapi pori-pori yang terisi fluida hidrokarbon tersebut bukanlah merupakan
16

porositas primer, melainkan terbentuk setelah batuan tersebut terendapkan disebut


sebagai porositas sekunder.
Berdasarkan tekstur ukuran butiran, hasil analisa ukuran kebanyakan
penyingkapan berupa clay atau shales, analisa dari ukuran diameter butiran shale
memiliki diameter yang sangat kecil dibawah 0.0039 mm daripada ukuran butiran
sand yang jauh lebih besar sesuai dengan tingkat ukuran sand yang diselidiki
(Krumbein,1938) ditunjukkan pada tabel II-9 pada material sedimen delta
missisipi.
Tabel II-9.
Gabungan Delta Sedimen Missisipi 16)

Untuk warna dari shale umumnya hasil dari beberapa macam pigmentasi
memiliki tipe berupa warna lebih gelap, mengandung lebih banyak perihal
organik-organik dan partikelnya kaya akan material karbonat.

2.1.3. Sifat Fisik Batuan


Pada dasarnya semua batuan dapat menjadi batuan reservoir asalkan
mempunyai porositas dan permeabilitas yang cukup, namun pada kenyataannya
hanya batuan sedimen yang banyak dijumpai sebagai batuan reservoir, khususnya
reservoir minyak. Oleh karena itu dalam penilaian batuan reservoir selanjutnya
akan banyak berhubungan dengan sifat-sifat fisik batuan sedimen, terutama yang
porous dan permeable.
17

2.1.3.1. Porositas
Porositas () didefinisikan sebagai perbandingan antara volume ruang
pori-pori terhadap volume batuan total (bulk volume) dan dikalikan dengan 100
yang menunjukkan sebagai persen(%). Porositas asli disebabkan oleh terjadinya
proses pengendapan dari material dan akan dipengaruhi juga akibat adanya
kompaksi dan sementasi. Besar-kecilnya porositas suatu batuan akan menentukan
kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara matematis porositas dapat
dinyatakan sebagai :
Vb  Vs Vp
 
Vb Vb .......................................................................................
(2-1)
Keterangan :
Vb = volume batuan total (bulk volume)
Vs = volume padatan batuan total (volume grain)
Vp = volume ruang pori-pori batuan.
Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Porositas absolut, adalah perbandingan antara volume pori total terhadap
volume batuan total yang dinyatakan dalam persen, atau secara matematik
dapat ditulis sesuai persamaan sebagai berikut :

volume pori total


  100%
bulk volume …………………………………… (2-2)
2. Porositas efektif, adalah perbandingan antara volume pori-pori yang saling
berhubungan terhadap volume batuan total (bulk volume) yang dinyatakan
dalam persen.
volume pori yang berhubungan
  100%
bulk volume ............................... (2-3)
Gambar 2.2. menunjukkan perbandingan antara porositas efektif, non
efektif dan porositas total dari suatu batuan. Untuk selanjutnya, porositas efektif
digunakan dalam perhitungan karena dianggap sebagai fraksi volume yang
produktif.
18

C o n n e c te d o r
E f f e c t iv e
P o r o s it y
To t a l
P o r o s it y

Is o la t e d o r
N o n - E f f e c t iv e
P o r o s it y

Gambar 2.2.
Skema Perbandingan Porositas Efektif, Non-Efektif dan
Porositas Absolut Batuan
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)
Berdasarkan waktu dan cara terjadinya, maka porositas dapat juga
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Porositas primer, yaitu porositas yang terbentuk pada waktu yang bersamaan
dengan proses pengendapan berlangsung.
2. Porositas sekunder, yaitu porositas batuan yang terbentuk akibat adanya
proses geologi setelah proses pengendapan berlangsung, missal; fracturing.
Tipe batuan sedimen atau reservoir yang mempunyai porositas primer
adalah batuan konglomerat, batupasir, dan batu gamping. Porositas sekunder
dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya proses
pelarutan batuan.
2. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya
kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban, seperti : lipatan,
sesar, atau patahan. Porositas tipe ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan
secara kuantitatip karena bentuknya tidak teratur.
3. Dolomitisasi, dalam proses ini batu gamping (CaCO3) ditransformasikan
menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau berdasarkan reaksi kimia berikut :
2CaCO3 + MgCl3  CaMg(CO3)2 + CaCl2
Besar-kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : ukuran
butir (semakin baik distribusinya, semakin baik porositasnya), susunan butir
19

menunjukkan bahwa susunan butir berbentuk kubus mempunyai porositas lebih


baik dibandingkan bentuk rhombohedral, kompaksi, sementasi dan lingkungan
pengendapannya.

o
90
o
9 0
o
90

a . C u b i c ( p o r o s it y = 4 7 , 6 % )

o
o 90
90
o
9 0

b . R h o m b o h e d r a l ( p o r o s it y = 2 5 , 9 6 % )

Gambar 2.3.
Pengaruh Susunan Butir Terhadap Porositas Batuan
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)

Pengukuran porositas dilakukan dengan cara menentukan volume pori.


Metode yang dapat digunakan untuk menghitung volume pori adalah porosimeter
Boyle dan desaturasi.
1. Porosimeter Boyle
Pada Metode porosimeter Boyle (Boyle’s law porosimeter), volume pori (Vp)
ditentukan dengan mengukur volume butiran (Vs) dengan persamaan sebagai
berikut:
P1
Vs  V1  V2  V1
P2 .............................................................................. (2-4)
Keterangan:
Vs = volume butiran, cm3
V1, V2 = volume sel 1 dan sel 2, cm3
P1, P2 = tekanan manometer pada kondisi I dan II, atm

Setelah volume bulk batuan (Vb) diketahui, maka volume pori (V p) dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Vp = Vb  Vs ............................................................................................ (2-5)
20

Untuk mendapatkan harga volume bulk (Vb) dapat dilakukan dengan :


1. Mengukur dimensi sampel core untuk bentuk sampel batuan yang teratur.
2. Menggunakan piknometer Hg terkalibrasi untuk sampel batuan yang tak
beraturan.
Besarnya porositas () ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
Vp

Vb .................................................................................................... (2-6)

2. Metode Desaturasi/Penimbangan
Dalam metode desaturasi, volume pori (Vp) diukur secara gravimetri, yaitu
dengan jalan menjenuhi core dengan fluida yang telah diketahui berat jenisnya.
Kemudian core ditimbang, baik dalam keadaan kering maupun dalam kondisi
jenuh fluida. Volume pori (Vp) dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
ws  wd
Vp 
f ....................................................................................... (2-7)
Keterangan :
ws = berat sampel dalam keadaan jenuh fluida, gr
wd = berat sampel dalam keadaan kering, gr
f = berat jenis fluida penjenuh pori, gr/cc

2.1.3.2. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Permeabilitas batuan
merupakan fungsi dari tingkat hubungan ruang antar pori-pori dalam batuan.
Definisi kwantitatif permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh Henry Darcy
(1856) dalam hubungan empiris dengan bentuk differensial sebagai berikut :
21

k P
V 
 L ………………………………………………….……… (2-8)

dimana :
V = kecepatan aliran, cm/sec
 = viskositas fluida yang mengalir, cp
δP/δL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas media berpori.
Tanda negatif dalam Persamaan (2-8) menunjukkan bahwa bila tekanan
bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut.
Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam Persamaan (2-8)
adalah :
1. Alirannya mantap (steady state)
2. Fluida yang mengalir satu fasa
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan
4. Kondisi aliran isothermal
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal
6. Fluidanya incompressible.
Dalam batuan reservoir, permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :
 Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir
melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misalnya hanya minyak atau gas
saja. Saturasi fluidanya adalah 100%.
 Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas batuan dimana fluida yang mengalir
lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan minyak atau
ketiga-tiganya.
 Permeabilitas relatif, adalah perbandingan antara permeabilitas efektif dengan
permeabilitas absolut.
Dasar penentuan permeabilitas batuan adalah hasil percobaan yang
dilakukan oleh Henry Darcy. Dalam percobaan ini, Henry Darcy menggunakan
batupasir tidak kompak yang dialiri air. Batupasir silindris yang porous ini
100% dijenuhi cairan dengan viskositas , dengan luas penampang A, dan
22

panjangnya L. Kemudian dengan memberikan tekanan masuk P1 pada salah


satu ujungnya maka terjadi aliran dengan laju sebesar Q, sedangkan P 2 adalah
tekanan keluar. Dari percobaan dapat ditunjukkan bahwa Q..L/A.(P1-P2)
adalah konstan dan akan sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak
tergantung dari cairan, perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang digunakan.
Dengan mengatur laju Q sedemikian rupa sehingga tidak terjadi aliran
turbulen, maka diperoleh harga permeabilitas absolut batuan. Ditunjukkan pada
Gambar 2.4.

Gambar 2.4.
Diagram Percobaan Pengukuran Permeabilitas
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)

Q..L
K
A.( P1  P2 ) ......................................................................................
(2-9)
Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :
Q(cm 3 / sec). (centipoise ).L(cm)
K (darcy ) 
A( sq.cm).( P1  P2 )( atm ) ...........................................
. (2-10)
Berdasarkan persamaan (2-9), maka dapat didefinisikan 1 Darcy adalah
dimana fluida dengan kekentalan (viskositas) sebesar 1 centipoise mengalir
dengan laju sebesar 1 cm3/detik melalui sebuah penampang sebesar 1 cm2 dengan
gradien tekanan sebesar 1 atm per cm. Dari persamaan (2-10) dapat
dikembangkan untuk berbagai kondisi aliran yaitu aliran linier dan radial, masing-
masing untuk fluida yang compressible dan incompressible.
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa,
kemungkinan terdiri dari dua fasa atau tiga fasa. Untuk itu dikembangkan pula
23

konsep mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif. Harga


permeabilitas efektif dinyatakan sebagai Ko, Kg, Kw, dimana masing-masing untuk
minyak, gas, dan air. Sedangkan permeabilitas relatif dinyatakan sebagai berikut :

Ko Kg Kw
K ro  Krg  Krw 
K , K ,
K
dimana masing-masing untuk permeabilitas relatif minyak, gas, dan air.
Percobaan yang dilakukan pada dasarnya untuk sistem satu fasa, hanya disini
digunakan dua macam fluida (minyak-air) yang dialirkan bersama-sama dan
dalam keadaan setimbang. Laju aliran minyak adalah Qo dan air adalah Qw. Jadi
volume total (Qo + Qw) akan mengalir melalui pori-pori batuan per satuan waktu,
dengan perbandingan minyak-air permulaan, pada aliran ini tidak akan sama
dengan Qo / Qw. Dari percobaan ini dapat ditentukan harga saturasi minyak (So)
dan saturasi air (Sw) pada kondisi stabil. Harga permeabilitas efektip untuk
minyak dan air adalah :

Q o . o . L
Ko 
A.(P1  P2 ) ……………………………………………........… (2-11)

Q w . w . L
Kw 
A.(P1  P2 ) ……………………………………………........... (2-12)
dimana :
o = viskositas minyak
w = viskositas air.
Percobaan ini diulangi untuk laju permukaan (input rate) yang berbeda
untuk minyak dan air, dengan (Qo + Qw) tetap konstan. Harga-harga Ko dan Kw
pada Persamaan (2-11) dan (2-12) jika diplot terhadap So dan Sw akan diperoleh
hubungan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9. dimana K o pada Sw = 0 dan
24

So = 1 akan sama dengan harga K absolut, demikian juga untuk harga Kw (titik A
dan B pada Gambar 2.5.).

1 1
B A

E f f e c t iv e P e r m e a b ilit y t o W a t e r, k w

E f f e c t iv e P e r m e a b ilit y t o O il, k o
0 C D 0
0 O il S a t u r a t io n , S o 1
1 W a t e r S a t u r a t io n , S w 0

Gambar 2.5.
Kurva Permeabilitas Efektif untuk
Sistem Minyak dan Air
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan pada kurva permeabilitas efektif
untuk sistem minyak dan air, yaitu :
1. Turunnya ko dengan cepat sebagai akibat naiknya Sw, menunjukkan bahwa
adanya sedikit air akan mempersulit aliran minyak dalam batuan tersebut,
demikian pula sebaliknya.
2. ko turun menjadi nol, dimana sementara masih terdapat saturasi minyak dalam
batuan (titik C), dengan kata lain di bawah saturasi minimum tertentu minyak
dalam batuan tidak akan bergerak lagi. Saturasi minimum ini disebut dengan
Residual Oil Saturation (Sor), demikian juga untuk air yaitu Swr (titik D).
3. Harga ko dan kw selalu lebih kecil dari harga k, kecuali pada titik A dan B,
sehingga :
ko  kw  k
Sedangkan hubungan antara permeabilitas efektif gas dan minyak di dalam
media berpori ditunjukkan dalam Gambar 2.6.
25

Gambar 2.6.
Kutva Permeabilitas Efektif untuk Sistem Minyak dan Gas
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)

Suatu zone minyak ditemukan dengan saturasi gas bebas sama dengan nol.
Pada kondisi awal, sejumlah gas bebas di dalam reservoir berada di atas zone
minyak sebagai tudung gas (gas cap). Saat diproduksikan, tekanan reservoir dalam
zone minyak akan turun. Jika tekanan turun cukup rendah (di bawah tekanan
bubble point), gas mulai membebaskan diri dari minyak. Dengan turunnya
tekanan di bawah tekanan bubble point, Sg (saturasi gas) bertambah di dalam zone
minyak.
Kesetimbangan saturasi gas, Sgc (juga disebut saturasi gas kritis),
menggambarkan saturasi pada saat permeabilitas pertama untuk gas tercapai.
Demikian pula, hilangnya permeabilitas fasa minyak terjadi ketika saturasi
minyak berkurang sampai harga residualnya, Sor . Apabila harga saturasi minyak
kurang dari Sor, maka perolehan minyak tidak dapat dilakukan secara primary dan
secondary recovery.

2.1.3.3. Densitas
Densitas batuan atau satuan berat batuan adalah spesific weight dari
batuan yang dinyatakan dalam pound per cubic feet atau kilonewton per cubic
meter. Specific gravity suatu padatan (SG) adalah perbandingan densitas padatan
26

dengan densitas air, yang diperkirakan mendekati 1 gram-force/cm3 (9.8 kN/m3


atau 0.01 MN/m3).
Densitas dibedakan menjadi 3, yaitu: natural density (bobot isi asli) dan dry
density (bobot isi kering) dan saturated density (bobot isi jenuh). Dalam
penentuan densitas batuan di laboratorium, digunakan persamaan-persamaan
sebagai berikut:
Wn
 nat 
Ww  Ws …………………….……………………………..... (2-13)

Wo
 dry 
Ww  Ws …………………………………………………...... (2-14)

Ws
 sat 
Ww  Ws …………………...……………………………….... (2-15)

dimana:
 nat = bobot isi asli (natural density)
 dry
= bobot isi kering (dry density)
 sat = bobot isi jenuh (saturated density)
Wn
= berat contoh asli (natural)
Wo = berat contoh kering
Ww
= berat contoh jenuh
Ws = berat contoh jenuh dalam a

2.1.3.4. Wettabilitas
Wettabilitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan batuan untuk
dibasahi oleh fasa fluida, jika diberikan dua fluida yang tak saling campur
(immiscible). Pada bidang antar muka cairan dengan benda padat terjadi gaya
tarik-menarik antara cairan dengan benda padat (gaya adhesi), yang merupakan
faktor dari tegangan permukaan antara fluida dan batuan.
Dalam sistem reservoir digambarkan sebagai air dan minyak (atau gas) yang
ada diantara matrik batuan.
27

wo
 so   sw
cos  
 wo

 so  sw

O il W a te r S o lid

Gambar 2.7.
Kesetimbangan Gaya-gaya Pada Batas Air-Minyak-Padatan
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)

Gambar 2.7. memperlihatkan sistem air minyak yang kontak dengan benda
padat, dengan sudut kontak sebesar o. Sudut kontak diukur antara fluida yang
lebih ringan terhadap fluida yang lebih berat, yang berharga 0 o - 180o, yaitu antara
air dengan padatan, sehingga tegangan adhesi (A T) dapat dinyatakan dengan
persamaan :

AT = so - sw = wo. cos wo, …...……………….……………….... (2-16)

Keterangan :
so = tegangan permukaan benda padat-minyak, dyne/cm
sw = tegangan permukaan benda padat-air, dyne/cm
wo = tegangan permukaan air-minyak, dyne/cm
wo = sudut kontak air-minyak.
Suatu cairan dapat dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya
positif ( < 75o), yang berarti batuan bersifat water wet. Apabila sudut kontak
antara cairan dengan benda padat antara 75 - 105, maka batuan tersebut bersifat
intermediet. Apabila air tidak membasahi zat padat maka tegangan adhesinya
negatif ( > 105o), berarti batuan bersifat oil wet. Gambar 2.8. dan Gambar 2.9.
menunjukkan besarnya sudut kontak dari air yang berada bersama-sama dengan
hidrokarbon pada media yang berbeda, yaitu pada permukaan silika dan kalsit.
28

o
= 30
o
= 83
o = 158 = 35
o

Is o - O c t a n e Is o - O c t a n e + Is o - Q u in o lin e N a p h t h e n ic
5 , 7 % Is o - Q u in o lin e A c id

Gambar 2.8.
Sudut Kontak Antar Permukaan Air dengan
Hidrokarbon Pada Permukaan Silika
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)

o
= 30 = 48o = 54 o
= 106 o

Is o - O c t a n e Is o - O c t a n e + Is o - Q u in o lin e N a p h t h e n ic
5 , 7 % Is o - Q u in o lin e A c id

Gambar 2.9.
Sudut Kontak Antar Permukaan Air dengan
Hidrokarbon Pada Permukaan Kalsit
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)

Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk
melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak diantara fasa air.
Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan
cenderung lebih mudah mengalir.
Pada waktu reservoir mulai diproduksikan, dimana harga saturasi minyak
cukup tinggi dan air hanya merupakan cincin-cincin yang melekat pada batuan
formasi, butiran-butiran air tidak dapat bergerak atau bersifat immobile, dan
saturasi air yang demikian disebut residual water saturation. Pada saat yang
demikian minyak merupakan fasa yang kontinyu dan bersifat mobile.
29

Setelah produksi mulai berjalan, minyak akan terus berkurang digantikan


oleh air. Saturasi minyak akan semakin berkurang dan saturasi air akan terus
bertambah, sampai pada saat tertentu saturasi air akan menjadi fasa kontinyu, dan
minyak merupakan cincin-cincin. Pada saat ini, air bersifat mobile dan akan
bergerak bersama-sama minyak. Gambaran tentang water wet dan oil wet
ditunjukkan pada Gambar 2.10, yaitu pembasahan fluida dalam pori-pori batuan.
Fluida yang membasahi akan cenderung menempati pori-pori batuan yang lebih
kecil, sedangkan fluida tidak membasahi cenderung menempati pori-pori batuan
yang lebih besar.

a . O il W e t b . W a te r W e t
P o r e s p a c e o c c u p ie d b y H O
R o c k m a t rix
P o r e s p a c e o c c u p ie d b y O il

Gambar 2.10.
Pembasahan Fluida dalam Pori-pori Batuan
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)

Menurut Srobod (1952), harga wetabilitas dan sudut kontak nyata


ditentukan berdasarkan karakteristik pembasahan, yang merupakan fungsi dari
threshold pressure (Pt), sesuai dengan persamaan berikut :
cos  wo PTwo  oa
Wettabilitiy Number = cos  oa PToa  wo . ………………...…….. (2-17)
PTwo  oa
cos  wo 
PToa  wo
Contact Angle = …………….……………….. (2-18)
Keterangan :
Cos wo = sudut kontak air dengan minyak dalam inti batuan
Cos oa = sudut kontak minyak dengan udara dalam inti batuan (=1)
PTwo = tekanan threshold inti batuan terhadap minyak ( pada waktu batuan
berisi air )
30

PToa = tekanan threshold inti batuan terhadap udara ( pada waktu batuan
berisi
minyak)
wo = tegangan antar muka antara air dengan minyak
oa = tegangan antar muka antara minyak dengan udara
Tekanan threshold, yang merupakan fungsi dari permeabilitas ditentukan
berdasarkan Gambar 2.11.

1 0 0 0
Th re s h o ld P re s s u re , m m H g

5 0 0
3 0 0

1 0 0

5 0
3 0

1 0
0 .1 0 .3 0 .5 1 .0 3 5 1 0 3 0 5 0 1 0 0 3 0 0 1 0 0 0

P e r m e a b i li t y , m D ( a t a t m o s p h e r ic p r e s s u r e )

Gambar 2.11.
Tekanan Threshold Sebagai Fungsi dari Permeabilitas dan Wetabilitas
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)
2.1.3.4. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada
antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau cairan-gas)
sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan kedua
fluida tersebut. Besarnya tekanan kapiler dipengaruhi oleh tegangan permukaan,
sudut kontak antara minyak–air–zat padat dan jari-jari kelengkungan pori.
Pengaruh tekanan kapiler dalam sistem reservoir antara lain adalah :
1. Mengontrol distribusi saturasi di dalam reservoir (Gambar 2.12.)
menunjukkan kurva distribusi fluida yang merupakan hubungan antara
saturasi fluida dengan tekanan kapiler pada beberapa permeabilitas batuan).
31

3 0 2 0 0 9 0

2 7 1 8 0 8 1

900 m d

100 m d
H ig h A b o v e Z e r o C a p illa r y P r e s s u r e , f t

200 m d
2 4 1 6 0

500 m d
7 2
O il- W a t e r C a p illa r y P r e s s u r e , p s i

A ir- W a t e r C a p illa r y P r e s s u r e , p s i
50 m d
2 1 1 4 0 6 3
( r e s e r v o ir c o n d it io n s )

( la b o r a t o r y d a t a )
1 8 1 2 0 5 4

1 5 1 0 0 4 5

1 2 8 0 3 6

9 6 0 2 7

6 4 0 1 8

3 2 0 9

0 0 0
0 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 0 1 0 0
W a t e r S a t u r a t io n , %

Gambar 2.12.
Kurva Distribusi Fluida
(McKay, Virginia,1994)
2. Merupakan mekanisme pendorong minyak dan gas untuk bergerak atau
mengalir melalui pori-pori secara vertikal.

Pa
B‘ Po b
B‘
B Pw b B
Pw
h h
a ir O il
Pa Po a A
A’ A A’ Pw a
w a te r w a te r

a . A ir - W a t e r b . O il - W a t e r
Gambar 2.13.
Tekanan dalam Pipa Kapiler
(McKay, Virginia,1994)

Berdasarkan pada Gambar 2.13, sebuah pipa kapiler dalam suatu bejana
terlihat bahwa air naik ke atas di dalam pipa akibat gaya adhesi antara air dan
dinding pipa yang arah resultannya ke atas.
Gaya-gaya yang bekerja pada sistem tersebut adalah :
32

1. Besar gaya tarik keatas adalah 2 rAT, dimana r adalah jari-jari pipa kapiler.
2. Sedangkan besarnya gaya dorong ke bawah adalah r2hg(w-o).
Pada kesetimbangan yang tercapai kemudian, gaya ke atas akan sama
dengan gaya ke bawah yang menahannya yaitu gaya berat cairan. Secara
matematis dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
2  r A T   r 2 h g ( w   o )
…………………….….....…….... (2-19)
atau :
2 AT
h 
r ( w   o ) g ..........…………………….……………….... (2-20)

Keterangan :
h = ketinggian cairan di dalam pipa kapiler, cm
r = jari-jari pipa kapiler, cm.
w = massa jenis air, gr/cc
o = massa jenis minyak, gr/cc
g = percepatan gravitasi, cm/dt2
Dengan memperlihatkan permukaan fasa minyak dan air dalam pipa
kapiler maka akan terdapat perbedaan tekanan yang dikenal dengan tekanan
kapiler (Pc). Besarnya Pc sama dengan selisih antara tekanan fasa air dengan
tekanan fasa minyak, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :
Pc = Po – Pw = (o - w) g h .............….……………………………. (2-21)

Tekanan kapiler dinyatakan berdasarkan sudut kontak dalam hubungan


sebagai berikut :
2  cos 
Pc 
r .................................................................................... (2-22)
Keterangan :
Pc = tekanan kapiler
 = tegangan permukaan minyak-air
 = sudut kontak permukaan minyak-air
r = jari-jari pipa kapiler
33

Menurut Plateau, tekanan kapiler merupakan fungsi tegangan antar muka


dan jari-jari lengkungan bidang antar muka, dan dapat dinyatakan dengan
persamaan :
 1 1 
P c     
 R1 R2  ............................................................................. (2-23)

Keterangan :
R1 dan R2 = jari-jari kelengkungan konvek dan konkaf, inch
 = tegangan permukaan, lb/inch
Penentuan harga R1 dan R2, dilakukan dengan perhitungan jari-jari
kelengkungan rata-rata (Rm), yang didapatkan dari perbandingan Persamaan 2-22
dengan Persamaan 2-23. Dari perbandingan tersebut didapatkan persamaan
perhitungan jari-jari kelengkungan rata-rata sebagai berikut :
1  1 1  2 cos   g h
     
Rm  R1 R 2  rt 
............................................ (2-24)
Gambar 2.14. menunjukkan distribusi dan pengukuran R1 dan R2. Kedua
jari-jari kelengkungan tersebut diukur pada bidang yang saling tegak lurus.

R1
R2

Gambar 2.14.
Distribusi dan Pengukuran Radius Kontak
Antara Fluida Pembasah dengan Padatan
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)
34

2.1.3.4. Saturasi Fluida


Dalam batuan reservoir minyak umumnya terdapat lebih dari satu
macam fluida, kemungkinan terdapat air, minyak, dan gas yang tersebar ke
seluruh bagian reservoir.
Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-
pori total pada suatu batuan berpori.
 Saturasi minyak (So) adalah :
volume pori  pori yang diisi min yak
So 
volume pori  pori total ………….......….......… (2-25)
 Saturasi air (Sw) adalah :
volume pori  pori yang diisi air
Sw 
volume pori  poritotal ……….........……………...... (2-26)
 Saturasi gas (Sg) adalah :
volume pori  pori yang diisi oleh gas
Sg 
volume pori  pori total …….........………….... (2-27)
Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :
Sg + So + Sw = 1 ..........……………………………………………….(2-28)
Jika diisi oleh minyak dan air saja maka :
So + Sw = 1 ………………………………………………….........…. (2-29)
Terdapat tiga faktor yang penting mengenai saturasi fluida, yaitu :
 Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam reservoir,
saturasi air cenderung untuk lebih besar pada bagian batuan yang kurang
porous. Bagian struktur reservoir yang lebih rendah relatip akan mempunyai
Sw yang tinggi dan Sg yang relatif rendah. Demikian juga untuk bagian atas
dari struktur reservoir berlaku sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh adanya
perbedaan densitas dari masing-masing fluida.
 Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatip produksi minyak. Jika
minyak diproduksikan maka tempatnya di reservoir akan digantikan oleh air
dan atau gas bebas, sehingga pada lapangan yang memproduksikan minyak,
35

saturasi fluida berubah secara kontinyu.Saturasi minyak dan saturasi gas


sering dinyatakan dalam istilah pori-pori yang diisi oleh hidrokarbon. Jika
volume contoh batuan adalah V, ruang pori-porinya adalah .V, maka ruang
pori-pori yang diisi oleh hidrokarbon adalah :
So..V + Sg..V = (1-Sw)..V ……………………………….......…... (2-30)

2.1.3.5. Kompresibilitas Batuan

Kompresibilitas batuan didefinisikan sebagai perubahan volume yang


disebabkan karena adanya perubahan tekanan. Menurut Geerstma (1957) ada tiga
konsep tentang kompressibilitas batuan, antara lain :
 Kompressibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume material
padatan (grains) terhadap satuan perubahan tekanan.
 Kompressibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk batuan
terhadap satuan perubahan tekanan.
 Kompressibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori-pori
batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
Di antara konsep di atas, kompressibilitas pori–pori batuan dianggap yang paling
penting dalam teknik reservoir khususnya.
Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua macam
tekanan, yaitu :
a Internal Stress, yang berasal dari desakan fluida yang terkandung di dalam
pori-pori batuan (tekanan hidrostatik fluida formasi).
b Eksternal Stress, yang berasal dari pembebanan batuan yang ada di
atasnya (tekanan overburden).
Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan reservoir akan
mengakibatkan perubahan tekanan dalam dari batuan, sehingga resultan tekanan
pada batuan akan mengalami perubahan pula. Adanya perubahan tekanan ini akan
mengakibatkan perubahan pada butir-butir batuan, pori-pori dan volume total
(bulk) batuan reservoir.
Untuk padatan (grains) akan mengalami perubahan yang serupa apabila
mendapat tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya.
36

Perubahan bentuk volume bulk batuan dapat dinyatakan sebagai


kompressibilitas Cr atau :
1 dVr
Cr  .
Vr dP …………………..……………………........…………. (2-31)

Sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat dinyatakan


sebagai kompressibilitas Cp atau :

1 dVp
Cp  . *
Vp dP
………………………………………………............ (2-32)
Dimana :
Vr = volume padatan batuan (grains)
Vp = volume pori-pori batuan
P = tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan
P* = tekanan luar (tekanan overburden).

2.1.4. Sifat Mekanika Batuan


2.1.4.1. Kuat Tekan Batuan (Compressive Strength)
Compressive strength adalah pencerminan kemampuan batuan untuk
menerima beban compressive(tekan) maksimum sebelum batuan tersebut pecah.
Pada umumnya laju pemboran berbanding terbalik dengan compressive strength
batuan yang dibor.
Setiap jenis batuan mempunyai sifat-sifat sendiri dalam menghadapi
adanya gaya, maka mekanisme pecahnya batuanpun berbeda-beda. Meskipun
demikian terdapat tiga gaya kemungkinan yang dapat terjadi sehingga batuan
berubah sifat karena dikenakan gaya, yaitu elastis, plastis dan pecah.
Compressive strength dapat diketahui dari hasil percobaan di
laboratorium dimana satu sampel yang diperoleh diberikan tekanan sedemikian
rupa sehingga sampel tersebut akan pecah. Dari hasil percobaan tersebut
kemudian direkam dalam oscilloscope yang kemudian akan dicapai titik maksimal
kemudian direkam akan turun kembali. Dari hasil tersebut nilai puncaknya itulah
37

harga compressive strength sampel. Besarnya compressive strength dinyatakan

dalam psi (pound square inch/lbf-inc.2) yang merupakan besaran tekanan.


Dalam operasi pemboran compressive strength memberikan pengaruh
negatif dimana dengan meningkatnya compressive strength suatu batuan maka
batuan tersebut akan menjadi lebih sulit untuk dibor. Compressive strength batuan
sangat dipengaruhi oleh tekanan-tekanan yang bekerja di dalam lubang bor,
apabila tekanan hidrostatik kolom lumpur naik maka akan menyebabkan naiknya
compressive strength pula. Apabila tekanan formasi suatu sumur lebih besar
daripada tekanan kolom lumpur, maka compressive strength batuannya akan kecil
sehingga batuan akan lebih mudah untuk dibor.

2.1.4.2. Poisson’s Ratio


Definisi dari Poisson’s Ratio adalah ukuran perubahan bentuk geometri
yaitu perbandingan antara perubahan bentuk regangan lateral (lateral strain)
dengan regangan axial (axial strain) yang disebabkan oleh penekanan axial
tertentu, yang dapat mengubah menjadi bentuk yang tidak terbatas. Poisson’s
Ratio dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
lateral strain  1
v 
axial strain  a ………………………..……………………. (2-33)

Dimana :
v = Poisson’s Ratio
lateral strain = regangan lateral

2.1.4.3. Kekerasan
Kekerasan batuan merupakan ketahanan mineral batuan terhadap goresan.
Skala kekerasan batuan yang sering digunakan untuk mendiskripsikan batuan
diberikan oleh Mohs. Pada skala ini batuan yang lebih keras akan menggores
batuan yang lebih lunak. Baja yang digunakan untuk pahat terdapat pada skala
kekerasan batuan antara enam dan tujuh.
Berdasarkan kekerasan relatif (h) skala Mohs, batuan dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu:
38

 Batuan lunak dengan skala kekerasan relatif lebih kecil dari 4 (H < 4), seperti
soft clays, shale dan unconsolidated to moderately cement sand.
 Batuan sedang, memiliki kekerasan relatif antara 4 - 7 (4 < H < 7), seperti
some shale, porous limestone, dolomite, consolidated sand dan gypsum.
 Batuan keras memiliki kekerasan relatif lebih besar dari 7 (H > 7), seperti
dense limestone, dolomite, highly cemented sand, chert dan quartzite.
Gatlin 4), menyatakan untuk berbagai pemboran, batuan diklasifikasikan
dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Soft Rocks (lunak)
Clay yang lunak, shale yang lunak dan batuan pasir yang unconsolidated
atau kurang semen.
2. Medium Rocks (sedang)
Beberapa shale, limestone, dan dolomite yang porous, pasir yang
terkonsolidasi dan gypsum.
3. Hard Rocks (keras)
Limestone dan dolomite yang padat, pasir yang tersemen keras dan chert.
Tabel II-9
Skala Kekerasan Mohs
Skala Nama Mineral Rumus Kimia
MOHS
1 Talk H2Mg3(SiO)4
2 Gypsum CaSO42H2O
3 Calsite CaCO3
4 Fluorite CaF2
5 Apatite CaF2Ca3(PO4)2
6 Orthoklase KalSi3O8
7 Quartz SiO2
8 Topaz Al2SiO3O8
9 Corundum Al2O3
10 Diamond C
2.1.4.4. Abrasiveness
Abrasiveness merupakan sifat menggores dan mengikis dari batuan.
Sifat ini dapat menimbulkan keausan pada gigi mata bor yang menyebabkan
terjadinya pengecilan diameter bit. Abrasiveness memberikan pengaruh negatif
39

terhadap laju pemboran karena sifat ini mempengaruhi umur bit. Semakin
abrasive suatu batuan maka semakin pendek umur bit-nya. Setiap batuan
mempunyai sifat abrasivitas yang berbeda-beda, pada umumnya batuan beku
mempunyai tingkat abrasivitas sedang sampai tinggi, batu pasir lebih abrasif
daripada shale, serta limestone lebih abrasif dari batu pasir ataupun shale. Ukuran
dan bentuk dari partikel batuan menyebabkan berbagai tipe keausan, seperti juga
torsi dan daya tekan pada pahat.
Abrasiveness dinyatakan dengan :
Tr  i
Af
m  U …………………..…………..……………...…………. (2-34)

dengan :
m  1359.1  714.19 log Wek
…………………..…………...………... (2-35)
W
Wek  7.875 
H …………………………..……………...……...… (2-36)

Dimana :
Af = abrasiveness
Wek = weight on bit, lb
i = fungsi yang menghubungkan pengaruh RPM terhadap laju kerusakan
gigi pahat
Tr = waktu pemboran
U = konstanta kerusakan pahat
M = fungsi yang mengubungkan pengaruh WOB terhadap laju kerusakan
gigi pahat

2.1.4.5. Elastisitas
Elastisitas batuan sangat dipengaruhi oleh tekanan dimana batuan
berada. Hal ini dapat ditunjukkan pada shale, karena shale semakin sukar diukur
pada kedalaman yang semakin bertambah. Adanya lumpur di atas formasi dengan
tekanannya, mempersukar pemboran karena adanya tekanan ini maka strength
batuan akan bertambah. Tidak ada batuan yang elastis keseluruhan (complete),
40

beberapa batuan menjadi hampir elastis tergantung dari tekanan-tekanan yang


24) 17)
bekerja pada batuan tersebut . Elastisitas batuan menurut Onyia , dijabarkan
sebagai:
9 KVs2
E
3K  Vs2 ………………………...………………………….... (2-37)

K  Vc2  4 / 3Vs2
……………………………………………..……. (2-38)
G  Vs2 ………………………………………...………………….. (2-39)

  V 2  2 
  c2  
1 V 
v    s  1 
2 V 2 
 c  
  Vs2  
  …...…………………………………………….….. (2-40)
Dimana:
E = modulus Young
K = bulk modulus
G = rigidity modulus
Vc = compressional velocity, ft/sec
Vs = shear velocity, ft/sec
 = bulk density, g/cc
v = Poisson’s Ratio

2.1.4.6. Rock Drillability


Drillabilitas batuan (rock drillability) merupakan besaran yang
menyatakan ketahanan batuan untuk dibor (dihancurkan), yang dinyatakan dalam
satuan besarnya volume batuan yang bisa dibor pada setiap unit energi yang
diberikan pada batuan tersebut. Pada umumnya drillabilitas bertambah dengan
bertambahnya kedalaman lubang bor, hal ini dikarenakan batuan semakin kompak
sehingga sukar dibor. Drillabilitas batuan dapat ditentukan dari data pemboran
(drilling record). Drillabilitas batuan dapat ditentukan berdasarkan hubungan
antara laju pemboran dengan bebrapa faktor yang mempengaruhinya, dinyatakan
dengan :
41

V

E ………………………………………….………....………… (2-41)

( r 2 ) x R

W x 2 r x N …………………………………………………… (2-42)

Dimana :
α = rock drillability, in3/lb-in
V = volume batuan yang dihasilkan, in3
E = energi mekanik yang dibutuhkan
W = weight on bit, lbf
r = jari-jari pahat, in
R = laju pemboran, ft/hr
N = kecepatan putar, rpm
Batuan dapat dikatakan mempunyai drillabilitas yang besar apabila
untuk setiap volume batuan yang dibor oleh gerusan pahat membutuhkan energi
yang sedikit.

2.2. Karakteristik Fluida Reservoir


Fluida reservoir yang terdapat dalam ruang pori-pori batuan reservoir pada
tekanan dan temperatur tertentu, secara alamiah merupakan campuran yang sangat
kompleks dalam susunan atau komposisi kimianya. Sifat-sifat dari fluida
hidrokarbon perlu dipelajari untuk memperkirakan cadangan akumulasi
hidrokarbon, menentukan laju aliran minyak atau gas dari reservoir menuju dasar
sumur, mengontrol gerakan fluida dalam reservoir dan lain-lain.
Fluida reservoir minyak dapat berupa hidrokarbon dan air (air formasi).
Hidrokarbon terbentuk di alam, dapat berupa gas, zat cair ataupun zat padat.
Sedangkan air formasi merupakan air yang dijumpai bersama-sama dengan
endapan minyak.

2.2.1. Komposisi Kimia Fluida Reservoir


Fluida reservoir terdiri dari hidrokarbon dan air formasi. Dalam
pembahasannya akan dibicarakan mengenai sifat-sifat kimia dan fisika kedua jenis
fluida reservoir tersebut.
42

2.2.1.1. Komposisi Kimia Hidrokarbon


Hidrokarbon adalah senyawa yang terdiri dari atom karbon dan
hidrogen. Senyawa karbon dan hidrogen mempunyai banyak variasi yang terdiri
dari hidrokarbon rantai terbuka, yang meliputi hidrokarbon jenuh dan tak jenuh
serta hidrokarbon rantai tertutup (susunan cincin) meliputi hidrokarbon cyclic
aliphatic dan hidrokarbon aromatic. Keluarga hidrokarbon dikenal sebagai seri
homolog, anggota dari seri homolog ini mempunyai struktur kimia dan sifat-sifat
fisiknya dapat diketahui dari hubungan dengan anggota deret lain yang sifat
fisiknya sudah diketahui. Sedangkan pembagian tingkat dari seri homolog tersebut
didasarkan pada jumlah atom karbon pada struktur kimianya.
a. Golongan Hidrokarbon Jenuh
Seri homolog dari hidrokarbon ini mempunyai rumus umum CnH2n+1 dan
mempunyai ciri dimana atom-atom karbon diatur menurut rantai terbuka dan
masing-masing atom dihubungkan oleh ikatan tunggal, dimana tiap-tiap
valensi dari satu atom C berhubungan dengan atom C di sebelahnya. Seri
homolog hidrokarbon ini biasanya dikenal dengan nama alkana dimana
penamaan anggota seri homolog ini disesuaikan dengan jumlah atom karbon
dalam sebutan Yunani dan diakhiri dengan akhiran “ana” (Inggris : “ane”).
Senyawa dari golongan ini (alkana) disebut juga sebagai hidrokarbon
golongan paraffin. (Tabel II-10) menunjukkan contoh-contoh nama-nama
anggota alkana sesuai dengan jumlah atom karbonnya.
Tabel II-10
Alkana (CnH2n+2)
(Koesoemadinata, R.P.,1980)
No. Karbon, n Nama
1 Methane
2 Ethane
3 Propane
4 Butane
5 Pentane
6 Hexane
7 Heptane
8 Octane
9 Nonane
10 Decane
20 Eicosane
43

30 Triacontane
Pada tekanan dan temperatur normal empat alkana yang pertama
merupakan gas. Sebagai hasil meningkatnya titik didih (boiling point) karena
penambahan jumlah atom karbon maka mulai pentana (C5H12) sampai hepta
dekana (C17H36) merupakan cairan. Sedangkan alkana yang mengandung 18 atom
karbon atau lebih merupakan padatan (solid). Alkana dengan rantai bercabang
memperlihatkan gradasi sifat-sifat fisik yang berlainan dengan n-alkana, dimana
untuk rantai bercabang memperlihatkan sifat-sifat fisik yang kurang beraturan.
Perubahan dalam struktur menyebabkan perubahan dalam gaya antar molekul
(inter molekuler force) yang menghasilkan perbedaan pada titik lebur dan titik
didih di antara isomer-isomer alkana.
Seri n-alkana yang diberikan pada Tabel (II-11) memperlihatkan gradasi
sifat-sifat fisik yang tidak begitu tajam.
Tabel II-11
Sifat–sifat Fisik n-Alkana
(Koesoemadinata, R.P.,1980)
No Name Boiling Point Melting Point Specific Gravity
o o
F F 60o/60 oF
1 Methane -258.7 -296.6
2 Ethane -127.5 -297.9
3 Propane -43.7 -305.8 0.508
4 Butane 31.1 -217.0 0.584
5 Pentane 96.9 -201.5 0.631
6 Hexane 155.7 -139.6 0.664
7 Heptane 209.2 -131.1 0.688
8 Octane 258.2 -70.2 0.707
9 Nonane 303.4 -64.3 0.722
10 Decane 345.5 -21.4 0.734
11 Undecane 384.6 -15 0.740
12 Dodecane 421.3 14 0.749
15 Pentadecane 519.1 50 0.769
20 Eicosane 648.9 99
30 Triacontane 835.5 151
b. Golongan Hidrokarbon Tak Jenuh
Hidrokarbon ada yang mempunyai ikatan rangkap dua ataupun rangkap
tiga (triple), yang digunakan untuk mengikat dua atom C yang berdekatan.
Oleh karena itu, valensi yang semula tersedia untuk mengikat atom
hidrokarbon telah digunakan untuk mengikat atom C yang berdekatan.
44

Dengan cara ikatan rangkap dua atau rangkap tiga yang mengikat dua atom C,
maka hidrokarbon seperti ini disebut hidrokarbon tak jenuh atau disebut juga
sebagai keluarga alkena dengan rumus umum C nH2n. Dalam keadaan yang
menguntungkan, hidrokarbon tak jenuh dapat menjadi jenuh dengan
penambahan atom-atom hidrokarbon pada rantai ikatan tersebut.
Secara kimiawi, karena alkena merupakan ikatan rangkap, maka alkena
lebih reaktif bila dibandingkan dengan alkana. Senyawa hidrokarbon tak jenuh
yang telah dijelaskan di atas hanya mempunyai satu ikatan rangkap yang lebih
dikenal dengan deretan olefin, tetapi ada juga di antara senyawa-senyawa
hidrokarbon yang mengandung dua atau lebih ikatan ganda (double bond),
seperti alkadiena, alkatriena, serta alkatetraena. Selain ikatan ganda, senyawa
hidrokarbon tak jenuh ada juga yang mempunyai ikatan rangkap tiga (triple
bond) yang dikenal sebagai deretan asetilen. Rumus umum deretan asetilen
adalah CnH2n-2, dimana dalam tiap molekul terdapat ikatan rangkap tiga yang
mengikat dua atom karbon yang berdekatan. Pemberian nama untuk deret ini
sama dengan untuk deret alkena dengan memberi akhiran “una”.
Secara garis besar, sifat-sifat fisik alkena sama seperti sifat-sifat fisik
alkana, sebagai bahan perbandingan sifat-sifat fisik alkena, dapat dilihat pada
(Tabel II-12). Sebagaimana pada alkana, maka untuk alkena terjadi juga
peningkatan titik didih dengan bertambahnya kandungan atom karbon, dimana
peningkatannya mendekati 20 - 30 oC untuk setiap penambahan atom karbon.
Sifat-sifat fisik deret asetilen ini hampir sama dengan alkana dan alkena,
sedang sifat-sifat kimianya hampir sama dengan alkena, dimana keduanya
lebih reaktif dari alkana.
Tabel II-12
Sifat-sifat Fisik Alkena
(Koesoemadinata, R.P.,1980)
Name Formula Boiling Melting Specific
Point, Point, Gravity,
o o
F F 60o/60 oF
Ethylene CH2 =CH2 -154.6 -272.5
Propylene CH2=CHCH3 -53.9 -301.4
1-butene CH2=CH CH2CH3 20.7 -301.6 0.601
45

1-pentene CH2=CH(CH2)2CH3 86 -265.4 0.646


1-hexene CH2=CH(CH2)3CH3 146 -216 0.675
1-heptene CH2=CH(CH2)4CH3 199 -182 0.698
1-octene CH2=CH(CH2)5CH3 252 -155 0.716
1-nonene CH2=CH(CH2)6CH3 295 0.731
1-decene CH2=CH(CH2)7CH3 340 0.743

c. Golongan Naftalena
Senyawa golongan ini merupakan senyawa hidrokarbon, dimana susunan
atom karbonnya berbentuk cincin. Golongan ini termasuk hidrokarbon jenuh
tetapi rantai karbonnya merupakan rantai tertutup. Yang umum dari golongan
ini adalah sikloalkana atau dikenal juga sebagai naftena, sikloparafin atau
hidrokarbon alisiklik. Disebut sikloparafin karena sifat-sifatnya mirip dengan
parafin sebagaimana terlihat pada (Tabel II-13). Apabila dalam keadaan tidak
mengikat gugus lain, maka rumus golongan naftena atau sikloparafin ini
adalah CnH2n. Rumus ini sama dengan rumus untuk seri alkena, tetapi sifat
fisik keduanya jauh berbeda karena strukturnya yang sangat berbeda.
Tabel II-13
Sifat-sifat Fisik Hidrokarbon Naftena Aromat yang Polisiklis
(Koesoemadinata, R.P.,1980)
Name Boiling Melting
Specific
Point, Point,
o
F o
F Gravity,
60o/60 oF
Cyclopropane -27 -197
Cyclobutane 55 -112
Cyclopentane 121 -137 0.750
Cyclohexane 177 44 0.783
Cycloheptane 244 10 0.810
Cyclooctane 300 57 0.830
Metylcyclopentane 161 -224 0.754
Cis-1, 2-dimethylcyclopentane 210 -80 0.772
Trans-1, 2-dimethylcyclopentane 198 -184 0.750
Methylcyclohexane 214 -196 0.774
Cyclopentene 115 -135 0.774
1, 3-cyclopentadiene 108 -121 0.798
Cyclohexene 181 -155 0.810
1,3-cyclohexadiene 177 -144 0.840
1,4-cyclohexadiene 189 -56 0.847
46

d. Golongan Aromatik
Pada deret ini hanya terdiri dari benzena dan senyawa-senyawa
hidrokarbon lainnya yang mengandung benzena. Rumus umum dari golongan
ini adalah CnH2n-6, dimana cincin benzena merupakan bentuk segi enam
dengan tiga ikatan tunggal dan tiga ikatan rangkap dua secara berselang-
seling.
Adanya tiga ikatan rangkap pada cincin benzena seolah-olah memberi
petunjuk bahwa golongan ini sangat reaktif. Tetapi pada kenyataannya
tidaklah demikian, walaupun golongan ini tidak sestabil golongan parafin. Jadi
deretan benzena tidak menunjukkan sifat reaktif yang tinggi seperti olefin.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sifat benzena ini pertengahan antara
golongan parafin dan olefin. Ikatan-ikatan dari deret hidrokarbon aromatik
terdapat dalam minyak mentah yang merupakan sumber utamanya.
Pada suatu suhu dan tekanan standard, hidrokarbon aromatik ini dapat
berada dalam bentuk cairan atau padatan. Benzena merupakan zat cair yang
tidak berwarna dan mendidih pada temperatur 176 oF. Nama hidrokarbon
aromatik diberikan karena anggota deret ini banyak yang memberikan bau
harum.

2.2.1.2. Komposisi Kimia Air Formasi


Air formasi mempunyai komposisi kimia yang berbeda-beda antara
reservoir yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu analisa kimia pada air
formasi perlu sekali dilakukan untuk menentukan jenis dan sifat-sifatnya.
Dibandingkan dengan air laut, maka air formasi ini rata-rata memiliki kadar
garam yang lebih tinggi, sehingga studi mengenai ion-ion air formasi dan sifat-
sifat fisiknya ini menjadi penting artinya karena kedua hal tersebut sangat
berhubungan dengan terjadinya plugging (penyumbat) pada formasi dan korosi
pada peralatan di bawah dan di atas permukaan.
Air formasi tersebut terdiri dari bahan-bahan mineral, misalnya
kombinasi metal-metal alkali dan alkali tanah, belerang, oksida besi, dan
aluminium serta bahan-bahan organis seperti asam nafta dan asam gemuk.
Sedangkan komposisi ion-ion penyusun air formasi seperti terlihat pada Tabel (II-
47

14) terdiri dari kation-kation Ca, Mg, Fe, Ba, dan anion-anion chlorida, CO 3,
HCO3, dan SO4.
Air formasi mempunyai kation-kation dan anion-anion dengan jumlah
tertentu yang biasanya dinyatakan dalam satuan part per million (ppm) seperti
yang ditunjukkan pada Tabel (II-14). Kation-kation air formasi antara lain adalah :
Calcium (Ca++), Magnesium (Mg++), Natrium (Na+), Ferrum (Fe+), dan Barium
(Ba++). Sedangkan yang termasuk anion-anion air formasi adalah Chloride (Cl-),
Carbonate (CO3) dan Bicarbonate (HCO3), serta Sulfat (SO4).

Tabel II-14
Komposisi Kimia Air Formasi
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)
Connate Water
From well # 23 Sea Water
Composition Ion Stover Faria, Parts per million
McKean Country, Pa.
Parts per million
Ca++ 13,260 420
Mg++ 1,940 1,300
Na+ 31,950 10,710
K+ 650 -
SO4- 730 2,700
Cl 77,340 19,410
Br- 320 -
I- 10 -
Total 126,200 34,540
2.2.1.3. Sifat Fisik Fluida Reservoir
2.2.1.3.1. Sifat Fisik Minyak
a. Densitas Minyak
Berat jenis fluida adalah salah satu sifat fisika fluida hidrokarbon yang
dinyatakan dalam sepecifik gravity, SG atau derajat API.
Hubungan antara berat jenis minyak dengan SG didasarkan pada berat
jenis air, sedangkan untuk gas didasarkan pada berat jenis udara, yang
mana keduanya diukur pada kondisi standar (1 atm dan 60 °F).
48

Spesifik gravity minyak dinyatakan terhadap berat jenis air, dengan


persamaan sebagai berikut :
Bj min yak
SG min yak 
Bj air ................................................................. (2-43)

Hubungan antara SG minyak dengan API dinyatakan dengan :


141,5
API   131,5
SG ........................................................................... (2-44)
Harga API untuk beberapa jenis minyak adalah :
 Minyak ringan : > 30 oAPI
 Minyak sedang : 20 – 30 oAPI
 Minyak berat : 10 – 20 oAPI
b. Viskositas Minyak
Viskositas minyak adalah suatu ukuran tentang besaran keengganan
minyak untuk mengalir dan dinotasikan dengan . Viskositas merupakan
perbandingan shear stress dan shear rate. Viskositas minyak sangat
dipengaruhi oleh temperatur, tekanan dan jumlah gas yang terlarut dalam
minyak tersebut. Hubungan antara viskositas minyak (o) terhadap tekanan
ditunjukkan dalam Gambar 2.15.
7

6
A
B.P
5
V is c o s ity , c p

3
B
B.P
2

B.P C
1
D B.P
0 1 0 0 0 2 0 0 0 3 0 0 0
P r e s s u r e , p s ig

Gambar 2.15.
Grafik Hubungan Viscositas Minyak Terhadap Tekanan
(Craft B. C. and Hawkins M.F,1962)

Dari Gambar 2.16. tersebut dapat dijelaskan bahwa :


49

 Di atas tekanan buble point (Pb) kekentalan minyak akan turun


terhadap penurunan tekanan dari P1 ke Pb.
 Di bawah tekanan buble point kekentalan minyak akan naik terhadap
penurunan tekanan, karena gas yang terlarut membebaskan diri dari
minyak.
Disamping itu viskositas minyak akan turun dengan naiknya
temperatur dan viskositas minyak akan berkurang dengan bertambahnya gas
dalam larutan. Hal ini terlihat jelas pada Gambar 2.16.

Gambar 2.16.
Viscositas Minyak Reservoir pada
Tekanan 1 Atmosfir dan Temperatur Reservoir
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)
Viskositas dinyatakan dengan persamaan :
50

F
 A
dv
dy ……………………………………………………........... (2-45)

Dimana :
µ = viskositas, gr/(cm.sec)
F = shear stress
A = luas bidang paralel terhadap aliran, cm2
dv
dy = gradient kecepatan, cm/(sec.cm)

c. Kelarutan Gas dalam Minyak


Kelarutan gas dalam minyak (Rs) didefinisikan sebagai banyaknya
volume gas yang terlarut dari suatu minyak mentah pada kondisi tekanan
dan temperatur reservoir, yang di permukaan volumenya sebesar satu stock
tank barrel, ditunjukkan pada Gambar 2.17.
Faktor yang mempengaruhi Rs adalah :
 Tekanan, pada suhu tetap, kelarutan gas dalam sejumlah zat cair tertentu
berbanding lurus dengan tekanan .
 Komposisi minyak dalam gas, kelarutan gas dalam minyak semakin
besar dengan menurunnya specific gravity minyak.
 Temperatur, Rs akan berkurang dengan naiknya temperatur.

Gambar 2.17.
Rs Sebagai Fungsi Tekanan
(Craft B. C. and Hawkins M.F,1962)
51

Apabila tekanan diturunkan, ternyata gas yang terlarut pada tekanan


tertentu akan mulai melepaskan diri dari larutannya. Tekanan dimana gas
keluar dari larutannya disebut dengan tekanan gelembung (bubble point
pressure), Pb.
Kurva kelarutan konstan sebelum mencapai Pb, gas terus keluar dari
larutannya dan mengakibatkan saturasi gas bertambah, sehingga kemampuan
mengalirnya minyak berkurang atau dengan kata lain permeabilitas efektif
minyak menurun.

d. Faktor Volume Formasi Minyak


Faktor volume formasi minyak didefinisikan sebagai volume dalam
barrel pada kondisi reservoir yang ditempati oleh satu stock tank barrel
minyak, termasuk gas yang terlarut di dalamnya. Dengan kata lain adalah
perbandingan relatif antara volume minyak awal (kondisi reservoir)
termasuk gas yang terlarut terhadap volume minyak akhir (kondisi standart
dalam tangki pengumpul), dapat ditulis sebagai berikut (satuan yang
digunakan bbl/stb) :
volume min yak  gas terlarut ( P & TRES )
Bo 
volume min yak ( P & T std ) ……………............. (2-46)
Dengan cara analisa PVT (Pressure Volume Temperatur), harga Bo
dapat ditentukan, yang mana harga Bo tersebut sangat tergantung pada cara
proses pembebasan gas yang terlarut (gas liberation process).
Ada dua cara proses pembebasan gas tersebut, yaitu :
1. Differential Liberation
Adalah proses pembebasan gas dimana gas yang terlarut dibebaskan
secara kontinue. Di dalam proses ini penurunan tekanan sistem akan
disertai mengalirnya sebagian fluida meninggalkan sistem. Minyak
hanya berada dalam kesetimbangan dengan gas yang dibebaskan pada
tekanan tertentu saja dan tidak dengan gas yang meninggalkan sistem.
Jadi selama proses ini berlangsung komposisi total sistem akan
bertambah
52

2. Flash Liberation
Adalah proses pembebasan gas dimana tekanan dikurangi dengan
jumlah tertentu dan setelah keseimbangan tercapai, gas dibebaskan.
Harga Bo yang diperoleh dari kedua proses di atas akan berbeda sesuai
dengan keadaan reservoir selama proses berlangsung. Hubungan antara
Bo dengan tekanan reservoir untuk proses pembebasan yang berbeda
dapat dilihat pada Gambar 2.18. Disini harga Bo pada proses flash
liberation lebih kecil daripada proses differential leberation.
Pada proses minyak dari reservoir sampai permukaan dapat dianggap
mendekati proses flash liberation, karena pembebasan gas yang terjadi
dalam tubing dan alat-alat di permukaan mendekati flash liberation.

Gambar 2.18.
Perbedaan Ideal Flash Dengan Differential
Faktor Volume Formasi.
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)

Standing melakukan perhitungan Bo secara empiris :


Bo = 0.972 + 0.000147.F1.175 ................................................................ (2-47)
 g 
F  Rs    1.25 T
o  ........................................................................... (2-48)
Dimana :
Rs = Kelarutan gas dalam minyak, scf/stb
γo = Specific gravity minyak, lb/cuft
53

γg = Specific gravity gas, lb/cuft


T = Temperatur, oF.
Harga Bo dipengaruhi oleh tekanan, dimana :
 Tekanan di bawah Pb (P < Pb), Bo akan turun akibat sebagian gas
terbebaskan.
 Tekanan diantara Pi dan Pb (Pb < P < Pi), Bo akan naik sebagai akibat
terjadinya pengembangan gas.
Grafik hubungan Bo terhadap tekanan dapat dilihat pada Gambar 2.19.

Gambar 2.19.
Faktor Volume Formasi Minyak (Bo)
Sebagai Fungsi Dari Tekanan
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)
Apabila kondisi reservoir berada di atas Pb, maka Bo akan naik sampai
dengan Bob sesuai dengan turunnya tekanan samapai mencapai Pb, sehingga
sistem cairan bertambah akibat pengembangan minyak. Setelah mencapai
Pb, Bo akan turun dengan berkurangnya tekanan selama proses produksi
berlangsung. Hal ini disebabkan makin banyaknya gas yang terbebaskan
selama proses penurunan tekanan.
Pada faktor volume formasi minyak dikenal istilah faktor penyusutan
(shrinkage factor), yang didefinisikan sebagai kebalikan dari Bo (bo = 1/ Bo)
Penyusutan volume minyak disebabkan oleh keluarnya gas dari larutan
minyak. Faktor penyusutan berbanding lurus dengan daya larut gas (Rs),
54

dimana semakin banyak gas yang terlarut maka akan semakin besar harga
faktor penyusutan.
e. Kompressibilitas Minyak
Kompressibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume
minyak akibat adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat dituliskan
sebagai berikut:

Co   
1 dV
V dP
………….……………………………….........…… (2-49)
Persamaan (2-36) dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih mudah
dipahami, sesuai dengan aplikasi di lapangan, yaitu :
Bob  Boi
Co 
Boi  Pi  Pb  ............……………………………………..…… (2-50)

Dimana :
Bob = faktor volume formasi pada tekanan bubble point
Boi = faktor volume formasi pada tekanan reservoir
Pi = tekanan reservoir
Pb = tekanan bubble point.
Fluida formasi pada tekanan di atas tekanan gelembung berada dalam
sistem satu fasa. Bila tekanan ini diperbesar maka akan terjadi pengurangan
volume fluida secara tidak linier, tergantung pada temperatur dan
komposisinya. Apabila tekanan diperkecil sampai gas pertama kali muncul
(Pb), maka akan terjadi pengurangan volume. Hal ini dapat terjadi karena
sifat kompressibilitas fluida. Pengaruh kompressibilitas minyak hanya
dominan pada tekanan di atas tekanan gelembung, faktor yang dominan
adalah adanya gas bebas. Dengan demikian penurunan tekanan di bawah
tekanan gelembung akan memperkecil volume minyak karena adanya
sejumlah gas yang dibebaskan.

2.2.1.4. Sifat Fisik Gas


a. Densitas Gas
55

Densitas didefinisikan sebagai massa tiap satuan volume dan dalam hal
ini massa dapat diganti oleh berat gas, m. Sesuai dengan persamaan gas
ideal, maka rumus densitas untuk gas ideal adalah :

m PM
g  
V RT ………………………………………………........... (2-51)
Dimana :
m = berat gas, lb
V = volume gas, cuft
M = berat molekul gas, lb/lb mole
P = tekanan reservoir, psia
T = temperatur, oR
R = konstanta gas = 10.73 psia cuft/lbmole oR
Rumus di atas hanya berlaku untuk gas berkomponen tunggal.
Sedangkan untuk gas campuran digunakan rumus sebagai berikut :

PM a
g 
zRT …………………………………………...………………. (2-
52)
Dimana :
z = faktor kompresibilitas gas
Ma = berat molekul tampak =  yi Mi
yi = fraksi mol komponen ke-i dalam suatu campuran gas
Mi = berat molekul untuk komponen ke-i dalam suatu campuran gas.
b. Viskositas Gas
Viskositas gas akan naik dengan bertambahnya suhu. Untuk gas
sempurna viskositasnya tidak tergantung dari tekanan. Gas sempurna
berubah menjadi gas tidak sempurna bila tekanannya dinaikkan dan
tabiatnya mendekati tabiat zat cair.
56

Kekentalan gas (g) tergantung dari tekanan dan temperatur serta


komposisi gas. Untuk menentukan kekentalan dari gas, digunakan metode
korelasi (grafis) karena dengan pengukuran di laboratorium dianggap terlalu
susah.
Jika di dalam gas terdapat komponen non hidrokarbon, maka harus
diadakan korelasi seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.20. yang
memperlihatkan suatu hubungan kekentalan gas hidrokarbon pada tekanan 1
atm terhadap temperatur, berat molekul dan gravity gas. Dari gambar itu
ditunjukkan pula bahwa kekentalan gas campuran pada tekanan 1 atm, akan
turun terhadap kenaikkan berat molekul dan akan naik terhadap kenaikkan
temperaturnya.

Gambar 2.20.
Hubungan Kekentalan Gas Campuran dengan Berat
Molekul dan Gravity Gas serta Koreksinya.
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)
Hubungan perbandingan kekentalan µ/µ1 terhadap sifat-sifat pseudo
reduced diberikan oleh Gambar 2.21, dimana :
tekanan absolut
pseudo  reduced pressure , Pr 
tekanan kritik ............................ (2-53)

temperatur e absolut
pseudo  reduced temperatur e, Tr 
temperatur e kritik .............. (2-54)
57

Gambar 2.21.
Perbandingan Kekentalan µ/µ1 Terhadap
Pseudo-Reduced Temperatur
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)
c. Faktor Volume Formasi Gas
Faktor volume formasi gas adalah perbandingan volume dari sejumlah
gas pada kondisi reservoir dengan kondisi standard, dapat dituliskan :
Vres
Bg 
Vsc .............................................................................................. (2-55)

atau
Zr Tr  cu . ft 
B g  0,0282  
Pr  scf  ................................................................ (2-56)
atau jika dalam suatu lapangan ( 1 bbl = 5,62 cuft)
Zr Tr  bbl 
B g  0,00504  
Pr  scf  .................................................................. (2-57)

Dimana :
Vr = Volume gas pada kondisi reservoir, cuft
Vsc = Volume gas pada kondisi standart, SCF
Zr = Faktor kompressibilitas gas
58

Tr = Temperatur reservoir, ° R
Pr = Tekanan reservoir, psi
d. Kompressibilitas Gas
Kompressibilitas gas didefinisikan sebagai fraksi perubahan volume
per unit perubahan tekanan, atau dapat dinyatakan dengan persamaan :

Cg  ( ) 1 dV
V dP
….………………………………………..............… (2-58)
Kompressibilitas isothermal dari gas diukur dari perubahan volume per
unit volume dengan perubahan tekanan pada temperatur konstan. Atau
dalam persamaan dapat ditulis menjadi :
1  V 
C  T
V  P  ................................................................................. (2-59)

Untuk gas ideal,

n.R.T V n.R.T
V  2
P maka ( P )T = - p .................................................. (2-60)
sehingga
P  n.R.T  1
C  
n.R.T  P 2  P ............................................................... (2-61)

Sedangkan untuk gas nyata,


Z .n.R.T
V 
P ...................................................................................... (2-62)
dimana Z = f(P), maka akan didapat
1 1 Z
C  ( )
P Z P ................................................................................ (2-63)
Z
Harga ( P ) dapat ditentukan secara analitis, yaitu

Z Z1  Z 2
( P )  ( P1  P2 )
Persamaan (2-39) dapat diubah menjadi
59

Cr = C Ppc ............................................................................................ (2-64)


Dimana :
1 1 Z
Cr   ( )T pr
Ppr Z Ppr
..................................................................... (2-65)
Dimana :
V = volume gas, cuft
T = temperatur, R
n = jumlah mol gas
R = konstanta, harganya 10.732 psia cuft/lb-mol R
Z = faktor deviasi gas, dimana untuk gas ideal harga Z = 1
Mattar telah membuat korelasi untuk menentukan CrTpr yang
merupakan fungsi dari Ppr dan Tpr. Berdasarkan korelasi ini, maka harga
kompressibilitas gas (Cg) dapat ditentukan.

Gambar 2.22.
Compresibility Factor untuk Gas Alam
(Craft B. C. and Hawkins M.F,1962)
60

2.2.1.5. Sifat Fisik Air Formasi


a. Densitas Air Formasi
Densitas air formasi (brine) pada kondisi standart merupakan fungsi
total padatan. Berat jenis formasi (w) pada reservoir dapat ditentukan
dengan membagi w pada kondisi standart dengan faktor volume formasi
(Bw) dan perhitungan itu dapat dilakukan bila air formasi jenuh terhadap
gas alam pada kondisi reservoir.
Densitas air formasi dinyatakan dalam massa per satuan volume,
specific volume yang dinyatakan dalam volume per satuan massa dan
specific gravity, yaitu densitas air formasi pada waktu kondisi tertentu
yaitu pada tekanan 14,7 psia dan temperatur 600 F.
Beberapa satuan yang umum digunakan untuk menyatakan sifat-sifat
air murni pada kondisi standart adalah sebagai berikut: 0,999010 gr/cc;
8,334 lb/gal; 62,34 lb/cuft; 350 lb/bbl (US); 0,01604 cuft/lb. Dari besaran-
besaran satuan tsb dapat dibuat suatu hubungan sebagai berikut :
w 1 0,01604
t   0,01604  w 
62,34 62,34 Vw ...................................... (2-66)
Dimana :
t = Specific gravity
w = Density, lb/cuft
Vw = Specific volume, cuft/lb
Untuk melakukan pengamatan terhadap air formasi dapat dihubungkan
dengan densitas air murni pada kondisi sebagai berikut :
Vw 
 wb Bw
Vwb w .................................................................................... (2-67)
Dimana :
Vwb = Specific volume air pada kondisi dasar, lb/cuft
wb = Density dari air pada kondisi dasar, lb/cuft
Bw = Faktor volume formasi air, bbl/stb
61

Dengan demikian jika densitas air formasi pada kondisi dasar


(standard) dan faktor volume formasi dari air ada harganya (dari
pengukuran langsung), maka densitas dari air formasi dapat ditentukan.
Faktor yang sangat mempengaruhi terhadap densiti air formasi adalah
kadar garam dan temperatur reservoir.
b. Viskositas Air Formasi
Viskositas air formasi (w) akan naik terhadap turunnya temperatur dan
terhadap kenaikkan tekanan seperti terlihat pada Gambar 2.23. yang
merupakan hubungan antara kekentalan air formasi terhadap tekanan dan
temperatur. Kegunaan mengetahui perilaku kekentalan air formasi pada
kondisi reservoir terutama untuk mengontrol gerakan air formasi di dalam
reservoir.

W a t e r s a li n it y : 6 0 0 0 0 p p m
1 ,8 a t 1 4 , 7 p s ia p re s s u re
a t 1 4 , 2 p s ia p re s s u re
1 ,6 a t 7 1 0 0 p s ia p r e s s u r e
a t v a p o u r p re s s u re
1 ,4
A b s o lu t V is c o s it y , c p

1 ,2

1 ,0

0 ,8

0 ,6

0 ,4

0 ,2

0
0 50 100 150 200 250 300 350
o
Te m p e r a t u r, F

Gambar 2.23.
Viscositas Air Formasi Sebagai Fungsi Temperatur
(Clark Norman J.,1969)
c. Kelarutan Gas dalam Air Formasi
Kelarutan gas dalam air formasi didefinisikan sebagai volume gas
yang terlarut dalam air formasi dengan volume air formasi itu sendiri. Sifat
kelarutan air formasi (dalam gas) akan berpengaruh pada penanganan,
pemrosesan, dan pengangkutan gas alam. Kelarutan gas dalam air formasi
62

tergantung pada tekanan,temperature, dan komposisi air formasi dan gas


itu sendiri.
Kelarutan gas dalam air formasi adalah lebih kecil dibandingkan
dengan kelarutan gas dalam minyak di reservoir pada kondisi reservoir
yang sama. Pada temperatur tetap kelarutan gas dalam air formasi akan
naik dengan naiknya tekanan, sedangkan pada tekanan yang tetap
kelarutan gas mula-mula menurun sampai harga minimum kemudian naik
lagi terhadap naiknya suhu, dan kelarutan gas dalam air berkurang dengan
bertambahnya kadar garam.
d. Faktor Volume Formasi Air Formasi
Faktor volume formasi air formasi (Bw) menunjukkan perubahan
volume air formasi dari kondisi reservoir ke kondisi permukaan. Faktor
volume formasi air formasi ini dipengaruhi oleh pembebasan gas dan air
dengan turunnya tekanan, pengembangan air dengan turunnya tekanan dan
penyusutan air dengan turunnya suhu. Gambar 2.24. menunjukkan
hubungan faktor volume formasi air-formasi dengan tekanan.

Gambar 2.24.
Hubungan Faktor Volume Air Formasi Sebagai Fungsi Tekanan
(Craft B. C. and Hawkins M.F,1962)
Faktor volume formasi air-formasi bisa ditentukan dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
63

Bw = (1 + Vwp)(1 + Vwt) ………………………….....………. (2-68)


Dimana :
Vwt = penurunan volume sebagai akibat penurunan suhu, faktor ini
ditentukan dengan menggunakan Gambar 2.24.
Vwp = penurunan volume selama penurunan tekanan, faktor ini
ditentukan dengan menggunakan Gambar 2.24.
Faktor volume formasi air formasi meningkat, hal ini disebabkan oleh
pengembangan air formasi pada tekanan di bawah tekanan jenuh, gas
keluar dari larutan tetapi karena rendahnya kelarutan gas dalam air
formasi, maka penyusutan fasa cair relatif kecil. Dan biasanya penyusutan
ini tidak cukup untuk mengimbangi pengembangan air formasi pada
penurunan tekanan, sehingga faktor volume formasi air-formasi terus
meningkat di bawah tekanan jenuh.
e. Kompresibilitas Air Formasi
Kompressibilitas air formasi merupakan perubahan volume yang
disebabkan oleh adanya perubahan dari tekanan yang mempengaruhinya.

1 ,3
S o lu t io n C o m p r e s s ib li t y
W a t e r C o m p r e s s ib i lit y

1 ,2

1 ,1

1 ,0
0 5 10 15 20 25
G a s - W a t e r R a t io , c u . f t / b b l

Gambar 2.25.
Kompresibilitas Air Formasi Sebagai Fungsi
Tekanan dan Temperatur
(Craft B. C. and Hawkins M.F,1962)

Kompressibilitas air formasi dibagi menjadi dua berdasarkan keadaan


kejenuhannya, yaitu :
64

1. Kompressibilitas air tidak jenuh (undersaturated water). Harga


kompressibilitas air yang tidak jenuh dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan :
C w  C wp x (C f )
............................................................................ (2-69)
Dimana :
Cw = Kompressibilitas air, psi-1
Cwp = Kompressibilitas air murni, psi-1
(Cf) = Faktor koreksi
Pada perhitungan kompressibilitas air diperlukan faktor koreksi
(Cf), karena di dalam air murni terdapat gas yang terlarutkan. Besarnya
faktor koreksi ini dapat dicari dengan menggunakan Gambar 2.26.
Dari grafik koreksi di atas dapat ditentukan besarnya perbandingan
volume gas-air (water gas rasio), yaitu dengan menghitung besarnya
kelarutan gas di dalam air formasi.

Gambar 2.26.
Grafik Koreksi Kelarutan Gas
di dalam Larutan
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)

2. Kompressibilitas air jenuh (saturated water). Harga kompressibilitas


air jenuh dapat dihitung dengan persamaan :
1 sB w B g sR sw
Cw   
Bw sP Bw sP .......................................................... (2-70)
65

Dimana :
Bw = Faktor volume formasi air, bbl/stb
Bg = Faktor volume formasi gas, bbl/scf
Tanda negatif pada sisi kanan persamaan di atas digunakan untuk
mengubah harga Cw agar menjadi positif, karena harga sBw/sP menjadi
harga negatif . Untuk harga – (1/B w) (sBw/sP) dapat ditentukan dengan
grafik pada Gambar 2.27.

Gambar 2.27.
Grafik Pengaruh Temperatur dan Tekanan
Terhadap Kompressibilitas Air
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)

Selain itu kompresibilitas air formasi dapat ditentukan dengan


persamaan :
Cw = Cwp(1 + 0.0088 Rsw) ………………………………….. (2-71)
Dimana :
Rsw = kelarutan gas dalam air formasi
Cwp = kompressibilitas air murni, psi-1
Cw = kompressibilitas air formasi, psi-1
66

2.3. Kondisi Formasi


Kondisi formasi sangat perlu diketahui, hal ini berguna untuk mengetahui
diantaranya kandungan clay dan garam dimana berpengaruh dalam perencanaan
fluida pemboran, jenis batuan formasi baik sifat fisik dan sifat mineralnya dapat
dianalisa untuk menentukan lumpur yang sesuai pada masing-masing formasinya,
maupun tekanan dan temperatur formasi.
Tekanan dan temperatur dari formasi merupakan besaran yang sangat
penting dan berpengaruh terhadap kondisi bawah permukaan, baik terhadap
batuan maupun terhadap fluidanya (air, minyak maupun gas). Tekanan dan
temperatur dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kedalaman, letak dari lapisan
serta kandungan fluidanya.

2.3.1. Tekanan Formasi


Konsep tekanan adalah gaya persatuan luas yang diterapkan oleh suatu
fluida, hal ini adalah konsep mekanik dari tekanan. Tekanan itu terjadi oleh
milyaran tabrakan di antara berbagai molekul fluida atau di dinding tersebut pada
setiap detik. Tekanan merupakan sumber energi yang menyebabkan fluida dapat
bergerak. Sumber energi atau tekanan tersebut pada prinsipnya berasal dari :
1) Pendesakan oleh air formasi yang diakibatkan oleh adanya beban formasi di
atasnya (overburden).
2) Timbulnya tekanan akibat adanya gaya kapiler yang besarnya dipengaruhi
oleh tegangan permukaan dan sifat-sifat kebasahan batuan.
Tekanan reservoir dapat terjadi oleh salah satu atau kedua sebab-sebab
berikut:

2.3.2. Tekanan Hidrostatik


Tekanan hidrostatik, yang disebabkan oleh fluida (terutama air) yang
mengisi pori-pori batuan di atasnya. Secara matematis tekanan hidrostatik dapat
dituliskan sebagai berikut :
Ph  0,052  h .............................................................................................. (2-72)

atau :
67


Ph  ( )h
10 .................................................................................................... (2-73)
Dimana :
p = densitas fluida, (ppg atau gr/cc)
Ph = tekanan hidrostatik, (psi atau ksc)
H = tinggi kolom fluida, (ft atau meter).
Gradien hidrostatik untuk air murni adalah 0,433 psi/ft, sedangkan air
asin adalah 0,465 psi/ft. Penyimpangan dari harga tersebut disebut tekanan
abnormal.

2.3.3. Tekanan Overburden


Tekanan formasi dalam hal ini adalah tekanan overburden. Tekanan
overburden adalah tekanan yang diderita oleh formasi karena beban (berat) batuan
di atasnya atau besarnya tekanan yang diakibatkan oleh berat seluruh beban yang
berada di atas suatu kedalaman tertentu tiap satuan luas.
berat material berat cairan
Pob 
luas area ......................................................... (2-74)
Gradien tekanan overburden menyatakan tekanan overburden tiap
kedalaman.
Pob
Gob 
D ............................................................................................... (2-75)

Dimana :
Gob = Gradien tekanan overburden, psi/ft
Pob = Tekanan overburden, psi
D = Kedalaman, ft
Pada prinsipnya tekanan reservoir adalah bervariasi terhadap kedalaman.
Hubungan antara tekanan dengan kedalaman ini disebut dengan gradient tekanan.
Gradient tekanan overburden adalah :
2,3 x 0.433 psi/ft = 1 psi/ft
Setelah akumulasi hidrokarbon didapat, maka salah satu test yang harus
dilakukan adalah test untuk menentukan tekanan reservoir, yaitu tekanan awal
reservoir, tekanan statik sumur, tekanan alir dasar sumur, dan gradient tekanan
68

reservoir. Data tekanan tersebut akan berguna didalam menentukan produktivitas


formasi produktif serta metode produksi yang akan digunakan, sehingga dapat
diperoleh recovery hidrokarbon yang optimum tanpa mengakibatkan kerusakan
formasi.
Tekanan awal reservoir adalah tekanan reservoir pada saat pertama kali
diketemukan. Tekanan dasar sumur pada sumur yang sedang berproduksi disebut
tekanan aliran (flowing) sumur. Kemudian jika sumur tersebut ditutup maka
selang waktu tertentu akan didapat tekanan statik sumur.

2.3.4. Temperatur Formasi


Temperatur akan mengalami kenaikan dengan bertambahnya kedalaman,
ini dinamakan gradien geothermal yang dipengaruhi oleh jauh dekatnya dari pusat
magma. Besaran gradient geothermal bervariasi dari satu tempat ke tempat lain,
dimana harga rata-ratanya adalah 2oF/100 ft. Gradient geothermal yang tertinggi
adalah 4oF/100 ft, sedangkan yang terendah adalah 0.5 oF/100 ft. Variasi yang
kecil dari gradient geothermal ini disebabkan oleh sifat konduktivitas thermal
beberapa jenis batuan.
Besarnya gradien geothermal dari suatu daerah dapat dicari dengan
menggunakan persamaan :
T formasi  Ts tan dart
Gradien geothermal 
Kedalalaman Formasi ................................... (2-76)

Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat dinyatakan sebagai


berikut :
Td = Ta + @ x D .............................................................................. (2-77)
Dimana :
Td = temperatur reservoir pada kedalaman D ft, oF
Ta = temperatur pada permukaan, oF
@ = gradient temperatur, oF kedalaman, ratusan ft.
Pengukuran temperatur formasi dilakukan setelah “completion” dan
temperatur formasi ini dapat dianggap konstan selama kehidupan reservoir,
69

kecuali bila dilakukan proses stimulasi. Suatu contoh kurva temperatur versus
kedalaman dapat dilihat pada Gambar 2.28.

Gambar 2.28.
Gradient Temperatur Rata-rata untuk Suatu Lapangan
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)

2.4. Jenis-jenis Reservoir

Minyak dan gas bumi umumnya terakumulasi di bawah permukaan bumi


dalam suatu perangkap. Perangkap atau formasi batuan yang mengandung
hidrokarbon dengan sistem yang dapat berhubungan disebut dengan reservoir.
Di dalam reservoir dengan tekanan dan temperatur yang tinggi akan
mempengaruhi kondisi fluida hidrokarbon, sehingga hidrokarbon dapat ditemui
dalam wujud satu fasa atau dua fasa. Disamping itu fluida hidrokarbon di dalam
70

reservoir juga mengalami gaya tekan yang berasal dari energi alamiah, yang
berupa tenaga dorong ke arah lubang sumur.
Dengan melihat keadaan di atas, secara umum reservoir dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Jenis reservoir berdasarkan perangkap geologi.
2. Jenis reservoir berdasarkan fasa fluida.
3. Jenis reservoir berdasarkan tenaga pendorongnya.

2.4.1. Berdasarkan Jenis Perangkap


Perangkap merupakan unsur yang penting dalam pembentukan reservoir
sehingga eksplorasi geologi selalu difokuskan pada pencarian suatu perangkap.
Perangkap reservoir terjadi akibat adanya proses geologi yang dapat
menyebabkan hidrokarbon terjebak dan tertahan dalam suatu batuan yang porous
dan permeabel. Untuk itu lapisan batuan yang menjadi perangkap reservoir
mempunyai sifat yang impermeabel.
Menurut Levorsen (1956), perangkap reservoir yang terjadi berdasarkan
proses geologi tersebut dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Perangkap Struktur.
2. Perangkap Stratigrafi.
3. Perangkap Kombinasi.

2.4.1.1. Perangkap Struktur


Perangkap struktur merupakan perangkap yang paling orisinil dan
sampai dewasa ini merupakan perangkap yang paling penting. Jelas disini
berbagai unsur perangkap yang membentuk lapisan penyekat dan lapisan reservoir
sehingga dapat menangkap minyak dan gas, disebabkan gejala tektonik atau
struktur, misalnya pelipatan dan pematahan. Sebetulnya kedua unsur ini
merupakan unsur utama dalam pembentukan perangkap.
Perangkap yang disebabkan perlipatan merupakan perangkap utama.
Unsur yang mempengaruhi perangkap ini adalah lapisan penyekat dan penutup
yang berada diatasnya dan dibentuk sedemikian sehingga minyak dan gas tidak
dapat lagi ke mana-mana, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.29.
71

Untuk mengevaluasi suatu perangkap lipatan terutama mengenai ada


tidaknya tutupan (batas maksimal wadah dapat diisi oleh fluida), jadi tidak
dipermasalahkan apakah lipatan itu ketat atau landai, yang penting adalah adanya
tutupan. Disamping itu ada tidaknya tutupan tergantung pada faktor struktur dan
posisinya ke dalam. Contohnya, pada permukaan didapatkan struktur tutupan
tetapi makin ke dalam makin menghilang. Jadi untuk mengevaluasi perangkap
pelipatan selain dari adanya tutupan juga harus dievaluasi apakah tutupan tersebut
terdapat pada lapisan reservoir.

Gambar 2.29.
Prinsip Penjebakan Minyak dalam Perangkap Struktur
(Koesoemadinata, R.P.,1980)

Perangkap patahan sering juga terdapat dalam berbagai reservoir minyak


dan gas. Gejala patahan (sesar) dapat bertindak sebagai unsur penyekat dalam
penyaluran minyak. Sering dipermasalahkan apakah patahan itu merupakan
penyekat atau penyalur. Smith (1966) mengemukakan bahwa persoalan patahan
sebagai penyekat sebetulnya tergantung dari tekanan kapiler. Secara teoritis,
memperlihatkan bahwa patahan dalam batuan yang basah air tergantung pada
tekanan kapiler dari medium dalam jalur patahan tersebut. Besar-kecilnya tekanan
yang disebabkan oleh pelampungan minyak atau kolom minyak terhadap besarnya
tekanan kapiler, menentukan sekali apakah patahan itu bertindak sebagai penyalur
atau penyekat. Jika tekanan tersebut lebih besar daripada tekanan kapiler maka
72

minyak masih dapat tersalurkan melalui patahan, tetapi jika lebih kecil maka
patahan tersebut bertindak sebagai suatu penyekat. Patahan yang berdiri sendiri
tidaklah dapat membentuk suatu perangkap. Ada beberapa unsur lain yang harus
dipenuhi untuk terjadinya suatu perangkap yang betul-betul hanya disebabkan
karena patahan, yaitu :
1. Adanya kemiringan wilayah.
2. Harus paling sedikit dua patahan yang berpotongan.
3. Adanya suatu pelengkungan lapisan atau suatu pelipatan.
4. Pelengkungan dari patahan itu sendiri dan kemiringan wilayah.
Dalam prakteknya jarang sekali terdapat perangkap patahan yang murni.
Patahan biasanya hanya merupakan suatu pelengkung daripada suatu perangkap
struktur.

2.4.1.2. Perangkap Stratigrafi


Menurut Levorsen (1958) perangkap stratigrafi merupakan perangkap yang
terjadi karena berbagai variasi lateral dalam litologi lapisan reservoir, atau karena
perubahan permeabilitas lapisan secara lateral, dimana perubahan stratigrafinya
merupakan unsur penting dalam reservoir hidrokarbon.
Dalam perangkap stratigrafi, hidrokarbon terjebak oleh suatu penghalang
(barier) dalam segala arah pada saat melakukan migrasi. Perangkap stratigrafi
terjadi apabila mempunyai beberapa unsur pembentuk, antara lain :
1. Adanya perubahan lithologi dengan beberapa sifat reservoir ke suatu arah atau
beberapa arah sehingga merupakan penyekat permeabilitas, seperti pada
Gambar 2.30.
2. Adanya lapisan penutup yang menghimpit lapisan reservoir ke arah atas atau
ke pinggir.
3. Kedudukan struktur lapisan reservoir yang sedemikian rupa sehingga dapat
menjebak hidrokarbon yang naik. Kedudukan ini sebenarnya melokalisir
posisi tertinggi dari daerah potensial rendah dalam lapisan reservoir yang telah
tertutup dari arah atas dan pinggir oleh beberapa unsur tersebut di atas.
73

Gambar 2.30.
Perangkap Stratigrafi dengan Kedudukan Struktur Penghalang
Permeabilitas sebagai Unsur Utama
(Koesoemadinata, R.P.,1980)

Perubahan lithologi atau sifat reservoir ke satu arah lapisan reservoir


dapat disebabkan oleh :
a. Pembajian.
Dimana suatu lapisan reservoir dihimpit diantara lapisan reservoir yang
menipis dan menghilang, yang ditunjukkan pada Gambar 2.31.
74

Gambar 2.31.
Perangkap Stratigrafi akibat Pembajian
(Koesoemadinata, R.P.,1980)
b. Penyerpihan.
Terjadi akibat perubahan facies tiap lapisan dengan ketebalan lapisan yang
tetap tetapi mengalami perubahan sifat lithologi. Misalnya reservoir batupasir
yang berangsur-angsur menjadi serpih, seperti pada Gambar 2.32. Pada
umumnya perubahan ini disertai dengan penjarian antara batupasir dengan
serpih.

Gambar 2.32.
Perangkap Stratigrafi akibat Penyerpihan Lapisan Reservoir
(Koesoemadinata, R.P.,1980)

Anggapan yang demikian dilandasi oleh pengertian bahwa perbedaan


facies adalah terdapatnya ciri fisik, kimia dan biologi yang berbeda pada suatu
batuan meskipun kejadian pengendapan adalah dalam waktu yang sama.
c. Persentuhan dengan Bidang Erosi.
Berakhirnya suatu lapisan reservoir ke suatu arah tertentu disebabkan
oleh : Lapisan reservoir dibatasi oleh bidang erosi, disebabkan oleh adanya
75

lapisan yang diendapkan di atas permukaan erosi terutama bidang


ketidakselarasan.
Menurut pembentukannya, perangkap stratigrafi dapat dibedakan menjadi
dua kelompok, yaitu :
1. Perangkap stratigrafi primer, dimana pembentukan perangkap terjadi selama
proses pengendapan atau diagnesa batuan berlangsung, yang termasuk dalam
kelompok ini antara lain adalah lensa pasir, perubahan pasir, shorting sand dan
reef.
2. Perangkap stratigrafi sekunder, dimana perangkap yang terjadi merupakan
kelanjutan dari proses stratigrafi primer, yaitu dekomposisi mineral, seperti
pelarutan dan sementasi, dan selalu berasosiasi dengan ketidakselarasan
(unconformity) dan disebut sebagai perangkap ketidakselarasan.

2.4.1.3 Perangkap Kombinasi


Perangkap kombinasi yang ditemukan di lapangan umumnya berupa
kombinasi antara perangkap struktur dan perangkap stratigrafi, dimana setiap
unsur stratigrafi dan struktur berperan sebagai unsur pembatas bersama-sama.
Dalam pembentukannya, proses stratigrafi terjadi lebih dahulu yang kemudian
disusul oleh proses deformasi struktur lapisan. Dalam perangkap kombinasi
tersebut selalu terdapat bagian yang terbuka ke bawah. Perangkap-perangkap
kombinasi itu dapat berupa :
a. Kombinasi Lipatan-Pembajian.
Perangkap kombinasi ini terjadi dengan didahului oleh proses pembajian
lapisan dan setelah proses ini selesai kemudian diikuti oleh proses pengangkatan
atau intrusi batuan yang berada pada lapisan dibawahnya.
Perangkap lipatan-pembajian ini juga sangat tergantung kondisi dari
impermeability batuan yang terlipat dan yang terendapkan di atas batuan
reservoirnya. Gambar 2.33. dapat menjelaskan bila jenis batuan yang terlipat
dan yang terendapkan adalah batuan yang permeabel salah satu atau keduanya,
maka praktis dalam hal ini tidak akan terbentuk perangkap seperti yang
dimaksudkan.
76

Gambar 2.33.
Perangkap Kombinasi Lipatan-Pembajian
(Koesoemadinata, R.P.,1980)
b. Kombinasi Patahan-Pembajian.
Perangkap kombinasi pembajian dengan patahan ini lebih sering dijumpai
daripada perangkap pembajiannya sendiri. Perangkap kombinasi jenis ini seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.34. perangkap jenis ini terjadi ketika suatu
lapisan batuan mengalami pengangkatan sehingga menyebabkan miringnya
lapisan tersebut yang kemudian disusul oleh proses patahan dan terbentuk
lapisan penyekat.
Cap rock dapat saja dibentuk oleh suatu sistem pergeseran layer dari blok-
blok terpatah yang impermeabel, sedangkan batuan reservoir dalam hal ini
terendapkan atau terbentuk dalam waktu yang sama dengan lapisan-lapisan lain
pembentuk sistem lapisan tersebut.
Dengan demikian jelas bila semua lapisan terpatah adalah jenis batuan yamg
impermeabel ataupun sebaliknya, maka sistem perangkap tersebut tidak akan
terbentuk sebagai jebakan yang produktif.
77

Gambar 2.34.
Perangkap Kombinasi Patahan-Pembajian
(Koesoemadinata, R.P.,1980)

2.4.2. Berdasarkan Kelakuan Fasa Fluida


Fasa merupakan bentuk nyata dari suatu zat yang memiliki sifat-sifat fisika
dan kimia. Untuk itu hidrokarbon dapat dijumpai dalam berbagai fasa yaitu fasa
padat, fasa cair dan fasa gas, yang tergantung pada tekanan dan temperatur yang
bekerja pada persenyawaan hidrokarbon tersebut. Perubahan fasa hidrokarbon
karena tekanan dan temperatur disebut phase behavior.
Jenis reservoir berdasarkan kelakuan fasa fluida reservoir dapat dibagi
menjadi lima, yaitu reservoir gas kering, reservoir gas basah, reservoir gas
kondensat, reservoir minyak berat, dan reservoir minyak ringan.
78

2.4.2.1. Reservoir Minyak Berat


Minyak berat (low shrinkage oil) adalah minyak bumi yang mengandung
senyawa hidrokarbon berat (fraksi berat) lebih banyak daripada senyawa
hidrokarbon ringan. Diagram fasa minyak berat ditunjukkan pada Gambar 2.35.

Gambar 2.35.
Diagram Fasa Minyak Berat
(McCain, William D. Jr.,1973)

Garis 1-3 adalah garis penurunan tekanan bila reservoir diproduksikan.


Pada kondisi P dan T reservoir di titik 1, minyak dalam keadaan tidak jenuh
(under saturated) sehingga tidak ditemukan adanya fasa gas. Bila P dan T
reservoir berada pada titik 2, gas ikutan mulai keluar dari cairan sehingga minyak
tersebut dapat dikatakan sebagi minyak jenuh (saturated). Titik 3 adalah kondisi P
dan T reservoir pada tahap akhir produksi. Sedangkan titik separator adalah
79

kondisi P dan T separator di permukaan. Garis yang menghubungkan titik


separator dengan P dan T reservoir disebut garis produksi.
Umumnya minyak berat dicirikan dengan temperatur reservoir di bawah
temperatur kritis fluida hidrokarbonnya, karena Tc yang relatif tinggi. Pada titik 3
fluida yang tertinggal adalah 75 % dari volume keseluruhan. Pada garis produksi
biasanya didapatkan sekitar 85 % minyak dan 15 % gas di separator. Oleh karena
jumlah mol minyak lebih besar daripada jumlah mol gas maka untuk reservoir
jenis ini dikatakan reservoir minyak berat (low shrinkage oil), dengan GOR
kurang dari 500 SCF/STB dan gravity minyak sekitar 30 0 API. Fluida berwarna
gelap atau hitam.

2.4.2.2. Reservoir Minyak Ringan


Minyak ringan mempunyai kandungan komposisi hidrokarbon ringan
yang lebih banyak daripada reservoir minyak berat. Di dalam diagram fasa
minyak ringan, garis vertikal pada Gambar 2.36. menunjukkan penurunan tekanan
pada temperatur konstan sewaktu reservoir tersebut diproduksikan ke permukaan.

Gambar 2.36.
Diagram Fasa Minyak Ringan
(McCain, William D. Jr.,1973)
80

Pada penurunan tekanan di bawah tekanan bubble point, gas lebih


banyak terbentuk. Di titik 3 ini reservoir mengandung 40 % mol minyak dan 60 %
mol gas. Sekitar 65 % fluida, tetap cair pada kondisi separator dan sisanya
berwujud gas. Untuk jenis reservoir ini GOR yang diperoleh kurang dari 10.000
SCF/STB, dengan gravity minyak 50o API. Cairan yang dihasilkan berwarna
gelap. Reservoir ini dikatakan reservoir minyak ringan (high shrinkage oil) karena
mengandung lebih sedikit molekul-molekul minyak yang berat dibandingkan pada
reservoir minyak berat (low shrinkage oil). Hal ini disebabkan oleh Tc minyak
ringan lebih kecil dari pada minyak berat, dan temperatur reservoir dibawah Tc-
nya.

2.4.2.3. Reservoir Gas Kondensat


Ketika campuran hidrokarbon ini mengalami penurunan tekanan, maka
akan terjadi pengembangan pada gas atau penguapan pada cairan, sehingga
komponen-komponen menengah dan berat akan membentuk kondensat.
Sebaliknya jika tekanan mengalami penurunan, cairan yang mengalami
penguapan tadi akan mengalami pendinginan. Proses retrograde termed ini
ditunjukkan kondisi temperatur (Tr) pada Gambar 2.37.
Pada kondisi awal di dalam reservoir hanya terdapat satu fasa fluida saja
yaitu fasa gas. Dengan turunnya tekanan reservoir selama produksi berlangsung,
terjadi retrograde condensation dalam reservoir tersebut dan melampaui titik 1
(titik embun) sehingga cairan mulai terbentuk. Dengan turunnya tekanan dari 1 ke
2 jumlah cairan dalam reservoir bertambah dan merupakan jumlah cairan
terbanyak yang dapat terjadi. Lalu penurunan tekanan yang terjadi selanjutnya (2-
3) menyebabkan fasa cairan berkurang dan kembali menjadi gas.
81

Gambar 2.37.
Diagram Fasa Gas Kondensat/Retrograde
(McCain, William D. Jr.,1973)

Reservoir gas kondensat memiliki ciri khas yaitu apabila fluida berada di
dalam reservoir akan berbentuk gas tetapi bila mencapai permukaan akan berubah
menjadi fasa cair. Proses retrograde isothermal pada garis produksi 1-3 akan
mengurang cairan hidrokarbon yang dapat diproduksikan.
GOR yang diperoleh dari reservoir gas kondensat umumnya sekitar
70.000 SCF/STB, dengan gravity minyak sekitar 60 0 API dari separator. Cairan
berwarna terang atau jernih seperti air. Persentase fluida dari separator terdiri dari
lebih kurang 25 % mol cairan dan 75 % mol gas.

2.4.2.4. Reservoir Gas Basah


Umumnya reservoir gas basah mempunyai persentase komponen
hidrokarbon berat lebih sedikit dibandingkan dengan reservoir gas kondensat dan
dominan mengandung komponen hidrkarbon ringan. Hasilnya, fasa diagram
memiliki luasan yang sempit dan titik kritis berada pada temperatur yang rendah.
Untuk reservoir gas basah di dalam diagram fasa dapat dilihat pada Gambar 2.38.
82

Gambar 2.38.
Diagram Fasa untuk Gas Basah
(McCain, William D. Jr.,1973)

Untuk reservoir gas basah, dalam hal ini fluida tetap, dalam keadaan fasa
gas sewaktu terjadi penurunan tekanan reservoir seperti terlihat pada diagram,
dimana pada titik 1 reservoir dalam keadaan gas dan bila tekanan turun sampai
titik 2 reservoir juga dalam keadaan gas.
Akan tetapi pada tekanan separator terdapat daerah dua fasa campuran,
karena itu cairan akan terbentuk pada kondisi permukaan. Cairan ini biasanya
disebut kondensat dan gas yang dihasilkan disebut gas kondensat atau gas alam
(natural gas). Istilah basah menunjukkan bahwa gas mengandung molekul-
molekul hidrokarbon ringan yang pada kondisi permukaan membentuk fasa cair.
Pada kondisi separator gas biasanya mengandung lebih banyak hidrokarbon
menengah.
Pada reservoir gas basah dicirikan dengan GOR di permukaan mencapai
100.000 SCF/STB. Minyak associated mempunyai gravity lebih besar 500 API
dan biasanya jernih seperti air. Temperatur krikondenterm lebih kecil dari
temperatur reservoir. Fluida separator terdiri lebih kurang 10 % mol fasa cairan
dan 90 % mol fasa gas. Gas yang diproses di separator akan mencairkan juga
butane dan propane.
Perbedaan umum reservoir gas basah dengan reservoir gas kondensat
antara lain (di dalam gas basah) :
1. Tidak ditemukan adanya kondensasi retrograde isothermal selama proses
penurunan tekanan.
2. Produksi cairan di dalam separator lebih rendah.
3. Campuran komponen beratnya lebih kecil.
83

2.4.2.5. Reservoir Gas Kering


Gas kering terutama terdiri dari methana dan ethana. Diagram fasa untuk
gas kering diperlihatkan pada Gambar 2.39. Pada reservoir gas kering ini, fasa
tetap dalam keadaan gas meskipun tekanan diturunkan, demikian juga pada
kondisi permukaan. Hal ini dapat dilihat pada titik 1 dan titik 2 serta kondisi
separator.
Istilah kering disini mempunyai arti bahwa gas tidak mengandung cairan
hidrokarbon, akan tetapi belum tentu terpisah dari air. Dimungkinkan pada gas
kering mengandung uap air yang terkondensasi.
GOR produksi pada reservoir gas kering biasanya lebih besar dari
100.000 SCF/STB. Temperatur kritis dan temperatur krikondenterm fluida, relatif
sangat rendah dan biasanya jauh dari temperatur reservoir. Hampir tidak
ditemukannya cairan pada separator produksi.

Gambar 2.39.
Diagram Fasa untuk Gas Kering
(McCain, William D. Jr.,1973)

2.4.3. Berdasarkan Mekanisme Pendorong


Setiap reservoir minyak pasti memiliki mekanisme pendorong. Mekanisme
pendorong reservoir didefinisikan sebagai tenaga yang dimiliki oleh reservoir
secara alamiah, sehingga menyebabkan dapat mengalirnya fluida hidrokarbon dari
formasi menuju ke lubang sumur dan selanjutnya ke permukaan pada saat
84

produksi berlangsung. Sedangkan besarnya tenaga pendorong ini tergantung dari


kondisi P dan T formasi dimana reservoir tersebut berada, dan pelepasan
energinya dipengaruhi oleh proses dan sejarah produksi yang dilakukan.
Pada dasarnya ada empat sumber tenaga yang bekerja di reservoir, yaitu :
1. Tenaga dorong eksternal / tekanan hidrostatik, yang biasanya berupa
perembesan air (baik dari bawah maupun samping) dan pengembangan tudung
gas.
2. Tenaga penggerak internal, yang terjadi karena adanya pembebasan gas
terlarut dalam cairan.
3. Tenaga potensial, merupakan tenaga yang berasal dari formasi itu sendiri dan
biasanya dipengaruhi oleh adanya gravitasi dan perbedaan kerapatan antara
fluida formasi.
4. Tenaga permukaan fluida, berasal dari gaya-gaya kapiler dalam pori-pori
batuan.
Kenyataan yang ada di lapangan menunjukkan bahwa mekanisme
pendorong yang ada tidak selalu bekerja sendiri-sendiri, akan tetapi lebih sering
dijumpai dalam bentuk kombinasi. Sedangkan jenis-jenis reservoir berdasarkan
mekanisme pendorongnya dibedakan menjadi :
1. Depletion Drive Reservoir.
2. Gas Cap Drive Reservoir.
3. Water Drive Reservoir.
4. Segregation Drive Reservoir.
5. Combination Drive Reservoir.

2.4.3.1. Depletion Drive Reservoir


Sering pula disebut solution gas drive reservoir atau internal gas drive
reservoir. Sumber energi utama yang mendorong minyak dari reservoir adalah
ekspansi gas yang terbebaskan dari dalam larutan minyak selama penurunan
tekanan reservoir, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.40.
Pada kondisi awal tidak ditunjukkan adanya tudung gas bebas dan tidak
ada water drive yang aktif. Kemudian gas yang terbentuk ini ikut mendesak
minyak ke sumur produksi pada saat penurunan tekanan reservoir karena produksi
85

tersebut. Setelah sumur selesai dibor menembus reservoir dan produksi minyak
dimulai, maka akan terjadi suatu penurunan tekanan di sekitar lubang bor.
Penurunan tekanan ini akan menyebabkan fluida mengalir dari reservoir menuju
lubang bor melalui pori-pori batuan. Penurunan tekanan disekitar lubang bor akan
menimbulkan terjadinya fasa gas.
Pada saat awal, karena saturasi gas tersebut masih sangat kecil (belum
membentuk fasa yang kontinyu), maka gas-gas tersebut terperangkap pada ruang
antar butiran reservoirnya, tetapi setelah tekanan reservoir tersebut cukup kecil
dan gas sudah terbentuk banyak atau dapat bergerak, maka gas tersebut turut serta
terproduksi ke permukaan seperti yang terlihat pada Gambar 2.41.
Sedangkan karakteristik dari depletion drive reservoir ini adalah :
1. Penurunan tekanan yang cepat.
Karena tidak adanya fluida ekstra atau tudung gas bebas dalam jumlah besar
yang akan menempati ruangan pori yang dikosongkan oleh minyak yang
terproduksi.
2. Produksi minyak bebas air.
Karena reservoir terisolir dan dengan tidak adanya water drive maka sangat
sedikit atau hampir tidak ada yang ikut terproduksi bersama minyak selama
masa produksi reservoir. Meskipun terdapat connate water tetapi hampir-
hampir tidak dapat terproduksi. Saturasi air interestial tidak akan terproduksi
sampai tercapai harga saturasi minimum.
3. GOR bertambah dengan cepat pada semua struktur sumur.
Pada awal produksi, karena gas yang dibebaskan minyak masih terperangkap
pada sela-sela pori-pori batuan, maka GOR produksi akan lebih kecil jika
dibandingkan dengan GOR reservoir.
Setelah tekanan reservoir mencapai tekanan di bawah tekanan saturasi, gas
akan berkembang dari larutan pada saluran pori-pori diseluruh bagian
reservoir. Pada waktu saturasi, gas akan bertambah dan membentuk suatu fasa
yang kontinyu sehingga mencapai titik dimana gas dapat mengalir (saturasi
keseimbangan). Akibatnya gas bebas ini akan mengalir ke lubang sumur. Gas
86

juga akan bergerak vertikal akibat adanya gaya gravitasi yang pada akhirnya
dapat membentuk tudung gas.
Hal ini terus menerus berlangsung hingga tekanan reservoir menjadi
rendah. Bila tekanan telah cukup rendah maka GOR akan menjadi berkurang
sebab volume gas di dalam reservoirnyapun tinggal sedikit. Dalam hal ini
GOR produksi dan GOR reservoir harganya hampir sama.
4. Ultimate recovery rendah.
Produksi minyak dengan depletion drive biasanya merupakan metode
recovery yang paling tidak efisien dengan perolehan pendapatan yang kurang
dari 5 % hingga 25 %. Hubungan permeabilitas relatif (Kg/Ko) turut
menentukan besarnya perolehan pendapatan dari reservoir jenis ini. Selain itu
jika viscositas minyak bertambah, maka ultimate recovery minyak akan
berkurang. Dengan demikian untuk reservoir jenis ini pada tahap teknik
produksi primernya akan meninggalkan residual oil yang cukup besar.

Gambar 2.40.
Solution Gas Drive Reservoir
(Clark Norman J.,1969)
87

Gambar 2.41.
Karakteristik Tekanan PI dan GOR pada Solution Gas Drive Reservoir
(Clark Norman J.,1969)
2.4.3.2. Gas Cap Drive
Reservoir gas cap drive dapat dikenali oleh adanya tudung gas yang
relatif besar dengan water drive yang relatif kecil atau bahkan tidak ada,
sedangkan reservoir dalam keadaan jenuh. Pada gas cap drive reservoir tenaga
pendorongnya berupa pengembangan di dalam gas cap (tudung gas) akibat dari
turunnya tekanan di dalam reservoir terlihat pada gambar 2.42.

Gambar 2.42.
Gas Cap Drive Reservoir.
(Clark Norman J.,1969)

Makin besar ukuran gas cap, maka efisiensi pendorong makin besar,
karena dengan penurunan tekanan sedikit saja sudah dapat mendorong minyak
yang cukup besar. Karakteristik reservoir dengan tenaga pendorong gas cap antara
lain :
 Penurunan tekanan kecil, karena kemampuan dari tudung gas untuk
mengembang dengan cepat, maka penurunan tekanan reservoir tidak begitu
cepat jika dibandingkan dengan reservoir depletion drive dengan ukuran yang
sama.
 Produksi air kecil.
88

 Kenaikan GOR cepat pada sumur-sumur dengan struktur tinggi, selama


tudung gas mengembang ke zona minyak.
 Recovery factor cukup tinggi yaitu berkisar antara 20 % - 40 %.
Karakteristik reservoir gas cap drive dapat dilihat pada Gambar 2.43.
berikut.

Gambar 2.43.
Karakteristik Tekanan, PI dan GOR pada Gas Cap Drive Reservoir
(McCain, William D. Jr.,1973)

2.4.3.3. Water Drive Reservoir


Mekanisme pendorong jenis water drive reservoir merupakan jenis
pendesakan yang paling efisien jika dibandingkan dengan mekanisme pendorong
lainnya. Reservoir ini mengalami kontak langsung antara zona minyak dengan
formasi air (aquifer) yang besar.
Proses pendesakan air ini terjadi selama masa produksi berlangsung,
dimana air formasi mengalami pengembangan akibat dari penurunan tekanan. Air
formasi yang mengalami pengembangan ini akan merembes masuk ke dalam pori-
pori batuan dan mendesak minyak keluar dari ruang pori batuan tersebut.
Kemudian air formasi tadi mengisi pori-pori batuan yang kosong akibat
ditinggalkan oleh minyak. Dengan adanya pendesakan air ini, mungkin akan
terjadi penyusutan ukuran pori. Proses pendesakkan air ini dapat pula terjadi
apabila aquifer berhubungan dengan sumber air di permukaan atau dilakukan
injeksi air.
89

Gambar 2.44.
Water Drive Reservoir.
(McCain, William D. Jr.,1973)

Untuk mendapatkan recovery yang besar, maka harus dihindari


terjadinya water coning. Sedangkan tekanan reservoir dipengaruhi oleh laju
produksi dan laju perembesan air. Ditinjau dari arah gerakan perembesan air dari
aquifer, reservoir water drive ini dapat dibedakan menjadi :
a. Edge water drive, gerakan air disini sejajar dengan bidang perlapisan dan
masuk dari arah samping. Zona produktif lebih tebal dari aquifer.
b. Bottom water drive, gerakan air dari aquifer ke reservoir minyak adalah
vertikal lurus dari bawah ke atas. Tebal lapisan minyak relatif lebih tipis
dibandingkan dengan aquifernya. Batas air minyak terletak pada bidang datar
atau sedikit menyimpang dari bidang datar.
c. Bottom and edge water drive, gerakan air dari aquifer ke reservoir merupakan
gabungan dari samping dan bawah.
90

Karakteristik dari kedua mekanisme water drive tersebut adalah sama,


hanya berbeda arah gerakannya ke dalam bidang batas antara minyak–air.
Reservoir water drive mempunyai karakteristik yang dapat dipakai untuk
mencirikan mekanisme pendorongnya, yaitu :
1. Penurunan tekanan reservoir adalah relatif kecil dan prosesnya bertahap,
karena volume air yang masuk ke reservoir sebanding dengan volume minyak
yang dikeluarkan.
2. Adanya air formasi yang ikut terproduksikan.
3. Water Oil Ratio (WOR), berubah dengan cepat dan membesar secara
berlebihan, pada saat sumur menembus zona minyak pada struktur yang
rendah.
4. Gas Oil Ratio (GOR) produksi relatif konstan, hal ini dikarenakan tekanan
reservoir tetap besarnya di atas tekanan gelembung (Pb) untuk waktu yang
lama sehingga tidak ada gas bebas di dalam reservoir (tidak ada initial gas
cap), dan hanya ada gas terlarut yang ikut terproduksi bersama dengan
minyaknya.
5. Harga PI relatif tetap, karena penurunan tekanan relatif kecil selama masa
produksi.
6. Selama masa produksi sering dijumpai tekanan tetap lebih besar dari tekanan
gelembung untuk waktu yang lama, sehingga produksi berupa satu fasa
minyak.
7. Biasanya dijumpai pada perangkap struktur.
8. Recovery oil (minyak yang dapat dikuras) dari reservoir adalah berkisar antara
40 % - 85 %.
91

Gambar 2.45.
Karakteristik Tekanan, PI dan GOR pada Water Drive Reservoir
(Clark Norman J.,1969)

2.4.3.4. Gravitational Segregation Drive Reservoir


Mekanisme pendesakan pada reservoir ini terjadi oleh adanya pemisahan
atau perbedaan densitas fluida reservoir karena gaya gravitasi. Gravity drainage
mempunyai peranan yang penting dalam memproduksi minyak dari suatu
reservoir. Sebagai contoh bila kondisinya cocok, maka recovery dari solution gas
drive reservoir bisa ditingkatkan dengan adanya gravity drainage ini.
Ciri khas dari reservoir segregation drive ini, antara lain :
 Terdapat gas cap, baik besar maupun kecil. Seandainya dalam reservoir itu
terdapat tudung gas primer (primary gas cap) maka tudung gas ini akan
mengembang sebagai proses gravity drainage tersebut. Reservoir yang tidak
mempunyai tudung gas primer segera akan mengadakan pembentukkan
tudung gas sekunder (secondary gas cap).
 Produksi air sangat kecil, karena dianggap tidak berhubungan dengan aquifer.
 Umumnya terdapat pada perangkap struktur dengan kelerengan curam.
 Primary recovery lebih besar dibandingakan dengan reservoir depletion drive,
tetapi lebih kecil dibandingkan dengan water drive reservoir, yaitu berkisar
antara 20 – 40 %. Primary recovery ini tergantung pada ukuran gas cap mula-
mula, permeabilitas vertikal, viscositas gas dan derajat kekekalan gasnya
sendiri.
 Penurunan tekanan lebih lama jika dibandingkan dengan depletion drive,
karena pengembangan gas akan memberikan tenaga yang cukup lama.
92

Gambar 2.46.
Gravity Drainage Drive Reservoir
(Clark Norman J.,1969)
Sedangkan untuk pemisahan gas dari larutan memerlukan beberapa
kondisi yang antara lain :
a. Penurunan tekanan merata diseluruh zona minyak, sehingga gas yang
terbentuk akan dapat bergabung dan bergerak ke atas sebagai aliran yang
kontinyu.
b. Aliran gas ke atas berlangsung dengan gradien tekanan kecil, sehingga sistem
fluida tidak terganggu.
c. Gerakan ke atas dikontrol oleh harga mobilitas terkecil antara minyak dan gas.
Terdapat dua proses pendorongan minyak yang berbeda pada
segregation drive reservoir ini, yaitu :
 Segregation drive tanpa counter flow.
Dimana gas yang keluar dari larutan tidak bergabung dengan gas cap,
sehingga akan menambah keefektifan gaya dorong.
Sering dijumpai pada formasi dengan permeabilitas kecil atau rendah, seperti
lensa pasir.
Produksi gas hanya dari fasa minyak, hasil dari gas cap tidak terbawa. Tidak
terdapat gas coning atau water coning. Saturasi minyak tergantung dari
tekanan reservoir.
Bila gas cap cukup besar, GOR akan naik sampai waktu abandonment.
 Segregation drive dengan counter flow.
Disebut juga dengan gravity drainage. Gas yang dibebaskan dari dalam larutan
akan bergabung dengan gas cap bila permeabilitas vertikal memungkinkan.
Gas dari gas cap ikut terproduksikan bersama dengan minyak dalam bentuk
aliran kontinyu dua fasa.
Gerakan ke atas dikontrol oleh besar kecilnya mobilitas gas dan mobilitas
minyak.
Faktor-faktor kombinasi seperti viscositas rendah, specific gravity
rendah, mengalir pada atau sepanjang zona dengan permeablilitas tinggi
93

dengan kemiringan lapisan cukup curam, ini semuanya akan menyebabkan


perbesaran dalam pergerakan minyak dalam struktur lapisannya.
Pada awal dari reservoir ini, GOR dari sumur-sumur yang terletak pada
struktur yang lebih tinggi akan cepat meningkat sehingga diperlukan suatu
program penutupan sumur-sumur tersebut.
Laju penurunan tekanan tergantung pada jumlah gas yang ada. Jika
produksi semata-mata hanya gas gravitasi, maka penurunan tekanan dengan
berjalannya produksi akan cepat. Hal ini disebabkan karena gas yang
terbebaskan dari larutannya, terproduksi pada sumur struktur sehingga
tekanan cepat turun.
Bila gravity drainage baik atau bila laju produksi dibatasi untuk
mendapatkan keuntungan maksimal dari gaya gravity drainage ini maka
recovery yang didapat akan tinggi. Diagram karakteristik segregation drive
terlihat pada Gambar 2.47.

Gambar 2.47.
Kelakuan Gravity Drainage Reservoir
(Clark Norman J.,1969)

2.4.3.5. Combination Drive Reservoir


Sebelumnya telah dijelaskan bahwa reservoir minyak dapat dibagi dalam
beberapa jenis sesuai dengan jenis energi pendorongnya. Namun pada umumya
di lapangan, energi-energi pendorong ini bekerja bersama-sama dan simultan.
Bila demikian, maka energi pendorong yang bekerja pada reservoir itu
94

merupakan kombinasi beberapa energi pendorong, sehingga dikenal dengan


nama combination drive reservoir.
Kombinasi yang umum dijumpai adalah antara gas cap drive dengan
water drive seperti terlihat pada Gambar 2.48. Sedangkan bentuk kombinasi
lainnya seperti antara depletion drive - water drive, depletion drive -
segregation drive, segregation drive - water drive, atau bahkan terdiri dari tiga
mekanisme pendorong seperti depletion-segregation-water drive reservoir.

Gambar 2.48.
Combination Drive Reservoir
(Clark Norman J.,1969)
Ciri-ciri reservoir combination drive adalah :
 Penurunan tekanan relatif cepat, perembesan air dan pengembangan gas cap
adalah faktor utama yang mengontrol tekanan reservoir.
 Jika berhubnungan dengan aquifer, perembesan air lambat sehingga
produksi air kecil.
 Jika berhubungan dengan gas cap yang kecil, kenaikkan GOR konstan
sesuai dengan pengembangan gas cap tersabut. Akan tetapi jika selama
produksi, pengembangan gas cap ditambah gas bebas, GOR justru menurun.
 Recovery tergantung pada keaktifan masing-masing mekanisme pendorong.
95

 Biasanya primary recovery dari combination drive lebih besar dari depletion
drive, tetapi lebih kecil dari segregation drive dan water drive. Semakin
kecil pengaruh depletion, semakin besar harga recovery-nya.
 Performance reservoir selama masa produksi mirip dengan reservoir
depletion drive.
Gambar 2.49. merupakan salah satu contoh kelakuan dari combination
drive, dengan water drive yang lemah dan tidak ada tudung gas pada reservoirnya.
GOR yang konstan pada awal produksi dimungkinkan bahwa tekanan reservoir
masih di atas tekanan jenuh. Di bawah tekanan jenuh, gas akan bebas sehingga
GOR akan naik.

Gambar 2.49.
Kelakuan Combination Drive Reservoir
(Clark Norman J.,1969)
2.5. Perkiraan-Perkiraan Reservoir
Sejalan dengan produksi, maka studi berlanjut menjadi peramalan ulah
reservoir yang ada, meliputi : perkiraan cadangan, produktivitas formasi dan
perilaku reservoir.

2.5.1. Perkiraan Cadangan


Yang dimaksud dengan perkiraan cadangan adalah penentuan jumlah
cadangan hidrokarbon yang terkandung didalam reservoir. Penaksiran cadangan
96

dapat dibagi menjadi tiga metode, yaitu metode volumetris, metode material
balance dan metode decline curve.
Istilah cadangan mempunyai beberapa pengertian. Beberapa istilah yang
berhubungan dengan pengertian cadangan adalah :

 Initial oil/gas in place, yaitu jumlah total hidrokarbon yang mula-mula ada
di dalam reservoir, baik yang bisa diproduksikan maupun yang tidak
dapat diproduksikan.
 Recoverable reserve, yaitu jumlah cadangan hidrokarbon yang mungkin
dapat diproduksikan sesuai dengan teknologi yang ada pada saat itu.
 Ultimate recovery, yaitu jumlah hidrokarbon yang dapat diproduksikan
sampai batas ekonomisnya.
 Recovery factor, yaitu angka perbandingan antara hidrokarbon yang dapat
diproduksi (recoverable reserve) dengan jumlah minyak mula-mula di
dalam reservoir.

2.5.1.1. Metode Volumetris


Perkiraan cadangan hidrokarbon dengan menggunakan metoda volumetrik
merupakan salah satu metoda yang paling sederhana, dimana dilakukan sebelum
tahap pengembangan dan data-data yang dibutuhkan juga belum banyak, hanya
data-data geologi serta sebagian data-data batuan dan fluida reservoir.
Persamaan untuk menghitung initial oil in place (jika tidak ada gas) adalah :
7758  Vb    (1  S wi )
Ni 
Boi …..………………………………... (2-74)
Sedangkan untuk initial gas in place (dalam tudung gas) adalah :
43560  Vb    (1  S wi )
Gi 
B gi
…..……………………..………. (2-75)
Keterangan :
Ni = jumlah minyak mula-mula di reservoir, STB
Gi = jumlah gas mula-mula di reservoir, SCF
Vb = volume bulk reservoir, Acre-ft
Boi = faktor volume formasi minyak mula-mula, BBL/STB
97

Bgi = faktor volume formasi gas mula-mula, Cuft/SCF


 = porositas batuan, fraksi
Swi = saturasi air mula-mula, fraksi.
Dengan melihat persamaan-persamaan diatas, maka data-data yang
dibutuhkan untuk memperkirakan cadangan adalah Vb, , Swi, Boi, dan Bgi. Data
sifat-sifat fisik batuan dan fluida reservoir diperoleh dari hasil laboratorium,
sedangkan untuk menentukan Vb diperlukan data-data geologi yang representatif.
Untuk menghitung bulk volume, terlebih dahulu harus dibuat peta isopach.
Peta isopach adalah suatu peta yang menggambarkan garis-garis yang
menghubungkan titik-titik dengan ketebalan yang sama dari lapisan produktif.
Dari peta isopach tersebut, selanjutnya dapat dilakukan perhitungan bulk volume
dengan menggunakan metoda-metoda yang akan dibahas dalam sub bab berikut
ini.
1. Metoda Trapezoidal
Persyaratan utama dalam melakukan perhitungan dengan metoda ini adalah
perbandingan antara luas garis kontur yang berurutan harus lebih besar dari 0.5.
Secara matematik, persamaannya dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut :
Vb = ½  h  (Ao + 2  A1 + ..... + 2  An1 + An) + tavg  An …...... (2-76)
Keterangan :
Vb = volume bulk batuan, Acre-ft
h = interval kontur peta isopach, ft
Ao = luas daerah yang dibatasi garis isopach (kontur) ke nol (WOC), Acre
A1, A2, ..., An = luas daerah yang dibatasi oleh garis kontur secara
berurutan, Acre
tavg = ketebalan rata-rata diatas kontur teratas, ft.
2. Metoda Pyramidal
Persyaratan utama metoda ini adalah perbandingan antara luas garis kontur
yang berurutan harus kurang atau sama dengan 0.5. Persamaannya adalah :
1 An  An1
Vb = 3  h  (An + An+1 + ) …..…………………… (2-77)
Keterangan :
98

Vb = volume bulk batuan tiap bagian frustum piramid, Acre-ft


An = luas daerah yang dibatasi oleh garis kontur terendah, Acre
An+1 = luas daerah yang dibatasi oleh garis kontur teratas, Acre.

2.5.1.2. Metode Material Balance


Metoda material balance dapat digunakan untuk memperkirakan besar
cadangan reservoir, dimana data-data produksi yang diperoleh sudah cukup
banyak. Prinsip dari metoda material balance ini didasarkan pada prinsip
kesetimbangan volumetrik yang menyatakan bahwa : ”apabila volume suatu
reservoir konstan, maka jumlah aljabar dari perubahan-perubahan volume minyak,
gas bebas dan air dalam reservoir harus sama dengan nol”.
Untuk mempermudah penjabarannya, perubahan volume minyak, gas bebas
dan air dapat dinyatakan dengan persamaan-persamaan sebagai berikut :
a. Perubahan volume minyak
 Volume minyak mula-mula di reservoir = N  Boi, Cuft
 Volume minyak pada waktu t dan tekanan P = (N  Np)  Bo, Cuft
 Pengurangan volume minyak = N  Boi  (N  Np)  Bo, Cuft …….... (2-77)
b. Perubahan volume gas bebas
G  B gi

 Rasio gas bebas mula-mula dengan volume minyak mula-mula (m) = N  Boi
 Volume gas mula-mula = G  Bgi = m  N  Boi
 SCF gas bebas   SCF gas bebas mula   SCF gas yang   SCF gas yang tersisa 
 pada waktu t    SCF gas terlarut    diproduksi kan    di reservoir 
       

 mNBoi 
Gf     
 NRsi   N p R p   N  N p  Rs 
 B gi 

 SCF gas bebas di re    mNBoi  NR   N R  N  N R  B


 servoir pada waktu t    B gi si 

p p p  
s  g

 
    

 Pengurangan volume gas =


99

mNBoi
Bgi
m  N  Boi  { + N  Rsi  Np  Rp  (N  Np)  Rs}  Bg .... (2 - 78)
c. Perubahan volume air
 Volume air mula-mula di reservoir = W, Cuft
 Produksi air kumulatif = Wp  Bw, Cuft
 Volume air yang merembes kedalam reservoir = We, Cuft
 Pertambahan volume air =
(W + We  Wp  Bw)  W = We  Wp  Bw …………………….. (2-79)
Dengan menggabungkan Persamaan (2-38), (2-39) dan (2-40), dan
kemudian disederhanakan dengan harga Boi = Bti dan Bt = Bo + (Rsi  Rs) Bg, maka
persamaan untuk N adalah :

N
 
N p Bt   R p  Rsi  B g  We  W p Bw 

Bt  Bti 
mBti
 Bg  Bgi 
B gi
…………...………….. (2 – 80)

2.5.1.3. Metode Decline Curve


Decline curve merupakan suatu metoda yang menggambarkan penurunan
kondisi reservoir dan produksinya terhadap waktu. Pada prinsipnya, metoda
decline curve adalah membuat grafik hubungan antara laju produksi terhadap
waktu atau laju produksi terhadap produksi kumulatif.
Bentuk kurva penurunan laju produksi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
exponential decline, hyperbolic decline dan harmonic decline.

2.5.1.3.1. Exponential (Constant Percentage) Decline Curve


Bentuk decline curve ini mempunyai harga laju penurunan produksi per
satuan waktu sebanding dengan laju produksinya. Persamaan dasar dari
exponential decline curve adalah sebagai berikut :
 q 
d 
 dq dt 
b 
dt ….………………………………...……………. (2-81)
Dengan mengintegrasikan Persamaan (2-76) diatas, maka diperoleh :
100

q
 bt  a  
dq dt ….…………………………………………… (2-82)
Keterangan :
q = laju produksi, STB/day
dq/dt = perubahan laju produksi terhadap perubahan waktu,STB/day/month
a = loss ratio (decline rate), month
b = konstanta positif.
Untuk exponential decline, besarnya penurunan (decline rate) adalah
konstan, sehingga harga b = 0, dan Persamaan (2-83) menjadi :
q
a 
dq dt ….…………………………………….…………… (2-83)
Dengan mengintegrasikan Persamaan (2-84) tersebut, dimana qi adalah laju
produksi mula-mula dan qt adalah laju produksi pada saat t, maka secara
matematik dapat dibuat hubungan sebagai berikut :
q t  qi e  t a ….…………………………………..………………. (2-84)
Harga Np (produksi kumulatif, STB) diperoleh dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
t
N p   q t dt
0 …..………………………………………………….. (2-85)
Dengan mensubstitusikan Persamaan (2-85) kedalam Persamaan (2-86),
maka diperoleh persamaan sebagai berikut :
N p  a qi  qt 
….……………………………………………… (2-87)

2.5.1.3.2. Hyperbolic Decline Curve


Besarnya laju penurunan (decline rate) pada hyperbolic decline tidak
konstan, melainkan selalu berubah, dimana besarnya laju penurunan akan
menunjukkan suatu deret hitung dan harga b akan berkisar antara nol hingga satu.
Dengan cara yang sama dengan exponential decline curve, maka persamaan
produksi kumulatif adalah :
101

qib a 1b
Np 
1 b

q i  q t1b 
.….…………………………………….. (2-88)

2.5.1.3.3. Harmonic Decline Curve


Pada harmonic decline, penurunan laju produksi per satuan waktu
berbanding lurus terhadap laju produksinya. Bentuk kurva harmonic decline
merupakan bentuk khusus dari hyperbolic decline, yaitu untuk harga b = 1. Jadi
persamaan laju produksi kumulatifnya adalah sebagai berikut :
qi
N p  aqi ln
qt …..………………………….…………………… (2–89)

2.5.2. Perkiraan Produktivitas Formasi


Produktivitas formasi dapat dinyatakan sebagai kemampuan suatu akumulasi
hidrokarbon dalam batuan porous dan permeabel untuk memproduksikan fluida
yang dikandungnya.

2.5.2.1. Aliran Fluida Dalam Media Berpori


Fluida yang mengalir dari formasi produktif ke lubang sumur dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut :
a. Jumlah fasa yang mengalir.
b. Sifat-sifat fisik fluida reservoir.
c. Sifat-sifat fisik batuan reservoir.
d. Konfigurasi disekitar lubang bor, yaitu adanya lubang perforasi, skin
(kerusakan formasi), gravel pack dan rekahan hasil perekahan hidrolik.
e. Kemiringan lubang sumur pada formasi produktif.
f. Bentuk daerah pengurasan.
Keenam faktor tersebut diatas, secara ideal harus diwakili dalam setiap
persamaan perhitungan kelakuan aliran fluida dari formasi masuk ke lubang
sumur. Tetapi hingga saat ini belum tersedia suatu persamaan praktis yang
memperhitungkan keenam faktor diatas secara serentak. Sampai saat ini tersedia
banyak persamaan untuk memperkirakan kelakuan aliran fluida dari formasi ke
dasar lubang sumur, dimana masing-masing persamaan mempunyai anggapan-
102

anggapan tertentu sesuai dengan teknik pengembangannya. Jadi perlu


diperhatikan tentang anggapan-anggapan tersebut sebelum menggunakan suatu
persamaan pada suatu sumur.
Aliran fluida dalam media berpori telah dikemukakan oleh Darcy (1856)
dalam Persamaan (2-13). Persamaan tersebut selanjutnya dikembangkan untuk
kondisi aliran radial, dimana dalam satuan lapangan persamaan tersebut berbentuk
:
kh Pe  Pwf 
q  7.08  10 3
 o Bo Ln re rw  …..……………………...……….. (2-90)
Keterangan :
q = laju produksi, STB/hari
k = permeabilitas efektif minyak, md
h = ketebalan formasi produktif, ft
Pe = tekanan formasi pada jarak re dari sumur, psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
o = viskositas, cp
Bo = faktor volume formasi, BBL/STB
re = jari-jari pengurasan sumur, ft
rw = jari-jari sumur, ft.
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menggunakan Persamaan (2-91)
tersebut adalah :
a. fluida berfasa tunggal
b. aliran mantap (steady state)
c. formasi homogen dan arah alirannya horizontal
d. fluida incompressible.
Dengan demikian apabila variabel-variabel dari Persamaan (2-92)
diketahui, maka laju produksi (potensi) sumur dapat ditentukan.

2.5.2.2. Produktivity Index


Indek produktivitas adalah indek yang digunakan untuk menyatakan
kemampuan suatu sumur pada kondisi tertentu untuk berproduksi. Secara
103

matematik, indek produktivitas (J) adalah perbandingan antara laju produksi yang
dihasilkan oleh suatu sumur pada suatu harga tekanan alir dasar sumur tertentu
dengan perbedaan tekanan dasar sumur dalam kondisi statik (Ps) dan tekanan
dasar sumur pada saat terjadi aliran (Pwf), atau :
q
J
Ps  Pwf
, BBL/hari/psi …..……………………….………… (2-93)
Dengan melakukan substitusi Persamaan (2-94) kedalam Persamaan (2-
95), maka J dapat pula ditentukan berdasarkan sifaf-sifat fisik fluida reservoir,
batuan reservoir, serta geometri sumur dan reservoir, yaitu :
kh
J  7.08  10 3
 o Bo Ln re rw  ….……………………………… (2-96)
Tentunya penggunaan persamaan diatas harus memperhatikan persyaratan yang
harus dipenuhi dalam Persamaan (2-96).
Persyaratan Persamaan (2-93) tidak selalu dipenuhi, misalkan yang paling
sering ditemui dalam praktek adalah adanya gas dalam aliran tersebut. Hal ini
akan dijumpai apabila tekanan reservoir dibawah tekanan bubble point minyak.
Pada kondisi ini J tidak dapat ditentukan dengan Persamaan (2-93) atau (2-94),
dan harga J untuk setiap harga Pwf tertentu tidak sama dan selalu berubah.
Sehubungan dengan perubahan tersebut, maka persamaan J diperluas menjadi :
dq
J
dPwf
….…………………………………………………… (2-97)
Persyaratan berfasa tunggal untuk Persamaan (2-93) dapat pula tidak
terpenuhi apabila dalam aliran fluida tersebut terdapat air formasi. Tetapi dalam
praktek, keadaan ini masih dapat dianggap berfasa satu, sehingga Persamaan (2-
97) dapat lebih diperjelas dengan memasukkan laju produksi air kedalam persamaan
tersebut:
qo  q w
J
Ps  Pwf
…..………………………………………………… (2-98)
Sesuai dengan persamaan Darcy (Persamaan (2-84), Persamaan (2-88)
dapat ditulis kembali dalam bentuk :
104

h  ko k 
J  7.08  10 3   w 
Ln re rw    o Bo  w Bw 
….………………..... (2-99)
Bentuk lain yang sering digunakan untuk menghitung produktivitas sumur adalah
indek produktivitas spesifik, yang didefinisikan sebagai perbandingan antara J
dengan ketebalan, yaitu :
J
Js 
h ….………………………………………………………. (2-100)
Js sering digunakan untuk membandingkan produktivitas sumur yang berbeda
dalam satu lapangan.
Lewis dan Horner menunjukkan bahwa J dapat pula ditentukan dengan
persamaan berikut :
kh
J  5.9  10 4
 o Bo …..………………………………..………. (2-101)

2.5.2.3. Inflow Performance Relationship (IPR)


Indek produktivitas yang diperoleh dari hasil tes ataupun dari perkiraan,
hanya merupakan gambaran secara kualitatif mengenai kemampuan sumur untuk
berproduksi. Dalam kaitannya dengan perencanaan suatu sumur, ataupun untuk
melihat kelakuan suatu sumur untuk berproduksi, maka harga J tersebut dapat
dinyatakan secara grafis, yang disebut dengan grafik kurva IPR. Berdasarkan
definisi J pada Persamaan (2-101), untuk suatu saat tertentu dimana Ps konstan
dan J juga konstan, maka variabelnya adalah laju produksi (q) dan tekanan aliran
dasar sumur (Pwf). Persamaan (2-102) dapat diubah menjadi :
q
Pwf  Ps 
J ….……………………………………………….... (2-102)
Berdasarkan anggapan diatas, maka bentuk garis dari Persamaan (2-102) adalah
merupakan garis lurus (Gambar 2-103).
Titik A adalah harga Pwf pada saat q = 0, dan sesuai dengan Persamaan
(2-101), maka Pwf = Ps. Sedangkan titik B adalah harga q pada saat Pwf = 0, dan
sesuai dengan Persamaan (2-102), maka q = J  Ps, dan harga laju produksi ini
merupakan harga laju produksi maksimum. Harga laju produksi maksimum ini
105

disebut sebagai potensial sumur, dan merupakan batas laju produksi yang
diperbolehkan dari suatu sumur.
Apabila sudut OAB adalah , maka :
OB Ps J
tan    J
OA Ps ….………………………………………. (2-103)
Dengan demikian J menyatakan 1 kemiringan dari garis kurva IPR.

Gambar 2.50.
Kurva IPR Linear
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)
Bentuk dari IPR akan linear bila fluida yang mengalir satu fasa, Muskat
menyatakan apabila yang mengalir adalah fluida dua fasa (minyak dan gas), maka
bentuk kurva IPR membentuk kelengkungan dan harga J tidak lagi merupakan
harga yang konstan, karena kemiringan garis IPR akan berubah secara kontinyu
untuk setiap harga Pwf. Dalam hal ini Persamaan (2-100) tidak lagi berlaku, dan
secara umum definisi yang tepat adalah Persamaan (2-102).
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Vogel terhadap sumur-sumur
yang berproduksi dari reservoir solution gas drive, maka diperoleh suatu hasil
106

disebut “dimensionless IPR”. Untuk tujuan praktis grafik IPR tak berdimensi
tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan matematis :
2
qo  Pwf   Pwf 
 1 - 2   0 .8  
q max  Ps   Ps  …..………………………... (2-104)

Gambar 2.51
Kurva IPR Tidak Linear
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)

Persamaan diatas hanya dapat digunakan untuk Pwf yang lebih kecil dari Pb.
Sedangkan bila Ps diatas Pb maka sebagian dari kurva IPR merupakan garis linear
dan selanjutnya melengkung seperti terlihat pada (Gambar 2.51).
Untuk kondisi tersebut diatas, maka perubahan IPR dapat dilakukan dengan
perluasan persamaan Vogel, yaitu :
2
qo  qb  Pwf   Pwf 
 1 - 2   0.8  
q max  qb  Ps   Ps  …..…………………… (2-106)
Keterangan :
qo = rate produksi minyak (data test), bbl/hari
qmax = rate produksi maksimum pada Pwf = 0, BOPD
qb = rate produksi pada saat Pwf = Pb, bbl/hari
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
Pb = tekanan bubble point, psi
Jadi harga J atau grafik IPR akan mengalami perubahan sesuai dengan
lamanya produksi.
107

2.5.3. Perkiraan Perilaku Reservoir


2.5.3.1. Berdasarkan Peramalan Material Balance
Metoda material balance digunakan untuk memperkirakan besarnya
cadangan reservoir pada suatu lapangan minyak atau gas yang telah
dikembangkan, dimana data-data produksi yang diperoleh sudah cukup banyak.
Prinsip penurunan persamaannya didasarkan pada persamaan Schilthuis (1936),
yang berdasarkan hukum kekekalan massa, dimana jumlah massa dalam sistem
adalah tetap atau terjadinya kesetimbangan volume antara produksi komulatif
terhadap pengembangan fluida reservoir.10)
Asumsi yang digunakan dalam konsep material balance, adalah:
1. Reservoir merupakan suatu kesatuan, sehingga perhitungannya tidak
tergantung pada jumlah sumur produksi.
2. Proses produksi dianggap proses isothermal.
3. Kesetimbangan antara semua fasa adalah sempurna.
4. Hubungan antara tekanan dan volume tidak tergantung pada masing-
masing fluida reservoir.
Penggunaan metoda material balance dalam menghitung cadangan di reservoir
disesuaikan dengan jenis tenaga pendorong yang bekerja pada reservoir tersebut.
A. Persamaan Material Balance Untuk Reservoir Minyak
Persamaan material balance untuk suatu reservoir yang mempunyai gas cap
mula-mula dan bertenaga pendorong air dapat dinyatakan
Pengembangan  Pengembangan   Water influx 
zona minyak    gas cap     
     

Produksi minyak  Produksi gas  Produksi air 


 komulatip   Komulatip   komulatip 
     
N i m.Bti ( B g  B gi )
N i ( Bt  Bti )   We 
B gi

N p Bt  N p ( R p  Rsi ) Bg  BwW p
…………..(2-107)
108

Jika persamaan (2-107) disusun kembali, maka akan diperoleh besarnya initial oil
in place (NI), yaitu :

Ni 
   
N p Bt  R p  Rsi B gi  (We  BwW p )
mBti
Bt  Bti  ( B g  B gi )
B gi
………...(2-107)
dimana :
Ni = Jumlah minyak mula-mula, Bbl
Np = Produksi minyak komulatif, Bbl
We = Besarnya perembesan air, Bbl
Wp = Produksi air komulatif, Bbl
Bti = Faktor volume formasi total mula-mula, Bbl/STB
Bt = Faktor volume formasi total saat t, Bbl/STB
= Bo + Bg (Rsi – Rs)
Bo = Faktor volume formasi minyak saat t, Bbl/STB
Bgi = Faktor volume formasi gas mula-mula, Cuft/SCF
Bg = Faktor volume formasi gas saat t, Cuft/SCF
Bw = Faktor volume formasi air saat t, Bbl/STB
Rsi = Jumlah gas yang terlarut dalam minyak mula-mula, SCF/STB
Rs = Jumlah gas yang terlarut dalam minyak saat t, SCF/STB
Rp = Perbandingan gas komulatif dengan minyak komulatif, SCF/STB
m = Perbandingan jumlah volume gas cap mula-mula dengan volume
minyak mula-mula, SCF/STB
Untuk reservoir undersaturated, maka We = 0 dan tidak ada gas cap mula-mula
(m = 0) , sehingga persamaan (3-16) menjadi :

Ni 
 
N p Bt  R p  Rsi Bg  
Bt  Bti
………………(2-108)

Untuk Depletion Drive reservoir, dimana tenaga pendorongnya adalah


pengembangan gas yang terlarut dalam minyak,maka penurunan persamaan
material balancenya dilakukan dua tahap, yaitu :

1. Bila tekanan reservoir diatas tekanan jenuh :


109

N p Bo
Ni 
Bo  Boi …………………………….…......(2-109)
2. Bila tekanan reservoir dibawah tekanan jenuh :

Ni 
 
N p Bo  R p  Rs B g  
Bo  Boi   Rsi  Rs  B g
………………..(2-110)

B. Persamaan Material Balance Untuk Reservoir Gas


Persamaan material Balance untuk reservoir gas di dasarkan pada
kesetimbangan mol gas , dengan anggapan komposisi gas tetap selama produksi
berlangsung.
1. Untuk Water Drive reservoir , persamaannya :

G

G p B gf  We  BwW p 
B gf  B gi
.....................………..……...(2-111)
2. Untuk Depletion Drive reservoir, persamaannya :
G p B gf
G
B gf  B gi
………………………..…………..(2-112)
dimana :
G = Jumlah gas mula-mula, SCF
Gp = Produksi komulatif gas , SCF
Bgf = Faktor volume formasi gas akhir , Cuft/SCF
Adanya perembesan air (water influx) sering menjadi problem untuk
reservoir yang berbatasan dengan aquifer, oleh karena itu pada bagian ini akan
sedikit dibicarakan mengenai persamaan water influx (We), yaitu :
Schilthuis (1936), menurunkan persamaan dengan anggapan bahwa kondisi steady
state, penurunan tekanan teratur dan bertahap, viscositas, permeabilitas, dan
geometri aquifer konstan, maka :
t
 k   Pi  P  t We
We  k  Pi  P 
0 atau t …..(2-113)
dimana :
110

k = Konstanta water influx, Bbl/D/Psi


Pi – P = Penurunan tekanan, Psi
Hurst (1943), menurunkan persamaan pengembangan dari persamaan Schilthuis,
yaitu :
t  Pi  P 

We = c 0 log .at ………….…………………………………..…….(2-114)
Dimana :
c = konstanta water influx, bbl/D/psi
a = konstanta konversi waktu
Van Everdingen dan Hurst (1949), menurunkan persamaan dengan anggapan
bahwa kondisi steady state, yaitu :
t
B  P.Q t 
We = 0 ………..…………………………………..…….(2-115)
Dimana :
B = Konstanta water influx , Bbl/psi
= 1,119  Ce rw h ( / 360 )
 = Porositas rata-rata, fraksi
Ce = Kompresibilitas air formasi, psi-1
rw = Jari-jari sumur, ft
h = Ketebalan lapisan, ft
 = Sudut yang dibentuk oleh lingkaran reservoir
Q(t) = Water influx yang merupakan fungsi dari tD, tak berdimensi
tD = Waktu perembesan air, tak berdimensi

k .t
2
= 6,323 x 10-3  . .C w .rw
k = Permeabilitas, mD
t = Waktu perembesan air, hari
 = Viskositas air formasi, cp
111

2.5.3.2. Berdasarkan Decline Curve


Metoda decline curve merupakan penentuan perkiraan cadangan
hidrokarbon yang dilakukan berdasarkan data-data produksi atau grafik penurunan
produksi, yang biasanya menunjukkan hubungan antara laju produksi versus
waktu atau produksi komulatif.
Analisa decline curve merupakan suatu interpolasi data-data produksi yang
telah diperoleh sebelumnya tampa memperhatikan hukum-hukum kimia dan fisika
tentang aliran minyak atau gas dalam reservoir.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam memperkirakan besarnya cadangan
hidrokarbon dengan metoda decline curve, adalah :
 Produksi telah turun,
 Sumur diproduksi pada kapasitasnya, dan
 Tidak terjadi perubahan metoda produksi.
Berdasarkan bentuk penurunannya, ada tiga jenis decline curve, yaitu
Exponential, Hyperbolic dan Harmonic Decline.
A. Exponential Decline
Exponential decline sering disebut constant persentage decline, dimana
kurvanya mempunyai harga penurunan laju produksi per satuan waktu sebanding
dengan laju produksinya, yang secara matematis dituliskan :

q / q q
 a  a t
t atau - q ……………………….…..(2-116)

Apabila persamaan (2-106) diintegralkan, dimana q i adalah laju mula-


mula ,dan qt adalah laju produksi pada saat t, maka :
t qt
q
a  t   
0 qi q
……………………………………………………(2-117)
 qi 
 
a t = ln qi – ln qt = ln  qt 
qt = qi exp (-a t) …………………………………………………..(2-118)
dimana :
q = Laju produksi
112

a = Decline rate
q/t = Perubahan laju produksi terhadap waktu
Bentuk grafik hubungan antara laju produksi versus waktu pada kertas semi-log
adalah garis linier.
Jika Np adalah produksi kumulatif, maka besarnya dapat ditentukan
dengan persamaan :
t
 q.t
Np = 0 ……………………………………………………..(2-119)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2-116) ke dalam persamaan (2-119),
maka :
qt
q
 
qi a
Np = ………………………………………………..…(2-120)
qi  qt
Np = a ..…..…………………………………………….(2-121)
Apabila persamaan (2-118) disubstitusikan kedalam persamaan (2-121) untuk
produksi sampai batas ekonomisnya (economic limit), maka akan diperoleh
persamaan :
ln  qi / qa 
t a  Np
qi  qa ……………………………………….……(2-122)
B. Hyperbolic Decline
Besarnya decline rate pada hyperbolic decline adalah berubah-rubah, yang
secara matematis dituliskan :
a qn
 n
ai qi ………………………………………………………...(2-123)
dimana : n = konstanta yang menyatakan nomor antara 0 – 1. Apabila
persamaan (2-106) disubstitusikan kedalam persamaan (2-113), maka :
 q 
 
 q.t   q
n
qi nq
ai.t   ( n 1)
ai qi n atau q ……………. (2-124)
113

Apabila persamaan (2-124) diintegralkan, dimana qi adalah laju mula-


mula, dan qt adalah laju produksi pada saat t, maka :
t qt
ai  t   qi n  q  ( n 1)q
0 qi …………………………….....(2-125)
 qt  n  qi  n   qi n 
ai.t   qi n   n.ai.t   n   1
 n   qt 
atau

qt  qi1  n.ai.t   (1 / n ) ……………………………………….….(2-126)

Hubungan antara produksi komulatif dengan laju produksi, seperti pada


persamaan (2-120), adalah :

n  qi n 
qtq qt
Np     q  q
qi a qi  ai  ……………………..…….…(2-127)

Np 
qi n
ai 1  n 

qi  1n   qt  1n  
……………………….…....(2-128)
Hubungan antara produksi komulatif dengan laju produksi hasil persamaan (2-
128), apabila diplot pada kertas grafik semi-log, maka akan berbentuk garis linier.
C. Harmonic Decline
Harmonic decline merupakan bentuk khusus dari hyperbolic decline, dimana
penurunan laju produksi persatuan waktu berbanding lurus terhadap laju
produksinya, karena harga n=1.
Secara matematis, bentuk persamaan harmonic decline sama dengan
persamaan (2-126), untuk harga n = 1, yaitu :
qi
qt 
1  ai.t  ………………………………………………......(2-129)
Hubungan antara produksi komulatif dengan laju produksi, seperti pada
persamaan (2-130), adalah :
qtq qt q
Np    
qi a qi ( q / qi ) ai
…..………………………...(2-130)
114

 qi   qi 
Np    ln  
 ai   qt  ……………………...……………………..(2-131)

2.5.3.3. Manfaat Peramalan Perilaku Reservoir


Adapun manfaat yang diperoleh dari kurva-kurva perilaku reservoir adalah
sebagai berikut :
1. Untuk menentukan mekanisme pendorong dari suatu reservoir.
2. Untuk meramalkan perilaku reservoir dimasa yang akan datang
berdasarkan data periaku, reservoir dimasa lalu, dibawah pengaruh
tenaga pendorong alamiahnya (drive mechanism).
3. Memperkirakan besarnya cadangan ekonomis dan umur ekonomis
reservoir.
4. Untuk menjadi dasar dalam perencanaan infill drilling dari suatu
reservoir.

Anda mungkin juga menyukai