3
4
S a n d s to n e
100 %
L im y S h a ly
S a n d s to n e S a n d s to n e
Sa n d y Sa n d y
L im e s t o n e S h a le
L im e s t o n e S h a ly L im y S h a le
100 % L im e s t o n e S h a le 100 %
Gambar 2.1.
Diagram Komponen Penyusun Batuan
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)
Unsur atau atom-atom penyusun batuan reservoir perlu diketahui mengingat
macam dan jumlah atom-atom tersebut akan menentukan sifat-sifat dari mineral
yang terbentuk, baik sifat-sifat fisik maupun sifat-sifat kimiawinya. Mineral
merupakan zat-zat yang tersusun dari komposissi kimia tertentu yang dinyatakan
dalam bentuk rumus-rumus dimana menunjukkan macam unsur-unsur serta
jumlahnya yang terdapat dalam mineral tersebut.
Material ini mendingin dengan cepat, ada yang berbentuk padat, debu atau
suatu larutan yang kental dan panas, cairan ini biasa disebut lava. Bentuk
dan susunan kimia dari lava mempunyai ciri tersendiri. Ada 2 tipe magma
intrusi, yang pertama memiliki kandungan silica yang rendah dan
viskositas yang relatif rendah. Sedangkan tipe ke-2 dari lava ini adalah
bersifat asam, yang memiliki kandungan silica yang tinggi dan viskositas
yang relatif tinggi.
2. Batuan Intrusi
Proses batuan beku sangat berbeda dengan kegiatan batuan vulkanik,
karena perbedaan dari tempat terbentuknya dari kedua jenis ini. Tiga
prinsip dari tipe bentuk intrusi batuan beku , bentuk dasar dari geometri
adalah :
1. Bentuk beraturan
2. Bentuk tabular
3. Bentuk pipa
Dimana kontak antara batuan intrusi dengan batuan yang diintrusi atau
daerah batuan, bila sejajar dengan lapisan batuan maka tubuh intrusi ini
disebut konkordan. Bila bentuk kontaknya kontras disebut diskordan atau
memotong dari lapisan masa batuan.
b Pembagian berdasarkan komposisi kimia
Dasar pembagian ini biasanya adalah kandungan oksida tertentu dalam batuan,
seperti SiO2, Al2O3, salah satu pembagiannya antara lain :
1. Batuan beku asam
Yaitu bila batuan beku tersebut mengandung lebih 66% silika, contoh :
Granit, Riolit.
2. Batuan beku menengah (intermediet)
Yaitu bila batuan beku tersebut mengandung 52 – 66 % silika, contoh :
Diorit, Andesit.
3. Batuan beku basa
Yaitu bila kandungan silikanya berkisar antara 45 – 52 % silika contoh :
Gabro.
7
a. Amphibolit, yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar
dan mineral utama penyusunnya adalah amfibol (umumnya hornblende) dan
plagioklas. Batuan ini menunjukkan schistosity bila mineral prismatiknya
terorientasi.
b. Eclogit, yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan
mineral penyusunnya utamanya adalah piroksen (diopsid kaya sodium dan
allumunium) dan garnet kaya pyrope
c. Granulit, yaitu batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang tersusun
oleh mineral utama kuarsa dan feldspar serta sedikit piroksen dan garnet.
Kuarsa dan feldspar yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur gneisic.
d. Surpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir
semuanya berupa mineral kelompok serpentin. Kadang dijumpai mineral
tambahan seperti klorit, talk dan karbonat yang umumnya berwarna hijau.
9
2.1.2.1. Batupasir
Komposisi mineral dan tekstur menjadi dasar utama dalam
mengklasifikasikan batupasir. Menurut Pettijohn, mineral utama penyusun
batupasir adalah quartz (SiO2), feldspar (KNaCa(AlSi3O8)) dan rock fragment
(unstabil grain). Berdasarkan tekstur batuan, batupasir dapat dibagi menjadi tiga
kelompok utama, yaitu : Orthoquartzites, Graywacke, dan Arkose. Pembagian
tersebut berdasarkan pada jumlah kandungan mineral kwarsanya.
a. Orthoquartzites
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk dari
proses yang menghasilkan unsur silica yang tinggi, dengan tidak mengalami
metamorfosa (perubahan bentuk) dan pemadatan, terutama terdiri atas mineral
kwarsa (quartz) dan mineral lainnya yang stabil. Orthoquartzites merupakan jenis
batuan reservoir sangat baik karena pemilahannya sangat baik, butirannya
berbentuk bundar dan padatannya tidak terdapat matriks kecuali semen saja.
Material pengikatnya (semen) terutama terdiri atas carbonate dan silica.
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang relatif bersih yaitu bebas
10
dari kandungan shale dan clay dengan komposisi kimia jenis ini tersusun dari
unsur silika yang tinggi jika dibandingkan dengan unsur-unsur penyusun lainnya,
ditunjukkan pada tabel II-1.
b. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari mineral-mineral
berbutir kasar, terutama mineral kwarsa dengan rata-rata sangat tinggi unsur
penyusunnya dan feldspar dengan mineral pengikatnya yaitu clay dan karbonat
secara umum dapat dilihat pada tabel II-2. Komposisi kimia jenis ini dapat dilihat
pada tabel II-3 terdiri dari unsur silika yang lebih rendah bila dibandingkan rata-
rata batupasir dan kebanyakan silika yang ada bercampur dengan unsur silicate
seperti detritus quartz, tetapi kemungkinan hanya merupakan unsur tambahan.
Kandungan aluminanya adalah sangat tinggi, seperti misalnya lime, soda dan
potash.
Tabel II-1.
Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzites 16)
Tabel II-2.
Komposisi Mineral Graywacke 16)
Tabel II-3
Komposisi Kimia Graywacke
11
c. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang biasanya tersusun dari mineral
quartz sebagai mineral yang dominan, meskipun seringkali mineral arkose
feldspar jumlahnya lebih banyak dari quartz. Komposisi mineral arkose, tabel II-
4 menunjukkan bahwa batupasir arkose tersusun unsur feldsfar dan quartz, dalam
jumlah 80-95%. Unsur penyusun yang lain mica, biotite, dan muscovite serta
beberapa clay yang disebut sebagai kaolinite, dengan persentase 5 %-15 %
.Arkose mengandung lebih sedikit silica jika dibandingkan dengan orthoquarzite,
tetapi kaya dengan alumina, lime, potash dan soda. Komposisi kimia arkose
ditunjukkan pada tabel II-5, dimana terlihat bahwa arkose mengandung lebih
sedikit silika jika dibandingkan dengan orthoquartzites, tetapi kaya akan alumina,
lime, potash, dan soda.
12
Tabel II-4.
16)
Komposisi Mineral dari Arkose
Tabel II – 5
Komposisi Kimia dari Arkose 16)
b. Dolomite
Dolomite merupakan jenis batuan yang mengalami perubahan dari unsur
karbonate lebih dari 50% (Pettijohn, 1958) dengan adanya proses dolomitisasi
yang bekerja. Perubahan ini terjadi pada limestone dan dolomite yang mempunyai
nama macam-macam, tergantung dari unsur kimia terbanyak yang dikandungnya.
14
Batuan dengan unsur kalsit yang lebih besar dari dolomite disebut dolomitic
limestone, sebaliknya bila unsur dolomite lebih besar disebut limycalcitic. Tabel
II-7 menunjukkan komposisi kimia batuan karbonat dolomite pada dasarnya
hampir sama dengan komposisi kimia batuan limestone, kecuali kalau unsur
MgO-nya merupakan unsur penyusun yang penting dan jumlahnya cukup besar
dengan silika yang rendah.
Tabel II-7.
Komposisi Kimia Dolomite 16)
dikelilingi oleh phase air). Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari
lebih kurang 58% silicon dioxide (SiO2), 15% alumunium oxide (Al2O3), 6% iron
oxide (FeO) dan Fe2O3, 2% magnesium oxide (MgO), 3% calcium oxide (CaO),
3% potasium oxide (K2), 1% sodium oxide (Na2), dan 5% air (H2O). Sisanya
adalah metal oxide dan anion seperti terlihat pada tabel II-8.
Tabel II-8.
Komposisi Kimia Shale 16)
Untuk warna dari shale umumnya hasil dari beberapa macam pigmentasi
memiliki tipe berupa warna lebih gelap, mengandung lebih banyak perihal
organik-organik dan partikelnya kaya akan material karbonat.
2.1.3.1. Porositas
Porositas () didefinisikan sebagai perbandingan antara volume ruang
pori-pori terhadap volume batuan total (bulk volume) dan dikalikan dengan 100
yang menunjukkan sebagai persen(%). Porositas asli disebabkan oleh terjadinya
proses pengendapan dari material dan akan dipengaruhi juga akibat adanya
kompaksi dan sementasi. Besar-kecilnya porositas suatu batuan akan menentukan
kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara matematis porositas dapat
dinyatakan sebagai :
Vb Vs Vp
Vb Vb .......................................................................................
(2-1)
Keterangan :
Vb = volume batuan total (bulk volume)
Vs = volume padatan batuan total (volume grain)
Vp = volume ruang pori-pori batuan.
Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Porositas absolut, adalah perbandingan antara volume pori total terhadap
volume batuan total yang dinyatakan dalam persen, atau secara matematik
dapat ditulis sesuai persamaan sebagai berikut :
C o n n e c te d o r
E f f e c t iv e
P o r o s it y
To t a l
P o r o s it y
Is o la t e d o r
N o n - E f f e c t iv e
P o r o s it y
Gambar 2.2.
Skema Perbandingan Porositas Efektif, Non-Efektif dan
Porositas Absolut Batuan
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)
Berdasarkan waktu dan cara terjadinya, maka porositas dapat juga
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Porositas primer, yaitu porositas yang terbentuk pada waktu yang bersamaan
dengan proses pengendapan berlangsung.
2. Porositas sekunder, yaitu porositas batuan yang terbentuk akibat adanya
proses geologi setelah proses pengendapan berlangsung, missal; fracturing.
Tipe batuan sedimen atau reservoir yang mempunyai porositas primer
adalah batuan konglomerat, batupasir, dan batu gamping. Porositas sekunder
dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya proses
pelarutan batuan.
2. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya
kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban, seperti : lipatan,
sesar, atau patahan. Porositas tipe ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan
secara kuantitatip karena bentuknya tidak teratur.
3. Dolomitisasi, dalam proses ini batu gamping (CaCO3) ditransformasikan
menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau berdasarkan reaksi kimia berikut :
2CaCO3 + MgCl3 CaMg(CO3)2 + CaCl2
Besar-kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : ukuran
butir (semakin baik distribusinya, semakin baik porositasnya), susunan butir
19
o
90
o
9 0
o
90
a . C u b i c ( p o r o s it y = 4 7 , 6 % )
o
o 90
90
o
9 0
b . R h o m b o h e d r a l ( p o r o s it y = 2 5 , 9 6 % )
Gambar 2.3.
Pengaruh Susunan Butir Terhadap Porositas Batuan
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)
Setelah volume bulk batuan (Vb) diketahui, maka volume pori (V p) dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Vp = Vb Vs ............................................................................................ (2-5)
20
2. Metode Desaturasi/Penimbangan
Dalam metode desaturasi, volume pori (Vp) diukur secara gravimetri, yaitu
dengan jalan menjenuhi core dengan fluida yang telah diketahui berat jenisnya.
Kemudian core ditimbang, baik dalam keadaan kering maupun dalam kondisi
jenuh fluida. Volume pori (Vp) dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
ws wd
Vp
f ....................................................................................... (2-7)
Keterangan :
ws = berat sampel dalam keadaan jenuh fluida, gr
wd = berat sampel dalam keadaan kering, gr
f = berat jenis fluida penjenuh pori, gr/cc
2.1.3.2. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Permeabilitas batuan
merupakan fungsi dari tingkat hubungan ruang antar pori-pori dalam batuan.
Definisi kwantitatif permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh Henry Darcy
(1856) dalam hubungan empiris dengan bentuk differensial sebagai berikut :
21
k P
V
L ………………………………………………….……… (2-8)
dimana :
V = kecepatan aliran, cm/sec
= viskositas fluida yang mengalir, cp
δP/δL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas media berpori.
Tanda negatif dalam Persamaan (2-8) menunjukkan bahwa bila tekanan
bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut.
Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam Persamaan (2-8)
adalah :
1. Alirannya mantap (steady state)
2. Fluida yang mengalir satu fasa
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan
4. Kondisi aliran isothermal
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal
6. Fluidanya incompressible.
Dalam batuan reservoir, permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :
Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir
melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misalnya hanya minyak atau gas
saja. Saturasi fluidanya adalah 100%.
Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas batuan dimana fluida yang mengalir
lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan minyak atau
ketiga-tiganya.
Permeabilitas relatif, adalah perbandingan antara permeabilitas efektif dengan
permeabilitas absolut.
Dasar penentuan permeabilitas batuan adalah hasil percobaan yang
dilakukan oleh Henry Darcy. Dalam percobaan ini, Henry Darcy menggunakan
batupasir tidak kompak yang dialiri air. Batupasir silindris yang porous ini
100% dijenuhi cairan dengan viskositas , dengan luas penampang A, dan
22
Gambar 2.4.
Diagram Percobaan Pengukuran Permeabilitas
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)
Q..L
K
A.( P1 P2 ) ......................................................................................
(2-9)
Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :
Q(cm 3 / sec). (centipoise ).L(cm)
K (darcy )
A( sq.cm).( P1 P2 )( atm ) ...........................................
. (2-10)
Berdasarkan persamaan (2-9), maka dapat didefinisikan 1 Darcy adalah
dimana fluida dengan kekentalan (viskositas) sebesar 1 centipoise mengalir
dengan laju sebesar 1 cm3/detik melalui sebuah penampang sebesar 1 cm2 dengan
gradien tekanan sebesar 1 atm per cm. Dari persamaan (2-10) dapat
dikembangkan untuk berbagai kondisi aliran yaitu aliran linier dan radial, masing-
masing untuk fluida yang compressible dan incompressible.
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa,
kemungkinan terdiri dari dua fasa atau tiga fasa. Untuk itu dikembangkan pula
23
Ko Kg Kw
K ro Krg Krw
K , K ,
K
dimana masing-masing untuk permeabilitas relatif minyak, gas, dan air.
Percobaan yang dilakukan pada dasarnya untuk sistem satu fasa, hanya disini
digunakan dua macam fluida (minyak-air) yang dialirkan bersama-sama dan
dalam keadaan setimbang. Laju aliran minyak adalah Qo dan air adalah Qw. Jadi
volume total (Qo + Qw) akan mengalir melalui pori-pori batuan per satuan waktu,
dengan perbandingan minyak-air permulaan, pada aliran ini tidak akan sama
dengan Qo / Qw. Dari percobaan ini dapat ditentukan harga saturasi minyak (So)
dan saturasi air (Sw) pada kondisi stabil. Harga permeabilitas efektip untuk
minyak dan air adalah :
Q o . o . L
Ko
A.(P1 P2 ) ……………………………………………........… (2-11)
Q w . w . L
Kw
A.(P1 P2 ) ……………………………………………........... (2-12)
dimana :
o = viskositas minyak
w = viskositas air.
Percobaan ini diulangi untuk laju permukaan (input rate) yang berbeda
untuk minyak dan air, dengan (Qo + Qw) tetap konstan. Harga-harga Ko dan Kw
pada Persamaan (2-11) dan (2-12) jika diplot terhadap So dan Sw akan diperoleh
hubungan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9. dimana K o pada Sw = 0 dan
24
So = 1 akan sama dengan harga K absolut, demikian juga untuk harga Kw (titik A
dan B pada Gambar 2.5.).
1 1
B A
E f f e c t iv e P e r m e a b ilit y t o W a t e r, k w
E f f e c t iv e P e r m e a b ilit y t o O il, k o
0 C D 0
0 O il S a t u r a t io n , S o 1
1 W a t e r S a t u r a t io n , S w 0
Gambar 2.5.
Kurva Permeabilitas Efektif untuk
Sistem Minyak dan Air
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan pada kurva permeabilitas efektif
untuk sistem minyak dan air, yaitu :
1. Turunnya ko dengan cepat sebagai akibat naiknya Sw, menunjukkan bahwa
adanya sedikit air akan mempersulit aliran minyak dalam batuan tersebut,
demikian pula sebaliknya.
2. ko turun menjadi nol, dimana sementara masih terdapat saturasi minyak dalam
batuan (titik C), dengan kata lain di bawah saturasi minimum tertentu minyak
dalam batuan tidak akan bergerak lagi. Saturasi minimum ini disebut dengan
Residual Oil Saturation (Sor), demikian juga untuk air yaitu Swr (titik D).
3. Harga ko dan kw selalu lebih kecil dari harga k, kecuali pada titik A dan B,
sehingga :
ko kw k
Sedangkan hubungan antara permeabilitas efektif gas dan minyak di dalam
media berpori ditunjukkan dalam Gambar 2.6.
25
Gambar 2.6.
Kutva Permeabilitas Efektif untuk Sistem Minyak dan Gas
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)
Suatu zone minyak ditemukan dengan saturasi gas bebas sama dengan nol.
Pada kondisi awal, sejumlah gas bebas di dalam reservoir berada di atas zone
minyak sebagai tudung gas (gas cap). Saat diproduksikan, tekanan reservoir dalam
zone minyak akan turun. Jika tekanan turun cukup rendah (di bawah tekanan
bubble point), gas mulai membebaskan diri dari minyak. Dengan turunnya
tekanan di bawah tekanan bubble point, Sg (saturasi gas) bertambah di dalam zone
minyak.
Kesetimbangan saturasi gas, Sgc (juga disebut saturasi gas kritis),
menggambarkan saturasi pada saat permeabilitas pertama untuk gas tercapai.
Demikian pula, hilangnya permeabilitas fasa minyak terjadi ketika saturasi
minyak berkurang sampai harga residualnya, Sor . Apabila harga saturasi minyak
kurang dari Sor, maka perolehan minyak tidak dapat dilakukan secara primary dan
secondary recovery.
2.1.3.3. Densitas
Densitas batuan atau satuan berat batuan adalah spesific weight dari
batuan yang dinyatakan dalam pound per cubic feet atau kilonewton per cubic
meter. Specific gravity suatu padatan (SG) adalah perbandingan densitas padatan
26
Wo
dry
Ww Ws …………………………………………………...... (2-14)
Ws
sat
Ww Ws …………………...……………………………….... (2-15)
dimana:
nat = bobot isi asli (natural density)
dry
= bobot isi kering (dry density)
sat = bobot isi jenuh (saturated density)
Wn
= berat contoh asli (natural)
Wo = berat contoh kering
Ww
= berat contoh jenuh
Ws = berat contoh jenuh dalam a
2.1.3.4. Wettabilitas
Wettabilitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan batuan untuk
dibasahi oleh fasa fluida, jika diberikan dua fluida yang tak saling campur
(immiscible). Pada bidang antar muka cairan dengan benda padat terjadi gaya
tarik-menarik antara cairan dengan benda padat (gaya adhesi), yang merupakan
faktor dari tegangan permukaan antara fluida dan batuan.
Dalam sistem reservoir digambarkan sebagai air dan minyak (atau gas) yang
ada diantara matrik batuan.
27
wo
so sw
cos
wo
so sw
O il W a te r S o lid
Gambar 2.7.
Kesetimbangan Gaya-gaya Pada Batas Air-Minyak-Padatan
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)
Gambar 2.7. memperlihatkan sistem air minyak yang kontak dengan benda
padat, dengan sudut kontak sebesar o. Sudut kontak diukur antara fluida yang
lebih ringan terhadap fluida yang lebih berat, yang berharga 0 o - 180o, yaitu antara
air dengan padatan, sehingga tegangan adhesi (A T) dapat dinyatakan dengan
persamaan :
Keterangan :
so = tegangan permukaan benda padat-minyak, dyne/cm
sw = tegangan permukaan benda padat-air, dyne/cm
wo = tegangan permukaan air-minyak, dyne/cm
wo = sudut kontak air-minyak.
Suatu cairan dapat dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya
positif ( < 75o), yang berarti batuan bersifat water wet. Apabila sudut kontak
antara cairan dengan benda padat antara 75 - 105, maka batuan tersebut bersifat
intermediet. Apabila air tidak membasahi zat padat maka tegangan adhesinya
negatif ( > 105o), berarti batuan bersifat oil wet. Gambar 2.8. dan Gambar 2.9.
menunjukkan besarnya sudut kontak dari air yang berada bersama-sama dengan
hidrokarbon pada media yang berbeda, yaitu pada permukaan silika dan kalsit.
28
o
= 30
o
= 83
o = 158 = 35
o
Is o - O c t a n e Is o - O c t a n e + Is o - Q u in o lin e N a p h t h e n ic
5 , 7 % Is o - Q u in o lin e A c id
Gambar 2.8.
Sudut Kontak Antar Permukaan Air dengan
Hidrokarbon Pada Permukaan Silika
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)
o
= 30 = 48o = 54 o
= 106 o
Is o - O c t a n e Is o - O c t a n e + Is o - Q u in o lin e N a p h t h e n ic
5 , 7 % Is o - Q u in o lin e A c id
Gambar 2.9.
Sudut Kontak Antar Permukaan Air dengan
Hidrokarbon Pada Permukaan Kalsit
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)
Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk
melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak diantara fasa air.
Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan
cenderung lebih mudah mengalir.
Pada waktu reservoir mulai diproduksikan, dimana harga saturasi minyak
cukup tinggi dan air hanya merupakan cincin-cincin yang melekat pada batuan
formasi, butiran-butiran air tidak dapat bergerak atau bersifat immobile, dan
saturasi air yang demikian disebut residual water saturation. Pada saat yang
demikian minyak merupakan fasa yang kontinyu dan bersifat mobile.
29
a . O il W e t b . W a te r W e t
P o r e s p a c e o c c u p ie d b y H O
R o c k m a t rix
P o r e s p a c e o c c u p ie d b y O il
Gambar 2.10.
Pembasahan Fluida dalam Pori-pori Batuan
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)
PToa = tekanan threshold inti batuan terhadap udara ( pada waktu batuan
berisi
minyak)
wo = tegangan antar muka antara air dengan minyak
oa = tegangan antar muka antara minyak dengan udara
Tekanan threshold, yang merupakan fungsi dari permeabilitas ditentukan
berdasarkan Gambar 2.11.
1 0 0 0
Th re s h o ld P re s s u re , m m H g
5 0 0
3 0 0
1 0 0
5 0
3 0
1 0
0 .1 0 .3 0 .5 1 .0 3 5 1 0 3 0 5 0 1 0 0 3 0 0 1 0 0 0
P e r m e a b i li t y , m D ( a t a t m o s p h e r ic p r e s s u r e )
Gambar 2.11.
Tekanan Threshold Sebagai Fungsi dari Permeabilitas dan Wetabilitas
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)
2.1.3.4. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada
antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau cairan-gas)
sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan kedua
fluida tersebut. Besarnya tekanan kapiler dipengaruhi oleh tegangan permukaan,
sudut kontak antara minyak–air–zat padat dan jari-jari kelengkungan pori.
Pengaruh tekanan kapiler dalam sistem reservoir antara lain adalah :
1. Mengontrol distribusi saturasi di dalam reservoir (Gambar 2.12.)
menunjukkan kurva distribusi fluida yang merupakan hubungan antara
saturasi fluida dengan tekanan kapiler pada beberapa permeabilitas batuan).
31
3 0 2 0 0 9 0
2 7 1 8 0 8 1
900 m d
100 m d
H ig h A b o v e Z e r o C a p illa r y P r e s s u r e , f t
200 m d
2 4 1 6 0
500 m d
7 2
O il- W a t e r C a p illa r y P r e s s u r e , p s i
A ir- W a t e r C a p illa r y P r e s s u r e , p s i
50 m d
2 1 1 4 0 6 3
( r e s e r v o ir c o n d it io n s )
( la b o r a t o r y d a t a )
1 8 1 2 0 5 4
1 5 1 0 0 4 5
1 2 8 0 3 6
9 6 0 2 7
6 4 0 1 8
3 2 0 9
0 0 0
0 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 0 1 0 0
W a t e r S a t u r a t io n , %
Gambar 2.12.
Kurva Distribusi Fluida
(McKay, Virginia,1994)
2. Merupakan mekanisme pendorong minyak dan gas untuk bergerak atau
mengalir melalui pori-pori secara vertikal.
Pa
B‘ Po b
B‘
B Pw b B
Pw
h h
a ir O il
Pa Po a A
A’ A A’ Pw a
w a te r w a te r
a . A ir - W a t e r b . O il - W a t e r
Gambar 2.13.
Tekanan dalam Pipa Kapiler
(McKay, Virginia,1994)
Berdasarkan pada Gambar 2.13, sebuah pipa kapiler dalam suatu bejana
terlihat bahwa air naik ke atas di dalam pipa akibat gaya adhesi antara air dan
dinding pipa yang arah resultannya ke atas.
Gaya-gaya yang bekerja pada sistem tersebut adalah :
32
1. Besar gaya tarik keatas adalah 2 rAT, dimana r adalah jari-jari pipa kapiler.
2. Sedangkan besarnya gaya dorong ke bawah adalah r2hg(w-o).
Pada kesetimbangan yang tercapai kemudian, gaya ke atas akan sama
dengan gaya ke bawah yang menahannya yaitu gaya berat cairan. Secara
matematis dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
2 r A T r 2 h g ( w o )
…………………….….....…….... (2-19)
atau :
2 AT
h
r ( w o ) g ..........…………………….……………….... (2-20)
Keterangan :
h = ketinggian cairan di dalam pipa kapiler, cm
r = jari-jari pipa kapiler, cm.
w = massa jenis air, gr/cc
o = massa jenis minyak, gr/cc
g = percepatan gravitasi, cm/dt2
Dengan memperlihatkan permukaan fasa minyak dan air dalam pipa
kapiler maka akan terdapat perbedaan tekanan yang dikenal dengan tekanan
kapiler (Pc). Besarnya Pc sama dengan selisih antara tekanan fasa air dengan
tekanan fasa minyak, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :
Pc = Po – Pw = (o - w) g h .............….……………………………. (2-21)
Keterangan :
R1 dan R2 = jari-jari kelengkungan konvek dan konkaf, inch
= tegangan permukaan, lb/inch
Penentuan harga R1 dan R2, dilakukan dengan perhitungan jari-jari
kelengkungan rata-rata (Rm), yang didapatkan dari perbandingan Persamaan 2-22
dengan Persamaan 2-23. Dari perbandingan tersebut didapatkan persamaan
perhitungan jari-jari kelengkungan rata-rata sebagai berikut :
1 1 1 2 cos g h
Rm R1 R 2 rt
............................................ (2-24)
Gambar 2.14. menunjukkan distribusi dan pengukuran R1 dan R2. Kedua
jari-jari kelengkungan tersebut diukur pada bidang yang saling tegak lurus.
R1
R2
Gambar 2.14.
Distribusi dan Pengukuran Radius Kontak
Antara Fluida Pembasah dengan Padatan
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W.,1973)
34
1 dVp
Cp . *
Vp dP
………………………………………………............ (2-32)
Dimana :
Vr = volume padatan batuan (grains)
Vp = volume pori-pori batuan
P = tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan
P* = tekanan luar (tekanan overburden).
Dimana :
v = Poisson’s Ratio
lateral strain = regangan lateral
2.1.4.3. Kekerasan
Kekerasan batuan merupakan ketahanan mineral batuan terhadap goresan.
Skala kekerasan batuan yang sering digunakan untuk mendiskripsikan batuan
diberikan oleh Mohs. Pada skala ini batuan yang lebih keras akan menggores
batuan yang lebih lunak. Baja yang digunakan untuk pahat terdapat pada skala
kekerasan batuan antara enam dan tujuh.
Berdasarkan kekerasan relatif (h) skala Mohs, batuan dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu:
38
Batuan lunak dengan skala kekerasan relatif lebih kecil dari 4 (H < 4), seperti
soft clays, shale dan unconsolidated to moderately cement sand.
Batuan sedang, memiliki kekerasan relatif antara 4 - 7 (4 < H < 7), seperti
some shale, porous limestone, dolomite, consolidated sand dan gypsum.
Batuan keras memiliki kekerasan relatif lebih besar dari 7 (H > 7), seperti
dense limestone, dolomite, highly cemented sand, chert dan quartzite.
Gatlin 4), menyatakan untuk berbagai pemboran, batuan diklasifikasikan
dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Soft Rocks (lunak)
Clay yang lunak, shale yang lunak dan batuan pasir yang unconsolidated
atau kurang semen.
2. Medium Rocks (sedang)
Beberapa shale, limestone, dan dolomite yang porous, pasir yang
terkonsolidasi dan gypsum.
3. Hard Rocks (keras)
Limestone dan dolomite yang padat, pasir yang tersemen keras dan chert.
Tabel II-9
Skala Kekerasan Mohs
Skala Nama Mineral Rumus Kimia
MOHS
1 Talk H2Mg3(SiO)4
2 Gypsum CaSO42H2O
3 Calsite CaCO3
4 Fluorite CaF2
5 Apatite CaF2Ca3(PO4)2
6 Orthoklase KalSi3O8
7 Quartz SiO2
8 Topaz Al2SiO3O8
9 Corundum Al2O3
10 Diamond C
2.1.4.4. Abrasiveness
Abrasiveness merupakan sifat menggores dan mengikis dari batuan.
Sifat ini dapat menimbulkan keausan pada gigi mata bor yang menyebabkan
terjadinya pengecilan diameter bit. Abrasiveness memberikan pengaruh negatif
39
terhadap laju pemboran karena sifat ini mempengaruhi umur bit. Semakin
abrasive suatu batuan maka semakin pendek umur bit-nya. Setiap batuan
mempunyai sifat abrasivitas yang berbeda-beda, pada umumnya batuan beku
mempunyai tingkat abrasivitas sedang sampai tinggi, batu pasir lebih abrasif
daripada shale, serta limestone lebih abrasif dari batu pasir ataupun shale. Ukuran
dan bentuk dari partikel batuan menyebabkan berbagai tipe keausan, seperti juga
torsi dan daya tekan pada pahat.
Abrasiveness dinyatakan dengan :
Tr i
Af
m U …………………..…………..……………...…………. (2-34)
dengan :
m 1359.1 714.19 log Wek
…………………..…………...………... (2-35)
W
Wek 7.875
H …………………………..……………...……...… (2-36)
Dimana :
Af = abrasiveness
Wek = weight on bit, lb
i = fungsi yang menghubungkan pengaruh RPM terhadap laju kerusakan
gigi pahat
Tr = waktu pemboran
U = konstanta kerusakan pahat
M = fungsi yang mengubungkan pengaruh WOB terhadap laju kerusakan
gigi pahat
2.1.4.5. Elastisitas
Elastisitas batuan sangat dipengaruhi oleh tekanan dimana batuan
berada. Hal ini dapat ditunjukkan pada shale, karena shale semakin sukar diukur
pada kedalaman yang semakin bertambah. Adanya lumpur di atas formasi dengan
tekanannya, mempersukar pemboran karena adanya tekanan ini maka strength
batuan akan bertambah. Tidak ada batuan yang elastis keseluruhan (complete),
40
K Vc2 4 / 3Vs2
……………………………………………..……. (2-38)
G Vs2 ………………………………………...………………….. (2-39)
V 2 2
c2
1 V
v s 1
2 V 2
c
Vs2
…...…………………………………………….….. (2-40)
Dimana:
E = modulus Young
K = bulk modulus
G = rigidity modulus
Vc = compressional velocity, ft/sec
Vs = shear velocity, ft/sec
= bulk density, g/cc
v = Poisson’s Ratio
V
E ………………………………………….………....………… (2-41)
( r 2 ) x R
W x 2 r x N …………………………………………………… (2-42)
Dimana :
α = rock drillability, in3/lb-in
V = volume batuan yang dihasilkan, in3
E = energi mekanik yang dibutuhkan
W = weight on bit, lbf
r = jari-jari pahat, in
R = laju pemboran, ft/hr
N = kecepatan putar, rpm
Batuan dapat dikatakan mempunyai drillabilitas yang besar apabila
untuk setiap volume batuan yang dibor oleh gerusan pahat membutuhkan energi
yang sedikit.
30 Triacontane
Pada tekanan dan temperatur normal empat alkana yang pertama
merupakan gas. Sebagai hasil meningkatnya titik didih (boiling point) karena
penambahan jumlah atom karbon maka mulai pentana (C5H12) sampai hepta
dekana (C17H36) merupakan cairan. Sedangkan alkana yang mengandung 18 atom
karbon atau lebih merupakan padatan (solid). Alkana dengan rantai bercabang
memperlihatkan gradasi sifat-sifat fisik yang berlainan dengan n-alkana, dimana
untuk rantai bercabang memperlihatkan sifat-sifat fisik yang kurang beraturan.
Perubahan dalam struktur menyebabkan perubahan dalam gaya antar molekul
(inter molekuler force) yang menghasilkan perbedaan pada titik lebur dan titik
didih di antara isomer-isomer alkana.
Seri n-alkana yang diberikan pada Tabel (II-11) memperlihatkan gradasi
sifat-sifat fisik yang tidak begitu tajam.
Tabel II-11
Sifat–sifat Fisik n-Alkana
(Koesoemadinata, R.P.,1980)
No Name Boiling Point Melting Point Specific Gravity
o o
F F 60o/60 oF
1 Methane -258.7 -296.6
2 Ethane -127.5 -297.9
3 Propane -43.7 -305.8 0.508
4 Butane 31.1 -217.0 0.584
5 Pentane 96.9 -201.5 0.631
6 Hexane 155.7 -139.6 0.664
7 Heptane 209.2 -131.1 0.688
8 Octane 258.2 -70.2 0.707
9 Nonane 303.4 -64.3 0.722
10 Decane 345.5 -21.4 0.734
11 Undecane 384.6 -15 0.740
12 Dodecane 421.3 14 0.749
15 Pentadecane 519.1 50 0.769
20 Eicosane 648.9 99
30 Triacontane 835.5 151
b. Golongan Hidrokarbon Tak Jenuh
Hidrokarbon ada yang mempunyai ikatan rangkap dua ataupun rangkap
tiga (triple), yang digunakan untuk mengikat dua atom C yang berdekatan.
Oleh karena itu, valensi yang semula tersedia untuk mengikat atom
hidrokarbon telah digunakan untuk mengikat atom C yang berdekatan.
44
Dengan cara ikatan rangkap dua atau rangkap tiga yang mengikat dua atom C,
maka hidrokarbon seperti ini disebut hidrokarbon tak jenuh atau disebut juga
sebagai keluarga alkena dengan rumus umum C nH2n. Dalam keadaan yang
menguntungkan, hidrokarbon tak jenuh dapat menjadi jenuh dengan
penambahan atom-atom hidrokarbon pada rantai ikatan tersebut.
Secara kimiawi, karena alkena merupakan ikatan rangkap, maka alkena
lebih reaktif bila dibandingkan dengan alkana. Senyawa hidrokarbon tak jenuh
yang telah dijelaskan di atas hanya mempunyai satu ikatan rangkap yang lebih
dikenal dengan deretan olefin, tetapi ada juga di antara senyawa-senyawa
hidrokarbon yang mengandung dua atau lebih ikatan ganda (double bond),
seperti alkadiena, alkatriena, serta alkatetraena. Selain ikatan ganda, senyawa
hidrokarbon tak jenuh ada juga yang mempunyai ikatan rangkap tiga (triple
bond) yang dikenal sebagai deretan asetilen. Rumus umum deretan asetilen
adalah CnH2n-2, dimana dalam tiap molekul terdapat ikatan rangkap tiga yang
mengikat dua atom karbon yang berdekatan. Pemberian nama untuk deret ini
sama dengan untuk deret alkena dengan memberi akhiran “una”.
Secara garis besar, sifat-sifat fisik alkena sama seperti sifat-sifat fisik
alkana, sebagai bahan perbandingan sifat-sifat fisik alkena, dapat dilihat pada
(Tabel II-12). Sebagaimana pada alkana, maka untuk alkena terjadi juga
peningkatan titik didih dengan bertambahnya kandungan atom karbon, dimana
peningkatannya mendekati 20 - 30 oC untuk setiap penambahan atom karbon.
Sifat-sifat fisik deret asetilen ini hampir sama dengan alkana dan alkena,
sedang sifat-sifat kimianya hampir sama dengan alkena, dimana keduanya
lebih reaktif dari alkana.
Tabel II-12
Sifat-sifat Fisik Alkena
(Koesoemadinata, R.P.,1980)
Name Formula Boiling Melting Specific
Point, Point, Gravity,
o o
F F 60o/60 oF
Ethylene CH2 =CH2 -154.6 -272.5
Propylene CH2=CHCH3 -53.9 -301.4
1-butene CH2=CH CH2CH3 20.7 -301.6 0.601
45
c. Golongan Naftalena
Senyawa golongan ini merupakan senyawa hidrokarbon, dimana susunan
atom karbonnya berbentuk cincin. Golongan ini termasuk hidrokarbon jenuh
tetapi rantai karbonnya merupakan rantai tertutup. Yang umum dari golongan
ini adalah sikloalkana atau dikenal juga sebagai naftena, sikloparafin atau
hidrokarbon alisiklik. Disebut sikloparafin karena sifat-sifatnya mirip dengan
parafin sebagaimana terlihat pada (Tabel II-13). Apabila dalam keadaan tidak
mengikat gugus lain, maka rumus golongan naftena atau sikloparafin ini
adalah CnH2n. Rumus ini sama dengan rumus untuk seri alkena, tetapi sifat
fisik keduanya jauh berbeda karena strukturnya yang sangat berbeda.
Tabel II-13
Sifat-sifat Fisik Hidrokarbon Naftena Aromat yang Polisiklis
(Koesoemadinata, R.P.,1980)
Name Boiling Melting
Specific
Point, Point,
o
F o
F Gravity,
60o/60 oF
Cyclopropane -27 -197
Cyclobutane 55 -112
Cyclopentane 121 -137 0.750
Cyclohexane 177 44 0.783
Cycloheptane 244 10 0.810
Cyclooctane 300 57 0.830
Metylcyclopentane 161 -224 0.754
Cis-1, 2-dimethylcyclopentane 210 -80 0.772
Trans-1, 2-dimethylcyclopentane 198 -184 0.750
Methylcyclohexane 214 -196 0.774
Cyclopentene 115 -135 0.774
1, 3-cyclopentadiene 108 -121 0.798
Cyclohexene 181 -155 0.810
1,3-cyclohexadiene 177 -144 0.840
1,4-cyclohexadiene 189 -56 0.847
46
d. Golongan Aromatik
Pada deret ini hanya terdiri dari benzena dan senyawa-senyawa
hidrokarbon lainnya yang mengandung benzena. Rumus umum dari golongan
ini adalah CnH2n-6, dimana cincin benzena merupakan bentuk segi enam
dengan tiga ikatan tunggal dan tiga ikatan rangkap dua secara berselang-
seling.
Adanya tiga ikatan rangkap pada cincin benzena seolah-olah memberi
petunjuk bahwa golongan ini sangat reaktif. Tetapi pada kenyataannya
tidaklah demikian, walaupun golongan ini tidak sestabil golongan parafin. Jadi
deretan benzena tidak menunjukkan sifat reaktif yang tinggi seperti olefin.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sifat benzena ini pertengahan antara
golongan parafin dan olefin. Ikatan-ikatan dari deret hidrokarbon aromatik
terdapat dalam minyak mentah yang merupakan sumber utamanya.
Pada suatu suhu dan tekanan standard, hidrokarbon aromatik ini dapat
berada dalam bentuk cairan atau padatan. Benzena merupakan zat cair yang
tidak berwarna dan mendidih pada temperatur 176 oF. Nama hidrokarbon
aromatik diberikan karena anggota deret ini banyak yang memberikan bau
harum.
14) terdiri dari kation-kation Ca, Mg, Fe, Ba, dan anion-anion chlorida, CO 3,
HCO3, dan SO4.
Air formasi mempunyai kation-kation dan anion-anion dengan jumlah
tertentu yang biasanya dinyatakan dalam satuan part per million (ppm) seperti
yang ditunjukkan pada Tabel (II-14). Kation-kation air formasi antara lain adalah :
Calcium (Ca++), Magnesium (Mg++), Natrium (Na+), Ferrum (Fe+), dan Barium
(Ba++). Sedangkan yang termasuk anion-anion air formasi adalah Chloride (Cl-),
Carbonate (CO3) dan Bicarbonate (HCO3), serta Sulfat (SO4).
Tabel II-14
Komposisi Kimia Air Formasi
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)
Connate Water
From well # 23 Sea Water
Composition Ion Stover Faria, Parts per million
McKean Country, Pa.
Parts per million
Ca++ 13,260 420
Mg++ 1,940 1,300
Na+ 31,950 10,710
K+ 650 -
SO4- 730 2,700
Cl 77,340 19,410
Br- 320 -
I- 10 -
Total 126,200 34,540
2.2.1.3. Sifat Fisik Fluida Reservoir
2.2.1.3.1. Sifat Fisik Minyak
a. Densitas Minyak
Berat jenis fluida adalah salah satu sifat fisika fluida hidrokarbon yang
dinyatakan dalam sepecifik gravity, SG atau derajat API.
Hubungan antara berat jenis minyak dengan SG didasarkan pada berat
jenis air, sedangkan untuk gas didasarkan pada berat jenis udara, yang
mana keduanya diukur pada kondisi standar (1 atm dan 60 °F).
48
6
A
B.P
5
V is c o s ity , c p
3
B
B.P
2
B.P C
1
D B.P
0 1 0 0 0 2 0 0 0 3 0 0 0
P r e s s u r e , p s ig
Gambar 2.15.
Grafik Hubungan Viscositas Minyak Terhadap Tekanan
(Craft B. C. and Hawkins M.F,1962)
Gambar 2.16.
Viscositas Minyak Reservoir pada
Tekanan 1 Atmosfir dan Temperatur Reservoir
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)
Viskositas dinyatakan dengan persamaan :
50
F
A
dv
dy ……………………………………………………........... (2-45)
Dimana :
µ = viskositas, gr/(cm.sec)
F = shear stress
A = luas bidang paralel terhadap aliran, cm2
dv
dy = gradient kecepatan, cm/(sec.cm)
Gambar 2.17.
Rs Sebagai Fungsi Tekanan
(Craft B. C. and Hawkins M.F,1962)
51
2. Flash Liberation
Adalah proses pembebasan gas dimana tekanan dikurangi dengan
jumlah tertentu dan setelah keseimbangan tercapai, gas dibebaskan.
Harga Bo yang diperoleh dari kedua proses di atas akan berbeda sesuai
dengan keadaan reservoir selama proses berlangsung. Hubungan antara
Bo dengan tekanan reservoir untuk proses pembebasan yang berbeda
dapat dilihat pada Gambar 2.18. Disini harga Bo pada proses flash
liberation lebih kecil daripada proses differential leberation.
Pada proses minyak dari reservoir sampai permukaan dapat dianggap
mendekati proses flash liberation, karena pembebasan gas yang terjadi
dalam tubing dan alat-alat di permukaan mendekati flash liberation.
Gambar 2.18.
Perbedaan Ideal Flash Dengan Differential
Faktor Volume Formasi.
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)
Gambar 2.19.
Faktor Volume Formasi Minyak (Bo)
Sebagai Fungsi Dari Tekanan
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)
Apabila kondisi reservoir berada di atas Pb, maka Bo akan naik sampai
dengan Bob sesuai dengan turunnya tekanan samapai mencapai Pb, sehingga
sistem cairan bertambah akibat pengembangan minyak. Setelah mencapai
Pb, Bo akan turun dengan berkurangnya tekanan selama proses produksi
berlangsung. Hal ini disebabkan makin banyaknya gas yang terbebaskan
selama proses penurunan tekanan.
Pada faktor volume formasi minyak dikenal istilah faktor penyusutan
(shrinkage factor), yang didefinisikan sebagai kebalikan dari Bo (bo = 1/ Bo)
Penyusutan volume minyak disebabkan oleh keluarnya gas dari larutan
minyak. Faktor penyusutan berbanding lurus dengan daya larut gas (Rs),
54
dimana semakin banyak gas yang terlarut maka akan semakin besar harga
faktor penyusutan.
e. Kompressibilitas Minyak
Kompressibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume
minyak akibat adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat dituliskan
sebagai berikut:
Co
1 dV
V dP
………….……………………………….........…… (2-49)
Persamaan (2-36) dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih mudah
dipahami, sesuai dengan aplikasi di lapangan, yaitu :
Bob Boi
Co
Boi Pi Pb ............……………………………………..…… (2-50)
Dimana :
Bob = faktor volume formasi pada tekanan bubble point
Boi = faktor volume formasi pada tekanan reservoir
Pi = tekanan reservoir
Pb = tekanan bubble point.
Fluida formasi pada tekanan di atas tekanan gelembung berada dalam
sistem satu fasa. Bila tekanan ini diperbesar maka akan terjadi pengurangan
volume fluida secara tidak linier, tergantung pada temperatur dan
komposisinya. Apabila tekanan diperkecil sampai gas pertama kali muncul
(Pb), maka akan terjadi pengurangan volume. Hal ini dapat terjadi karena
sifat kompressibilitas fluida. Pengaruh kompressibilitas minyak hanya
dominan pada tekanan di atas tekanan gelembung, faktor yang dominan
adalah adanya gas bebas. Dengan demikian penurunan tekanan di bawah
tekanan gelembung akan memperkecil volume minyak karena adanya
sejumlah gas yang dibebaskan.
Densitas didefinisikan sebagai massa tiap satuan volume dan dalam hal
ini massa dapat diganti oleh berat gas, m. Sesuai dengan persamaan gas
ideal, maka rumus densitas untuk gas ideal adalah :
m PM
g
V RT ………………………………………………........... (2-51)
Dimana :
m = berat gas, lb
V = volume gas, cuft
M = berat molekul gas, lb/lb mole
P = tekanan reservoir, psia
T = temperatur, oR
R = konstanta gas = 10.73 psia cuft/lbmole oR
Rumus di atas hanya berlaku untuk gas berkomponen tunggal.
Sedangkan untuk gas campuran digunakan rumus sebagai berikut :
PM a
g
zRT …………………………………………...………………. (2-
52)
Dimana :
z = faktor kompresibilitas gas
Ma = berat molekul tampak = yi Mi
yi = fraksi mol komponen ke-i dalam suatu campuran gas
Mi = berat molekul untuk komponen ke-i dalam suatu campuran gas.
b. Viskositas Gas
Viskositas gas akan naik dengan bertambahnya suhu. Untuk gas
sempurna viskositasnya tidak tergantung dari tekanan. Gas sempurna
berubah menjadi gas tidak sempurna bila tekanannya dinaikkan dan
tabiatnya mendekati tabiat zat cair.
56
Gambar 2.20.
Hubungan Kekentalan Gas Campuran dengan Berat
Molekul dan Gravity Gas serta Koreksinya.
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)
Hubungan perbandingan kekentalan µ/µ1 terhadap sifat-sifat pseudo
reduced diberikan oleh Gambar 2.21, dimana :
tekanan absolut
pseudo reduced pressure , Pr
tekanan kritik ............................ (2-53)
temperatur e absolut
pseudo reduced temperatur e, Tr
temperatur e kritik .............. (2-54)
57
Gambar 2.21.
Perbandingan Kekentalan µ/µ1 Terhadap
Pseudo-Reduced Temperatur
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)
c. Faktor Volume Formasi Gas
Faktor volume formasi gas adalah perbandingan volume dari sejumlah
gas pada kondisi reservoir dengan kondisi standard, dapat dituliskan :
Vres
Bg
Vsc .............................................................................................. (2-55)
atau
Zr Tr cu . ft
B g 0,0282
Pr scf ................................................................ (2-56)
atau jika dalam suatu lapangan ( 1 bbl = 5,62 cuft)
Zr Tr bbl
B g 0,00504
Pr scf .................................................................. (2-57)
Dimana :
Vr = Volume gas pada kondisi reservoir, cuft
Vsc = Volume gas pada kondisi standart, SCF
Zr = Faktor kompressibilitas gas
58
Tr = Temperatur reservoir, ° R
Pr = Tekanan reservoir, psi
d. Kompressibilitas Gas
Kompressibilitas gas didefinisikan sebagai fraksi perubahan volume
per unit perubahan tekanan, atau dapat dinyatakan dengan persamaan :
Cg ( ) 1 dV
V dP
….………………………………………..............… (2-58)
Kompressibilitas isothermal dari gas diukur dari perubahan volume per
unit volume dengan perubahan tekanan pada temperatur konstan. Atau
dalam persamaan dapat ditulis menjadi :
1 V
C T
V P ................................................................................. (2-59)
n.R.T V n.R.T
V 2
P maka ( P )T = - p .................................................. (2-60)
sehingga
P n.R.T 1
C
n.R.T P 2 P ............................................................... (2-61)
Z Z1 Z 2
( P ) ( P1 P2 )
Persamaan (2-39) dapat diubah menjadi
59
Gambar 2.22.
Compresibility Factor untuk Gas Alam
(Craft B. C. and Hawkins M.F,1962)
60
W a t e r s a li n it y : 6 0 0 0 0 p p m
1 ,8 a t 1 4 , 7 p s ia p re s s u re
a t 1 4 , 2 p s ia p re s s u re
1 ,6 a t 7 1 0 0 p s ia p r e s s u r e
a t v a p o u r p re s s u re
1 ,4
A b s o lu t V is c o s it y , c p
1 ,2
1 ,0
0 ,8
0 ,6
0 ,4
0 ,2
0
0 50 100 150 200 250 300 350
o
Te m p e r a t u r, F
Gambar 2.23.
Viscositas Air Formasi Sebagai Fungsi Temperatur
(Clark Norman J.,1969)
c. Kelarutan Gas dalam Air Formasi
Kelarutan gas dalam air formasi didefinisikan sebagai volume gas
yang terlarut dalam air formasi dengan volume air formasi itu sendiri. Sifat
kelarutan air formasi (dalam gas) akan berpengaruh pada penanganan,
pemrosesan, dan pengangkutan gas alam. Kelarutan gas dalam air formasi
62
Gambar 2.24.
Hubungan Faktor Volume Air Formasi Sebagai Fungsi Tekanan
(Craft B. C. and Hawkins M.F,1962)
Faktor volume formasi air-formasi bisa ditentukan dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
63
1 ,3
S o lu t io n C o m p r e s s ib li t y
W a t e r C o m p r e s s ib i lit y
1 ,2
1 ,1
1 ,0
0 5 10 15 20 25
G a s - W a t e r R a t io , c u . f t / b b l
Gambar 2.25.
Kompresibilitas Air Formasi Sebagai Fungsi
Tekanan dan Temperatur
(Craft B. C. and Hawkins M.F,1962)
Gambar 2.26.
Grafik Koreksi Kelarutan Gas
di dalam Larutan
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)
Dimana :
Bw = Faktor volume formasi air, bbl/stb
Bg = Faktor volume formasi gas, bbl/scf
Tanda negatif pada sisi kanan persamaan di atas digunakan untuk
mengubah harga Cw agar menjadi positif, karena harga sBw/sP menjadi
harga negatif . Untuk harga – (1/B w) (sBw/sP) dapat ditentukan dengan
grafik pada Gambar 2.27.
Gambar 2.27.
Grafik Pengaruh Temperatur dan Tekanan
Terhadap Kompressibilitas Air
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)
atau :
67
Ph ( )h
10 .................................................................................................... (2-73)
Dimana :
p = densitas fluida, (ppg atau gr/cc)
Ph = tekanan hidrostatik, (psi atau ksc)
H = tinggi kolom fluida, (ft atau meter).
Gradien hidrostatik untuk air murni adalah 0,433 psi/ft, sedangkan air
asin adalah 0,465 psi/ft. Penyimpangan dari harga tersebut disebut tekanan
abnormal.
Dimana :
Gob = Gradien tekanan overburden, psi/ft
Pob = Tekanan overburden, psi
D = Kedalaman, ft
Pada prinsipnya tekanan reservoir adalah bervariasi terhadap kedalaman.
Hubungan antara tekanan dengan kedalaman ini disebut dengan gradient tekanan.
Gradient tekanan overburden adalah :
2,3 x 0.433 psi/ft = 1 psi/ft
Setelah akumulasi hidrokarbon didapat, maka salah satu test yang harus
dilakukan adalah test untuk menentukan tekanan reservoir, yaitu tekanan awal
reservoir, tekanan statik sumur, tekanan alir dasar sumur, dan gradient tekanan
68
kecuali bila dilakukan proses stimulasi. Suatu contoh kurva temperatur versus
kedalaman dapat dilihat pada Gambar 2.28.
Gambar 2.28.
Gradient Temperatur Rata-rata untuk Suatu Lapangan
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)
reservoir juga mengalami gaya tekan yang berasal dari energi alamiah, yang
berupa tenaga dorong ke arah lubang sumur.
Dengan melihat keadaan di atas, secara umum reservoir dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Jenis reservoir berdasarkan perangkap geologi.
2. Jenis reservoir berdasarkan fasa fluida.
3. Jenis reservoir berdasarkan tenaga pendorongnya.
Gambar 2.29.
Prinsip Penjebakan Minyak dalam Perangkap Struktur
(Koesoemadinata, R.P.,1980)
minyak masih dapat tersalurkan melalui patahan, tetapi jika lebih kecil maka
patahan tersebut bertindak sebagai suatu penyekat. Patahan yang berdiri sendiri
tidaklah dapat membentuk suatu perangkap. Ada beberapa unsur lain yang harus
dipenuhi untuk terjadinya suatu perangkap yang betul-betul hanya disebabkan
karena patahan, yaitu :
1. Adanya kemiringan wilayah.
2. Harus paling sedikit dua patahan yang berpotongan.
3. Adanya suatu pelengkungan lapisan atau suatu pelipatan.
4. Pelengkungan dari patahan itu sendiri dan kemiringan wilayah.
Dalam prakteknya jarang sekali terdapat perangkap patahan yang murni.
Patahan biasanya hanya merupakan suatu pelengkung daripada suatu perangkap
struktur.
Gambar 2.30.
Perangkap Stratigrafi dengan Kedudukan Struktur Penghalang
Permeabilitas sebagai Unsur Utama
(Koesoemadinata, R.P.,1980)
Gambar 2.31.
Perangkap Stratigrafi akibat Pembajian
(Koesoemadinata, R.P.,1980)
b. Penyerpihan.
Terjadi akibat perubahan facies tiap lapisan dengan ketebalan lapisan yang
tetap tetapi mengalami perubahan sifat lithologi. Misalnya reservoir batupasir
yang berangsur-angsur menjadi serpih, seperti pada Gambar 2.32. Pada
umumnya perubahan ini disertai dengan penjarian antara batupasir dengan
serpih.
Gambar 2.32.
Perangkap Stratigrafi akibat Penyerpihan Lapisan Reservoir
(Koesoemadinata, R.P.,1980)
Gambar 2.33.
Perangkap Kombinasi Lipatan-Pembajian
(Koesoemadinata, R.P.,1980)
b. Kombinasi Patahan-Pembajian.
Perangkap kombinasi pembajian dengan patahan ini lebih sering dijumpai
daripada perangkap pembajiannya sendiri. Perangkap kombinasi jenis ini seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.34. perangkap jenis ini terjadi ketika suatu
lapisan batuan mengalami pengangkatan sehingga menyebabkan miringnya
lapisan tersebut yang kemudian disusul oleh proses patahan dan terbentuk
lapisan penyekat.
Cap rock dapat saja dibentuk oleh suatu sistem pergeseran layer dari blok-
blok terpatah yang impermeabel, sedangkan batuan reservoir dalam hal ini
terendapkan atau terbentuk dalam waktu yang sama dengan lapisan-lapisan lain
pembentuk sistem lapisan tersebut.
Dengan demikian jelas bila semua lapisan terpatah adalah jenis batuan yamg
impermeabel ataupun sebaliknya, maka sistem perangkap tersebut tidak akan
terbentuk sebagai jebakan yang produktif.
77
Gambar 2.34.
Perangkap Kombinasi Patahan-Pembajian
(Koesoemadinata, R.P.,1980)
Gambar 2.35.
Diagram Fasa Minyak Berat
(McCain, William D. Jr.,1973)
Gambar 2.36.
Diagram Fasa Minyak Ringan
(McCain, William D. Jr.,1973)
80
Gambar 2.37.
Diagram Fasa Gas Kondensat/Retrograde
(McCain, William D. Jr.,1973)
Reservoir gas kondensat memiliki ciri khas yaitu apabila fluida berada di
dalam reservoir akan berbentuk gas tetapi bila mencapai permukaan akan berubah
menjadi fasa cair. Proses retrograde isothermal pada garis produksi 1-3 akan
mengurang cairan hidrokarbon yang dapat diproduksikan.
GOR yang diperoleh dari reservoir gas kondensat umumnya sekitar
70.000 SCF/STB, dengan gravity minyak sekitar 60 0 API dari separator. Cairan
berwarna terang atau jernih seperti air. Persentase fluida dari separator terdiri dari
lebih kurang 25 % mol cairan dan 75 % mol gas.
Gambar 2.38.
Diagram Fasa untuk Gas Basah
(McCain, William D. Jr.,1973)
Untuk reservoir gas basah, dalam hal ini fluida tetap, dalam keadaan fasa
gas sewaktu terjadi penurunan tekanan reservoir seperti terlihat pada diagram,
dimana pada titik 1 reservoir dalam keadaan gas dan bila tekanan turun sampai
titik 2 reservoir juga dalam keadaan gas.
Akan tetapi pada tekanan separator terdapat daerah dua fasa campuran,
karena itu cairan akan terbentuk pada kondisi permukaan. Cairan ini biasanya
disebut kondensat dan gas yang dihasilkan disebut gas kondensat atau gas alam
(natural gas). Istilah basah menunjukkan bahwa gas mengandung molekul-
molekul hidrokarbon ringan yang pada kondisi permukaan membentuk fasa cair.
Pada kondisi separator gas biasanya mengandung lebih banyak hidrokarbon
menengah.
Pada reservoir gas basah dicirikan dengan GOR di permukaan mencapai
100.000 SCF/STB. Minyak associated mempunyai gravity lebih besar 500 API
dan biasanya jernih seperti air. Temperatur krikondenterm lebih kecil dari
temperatur reservoir. Fluida separator terdiri lebih kurang 10 % mol fasa cairan
dan 90 % mol fasa gas. Gas yang diproses di separator akan mencairkan juga
butane dan propane.
Perbedaan umum reservoir gas basah dengan reservoir gas kondensat
antara lain (di dalam gas basah) :
1. Tidak ditemukan adanya kondensasi retrograde isothermal selama proses
penurunan tekanan.
2. Produksi cairan di dalam separator lebih rendah.
3. Campuran komponen beratnya lebih kecil.
83
Gambar 2.39.
Diagram Fasa untuk Gas Kering
(McCain, William D. Jr.,1973)
tersebut. Setelah sumur selesai dibor menembus reservoir dan produksi minyak
dimulai, maka akan terjadi suatu penurunan tekanan di sekitar lubang bor.
Penurunan tekanan ini akan menyebabkan fluida mengalir dari reservoir menuju
lubang bor melalui pori-pori batuan. Penurunan tekanan disekitar lubang bor akan
menimbulkan terjadinya fasa gas.
Pada saat awal, karena saturasi gas tersebut masih sangat kecil (belum
membentuk fasa yang kontinyu), maka gas-gas tersebut terperangkap pada ruang
antar butiran reservoirnya, tetapi setelah tekanan reservoir tersebut cukup kecil
dan gas sudah terbentuk banyak atau dapat bergerak, maka gas tersebut turut serta
terproduksi ke permukaan seperti yang terlihat pada Gambar 2.41.
Sedangkan karakteristik dari depletion drive reservoir ini adalah :
1. Penurunan tekanan yang cepat.
Karena tidak adanya fluida ekstra atau tudung gas bebas dalam jumlah besar
yang akan menempati ruangan pori yang dikosongkan oleh minyak yang
terproduksi.
2. Produksi minyak bebas air.
Karena reservoir terisolir dan dengan tidak adanya water drive maka sangat
sedikit atau hampir tidak ada yang ikut terproduksi bersama minyak selama
masa produksi reservoir. Meskipun terdapat connate water tetapi hampir-
hampir tidak dapat terproduksi. Saturasi air interestial tidak akan terproduksi
sampai tercapai harga saturasi minimum.
3. GOR bertambah dengan cepat pada semua struktur sumur.
Pada awal produksi, karena gas yang dibebaskan minyak masih terperangkap
pada sela-sela pori-pori batuan, maka GOR produksi akan lebih kecil jika
dibandingkan dengan GOR reservoir.
Setelah tekanan reservoir mencapai tekanan di bawah tekanan saturasi, gas
akan berkembang dari larutan pada saluran pori-pori diseluruh bagian
reservoir. Pada waktu saturasi, gas akan bertambah dan membentuk suatu fasa
yang kontinyu sehingga mencapai titik dimana gas dapat mengalir (saturasi
keseimbangan). Akibatnya gas bebas ini akan mengalir ke lubang sumur. Gas
86
juga akan bergerak vertikal akibat adanya gaya gravitasi yang pada akhirnya
dapat membentuk tudung gas.
Hal ini terus menerus berlangsung hingga tekanan reservoir menjadi
rendah. Bila tekanan telah cukup rendah maka GOR akan menjadi berkurang
sebab volume gas di dalam reservoirnyapun tinggal sedikit. Dalam hal ini
GOR produksi dan GOR reservoir harganya hampir sama.
4. Ultimate recovery rendah.
Produksi minyak dengan depletion drive biasanya merupakan metode
recovery yang paling tidak efisien dengan perolehan pendapatan yang kurang
dari 5 % hingga 25 %. Hubungan permeabilitas relatif (Kg/Ko) turut
menentukan besarnya perolehan pendapatan dari reservoir jenis ini. Selain itu
jika viscositas minyak bertambah, maka ultimate recovery minyak akan
berkurang. Dengan demikian untuk reservoir jenis ini pada tahap teknik
produksi primernya akan meninggalkan residual oil yang cukup besar.
Gambar 2.40.
Solution Gas Drive Reservoir
(Clark Norman J.,1969)
87
Gambar 2.41.
Karakteristik Tekanan PI dan GOR pada Solution Gas Drive Reservoir
(Clark Norman J.,1969)
2.4.3.2. Gas Cap Drive
Reservoir gas cap drive dapat dikenali oleh adanya tudung gas yang
relatif besar dengan water drive yang relatif kecil atau bahkan tidak ada,
sedangkan reservoir dalam keadaan jenuh. Pada gas cap drive reservoir tenaga
pendorongnya berupa pengembangan di dalam gas cap (tudung gas) akibat dari
turunnya tekanan di dalam reservoir terlihat pada gambar 2.42.
Gambar 2.42.
Gas Cap Drive Reservoir.
(Clark Norman J.,1969)
Makin besar ukuran gas cap, maka efisiensi pendorong makin besar,
karena dengan penurunan tekanan sedikit saja sudah dapat mendorong minyak
yang cukup besar. Karakteristik reservoir dengan tenaga pendorong gas cap antara
lain :
Penurunan tekanan kecil, karena kemampuan dari tudung gas untuk
mengembang dengan cepat, maka penurunan tekanan reservoir tidak begitu
cepat jika dibandingkan dengan reservoir depletion drive dengan ukuran yang
sama.
Produksi air kecil.
88
Gambar 2.43.
Karakteristik Tekanan, PI dan GOR pada Gas Cap Drive Reservoir
(McCain, William D. Jr.,1973)
Gambar 2.44.
Water Drive Reservoir.
(McCain, William D. Jr.,1973)
Gambar 2.45.
Karakteristik Tekanan, PI dan GOR pada Water Drive Reservoir
(Clark Norman J.,1969)
Gambar 2.46.
Gravity Drainage Drive Reservoir
(Clark Norman J.,1969)
Sedangkan untuk pemisahan gas dari larutan memerlukan beberapa
kondisi yang antara lain :
a. Penurunan tekanan merata diseluruh zona minyak, sehingga gas yang
terbentuk akan dapat bergabung dan bergerak ke atas sebagai aliran yang
kontinyu.
b. Aliran gas ke atas berlangsung dengan gradien tekanan kecil, sehingga sistem
fluida tidak terganggu.
c. Gerakan ke atas dikontrol oleh harga mobilitas terkecil antara minyak dan gas.
Terdapat dua proses pendorongan minyak yang berbeda pada
segregation drive reservoir ini, yaitu :
Segregation drive tanpa counter flow.
Dimana gas yang keluar dari larutan tidak bergabung dengan gas cap,
sehingga akan menambah keefektifan gaya dorong.
Sering dijumpai pada formasi dengan permeabilitas kecil atau rendah, seperti
lensa pasir.
Produksi gas hanya dari fasa minyak, hasil dari gas cap tidak terbawa. Tidak
terdapat gas coning atau water coning. Saturasi minyak tergantung dari
tekanan reservoir.
Bila gas cap cukup besar, GOR akan naik sampai waktu abandonment.
Segregation drive dengan counter flow.
Disebut juga dengan gravity drainage. Gas yang dibebaskan dari dalam larutan
akan bergabung dengan gas cap bila permeabilitas vertikal memungkinkan.
Gas dari gas cap ikut terproduksikan bersama dengan minyak dalam bentuk
aliran kontinyu dua fasa.
Gerakan ke atas dikontrol oleh besar kecilnya mobilitas gas dan mobilitas
minyak.
Faktor-faktor kombinasi seperti viscositas rendah, specific gravity
rendah, mengalir pada atau sepanjang zona dengan permeablilitas tinggi
93
Gambar 2.47.
Kelakuan Gravity Drainage Reservoir
(Clark Norman J.,1969)
Gambar 2.48.
Combination Drive Reservoir
(Clark Norman J.,1969)
Ciri-ciri reservoir combination drive adalah :
Penurunan tekanan relatif cepat, perembesan air dan pengembangan gas cap
adalah faktor utama yang mengontrol tekanan reservoir.
Jika berhubnungan dengan aquifer, perembesan air lambat sehingga
produksi air kecil.
Jika berhubungan dengan gas cap yang kecil, kenaikkan GOR konstan
sesuai dengan pengembangan gas cap tersabut. Akan tetapi jika selama
produksi, pengembangan gas cap ditambah gas bebas, GOR justru menurun.
Recovery tergantung pada keaktifan masing-masing mekanisme pendorong.
95
Biasanya primary recovery dari combination drive lebih besar dari depletion
drive, tetapi lebih kecil dari segregation drive dan water drive. Semakin
kecil pengaruh depletion, semakin besar harga recovery-nya.
Performance reservoir selama masa produksi mirip dengan reservoir
depletion drive.
Gambar 2.49. merupakan salah satu contoh kelakuan dari combination
drive, dengan water drive yang lemah dan tidak ada tudung gas pada reservoirnya.
GOR yang konstan pada awal produksi dimungkinkan bahwa tekanan reservoir
masih di atas tekanan jenuh. Di bawah tekanan jenuh, gas akan bebas sehingga
GOR akan naik.
Gambar 2.49.
Kelakuan Combination Drive Reservoir
(Clark Norman J.,1969)
2.5. Perkiraan-Perkiraan Reservoir
Sejalan dengan produksi, maka studi berlanjut menjadi peramalan ulah
reservoir yang ada, meliputi : perkiraan cadangan, produktivitas formasi dan
perilaku reservoir.
dapat dibagi menjadi tiga metode, yaitu metode volumetris, metode material
balance dan metode decline curve.
Istilah cadangan mempunyai beberapa pengertian. Beberapa istilah yang
berhubungan dengan pengertian cadangan adalah :
Initial oil/gas in place, yaitu jumlah total hidrokarbon yang mula-mula ada
di dalam reservoir, baik yang bisa diproduksikan maupun yang tidak
dapat diproduksikan.
Recoverable reserve, yaitu jumlah cadangan hidrokarbon yang mungkin
dapat diproduksikan sesuai dengan teknologi yang ada pada saat itu.
Ultimate recovery, yaitu jumlah hidrokarbon yang dapat diproduksikan
sampai batas ekonomisnya.
Recovery factor, yaitu angka perbandingan antara hidrokarbon yang dapat
diproduksi (recoverable reserve) dengan jumlah minyak mula-mula di
dalam reservoir.
Rasio gas bebas mula-mula dengan volume minyak mula-mula (m) = N Boi
Volume gas mula-mula = G Bgi = m N Boi
SCF gas bebas SCF gas bebas mula SCF gas yang SCF gas yang tersisa
pada waktu t SCF gas terlarut diproduksi kan di reservoir
mNBoi
Gf
NRsi N p R p N N p Rs
B gi
mNBoi
Bgi
m N Boi { + N Rsi Np Rp (N Np) Rs} Bg .... (2 - 78)
c. Perubahan volume air
Volume air mula-mula di reservoir = W, Cuft
Produksi air kumulatif = Wp Bw, Cuft
Volume air yang merembes kedalam reservoir = We, Cuft
Pertambahan volume air =
(W + We Wp Bw) W = We Wp Bw …………………….. (2-79)
Dengan menggabungkan Persamaan (2-38), (2-39) dan (2-40), dan
kemudian disederhanakan dengan harga Boi = Bti dan Bt = Bo + (Rsi Rs) Bg, maka
persamaan untuk N adalah :
N
N p Bt R p Rsi B g We W p Bw
Bt Bti
mBti
Bg Bgi
B gi
…………...………….. (2 – 80)
q
bt a
dq dt ….…………………………………………… (2-82)
Keterangan :
q = laju produksi, STB/day
dq/dt = perubahan laju produksi terhadap perubahan waktu,STB/day/month
a = loss ratio (decline rate), month
b = konstanta positif.
Untuk exponential decline, besarnya penurunan (decline rate) adalah
konstan, sehingga harga b = 0, dan Persamaan (2-83) menjadi :
q
a
dq dt ….…………………………………….…………… (2-83)
Dengan mengintegrasikan Persamaan (2-84) tersebut, dimana qi adalah laju
produksi mula-mula dan qt adalah laju produksi pada saat t, maka secara
matematik dapat dibuat hubungan sebagai berikut :
q t qi e t a ….…………………………………..………………. (2-84)
Harga Np (produksi kumulatif, STB) diperoleh dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
t
N p q t dt
0 …..………………………………………………….. (2-85)
Dengan mensubstitusikan Persamaan (2-85) kedalam Persamaan (2-86),
maka diperoleh persamaan sebagai berikut :
N p a qi qt
….……………………………………………… (2-87)
qib a 1b
Np
1 b
q i q t1b
.….…………………………………….. (2-88)
matematik, indek produktivitas (J) adalah perbandingan antara laju produksi yang
dihasilkan oleh suatu sumur pada suatu harga tekanan alir dasar sumur tertentu
dengan perbedaan tekanan dasar sumur dalam kondisi statik (Ps) dan tekanan
dasar sumur pada saat terjadi aliran (Pwf), atau :
q
J
Ps Pwf
, BBL/hari/psi …..……………………….………… (2-93)
Dengan melakukan substitusi Persamaan (2-94) kedalam Persamaan (2-
95), maka J dapat pula ditentukan berdasarkan sifaf-sifat fisik fluida reservoir,
batuan reservoir, serta geometri sumur dan reservoir, yaitu :
kh
J 7.08 10 3
o Bo Ln re rw ….……………………………… (2-96)
Tentunya penggunaan persamaan diatas harus memperhatikan persyaratan yang
harus dipenuhi dalam Persamaan (2-96).
Persyaratan Persamaan (2-93) tidak selalu dipenuhi, misalkan yang paling
sering ditemui dalam praktek adalah adanya gas dalam aliran tersebut. Hal ini
akan dijumpai apabila tekanan reservoir dibawah tekanan bubble point minyak.
Pada kondisi ini J tidak dapat ditentukan dengan Persamaan (2-93) atau (2-94),
dan harga J untuk setiap harga Pwf tertentu tidak sama dan selalu berubah.
Sehubungan dengan perubahan tersebut, maka persamaan J diperluas menjadi :
dq
J
dPwf
….…………………………………………………… (2-97)
Persyaratan berfasa tunggal untuk Persamaan (2-93) dapat pula tidak
terpenuhi apabila dalam aliran fluida tersebut terdapat air formasi. Tetapi dalam
praktek, keadaan ini masih dapat dianggap berfasa satu, sehingga Persamaan (2-
97) dapat lebih diperjelas dengan memasukkan laju produksi air kedalam persamaan
tersebut:
qo q w
J
Ps Pwf
…..………………………………………………… (2-98)
Sesuai dengan persamaan Darcy (Persamaan (2-84), Persamaan (2-88)
dapat ditulis kembali dalam bentuk :
104
h ko k
J 7.08 10 3 w
Ln re rw o Bo w Bw
….………………..... (2-99)
Bentuk lain yang sering digunakan untuk menghitung produktivitas sumur adalah
indek produktivitas spesifik, yang didefinisikan sebagai perbandingan antara J
dengan ketebalan, yaitu :
J
Js
h ….………………………………………………………. (2-100)
Js sering digunakan untuk membandingkan produktivitas sumur yang berbeda
dalam satu lapangan.
Lewis dan Horner menunjukkan bahwa J dapat pula ditentukan dengan
persamaan berikut :
kh
J 5.9 10 4
o Bo …..………………………………..………. (2-101)
disebut sebagai potensial sumur, dan merupakan batas laju produksi yang
diperbolehkan dari suatu sumur.
Apabila sudut OAB adalah , maka :
OB Ps J
tan J
OA Ps ….………………………………………. (2-103)
Dengan demikian J menyatakan 1 kemiringan dari garis kurva IPR.
Gambar 2.50.
Kurva IPR Linear
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)
Bentuk dari IPR akan linear bila fluida yang mengalir satu fasa, Muskat
menyatakan apabila yang mengalir adalah fluida dua fasa (minyak dan gas), maka
bentuk kurva IPR membentuk kelengkungan dan harga J tidak lagi merupakan
harga yang konstan, karena kemiringan garis IPR akan berubah secara kontinyu
untuk setiap harga Pwf. Dalam hal ini Persamaan (2-100) tidak lagi berlaku, dan
secara umum definisi yang tepat adalah Persamaan (2-102).
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Vogel terhadap sumur-sumur
yang berproduksi dari reservoir solution gas drive, maka diperoleh suatu hasil
106
disebut “dimensionless IPR”. Untuk tujuan praktis grafik IPR tak berdimensi
tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan matematis :
2
qo Pwf Pwf
1 - 2 0 .8
q max Ps Ps …..………………………... (2-104)
Gambar 2.51
Kurva IPR Tidak Linear
(Amyx, J.W., Bass, D.M., and Robert,L.W, 1973)
Persamaan diatas hanya dapat digunakan untuk Pwf yang lebih kecil dari Pb.
Sedangkan bila Ps diatas Pb maka sebagian dari kurva IPR merupakan garis linear
dan selanjutnya melengkung seperti terlihat pada (Gambar 2.51).
Untuk kondisi tersebut diatas, maka perubahan IPR dapat dilakukan dengan
perluasan persamaan Vogel, yaitu :
2
qo qb Pwf Pwf
1 - 2 0.8
q max qb Ps Ps …..…………………… (2-106)
Keterangan :
qo = rate produksi minyak (data test), bbl/hari
qmax = rate produksi maksimum pada Pwf = 0, BOPD
qb = rate produksi pada saat Pwf = Pb, bbl/hari
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
Pb = tekanan bubble point, psi
Jadi harga J atau grafik IPR akan mengalami perubahan sesuai dengan
lamanya produksi.
107
N p Bt N p ( R p Rsi ) Bg BwW p
…………..(2-107)
108
Jika persamaan (2-107) disusun kembali, maka akan diperoleh besarnya initial oil
in place (NI), yaitu :
Ni
N p Bt R p Rsi B gi (We BwW p )
mBti
Bt Bti ( B g B gi )
B gi
………...(2-107)
dimana :
Ni = Jumlah minyak mula-mula, Bbl
Np = Produksi minyak komulatif, Bbl
We = Besarnya perembesan air, Bbl
Wp = Produksi air komulatif, Bbl
Bti = Faktor volume formasi total mula-mula, Bbl/STB
Bt = Faktor volume formasi total saat t, Bbl/STB
= Bo + Bg (Rsi – Rs)
Bo = Faktor volume formasi minyak saat t, Bbl/STB
Bgi = Faktor volume formasi gas mula-mula, Cuft/SCF
Bg = Faktor volume formasi gas saat t, Cuft/SCF
Bw = Faktor volume formasi air saat t, Bbl/STB
Rsi = Jumlah gas yang terlarut dalam minyak mula-mula, SCF/STB
Rs = Jumlah gas yang terlarut dalam minyak saat t, SCF/STB
Rp = Perbandingan gas komulatif dengan minyak komulatif, SCF/STB
m = Perbandingan jumlah volume gas cap mula-mula dengan volume
minyak mula-mula, SCF/STB
Untuk reservoir undersaturated, maka We = 0 dan tidak ada gas cap mula-mula
(m = 0) , sehingga persamaan (3-16) menjadi :
Ni
N p Bt R p Rsi Bg
Bt Bti
………………(2-108)
N p Bo
Ni
Bo Boi …………………………….…......(2-109)
2. Bila tekanan reservoir dibawah tekanan jenuh :
Ni
N p Bo R p Rs B g
Bo Boi Rsi Rs B g
………………..(2-110)
G
G p B gf We BwW p
B gf B gi
.....................………..……...(2-111)
2. Untuk Depletion Drive reservoir, persamaannya :
G p B gf
G
B gf B gi
………………………..…………..(2-112)
dimana :
G = Jumlah gas mula-mula, SCF
Gp = Produksi komulatif gas , SCF
Bgf = Faktor volume formasi gas akhir , Cuft/SCF
Adanya perembesan air (water influx) sering menjadi problem untuk
reservoir yang berbatasan dengan aquifer, oleh karena itu pada bagian ini akan
sedikit dibicarakan mengenai persamaan water influx (We), yaitu :
Schilthuis (1936), menurunkan persamaan dengan anggapan bahwa kondisi steady
state, penurunan tekanan teratur dan bertahap, viscositas, permeabilitas, dan
geometri aquifer konstan, maka :
t
k Pi P t We
We k Pi P
0 atau t …..(2-113)
dimana :
110
k .t
2
= 6,323 x 10-3 . .C w .rw
k = Permeabilitas, mD
t = Waktu perembesan air, hari
= Viskositas air formasi, cp
111
q / q q
a a t
t atau - q ……………………….…..(2-116)
a = Decline rate
q/t = Perubahan laju produksi terhadap waktu
Bentuk grafik hubungan antara laju produksi versus waktu pada kertas semi-log
adalah garis linier.
Jika Np adalah produksi kumulatif, maka besarnya dapat ditentukan
dengan persamaan :
t
q.t
Np = 0 ……………………………………………………..(2-119)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2-116) ke dalam persamaan (2-119),
maka :
qt
q
qi a
Np = ………………………………………………..…(2-120)
qi qt
Np = a ..…..…………………………………………….(2-121)
Apabila persamaan (2-118) disubstitusikan kedalam persamaan (2-121) untuk
produksi sampai batas ekonomisnya (economic limit), maka akan diperoleh
persamaan :
ln qi / qa
t a Np
qi qa ……………………………………….……(2-122)
B. Hyperbolic Decline
Besarnya decline rate pada hyperbolic decline adalah berubah-rubah, yang
secara matematis dituliskan :
a qn
n
ai qi ………………………………………………………...(2-123)
dimana : n = konstanta yang menyatakan nomor antara 0 – 1. Apabila
persamaan (2-106) disubstitusikan kedalam persamaan (2-113), maka :
q
q.t q
n
qi nq
ai.t ( n 1)
ai qi n atau q ……………. (2-124)
113
n qi n
qtq qt
Np q q
qi a qi ai ……………………..…….…(2-127)
Np
qi n
ai 1 n
qi 1n qt 1n
……………………….…....(2-128)
Hubungan antara produksi komulatif dengan laju produksi hasil persamaan (2-
128), apabila diplot pada kertas grafik semi-log, maka akan berbentuk garis linier.
C. Harmonic Decline
Harmonic decline merupakan bentuk khusus dari hyperbolic decline, dimana
penurunan laju produksi persatuan waktu berbanding lurus terhadap laju
produksinya, karena harga n=1.
Secara matematis, bentuk persamaan harmonic decline sama dengan
persamaan (2-126), untuk harga n = 1, yaitu :
qi
qt
1 ai.t ………………………………………………......(2-129)
Hubungan antara produksi komulatif dengan laju produksi, seperti pada
persamaan (2-130), adalah :
qtq qt q
Np
qi a qi ( q / qi ) ai
…..………………………...(2-130)
114
qi qi
Np ln
ai qt ……………………...……………………..(2-131)