BATUAN
I.1. PENDAHULUAN
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk langsung dari pembekuan magma. Proses
pembekuan tersebut merupakan proses perubahan fase dari fase cair menjadi fase padat.
Pembekuan magma akan menghasilkan kristal-kristal mineral primer atau gelas. Proses
pembekuan magma akan sangat berpengaruh terhadap tekstur dan tekstur primer batuan
sedangkan komposisi batuan sangat dipengaruhi oleh sifat magma asal.
Pada saat penurunan suhu akan melewati tahapan perubahan fase cair ke padat. Apabila
pada saat itu terdapat cukup energi pembetukan kristal maka akan terbentuk kristal-kristal
berukuan besar sedangkan bila enegri pembentukan rendah akan terbentuk kristal yang berukuran
halus. Bila pendinginan berlangsung sangat cepat maka kristal tidak terbentuk dan cairan magma
yang membeku menjadi gelas.
Pada batuan beku, minreal yang sering dijumpai dapat dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu:
1. Mineral-mineral felsik; tersusun atas silika dan alumina, umumnya berwarna cerah.
Mineral tersebut antara lain kuarsa, plagioklas, ortoklas, muskovit.
2. Mineral-mineral mafik; tersusun atas unsur-unsur besi, magnesium, kalsium.
Umumnya mineral-mineral ini berwarna gelap, misalnya olivin, piroksen,
hornblende, biotit. Mineral-mineral ini berada pada jalur kiri dari seri Bowen.
Setiap mineral memiliki kondisi tertentu pada saat mengkristal. Mineral-mineral mafik
umumnya mengkristal pada suhu yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan mineral felsik.
Secara sederhana dapat dilihat pada Bowen Reacrtion Series.
Mineral-mineral yang terbentuk pertama kali adalah mineral yang sangat labil dan mudah
berubah-ubah menjadi mineral lain Mineral yang dibentuk pada temperatur rendah adalah mineral
yang relatif stabil. Pada jalur sebelah kiri, yang terbentuk pertama kali adalah olivin sedangkan
mineral yang terbentuk terakhir adalah biolit.
Mineral-mineral pada bagian kanan diwakili oleh kelompok-kelompok plagioklas karena
kelompok mineral ini paling banyak dijumpai. Yang terbentuk pertama kali pada suhu tinggi
adalah calcic plaioclase (bylownite), sedangkan pada suhu rendah terbentuk alcalic plagiocase
(oligoklas). Mineral-mineral sebelah kanan dan kiri bertemu dalam bentuk potassium feldspar
kemudian menerus ke muskovit dan berakhir dalam bentuk kuarsa sebagai mineral yang paling
stabil.
Dalam batuan beku yang bersifat basa, mineral-mineral di bagian atas dari Bowen
reaction series ini banyak dijumpai. Pada batuan beku asam yang banyak ditemukan adalah
mineral-mineral di bagian bawah.
Warna
Tekstur
Struktur
Bentuk
Komposisi mineral
1.2.1 WARNA BATUAN
Warna batuan beku berkaitan erat dengan komposisi mineral penyusunnya. Mineral
penyusun batuan tersebut sangat dipengaruhi oleh komposisi magma asalnya, sehingga dari
warna dapat diketahui jenis magma pembentuknya, kecuali unuk batuan yang mempunyai
tekstur gelasan.
Batuan beku yang berwarna cerah umumnya adalah batuan beku asam yang
tersusun atas mineral-mineral felsic misalnya kuarsa, potas feldspar, muskovit.
Batuan yang berwarna gelap sampai hitam umunya adalah batuan beku
intermediet dimana jumlah mineral felsik dan mafiknya hampir sama banyak.
Batuan beku yang berwarna hitam kehijauan umunya adalah batuan beku basa
dengan mineral penyusun dominan adalah mineral-mineral mafik.
Batuan beku yang berwarna hijau kelam dan biasanya monomineralik
b. Ukuran Kristal
Ukuran Kristal merupakan sifat tekstural yang mudah dikenali. Ukuran
Kristal ini dapat menunjukkan tingkat kristalisasi pada batuan.
Tabel 1.3. Kisaran harga ukuran Kristal dari beberapa sumber.
Cox, Price, Harte W.T.G Heinric
Halus < 1 mm < 1 mm < 1 mm
Sedang 1-5 mm 1-5 mm 1-10 mm
Kasar >5 mm 5-30 mm 10-30 mm
Sangat kasar >30 mm >30 mm
c. Granularitas
Dalam batuan beku, granularitas menyangkut derajat keasaman ukuran
butir dari Kristal penyusun batuan.
Pada batuan beku non fragmental, granularitas dapat dibagi menjadi beberapa
macam, yaitu:
2. Inequigranular
Suatu batuan beku disebut memiliki tekstur inequigranular apabila ukuran kristal
pembentuknya tidak seragam. Tekstur ini dibagi menjadi:
- Faneroportirtik; bila kristal mineral yang besar (fenokris) dikelilingi kristal
mineral yang lebih kecil (massa dasar) dan dapat dikenal dengan mata telanjang.
Contoh : diorit porfit
- Porfiroafanitik; bila fenokris dikelilingi oleh massa dasar yang afanitik. Contoh
: andesit porfir
3. Gelasan
Batuan beku dikatakan memiliki tekstur gelasan apabila semuanya tersusun atas
gelas
b.) Subhedra; apabila bentuk kristal tidak sempurna dan hanya sebagian saja yang
dibatasi bidang-bidang kristal
c.) Anhedral; apabila bidang batas kristal tidak jelas
Pembagian batuan beku diatas dapat disusun dalam bentuk table seperti pada G.b.1.7.
Gambar 1.7. Klasifikasi Batuan beku yang menyatakan komposisi mineral dan sifat
asam- basa
1.2.6 IDENTIFIKASI MINERAL
Identifikasi mineral merupakan salah satu bagian terpenting dari deskripsi batuan beku
karena dari identifikasi tersebut dapat diungkap berbagai hal seperti kondisi temperatur
pembentukan, tempat pembentukan, sifat magma asal dan lain-lain.
Di dalam batuan beku dikenal status mineral dalam batuan, yaitu :
1. Mineral primer, merupakan hasil pertama dari proses pembentukan batuan beku.
Mineral ini terdiri dari:
Mineral utama (essential minerals): yaitu mineral yang jumlahnya cukup
banyak (>10%). Mineral ini sangat penting untuk dikenali karena
menentukan nama batuan.
Mineral tambahan (accesory minerals): yaitu mineral-mineral yang
jumlahnya sedikit (<10%) dan tak menentukan nama batuan.
2. Mineral sekunder, merupakan mineral hasil ubahan (alterasi) dari mineral primer.
Beberapa hal yang harus diidentifikasi dari mineral adalah:
(i) Warna mineral; dapat mencerminkan komposisi kimianya. Contohnya
senyawa silikat dari alkali dan alkali tanah (Na, Ca, K,dll) memberikan
warna yang terang pada mineralnya.
Seperti telah disinggung pada bahasan pendahuluan, batuan beku fragmental juga
dikenal sebagai batuan piroklastik (pyro = api, clastics = butiran/pecahan)yang merupakan
bagian dari batuan vulkanik. Batuan fragmental ini secara khusus terbentuk oleh proses
volkanik yang eksplosif (letusan). Bahan-bahan yang dikeluarkan dari pusat erupsi kemudian
mengalami lithifikasi sebelum atau sesudah mengalami perombakan oleh air atau es.
I.3.1.GENESA
Secara genetik batuan beku fragmental dapat dibagi menjadi empat tipe utama, yaitu:
Endapan piroklastik ini dihasilkan dari erupsi eksplosif yang melemparkan material-
material volkanik ke atmosfer dan jatuh di sekitar pusat erupsi. Bahan piroklastik setelah
dilempar dari pusat volkanik langsung jatuh
ke darat melalui medium udara. Jika bahan tersebut jatuh pada lereng vulkan yang curam maka
dapat terjadi gerakan yang disebabkan grafitasi. Tumpukan jatuhan piroklastik (tepra) tersebut
bila mengalami litifikasi akan menjadi batuan beku fragmental. Ciri yang nampak dari endapan
ini adalah sortasi (pemilihan yang baik) dan beberapa struktur yang mirip dengan struktur pada
strata sedimen, antara lain kenampakan gradasi normal pada pumis maupun lithic fragments.
Jika bahan-bahan piroklastik setelah dilempar dari pusat erupsi yang berada di darat
ataupun di bawah permukaan laut kemudian diendapkan pada kondisi air yang tenang dan tidak
mengalami reworking serta tidak tercampur dengan bahan yang bukan piroklastik, maka pada
jenis ini tidak didapatkan struktur-struktur sedimen internal dan komposisi seluruhnya adalah
bahan piroklastik. Bila dilihat dari paleoenvironment maka jenis ini termasuk batuan sedimen
dengan provenance piroklastik.
2. Endapan Aliran Piroklastik (Pyroclastic flow Deposits)
Endapan ini dihasilkan dari Gerakan material piroklastik ke arah lateral berupa aliran
gas atau material setengah padat berkonsentrasi tinggi di atas permukaan tanah. Proses
pengendapannya sepenuhnya dikontrol oleh topografi. Lembah dan depresi di sekitar pusat
erupsi akan terisi oleh endapan tersebut. Ciri yang dijumpai antara lain sortasi yang jelek dan
jika ada perlapisan maka pada lithic fragments dijumpai gradasi nomal sedangkan pada pumis
dijumpai gradasi yang berlawanan (reverse grading). Hal ini disebabkan densitas yang lebih
rendah daripada medianya (aliran gas/padatan).
A B
Gambar 1.8. Kenampakan gradasional : (A) gradasi normal, (B) gradasi yang berlawanan. Arah
panah menunjukkan ukuran butir yang semakin halus (Fisher,1984)
3. Pyroclastic Surge Deposits
Mekanisme pembentukan surge deposit ini mirip dengan flow deposit, namun material
piroklastik berada dalam media gas atau padatan berkosentrasi rendah. Endapan ini cenderung
menyebar dan menyelimuti area di sekitar pusat erupsi namun umumnya lebih terkosentrasi di
lembah-lembah dan di daerah depresi. Struktur yang mencirikan endapan ini antara lain:
perlapisan silangsiur, dune, antidune, laminasi planar, baji dan bergelombang (Gambar 1.9)
\
Gambar 1.9 Struktur yang umum dijumpai pada surge deposit (Brown, 1985)
4. Lahar
Pada suhu di atas 100˚C material piroklastik cenderung tertransport oleh media berfase
gas. Dibawah suhu tersebut, media pembawa dapat berupa campuran antara cairan dan gas. Jika
media pembawa berupa air dengan suhu rendah maka terbentuk semacam aliran lumpur yang
disebut lahar. Istilah lahar ini berasal dari Bahasa Indonesia yang kini digunakan secara
internasional.
Sebagaimanahalnya aliran piroklastik, aliran lahar ini lebih terkosentrasi di lembah, alur
dan tempat lain yang bertopografi rendah. Panjang aliran lahar ini dapat mencapai 10 – 20 km,
bahkan di beberapa tempat
mencapai 10 – 20 km, bahkan di beberapa tempat diketahui bahwa alirannya mencapai lebih dari
300 km darisumbernya.
1.3.2 LITOLOGI
Aspek litologi dipakai untuk klasifikasi batuan piroklastik. Dasar klasifikasi yang sering
dipakai antara lain :
1. Ukuran butir
Batas kisaran ukuran butir dan peristilahannya tersaji dalam table berikut ini :
Jika material piroklastik khususnya yang berbutir halus terdeposisikan saat masih panas, maka
butiran-butiran itu seakan-akan terelaskan atau terpateri satu sama lain. Peristiwa ini disebut
welding. Welding umumnya dijumpai pada piroklastik aliran namun kadang-kadang juga
dijumpai pada endapan jatuhan.
1.3.3 ISTILAH-ISTILAH
a) Breksi aliran piroklastik adalah bahan piroklastik yang tersusun atas fragmen
runcing-runcing hasil endapan piroklastik (Fisher, 1960)
b) Ignimbrit adalah suatu batuan yang terbentuk dari aliran abu panas
(MacDonald,1972)
c) Welded tuff adalah endapan aliran abu panas yang terelaskan akibat deposisi pada
saat masih panas.
2. Ash fall; yaitu primary piroklastik atau bahan yang belum mengalami pergerakan dari tempat
semula diendapkan oleh proses jatuhan selama belum mengalami pembatuan/litifikasi (Fisher,
1960)
3. Nama batuan tidak berkaitan dengan genesanya, misalnya breksi volkanik adalah batuan yang
terdiri dari penyusun utama fragmen volkanik yang runcing-runcing, dengan matriks berukuran
sekitar 2 mm dengan bermacam-macam komposisi dan tekstur (bisa berupa endapan piroklastik,
autoklastik, alloklastikdll), (Fisher, 1958)
4. Breksi volkanik autoklastik terbentuk sebagai akibat letusan gas yang terkandung di dalam lava
atau akibat pergerakan lava sebelum mengalami pembatuan
a) Breksi aliran terbentuk pada bagian tepi Lava aliran akibat pemadatan pada bagian
tepi kerak dan gerakan mengalir setelah pendinginan (Fisher 1960,
Wright&Bowes 1963, MacDonald, 1972)
b) Breksi letusan terbentuk akibat letusan gas yang terkandung di dalam lava
sehingga terjadi fragmentasi pada kerak bagian luar lava yang mulai membeku.
5. Breksi volkanik aloklastik adalah breksi yang terbentuk dari hasil fragmentasi, batuan yang
telah ada sebelum mengalami pengerjaan oleh proses volkanisme.
a. Breksi intrusi; yaitu breksi yang mengandung fragmen batuan yang diterobos magma matriks
batuan beku (Harker, 1908 dan Bowes, 1960).
b. Explosion brecia; terbentuk dari hancuran batuan karena adanya ledakan volkanik yang
terjadi di bawah permukaan (Wright & Bowes, 1960).
c. Tuffisie; merupakan material klastik yang dihasilkan dari pelarutan material tufaan oleh gas di
dalam pipa volkanik (Fisher, 1961).
d. Tuffisie brecia; merupakan breksi yang tersusun atas fragmen batuan yang diintrusi magma
dengan tuff sebagia matriks dan mengandung bekas aliran gas di dalamnya. (Wright & Bowes,
1960).
a. Breksi laharik merupakan breksi yang dihasilkan dari aliran lumpur pekat, berupa
pencampuran antara buturan volkanik berukuran beragam dengan bahan non volkanik (Fisher,
1960).
Untuk melakukan identifikasi batuan beku ada beberapa perbedaan antara identfikasi
yang dilakuka pada contoh setangan dengan identifikasi singkapan di lapangan. Singkapan di
lapngan diikuti pengamatan contoh setagan.
Selain itu ada juga peerbedaan antara identifikasi batuan beku fragmental dengan
batuan beku non fragmental. Pada batuan beku fragmental identifikasi dititik beratkan pada
struktur dan hubungan antar komponen pembentuk batuan (bahan-bahan priklastik) sedangkan
pada identifikasi batuan non beku fragmental lebih dititik beratkan pada hubungan unit-unit
pembentuk batuan yaitu Kristal-kristal mineral.
Dalam melakukan deskripsi singkapan di lapangan ada beberapa hal yang harus yang
harus diamati dan dicatat dalam buku catatan lapangan.
3. Jika singkapan menunjukan kenampakan vein, apatit, pegmatite, dykes atau kontak yang
sederhana antara beberapa tipe batuan yang berbeda terutama di daerah dekat kontak
dilakukan pengamatan orientasi baik linier atau kenampakan bidang serta kedudukannya
menurut hokum cross-cutting relationship.
4. Jika pada singkapan menunjukan kenampakan banding atau laminasi batuan beku maka
harus diamati dan diukur orientasi alami banding dan laminasi tersebut serta pengamatan
batas antara dua unit pseudo sedimentary structure.
5. Membuat catatan detail dari pengamatan struktur, tekstur dan mineralogi serta penamaan
batuan (Brown,1985).
Hasil determinasi contoh setangan dapat dihubungkan dengan data pengamatan singkapan
untuk mendapatkan data yang lebih detail. Data-data tersebut akan saling melengkapi
seperti berikut:
1. Pengamatan kenampakan lapuk dan warna segar batuan, kekerasan mineral relatif baik
yang telah mengalami pelapukan ataupun belum. Mengidentifikasi mineral yang mengalami
pelapukan dari warna hasil lapukannya.
2. Untuk contoh yang menyimpan data yang penting dapat dilakukan analisa petrografi
dengan membuat sayatan tipis pada bagian yang segar.
3. Mengamati warna permukaan segar dan apabila mungkin membuat estimasi mengenai
color index.
4. Pengamatan butiran pada contoh setangan bila batuan afanitik, catat tekstur lain dan
dilakukan pengamatan apakah batuan tersebut felsic atau mafik.
-amati hubungan antara mineral pada batuan yang memiliki kristal kasar sampai medium.
-amati dan catat hubungan fenokris dan nada dasar pada batuan yang bertekstur porfiritik.
5. Amati dan catat derajat homogenitas, layering, laminasi aliran, banding, lubung gas,
tekstur, dan inklusi.6. Amati dan catat proporsi mineral-mineral yang berbeda dan deskripsi
mineral seperti warna, kilap pecahan, belahan, kekerasan, ciri khas dll.
Protogenesa
Berdasarkan warna batuan; yaitu abu-abu cerah, maka batuan ini berasal dari magma
yang bersifat intermediet. Berdasarkan tekstur batuan, yaitu porfiroafanitik, maka
batuan ini termasuk jenis hipabisal yang membeku di bawah permukaan bumi sebagai
sill atau dike.
Mengetahui,
Asisten Acara
Deskripsi Batuan
Batuan bewarna abu-abu gelap, struktur jointing, tekstur fragmental, unconsolidated material,
ukuran 30 cm, bentuk menyudut tanggung, komposisi block (100%).
Deskripsi Komposisi
Block : warna abu-abu gelap, ukuran kristal afanitik sampai 5mm, pada permukaan terdapat
rekahan, komposisi : hornblende, kuarsa, plagioklas, dan abu vulkanik
1. Hornblende : ....................
2. Kuarsa : ....................
3. Dst.
Nama Batuan : BLOCK (KSBP Teknik Geologi FT UGM, 1979)
Petrogenesa
Berdasarkan warna batuan, yaitu abu-abu gelap, maka batuan ini berasal dari magma yang bersifat
intermediet. Berdasarkan tekstur dan struktur, maka batuan ini merupakan batuan piroklastik yang
terjasdi akibat jatuhan material-material hasil letusan gunung api yang bersifat eksplosif.
Mengetahui,
Asisten Acara
(......................)
DAFTAR PUSTAKA
Bayly, B., 1969, Introduction to Petrology, 1st ed., Prentice Hall Inc., Englewood
Cliffs, New Jersey.
Dietrich, R. V dan Skinner, B.J., 1979, Rock and Rock Minerals, John Wiley and Sons
Inc., Toronto, Canada.
Ehlers, E.G. dan Blatt, H., 1980, Petrology, 1st ed., W.H. Freeman Company, San
Francisco.
Huang, W.T., 1962, Petrology, 1st ed., McGraw-Hill Book Company, New York.
ekardi, M., 1985, Petunjuk Praktikum Petrografi, Jurusan Teknik Geologi FT UGM,
Yogyakarta.
Thorpe, R.S. dan Brown, G.C., 1985, The Field Description of Igneous Rock, John
Wiley & Sons. Inc., New York, Toronto.
Mottana, A., Crespi, R., Liborio, G., 1977, Guide to Rocks and Minerals, Simon &
Schuster Inc, New York.
Hamblin, W.K., Howard, J.D., 1971, Physical Geology : Laboratory Manual, 3rd ed.,
Burgess Publishing Company, Minnesota
LAMPIRAN 1
TABLE FOR MEGASCOPEC DETERMINATION OF IGNEOUS ROCK
(WATER T.HUANG 1962 PETROLOGI) LAB. PETROLOGI
Bedded Pyroclastic,
or frag- glassy Tuff Breccia Tuff breccia Agglomerate
acc High silica glass Low silica gla ss
surface – Obsidian, Perlite, Pitchatone, Pumice Tathylite
Vulcanic
flow and
ejecta
Surface Perphyro- Quartz porphyry Leucite-Nephallnite
flow or aphanitic or Rhyodocite Neph-Basalt + Ollv-
shallow Aphanitic Rhyolite Latite Dacite Leucite Basalt
dikes Trochyte Andesite Basalt Phanolite
Deep to Granite Otz- Granadiarite Tanalite Syenite Diorite Gabbro-por Leucite
hypabys- porphyry Monzonite prephyry porphyry porphyry porphyry Diobasic- porphyry
sal dikes, porphyry texture Nepheline
Tipe
K-Felspar> 2/3 K-Felspar 1/3 - 2/3 FelsparPlagioklas> 2/3 SeluruhFelspar Sedikit/TidakAda
Khusus
SeluruhFelspar SeluruhFelspar Feldspar
K- K-Felspar< 10 % SeluruhFelspar Terutama :
Felspar Terutama : Mineral
> 10 % Piroksindan/ Fe/Mg
Kuarsa Kua Na-Plagioklas Ca-Plagioklas
MINERAL Seluru atau Olivin danFelds
Kuars < 10% Feldspat Kuar rsa< Feldspato
UTAMA hF pat oid
a> Feldsp oid sa> 10% id>
elspa
10 ato id< > 10 % 10 Feldspatoid< 10 %
r
% 10 % % 10
Kuarsa Kuarsa< Feldspato
%
Kuars Kuar < 10% 10% id> 10 % eTeruta
a> sa> Feldspa Feldspat Piroks ma :
10 10 toi d< oid in> 10 Hornble
< 10 %
Serpenti
% % 10 % % nd e,
Terutama :
n, PEGMA
Terutama : Biotit, TIT
Terutama : Terutama : Piroksin, Olivin, BijihBe
MINERAL Hornblende,Biotit,Piroksin, BijihBe
Hornblende,Biotit,Piroksin Hornblende,Biotit,Piroksin Uralit Juga : si Juga :
TAMBA Muskovit Juga : Na- si
Juga : Juga : Hornblende,Bio Biotit,
HAN Ampibol,Egirin, Kankrinit,
Na-Ampibol,Egirin Na-Ampibol,Feldspatoid tit, Hornble
KHAS Turmalin, Sodalit
Kuarsa,Egirin, Na- nde
Ampibol
INDEKS WARNA 10 15 20 2 25 3 20 20 25 5 60 95 55 APLIT
0 0 0
EQUIGRANULAR GABR PERIDOTI
Batol O
DIORIT T LAMPRO
DIABAS(Dolerit)
it SYENI Norit IJOLIT
MONZO MONZONI MONZO GRA KUARS Harzb FIR
Lapol GRAN SIANI T DIORI Olivinsa TERAL Messorit
NIT T NIT NO A urgit
it IT T NEPH T luo IT eds b
KUARS NEPHEL DIOR (TONA Pikrit
Stock ELI N Traktolit
A IN IT LIT Dunit
PORFIRIT FANERITIK
s Anortho
) rit Piroks
Lakol
GabroKu enit
itluas ars a Serpen
Retas
tinit
tebal
Sill
MASSA
DASAR
FANERITI PORFI PORF
PORFI MONZO PORFI PORFIRI PORFI
K PORFI RI IRI PORF PORF PORFI PORFI
RI NIT RI MONZO RI
IK
et
a
s
S
il
l
“
m
u
g
”
“stock”
kecil
Tepimas
saluas
MASSA
DASAR
AFANITIK PORF
PORFI PORFI POR PORFIR
R PORFIR IRI PO PORFIR PORF PORFI PORFI
RI RI FIRI I LATIT
et I LATI RF I IRI RI RI
RYOL TRAK LAT NEPHE
a FONOLI T IRI ANDESI BASA TEFR LIMBUR
IT IT IT LIN
s T KUA D T LT IT GIT TRAP
S RSA AS
il IT
l
L
a
k
ol
it
Aliranperm
ukaan
Tepimassal
uas
“welded
tuffs”
MIKROKRISTALI Nephelit
N Lesitite
LATIT LATIT
R LATI Melilitit FELSIT
RYOL TRAK FONOLI KUARS (TRAK D ANDES BASAL TEFRI LIMBUR
AFANITIK
e T e
IT IT T A IT- A IT T T GIT
t NEPHE Olivine
(DELE ANDE SI
a LIN Nepheli
NIT) SIT) T
s nite
S Dsb
i
l
BATUAN SEDIMEN NON KARBONAT
l
Aliranperm
ukaan
Tepimassal
uas
“welded
tuffs”
GLASS OBSIDIAN
Aliranpermukaan
Dan sill ”
“PITCHSTONE”, VITROFIR, PERLIT,BATUAPUNG, SKORIA
= Porfiri Teralit
BATUAN SEDIMEN NON KARBONAT
Lampiran 3
IGNEOUS ROCK
(a)
(b)
General classification and nomenclature of some common plutonic rock types (a) and
some common volcanic rock types (b). This classification is based on the relative percentages of
quartz, alkali feldspar, and plagioclase, measured in volume percent. (Adapted form
Subcommission on the Systematics of Igneous Rocks, Geotimes, 1973, v.18, no.10, pp 26-30, and
Hyndman D.W. , 1972. Petrology of Igneous and Metamorphic Rocks, McGraw-Hill Book Co. ,
New York, p.35)
BATUAN SEDIMEN NON KARBONAT
Lampiran 5
Mineral properties in igneous rock hand specimens
Typical
Hardne
Mineral Chemical Colour Cleavage Lustre Habit
ss
Formula
Felsic Minerals
Colourle
ss to
pale
grey
None; Rare trigonal
when
irregular, pyramids but
Quartz surround Glassy,
𝑆𝑖𝑂2 curved usually 7
ed by shiny
leacture irregular,
dark
surfaces anhedral
minerals
;
transpar
ent
Tabular
crystals;
shiny
cleavage
surfaces may
White or show simple
Usually
pink, twins.
2 sets at dull,
sometim Elongate
Alkali 90°, someti
(𝐾. 𝑁𝑎)𝐴𝑙𝑆𝑖3 𝑂8 es rectangular 6
feldspar poorly mes
orange ‘laths’,
visible silky or
or lamellae, or
vitreous
yellow irregular
masses of
plagioelase
may be
noted:
perthite
Lath-shaped
crystals:
Usually
White or 2 sets shiny
dull,
Plagiocla green, almost cleavage
𝑁𝑎𝐴𝑙𝑆𝑖3 𝑂8 someti
se rarely 90°, surfaces may 6-6,5
𝐶𝑎𝐴𝑙𝑆𝑖3 𝑂8 mes
feldspar pink or poorly show
silky or
black visible multiple,
vitreous
parallel
twins
BATUAN SEDIMEN NON KARBONAT
Usually
2 poor occurs in
cleavages micro-
White to
Nephelin ,1 Greasy, crystalline
𝑁𝑎𝐴𝑙𝑆𝑖𝑂4 pale 5,5-6
e occasiona vitreous groundmass;
grey
lly occasional
distinct aggregates
of crystals
1
Tabular
Colourle excellent
Shiny, crystals
Muscovi 𝐾𝐴𝑙2 ss to cleavage,
silver, sometimes 6
te (mica) (𝐴𝑙𝑆𝑖3 𝑂10 𝑋𝑂𝐻)2 pale cleaves 2-2,5
and sided,
brown into thin
pearly especially in
or green flexible
pegmatites
sheets
Mafic Minerals
Usually
Olive
Glassy rounded
green,
Very when unhedral
yellow- 6-7
poor, fresh, crystals,
Olivine (𝑀𝑔. 𝐹𝑒)2 𝑆𝑖𝑂4 green,
usually vitreous occasionally
sometim
fractures when equidimensi
es
altered onal tabular
brown
forms
4 or 8 sided
prismatic
(𝑀𝑔. 𝐹𝑒. 𝐶𝑎)2 Black to Vitreou
2 good crystals
𝑆𝑖2 𝑂6(augite dark, s when
sets occasionally
Pyroxen etc) green or fresh,
meeting showing 6
e brown, dull
at nearly cleavage or
𝑁𝑎𝐹𝑒𝑆𝑖2 𝑂6 yellowis when
90° aegirine
(aegirine) h-green altered
more
acicular
Prismaticor
Black to lozenge-
𝐶𝑎2 (𝑀𝑔. 𝐹𝑒)5 𝑆𝑖8
brownis Vitreou shaped
𝑂22 (𝑂𝐻)2
h, black 2 good s when crystals
(e.g. tremolite)
Amphib or dark sets fresh, often
5-6
ole dark meeting dull showing
𝑁𝑎2 𝐹𝑒32− 𝐹𝑒23− 𝑆𝑖8
green, at 120° when cleavageor
𝑂22 (𝑂𝐻)2 dark altered riebeckite
(riebeckite)
blue more
acicular
1 Thin tabular
Black to
𝐾(𝑀𝑔. 𝐹𝑒)3 excellent crystals,
Biotite dark, Very
(𝐴𝑙𝑆𝐼3 𝑂10 ) cleavage; occasionally 2,5-3
(mica) brown shiny
(𝐹. 𝑂𝐻)2 cleaves 6 sided,
or green
into thin especially in
BATUAN SEDIMEN NON KARBONAT
flexible ignimbrites
sheets and acid
lavas
Long thin
prismatic
needle-
shaped
Black, crystals,
but sometimes
Tourmali 𝑁𝑎(𝑀𝑔. 𝐹𝑒)3 𝐴𝑙6 varieties Very Vitreou longintudina
7
ne 𝐵3 𝑆𝑖6 𝑂22 (𝑂𝐻. 𝐹)4may be poor s shiny lly striated
blue, red and often in
or green clusters;
occasiobally
striated
curved
surfaces
v
BATUAN SEDIMEN NON KARBONAT
LAMPIRAN 6
Hematite Fe2O3 Red to red-brown, None Dull Usually fine and 5.5-6
sometimes black powdery,
oceasionally scaly
and fibrous crystals
Other spinels are M2+M2-O4 where M2- is Fe, Mg, Mn, Zn, etc. and M3- is Al, Fe, Cr, etc. e.g. darak brown to black chromite, FeCr2O4 which occurs in
some peridotites)
Illemenite FeTiO3 Black, brownish None Metallic or dull Thin plates or 3.6
black or grey scales usually
elongate crystals,
sometimes rod-like
Monazite (Ce, La, Th)PO4 Pale yellow to Moderate Resinous Thick tabular 3-3.3
dark brown single crystals in granites
cleavage and gneisses
Secondary Minerals
Zeolite group e.g. (Na2Ca) White, pale Variable Usually vitreous Massive or 5-6
(Al2Si3O12).nH2O yellow or pale according to or silky granular crystals
(n varies green, rarely mineral type lining cavities,
oink, red or blue particularly
amygdales;
radiating fibrous
clusters or
needles
Clay group e.g. Al4Si4O12(OH)8 White to pale Good, but not Dull Fine powdery 1
(kaolinite) browns and visible in hand aggregates
greens specimens replacing mainly
BATUAN SEDIMEN NON KARBONAT
feldspar in
igneous rocks
Epidote CaF3-Al2Si3O12(OH) Pale yellows and 1 good cleavage Vitreous Variable, often 6-7
apple green, elongated
rarely brown or crystals, needles
red and radiating
groups, coarsely
crystalline
varieties in
hydrothermal
veins and vesicles
Chlorite (Mg, Al, Fe)6(Si, Mid-green to I good cleavage Dull to pearly Usually 2-3
Al)8O23(OH)4 dark greenish- gives thin sheets and aggregates of fine
yellow ‘miceaceous’ crystals,
sometimes thin
tabular flakes
replacing mafic
minerals in
igenous rocks
Pyrite FeS2 Brassy yellow, Poor Metallies Often good cubic 6-6.5
oceasionally iridescens crystals faces,
brown or black tarnish oceasionally
seriated. Granular
aggregates,
particularly along
veins in igneous
rocks
Referensi:
LAMPIRAN 8
II.1. PENDAHULUAN
Batuan sedimen adalah batuan yang paling banyak tersingkap di permukaan bumi, kurang
lrbih sekitar 75% dari luas permukaan bumi, sedangkan batuan beku dan mtamorf hanya
tersingkap sekitar 25% dari luas permukaan bumi. Oleh karena itu, batuan sedimen mempunyai
arti yang sangat penting, karena sebagian besar aktivitas manusia terdapat di permukaan bumi.
Fosil dapat juga dijumpai pada batuan sedimen dan mempunyai arti penting dalam menentukan
umur batuan dan lingkungan pengendapan.
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk karena proses diagnesa dari material batuan
lain yang sudah mengalami sedimentasi. Sedimentasi meliputi proses pelapukan, erosi,
transportasi, dan deposisi. Proses pelapukan yang terjadi dapat berupa pelapukan fisik maupun
kimia. Proses erosi dan transportasi terutama dilakukan oleh media air dan angin. Proses deposisi
dapat terjadi jika energi transport sudah tidak mampu mengangkut partikel tersebut.
Secara umum batuan sedimen dapat dibedakan menjadi dua golongan besar
berdasarkan cara pengendapannya yaitu batuan sedimen klastik dan non klastik. Klastik
berasal dari kata klastos yang berarti broken; sehingga klastik (disebut juga detritus)
berarti akumulasi partikel yang berasal dari pecahan batuan lain dan sisa rangka
organisme (flint & skinner 1977).
yang menyebabkan perubahan pada sedimen selama terpendam dan terlitifikasi disebut
sebagai diagenesa. Diagenesa terjadi pada temperatur dan tekanan yang lebih tinggi
daripada kondisi selama proses pelapukan, namun lebih rendah daripada proses
metamorfisme.
Proses diagenesis dapat dibeddakan menjadi 3 macam berdasarkan proses yang
mengontrolnya, yaitu proses fisik, kimia dan biologi (lihat tabel berikut). Proses
diagenesa sangat berperan dalam menentukan bentuk dan karakter akhir batuan sedimen
yang dihasilkannya. Proses diagenesis akan menyebabkan perubahan material sedimen.
Perubahan yang terjadi adalah perubahan fisik, mineralogi dan kimia.
Secara fisik perubahan yang terjadi adalah terutama adalah perubahan tekstur.
Proses kompaksi akan merubah penempatan butiran sedimen sehingga terjadi kontak
antar butirannya. Proses sementasi dapat menyebabkan ukuran butir kuarsa akan menjadi
lebih besar, sedangkan sementsi dalam sklala besar menyebabkan terbentuknya nodul dan
konkresi pada sedimen. Perubahan kimia antara lain terdapat pada proses sementasi,
augthigenesis, replacement, inversi dan solusi. Proses sementasi yang terjadi akan
mengisi pori-pori batuan sedimen dengan mineral autigenik. Perubahan kimia selama
diagenesa dapat terjadi dengan adanya penambahan atau pengurangan substansi kimia
karena perubahan kesetimbangan, perubahan ini banyak terjadi karena proses sementasi
dan disolusi.
II.2 WARNA
Secara umum warna pada batuan sedimen akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
Warna batuan juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pengendapan, jika kondisi
lingkungannya reduksi maka warna batuan menjadi lebih gelap dibandingkan pada
lingkungan oksidasi. Batuan sedimen yang banyak kandungan mineral organik (organic
matter) mempunyai warna yang lebih gelap
II.3 TEKSTUR
Tekstur batuan sedimen adalah segala kenampakan yang menyangkut butir sedimen seperti
ukuran butir, bentuk butir dan orientasi. Tekstur batuan sedimen mempunyai arti penting karena
mencerminkan proses yang telah dialami batuan tersebut terutama proses transportasi dan
pengendapannya, tekstur juga dapat digunakan untuk menginterpretasi lingkungan pengendapan
batuan sedimen. Secara umum tekstur batuan edimen dibedakan menjadi 2, yaitu tekstur klastik
dan non klastik
Unsur dari tekstur adalah fragmemn, masa dasra (matrik) dari semen.
Ukuran Butir
Ukuran butir yang digunakan adalah skala Wentworth (1922), yaitu :
Sortasi (pemilahan)
Sortasi baik : bila besar butir merata atau sama besar
Sortasi buruk : bila besar butir tidak merata, terdapat matrik dan fragmen
Kemas
II.4 STRUKTUR
Disebut dengan perlapisan jika tebalnya lebih dari 1 cm dan disebut laminasi
bila kurang dari 1 cm. Perlapisan dan laminasi batuan sedimen terbentuk
karena adanya perubahan kondisi fisik, kimia dan biologi. Misalnya terjadi
perubahan energi arus sehingga
Biostratification structures
Wind-formed structures
wave-formed structures
Fluid-escape structures
Bioturbation structures
Desiccation structures
precipitated structures
Slump structures
Scour marks
Tool marks
MORPHOLOGICAL
CLASSIFICATION
Bedforms X X
Ripples X
Sand waves X X
Dunes X
Antidunes
Cross-lamination
Cross-bedding X X
Ripple cross-lamination X X
Flaser and lenticular bedding X
Hummocky cross-bedding X
Irregular stratafication
Convolute bedding and lami-
nation X
Flame structures X
Ball and pillow structures X
Synsedimentary folds and
faults X
Dish and pillar* structures X
Channels X
Scour and fill structures X
Mottled bedding X
Stromatolites X
OTHER STRUCTURES
Sedimentary sills and dikes X
Struktur batuan sedimen juga dapat digunakan untuk menentukan bagian atas suatu
batuan sedimen. Penentuan bagian atas dari batuan sedimen sangat penting, artinya dalam
menentukan urutan bahan sedimen tersebut. Struktur sedimen yang dapat digunakan dapat dilihat
pada gambar 2.3.
11.5. KOMPOSISI
11.6. KLASIFIKASI
Klasifikasi batuan sedimen klastik yang umum digunakan adalah berdasarkan ukuran
butirnya (menurut ukuran butir dari Wentworth), namun akan lebih baik lagi bila ditambahkan
mengenai hal-hal lain yang dapat Memperjelas keterangan mengenai batuan sedimen yang
dimaksud seperti komposisian struktur. Misalnya batu pasir silang-siur, batu lempung, kerikilan,
batu pasir kwarsa.
Ada klasifikasi lain yang juga dapat digunakan yaitu end members classification,
klasifikasi ini dibuat berdasarkan komposisi atau ukuran butir dari penyusun batuansedimen yang
sudah ditentukan terlebih dahulu. Contoh klasifikasi ini yaitu :
a.
b.
Gambar 2.4 Klasifikasi berdasarkan ukuran batu a. Kerikil, pasir, lanau, dan lempung b. Pasir,
lanau, dan lempung
Batuan sedimen mempunyai arti ekonomis bagi kehidupan manusia, antara lain adalah :
1. Sumber energi
Sebagai batuan induk dan reservoir minyak dan gas bumi, batubara juga
termasuk batuan sedimen.
2. Mengandung mineral ekonomis
Banyak batuan sedimen atau sedimen yang mengandung mineral ekonomis
seperti kwarsa, barit, emas, timah, dan sebagainya.
3. Sebagai bahan bangunan
Antara lain batu gamping, batu pasir/pasir, kerikir, dan batu lempung.
Flint& Skinner, 1977, Physical Geology, Second Edition, John Wiley and Sons,
New York.
ITB, Bandung.
Mc Clay, K.R, 1987, The Mapping of Geological Structures, Open University Press
Milton Keynes and Halsted Press, John Wiley & Sons, New York.
Tucker, M.E, 1982, The Field Description of Sedimentary Rocks, Geological Society
Tucker, M.E, 1991, Sedimentary Petrology, Open University Press, Milton Keynes
No. Urut :1
Deskripsi Batuan:
Batuan sedimen berwarna coklat kekuningan, tekstur bahannya klastik, terdapat matriks dan
fragmen, ukuran butir dari matriks pasir kasar, sedangkan fragmen berukuran kerikil, sortasi
buruk, kemas terbuka bentuk butirnya membulat (well Rounded) sampai membulat sangat baik
(very well rounded), struktur berlapis, komposisi matriks adalah kwarsa dan mika, komposisi dari
fragmen adalah batuan beku yang mempunyai komposisi kwarsa, hornblende, dan plagioklas.
Deskripsi Komposisi Komposisi
matriks
Kwarsa, berwarna putih berukuran ½ mm (pasir sedang), tidak ada belahan, jumlah
75%
Mika, berwarna putih kecoklatan, berukuran ½ m, belahan satu arah, struktur
lembaran, jumlah 15%
Komposisi fragmen
(...........................)
Definition diagrams for many of the descriptive terms used in the description of ripples.
Most of the terms can also be applied in larger ripple-like bedforms. The referenceare a parallel
in the current. Y vertical and X horizontal and perpendicular in the current (Partly after allen,
1968)
III.1. PENDAHULUAN
Batuan karbonat merupakan salah satu jenis batuan sediman nonsilisiklastik. Menurut
Pettijohn (1975), batuan karbonat adalah batuan yang fraksi karbonat lebih besar dari fraksi
nonkarbonat. Apabila fraksi karbonatnya < 50%, maka tidak dapat disebut lagi sebagai batuan
karbonat. Fraksi karbonat tersusun oleh (unsur logam + CO3), seperti aragonite, kalsit, dolomit,
magnesit, ankerit, dan siderite, sedangkan fraksi non karbonat (impurities) antara lain kuarsa,
feldspar, mineral lempung, gipsum, anhidrit, rijang (chert), gloukonit, dan lain-lain.
Dua jenis batuan karbonat yang utama adalah batugamping (limestone) dan dolomite
(dolostone). Suatu batuan karbonat disebut batugamping apabila terutama tersusun oleh kalsit (≥
90%) (Boggs,1987). Jenis batuan karbonat yang lain adalah terumbu (reef), kapur (chalk), dan
cherry limestone.
Batuan karbonat menyusun ± 10%-20% dari seluruh batuan sedimen yang ada di
permukaan bumi ini. Meskipun batuan karbonat secara volumetrik lebih kecil jika dibandingkan
dengan batuan sedimen silisiklastik, tetapi tekstur, struktur, dan fosil yang terkandung di dalam
batuan karbonat dapat memberikan informasi yang cukup penting mengenai lingkungan laut
purba, kondisi paleoekologi, dan evolusi bentuk-bentuk kehidupan, terutama organisme-
organisme laut. Meskipun sebagian besar batuan karbonat terbentuk pada laut dangkal (supratidal
sampai subtidal), seperti terumbu, batuan karbonat juga dapat terbentuk di laut dalam sebagai
endapan pelagik atau turbidit, seperti chalk, dan cherry limestone. Selain pada lingkungan laut,
batuan karbonat juga dapat terbentuk di danau dan pada tanah (soil) yang disebut sebagai caliche
(uadose pisoid) (Tucker,1982).
Batuan karbonat dipelajari secara tersendiri, karena beberapa alasan sebagai berikut :
terbentuk pada cekungan dimana dia diendapkan (interbasinal), tergantung pada aktivitas
organisme, mudah berubah oleh proses diagenesis akhir, hamper ± 50% menyusun endapan-
endapan laut, mewakili seluruh jaman geologi mulai dari Pterozoic sampai Cenezoic, proses
pembentukannya tidak sama dengan proses pembentukan batuan sedimen silisiklastik, tekstur dan
komposisi mineral karbonat tidak menunjukkan provenance batuan asal, dan batuan karbonat
berasal dari subtidal carbonate factory (middle-outer shelf).
III.2. MINERALOGI
Mineral karbonat yang sering dijumpai pada batuan karbonat dapat dilihat pada tabel I.
Diantara mineral-mineral karbonat yang terlihat pada tabel I, mineral karbonat yang
paling banyak dijumpai pada batuan karbonat adalah aragonit, kalsit, dan dolomit.
Endapan-endapan karbonat pada masa kini terutama tersusun oleh aragonit, disampin itu juga
kalsit dan dolomit. Aragonit tersebut kebanyakan berasal dari proses biogenik (ganggang hijau
atau calcareous green algae) atau hasil presipitasi langsung dari air laut secara kimiawi. Aragonit
ini beersifat tidak stabil, artinya segera setelah terbentuk akan berubah menjadi kalsit. Oleh karena
adanya proses subtitusi Ca oleh Mg, maka kalsit pada endapan karbonat masa kini ada 2 macam,
yaitu:
1. Low-Mg Calcite, apabila kandungan MgCO3< 4%, dan terbentuk pada daerah
yang dingin.
2. High-Mg Calsite, apabila kandungan MgCO3 ≥ 4%, dan terbentuk pada daerah
yang hangat.
Tabel 3.1. Komposisi kimia dan struktur kristal mineral karbonat yang utama
(Boggs, 1987).
aragonit dan kalsit. Dolomit primer merupakan hasil presipitasi langsung dari air laut secara
kimia (± 12 %), dolomit sekunder merupakan hasil proses pergantian (replacement) yang lebih
dikenal sebagai proses dolomitisasi. Lain halnya dengan endapan
karbonat masa kini yang didominasi oleh aragonit, maka batuan karbonat purba (ancient
carbonate rock) terutama tersusunoleh kalsit dan dolomit. Kalsit adalah mineral utama pada
dolomite purba. Aragomit jarang dijumpai pada batuan karbonat purba. Aragonit adalah
polimorf metastabil dari CaCO3 dan mudah berubah menjadi kalsit dalam kondisi berair
(aqueous).
Batu gamping purba merupakan batuan monomineralik yang tersusun oleh kalsit.
Komponen utama penyusun batugamping dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu: 1. Butiran
karbonat (carbonate grain). 2. Mycrocrystalline calcite (micrite)/ lumpur kar-bonat
(lime/carbonate mud)/ matrik. 3. Sparry calcite (sparite)/semen karbonat.
Menurut Folk (1959), butiran karbonat disebut sebagai allochem, sedangkan micrite dan
sparite disebut sebagai orthochem.
Butiran karbonat mempunyai ukuran butir mulai dari lanau kasar (0,02 mm) samapai
pasir (2 mm), bahkan ada yang lebih besar dari pasir (Boggs, 1987). Butiran karbonat dapat
dibagi menjadi 2, yaitu :
Butiran non cangkang ini ada 5 macam, yaitu : ooid/oolith, pisoid/pisolith, pellet/peloid,
klastika karbonat (intraclast dan lithoclast), dan agregat (lump/grapestone).
Ooid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat atau ellipsoid yang mempunyai 1
atau lebih struktur lamina yang konsentris dan mengelilingi suatu
Inti (gambar 3.1). inti tersebut bisa berupa fragmen cangkang, pellet, atau kuarsa, sedangkan
struktur laminae tersusun oleh Kristal-kristal aragonit (ooid masa kini) atau kalsit yang halus
(ooid purba). Ukuran ooid 2mm, tetapi pada umumnya berukuran 0,2-0,5 mm. istilah ooid
digunakan untuk nama butiran karbonatnya, sedangkan istilah oolith digunakan untuk nama
batuannya.
Gambar 3.1
Ooid (Tucker, 1991)
Ooid yang struktur laminannya hanya terdiri dari 1 lapis saja disebut
superficial/pseudo-ooid, sedangkan jika antar ooid saling berikatan satu sama lain dan
kemudian dikelilingi oleh struktur laminae yang baru, maka disebut composite ooid.
Ooid terbentuk karena proses agitasi (pengayakan) pada lingkungan laut yang dangkal
(< 15 meter), arus dasar yang kuat, salinitas tinggi, dan jenuh kalsium bikarbonat. Makin
banyak struktur laminanya, maka proses agitasi oleh arus dan gelombang makin tinggi dan
efektif. Apabila salinitas sangat tinggi (hipersaline), maka ooid akan mempunyai struktur radar.
b. Pisoid/pisolith.
Pisoid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat atau ellipsoid yang mempunyai
struktur lamina yang konsentris, seperti ooid, tetapi ukurannya lebih besar dari 2mm, bahkan
dilapangan ada yang mencapai beberapa puluh mm. pisoid juga mempunyai inti dan tersusun
oleh kuarsa, fragmen cangkang, atau pellet. Pisoid ada 2 macam, yaitu : vadose pisoid (caliche)
dan algal pisoid.
c. Peloid / pellet.
Peloiddapatberasaldarisekresiorganisme, terutamaorganismepemakanlumpurkarbonat
(deposit feeder)sepertigastropodaatau crustacean, disebutsebagaifaecal pellet (pellet). Pellet
cenderungberukuran kecil danseragam, berbentukteratur (oval sampaibundar),
danmempunyaikandunganbahanorganik yang tinggi. Pellet banyakdijumpai di
lingkunganlagoonatau tidalflat (daerah yang berenergirendahdanrelatiftenang).
Peloidjugadapatberasaldarihasildisintegrasidariooidataufragmen-fragmencangkang yang
bundarolehaktivitasorganismepembor, terutamaendolithic (boring) algne. Proses inilah yang
disebut proses mikritisasi, yaitumenghasilkanpisoidsekunder yang terbentukamorfdantidakteratur
(gambar 3.2). Selainitupeloidjugadapatberasaldari proses abrasiintraclast(pecahandarimicrite),
sehinggabagianpinggirnyamenjaditumpuldancenderungberbentukbulat.
Apabilaklaslikakarbonattidakbisa di bedakanantaraintraclastdanlithoclast,
makadisebutlimeclast. Ukuranlimeclastberkisardaripasirhalussampai gravel,
tetapipadaumumnyaberukuranpasir. Intraclastterbentuk di lautdangkaldanpadazona di
bawahwave base. Batugamping yang tersusunolehlimeclast yang besar-
besardisebutsebagaikonglomeratintraformasional (lihatgambar
3.3).Fisiasikonglomeratintraklastik (pelat yang dipoles).
Perhatikamjumlahbatulumpurintraclastdidasartempattidurini.
e. Agregat (lump/grapestone).
Agregatmerupakankumpulandaribeberapamacambutirankarbonat yang
tersemenbersama-samaselamasedimentasi (Tucker, 1982). Semennyabisaberupa semen
mikrokristalinkalsitatau semen zatorganik.
Agregatterbentukpadalingkunganlautdangkaldimanaenergiarusdangelombangrelatifrendah.
Agregatpadalingkunganlautmasakiniterutamatersusunoleholeharagonit,sedangkanagreg
atpadapadabatugampingpurbaterutamatersusunolehkalsit.
Agregatpadabeberapalingkunganlautmasakini, seperti di Bahama Bank,
mempunyaibentuksepertibuahanggur, sehinggadisebutsebagaigrapestone.
Kenampakanagregatdapatdilihatpadagambar3.4.
III.3.3. Sparite
Sparite adalah kristal – kristal kalsit yang berbentuk equant, berukuran 0,02-0,1
mm, dan berkenampakan transparant dan jernih di bawah mikroskop polarisasi (Boggs,
1987). Sparite dibedakan dari micrite karena mempunyai ukuran kristal yang lebih besar
dan kejernihannya, sedangkan dibedakan dari allochem karena bentuk kristal dan tidak
adanya tekstur internal.
Sparite berfungsi sebagai semen pengisi rongga – rongga antar butiran atau
pengisi lubang – lubang hasil proses pelarutan. Kehadiran sparite sebagai semen pada
batu gamping purba mennjukkan, bahwa proses pengendapan terjadi lingkungan energi
tinggi (ngitated-water condition) dimana arus dan gelombang relatif cukup kuat.
Secara umum, klasifikasi batuan karbonat ada 2 macam yaitu: klasifikasi diskriptif
dan klasifikasi genetik (Ham, 1962). Klasifikasi diskriptif merupakan klaifikasi yang
didasarkan pada sidaft – sifat batuan yang dapat diamati dan dapat ditentukan secara
langsung, seperti fisik, kimia, biologi, mineralogi, atau tekstur. Klasifikasi genetic
merupakan klasifikasi yang menekankan pada asal – usul batuan daripada sifat-sifat
batuan secara deskriptif.
a. Calcirudite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir
(>2mm).
b. Calcarenite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya sama dengan pasir (1/16 –
2mm).
c. Calcilutite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih kecil dari pasir (<1/16
mm).
Parameter utama yang dipakai pada klasifikasi ini adalah tekstur deposisi (Ham,
1962). Folk menyatakan, bahwa proses pengendapan batuan karbonat dapat
disebandingkan (comparable) dengan proses pengendapan batupasir atau batulempung
(shale).
a. Allochem, yaitu material karbonat sebagai hasil presipitasi kimiawi atau biokimia
yang telah mengalami transportasi (intrabasinal), analog dengan butiran pasir atau
gravel pada batuan asal daratan. Allochem ada 4 macam, yaitu intraclast, oolite,
pellet, dan fosil.
Sedangkan dalam handspecimen, micrite bersifat opak dan dull, berwarna putih,
abu-abu, abu-abu kecoklatan atau hitam. Micrite analog dengan lempung pada
batulempung atau matrik lempung batupasir. .
c. Sparry calcite (sparite), yaitu komponen yang berbentuk butiran atau kristal ≥ 4
mikron(4-10 mikron) dan memperlihatkan kenampakan yang jernih dan
mozaik dalam asahan tipis, berfungsi sebagai pore filling cement. Sparite analog
dengan semen pada clea, sandstone.
Berdasarkan perbandingan relatif antara allochem, micrite, dan sparite serta jenis
allochem yang dominan, maka folk membagi batu gamping menjadi 4 famili, seperti
yang terlihat pada gambar 3.6. batugamping tipe1 dan 2 disebut sebagai allochemical
rock (allochem >10%), sedangkan batu gamping tipe 3 disebut sebagai arthochemical
rock (allochem ≤ 10%). Batas ukuran butir yang digunakan oleh Folk untuk membedakan
antara butiran (allochem) dan micrite adalah 4 mikron (lempung).
Prosedur pemberian nama batuan menurut Folk aalah sebagai berikut(lihat table
3.2) :
59
BATUAN KARBONAT
Fabrik (supporlation) grain-supported (butiran yang satu dengan yang lain saling
Boundstone
Dengan demikian klasifikasi Embry & KLovan sangat tepat untuk mempelajari
fasies terumbu dan tingkat energy pengendapan.
Pada gambar 3.9 terlihat, bahwa terumbu merupakan salah satu sumber produksi
karbonat di paparan maupun cekungan di luar paparan. Terumbu adalah suatu timbunan
karbonat yang dibentuk oleh pertumbuhan
Organisme konologi yang insilt, mempunyai potensi untuk berdiri tegar dan
membentuk struktur topografi yang tahan gelombang.
James (1979) membagi fasies terumbu masa kini secara fisiografi menjadi 3
macam (lihat gambar 3.10), yaitu sebagai berikut :
1. Fasies Inti Terumbu (reff core facies). Fasies ini tersusun oleh batu gamping
yang masif dan tidak ber lapis. Berdasarkan litologi dan biota penyusunan nya, fasies ini
dapat dibagi menjadi 4 sub-fasies, yaitu :
a. sub-faises puncak terumbu (reef-crest).
Litologi berupa famestone dan bindstone, sebagai hasil pertumbuhan biota jenis
kubah dan menggerak dan merupakan very hight-energy zone.
b. sub-fasies dataran terumbu (reef-flat). Litologi berupa rudstone, grainstone,
dan nodule dari ganggang karbonatan dan berupa daerah berenergi sedang dan tempat
akumulasi rombakan terumbu.
c. sub-fasies terumbu depan (reef-front). Litologi berupa bafflestone, bindstone,
dan framestone dan merupakan daerah bersinrgi lemah-sedang.
d. sub-fasies terumbu belakang (back-reef). Litologi berupa bafflestone dan
floatstone, dan merupakan daerah bersinergi lemah dan relative tenang.
2. Fasies Depan Terumbu (fore reef facies). Litologi berupa grainstone dan
rudstone dan merupakan lingkungan yang mempunyai kedalaman > 30 m dengan lereng
45-60. Semakin jauh dari inti terumbu (ke arah laut), litologi berupa packstone,
wackestone, dah mudstone.
3. Fasies Belakang Terumbu (back reef facies). Fasies ini sering fasies ini sering
disebut juga fasies lagoon dan meliputi zona laut dangkal (< 30 m) dan tidak berhubungan
dengan laut terbuka. Kondisi airnya tenang, sirkulasi airterbatas, dan banyak biota
pengalih yang hidup di dasar. Litologi berupa packstone, wackstone , dan midstone dan
banyak dijumpai struktur jejak biotrubrasi, baik horizontal maupun vertical.
Gambar 3.10. Penampang melintang terumbu yang memperlihatkan fasies dan sub-
fasies, jenis batugamping yang dihasilkan, serta jenis-jenis biota terumbu (James, 1979;
dalam Boggs, 1987)
Gambar 3.1.1. Diagram hubungan antara jebakan mineral bijih (warna hitam) dengan
tubuh intrusi quartz-monzonite dan batuangamping. (Sudrajat, 1982).
Diskripsi Batuan
batuan berwarna putih kecoklatan, struktur masif, tekstur fragmental, ukuran butir > 2
mm > 10% (65%), ukuran butir < 1 mm – 50 mm, fabrik grain-supported, komposisi:
butiran terdiri dari fosil ganggamg (65%), dan matriks terdiri dari material-material
karbonat berukuran pasir (35%).
Deskripsi Komposisi
Butiran:
Fosil ganggang: warna putih, ukuran 2-50 mm, penyebaran merata, bentuk
ellipsoid, jumlah 65%
Material-material karbonat berukuran pasir: warna putih kecoklatan, ukuran pasir,
penyebaran tidak merata, jumlah 35%
Mengetahui,
Asisten Acara
(……………...)
Diskripsi Batuan
Batuan berwarna coklat muda, struktur pertumbuhan (biogenik), tekstrur non fragmental,
komposisi terdiri dari fosil koral (100%).
Diskripsi Komposisi
Fosil koral: warna coklat muda, berbentuk tabung, jumlah 100% .
Petrogenesa
Berdasarkan struktur, tekstur, dan komposisi, batuan ini merupakan hasil dari
pertumbuhan organisme secara insitu pada zona berenergi tinggi, yaitu di daerah terumbu
depan atau outer-shelf.
Mengetahui,
Asisten acara
(……………….)
Diskripsi Batuan
Batuan berwarna coklat, struktur masif, tekstur fragmental, ukuran butir pasir kasar,
fabric grain-supported, komposisi terdiri dari material-material karbonat berukuran pasir
(100%).
Diskripsi Komposisi
Material-material karbonat berukuran pasir: warna coklat, ukuran pasir kasar,
penyebaran merata, jumlah 100%.
Petrogenesa
Berdasarkan ukuran butir (pasir) dan fabric (grain-supported), batuan ini diendapkan
pada zona berenergi tinggi, yaitu di daerah dataran terumbu, di dareah depan terumbu,
dan di daerah outer-shelf.
Mengetahui,
Asisten Acara
(……………….)
IV.1.PENDAHULUAN
Selain batuan beku dan batuan sedimen dikenal pula jenis batuan yang lain yaitu
batuan metamorf (batuan malihan). Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan
dari batuan yang telah ada sebelumnya yang ditunjukkan dengan adanya perubahan
komposisi mineral, tekstur, dan struktur batuan yang terjadi pada fase padat (solid state)
akibat adanya perubahan temperatur, tekanan dan kondisi kimia di kerak bumi ( Ehlers &
Blatt,1982).
Batuan beku dan batuan sedimen terbentuk sebagai akibat adanya interaksi proses
kimia, fisika dan/atau proses biologis pada kondisi permukaan maupun kondisi dalam
bumi. Karena bumi merupakan suatu sistem yang dinamik, setelah terbentuk batuan dapat
mengalami kondisi baru yang dapat mengkibatkan perubahan tekstur, struktur, dan
komposisi mineral. Jika perubahan ini terjadi pada kondisi temperatur dan tekanan
tertentu di atas kondisi terjadinya diagnesis dan di bawah kondisi terjadinya pelelehan
maka perubahan tersebut dikenal sebagai metamorfosa. Ciri utama metamorfosa ini
adalah perubahan tersebut terjadi saat batuan tetap pada kondisi padat sedangkan kondisi
kimianya terletakdi bawah zona pelapukan dan sementasi (Ehlers & Blatt, 1982).
Menurut Bucher dan Frey (1994) metamorfosa merupakan suatu proses yang
mengakibatkan perubahan komposisi mineral dan/atau struktur dan/atau komposisi kimia
batuan. Perubahan tersebut disebabkan oleh kondisi fisik dan/atau kimia yang berbeda
dengan yang umumnya terjadi pada zona pelapukan, sementasi, dan diagnesis.
(Huang, 1962). Perubahan temperature dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab
antara lain oleh adanya pemanasan akibat intrusi magmatic dan perubahan gradien
geothermal. Panas dalam skala kecil juga dapat terjadi akibat adanya gesekan/friksi
selama terjadinya deformasi suatu massa batuan. Pada batuan silikat batas bawah
terjadinya metamorfosa umumnya pada suhu 150° ± 50° C yang ditandai dengan
munculnya mineral-mineral FeMg-carpholite, glaucophane, lawsonite, paragonite,
prehnite atau stilpnomelane. Sedangkan batas atas terjadinya metamorfosa sebelum
terjadinya pelelehan adalah berkisaran 650° - 1100° C tergantung jenis batuan asalnya
(Bucher & Frey, 1994).
Gambar 4.1. Kisaran tekanan (P) dan temperatur (T) proses metamorfosa. Batas antara
diagenesis dan metamorfisme adalah gradasional kurang lebih pada 200° C
(Bucher & Frey, 1994 dengan perubahan).
Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antar butir
batuan mempunyai peranan yang penting dalam metamorfosa. Fluida aktif yang banyak
berperan dalam air, beserta karbon dioksida, asam hidroklorik, dan hidrofluorik.
Umumnya fluida dan gas tersebut bertindak sebagai katalis atau solven serta bersifat
membantu reaksi kimia dan penyetimbangan mekanis (Huang, 1962).
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di sekitar
punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan
umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut menyebabkan
mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut.
Metamorfosa lokal merupakan proses metamorfosa yang terjadi pada daerah yang
sempit berkisar antara beberapa meter sampai kilometre saja. Jenis metamorfosa ini dapat
dibedakan menjadi :
Tabel 4.1 Perbandingan antara metamorfosa orogenik, dasar samudera dan metamorfosa
kontak (Bucher & Frey, 1994)
Type of metamorphism Orogenic Ocean-floor Contact
Geologic setting In orogenic belts, In oceanic crust and Proximity to contacts
extending for several upper mantle, to shallow
1000 km2 extending for several leveligneous
1000 km2 intrusions; contact
aurcole of a few m up
to some km width
Static/dynamic regime Dynamic; generally +/- static, fracturing, Static, no foliation
associated with but no penetrative
polyphase deformation foliation
Temperature 150-1100°C 150-500°C (or higher) 150-750°C
Lithostatic pressure 2-30 kbar for crusial <3 kbar From a few hundred
rocks bars to 3 kbar
Temperature gradients 5-60°C/km (vertical) 50-500°C/km (vertical 100°C/km or higher
or horizontal) (horizontal)
Processes Lithosperic Heat supply by Heat supply by
thickening, ascending igneous intrusions
compression and asthenosphere at mid-
heating associated ocean ridges, combined
with subduction, with circulatation of
followed by thermal sea water through
relaxation fractured hot rocks
Typical metamorphic Slate, phyllite, schist, Metabasalt, greenstone, Hornfels, marble,
rocks gneiss, migmatite, metagabbro, calcsillicate, granofels,
marble, quartzite, serpentinite; original skarn
greenschist, structure often well
amphibolite, preverved
blueschist, eclogite,
granulite
Metamorfosa Hidrothermal terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas
pada jaringan antar butir atau retakan – retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan
komposisi mineral kimia. Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteroit. Kisaran
waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya mineral
coesite dan stishovite.
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya penurunan temperatur sehingga kumpulan mineral
metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada temperatur yang lebih
rendah.
IV.3. MINERALOGI
Mineral-mineral yang terdapat pada batuan metamorf dapat berupa mineral yang berasal
dari batuan asalnya maupun mineral baru yang terbentuk akibat proses metamorfosa sehingga
dapat digolongkan menjadi:
(1) Mineral yang umunya terdapat pada batuan beku dan batuan metamorf seperti kuarsa, feldspar,
muskovit, biotit, hornblende, piroksin, olivin, dan biji besi.
(2) Mineral yang pada umunya terdapat pada batuan sedimen batuan metamorf seperti kuarsa,
muskovit, mineral-mineral lempung, kalsit, dolomit.
(3) Mineral Indeks batuan metamorf seperti garnet andalusit, kianit, silimanit, staurolil, kordierit
epidot, klorit.
Sifat fisik beberapa mineral indeks batuan dapat dilihat pada table 4.2
Proses pertumbuhan mineral saat terjadinya metamorfosa pada fase padat dapat
dibedakan menjadi secretionary growth, concentionary growth dan replacement (Ramberg, 1952
dalam Jackson, 1970). Secretionary growth merupakan pertumbuhan Kristal hasil reaksi kimia
fluida yang terdapat pada batuan yang terbentuk akibat adanya tekanan pada batuan tersebut. ,
Concentionary growth adalah proses pendesakan kristal oleh kristal lainya untuk membuat ruang
pertumbuhan. Sedangkan replacement merupakan proses penggantian mineral lama oleh mineral
baru. Secara umum model pertumbuhan kristal ini dapat dilhat pada gambar 4.3.
59
BATUAN METAMORF
Gambar 4.3 Model pertumbuhan kristal pada fase padat yang membentuk agregat
kristaloblastik moomineral (Best, 1982)
Kemampuan mineral untuk membuat ruang bagi pertumbuhannya tidak sama dengan
yang lainnya. Hal ini ditunujukkan oleh percobaan Becke, 1904 (Jackson, 1970). Percobaan ini
menghasilkan Seri Kristaloblastikyang menunjukkan bahwa mineral pada seri yang tinggi akan
lebih mudah membuat ruang pertumbuhan dengan mendesak mineral pada seri yang lebih rendah.
Mineral dengan kekuatan Kristaloblastik tinggi
Tekanan merupakan faktor yang mempengaruhi stabilitas mineral pada batuan metamorf
(Huang, 1962). Dalam hal ini dikenal dua golongan mineral yaitu stress mineral dan antistress
mineral. Stress mineral merupakan mineral yang kisaran stabilitasnya akan semakin besar bila
terkena tekanan atau dengan kata lain merupakan mineral yang tahan terhadap tekanan. Mineral-
mineral tersebut umumnya merupakan penciri batuan yang terkena deformasi sangat kuat seperti
sekis. Contoh stress mineral antara lain kloritoid,
staurolit dan kyanit. Sedangkan antistress mineral adalah mineral yang ksaran
stbilitasnya akan menurun pada kondisi tekanan yang sama.Mineral ini tidak tahan
terhadap tekanan tinggi sehingga tidak pernah ditemukan pada batuan yang terdeformasi
kuat.Conyoh mineralnya antara lain andalusit, kordierit, augit, hypersten, olivine,
potassium feldspar dan anortit.
Gambar 4.4 Fasies metamorfik yang diplot sebagai fungsi temperature dan tekanan.
Fasies hornfles dapat dibagi lagi menjadi piroksen hornfles, hornblende hornfels dan
albit epidot hornfles (Ehlers & Blatt, 1982).
Konsep fasies metamorfik diperkenalkan oleh Eskola, 1915 (Bucher & Frey,
1994). Eskola mengemukakan bahwa kumpulan mineral pada batina metamorf
merupakan karakteristik genetik yang sangat penting sehingga terdapat hubungan antara
kumpulan mineral dan komposisi batuan pada tingkat metamorfosa tertentu. Dengan kata
lain sebuah fasies metamorfik merupakan kelompok batuan yang termetamorfosa pada
kondisi yang sama yang dicirikan oleh kumpulan mineral yang tetap. Tiap fasies
metamorfik dibatasi oleh tekanan dan temperatur tertentu serta dicirikan oleh hubungan
teratur antara komposisi kimia dan mineralogi dalam batuan.
Tabel 4.4 Mineral-mineral penciri fasies metamorfik utama (Ehlers & Blatt, 1982)
Struktur batuan metamorf adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran , bentuk
atau orientasi unit poligranular batuan tersebut (Jackson,1970). Pembahasan mengenai struktur
juga meliputi susunan bagian massa batuan termasuk hubungan geometrik antar bagian serta
bentuk dan kenampakan internal bagiab-bagian tersebut (Bucher & Frey,1994).
Secara Umum struktur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi struktur foliasi dan
nonfoliasi.
Struktur foliasi merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa batuan (Bucher
& Frey,1994). Foliasi ini dapat terjadi karena adanya penjajaran mineral-mineral menjadi lapisan-
lapisan (gneissosity), orientasi butiran (schistosity), permukaan belahan planar (cleavage) atau
kombinasi dari ketiga hal tersebut (Jackson, 1970).
1) Slaty cleavage
Struktur foliasi ini umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat
halus (mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah planar
yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya disebut slate (batusabak).
2) Phylitic
Struktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage tetapi terlihat
rekristalisasi yang lebih kasar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih dengan
mineral granular. Batuannya disebut phyllite (filit).
3) Schistosic
Struktur schistosic terbentuk oleh adanya susunan parallel mineral-mineral pipih,
prismatik atau lenticular (umumnya mika atau klorit) yang berukuran butir sedang
sampai kasar. Batuannya disebut schist (sekis).
4) Gneissic/Gneissose
Struktur gneissic terbentuk oleh adanya perselingan lapisan penjajaran mineral
yang mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara mineral-mineral granular
(misalnya feldspar dan kuarsa) dengan mineral-mineral tabular atau primatik
Phyllitic
Struktur ini terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya terdiri dari
butiran-butiran (granular). Struktur non foliasi yang umum dijumpai antara lain:
Tekstur merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran, bentuk dan
orientasi butir mineral individual penyusun batuan metamorf (Jackson, 1970). Penamaan tekstur
batuan metamorf umumnya menggunakan awalan blasto atau akhiran blastic yang ditambahkan
pada istilah dasarnya. Penamaan tekstur tersebut akan dibahas pada bagian berikut ini.
(1) Relict/Palimpset/Sisa
Tekstur ini merupakan tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan sisa
tekstur batuan asalnya atau tekstur batuan asalnya masih tampak pada batuan metamorf
tersebut. Awalan blasto digunakan untuk penamaan tekstur batuan metamorf ini.
Contohnya adalah blastoporfiritik yaitu batuan metamorf yang tekstur porifiritik batuan
beku asalnya masih bisa dikenali. Batuan yang mempunyai kondisi seperti ini sering
disebut batuan metabeku atau metasedimen.
(2) Kristaloblastik
Tekstur kristaloblastik merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk
oleh sebab proses metamorfosa itu sendiri. Batuan dengan tekstur ini sudah
mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak. Penamaannya
menggunakan akhiran blastik.
a. euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan kristal itu sendiri
b. subhedral, bila kristal dibatasi sebagian oleh bidang permukaannya sendiri dan
sebagian oleh bidang permukaan kristal di sekitarnya
c. anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal lain di
sekitarnya.
Pengertian bentuk kristal ini sama dengan yang dipergunakan pada batuan beku.
Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf dapat dibedakan
menjadi:
(1) Idioblastik, apabila mineralnya didominasi oleh kristal berbentuk euhedral.
(2) Xenoblastik/Hypidioblastik, apabila mineralnya didominasi oleh kristal berbentuk
anhedral.
IV.6.4 Tekstur berdasarkan bentuk mineral
Amphibolit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan
mineral utama penyusunnya adalah amfibol (umumnya hornblende) dan
plagioklas. Batuan ini dapat menunjukkan schistosity bila mineral prismatiknya
terorientasi.
Eclogit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan
mineral penyusun utamanya adalah piroksin ompasit (diopsid kaya sodium dan
aluminium) dan garnet kaya pyrope.
Granulit, yaitu batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang tersusun oleh
mineral utama kuarsa dan feldspar serta sedikit piroksin dan garnet. Kuarsa dan
feldspar yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur gneissic.
Tabel 4.5. Beberapa tipe batuan metamorf berbutir halus (Fry, 1984)
Skarn, yaitu marmer yang tidak murni karena mengandung mineral calesilikat
seperti garnet, epidot. Umumnya terjadi karena perubahan komposisi batuan di
sekitar kontak dengan batuan beku.
Kuarsit, yaitu batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa.
Soapstone, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral utama talk.
Rodingit, yaitu batuaun metamorf dengan komposisi cale-silikat yang terjadi
akibat alterasi metasomatic batuan beku basa di dekat batuan bekuultrabasa
yang mengalami serpentinisasi.
Tabel 4.6. Nama lapangan batuan yang terbentuk akibat patahan (Fry, 1984).
Best, M.G., 1982, Igneous and Metamorphic Petrology, W.H. Freeman and Company,
San Fransisco
Bucher, K., Frey, M., 1994, Petrogenesis of Metamorphic Rocks, 6th ed, Springerverlag,
Berlin
Ehlers, E.G., Blatt, H., 1980, Petrology, W.H. Freeman and Company, San Fransisco
Fry, N., 1984, The Field Description of Metamorphic Rocks, John sWiley & Sons, New
York
Jackson, K.C, 1970, Textbook of Lithology, McGraw-Hill Book Co, New York
Prinz, M.,Harlow, G., Peters, J., 1988, Rocks and Minerals, Simon & Schuster Inc, New
York
Hari/Tanggal : ............................................
Deskripsi Batuan
Batuan berwarna abu-abu kecoklatan, struktur foliasi sekistosik, tekstur kristaloblastik dengan
ukuran kristal fanerik, bentuk subhedral (hipidioblastik), lepidoblastik, komposisi : muskovit
(50%), kuarsa (25%), klorit (15%), dan garnet (10%).
Deskripsi Komposisi
Muskovit, warna abu-abu cerah, kilap kaca, belahan 1 arah, ukuran 1-3 mm,
bentuk subhedral, penyebaran merata.
Kuarsa, tidak berwarna – putih, kilap kaca, ukuran 0,5 – 1 mm, bentuk anhedral,
penyebaran merata.
Klorit, warna hijau, kilap lemak, ukuran 1 mm, bentuk subhedral, penyebaran
tidak merata.
Garnet, warna coklat gelap, kilap kaca, ukuran 1-2,5 mm, bentuk subhedral,
penyebaran tidak merata.
Petrogenesa
Berdasarkan strukturnya yang berfoliasi sekistosik, maka batuan ini terbentuk akan proses
metamorfosa regional dinamotermal derajat sedang – tinggi. Dilihat dari komposisinya yang
dominan berupa mika dan kuarsa, maka dapat diinterpretasikan bahwa batuan asal dari
batuan ini adalah batu lempung.
Mengetahui,
Asisten Acara
(.....................)
e Intermedia
F_grained Quarts,
d te between
quarts, micas, sericite, & Phyllite
slaty and
& chlorite many others
schistose