BATUAN BEKU
1
1.2Klasifikasi batuan beku
Batuan beku diklasifikasikan berdasarkan tempat terbentuknya, warna, kimia,
tekstur, mineraloginya dan komposisi kimianya .
1.2.1 Berdasarkan tempat terbentuknya batuan beku
1. Batuan beku Plutonik, yaitu batuan beku yang terbentuk jauh di perut bumi.
2. Batuan beku Hypabisal, yaitu batuan beku yang terbentu tidak jauh dari permukaan
bumi
3. Batuan beku vulkanik, yaitu batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi
2
b) Batuan Gang
Batuan Gang bertekstur porfiritik dengan massa dasar faneritik.
c) Batuan Gang
Batuan Gang bertekstur porfiritik dengan massa dasar afanitik.
d) Batuan Lelehan
Batuan Lelehan bertekstur afanitik, dimana individu mineralnya tidak dapat
dibedakan atau tidak dapat dilihat dengan mata biasa.
12.3 Berdasarkan warnanya, mineral pembentuk batuan beku ,ada dua yaitu
3
rongga terjadi akibat keluarnya/dilepaskannya gas-gas yang terkandung di dalam lava
setelah mengalami penurunan tekanan.
3. Struktur Aliran
Struktur Aliran terjadi akibat lava yang disemburkan tidak ada yang dalam
keadaan homogen, karena saat lava menuju ke permukaan selalu terjadi perubahan
komposisi, kadar gas, kekantalan, dan derajat kristalisasi. Struktur aliran dicerminkan
dengan adanya goresan berupa garis-garis yang sejajar, perbedaan warna dan
teksturnya.
4. Struktur Kekar
Struktur Kekar adalah bidang-bidang pemisah/retakan yang terdapat dalam
semua jenis batuan, biasanya disebabkan oleh proses pendinginan tetapi ada yang
disebabkan oleh gerakan-gerakan di dalam bumi yang berlaku sesudah batuan
mengalami pembekuan.
Retakan-retakan yang memotong sejajar dengan permukaan bumi menghasilkan
struktur perlapisan, sedang yang tegak lurus dengan permukaan bumi akan
menghasilkan struktur bongkah. Retakan dapat pula membentuk kolom-kolom yang
dikenal dengan struktur kekar meniang (columnar jointing).
2. Batuan beku menengah (intermediat), kandungan SiO2 65% - 52%. Contohnya Diorit,
Andesit
3. Batuan beku basa (basic), kandungan SiO2 52% - 45%, contohnya Gabbro, Basalt
4. Batuan beku ultra basa (ultra basic), kandungan SiO2 < 30%
4
1.3 Berikut Klasifikasi batuan beku berdasarkan Komposisi Kimia
1.3.1. Batuan Beku Ultra Basa
Batuan ultrabasa adalah batuan beku yang kandungan silikanya rendah (< 45
%), kandungan MgO > 18 %, tinggi akan kandungan FeO, rendah akan kandungan
kalium dan umumnya kandungan mineral mafiknya lebih dari 90 %. Batuan ultrabasa
umumnya terdapat sebagai opiolit.
Komposisi Kimia:
5
Kelompok Batuan Beku Ultra Basa:
1. Peridotit
6
2. Dunite
Karakteristik :
Warna : Kuning Kehitaman
Genesa batuan : Intrusif
Komposisi batuan : Olivin Dan Amhibole
Ukuran butir : Afanitik
7
4. Lherzolite
Karakteristik :
Warna : Coklat kehijauan
Genesa batuan : Intrusif
Komposisi batuan : Olivin,piroksin dan amhibole
Ukuran butir : Afanitik
5. Picrite basalt
Picrite basal adalah berbagai tinggi magnesium basal olivin yang sangat
kaya akan olivin mineral. Hal ini gelap dengan kuning-hijau fenokris olivin (20
sampai 50%) dan hitam untuk piroksen coklat tua, sebagian besar augit.
Karakteristik :
Warna : Abu Abu kehitaman
Genesa batuan : Intrusif
Komposisi batuan : Amhibole Dan Feldspar
Ukuran butir : Fanerik
8
1.3.2. Batuan Beku Basa
Batuan beku basa adalah batuan beku yang secara kimia mengandung
45%-52% SiO2 dalam komposisinya. Kandungan mineral penyusunnya di
dominasi oleh mineral-mineral gelap (mafic). Batuan beku basa dapat terbentuk
secara plutonik maupun vulkanik. Yang terbentuk secara plutonik umumnya
adalah batuan dari kerak samudra yang terbentuk dari jalur tektonik divergen,
sedangkan yang terbentuk secara vulkanik adalah dari gunung api atau intrusian
yang ketebalan kerak buminya tidak terlalu tebal. Kehadiran mineral-mineralnya
seperti Olivin, Piroksin, Hornblende, Biotit, Plagiolas dan sedikit Kuarsa. Warna
pada batuan beku basa ini umumnya gelap karena kandungan mineralnya yang
dominan gelap.
9
2. Basalt
Karakteristik :
Batuan Beku vulkanik
Ukuran Kristal : halus
Indeks warna : 40-70
Mineral Mafik utama : augit, hipersten, olivine
Mineral utama felsik : Ca plagioklas
10
Contoh Batuan Beku Intermediet
1. Nepheline syenite
2. Monzonite
11
Granularitas : fanerik
Relasi : Inequigranular
Fabrik : subhedral
Tekstur : masiv
Komposisi mineral : Piroksin,plagioklas,mikroklin,glass
3. Trachyte porphyry
Warna : abu-abu
Kristalinitas : hipokristalin
Granularitas : fanerik
Relasi : Inequigranular
Fabrik : subhedral
Tekstur : masiv
Komposisi mineral : biotit,plagioklas,orthoklas,olivine,glass
4. Al kali synite
12
Warna : abu-abu
Kristalinitas : hipokristalin
Granularitas : fanerik
Relasi : Inequigranular
Fabrik : subhedral
Tekstur : masiv
Komposisi mineral : mikroklin,hornblend,plagioklas,glass.
5. Hornblende synite
13
1.3.4. Batuan beku Asam
Batuan beku Asam adalah batuan beku yang bersifat asam, memiliki
kandungan SiO2 > 60%, memiliki indeks warna < 20%. Terbentuk langsung dari
pembekuan magma yang merupakan proses perubahan fase dari cair menjadi
padat di daerah vulkanik dengan temperature tinggi. Pada umumnya batuan beku
asam memiliki warna terang, karena terletak pada golongan felsik. Berasal dari
magma asam kaya kuarsa, sedangkan kandungan oksida magnesiumnya rendah.
Komposisi Mineral
Utama : Hornblende, Muskovite, K- feldspar, kuarsa
Tambahan : Apatite, Rulite, Zircon, Bijih, Sphare
batuan ini terbentuk karena proses pembekuan magma yang bersifat cepat
Warna : cokelat
Kristalinitas : hipokristalin
Granularitas : afanitik
Relasi : equigranular
Struktur : massive
Komposisi mineral : plagioklas,mikroklin,biotit,orthoklas,glass
Kegunaan : untuk bahan campuran semen
14
2. Granite
batuan ini terbentuk karena proses pembekuan magma yang bersifat cepat
Warna : cokelat
Kristalinitas : hipokristalin
Granularitas : Fanerik
Relasi : Inequigranular
Struktur : masiv
Komposisi mineral : plagioklas, hornblend, anorthoklas, orthoklas,glass.
Kegunaan : sebagai keramik
3. Aplite
batuan ini terbentuk karena proses pembekuan magma yang bersifat cepat
Warna : cokelat
Kristalinitas : hipokristalin
Granularitas : Fanerik
Relasi : Inequigranular
Struktur : masiv
Komposisi mineral : Hornblend, plagioklas, orthoklas, biotit,adularia,gelas.
4. Dacite
15
batuan ini terbentuk karena proses pembekuan magma yang bersifat cepat
Warna : abu-abu
Kristalinitas : hipokristalin
Granularitas : afanitik
Relasi : Inequigranular
Struktur : masiv
Komposisi mineral : Biotit,plagioklas,anorthoklas,adularia,mikroklin,gelas
5. Diorite
batuan ini terbentuk karena proses pembekuan magma yang bersifat cepat
Warna : abu-abu
Kristalinitas :Hipokristalin
Granularitas : Fanerik
Relasi : Inequigranular
Struktur : masiv
Komposisi minera : plagioklas,biotit,sanidine,gelas.
kegunaan : Sebagai batu ornamen dinding maupun lantai bangunan
gedung atau untuk batu belah untuk pondasi bangunan / jalan raya.
16
BAB 2
BATUAN PIROKLASTIK
Batuan piroklastik dapat terdiri dari berbagai macam ukuran clast; dari
agglomerates terbesar, dengan sangat halus dan tuffs abu. Pyroclasts dengan
ukuran yang berbeda diklasifikasikan sebagai bom vulkanik, lapilli dan abu
vulkanik. Abu dianggap piroklastik karena debu halus terbuat dari batu vulkanik.
Salah satu bentuk yang paling spektakuler adalah deposito piroklastik ignimbrites,
deposito dibentuk oleh suhu tinggi gas dan abu campuran dari aliran piroklastik
acara.
Tiga jenis transportasi dapat dibedakan: aliran piroklastik, aliran
piroklastik, dan piroklastik jatuh. Selama letusan Plinian, batu apung dan abu
yang terbentuk ketika magma silicic terpecah dalam saluran vulkanik, karena
dekompresi dan pertumbuhan gelembung. Pyroclasts kemudian entrained dalam
letusan apung membanggakan yang dapat naik beberapa kilometer ke udara dan
menyebabkan bahaya penerbangan. Partikel jatuh dari awan letusan bentuk
lapisan di tanah (ini jatuh atau tephra piroklastik). Piroklastik kerapatan arus, yang
disebut sebagai 'aliran' atau 'gelombang', tergantung pada konsentrasi partikel dan
tingkat turbulensi, kadang-kadang disebut bercahaya longsoran. Deposit batu
apung yang kaya aliran piroklastik dapat disebut ignimbrites.
17
Sebuah letusan piroklastik mensyaratkan meludah atau "fountaining" lava,
di mana lava akan dilemparkan ke udara bersama abu, bahan piroklastik, dan
vulkanik produk sampingan lainnya. Hawaii letusan seperti di Kilauea dapat
mengeluarkan gumpalan magma ditangguhkan menjadi gas; ini disebut 'api air
mancur'. Pembekuan magma, jika cukup panas mungkin menyatu atas arahan
untuk membentuk aliran lahar. Terdiri dari endapan piroklastik yang tidak
pyroclasts disemen bersama-sama. Batuan piroklastik (tuff) adalah deposito
piroklastik yang telah lithified. Batuan piroklastik adalah batuan yang terbentuk
dari letusan gunung api (berasal dari pendinginan dan pembekuan magma) namun
seringkali bersifat klastik. Menurut william (1982) batuan piroklastik adalah
batuan volkanik yang bertekstur klastik yang dihasilkan oleh serangkaian proses
yang berkaitan dengan letusan gunung api, dengan material asal yang berbeda,
dimana material penyusun tersebut terendapkan dan terkonsolidasi sebelum
mengalami transportasi (“rewarking”) oleh air atau es.
2.2 Mineral Penyusun Batuan Piroklastik
Berdasarkan terbentuknya, fragmen piroklast dapat dibagi menjadi:
Juvenile pyroclasts : hasil langsung akibat letusan, membeku dipermukaan
(fragmen gelas, kristal pirojenik)
Cognate pyroclasts : fragmen batuan hasil erupsi terdahulu (dari gunungapi yang
sama).
Accidental pyroclasts : fragmen batuan berasal dari basement (komposisi berbeda)
Fragmen:
1. Gelas/ Amorf
2. Litik
3. Kristalin
18
2.3 Tektur Batuan Piroklastik
2.3.1. Warna Batuan
Warna batuan berkaitan erat dengan komposisi mineral
penyusunnya.mineral penyusun batuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
komposisi magma asalnya sehingga dari warna dapat diketahui jenis magma
pembentuknya, kecuali untuk batuan yang mempunyai tekstur gelasan.
2.3.2 Tekstur Batuan
Pengertian tekstur batuan piroklastik mengacu pada kenampakan butir-
butir mineral yang ada di dalamnya, yang meliputi Glassy dan Fragmental.
Pengamatan tekstur meliputi :
2.3.3. Glassy
Glassy adalah tekstur pada batuan piroklastik yang nampak pada batuan
tersebut ialah glass.
2.3.4. Fragmental
Faragmental ialah tekstur pada batuan piroklastik yang nampak pada
batuan tersebut ialah fragmen-fragmen hasil letusan gunung api.
2.3.5 Struktur Batuan
Struktur adalah kenampakan hubungan antara bagian-bagian batuan yang
berbeda.pengertian struktur pada batuan beku biasanya mengacu pada pengamatan
dalam skala besar atau singkapan dilapangan.pada batuan beku struktur yang
sering ditemukan adalah:
a. Masif : bila batuan pejal, tanpa retakan ataupun lubang-lubang gas
b. Vesikular : dicirikandengan adanya lubang-lubang gas,sturktur ini dibagi lagi
menjadi 3 yaitu:
- Skoriaan : bila lubang-lubang gas tidak saling berhubungan.
- Pumisan : bila lubang-lubang gas saling berhubungan.
- Aliran : bila ada kenampakan aliran dari kristal-kristal maupun lubang gas.
c. Amigdaloidal : bila lubang-lubang gas terisi oleh mineral-mineral sekunder.
d. Berlapis : bila dalam batuan tersebut terdapat lapisan-lapisan endapan dari
fragmen- fragmen letusan gunung api.
19
2.3.6 Derajat Kristalisasi
Derajat kristalisasi mineral dalam batuan beku, terdiri atas 3 yaitu :
Holokristalin
Tekstur batuan beku yang kenampakan batuannya terdiri dari keseluruhan mineral
yang membentuk kristal, hal ini menunjukkan bahwa proses kristalisasi
berlangsung begitu lama sehingga memungkinkan terbentuknya mineral - mineral
dengan bentuk kristal yang relatif sempurna.
Hipokristalin
Tekstur batuan yang yang kenampakannya terdiri dari sebagaian mineral
membentuk kristal dan sebagiannya membentuk gelas, hal ini menunjukkan
proses kristalisasi berlangsung relatif lama namun masih memingkinkan
terbentuknya mineral dengan bentuk kristal yang kurang.
Holohyalin
Tekstur batuan yang kenampakannya terdiri dari mineral yang keseluruhannya
berbentuk gelas, hal ini menunjukkan bahwa proses kristalisasi magma
berlangsung relatif singkat sehingga tidak memungkinkan pembentukan mineral -
mineral dengan bentuk yang sempurna.
20
4. Debu / ash (d < 2 mm)
Debu adalah batuan piroklastik yanh berukuran 2 mm – 1/256 mm yang
dihasilkan oleh pelelmparan dari magma akibat erupsi ekplosif.
1. Glassy
Glassy adalah bentuk tekstur pada batuan piroklastik yang nampak pada batuan
tersebut ialah glass.
2. Fragmental
Faragmental ialah bentuk tekstur pada batuan piroklastik yang nampak pada
batuan tersebut ialah fragmen-fragmen hasil letusan gunung api.
21
Tufa, bila batuan disusun oleh fragmen piroklastik berupa ash dan lapilli dimana
ash lebih dominan.
Tufa lapilli, bila batuan disusun oleh fragmen piroklastik berupa lapili dan ash
dimana lapilli lebih dominan. Oleh Schimid (1981), tufa lapili disebut juga lapilli
22
2.6 Contoh Batuan Piroklastik
1.Pumice
Batuan Pumice yang memiliki kenampakan warna yaitu coklat kemerahan,
struktur batuannya massive, sifat batuannya ialah asam, derajat kristalisasinya
holohyalin dimana komposisi mineral penyusunnya mayoritas adalah glass,
tekstur pada batuan pumice ialah glassy dengan ukuran batuannya ialah Bomb (d
> 64 mm). Sedangkan bentuk dari pumice ialah glassy. Petrogenesa dari batuan
pumice ialah terbentuk dari batuan asam yang terbetuk dari letusan gunung api.
Pumice sering disebut batuapung.
Gambar 1. Pumice
Batuan ini terbentuk dari magma asam oleh aksi letusan gunungapi yang
mengeluarkan materialnya ke udara, kemudian mengalami transportasi secara
horizontal dan terakumulasi sebagai batuan piroklastik. Batu apung mempunyai
sifat vesicular yang tinggi, mengandung jumlah sel yang banyak (berstruktur
selular) akibat ekspansi buih gas alam yang terkandung di dalamnya, dan pada
umumnya terdapat sebagai bahan lepas atau fragmen-fragmen dalam breksi
gunungapi. Sedangkan mineral-mineral yang terdapat dalam Pumice adalah
feldspar, kuarsa, obsidian, kristobalit, dan tridimit. Jenis batuan lainnya yang
23
memiliki struktur fisika dan asal terbentuknya sama dengan Pumice adalah
pumicit, volkanik cinter, dan scoria.
Didasarkan pada cara pembentukan, distribusi ukuran partikel (fragmen),
dan material asalnya, Pumice diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu: sub-
areal, sub-aqueous, new ardante, dan hasil endapan ulang (redeposit).
Sifat kimia dan fisika batu apung antara lain, yaitu: mengandung oksida SiO2,
Al2O3, Fe2O3, Na2O, K2O, MgO, CaO, TiO2, SO3, dan Cl, hilang pijar (Loss of
Ignition) 6%, pH 5, bobot isi ruah 480 – 960 kg/cm3, peresapan air (water
absorption) 16,67%, berat jenis 0,8 gr/cm3, hantaran suara (sound transmission)
rendah, rasio kuat tekan terhadap beban tinggi, konduktifitas panas (thermal
conductivity) rendah, dan ketahanan terhadap api sampai dengan 6 jam.
Keterdapatan Pumice selalu berkaitan dengan rangkaian gunungapi
berumur Kuarter sampai Tersier. Penyebaran meliputi daerah Serang, Sukabumi,
Pulau Lombok, dan Pulau Ternate.
Pemanfaatna batuan Pumice adalah sebagai bahan baku pembuatan agregat ringan
dan beton agregat ringan, hal ini disebabkan karena sifat batuan Pumice ringan,
kedap suara, mudah dibentuk atau dipahat menjadi blok-blok yang berukuran
besar, sehingga dapat mengurangi pelesteran. Selain itu, Pumice juga tahan
terhadap api, kondensi, jamur dan panas, serta cocok untuk akustik. Dalam sektor
industri lain, Pumice digunakan sebagai bahan pengisi (filler), pemoles/penggosok
(polishing), pembersih (cleaner), stonewashing, abrasif, isolator temperatur tinggi
dan lain-lain.
Properties Pumice terdiri dari piroklastik kaca yang sangat microvesicular
dengan sangat tipis, tembus dinding-dinding gelembung extrusive batu beku. Hal
ini umumnya, tetapi tidak secara eksklusif dari felsic untuk silicic atau penengah
dalam komposisi (misalnya, rhyolitic, dasit, andesit, pantellerite, phonolite,
trachyte), tetapi komposisi basaltik dan lain diketahui. Pumice umumnya
berwarna cerah, mulai dari putih, krem, biru atau abu-abu, atau hijau-cokelat.
Batu apung adalah produk umum letusan bahan peledak (Plinian dan ignimbrite-
membentuk) dan umumnya membentuk zona-zona di bagian atas silicic lavas.
24
2. Scoria
Scoria adalah sebuah bebatuan vulkanik. Nama lama Scoria adalah cinder.
Scoria diproduksi oleh fragmentasi aliran lava. Kubah vulkanik scoria dapat
ditinggalkan setelah letusan, biasanya membentuk gunung dengan kawah di
puncaknya. Contohnya Gunung Wellington, Auckland di Selandia Baru yang
seperti gunung Three Kings di selatan kota yang sama.
Gambar 2. Scoria
25
Terbentuk dari batuan piroklastik lava yang dikeluarkan dari gunung berapi.
Scoria yang juga dikenal sebagai abu, merupakan komponen utama cinder cone.
Sebuah kerucut cinder adalah kecil tetapi tipe gunung berapi yang sangat umum.
Cinder cone juga telah disebut Scoria cones. Cinder cone jarang tumbuh sangat
besar, tetapi kadang-kadang bentuk yang sangat simetris bukit-bukit berbentuk
kerucut. Scoria tidak memiliki banyak kegunaan. Bahkan nama ini berasal dari
sebuah istilah untuk sampah. Namun dapat digunakan sebagai batu hias yang
menarik dengan warna kemerahan. Sebagian besar patung-patung Pulau Paskah
disebut Moai telah Scoria batu dalam desain mereka.
Petrogenesa batuan ini adalah ketika terjadi peningkatan tekanan magma,
gas terlarut dapat exsolve dan membentuk vesikula. Beberapa vesikula terjebak
ketika magma membeku. Biasanya vesikula kecil, bulat dan tidak menimpa satu
sama lain. Kerucut vulkanik Scoria dapat ditinggalkan setelah letusan, biasanya
membentuk gunung dengan kawah di puncak. Contoh adalah Gunung Wellington,
Auckland di Selandia Baru, yang seperti Three Kings di selatan kota yang sama
telah banyak digali. Quincan, bentuk unik Scoria, yang digali di Gunung Quincan
di Far North Queensland, Australia. Pertambangan di Puna Pau on Rapa Nui /
Pulau Paskah adalah sumber Scoria berwarna merah yang digunakan orang
rapanui mengukir patung-patung Moai khas mereka.
26
3. TUFF
Tuff (dari bahasa Italia “tufo”) adalah jenis batu yang terdiri dari
konsolidasi abu vulkanik yang dikeluarkan dari lubang ventilasi selama letusan
gunung berapi. Tuff kadang-kadang disebut tufa, terutama bila digunakan sebagai
bahan bangunan, meskipun tufa juga mengacu pada batu yang sangat berbeda.
Gambar 3. Tuff
Batu Tuff yang memiliki kenampakan warna yaitu putih terang, struktur
batuannya berlapis, derajat kristalisasinya holohyalin dimana komposisi mineral
penyusunnya mayoritas adalah glass, tekstur pada batuan tuff ialah fragmental
dengan ukuran batuannya ialah ash / abu (d < 2 mm). Sedangkan bentuk dari tuff
ialah fragmental. Petrogenesa dari batuan terbentuk dari hasil letusan gunung api
dan kemudian diendapkan.
Produk dari letusan gunung berapi adalah gas vulkanik, lava, uap, dan
tephra. Magma meledak ketika berinteraksi hebat dengan gas vulkanik dan uap.
Bahan padat diproduksi dan dilemparkan ke udara oleh letusan gunung berapi
seperti disebut tephra, terlepas dari komposisi atau ukuran fragmen. Jika
potongan-potongan yang dihasilkan letusan cukup kecil, materi ini disebut abu
vulkanik, yang didefinisikan sebagai partikel-partikel seperti kurang dari 2 mm
dengan diameter, berukuran pasir atau lebih kecil.
27
4. Lapili Stone
Lapili stone (Lapili) yang memiliki kenampakan warna yaitu hitam, struktur
batuannya massive, dan derajat kristalisasinya hipokristalin dimana komposisi
mineral penyusunnya mayoritas adalah glass dan kristal, tekstur pada lapili stone
ialah fragmental dengan ukuran batuannya ialah lapili (2-64 mm). Sedangkan
bentuk dari lapili stone ialah fragmental. Petrogenesa dari lapili stone ini ialah
terbentuk didalam permukaan, tetapi mineral ada yang belum membentuk kristal
yang utuh. Lapili stone memilki komposisi mineral dalam batuannya, mineralnya
ialah plagioklas dan hornblende (amphibol).
Sebuah partikel piroklastik lebih besar dari lapili dikenal sebagai bom
vulkanik ketika cair, atau blok vulkanik ketika padat, sementara partikel yang
lebih kecil daripada lapili disebut sebagai abu vulkanik. Lapili dapat masih belum
benar-benar membeku ketika mendarat, sehingga tidak memiliki bentuk khusus
(Unconsolidated)
Gambar 4. Lapili
28
5. Obsidian
Obsidian yang memiliki kenampakan warna yaitu hitam mengkilat, struktur
batuannya massive, derajat kristalisasinya holohyalin dimana komposisi mineral
penyusunnya mayoritas adalah glass, tekstur pada batuan tuff ialah glassy dengan
ukuran batuannya ialah Bomb (d= 2 – 64 mm). Petrogenesa dari batuan terbentuk
secara rapidly sehingga tidak sempat membuntuk kristal.Obsidian adalah batu
beku extrusive terbentuk ketika lava felsic meletus dari sebuah gunung berapi dan
mendinginkan terlalu cepat untuk memungkinkan kristal untuk membentuk,
mengakibatkan kaca. Obsidian berkisar dalam warna dari hijau menjadi jelas
paling sering hitam. Obsidian biasanya 70% atau lebih SiO2 dan komposisinya
mirip granit atau rhyolite. Obsidian mineral terdiri dari SiO2 relatif murni (sama
seperti kuarsa), tapi tentu saja adalah non-kristalin kaca.
Obsidian adalah kaca vulkanik yang terjadi secara alami terbentuk sebagai
sebuah batu beku ekstrusif. Hal ini dihasilkan ketika ekstrusi felsic lava dari
gunung berapi mendingin tanpa pembentukan kristal. Obsidian umumnya
ditemukan di dalam batas-batas aliran lava. Rhyolitic dikenal sebagai obsidian
mengalir, di mana komposisi kimia (kandungan silika tinggi) menginduksi
viskositas tinggi dan derajat polimerisasi lava. Atom yang inhibisi difusi melalui
ini sangat kental dan polimerisasi lava menjelaskan kurangnya pertumbuhan
kristal. Karena kurangnya struktur kristal, tepi bilah obsidian bisa mencapai
hampir molekul kurus, yang menyebabkan kuno digunakan sebagai proyektil
poin, dan modern yang digunakan sebagai pisau bedah pisau bedah.
29
Gambar 5. Obsidian
Obsidian adalah mineral, tetapi tidak mineral sejati karena sebagai kaca tidak
kristalin; di samping itu, komposisi terlalu rumit untuk membentuk satu mineral.
Kadang-kadang diklasifikasikan sebagai mineraloid. Meskipun obsidian berwarna
gelap mirip dengan batu mafic seperti basalt, obsidian komposisi sangat asam.
Obsidian terdiri dari SiO2 (silikon dioksida), biasanya 70% atau lebih. Batu
kristal dengan komposisi obsidian termasuk granit dan rhyolite. Obsidian
memiliki kadar air rendah ketika segar, biasanya kurang dari 1% air berdasarkan
berat, tetapi menjadi semakin kering saat terkena air bawah tanah, membentuk
perlite.
Obsidian biasanya gelap dalam penampilan, meskipun warna bervariasi
tergantung pada kehadiran pengotor. Besi dan magnesium biasanya memberikan
obsidian hijau tua menjadi cokelat ke warna hitam. Sangat sedikit sampel hampir
tidak berwarna. Dalam beberapa batu, dimasukkannya kecil, putih, kristal
berkumpul radial kristobalit di kaca hitam menghasilkan jerawat atau pola
kepingan salju (kepingan salju obsidian). Pola-pola tersebut mungkin juga
mengandung gelembung gas yang tersisa dari aliran lava, sejajar sepanjang
lapisan diciptakan sebagai batuan cair mengalir sebelum didinginkan. Gelembung
ini dapat menghasilkan efek yang menarik seperti emas kemilau (kilau obsidian)
atakilau pelangi (rainbow obsidian).
30
BAB 3
BATUAN SEDIMEN
31
1. Fragmen dan mineral-mineral dari batuan yang sudah ada. Misalnya kerikil di
sungai, pasir di pantai dan lumpur di laut atau di danau.
2. Material organik, seperti terumbu koral di laut, sisa-sisa cangkang organism air
dan vegetasi di rawa-rawa.
3. Hasil penguapan dan proses kimia seperti garam di danau payau dankalsim
karbonat di aut dangkal.
32
3.3.Proses sedimentasi ini berlangsung dalam 4 tahap yaitu:
3.3.1 Pelapukan (Weathering)
Pelapukan adalah proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material tanah pada
dan/atau dekat permukaan bumi yang disebabkan karena proses fisik, kimia
dan/atau biologi. Hasil dari pelapukan ini merupakan asal (source) dari batuan
sedimen dan tanah (soil). Kiranya penting untuk diketahui bahwa proses
pelapukan akan menghacurkan batuan atau bahkan melarutkan sebagian dari
mineral untuk kemudian menjadi tanah atau diangkut dan diendapkan sebagai
batuan sedimen klastik. Sebagian dari mineral mungkin larut secara menyeluruh
dan membentuk mineral baru. Inilah sebabnya dalam studi tanah atau batuan
klastika mempunyai komposisi yang dapat sangat berbeda dengan batuan asalnya.
Komposisi tanah tidak hanya tergantung pada batuan induk (asal) nya, tetapi juga
dipengaruhi oleh alam, intensitas, dan lama (duration) pelapukan dan proses jenis
pembentukan tanah itu sendiri (Boggs, 1995).
3.3.2. PELAPUKAN FISIK
Pelapukan fisik adalah proses dimana batuan pecah menjadi kepingan yang lebih
kecil, tetapi tanpa mengalami perubahan komposisi kimia dan mineral yang
berarti. Pelapukan fisik ini dapat menghasilkan fragment/kristal kecil sampai blok
kekar (joint block) yang berukuran besar.
Jenis pelapukan fisik:
• Stress release: batuan yang muncul ke permukaan bumi melepaskan stress
menghasilkan kekar atau retakan yang sejajar permukaan topografi
• Frost action and hydro-fracturing: pembekuan air dalam batuan. Proses ini
tergantung:
1.keberadaan pori dan retakan dalam batuan
2.keberadaan air/cairan dalam pori
3.temperatur yang turun naik dalam jangka waktu tertentu.
• Salt weathering: pertumbuhan kristal pada batuan.
• Insolation weathering: akibat pemanasan dan pendinginan permukaan karena
pengaruh matahari
33
3.3.3. PELAPUKAN KIMIA
Pelapukan kimia membuat komposisi kimia dan mineralogi suatu batuan dapat
berubah. Mineral dalam batuan yang dirusak oleh air kemudian bereaksi dengan
udara (O2 atau CO2), menyebabkan sebagaian dari mineral itu menjadi larutan.
Selain itu, bagian unsur mineral yang lain dapat bergabung dengan unsur setempat
membentuk kristal mineral baru.
Kecepatan pelapukan kimia tergantung dari iklim, komposisi mineral dan ukuran
butir dari batuan yang mengalami pelapukan. Pelapukan akan berjalan cepat pada
daerah yang lembab (humid) atau panas dari pada di daerah kering atau sangat
dingin.
1. Hidrolisis adalah reaksi antara mineral silikat dan asam (larutan mengandung
ion H+) dimana memungkinkan pelarut mineral silikat dan membebaskan kation
logam dan silika. Mineral lempung seperti kaolin, ilit dan smektit besar
kemungkinan hasil dari proses pelapukan kimia jenis ini (Boggs, 1995).
Pelapukan jenis ini memegang peran terpenting dalam pelapukan kimia.
2. Hidrasi adalah proses penambahan air pada suatu mineral sehingga membentuk
mineral baru. Lawan dari hidrasi adalah dehidrasi, dimana mineral kehilangan air
sehingga berbentuk anhydrous. Proses terakhir ini sangat jarang terjadi pada
pelapukan, karena pada proses pelapukan selalu ada air. Contoh yang umum dari
proses ini adalah penambahan air pada mineral hematit sehingga membentuk
gutit.
3. Oksidasi berlangsung pada besi atau mangan yang pada umumnya terbentuk
pada mineral silikat seperti biotit dan piroksen. Elemen lain yang mudah
teroksidasi pada proses pelapukan adalah sulfur, contohnya pada pirit (Fe2S).
4. Reduksi terjadi dimana kebutuhan oksigen (umumnya oleh jasad hidup) lebih
banyak dari pada oksigen yang tersedia. Kondisi seperti ini membuat besi
34
menambah elektron dari Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah larut sehingga
lebih mobil, sedangkan Fe3+ mungkin hilang pada sistem pelapukan dalam
pelarutan.
5. Pelarutan mineral yang mudah larut seperti kalsit, dolomit dan gipsum oleh air
hujan selama pelapukan akan cenderung terbentuk komposisi yang baru.
6. Pergantian ion adalah proses dalam pelapukan dimana ion dalam larutan seperti
pergantian Na oleh Ca. Umumnya terjadi pada mineral lempung.
1. Akibat grafitasi: akibat adanya grafitasi bumi maka pecahan batuan yang
ada bisa langsung jatuh ke permukaan tanah atau menggelinding melalui
tebing sampai akhirnya terkumpul di permukaan tanah.
2. Akibat air: air yang melewati pecahan-pecahan kecil batuan yang ada
dapat mengangkut pecahan tersebut dari satu tempat ke tempat yang lain.
Salah satu contoh yang dapat diamati dengan jelas adalah peranan sungai
dalam mengangkut pecahan-pecahan batuan yang kecil ini.
3. Akibat angin: selain air, angin pun dapat mengangkut pecahan-pecahan
batuan yang kecil ukurannya seperti halnya yang saat ini terjadi di daerah
gurun.
4. Akibat glasier: sungai es atau yang sering disebut glasier seperti yang ada
di Alaska sekarang juga mampu memindahkan pecahan-pecahan batuan
yang ada.
35
Faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya sedimen adalah iklim, topografi,
vegetasi dan juga susunan yang ada dari batuan. Sedangkan faktor yang
mengontrol pengangkutan sediment (transportasi) adalah air, angin, dan juga gaya
grafitasi. Sedimen dapat terangkut baik oleh air, angin, dan bahkan salju.
Mekanisme pengangkutan sedimen oleh air dan angin sangatlah berbeda. Pertama,
karena berat jenis angin relatif lebih kecil dari air maka angin sangat susah
mengangkut sedimen yang ukurannya sangat besar. Besar maksimum dari ukuran
sedimen yang mampu terangkut oleh angin umumnya sebesar ukuran pasir.
Kedua, karena sistem yang ada pada angin bukanlah sistem yang terbatasi
(confined) seperti layaknya channel atau sungai maka sedimen cenderung tersebar
di daerah yang sangat luas bahkan sampai menuju atmosfer. Sedimen-sedimen
yang ada terangkut sampai di suatu tempat yang disebut cekungan. Di tempat
tersebut sedimen sangat besar kemungkinan terendapkan karena daerah tersebut
relatif lebih rendah dari daerah sekitarnya dan karena bentuknya yang cekung
ditambah akibat gaya grafitasi dari sedimen tersebut maka susah sekali sedimen
tersebut akan bergerak melewati cekungan tersebut. Dengan semakin banyaknya
sedimen yang diendapkan, maka cekungan akan mengalami penurunan dan
membuat cekungan tersebut semakin dalam sehingga semakin banyak sedimen
yang terendapkan. Penurunan cekungan sendiri banyak disebabkan oleh
penambahan berat dari sedimen yang ada dan kadang dipengaruhi juga struktur
yang terjadi di sekitar cekungan seperti adanya patahan.
2. Bed load: ini terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti pasir,
kerikil, kerakal, bongkah) sehingga gaya yang ada pada aliran yang bergerak
dapat berfungsi memindahkan pertikel-partikel yang besar di dasar. Pergerakan
dari butiran pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan inertia
36
butiran pasir tersebut pada saat diam. Gerakan-gerakan sedimen tersebut bisa
menggelundung, menggeser, atau bahkan bisa mendorong sedimen yang satu
dengan lainnya.
3. Saltation yang dalam bahasa latin artinya meloncat, umumnya terjadi pada
sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang ada mampu menghisap dan
mengangkut sedimen pasir sampai akhirnya karena gaya grafitasi yang ada
mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut ke dasar.
4. Grafity flow : terjadi pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang
ada mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai akhirnya karena
gaya grafitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut ke dasar.
3. Deposisi / Pengendapan
4. Lithifikasi
37
Proses diagenesis dapat dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan proses yang
mengontrolnya, yaitu proses fisik, kimia, dan biologi.
Proses diagenesis sangat berperan dalam menentukan bentuk dan karakter akhir
batuan sedimen yang dihasilkannya. Proses diagenesis akan menyebabkan
perubahan material sedimen. Perubahan yang terjadi adalah perubahan fisik,
mineralogi dan kimia.
a. Kompaksi
Pada saat perlapisan di batuan sedimen terbentuk, tekanan yang ada di perlapisan
yang paling bawah akan bertambah akibat pertambahan beban di atasnya. Akibat
pertambahan tekanan ini, air yang ada dalam lapisan-lapisan batuan akan tertekan
sehingga keluar dari lapisan batuan yang ada. Proses ini sering disebut kompaksi.
b. Sementasi
Pada saat yang bersamaan pula, partikel-partikel yang ada dalam lapisan mulai
bersatu. Adanya semen seperti lempung, silika, atau kalsit diantara partikel-
partikel yang ada membuat partikel tersebut menyatu membentuk batuan yang
lebih keras. Proses ini sering disebut sementasi.
Setelah proses kompaksi dan sementasi terjadi pada pecahan batuan yang ada,
perlapisan sedimen yang ada sebelumnya berganti menjadi batuan sedimen yang
berlapis-lapis. Batuan sedimen seperti batu pasir, batu lempung, dan batu gamping
dapat dibedakan dari batuan lainnya melalui adanya perlapisan, butiran-butiran
sedimen yang menjadi satu akibat adanya semen, dan juga adanya fosil yang ikut
terendapkan saat pecahan batuan dan fosil mengalami proses erosi, kompaksi dan
akhirnya tersementasikan bersama-sama.
38
c. Kristalisasi
Ketika air menguap, kumpulan bahan sediment ini akan menjadi kristal yang solid
dan akan mengeras menjadi batu.
d. Reaksi Kimia
39
a. Breksi
B. Konglomerat
Gambar:Batu konglomerat
40
Konglomerat hampir sama dengan breksi, yaitu memiliki ukuran butir 2-
256 milimeter dan terdiri atas sejenis atau campuran rijang, kuarsa, granit, dan
lain-lain, hanya saja fragmen yang menyusun batuan ini umumnya bulat atau agak
membulat. Pada konglomerat, terjadi proses transport pada material-material
penyusunnya yang mengakibatkan fragmen-fragmennya memiliki bentuk yang
membulat.
Sandstone atau batu pasir terbentuk dari sementasi dari butiran-butiran pasir yang
terbawa oleh aliran sungai, angin, dan ombak dan akhirnya terakumulasi pada
suatu tempat. Ukuran butiran dari batu pasir ini 1/16 hingga 2 milimeter.
Komposisi batuannya bervariasi, tersusun terutama dari kuarsa, feldspar atau
pecahan dari batuan, misalnya basalt, riolit, sabak, serta sedikit klorit dan bijih
besi. Batu pasir umumnya digolongkan menjadi tiga kriteria, yaitu Quartz
Sandstone, Arkose, dan Graywacke
41
3.4 .2 Batuan Sedimen Non-Klastik
batuan sedimen yang terbentuk sebagai hasil penguapan suatu larutan, atau
pengendapan material di tempat itu juga (insitu). Proses pembentukan batuan
sedimen kelompok ini dapat secara kimiawi, biologi /organik, dan kombinasi di
antara keduanya (biokimia). Secara kimia, endapan terbentuk sebagai hasil reaksi
kimia, misalnya CaO + CO2 CaCO3. Secara organik adalah pembentukan
sedimen oleh aktivitas binatang atau tumbuh-tumbuhan, sebagai contoh
pembentukan rumah binatang laut (karang), terkumpulnya cangkang binatang
(fosil), atau terkuburnya kayu-kayuan sebagai akibat penurunan daratan menjadi
laut.
a. Limestone (Batu Gamping)
42
b. Coal (Batu Bara)
Gambar: Batubara
Coal atau batu bara adalah batuan sedimen yang terbentuk dari kompaksi
material yang berasal dari tumbuhan, baik berupa akar, batang, maupun daun.
Teksturnya amorf, berlapis, dan tebal. Komposisinya berupa humus dan karbon.
Warna biasanya coklat kehitaman dan pecahannya bersifat prismatik.
Batu bara terbentuk pada rawa-rawa pada daerah beriklim tropis yang
airnya mengandung sedikit oksigen. Bagian dari tumbuhan jatuh dan mengendap
di dasar rawa semakin lama semakin bertambah dan terakumulasi. Material
tersebut lama-kelamaan terkubur oleh material di atasnya sehingga tekanannya
bertambah dan air keluar, dan kemudian mengalami kompaksi menjadi batu-bara.
43
BAB 4
BATUAN METAMORF
44
metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai
kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam
sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini
dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme
shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk
menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah
menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi
terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium
dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan
terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit
atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah
kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150°C atau
dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C
disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan
batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan
sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran
dari 650°C – 800°C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari
metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit.
Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya
muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu (1)
metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2) metamorfisme
tingkat tinggi (high-grade metamorphism) (Gambar 3.9). Pada batuan metamorf
tingkat rendah jejak kenampakan batuan asal masih bisa diamati dan
penamaannya menggunakan awalan meta (-sedimen, -beku), sedangkan pada
batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal sudah tidak nampak, malihan
tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian bertekstur malihan dan
sebagian lagi bertekstur beku atau igneous).
45
Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat
rendah – medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).
46
Gambar . memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan beku (Gillen,
1982).
47
4.3.Struktur Batuan Metamorf
Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi menjadi
dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur foliasi
ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf,
sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral-
mineral penyusun batuan metamorf.
4.3.1.Struktur Foliasi
48
d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan
permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding
struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-
butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
49
matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk material yang menunjukkan
(karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mula-mula
dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini porphiroblast
atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan
metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa atau
elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini disebut augen (German untuk
“mata”), dan umumnya hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan
rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk
agregat adalah porphyroklast.
4.4.1.Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak
kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam
penamaannya menggunakan akhiran kata –blastik. Berbagai kenampakan tekstur
batuan metamorf .
50
4.4.2.Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal
masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata –blasto.
Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang ada
sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur menghasilkan
pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau perkembangan sisi muka yang
jelek; kristal ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara
umum batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral tertentu (Tabel 3.13),
namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf dikelompokkan menjadi
dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti stress. Mineral stress adalah
mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular,
prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika,
tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit,
epidot, staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah mineral yang
terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya berbentuk equidimensional, meliputi:
kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.
51
Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).
52
Tabel 3.13 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf (Gillen1982)
Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus menamakan
batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf tidak sistematik
seperti pada batuan beku dan sedimen. Nama-nama batuan metamorf terutama
didasarkan pada kenampakan tekstur dan struktur (Tabel 3.14). Nama yang umum
sering dimodifikasi oleh awalan yang menunjukkan kenampakan nyata atau aspek
penting dari tekstur (contoh gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada
(contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku yang mempunyai komposisi sama
(contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada dominasi
mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik yang
dipunyai batuan (contoh granulit).
53
Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala
memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin mencerminkan permukaan
belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa
lensa. Disini biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang
yang terorientasi kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini
dinamakan skis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya
berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas
mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada
metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri
dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang
berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan
yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa dan feldspar, kemungkinan
kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung feromagnesium (mika,
piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku,
tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam kumpulan
yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah
gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai
batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek
metamorfik tertentu.
Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino
ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet
54
kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi
mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan beku.
Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa,
felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik.
Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar
kuarsa dan/atau felspar.
Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh
pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi
protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang
tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap permukaan sutera,
rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.
Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral
kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena
perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak batuan beku
55
4.6.Contoh-Contoh Batuan Metamorf
1. Slate
Slatycleavage (sabak)
Slate merupakan batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfosisme batuan
sedimen Shale atau Mudstone (batulempung) pada temperatur dan suhu yang
rendah. Memiliki struktur foliasi (slaty cleavage) dan tersusun atas butir-butir
yang sangat halus (very fine grained).
Asal : Metamorfisme Shale dan Mudstone
Warna : Abu-abu, hitam, hijau, merah
Ukuran butir : Very fine grained
Struktur : Foliated (Slaty Cleavage)
Komposisi : Quartz, Muscovite, Illite
Derajat metamorfisme : rendah
Ciri khas : mudah membelah menjadi lembaran tipis.
kegunaan : batu sabak yang berbentuk pipih biasa digunakan untuk
papan tulis, biasanya juga untuk trotoar dan atap
56
2. Filit
Filitik ( filit)
Merupakan batuan metamorf yang umumnya tersusun atas kuarsa, sericite mica
dan klorit. Terbentuk dari kelanjutan proses metamorfosisme dari Slate.
Asal : Metamorfisme Shale
Warna : Merah, kehijauan
Ukuran butir : Halus
Struktur : Foliated (Slaty-Schistose)
Komposisi : Mika, kuarsa
Derajat metamorfisme : Rendah – Intermediate
Ciri khas : Membelah mengikuti permukaan gelombang
kegunaan : sebagai bahan isolator/isolasi elektrik yang baik dan
tahan terhadap api, bahan interior dan exterior untuk lantai dan dinding.
Digunakan dalam kontruksi suatu bangunan (atap, dll).
57
3. Gneiss
Gneissa (gneiss)
Merupakan batuan yang terbentuk dari hasil metamorfosisme batuan beku dalam
temperatur dan tekanan yang tinggi. Dalam Gneiss dapat diperoleh rekristalisasi
dan foliasi dari kuarsa, feldspar, mika dan amphibole.
Asal : Metamorfisme regional siltstone, shale, granit
Warna : Abu-abu
Ukuran butir : Medium – Coarse grained
Struktur : Foliated (Gneissic)
Komposisi : Kuarsa, feldspar, amphibole, mika
Derajat metamorfisme : Tinggi
Ciri khas : Kuarsa dan feldspar nampak berselang-seling dengan
lapisan tipis kaya amphibole dan mika
kegunaan :Digunakan Sebagai Agregat, atau sebagai batu untuk
bangunan (Building stone)
58
4. Sekis
Skistosa (sekis)
Schist (sekis) adalah batuan metamorf yang mengandung lapisan mika, grafit,
horndlende. Mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-berkas
bergelombang yang diperlihatkan dengan kristal yang mengkilap.
Asal : Metamorfisme siltstone, shale, basalt
Warna : Hitam, hijau, ungu
Ukuran butir : Fine – Medium Coarse
Struktur : Foliated (Schistose)
Komposisi : Mika, grafit, hornblende
Derajat metamorfisme : Intermediate – Tinggi
Ciri khas : Foliasi yang kadang bergelombang, terkadang terdapat
kristal garnet
Kegunaan :Digunakan dalam kontruksi suatu bangunan (atap, dll).
59
5. Marmer
Marble (marmer)
Terbentuk ketika batu gamping mendapat tekanan dan panas sehingga mengalami
perubahan dan rekristalisasi kalsit. Utamanya tersusun dari kalsium karbonat.
Marmer bersifat padat, kompak dan tanpa foliasi.
Asal : Metamorfisme batu gamping, dolostone
Warna : Bervariasi
Ukuran butir : Medium – Coarse Grained
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Kalsit atau Dolomit
Derajat metamorfisme : Rendah – Tinggi
Ciri khas : Tekstur berupa butiran seperti gula, terkadang
terdapat fosil, bereaksi dengan HCl.
kegunaan : untuk dinding, lantai dan mebel, Batu marmer dipakai
sebagai bahan ornamen dinding dan lantai juga digunakan untuk pembuatan
barang-barang kerajinan.
60
61
62