Anda di halaman 1dari 18

BAB I

TEORI DASAR

Petrografi adalah cabang ilmu Geologi yang berhubungan dengan analisa dan
deskripsi batuan penyusun kerak bumi secara mikroskopis. Petrografi hampir sama dengan
ilmu Petrologi, namun pada Petrografi dibutuhkan sebuah mikroskop polarisator.
Pengamatan pada ilmu Petrografi dilakukan pada mikroskop polarisator dengan mengamati
sayatan tipis batuan .Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma
atau hasil kristalisasi dari mineral-mineral dalam bentuk agregasi yang saling interlocking.
Magma merupakan material silikat yang sangat panas yang terdapat di dalam bumi dengan
temperatur berkisar antara 600oC sampai 1500oC. Temperatur magma sangat tergantung pada
komposisi kimia, kedalaman, dan tekanan dimana magma terbentuk. Berdasarkan genesa dan
proses pembekuannnya, batuan beku dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu:

1. Batuan Beku Intrusif (Plutonik), merupakan batuan beku dalam yang


pembentukannya berada didalam permukaan bumi. Dicirikan dengan:

1. Kristal besar-besar

2. Mineral saling mengunci ( Interlocking )

3. Tekstur Fanerik

4. Bentuk kristal sempurna (Euhedral) Contoh batuan beku dalam ini adalah :
Granit, Diorit dan Gabro.

2. Batuan beku Hipabisal adalah batuan beku hasil dari pembekuan magma yang
membeku di dekat permukaan bumi. Batuan beku hipabisal juga biasa disebut dengan batuan
gang, batuan korok, atau sub-vulcanic rock. karena memang tempat pembentukannya berada
di dekat permukaan bumi, yaitu di lorong/gang antara dapur magma dan permukaan bumi..
Batuan ini sebenarnya adalah peralihan antara batuan Plutonik dan batuan Vulkanik. Batuan
Hipabisal membeku lebih cepat daripada batuan Plutonik, namun lebih lambat daripada
batuan Vulkanik dan biasanya intrusi magma yang nantinya membentuk batuan Hipabisal
adalah Sill dan Dike.

3. Batuan Beku Luar (Vulkanik) Batuan beku luar atau Vulkanik adalah batuan beku
yang terbentuk diluar perut bumi atau dipermukaan bumi, biasanya karena ada tekanan dari
dalam yang menyebabkan magma terlempar, seperti pada letusan gunung api. Ciri khas dari
batuan Vulkanik adalah teksturnya yang menunjukan Holohyalin atau tekstur gelas. Contoh
batuan Vulkanik adalah batu Obsidian.

Berdasarkan komposisi kimia nya, batuan beku dapat terbagi dalam 4 jenis, yaitu:

a. Batuan beku Ultrabasa


b. Batuan beku Basa
c. Batuan beku Intermediet
d. Batuan beku Asam
1.1 Batuan Beku Ultrabasa

Batuan beku ultrabasa adalah batuan beku yang secara kimia mengandung kurang dari
45% SiO2 dari komposisinya. Kandungan mineralnya didominasi oleh mineral-mineral berat
dengan kandungan unsur-unsur seperti Fe (besi/iron) dan Mg (magnesium) yang disebut juga
mineral ultramafik. Batuan beku ultrabasa hanya dapat terbentuk secara Plutonik,
dikarenakan material magma asalnya yang merupakan magma induk yang berasal dari
Astenosfer. Kehadiran mineralnya seperti Olivin, Piroksen, Hornblende, Biotit dan sedikit
Plagioklas. Pada batuan beku ultrabasa hampir tidak ditemukan mineral Kuarsa. Batuan beku
ultrabasa ini juga hanya bertekstur Afanitik karena sifat tempat terbentuknya yang Plutonik.

1.2 Batuan Beku Basa

Batuan beku basa adalah batuan beku yang secara kimia mengandung 45%-52% SiO2
dalam komposisinya. Kandungan mineral penyusunnya di dominasi oleh mineral-mineral
gelap (Mafic). Batuan beku basa dapat terbentuk secara plutonik maupun vulkanik. Yang
terbentuk secara plutonik umumnya adalah batuan dari kerak samudra yang terbentuk dari
jalur tektonik divergen, sedangkan yang terbentuk secara vulkanik adalah dari gunung api
atau intrusian yang ketebalan kerak buminya tidak terlalu tebal. Kehadiran mineral-
mineralnya seperti Olivin, Piroksin, Hornblende, Biotit, Plagiolas dan sedikit Kuarsa. Warna
pada batuan beku basa ini umumnya gelap karena kandungan mineralnya yang dominan
gelap.

1.3 Batuan Beku Intermediet

Batuan beku Intermediet umumnya berwarna lebih gelap, batuan ini kebanyakan
sebagai Laccolith, Lapolith, Dike dan Sill. Bentuk-bentuk intrusi ini dikontrol oleh
kekentalan magmanya yang Intermediet. Komposisi jenis-jenis Feldsfar sudah mulai adanya
perseimbangan antara K.Feldsfar dan Plagioklas. Temperatur pembekuan sekitar 900oC.
Berdasarkan atas perbandingan jenis-jenis mineral Feldspar, maka batuan beku intermediet
dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu :

1. Batuan dengan komposisi K.Feldsfar dan Plagioklas dalam jumlah yang hampir sama,
contohnya Granodiorit, Monzonite
2. Batuan dengan komposisi Plagioklas yang lebih dominan dari K.Feldsfar, contohnya
Diorite, Andesit dan Dasit.

Batuan beku intermediet paling banyak memperlihatkan pelapukan Spheroidal, karena


banyak mengandung mineral Feldsfar. Mineral-mineral Feldsfar yang mengalami pelapukan
tersebut dapat menjadi mineral Kaolin. Baik gejala Spheroidal maupun Kaolinisasi dapat
ditemukan pada batuan beku Intermediet yang telah mengalami pensesaran.

1.4 Batuan Beku Asam

Batuan beku asam umumnya disusun oleh mineral yang bersifat asam seperti Kuarsa,
Ortoklas, Biotit, Muskovit dan Hornblende dimana kandungan Kuarsa (SiO2) lebih dari 66%.
Batuan beku asam dapat ditemukan di lapangan dalam bentuk Batolith, Laccolith, Lapolith,
dan intrusi besar lainnya.Batuan beku asam cenderung membentuk suatu tubuh intrusi yang
besar karena sifat kekentalan magmanya yang tinggi, sehingga tidak bisa melalui celah-celah
yang sempit dalam bentuk Dike atau Sill. Contoh batuan beku asam adalah Granit.

1.5 IUGS

IUGS (International Union of Geological Science) menyatakan klasifikasi batuan


bekuberdasarkan ukuran kristal. Batuan beku faneritik diklasifikasikan sebagai Plutonik
(dibagi menjadi bagian Asam-Basa serta bagian Ultrabasa), sedangkan yang Afanitik
diklasifikasikan sebagai Vulkanik. Pada masing-masing kategori utama tersebut, batuan
diberi nama berdasarkan persentase mineralnya. Dalam klasifikasi ini digunakan diagram
segitiga dengan mineral acuan diletakan di ujung masing-masing sudut segitiga, tidak seperti
klasifikasi lainnya yang menggunakan tabel biasa. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan
dalam plotting satu titik dalam diagram tersebut.
Klasifikasi IUGS pada batuan Plutonik (Faneritik) dengan komposisi mineralogi
menggunakan diagram QAPF. Q=Kuarsa; A=Ortoklas; P=Plagioklas dan
F=Feldspatoid.Batuan harus memiliki kurang dari 90% mineral Basa. (Le Mairte, 2002,
dalam Blatt, 2006). Nama grup secara umum (untuk penggunaan lapangan) jika persentasi
mineral tidak bisa ditentukan dengan presisi. Ketika Feldspatoid hadir dalam garis A-P,
namanya harus digunakan sebagai Qualifier, seperti “nephelin syenitoid” (Streckeisen, 1976,
dalam Blatt, 2006). Teknik klasifikasi ini melibatkan penentuan persentase volume masing
masing A, P dan Q atau unsur F. Klasifikasi ini akan efektif digunakan ketika informasi
mineral sangat baik, memiliki tingkat presisi yang tinggi ketika pengamatan mineral kurang
presisi, seperti ketika melakukan pekerjaan lapangan atau penelitian hanya dari contoh di
tangan tanpa penelitian dibawah mikrosop, biasanya menggunakan klasifikasi grup. Batuan
beku Ultrabasa selalu terlihat Faneritik dan memiliki kandungan Q + A + P + yang kurang
dari 10 %, mineral Basa menyusun lebih dari 90% batuan tersebut. Mineral Basa yang
umumnya terdapat dalam batuan beku Ultrabasa adalah Olivin, Augit, Ortopiroksen dan
Hornblende. Contoh batuan Ultrabasa yang umum ditemukan adalah Peridotit, Hazburgit,
Dunit, Kimberlit dan Lamproit.

Dalam beberapa kasus, batuan beku Vulkanik dinamakan berdasarkan diagram yang
sama dengan batuan beku Plutonik. Akan tetapi, kecenderungan ukuran Kristal yang halus
membuat klasifikasi yang digunakan pada batuan Plutonik susah digunakan, apalagi jika
komposisinya merupakan gelasan. Maka dari itu, klasifikasi batuan Vulkanik akan lebih
akurat jika menggunakan kriteria kandungan kimianya. Perbedaan antara Basalt dan Andesit
pada dasarnya didasarkan atas indeks warna dan kandungan silika. Batuan yang kandungan
Silikanya kurang dari 52% adalah Basalt, sementara yang memiliki kandungan Silika lebih
dari 52% adalah Andesit.
Gambar 1. Diagram IUGS Fanerik

Gambar 2. Diagram IUGS Afanitik

1.6 Tekstur Khusus Batuan Beku

Dalam pendeskripsian batuan beku, tekstur merupakan salah satu hal yang penting
dalam penentuan jenis batuan beku di samping komposisi batuan beku itu sendiri. Tekstur
pada batuan beku sendiri merupakan aspek yang dapat merepresentasikan Genesa dari suatu
batuan beku. Oleh karena itu, berikut akan dijelaskan tekstur khusus pada batuan beku
beserta Petrogenesa dari tekstur khusus tersebut.
1. Porfiritik. Porfiritik merupakan tekstur khusus pada batuan beku yang
terbentuk akibat adanya perbedaan ukuran kristal mineral yang menyusun
suatu batuan beku. Dalam tekstur khusus ini dikenal 2 terminologi yaitu
Fenokris (mineral dengan ukuran lebih besar) dan masa dasar (penyusun
batuan dengan ukuran lebih kecil). Tekstur ini terbentuk akibat adanya
Kristalisasi magma yang terjadi pada dua kondisi berbeda. Fenokris akan
cenderung terbentuk terlebih dahulu ketika magma masih mengalami
pendinginan relatif lambat, lalu saat magma bergerak naik, suhu sekitar
membuat magma mendingin lebih cepat sehingga akan terbentuk kristal
berukuran relatif lebih kecil daripada kristal yang terbentuk terlebih
dahulu.Terdapat 2 jenis tekstur porfiritik, yaitu Faneroporfiritik (masa dasar
dan Fenokris berukuran sedang atau >0,05 mm) dan Porfiroafanitik
(Fenokris berukuran >0,05 mm sedangkan masa dasar berukuran halus atau
berukuran <0,05 mm).

Gambar 3. Tekstur Faneroporfiritik

Gambar 4. Tekstur Porfiroafanitik


2. Mikroporfiritik. Tekstur ini memiliki kenampakan khas yang menyerupai
tekstur khusus Porfiritik, namun yang membedakan adalah kenampakan
tekstur Mikroporfiritik ini hanya dapat diamati melalui pengamatan
mikroskopis. Tekstur ini memiliki Genesa yang relatif sama dengan tekstur
Porfiritik, hanya saja batuan beku dengan tekstur inicenderung ditemukan
pada batuan beku Vulkanik ataupun Hipabisal yang dekat dengan permukaan.
Tempat pendinginan yang sedemikian rupa ini menyebabkan pendinginan
berlangsung cepat sehingga kristal-kristal mineral cenderung terbentuk dalam
ukuran kecil atau halus.

Gambar 5. Tekstur Mikroporfiritik

3. Cummulate Texture.Tekstur ini memiliki kenampakan yang dicirikan dengan


adanya agregat kristal mineral dengan densitas tinggi pada bagian dasar tubuh
intrusi batuan beku. Tekstur ini terbentuk akibat berat jenis mineral yang
terbentuk pada awal pendinginan magma yang cenderung lebih berat daripada
magma sehingga menyebabkan terjadinya gravity settling yang menyebabkan
mineral tersebut terkumpul di bagian bawah tubuh batuan beku.
Gambar 6. Tekstur Cummulate Texture
4. Intersertal. Tekstur ini tercirikan dengan adanya kenampakan gelas Vulkanik
yang mengisi ruang-ruang di antara tubuh kristal mineral plagioklas.Tekstur
ini sering ditemukan pada batuan beku Vulkanik intermediet atau basa seperti
Andesit hingga Basalt. Tekstur ini terbentuk melalui proses yang hampir mirip
dengan tekstur Porfiritik, dimana mineral Plagioklas terbentuk terlebih dahulu
lalu ketika magma muncul ke permukaan terjadi pendinginan yang cepat yang
menyebabkan lava cenderung membentuk gelas Vulkanik yang seolah-olah
mengelilingi tubuh mineral Plagioklasyang terbentuk terlebih dahulu.

Gambar 7. Tekstur Intersertal

5. Intergrowth. Tekstur ini secara umum menunjukkan kenampakan


pertumbuhan bersama antara 2 jenis mineral yang berbeda jenisnya. Secara
umum tekstur ini dapat dijelaskan menggunakan diagram fase dengan melihat
suhu kristalisasi suatu mineral hingga mencapai titik Euthetic. Tekstur ini
terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Graphic. Pada tekstur ini tampak bahwa mineral kuarsa tertanam
secara acak dalam mineral K-Feldspar. Kedua mineral ini tumbuh
secara bersama-sama dengan tingkat kristalisasi yang berbeda. Hal ini
terjadi karena adanya kehadiran fase Aqueous yang menyebabkan
terjadinya intergrowth antara mineral Kuarsa dengan mineral Ortoklas
(K-feldspar).

Gambar 8. Intergrowth jenis Graphic

b. Granophiric. Terdapat kuarsa berbentuk Anhedral dengan letak tidak


teratur. Hal ini disebabkan mineral Kuarsa yang mengkristal bersama
mineral Feldspar terbentuk pada daerah batas kristal lain.

Gambar 9. Intergrowth jenis Granophiric

c. Myrmekitic. Menunjukkan Intergrowth antara Kuarsa dan Plagioklas


dengan ciri khas berupa bentuk Kuarsa yang berbentuk seperti cacing
di antara Plagioklas. Hal ini terbentuk ketika Kristalisasi Plagioklas
belum sempurna di saat itulah Kuarsa masuk mengisi rongga yang
belum terkristalisasi sempurna.

Gambar 10. Intergrowth jenis Myrmekitic


6. Intergranular. Tekstur ini memiliki kenampakan berupa adanya kumpulan
mineral Mafik (biasanya Piroksen) dengan ukuran relatif lebih kecil di antara
mineral Plagioklas yang tersusun secara acak dan tidak teratur.Tekstur ini
terbentuk akibat dari jenis magma sumber yang menyebabkan dominasi
mineral yang terbentuk berupa mineral Mafik dan mineral Ca Plagioklas.
Proses pendinginan berlangsung secara bertahap dari mineral Ca Plagioklas
selanjutnya mineral Piroksen yang terbentuk pada proses pendinginan lebih
cepat.Karena mineral Piroksen terbentuk setelah Plagioklas, mineral ini
cenderung mengisi ruang-ruang antara plagioklas.

Gambar 11. Tekstur Khusus Intergranular


7. Ofitik dan Subofitik. Tekstur Ofitik dan Subofitik memiliki kenampakan khas
yang menampakkan hubungan khusus antara mineral Plagioklas dan mineral
Piroksen. Pada tekstur Ofitik, mineral Plagioklas ditemukan dikelilingi oleh
mineral Piroksen. Tekstur ini dapat dianalogikan seperti plagioklas Euhedral
sebagai fenokris pada masa dasar Piroksen dengan ukuran yang relatif lebih
besar namun bentuknya Subhedral. Sedangkan pada tekstur Subofitik,
kenampakan khas yang ditunjukkan berupa mineral Piroksen yang seolah-olah
dikelilingi oleh mineral Plagioklas karena ukuran Plagioklas yang cenderung
lebih besar atau merupakan kebalikan dari tekstur Ofitik.
Tekstur Ofitik sendiri terbentuk melalui pendinginan magma Basaltikyang
berlangsung relatif lambat. Ketika pendinginan terjadi Intergrowth antara
mineral Plagioklas dan Piroksen, namun Plagioklas telah terbentuk terlebih
dahulu sehingga Plagioklas cenderung memiliki bentuk Euhedral hingga
Subhedral. Selanjutnya dilanjutkan kristalisasi mineral Piroksen yang mengisi
ruang antar Plagioklas.Tekstur Subofitik terbentuk oleh pendinginan magma
Basaltikdengan pembentukan mineral Piroksen terlebih dahulu
selanjutnyadilanjutkan Intergrowth dengan mineral Plagioklas.

Gambar 12. Tekstur Ofitik

Gambar 13. Tekstur Subofitik

8. Trakhitik. Tekstur ini memiliki kenampakan yang cukup menarik berupa


adanya Mikrolit atau Cryptocrystalline Plagioklas yang menunjukkan
kesejajaran di antara mineral lain. Tekstur Trakhitik sering ditemukan pada
batuan beku Vulkanik. Tekstur ini terbentuk akibat adanya aliran magma atau
lava yang membuat orientasi penyusunan mineral menjadi sejajar. Hal ini
cenderung disebabkan karena bentuk kristal Plagioklas yang cenderung
memanjang akan lebih mudah mengikuti arah aliran lava atau magma sesuai
dengan arah memanjangnya kristal. Hal tersebut dapat dianalogikan dengan
aerodinamika.

Gambar 14. Tekstur Trakhitik


9. Pilotasitik. Tekstur ini memiliki kemiripan dengan tekstur Trakhitik dimana
terdapat penyejajaran Mikrolit-Mikrolit Plagioklas. Namun letak
perbedaannya adalah pada tekstur ini penyusunan Mikrolit Plagioklas nya
cenderung Subparalel. Kehadiran Mikrolit Plagioklas ini juga sering disertai
mikrokristalin lain. Tekstur ini terbentuk juga karena aliran magma atau lava
yang memperngaruhi penyusunan Mikrolit-Mikrolit Plagioklas pada batuan
beku, namun pengaruh aliran tidak terlalu dominan sehingga penyusunannya
cenderung Subparalel. Aliran seperti ini bisa terjadi karena aliran lambat atau
aliran lava kental.

Gambar 15. Tekstur Pilotasitik


10. Poikilitik. Tekstur ini menunjukkan kenampakan adanya Inklusi mineral-
mineral secara acak dan tidak teratur pada suatu tubuh kristal mineral yang
besar. Tekstur ini terbentuk akibat mineral-mineral yang menginklusi
terbentuk terbentuk terlebih dahulu. Selanjutnya terjadi pembentukan mineral
yang diinklusi melalui pendinginan magma secara lambat akibat perubahan
kondisi sekitar sehingga mineral yang terbentuk ini memiliki waktu lebih
untuk tumbuh dengan Nukleasi yang lambat. Keadaan ini akan menyebabkan
mineral yang besar tampak diinklusi oleh mineral-mineral yang lebih kecil.

Gambar 16. Tekstur Khusus Poikilitik

11. Perthite dan Antiperthite. Tekstur ini secara umum menunjukkan kenampakan
Intergrowth antara mineral Ortoklas dan Plagioklas. Perthite menampakkan
Intergrowth Ortoklas di dalam Plagioklas dengan orientasi mineral Ortoklas
cenderung sejajar bidang belahan mineral Plagioklas.Sedangkan Antiperthite
merupakan kebalikan dari Perthite.Pembentukan tekstur ini juga dapat
dijelaskan melalui diagram fase hingga menuju titik Euthetic.Pada Perthite
mineral Plagioklas terbentuk terlebih dahulu dan saat belum sempurna mineral
Ortoklas terkristalisasi pada bidang belahan yang belum sempurna terbentuk.
Gambar 16. Tekstur Perthite

1.7 Tekstur Umum Batuan Beku

Tekstur adalah kenampakan hubungan antara komponen dari pada batuan yang dapat
merefleksikan sejarah kejadiannya/Petrogenesa dari batuan beku. Tekstur tergantung pada
beberapa faktor, yaitu:

1. Kristalinitas (Derajat Kristalisasi)


2. Granularitas (Besar butir)
3. Fabrik (Bentuk butir)
4. Relasi (Hubungan antar butir).
1. Kristalinitas
Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu
terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk
menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal,
selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma. Apabila magma
dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya kasar. Sedangkan jika
pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus, akan tetapi jika
pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya berbentuk Amorf.
Kristalinitas dibagi atas:
a. Holokristalin, yaitu batuan beku yang seluruhnya tersusun atas kristal –
kristal.
b. Hipokristalin, yaitu batuan beku yang sebagian tersusun atas kristal dan
sebagian lagi Amorf/gelas.
c. Holohyalin, yaitu batuan beku yang seluruhnya tersusun atas Amorf/gelas.
2. Granularitas
Granularitas adalah besar butir pada batuan beku, terbagi atas:
a. Faneritik, yaitu ukuran kristalnya yang dapat dibedakan secara
megaskopis/dengan mata telanjang.
b. Porfiritik, yaitu adanya suatu material yang lebih besar dalam masa dasar.
c. Afanitik, yaitu yang ukuran kristalnya hanya bisa dibedakan dengan
bantuan mikroskop.
3. Fabrik

Fabrik adalah bentuk kristal/sifat kristal didalam batuan. Bentuk kristal ini
dapat dibedakan secara dua dimensi maupun tiga dimensi. Secara dua dimensi, dapat
pula dibedakan menjadi tiga bentuk Kristal, yaitu:

a. Euhedral, yaitu apabila batas antar mineral merupakan batas asli dari
bidang Kristal
b. Subhedral, yaitu apabila sebagian batas mineral sudah tidak terlihat
c. Anhedral, yaitu yang batas antar mineralnya sudah tidak terlihat.

Sedangkan secara tiga dimensi, Fabrik dari batuan beku dapat dibedakan
menjadi tiga bentuk Kristal, yaitu:

a. Skeletal, yaitu bentuk Kristal tiga dimensinya sama panjang


b. Dendritik, yaitu bentuk Kristal tiga dimensinya lebih panjang
c. Embayed, yaitu bentuk Kristalnya tak beraturan.
4. Relasi

Merupakan hubungan antara Kristal yang satu dengan yang lainnya dalam
batuan beku. Dapat dibedakan atas 2 yaitu Equigranular dan Inequigranular.
Equigranular apabila ukuran Kristal yang membentuk batuan berukuran sama besar.
Berdasarkan keidealan Kristalnya dibedakan atas:

a. Panidiomorfik, apabila sebagian besar Kristalnya terdiri atas Kristal


Euhedral
b. Hipidiomorfik, apabila sebagian besar Kristalnya terdiri atas Kristal
Subhedral
c. Allotriomorfik, apabila sebagian besar Kristalnya terdiri atas Kristal
Anhedral

Inequigranular, apabila ukuran Kristal yang membentuk batuan beku tidak


sama besar. Mineral yang besar disebut Fenokris, dan yang kecil disebut massa dasar.

1.8 Komposisi Kimia, Bowen Series

Mineral-mineral yang membentuk batuan beku ditentukan oleh komposisi kimia


magma yang membentuknya. Seperti halnya batuan beku yang telah diketahui mempunyai
variasi, maka magma pun mempunyai variasi yang besar pula. Dari hal tersebut dapat
dikatakan bahwa magma yang sama kemungkinan dapat menghasilkan kandungan mineral
yang bervariasi. Berdasarkan sifat dan komposisinya, magma dapat dibedakan menjadi empat
macam magma yaitu:
 Magma asam
 Magma setengah asam (intermediate)
 Magma basa
 Magma ultra basa
Tergantung dari jenis magma inilah antara lain akan dihasilkan macam batuan beku.
Magma asam akan menghasilkan batuan asam yang sesuai dengan komposisinya yang
berkomposisi Granitis dan Syenit. Magma setengah asam (Intermediate) akan menghasilkan
batuan setengah asam dengan komposisi Diorite-Andesit. Magma basa membentuk batuan
basa dengan komposisi Gabro-Basalt. Sedangkan magma Ultrabasa akan menghasilkan
batuan berkomposisi sangat basa seperti kelompok batuan Peridotit dan Serpentinit.
Mineral-mineral yang telah mengkristal dan masih terdapat dalam lingkungan magma cair,
akan bereaksi dengan sisa cairan magma dan menghasilkan mineral berikutnya seperti terlihat
pada susunan atau urutan proses kristalisasi magma dikenal dengan nama Bowen Reaction
Series. Dari skema Bowen Reaction Series terlihat ada 3 rangkaian pembentukan mineral
dari Kristalisasi magma.
Gambar 17. Diagram Bowen Reaction Series

Rangkaian 1
Rangkaian pertama terdiri dari mineral-mineral Olivine, Piroksin, Amphibole
dan biotit. Kelompok ini merupakan kelompok mineral Mafic (Magnesium-Ferum-
Calcium) atau mineral gelap (dark colour mineral). Rangkaian reaksi ini disebut
“rangkaian tak berkesinambungan (Discontinuous Series)” yaitu suatu reaksi yang
menghasilkan mineral individu, dimana mineral-mineral yang terbentuk lebih dahulu
akan memisahkan diri dari cairan dan membentuk batuan.
Sedangkan sebagian mineral yang turut bergerak dalam larutan magma akan dapat
terubah (altered) atau bereaksi kembali dengan cairan dan membentuk mineral
lain.Hal ini akan mempengaruhi komposisi larutan selanjutnya.e

Rangkaian 2
Rangkaian kedua terdiri dari mineral-mineral Feldspar terutama family
Plagioklas (Anorthit-Bitownit-Labradorit-Andesit-Oligoklas-Albit) dan family
Ortoklas. Bagian ini merupakan rangkaian yang berkesinambungan (Continous
Series) yaitu mineral yang terbentuk lebih dahulu akan dapat berubah komposisinya
secara berlanjut dengan bereaksi kepada sisa cairan magma yang ada.
Dengan demikian suatu mineral yang berkristal belum sempurna akan berlanjut
membentuk Kristal dari rangkaian kelompoknya, dengan presentasi komposisi yang
berbeda. Perubahan komposisi ini dapat berupa perubahan zona (zoning) atau
perubahan berkembang (twinning) ataupun perubahan Kristal tumbuh (crystal
growing).

Rangkaian 3
Rangkaian ketiga merupakan rangkaian mineral yang terbentuk kemudian yang tidak
tergantung dari mineral-mineral yang telah terbentuk sebelumnya. Mineral-mineral ini
hanya terbentuk dari sisa magma dan sangat ditentukan oleh sifat dan komposisi
magma tersebut serta kondisi perubahan temperatur.

Anda mungkin juga menyukai