Anda di halaman 1dari 83

BAB II

KARAKTERISTIK KONDISI BAWAH PERMUKAAN YANG


MEMPENGARUHI TEKANAN FORMASI

2.1. Lithologi Dan Struktur Geologi


2.1.1. Lithologi
Batuan didefinisikan sebagai massa yang terdiri dari satu atau lebih macam
mineral yang mempunyai komposisi kimia atau mineral tertentu, yang membentuk
satuan terkecil dari kulit bumi sehingga dengan jelas dapat dipisahkan satu dengan
yang lainnya. Batuan sebagai mineral yang membentuk kulit bumi, secara genesa
dapat dibagi menjadi tiga jenis batuan yaitu :
1. Batuan beku (Igneous Rock), Merupakan kumpulan interlocking agregat
mineral-mineral silikat hasil penghabluran magma yang mendingin.
2. Batuan sedimen (Sedimentary Rock), merupakan batuan hasil lithifikasi
bahan rombakan batuan hasil denudasi atau hasil reaksi kimia maupun
hasil kegiaatan organisme.
3. Batuan Metamorf (Methamorphic Rock), merupakan batuan yang
berasal dari suatu batuan induk yang mengalami perubahan tekstur dan
komposisi pada fasa padat sebagai akibat perubahan kondisi fisika
(tekanan, temperatur atau keduanya)

2.1.1.1. Batuan Beku


Berdasarkan cara pembentukannya batuan beku berasal dari pembekuan
magma dari permukaan bumi atau pembekuan magma di permukaan. Pada
umumnya sifat atau ciri batuan beku antara lain :
1. Umumnya kristalin
2. Butirannya interlocking secara rapat.
3. Masif
Mineral-mineral dari batuan beku yang sering dijumpai pada umumnya terbentuk
pada saat penurunan temperatur dari magma yang menerobos keatas, peristiwa ini
dikenal dengan istilah penghabluran.
2.1.1.1.1. Sifat Fisik Batuan Beku
Dalam pengamatan batuan beku ini hal-hal yang harus diperhatikan antara
lain :
- Warna
- Struktur
- Tekstur
- Bentuk
- Komposisi Mineral

A. Warna Batuan Beku


Warna batuan beku berkaitan erat dengan komposisi mineral penyusunnya.
Mineral penyusun batuan tersebut sangat dipengaruhi oleh komposisi magma
asalnya, sehingga dari warna dapat diketahui jenis magma pembentuknya, kecuali
untuk batuan yang mempunyai tekstur gelasan.
- Batuan beku yang berwarna cerah umunya adalah batuan beku asam yang
tersusun atas mineral-mineral felsik misalnya kuarsa, potas feldspar, muskovit.
- Batuan beku yang berwarna gelap sampai hitam umumnya adalah batuan beku
intermediet dimana jumlah mineral felsik dan mafiknya hampir sama banyak.
- Batuan beku yang berwarna hitam kehijauan umumnya adalah batuan beku basa
dengan mineral penyususn dominan adalah mineral-mineral mafik.
- Batuan beku yang berwarna hijau kelam dan biasanya monomineralik disebut
batuan beku ultrabasa dengan komposisi hampir seluruhnya mineral mafik.

B. Struktur Batuan Beku


Struktur batuan beku merupakan kenampakan tekstur dalam skala besar,
yang dapat dilihat jelas di lapangan, dimana pengertian tekstur sendiri adalah
hubungan antara unsur-unsur mineral dengan massa gelas yang membentuk massa
yang merata dari batuan. Macam-macam struktur batuan beku adalah :
- Masif
Yaitu struktur dari batuan beku apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran
atau jejak gas, atau tidak menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang
tertanam dalam tubuhnya.
- Pilow Lava atau Lava Bantal
Yaitu merupakan struktur khas batuan Vulkanik bawah laut, membentuk
struktur seperti bantal.
- Joint
Yaitu struktur yang ditandai dengan adanya kekar-kekar yang tersusun secara
teratur tegak lurus arah aliran.
- Vesikuler
Yaitu merupakan struktur yang ditandai adanya lubang-lubang dengan arah
teratur. Lubang ini terbentuk akibat keluarnya gas pada saat pembekuan
berlangsung.
- Skoria
Yaitu struktur vesikuler tetapi tidak menunjukkan arah yang teratur
- Amigdaloidal
Yaitu struktur dimana lubang-lubang keluarnya gas terisi oleh mineral-mineral
sekunder seperti zeolit, karbonat dan bermacam-macam silika.
- Xenolit
Yaitu struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yang masuk
atau tertanam ke dalam batuan beku. Struktur ini terbentuk sebagai akibat
peleburan tidak sempurna dari sutu batuan samping didalam magma yang
menerobos.

C. Tekstur Batuan Beku


Pengertian tekstur dalam batuan beku mengacu pada kenampakan butir-
butir mineral di dalamnya, yang meliputi tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk
butir, granularitas dan hubungan antar butir (fabric). Jika warna batuan berkaitan e
dengan komposisi kimia dan mineralogi maka tekstur berhubungan dengan sejarah
pembentukan dan keterdapatannya. Pengamatan tekstur meliputi :
a. Tingkat kristalisasi
Tingkat kristalisasi pada batuan beku tergantung pada proses pembekuan itu
sendiri. Bila pembekuan magma berlangsung lambat maka akan terdapat cukup
energi pertumbuhan kristal pada saat melewati perubahan fase cair ke padat
sehingga akan terbentuk kristal-kristal yang berukuran besar.. bila penurunan
suhu relatif cepat maka kristal yang dihasilkan kecil-kecil dan tidak sempurna.
Apabila pembekuan magma terlalu cepat maka kristal tidak akan terbentuk
karena tidak ada energi yang cukup untuk pengintian dan pertumbuhan kristal
sehingga akan dihasilkan gelas. Dapat dibagi menjadi :
- Holokristalin, bila seluruh batuan tersusun atas kristal-kristal mineral.
- Hypokristalin/hipohyalin/merokristalin, bila batuan beku terdiri dari sebagian
kristal dan sebagian gelas.
- Holohyalin, bila seluruh batuan tersusun atas gelas.
b. Ukuran kristal
Ukuran kristal merupakan sifat tekstural yang mudah dikenali. Ukuran
kristal ini dapat menunjukkan tingkat kristalisasi pada batuan dan dapat dilihat pada
Tabel II-1.

Tabel II-107
Kisaran harga ukuran kristal dari beberapa sumber
Cox, Price, Harte W.T.G Heinric
Halus < 1 mm < 1 mm < 1 mm
Sedang 1 – 5 mm 1 – 5 mm 1 – 10 mm
Kasar > 5 mm 5 – 30 mm 10 – 30 mm
Sangat kasar > 30 mm > 30 mm

c. Granularitas
Dalam batuan beku, granularitas menyangkut derajat kesamaan ukuran butir
dari kristal penyusun batuan. Granularitas dapat dibagi menjadi :
- Equigranular
Mempunyai ukuran kreistal yang seragam. Dibagi menjadi
1. Fanerik granular, kristal dapat dibedakan dengan mata telanjang dan
berukuran seragam. Contoh : granit, gabro.
2. Afanitik, kristal sangat halus dan tidak bisa dibedakan dengan mata
telanjang. Contoh : basalt.
- Inequigranular
Suatu batuan beku disebut memiliki tekstur inequigranular apabila ukuran
kristal pembentuknya tidak seragam. Dapat dibagi menjadi :
1. Faneroporfiritik, bila kristal mineral yang besar (fenokris) dikelilingi
kristal mineral yang lebih kecil (masa dasar) dan dapat dikenali dengan
mata telanjang. Contoh : Diorit, porfir.
2. Porfiroafanitik, bila fenokris dikelilingi oleh massa dasar yang afanitik.
Contoh : andesit, porfir.
3. Gelasan (glassy) Batuan beku dikatakan memiliki tekstur gelasan apabila
semuanya tersusun atas gelas.

D. Bentuk Kristal
Untuk kristal-kristal yang mempunyai ukuran besar dapat dilihat
kesempurnaan bentuk kristalnya. Hal ini dapat memberikan gambaran mengenai
proses kristalisasi mineral-mineral pembentuk batuan. Bentuk kristal dapat dilihat
pada Gambar 2.1. dan dibedakan menjadi :
- Euhedral, apabila bentuk kristal sempurna dan dibatasi oleh bidang-bidang
kristal yang jelas.
- Subhedral, apabila bentuk kristal tidak sempurna dan hanya sebagian saja
yang dibatasi bidang-bidang kristal.
- Anhedral, apabila bidang batas kristal tidak jelas.
Gambar 2.1 Bentuk-bentuk kristal : (a) euhedral, (b)
subhedral, (c) anhedral 07

E. Komposisi Mineral Batuan Beku


Pada batuan beku, mineral yang sering dijumpai dapat dibedakan menjadi
dua kelompok yaitu :
1. Mineral-mineral felsik ; tersusun atas silika dan alumina, umumnya berwarna
cerah. Mineral itu antara lain kuarsa, plagioklas, ortoklas, muskovit.
2. Mineral-mineral mafik ; tersusun atas unsur-unsur besi, magnesium, kalsium.
Umumnya mineral-mineral ini berwarna gelap, misalnya olivin, piroksen,
hornblende, biotit. Mineral-mineral ini berada pada jalur kiri dari seri Bowen
Bowen membuat urut-urutan penghabluran mineral-mineral silikat
berdasarkan pada kenaikan temperatur yang mempengaruhi kondisi dari silika,
urut-urutan itu dapat dilihat pada Tabel II-2.

Tabel II-2
Bowen Reaction Series 08
Discontinue Continue 1200o
Olivin Ca. Feldspar
Piroxen Bytowmit
Amphibole Andesin
Biotit Oligoklas
Na. Feldspar

K. Feldspar
Muscovit
Kwarsa 570o
.
Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa jenuh tidaknya suatu magma
sangat ditentukan oleh kandungan silika didalam magma tersebut. Berdasarkan
asosiasi mineral pembentuk batuan beku yang didasarkan pada seri reaksi bowen,
pengelompokan mineral dan jenis batuannya dapat diketahui seperti tampak pada
Tabel II-3.
Tabel II-3
Hubungan Asosiasi Mineral Pembentuk Batuan Beku Dengan Kelompok Batuan
Beku Yang Dibentuk 07

Mineral Asosiasi Mineral Batuan Yang Terbentuk


pembentuk
batuan
Olivin Olivin 100 % Dunit (Ultra Basa)
Olivin + Piroksen Peridotit (Ultra Basa)
Piroksen Piroksen 100% Piroksenit (Ultra Basa)
Piroksen+Plagioklas+Olivin Gabro (Ultra Basa)
Plagioklas Plagioklas 100% Anortosit (Ultra Basa)
Plagioklas+Piroksen+Amphibol+ Andesit-diorit
Feldspar (Intermediet)

Biotit Biotit+K-Feldspar+Plagioklas Granodiorit-Granit


asam+Kwarsa (asam)

2.1.1.1.2. Pembagian Batuan Beku


a. Pembagian Secara Genetik (cara terjadinya)
Dengan dasar ini Rosenbusch (1877 – 1967), membagi tiga macam batuan
beku yaitu :
1. Ekstrusif
Yaitu untuk batuan beku yang terbentuk di permukaan
2. Intrusif
Yaitu untuk batuan beku yang terbentuk di bawah permukaan bumi
Di samping itu batuan beku juga dapat dibagi menjadi 3 kelompok :
1. Vulkanik, yang merupakan hasil vulkanisme
Batuan ini biasanya mempunyai ukuran kristal yang relatif halus, karena
membeku di permukaan atau di dekat permukaan.
2. Plutonik, yang terbentuk jauh di dalam bumi
Mempunyai kristal-kristal yang berukuran kasar, karena membeku jauh dari
permukaan bumi.
3. Hipabisal, yang merupakan produk intrusi minor
Biasanya mempunyai kristal-kristal yang berukuran sedang atau
pencampuran antara kasar dan halus, karena membeku di permukaan bumi.
b. Pembagian Berdasarkan Komposisi Kimia
Dasar pembagian ini biasanya adalah kandungan oksida tertentu dalam
batuan, seperti SiO2, Al2O3, salah satu pembagiannya antara lain :
1. Batuan beku asam
Yaitu bila batuan beku tersebut mengandung lebih 66% silika, contoh :
Granit, Riolit.
2. Batuan beku menengah (intermediet)
Yaitu bila batuan beku tersebut mengandung 52 – 66 % silika, contoh :
Diorit, Andesit.
3. Batuan beku basa
Yaitu bila kandungan silikanya berkisar antara 45 – 52 % silika contoh :
Gabro.
4. Batuan Beku Ultra Basa
Yaitu jika mengandung kurang dari 45 % silika, contoh : Peridotit, Dunit.
Contoh lainnya adalah pembagian berdasarkan kandungan mineral mafik :
S.J Shand membagi empat menjadi macam batuan, yaitu :
1. Leocrocatic Rock
Mengandung kurang 30 % mineral mafik.
2. Mesocratic Rock
Mengandung 30 – 60 % mineral mafik.
3. Melanocratic Rock
Mengandung 60 – 90 % unsur mineral mafik.
4. Hipermelanick Rock
Mengandung lebih 90 % mineral mafik.

c. Pembagian Berdasarkan Sususnan Mineralnya


Berdasarkan mineral penyusunnya batuan beku dapat dibedakan menjadi
empat yaitu :
1. Kelompok Granit – Riolit; berasal dari magma yang bersifat asam, terutama
tersusun oleh mineral kuarsa, ortoklas, plagioklas Na, kadang terdapat
hornblende biotit, muskovit dalam jumlah kecil.
2. Kelompok Diorit – Andesit; Berasal dari magma yang bersifat intermediet,
terutam tersusun atas mineral-mineral plagioklas, hornblende, piroksen dan
kuarsa biotit, ortoklas dalam jumlah kecil.
3. Kelompok Gabro – Basalt; tersusun dari magma asal yang bersifat basa dan
terdiri dari mineral-mineral olivin, plagioklas Ca, piroksen, dan hornblende.
4. Kelompok Ultra basa; terutama tersusun oleh olivin, piroksen. Mineral lain
yang mungkin adalah plagioklas Ca dalam jumlah yang sangat kecil.

2.1.1.2. Batuan Sedimen


Berdasarkan genesanya batuan sedimen berasal dari hasil pengendapan
berbagai proses yang berbeda. Secara garis besar dibedakan atas dua kelompok
yaitu : Kelompok batuan sedimen klastik dan sedimen non klastik. Secara genetik
betuan sedimen dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : batuan sedimen
mekanis/klastik, sedimen kimiawi/non klastik dan sedimen organik.
Batuan sedimen mekanis terbentuk karena prosese pelapukan mekanis dan
pengendapan daripada material hasil suatu rombakan batuan asal dan bersifat
fragmental, klastik dan membutir. Keberadaan batuan sedimen klastik ini, hampir
mendominasi seluruh batuan sedimen yang ada pada kerak bumi. Kedalam
kelompok ini termasuk juga batuan proklastik atau epiklastik, yaitu batuan hasil
pengendapan material vulkanik oleh angin dan medium air.
Batuan sedimen kimiawi, dapat tebentuk karena proses pelapukan kimia,
membentuk sedimen residu, maupun karena hasil pengendapan larutan garam yang
bersifat hablur kristalin, akibat proses penguapan/ evaporasi. Proses pembentukan
batuan sedimen kimawi ini tanpa melalui taransportasi, mengendap di tempat asal
dan bersifat non klastik.
Sedimen organik terbentuk karena akumulasi material organik yang
terjebak atau terendapkan pada suatu lingkungan khusus, sehingga terawetkan
dengan baik dan mengalami diagenesa. Batuan sedimen organik ini dapat bersifat
klastik atau non klastik, tergantung dari genesa yang mempengaruhi.

2.1.1.2.1. Tekstur Batuan Sedimen


a. Tekstur Non Klastik
Umumnya memperlihatkan kenampakan mozaik kristal penyusunnya.
Kristal penyususn biasanya terdiri dari satu macam mineral (monomineralik),
seperti gypsum, kalsit dan anhydrite.
- Macam-macam tekstur non klastik
a) Amorf : berukuran lempung/koloid, non kristalin
b) Oolitik : kristal berbentuk bulat/elipsoid yang berkumpul
ukurannya 0,25 – 2 mm .
c) Sakarodial : butir kristalnya berukuran sangat halus, seperti gula.
d) Kristalin : tersusun oleh kristal-kristal.
- Besar butir kristal dibedakan menjadi :
> 5 mm kasar
1-5 mm sedang
<1 mm halus
Jika kristalnya sangat halus sehingga tidak dapa dibedakan disebut
mikrokristalin.

b. Tekstur Klastik
Unsur dari tekstur adalah fragmen, masa dasar (matrik) dan semen.
- Fragmen : butiran yang berukuran lebih besar daripada pasir.
- Matrik : butiran yang berukuran lebih kecil daripada fragmen dan
diendapkan bersama-sama dengan fragmen.
- Semen : material halus yang menjadi pengikat, semen diendapkan
setelah fragmen dan matrik. Semen umumnya berupa silika, kalsit, sulfat
atau oksida besi.
Tekstur klastik dibagai atas :
- Ukuran butir
Menurut skala wentworth ukuran butir dibagi pada Tabel II-4 di bawah ini :

Tabel II-4 07
Ukuran Butir Skala Wentworth
Ukuran Butir Nama Butir Nama Batuan
(mm)
>256 Bongkah Breksi : Jika fragmennya
64 – 256 Berangkal mempunyai bentuk runcing
4 – 64 Kerakal Konglomerat : Jika
2–4 Kerikil fragmennya membulat
1–2 Pasir sangat kasar
1/2 – 1 Pasir kasar
1/4 – ½ Pasir sedang Batu pasir
1/8 – ¼ Pasir halus
1/16 –1/8 Pasir sangat halus
1/16 – 1/256 Lanau Batulanau
< 1/256 Lempung Batulempung

Besar butir dipengaruhi oleh : jenis pelapukan, jenis transportasi, waktu dan
jarak transport, resistensi.

- Tingkat kebundaran butir


Tingkat kebundaran butir dipengaruhi oleh komposisi butir, ukuran
butir, jenis proses transportasi dan jarak transport. Butiran dari mineral yang
resisten seperti kuarsa dan zircon akan berbentuk bundar dibandingkan
butiran dari mineral kurang resisten seperti feldspar dan pyroxene. Butiran
berukuran besar dari kerakal akan lebih mudah membundar daripada yang
berukuran pasir. Jarak transport akan mempengaruhi tingkat kebundaran
butir dari jenis butir yang sama, makin jauh jarak transport butiran akan
semakin bundar.
Gambar 2.2. Tingkat kebundaran butir 07
- Sortasi (pemilahan)
Sortasi baik : bila besar butir merata atau sama besar
Sortasi buruk : bila besar butir tidak merata, terdapat matrik dan fragmen
- Kemas
Kemas terbuka : Bila butiran tidak saling bersentuhan (mengambang dalam
matrik)
Kemas tertutup : Butiran saling bersentuhan satu sama lainnya

2.1.1.2.2. Struktur Batuan Sedimen


Pada batuan sedimen dikenal 2 macam struktur yaitu :
1. Struktur syngenetik : terbentuk bersamaan dengan terjadinya batuan
sedimen, disebut juga sebagai struktur primer batuan.
2. Struktur epigenetik : terbentuk setelah batuan tersebut terbentuk seperti
kekar, sesar dan lipatan. Disebut juga sebagai struktur sekunder batuan.
Macam-macam struktur primer batuan sedimen adalah sebagai berikut :
Karena proses fisik
a. Struktur Eksternal
Terlihat pada kenampakan morfologi dan bentuk batuan sedimen secara
keseluruhan dilapangan. Contoh struktur eksternal adalah : lembaran (sheet),
lensa, membaji (wedge), prisma tabular.

b. Struktur internal
Struktur ini terlihat pada bagian dalam batuan sedimen, macam struktur
internal:
- Perlapisan dan laminasi
Disebut dengan perlapisan jika tebalnya lebih dari 1 cm dan disebut
laminasi bila kurang dari 1 cm. Perlapisan dan laminasi batuan sedimen
terbentuk karena adanya perubahan fisik, kimia dan biologi. Misalnya
terjadi perubahan energi arus sehingga terjadi perubahan ukuran butir yang
diendapkan. Macamnya :
a) Perlapisan / laminasi sejajar (current bedding / normal)
Perlapisan batuan tersusun secara horisontal dan saling sejajar.
b) Perlapisan / laminasi silang siur ( cross bedding / lamination )
Perlapisan batuan yang saling memotong satu dengan lainnya.
c) Perlapisan tersusun (Graded Bedding)
Terjadi perubahan ukuran butir secara bergradasi baik secara
normal (gradasi butirnya makin halus kearah atas) atau gradasi
terbalik ( makin kasar kearah atas)
- Masif

c. Kenampakan pada permukaan lapisan


- Ripple mark : Bentuk permukaan yang bergelombang karena adanya arus
- Flute cast : Bentuk gerusan pada permukaan lapisan akibat aktivitas
arus.
- Mud cracks : Bentuk retakan pada lapisan lumpur, berbentuk poligonal
- Rain marks : Kenampakan permukaan sedimen akibat tetesan air hujan.

d. Struktur yang terjadi karena deformasi


- Load cast: Lekukan di permukaan lapisan akibat tekanan beban diatasnya
- Convolute structure: Lekukan pada batuan sedimen akibat proses deformasi
- Sandstone dike and sill: Karena deformasi pasir dapat terinjeksi pada
lapisan sedimen diatasnya.
Karena proses geologi
Dibagi menjadi atas :
a. Jejak (tracks and trail)
Track : jejak berupa tapak organisme
Trail : jejak berupa seretan bagian tubuh organisme
b. Galian (burrow)
Adalah lubang atau bahan galian hasil aktivitas organisme
c. Cetakan (cast and mold)
Mold : cetakan bagian tubuh organisme
Cast : cetakan dari mold

Macam-macam struktur sekunder batuan sedimen adalah sebagai berikut :


Proses fisik:
a. Struktur eksternal.
~ Batas antara lapisan
 Batas tegas tiap lapisan
 Batas selaras / graduil
~ Lipatan dan sesar
b. Struktur internal
~ Clastic dike: adanya tekanan hidrostatik kuat, material seperti
diinjeksikan.
Proses kimiawi
a. Sylolites : Bentuk irregular, terdapat pada limestone dan dolomite.
b. Cone in cone: Pengembangan kolom bentuk cone irregullar.
c. Concretion : Bentuk membulat~inorganik (silika, kalsit, sulfida).
d. Septarian : irregular, conceretion komposisi shaly.
e. Geode : lubang tubuh spherical, khas dengan garis ke dalam
menggambarkan kwarsa atau kristal lain terdapat pada limestone dan dolomite.
Struktur batuan sedimen juga dapat digunakan untuk menentukan bagian atas suatu
batuan sedimen. Penentuan bagian atas dari batuan sedimen sangat penting artinya
dalam menentukan urutan batuan sedimen tersebut.

2.1.1.2.3. Pembagian Batuan Sedimen


Klasifikasi batuan sedimen klastik yang umum digunakan adalah
berdasarkan ukuran butirnya (menurut ukuran butir dari wentworth), namun akan
lebih baik lagi bila ditambahkan mengenai hala-hala lain yang dapat memperjelas
keterangan mengenai batuan sedimen yang dimaksud seperti komposisi dan
struktur. Misalnya batupasir silang-siur, batulempung kerikilan, batupasir kwarsa.
Klasifikasi menurut Huang adalah seperti tabel dibawah ini :

Tabel II-5 07
Klasifikasi batuan sedimen menurut Huang (1962)

2.1.1.3. Batuan Metamorf


Batuan metamorf adalah hasil ubahan dari batuan asal (batuan beku,
sedimen dan metamorf) akibat perubahan temperatur, tekanan atau keduanya.
Proses ubahan terjadi dalam suasana padat melalui proses isokimia, dimana
susunan kimia batuan tidak berubah, yang berubah hanya susunan mineralogi
sehingga terbentuk mineral baru. Dengan demikian batuan ini akan mengalami
perubahan tekstur, struktur dan komposisi mineral.

2.1.1.3.1. Tekstur Batuan Metamorf


Tekstur merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran,
bentuk dan orientasi butir mineral individual penyusun batuan metamorf.
Penamaan tekstur batuan metamorf umumnya menggunakan awalan blasto atau
akhiran blastic yang ditambahkan pada istilah dasarnya. Penamaan tekstur tersebut
akan dibahas pada bagian berikut.

a. Tekstur berdasarkan ketahanan terhadap metamorfosa


Berdasarkan ketahanannya terhadap proses metamorfosa ini tekstur batuan
metamorf dapat dibedakan menjadi :
1. Relict/palimpset/sisa
Tekstur ini merupakan tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan
sisa tekstur batuan asalnya atau tekstur batuan asalnya masih tampak pada
batuan metamorf tersebut. Awalan blasto digunakan untuk penamaan
tekstur batuan metamorf ini. Contohnya adalah blastofirik yaitu batuan
metamorf yang tekstur porfiritik batuan beku asalnya masih bisa dikenali.
Batuan yang mempunyai kondisi seperti ini sering disebut batuan
metabeku atau meta sedimen.
2. Kristaloblastik
Tekstur kristaloblastik merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk
oleh sebab proses metamorfosa itu sendiri. Batuan dengan tekstur ini
sudah mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak.
Penamaannya menggunakan akhiran blastik.
b. Tekstur berdasarkan ukuran butir
1. fanerit, bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata.
2. afanit, bila butiran kristal tidak dapat dilihat dengan mata

c. Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal


Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :
a) Euhedral, bila kristal dibatasi ileh bidang permukaan kristal itu
sendiri
b) Subhedral, bila kristal dibatasi sebagian oleh bidang
permukaannya sendiri dan sebagian oleh bidang permukaan
kristal di sekitarnya.
c) Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang
permukaan kristal lain di sekitarnya.
Pengertian bentuk kristal ini sama dengan yang digunakan pada batuan
beku. Berdasarkn bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf dapat
dibedakan menjadi :
a) Idioblastik, apabila mineralnya didominasi ileh kristal berbentuk euhedral
b) Xenoblastik/hypidioblastik, apabila mineralnya didominasi oleh kristal
berbentuk anhedral.

d. Tekstur berdasarkan bentuk mineral


Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan metamorf dapat dibedakan
menjadi :
1. Lepidoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk tabular.
2. Nematoblastik, apabila mineral penyusunnyaberbentuk prismatik
3. Granoblastik, apabila mineral penyususnnya berbentuk granular,
equidemensional, batas mineralnya bersifat sutured (tidak teratur) dan
umumnya mineralnya berbentuk anhedral.
4. Granuloblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular,
equidimensional, batas mineralnya bersifat unsutured (lebih teratur) dan
umumnya kristalnya berbentuk anhedral.
2.1.1.3.2. Struktur batuan metamorf

1. Struktur Foliasi
Foliasi adalah sifat berlapis atau berdaun. Namun harus diebdakan dari
lapisan sedimen. Disini terjadi penyusunan kristal-kristal daripada mineral secara
pertumbuhan dalam arah panjang dari mineral. Batuan ini ditunjukkan oleh adanya
penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
Foliasi ini dapat berjenis-jenis antara lain :
a) Slaty cleveage
Struktur foliasi ini umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir
sangat halus (mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang
planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya disebut slate
(batusabak)
b) Phylitic
Struktur ini hampir sama dengan struktur clay cleveage tetapi terlihat
rekristalisasi yang lebih kasar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih
dengan mineral granular. Batuannya disebut phyllite (filit).
c) Schistosic
Struktur schistosic terbentuk oleh adanya susunan pararel mineral-
mineral pipih prismatik atau lentikuler (umumnya mika atau klorit) yang
berukuran butir sedang sampai kasar. Batuannya disebut schist (sekis).
d) Gneissic/gneissoe
Struktur gneissic terbentuk oleh adanya perselingan lapisan penjajaran
mineral yang mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara mineral-
mineral granuler (misalnya feldspar dan kuarsa) dengan mineral tabular
atau prismatik ( misalnya mineral ferromagnesium). Penjajaran mineral ini
umumnya tidak menerus melainkan terputus-putus. Batuannya disebut
gneis.

2. Struktur Non Foliasi


Struktur ini terbentuk oleh adanya mineral-mineral equidimensional dan
umumnya terdiri dari butiran-butiran (granular). Struktur non foliasi yang
umumnya dijumpai antara lain :
a) Hornfelsik/granulose
Struktur hornfelsik terbentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional
dan equigranular dan umumnya berbentuk poligonal. Batuannya disebut
hornfels (batutanduk).
b) Cataclastic
Struktur ini terbentuk oleh pecahan/fragmen betuan atau mineral berukuran
kasar dan umumnya membentuk membentuk kenampakan breksiasi.
Struktur cataklastic ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik. Batuannya
disebut cataclasite (kaltaklasit).
c) Mylonitic
Struktur mylonitic juga dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada
metamorfosa kataklatik. Ciri struktur ini adalah mineralnya berbutir halus,
menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah dan belum terjadi
rekristalisasi mineral-mineral primer. Batuannya disebut mylonite (milonit).
d) Phyllonitic
Struktur phllonitic mempunyai gejala dan kenampakan yang sama dengan
struktur mylonitic tetapi umumnya telah terjadi rekristalisasi. Ciri lainnya
adalah kenampakan kilap sutera pada batuan yang mempunyai struktur ini.
Batuannya disebut phyllonite (filonit)

2.1.1.3.3. Pembagian Batuan Metamorf


Kebanyakan batuan metamorf dikelompokan atau dinamakan berdasarkan
tekstur dan strukturnya. Selain batuan yang penamannya berdasarkan struktur atau
tekstur batuan metamorf yang lain antara lain :
a. Amphibolit, yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan
mineral utama penyusunnya adalah amfibol (umumnya hornblende) dan
plagioklas. Batuan ini menunjukkan schistosity bila mineral prismatiknya
terorientasi.
b. Eclogit, yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan
mineral penyusunnya utamanya adalah piroksen (diopsid kaya sodium dan
allumunium) dan garnet kaya pyrope
c. Granulit, yaitu batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang tersusun oleh
mineral utama kuarsa dan feldspar serta sedikit piroksen dan garnet. Kuarsa dan
feldspar yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur gneisic.
d. Surpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir
semuanya berupa mineral kelompok serpentin. Kadang dijumpai mineral
tambahan seperti klorit, talk dan karbonat yang umumnya berwarna hijau.
e. Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat (kalsit atau
dolomit) dan umumnya bertekstur granoblastik.
f. Skarn, yaitu marmer yang tidak murni karena mengandung mineral calsilikat
seperti garnet, epidot. Umumnya terjadi karena perubahan komposisi batuan di
sekitar kontak dengan batuan beku.
g. Kuarsit, yaitu bahan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa
h. Soapstone, yaitu batuan metamorf dengan komposisi utama talk.
i. Rodingit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi calc – silicat yang terjadi
akibat alterasi metasomatik batuan beku basa didekat batuan beku ultrabasa
yang mengalami serpentinisasi.

2.1.2. Struktur Geologi


Struktur batuan adalah bentuk dan kedudukan batuan yang nampak pada
singkapan. Secara umum bentuk struktur kulit bumi dipengaruhi tekanan dan
temperatur pada saat pembentukannya. Tekanan dan temperatur ini bervariasi dari
satu tempat ke tempat lain dan tergantung pada kedalaman geothermal gradient,
dimana distribusi gayanya sangat mempengaruhi pembentukan kulit bumi. Gaya-
gaya yang mempengaruhi bentuk struktur kulit bumi ini adalah compresion,
tension, couple dan torsion.
Sebagai akibat gaya-gaya tersebut maka material yang dikenai gaya akan
berubah bentuknya. Materi yang dikenai gaya akan mengalami tiga fase :
a. Elastis
b. Plastis
c. Brittle
Phase elastis akan terpenuhi apabila gaya stress yang bekerja pada materi tidak
cukup kuat untuk merubah bentuk dan ukuran materinya. Sedangkan fasa plastis
tercapai apabila gaya yang bekerja melebihi batas elastisitas materi dimana
sebagian kecil materinya kembali ke bentuk asalnya. Dan apabila gaya ini semakin
membesar maka akan mengakibatkan materi tersebut retak/patah (brittle
substances).
Struktur geologi tidak lain merupakan bentuk dan kedudukan daripada
batuan. Berdasarkan cara terjadinya dikenal dua macam struktur batuan yaitu :
1. Struktur primer
Merupakan struktur yang terbentuk bersamaan dengan pembentukan batuan
contoh :
- Struktur perlapisan, contoh : laminasi dan graded bedding
- Struktur sedimentasi, contoh : plannar bedding, cross bedding dan ripple
mark
- Strutur aliran lava
2. Struktur sekunder
Merupakan struktur yang terbentuk setelah terjadi prosese pengendapan.
Contoh : kekar, sesar, lipatan.

2.1.1. Kekar
Kekar atau joint adalah sebutan untuk struktur rekahan dalam batuan
dimana sedikit/ tanpa mengalami pergeseran. Dalam batuan sedimen kekar dapat
terjadi mulai dari sedimen yang diendapkan hingga sesudah proses pengendapan
tersebut berlangsung, dimana batuan sedang mengeras. Selain itu juga terbentuk
pada akhir deformasi atau terbentuk bersamaan struktur lain, seperti perlipatan dan
sesar.
Migrasi minyak melalui kekar ini dapat mengakibatkan larinya minyak ke
permukaan sehingga tidak terbentuk jebakan. Meskipun demikian adanya kekar ini
mengakibatkan minyak dapat keluar dari batuan induk ke batuan reservoir serta
menyebabkan minyak akan bermigrasi dari reservoir satu ke reservoir lainnya. Hal
ini dapat dipakai untuk menerangkan terjadinya akumulasi minyak di dalam
basement (basalt).
Kekar dapat diklasifikasikan dan diperikan berdasarkan salah satu atau
beberapa sifatnya-sifatnya, yaitu : bentuk, ukuran, kerapatan dan gabungan antara
ukuran dengan kerapatnnya.
a. Klasifikasi kekar berdasarkan bentuknya
1. Kekar sistematik
Kekar sistematik selalu dijumpai dalam bentuk yang perpasangan. Di setiap
pasangannya ditandai oleh arahnya yang serba sejajar/hampir sejajar apabila
dilihat dari kenampakan atas permukaan. Kekar sistematik ini pada
umumnya mempunyai bidang-bidang kekar yang rata atau melengkung
lemah dan biasanya hampir tegak lurus dengan batas lithologinya (bidang
perlapisan).
2. Kekar non sistematik
Kekar non sistematik dapat saling bertemu, akan tetapi tidak memotong
kekar lainnya. Permukaannya selalu melengkung dan pada umumnya
berakhir pada bidang-bidang perlapisan.

b. Klasifikasi kekar berdasarkan ukurannya


1. Master joint, ukuran : Puluhan – ratusan feet
2. Major joint, ukuran : < master joint
3. Minor joint, ukuran : < Major joint
4. Mikro joint, ukuran : < 1 in

c. Klasifikasi kekar berdasarkan cara pembentukannya


1. Kekar yang disebabkan oleh tekanan, disebut “shear” atau “compression
joint”.
Ada tiga sifat shear joint yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Shear joint biasanya mempunyai bidang yang rata/licin dan memotong
seluruh lapisan batuan dan sulit dibedakan dengan joint lainnya. Jika ada
slinkenside (gores garis) pada bidangnya, maka ini tidak berarti telah
terjadi pergeseran akibat kompresi, tetapi mungkin hal ini disebabkan
oleh pergerakan-pergerakan sesudahnya.
b. Di dalam beberapa hal dapat juga dianggap bahwa shear joint akan
memotong langsung melalui butir-butir komponen pada konglomerat,
jadi tidak mengelilingi butir-butir seperti yang diakibatkan oleh tarikan.
c. Adanya joint set (pasangan kekar) mencirikan shear joint. Di dalam
batuan yang berlapis seringkali bidang perlapisannya berubah menjadi
salah satu joint set. Sedangkan yang lainnya akan tegak lurus pada
bidang perlapisan, dengan catatan kalau belum terlipat. Apabila sudah
terjadi perlipatan maka shear joint akan memotong bidang perlapisan
dengan susut tertentu.
2. Kekar yang disebabkan oleh tarikan, disebut “ tension joint” atau “kekar
tegangan”.
Berbeda dengan shear joint, tension joint ini sangat tidak teratur dimana
bidang-bidangnya tidak rata. Dari tension joint ini yang paling khas adalah
bahwa kekarnya akan selalu terbuka. Sedangkan yang paling sederhana
adalah yang diakibatkan oleh adanya gejala pengerutan.

2.1.2. Sesar
Sesar atau sering disebut fault merupakan suatu rekahan dalam batuan yang
telah mengalami pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian-bagian
yang berhadapan, dengan arah yang sejajar bidang patahan.
Seringkali rekahan yang telah terjadi pergeseran yang arahnya sejajar
dengan bidang rekahannya tercerminkan secara morfologis sebagai “gawir sesar”,
sedangkan bidangnya dinamakan bidang sesar. Perpotongan bidang sesar dengan
permukaan tanah disebut sebagai garis sesar (fault line atau fault trace). Kedudukan
dari bidang sesar dinamakan jurus sesar yang mana merupakan perpotongan antara
bidang sesar dengan horizontal dan kemiringan sesar, yaitu sudut yang dibuat
antara bidang sesar dengan horizontal.
Atap sesar atau sering disebut “hanging wall” merupakan bongkah patahan
yang berada di bagian atas bidang sesar, sedangkan bongkah patahan yang ada di
bagian bawah bidang sesar disebut “footwall”.
Gerakan daripada pembentukan sesar ada dua macam yaitu :
1. Gerak lurus atau translation
2. Gerak berputar atau rotation
Mengenai pergesaeran sesar dalam arah vertikal atau “throw” dikenal dua
pengertian yaitu :
1. Menyatakan ukuran jumlah pergeseran semu dari suatu lapisan atau vein
yang dibuat tegak lurus bidang sesar yang dapat berbeda dari gerak yang
sebenarnya.
2. Menyatakan pergeseran semu dari lapisan atau vein yang dibuat tegak lurus
pada bidang sesar yang dapat berbeda dari gerak yang sebenarnya.
Gerak relatif ini dikenal sebagai slip. Jarak pergeseran seluruhnya disebut dengan
“net slip” atau pergeseran yang sesungguhnya. Komponen horizontal pada bidang

sesar disebut “strike slip”, sedangkan komponen vertikalnya disebut “dislip” atau
perpindahan miring. Jenis gerakan pembentukan sesar diperlihatkan pada Gambar
2.3.
Gambar 2.3. Jenis gerakan pembentukan sesar 05

2.1.2.2.1. Sesar Normal


Sesar normal atau sesar biasa atau sesar turun merupakan gejala pensesaran
dimana hangingwall bergeser seakan-akan relatif turun terhadap footwall. Ditinjau
dari susunan poros utama tegasan menunjukkan bahwa arah tegasan terbesar adalah
vertikal. Gaya yang mempunyai arah demikian adalah gaya berat. Dugaan bahwa
sesar normal disebabkan oleh gaya berat didasarkan pada kenyatannya kemiringan
bidang sesar mempunyai sudut 45o atau lebih. Selain dari itu turunnya hangingwall
diduga sebagai akibat tarikan gaya berat. Oleh karena itu sesar yang mempunyai
karakteristik seperti itu disebut sebagai gravity fault.
Ke arah lateral, sesar normal ini akan menghilang dan berubah bentuk
menjadi engsel dan disertai dengan pengurangan throw.

Gambar 2.4. Sesar normal 05

Suatu daerah yang dilalui sejumlah sesar normal disebut sebagai gejala
sesar bongkah (block faulting). Seperangkat gejala sesar turung dengan arah throw
yang sama disebut “step faulting” (sesar tangga). Hal ini terjadi biasanya pada sesar
yang masih relatif muda.
Sesar normal atau sesar turun (Gambar 2.4) diduga berhubungan erat
dengan pengembangan kerak bumi atau disebabkan karena adanya pemuaian ke
arah luar dari suatu antiklin. Hal ini dapat berbentuk graben dan horst. Graben
merupakan bongkah besar yang menurun dengan bentuk sempit dan memanjang
serta dibatasi oleh bidang sesar yang arahnya hampir sejajar. Sedangkan horst
adalah bagian meninggi atau muncul terhadap daerah sekitarnya yang kedua sisinya
dibatasi oleh sesar turun. Sesar yang demikian ini banyak dijumpai pada puncak-
puncak kubah (dome) di daerah lapangan-lapangan minyak.
Selain dari graben dan horst, dikenal juga “growth faults” yang merupakan
sesar biasa dimana gerakan-gerakannya terus berlangsung selama pengendapan.
Adapun ciri-ciri sesar yang demikian ini adalah pada lapisan yang turun jauh lebih
tebal, dibandingkan dengan lapisan yang naik. Ini merupakan bukti bahwa sesar ini
masih aktif pada saat pengendapan berlangsung.

2.1.2.2.2. Sesar Naik


Sesar naik disebut juga dengan “reverse fault” atau dapat pula disebut
“thrust”. Pada sesar ini hangingwall relatif naik terhadap footwall. Susunan
daripada tegasan utamanya adalah sama halnya seperti perlipatan.
Dilihat dari cara terjadinya sesar ini dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1. Sesar naik yang terjadi sebelum gejala perlipatan
2. Sesar naik yang terjadi setelah perlipatan
Bentuk sesar naik dapat dilihat pada Gambar 2.5. Pada sesar naik dengan
kemiringan kecil (thrust fault) pergeseran lateral akan lebih menonjol. Adanya
tekanan dengan arah horizontal akan dilewatkan melalui lapisan yang kompeten
dan diwujudkan sebagai pelengseran-pelengseran dan ini merupakan sesar naik
yang terbentuk tanpa ada hubungan dengan gejala perlipatan
Gambar 2.5. a) Sesar naik sebelum terjadi perlipatan b) Sesar naik
setelah terjadi perlipatan.05

2.1.2.2.3. Sesar Datar


Sesar datar sering disebut dengan “strike slip faults”. Gerakan dari sesar ini
yang dominan adalah horizontal. Ini berarti bahwa dalam jumlah yang terbatas juga
mempunyai gerak vertikal. Pada umumnya sesar ini dijumpai pada daerah yang
mengalami perlipatan dan pensesaran naik. Artinya dapat memotong poros lipatan
secara diagonal atau kadang-kadang hampir tegak lurus. Strike Slip Fault dapat
dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6. Strike slip faults 05

2.1.2.3. Perlipatan
Dapat disebut juga dengan folds. Bentuk lengkung suatu benda
pipih/lempeng dapat diakibatkan oleh dua macam mekanisme, yaitu : “buckling”
dan “bending”. Pada gejala buckling/melipat, gaya penyebabnya adalah gaya tekan
yang arahnya sejajar dengan permukaan lempeng. Sedangkan pada
bending/pelengkungan , gaya utamanya mempunyai arah tegak lurus terhadap
permukaan lempeng.
Apabila suatu lempeng dikenai oleh gaya horizontal yang arahnya sejajar
dengan bidang lempengnya maka lempeng tersebut akan berubah strukturnya dan
terjadi gejala melipat dan apabila dikenai gaya vertikal yang arahnya tegak lurus
dengan lempeng maka akan terjadi gejala pelengkungan/bending akibatnya bila
kedua gaya yang bekerja bersama-sama pada lempeng tersebut maka akan
terbentuk struktur yang terbentuk lipatan.

2.1.2.3.1. Gejala Perlipatan


Proses terjadinya lipatan disamping diakibatkan oleh adanya gaya dari luar,
lipatan juga disebabkan oleh faktor alamiah, misalnya saja pada proses
pengendapan batuan sedimen sampai terbentuknya suatu lipatan. Sebelum batuan
sedimen mengalami gejala perlipatan, batuan tersebut pada saat diendapkan sudah
mempunyai timbulan-timbulan yang disebabkan oleh sifat permukaan yang tidak
rata dari tempat pengendapan tersebut (dasar cekungan) dan juga dapat disebabkan
oleh adanya penurunan dasar cekungan dan sedimen akan terendapkan secara
horisontal. Lapisan sedimen lama kelamaan akan mengalami tekanan dan tarikan
oleh gaya-gaya endogen. Sepanjang sejarah geologinya akan mengakibatkan
terjadinya lipatan-lipatan berukuran besar dan kecil.
Selain daripada itu lipatan juga dapat disebabkan oleh adanya gaya-gaya
yang langsung berhubungan dengannya, seperti intrusi magma, kubah garam serta
gaya-gaya vertikal lainnya. Sebagai hasil gejala non tektonik biasanya lipatan
dihasilkan sebagai akibat gerakan yang dipengaruhi oleh beda gravitasi di sekitar
muka bumi, glasiasi dan sebagainya.
Untuk mengetahui kedudukan lipatan maka perlu diketahui arah dari lapisan
tersebut. Arah lapisan ini ditunjukkan oleh adanya jurus (strike) dan kemiringan
(dip). Secara umum strike didefinisikan sebagai arah garis atau tempat kedudukan
yang dibentuk dari perpotongan bidang perlapisan dengan bidang horisontal.
Sedangkan dip didefinisikan sebagai sudut yang dibentuk oleh bidang perlapisan
dengan bidang horisontal.
2.2.3.2. Struktur Lipatan
Struktur lipatan meliputi :
1. Anticlin
Merupakan struktur lipatan dengan bentuk cembung keatas
2. Syncline
Merupakan struktur lipatan dengan bentuk cembung kebawah
3. Struktur diapir dan robohan
Diapir merupakan struktur yang disebabkan oleh adanya tekanan yang arahnya
keatas (dari bawah), sedangkan struktur robohan terbentuk karena adanya
hampa dibawah permukaan yang disebabkan oleh adanya berbagai hal.
Kebanyakan struktur diapir ini membentuk kubah. Kubah merupakan suatu
bentuk lipatan yang kira-kira simetris, dimana lapisan-lapisan sedimennya
miring ke segala arah dengan kemiringan kurang lebih sama. Karena bentuknya
yang sedemikian rupa maka kubah ini merupakan gejala flexure yang sangat
sulit. Adapun sifat yang paling penting dalam kubah atau antiklin yang
menyerupai kubah adalah adanya closure yang mana dapat memberikan arti
penting dalam pencarian minyak dan gas bumi.
Closure didefinisikan sebagai jumlah seluruh kemiringan yang memancar
(radiating) dari puncak ke arah dimana kemiringan mencapai minimum.
Jumlah closure diukur dari jarak vertikal dari titik kulminasi ke suatu bidang
horisontal yang dibuat menyinggung pada lapisan yang sama dimana
kemiringannya sudah mulai membaik.
4. Struktur Kekar Pada Batuan Yang Mengalami Perlipatan
Ada tiga macam kekar yang berhubungan erat dengan pembentukan lipatan
yaitu : kekar memanjang (longitudinal joint), kekar melintang (tranverse/cross
joint) dan kekar diagonal.

2.2.3.3. Klasifikasi Perlipatan


Pengklasifikasikan struktur lipatan biasanya dilakukan setelah pengukuran
di lapangan yang kemudian dipetakan dan selanjutnya akan divarikan cara
penggolongannya. Bilkling di dalam bukunya pada bab “nomenclature of folds”
mengemukakan 4 cara yaitu :
1. Berdasarkan bentuk daripada lipatan
Meliputi : lipatan simetri, asimetri, rebah, menggantung, isoklinal,
monoklinal, fan fold dan sebagainya.
2. Berdasarkan besar dan kedudukan sudut dari sayapnya
3. Berdasarkan besar tekanan yang membentuk lipatan
4. Kombinasi sincline dan anticline.

Macam bentuk perlipatan dapat dilihat pada Gambar 2.7 dan macam perlipatan
isoclonal dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.7. Macam bentuk perlipatan (A) Simetri (B) Asimetri (C)
Menggantung (D) Lipatan rebah 05

Gambar 2.8. Macam perlipatan Isoclinal (A) Vertikal isoclinal folds


(B) Inclined isoclonal folds (C) Recumbent Isoclinal
folds. 05
Menurut Budgely, lipatan digolongkan menjadi 5 cara :
1. Secara deskriptif atau secara geometris, meliputi : lipatan asimetris,
simetris.
2. Secara morfologis yang berdasarkan kepada :
- bentuk daripada lipatan di dalam
- bentuk dalam penampang denah (plan view)
- Jumlah anticline dan sincline
3. Berdasarkan mekanisme terjadinya
4. Berdasarkan gerak kinematisnya
5. Berdasarkan kedudukan pola tektonik
Lipatan, bentuk dan kedudukan dari tiap-tiap lapisan yang mengalami perlipatan,
akan tidak sama. Mereka ditentukan oleh sifat-sifat fisik daripada masing-masing
lapisan batuan dan mekanisme daripada proses perlipatan itu sendiri. Mengenai
sifat-sifat fisik ini maka dapat kita kenal adanya istilah lapisdan kompeten dan
inkompeten.
Kompeten dalam sifat fisik ini diartikan sebagai sifat batuan dimana dalam
gejala perlipatan akan melengkung secara kaku. Sedangkan inkompeten adalah sifat
dimana lapisan itu akan mengalir dalam bentuk sesuai dengan gaya yang bekerja
terhadapnya.
Berdasarkan kepada mekanisme terbentuknya dan kinematik di dalam
lipatan dikenal 3 macam mekanisme perlipatan, yaitu :
1. Flexure Folds
Tiap-tiapan akan melengkung dan lapisan paling luar akan menggeser
lapisan yang lebih dalam ke arah poros. Lipatan yang berkembang seperti
ini akan mempunyai bentuk yang tetap sejajar.
2. Shear Folding
Mekanisme dari gerakannya adalah melalui bidang yang berjarak rapat
(fracture) yang disebut secondary surface yang tidak sejajar dengan bidang
perlapisan (primary surface).
3. Flow Folding
Merupakan suatu deformasi dimana tidak nampak sama sekali adanya arah
tertentu dari bidang-bidang shear terhadap arah rekahan. Jadi tidak dapat
disangsikan lagi bahwa plastic flow telah terjadi disini.
Adapun klasifikasi lipatan berdasarkan bentuk dari penampang yang tegak lurus
sumbu adalah :
1. Lipatan simetri, tanpa penunjaman
2. Lipatan asimetri, menunjam
3. Lipatan isoklused, tanpa penunjaman
4. lipatan menggantung
5. Lipatan rebah
6. Lipatan monoklin
7. Lipatan silindris

2.2.4. Ketidakselarasan
Ketidakaselarasan atau sering disebut “unconformities” merupakan struktur
yang menggambarkan adanya suatu selang (masa tenggang) yang merupakan massa
dimana tidak terjadi proses sedimentasi pada suatu urutan perlapisan, yang
memisahkan batuan tua dengan batuan muda yang berada diatasnya. Massa
tenggang disini terjadi akibat erosi ataupun tektonik.
Berdasarkan cara terjadinya dan hubungan antara batuan diatas dan di
bawah bidang ketidakselarasan, struktur ketidakselarasan dapat dikelompokkan
menjadi 4 kelompok yaitu :
1. Nonconformities
Merupakan struktur ketidakselarasan dimana lapisan batuan yang berada
dibawah bidang ketidakselarasan adalah batuan beku
2. Angular Unconformities
Merupakan struktur ketidakselarasan dimana lapisan batuan diatas dan di
bawah bidang ketidakselarasan akan membentuk sudut.
3. Disconformities
Merupakan suatu ketidak selarasan dimana batuan diatas dan di bawah bidang
ketidakselarasan posisinya sejajar akan tetapi bidang ketidakselarasannya tidak
sejajar dengan perlapisan batuan.
4. Para Conformities
Merupakan suatu ketidakselarasan dimana urutan lapisan batuan diatas dan di
bawah bidang ketidakselarasannya sejajar.

Gambar 2.9. Macam bentuk ketidakselarasan (A) Angular


unconformity (B) Disconformity (C) Nonconformity
(D) Nonconformity dan adanya bidang intrusi. 05
Ketidakselarasan atau sering disebut dengan unconformity (Gambar 2.9) dapat
diamati dengan :
1. Melihat langsung di lapangan
2. Adanya basal konglomerat
3. Adanya perbedaan intensitas perlipatan
4. Adanya perbedaan kompaksi batuan yang berurutan dan sangat menyolok
5. Adanya perbedaan tingkat metamorfosa yang sangat menyolok pada batuan
yang berdekatan.

2.2. Karakteristik Reservoir Yang Mempengaruhi Tekanan Formasi


Reservoir adalah bagian kerak bumi yang mengandung minyakbumi dan
gasbumi. Cara terdapatnya minyakbumi dibawah permukaan haruslah memenuhi
beberapa syarat, yang merupakan unsur-unsur suatu reservoir minyakbumi. Unsur-
unsur tersebut adalah sebagai berikut :
1. Batuan reservoir, sebagai wadah yang diisi dan dijenuhi oleh minyakbumi dan
gasbumi. Biasanya batuan reservoir berupa lapisan batuan yang berongga-
rongga atau berpori-pori.
2. Lapisan penutup (cap rock), yaitu suatu lapisan tidak permeable yang terdapat
diatas suatu reservoir, berfungsi untuk menghalang-halangi minyakbumi dan
gasbumi agar tidak keluar dari reservoir.
3. Perangkap reservoir (reservoir trap), merupakan suatu unsur penjebak yang
bentuknya sedemikian rupa, sehingga lapisan beserta penutupnya merupakan
bentuk konkav ke bawah, menyebabkan gasbumi dan minyakbumi berada
dibagian atas reservoir.
Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral. Sedangkan suatu mineral
dibentuk dari beberapa ikatan komposisi kimia. Banyak sedikitnya suatu komposisi
kimia akan membentuk suatu jenis mineral tertentu dan akan menentukan macam
batuan.

2.2.1. Komposisi Kimia Batuan Reservoir


Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa
batupasir, batuan karbonat, dan shale atau kadang-kadang vulkanik. Masing-masing
batuan tersebut mempunyai komposisi kimia yang berbeda, begitu pula sifat
fisiknya. Unsur atau atom-atom penyusun batuan reservoir perlu diketahui
mengingat macam dan jumlah atom-atom tersebut akan menentukan sifat-sifat
mineral yang terbentuk, baik sifat-sifat fisik maupun sifat-sifat kimiawinya.

2.2.1.1. Batupasir
Menurut Pettijohn, batupasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
orthoquartzite, graywacke, dan arkose. Pembagian tersebut didasarkan pada jumlah
kandungan mineralnya.

1. Orthoquartzite
Orthoquartzite merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk dari proses
sedimentasi yang menghasilkan unsur silica yang tinggi, dengan tidak mengalami
metaformosa (perubahan bentuk) dan pemadatan. Orthoquartzite terutama terdiri
atas mineral kwarsa (quartz) dan mineral lainnya yang stabil. Material pengikatnya
(semen) terutama terdiri atas carbonate dan silica. Orthoquartzite merupakan jenis
batuan sedimen yang relatif bersih, yaitu bebas dari kandungan shale dan clay.
Tabel II-6 menunjukkan komposisi kimia orthoquartzite.
Tabel II-6.
Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzite (%) 10
2. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari unsur-unsur
mineral yang berbutir besar, terutama kwarsa dan feldspar serta fragmen-fragmen
batuan. Material pengikatnya adalah clay dan carbonate. Secara lengkap mineral-
mineral penyusun graywacke dapat dilihat pada Tabel II-7. Komposisi graywacke
tersusun dari unsur silica dengan kadar lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata
batupasir, dan kebanyakan silica yang ada bercampur dengan silikat. Secara
terperinci komposisi kimia graywacke dapat dilihat pada Tabel II-8.

3. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir dan biasanya tersusun dari quartz sebagai
mineral yang dominan, meskipun seringkali mineral feldspar jumlahnya lebih
banyak dari quartz. Sedangkan unsur-unsur lainnya, secara berurutan sesuai
persentasenya ditunjukkan pada Tabel II-9.

Tabel II-7
Komposisi Mineral Graywacke (%) 10
Tabel II-8.
Komposisi Kimia Graywacke (%) 10
Tabel II-9.
Komposisi Mineral Arkose (%) 10

Komposisi kimia arkose ditunjukkan pada Tabel II-10, dimana terlihat


bahwa arkose mengandung lebih sedikit silica jika dibandingkan dengan
orthoquartzite, tetapi kaya akan alumina, lime, potash dan soda.

Tabel II-10.
Komposisi Kimia Arkose (%) 10
2.2.1.2. Batuan Karbonat
Dalam hal ini yang dimaksud dengan batuan karbonat adalah limestone,
dolomite, dan yang bersifat diantara keduanya. Limestone adalah istilah yang biasa
dipakai untuk kelompok batuan yang mengandung paling sedikit 80 % calcium
carbonate atau magnesium.
Istilah limestone juga dipakai untuk batuan yang mempunyai fraksi
carbonate melebihi unsur non-carbonate-nya. Pada limestone, fraksi terutama
disusun oleh mineral calcite. Sedangkan pada dolomite, mineral penyusun
utamanya adalah mineral dolomite. Tabel II-11 menunjukkan komposisi kimia
limestone secara lengkap.

Tabel II-11.
Komposisi Kimia Limestone (%) 10
Komposisi dolomit ini pada dasarnya hampir sama dengan komposisi kimia
limestone, kecuali kalau unsur MgO-nya merupakan unsur yang paling penting dan
jumlahnya cukup besar. Secara lengkap komposisi unsur penyusun dolomite ini
ditunjukkan pada tabel II-12.

Tabel II-12.
Komposisi Kimia Dolomite (%) 10

2.2.1.3. Batuan Shale


Pada umumnya unsur penyusun batuan shale terdiri dari kurang lebih 58 %
silicon dioxide (SiO2), 15 % alumunium oxide (Al2O3), 6 % iron oxide (FeO) dan
Fe2O3, 2 % magnesium oxide (MgO), 3 % calcium oxide (CaO), 3 % potasium
oxide (K2O), 1 % sodium oxide (Na2O), dan 5 % air (H2O). Sisanya adalah metal
oxide dan anion, seperti terlihat pada Tabel II-13.
Tabel II-13.
Komposisi Kimia Shale (%) 10

2.2.2. Sifat Fisik Fluida Reservoir


Beberapa sifat fisik fluida yang perlu diketahui adalah : densitas, viskositas,
faktor volume formasi, dan kompresibilitas.

2.2.2.1. Sifat Fisik Gas


Gas merupakan suatu fluida yang homogen dengan densitas dan viskositas
rendah serta tidak tergantung pada bentuk tempat yang ditempatinya, sehingga
dapat mengisi semua ruangan yang ada. Berdasarkan jenisnya, gas dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1. Gas ideal, adalah fluida dimana :
 Mempunyai molekul yang dapat diabaikan bila dibandingkan dengan volume
fluida keseluruhan.
 Tidak mempunyai tenaga tarik-menarik maupun tolak-menolak antar
molekul-molekulnya atau antara molekul-molekul dengan dinding wadahnya.
 Tumbukan antar molekul-molekulnya bersifat lenting sempurna, sehingga
tidak terjadi kehilangan tenaga akibat tumbukan tersebut.
Persamaan untuk gas ideal adalah sebagai berikut :

m
PV  nRT  RT ................................................................................ (2-1)
M
dimana :
P = tekanan, psi
V = volume, Cuft
T = temperatur, oR
n = jumlah mol gas, lb-mol
m = berat gas, lb
M = berat molekul gas, lb/lb-mol
R = konstanta gas, psi-Cuft/(lb-mol oR).
Konstanta gas (R) memiliki harga berlainan, tergantung satuan yang digunakan.
Tabel II-14. menunjukkan harga R untuk beberapa unit satuan.
2. Gas nyata, adalah gas yang tidak mengikuti hukum-hukum gas ideal.
Persamaan untuk gas nyata adalah sebagai berikut :

m
PV  nZRT  ZRT ............................................................................ (2-2)
M
dimana : Z = faktor kompresibilitas gas.
Harga Z untuk gas ideal adalah satu. Sedangkan untuk gas nyata, harga Z
bervariasi tergantung dari tekanan dan temperatur yang bekerja. Gambar 2.6.
menunjukkan bentuk plot antara faktor kompresibilitas gas (Z), sebagai fungsi
tekanan pada temperatur konstan.
Untuk suatu gas tertentu yang belum diketahui harga Z-nya, dapat dicari
berdasarkan hukum corresponding state yang berbunyi, pada suatu tekanan dan
temperatur tereduksi yang sama, maka semua hidrokarbon mempunyai harga Z
yang sama. Tekanan dan temperatur tereduksi untuk gas murni dapat dinyatakan
dengan persamaan sebagai berikut :
P T
Pr  , dan Tr  ............................................................................. (2-3)
Pc Tc

dimana :
Pr = tekanan tereduksi gas murni
Tr = temperatur tereduksi gas murni
P = tekanan reservoir, psi
T = temperatur reservoir, oR
Pc = tekanan kritik gas murni, psi
Tc = temperatur kritik gas murni, oR.

Tabel II-14.
Berbagai Harga R Untuk Beberapa Unit Satuan 09
Units R

atm, cc/g-mole, oK. ............................... 0082.060000


atm, liter/g-mole, oK. ............................ 0000.082060
BTU/lb-mole, oR. .................................. 0001.987000
psia, cu ft/lb-mole, oR. .......................... 0010.730000
lb/sq ft abs, cu ft/lb-mole, oR. ............... 1544.000000
atm, cu ft/lb-mole, oR. .......................... 0000.730000
kwh/lb-mole, oK. ................................... 0000.001049
hp-hr/lb-mole, oR. ................................. 0000.000780
atm, cu ft/lb-mole, oK. ........................... 0001.314500
mm Hg, liters/g-mole, oK. ..................... 0062.370000
in. Hg, cu ft/lb-mole, oR. ....................... 0021.850000
cal/g-mole, oK. ...................................... 0001.987000
atm, cu ft/lb-mole, oK. ........................... 0001.314000

Harga Pc dan Tc untuk masing-masing gas murni ditentukan dari Tabel II-
15. Kemudian dengan menggunakan grafik yang sesuai dengan jenis gasnya, maka
akan diperoleh harga Z.
Untuk suatu gas campuran yang terdapat senyawa impurities (N 2, CO2,
H2S), maka dalam penentuan harga Z terlebih dahulu harus diketahui komposisi
campurannya. Kemudian harga P dan T kritik gas campuran ditentukan dengan
persamaan berikut :

   
Ppc   Yi Pci , dan T pc   Yi Tc i ...................................................... (2- 4)

dimana :
Ppc = tekanan kritik gas campuran, psi
Pci = tekanan komponen ke-i, psi
Tpc = temperatur kritik gas campuran, oR
Tci = temperatur komponen ke-i, oR
Yi = fraksi mol komponen ke-i.
Sedangkan P dan T tereduksi untuk gas campuran dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan berikut :

P T
Ppr  , dan Tpr  .................. (2-5)
Ppc Tpc

dimana :
Ppr = tekanan tereduksi untuk gas campuran
Tpr = temperatur tereduksi untuk gas campuran

Tabel II-15.
Konstanta Fisik Beberapa Jenis Hidrokarbon Pembentuk Gas Alam 04
Chemical Symbol Molecular Critical Critical
Compound
Composition (for Calculation) Weight Pressure, psi Temperatue, oR
Methane CH4 C1 016.04 0673 0344
Ethane C2 H6 C2 030.07 0709 0550
Propane C3 H8 C3 044.09 0618 0666
iso-Butane C4H10 i-C4 058.12 0530 0733
n-Butane C4H10 n-C4 058.12 0551 0766
iso-Pentane C5H12 i-C5 072.15 0482 0830
n-Pentane C5H12 n-C5 072.15 0485 0847
n-Hexane C6H14 n-C6 086.17 0434 0915
n-Heptane C7H16 n-C7 100.20 0397 0973
n-Octane C8H18 n-C8 114.20 0361 1024
Nitrogen N2 N2 028.02 0492 0227
Carbon dioxide CO2 CO2 044.01 1072 0548
Hydrogen Sulfide H2 S H2 S 034.08 1306 0673

2.2.2.1.1 Densitas Gas


Densitas (berat jenis) gas didefinisikan sebagai perbandingan antara rapatan
gas tersebut dengan rapatan suatu gas standar. Densitas gas biasanya dinyatakan
dalam specific gravity gas (g), yang merupakan perbandingan densitas gas pada
kondisi tekanan dan temperatur tertentu terhadap densitas udara kering pada
tekanan dan temperatur yang sama, atau secara matematik dituliskan dengan
persamaan :
 gas
g  ………………………………………..…………… (2-6)
 udara

Definisi dari densitas gas g = MP/TR, sehingga bila gas dan udara dianggap
sebagai gas ideal, maka g dapat dituliskan dengan persamaan :
Mg.P / R.T Mg
g   ……………………………………………. (2-7)
Mu.P / R.T 28.97

2.2.2.1.2. Viskositas Gas


Viskositas gas (g) didefinisikan sebagai ukuran ketahanan gas terhadap
aliran, dengan satuan centipoise (cp) atau gr/100-cm-sec. Viskositas gas tergantung
dari tekanan, temperatur dan komposisi gas. Herning dan Zipperer (1936)
menurunkan persamaan viskositas gas campuran berdasarkan viskositas masing-
masing komponen penyusunnya, yaitu sebagai berikut :

1
 i Yi M i2
 1g  1 .................................................................................... (2-8)
Yi M i2

dimana :
1g = viskositas gas campuran pada tekanan satu atmosfer, cp
i = viskositas komponen ke-i, cp
Yi = fraksi mol komponen ke-i
Mi = berat molekul komponen ke-i, lb/lb-mole

2.2.2.1.3. Faktor Volume Formasi Gas


Faktor volume formasi gas (Bg) didefinisikan sebagai volume dalam barrel
pada kondisi reservoir yang ditempati oleh satu standard cubic feet (SCF) gas. Hal
ini dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara volume yang ditempati oleh gas
pada kondisi reservoir dengan sejumlah gas yang sama pada kondisi standar (14.7
psi, 60 oF). Jadi bentuk persamaan matematiknya adalah sebagai berikut :

Vr
Bg  ................................................................................................ (2-9)
Vsc

dimana :
Bg = faktor volume formasi gas, Cuft/SCF
Vr = volume gas pada kondisi reservoir, Cuft
Vsc = volume gas pada kondisi standar, SCF.
Volume n mol gas pada kondisi standar, adalah :
Z sc nRTsc
Vsc  .................................................................................... (2-10)
Psc

Sedangkan volume n mol gas pada kondisi reservoir, adalah :


Z r nRTr
Vr  ....................................................................................... (2-11)
Pr
Dengan mensubstitusikan Persamaan (2-10) dan (2-11) kedalam Persamaan (2-9),
maka akan diperoleh harga Bg, yaitu :

Z r Tr
B g  0.02829 , Cuft/SCF ............................................................ (2-12)
Pr
Z r Tr
B g  0.00504 , BBL/SCF ........................................................... (2-13)
Pr

dimana :
Psc = tekanan pada kondisi standar, psi ( 14.7 psi)
Pr = tekanan pada kondisi reservoir, psi
Tsc = temperatur pada kondisi standar, oR ( 520 oR)
Tr = temperatur pada kondisi reservoir, oR
Zsc = faktor kompresibilitas gas pada kondisi standar ( 1)
Zr = faktor kompresibilitas gas pada kondisi reservoir.

2.2.2.1.4. Kelarutan Gas Dalam Minyak


Kelarutan gas dalam minyak (Rs) didefinisikan sebagai banyaknya standard
cubic feet (SCF) gas yang berada dalam larutan minyak sebanyak satu barrel tangki
pengumpul (STB), ketika minyak dan gas masih berada dalam kondisi reservoir.
Kelarutan gas dalam minyak dipengaruhi oleh tekanan, temperatur, dan komposisi
keduanya. Penentuan harga Rs dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi
Beal (1946), dengan terlebih dahulu mengatahui tekanan dan gravity minyak.
Korelasi Beal dapat dilihat pada Gambar 2.10 dibawah.
Gambar 2.10. Korelasi Beal untuk menghitung kelarutan gas dalam minyak 09

2.2.2.1.5. Kompresibilitas Gas


Kompresibilitas gas (Cg) didefinisikan sebagai fraksi perubahan volume per
unit perubahan tekanan, atau secara matematik dapat dituliskan dengan persamaan
1  dV 
Cg     ...................................................................................... (2-14)
V  dP 

Dalam pembahasan mengenai kompresibilitas gas terdapat dua kemungkinan


penyelesaian, yaitu : kompresibilitas gas ideal dan kompresibilitas gas nyata.
Kompresibilitas Gas Ideal
Persamaan gas ideal adalah :
nRT
PV  nRT , atau V 
P

 dV  nRT
    2 ....................................................................................... (2-15)
 dP  P
Dengan mensubstitusikan Persamaan (2-15) kedalam Persamaan (2-14) akan
dihasilkan persamaan berikut :

 1   nRT  1
Cg       2   ……………………………………………… (2-16)
 V  P  P
Kompresibilitas Gas Nyata
Pada gas nyata, faktor kompresibilitas diperhitungkan. Persamaan volume
gas nyata adalah sebagai berikut :
Z
V  nRT
P
Bila temperatur dianggap konstan, maka penurunan persamaan tersebut
menghasilkan persamaan berikut :
 dZ 
 dV   P dP  Z 
   nRT  
 dP   P2 
 T

P nRT  dZ 
Cg   P  Z
nRTZ P 2  dP 

1 1 dZ
Cg   ……………………………….……………………. (2-17)
P Z dP

2.2.2.2. Sifat Fisik Minyak


2.2.2.2.1. Densitas Minyak
Densitas minyak (o) didefinisikan sebagai perbandingan berat minyak (lb)
terhadap volume minyak (Cuft). Densitas minyak biasanya dinyatakan dalam
specific gravity minyak (o), yang didefinisikan sebagai perbandingan densitas
minyak terhadap densitas air. Atau secara matematik dapat dituliskan dengan
persamaan berikut :
o
o  ................................................................................................ (2-18)
w
dimana :
o = specific gravity minyak, fraksi
o = densitas minyak, lb/Cuft
w = densitas air, lb/Cuft.
Specific gravity minyak umumnya dinyatakan dalam derajat API, dan dapat
diformulasikan dengan persamaan berikut :
141.5
o
API   131.5 ........................................................................ (2-19)
o

2.2.2.2.2. Viskositas Minyak


Viskositas minyak (o) didefinisikan sebagai ukuran ketahanan minyak
terhadap aliran, dengan satuan centi poise (cp) atau 0.01 gr/cm-sec. Viskositas
minyak tergantung dari tekanan, temperatur, gravity minyak dan kelarutan gas
dalam minyak. Viskositas minyak akan turun dengan naiknya temperatur dan akan
naik dengan bertambahnya berat molekul. Penentuan harga o dapat dilakukan
dengan menggunakan korelasi Beal (1946) dan Chew & Connally (1958) seperti
terlihat pada Gambar 2.11 dan 2.12. Harga o yang diperoleh dari Gambar 2.11
adalah o pada tekanan atmosfer, kemudian untuk memperoleh harga o pada
kondisi reservoir (dibawah Pb) digunakan Gambar 2.12. Sedangkan untuk
memperoleh harga o diatas Pb digunakan korelasi Beal (1946) seperti terlihat pada
Gambar 2.13, yang menunjukkan hubungan koreksi harga o dibawah Pb terhadap
harga o diatas Pb.
Gambar 2.11. Viskositas Minyak Mentah Bebas Gas Sebagai Fungsi Temperatur
Reservoir dan Gravity Minyak Mentah Stock Tank. 09
Gambar 2.12. Viskositas Minyak Mentah Jenuh Pada
09
Temperatur dan Tekanan Reservoir.

2.2.2.2.3. Faktor Volume Formasi Minyak


Faktor volume formasi minyak (Bo) didefinisikan sebagai volume dalam
barrel pada kondisi reservoir yang ditempati oleh satu stok tank barrel (STB)
minyak (termasuk gas yang terlarut didalamnya).
Seperti halnya dengan kelarutan gas dalam minyak, faktor volume formasi
minyak dipengaruhi oleh tekanan, dimana besarnya tergantung dari cara/proses
pembebasan gasnya, yang biasanya dilakukan dengan dua proses sebagai berikut :
1. Differential liberation, adalah proses pembebasan gas, dimana gas yang terlarut
dalam minyak dibebaskan secara kontinyu. Dalam proses ini penurunan tekanan
sistem seiring dengan mengalirnya sebagian fluida meninggalkan sistem.
Minyak hanya berada dalam kesetimbangan dengan gas yang dibebaskan pada
tekanan tertentu saja, dan tidak dengan gas yang meninggalkan sistem. Jadi
selama proses ini berlangsung, komposisi total sistem selalu berubah.
2. Flash liberation, adalah proses pembebasan gas, dimana tekanan sistem
dikurangi hingga harga tertentu sampai kesetimbangan tercapai, setelah itu gas
dibebaskan. Jadi selama proses ini berlangsung komposisi total sistem tidak
berubah.
Gambar 2.13. Perkiraan viscositas minyak diatas Pb.09

Proses produksi minyak dari reservoir ke permukaan dapat dianggap


mendekati proses liberation, karena pembebasan gas yang terjadi dalam tubing dan
flowline mendekati sistem flash liberation. Perubahan harga B o terhadap tekanan
ditunjukkan pada Gambar 2.14.
Penentuan harga Bo dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi
Standing (1947), dengan terlebih dahulu mengetahui temperatur, gravity minyak,
gravity gas, dan kelarutan gas dalam minyak. Pada saat tekanan reservoir diatas
tekanan gelembung (Pb), maka minyak dan gas yang terlarut didalamnya berada
dalam pori-pori batuan bersama-sama, sehingga keadaan ini disebut faktor volume
formasi total (Bt).
Gambar 2.14. Hubungan Faktor Volume Formasi Minyak dengan Tekanan 09

Bt didefinisikan sebagai banyaknya volume minyak dan gas yang terlarut


didalamnya dalam barrel pada kondisi reservoir yang ditempati oleh satu stock tank
barrel (STB) minyak dan gas yang terlarut didalamnya. Harga Bt dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan berikut :
Bt  Bo  B g  Rsi  Rs  ........................................................................... (2-19)

dimana : Bt = faktor volume formasi total, BBL/STB


Rsi = kelarutan gas dalam minyak mula-mula, SCF/STB
Rs = kelarutan gas dalam minyak pada tekanan tertentu, SCF/STB.
Harga Bt dapat pula tentukan dengan menggunakan korelasi Standing
(1947), dengan terlebih dahulu mengetahui tekanan, temperatur, gravity minyak,
gravity gas, dan kelarutan gas dalam minyak.

2.2.2.2.4. Kompresibilitas Minyak


Kompresibilitas minyak (Co) didefinisikan sebagai perubahan volume
terhadap perubahan tekanan per unit volume cairan. Atau secara matematik
dituliskan dengan :
1  V 
Co    P  .................................................................................. (2-20)
V T

dimana : subscript T menunjukkan bahwa temperatur dianggap konstan.


Apabila Persamaan (2-20) didiferensialkan terhadap P, dengan batas P 1
sampai P2, dan V, dengan batas V1 sampai V2, pada T konstan, maka :
Ln V2 V1 
Co  
 P2  P1 
V 
Co  P2  P1    Ln 2 
 V1 


V2  V1 Exp Co  P1  P2   .................................................................... (2-21)
dimana :
Co = kompresibilitas minyak, psi1
V1 = volume minyak pada kondisi P1, Cuft
V2 = volume minyak pada kondisi P2, Cuft
P1 = tekanan pada kondisi I, psi
P2 = tekanan pada kondisi II, psi.
Apabila Persamaan (2-20) didiferensialkan terhadap P pada T konstan, dan
sesuai hukum keadaan berhubungan (corresponding state), dimana P = Ppc  Ppr,
maka persamaan kompresibilitas minyak (Co) dapat dituliskan dengan persamaan :
Co Ppc  C pr , atau Co P  C pr Ppr

C pr Ppr
Co  ........................................................................................ (2-22)
P
dimana : Cpr = kompresibilitas minyak tereduksi.
Harga Cpr dapat ditentukan dari Gambar 2.15. yang merupakan korelasi Trube
(1957).
Gambar 2.15. Cpr Versus Ppr dan Tpr Untuk Minyak. 09
2.2.2.3. Sifat Fisik Air Formasi
2.2.2.3.1. Densitas Air Formasi
Densitas air formasi dinyatakan dalam massa per satuan volume, spesifik
volum yang dinyatakan dalam volume per satuan massa dan spesifik gravity, yaitu
densitas air formasi pada suatu kondisi tertentu pada tekanan 14,7 psia dan
temperatur 60 oF.
Jika densitas air formasi pada kondisi dasar (standart) dan faktor volume
formasi dari air diketahui harganya (dengan pengukuran langsung), maka densitas
dari air formasi dapat ditentukan.
Vw 
 wb B w ……………………………………………………… (2-23)
V wb w
Dimana :
Vw = Spesifik volume, cuft/lb.
Vwb = Spesifik volume air dalam kondisi standar, lb/cuft.
wb = Densitas dari air pada kondisi dasar, lb/cuft
Bw = Faktor volume formasi air.
Faktor yang sangat mempengaruhi terhadap densitas air formasi adalah kadar
garam dan temperatur reservoir. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16. Pengaruh konsentrasi garam dan
temperatur pada densitas air formasi. 10
2.2.2.3.2. Viskositas Air Formasi
Viskositas air formasi (w) akan naik dengan turunnya temperatur dan
kenaikkan tekanan, seperti terlihat pada Gambar 2.17, yang merupakan hubungan
antara kekentalan air formasi terhadap tekanan dan temperatur. Fungsi utama
mengetahui perilaku kekentalan air formasi pada kondisi reservoir adalah untuk
mengontrol gerakan air formasi dalam reservoir.

Gambar 2.17. Viscositas air formasi sebagai fungsi temperatur dan tekanan.02

2.2.2.3.3. Faktor Volume Formasi Air Formasi


Faktor volume formasi air formasi (B w) menunjukkan perubahan volume air
formasi dari kondisi reservoir kekondisi permukaan. Faktor volume formasi air
formasi ini dipengaruhi oleh pembebasan gas dengan turunnya tekanan,
pengembangan air dengan turunnya tekanan dan penyusutan air dengan turunnya
temperatur. Gambar 2.18. menunjukkan hubungan faktor volume formasi air
formasi dengan tekanan.
Faktor volume formasi air formasi ditentukan dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
 
Bw  1  Vwp  1  VwT  ................................................................... (2-24)
dimana :
VwT = penurunan volume sebagai akibat penurunan temperatur (Gambar 2.18)
Vwp = penurunan volume selama penurunan tekanan .
Gambar 2.18. Penurunan Faktor Volume air
formasi sebagai fungsi tekanan.02
2.2.2.3.4. Kelarutan Gas Dalam Air Formasi
Kelarutan gas dalam air formasi akan lebih kecil bila dibandingkan
dengan kelarutan gas dalam minyak di reservoir pada tekanan dan temperatur
yang sama. Pada temperatur tetap, kelarutan gas dalam air formasi akan naik
dengan naiknya tekanan.
Sedangkan pada tekanan tetap, kelarutan gas dalam air formasi mula-mula
menurun sampai harga minimum kemudian naik lagi terhadap naiknya temperatur,
dan kelarutan gas dalam air formasi akan berkurang dengan bertambahnya kadar
garam. Karena kelarutan gas dalam air formasi juga dipengaruhi oleh kegaraman
air formasi, maka harganya perlu dikoreksi dengan Gambar 2.20.

Gambar 2.19. Kelarutan gas dalam air sebagai


fungsi tekanan dan temperatur.02
Gambar 2.20. Korekasi kadar garam terhadap
kelarutan gas dalam air formasi.02

2.2.2.3.4. Kompresibilitas Air Formasi


Kompresibilitas air murni tergantung pada temperatur, tekanan dan
kelarutan gas dalam air (Gambar 2.32). Kompresibilitas air murni pada temperatur
konstan dinyatakan dalam persamaan berikut :
1  V 
Cwp     .................................................................................... (2-25)
V  P 

dimana : Cwp = kompresibilitas air murni, psi1


V = volume air murni, BBL
V = perubahan volume air murni, BBL
P = perubahan tekanan, psi.
Selain itu kompresibilitas air formasi dapat ditentukan dengan persamaan :
C w  C wp 1  0.0088Rsw  .................................................................... (2-26)

dimana : Rsw = kelarutan gas dalam air formasi, SCF/BBL


Cwp = kompresibilitas air murni, psi1
Cw = kompresibilitas air formasi, psi1.
Gambar 2.21. Grafik kompresibilitas air Vs
temperatur dan koreksi kelarutan
gas dalam air .02
2.2.3. Sifat Fisik Batuan Reservoir
Pada dasarnya semua batuan dapat menjadi batuan reservoir asalkan
mempunyai porositas dan permeabilitas yang cukup, namun pada kenyataannya
hanya batuan sedimen yang banyak dijumpai sebagai batuan reservoir, khususnya
reservoir minyak. Oleh karena itu dalam penilaian batuan reservoir selanjutnya
akan banyak berhubungan dengan sifat-sifat fisik batuan sedimen, terutama yang
porous dan permeable.
Sifat fisik batuan antara lain meliputi porositas, wettabilitas, permeabilitas,
saturasi fluida dalam batuan, tekanan kapiler dan kompresibilitas batuan.

2.2.3.1. Porositas
Porositas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan besar rongga dalam
batuan dan didefinisikan sebagai perbandingan volume pori-pori batuan (pore
volume) terhadap volume total batuan (bulk volume). Atau secara matematik dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut :
Vp Vb  V g
  ................................................................................ (2-27)
Vb Vb

dimana :
 = porositas, fraksi
Vp = volume pori-pori batuan
Vb = volume total batuan
Vg = volume butiran.
Berdasarkan proses terbentuknya, porositas dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Porositas primer, adalah porositas yang terjadi bersamaan dengan proses
pengendapan batuan.
2. Porositas sekunder, adalah porositas yang terjadi setelah proses pengendapan
batuan, seperti akibat proses pelarutan, rekahan, atau dolomitasi.
Ditinjau dari teknik reservoir, porositas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Porositas absolut, adalah perbandingan volume pori-pori seluruh batuan (baik
yang berhubungan maupun tidak) terhadap volume total batuan, atau :
Volume Pori  Pori Seluruh Batuan
 abs  ................. (2-28)
Volume Total Batuan

2. Porositas efektif, adalah perbandingan volume pori-pori batuan yang


berhubungan terhadap volume total batuan, atau dinyatakan dengan persamaan :
Volume Pori  Pori yang Berhubunga n
 eff  ............ (2-29)
Volume Total Batuan

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga porositas adalah sebagai berikut :


1. Bentuk dan distribusi ukuran butir.
Bentuk butir yang seragam dan mendekati bentuk bola akan mempunyai
porositas lebih besar bila dibandingkan dengan butiran yang menyudut.
Sedangkan distribusi ukuran butir akan mempengaruhi besar kecilnya pori-pori
antar butir.
2. Susunan butir.
Susunan butir yang baik akan memperbesar porositas.
3. Kompaksi dan sementasi.
Kompaksi batuan mengakibatkan mengecilnya porositas. Hal ini disebabkan
oleh penekanan batuan diatasnya, sehingga butir-butir batuan menjadi rapat.
Sedangkan sementasi yang kuat juga akan memperkecil porositas.
4. Lingkungan pengendapan.

2.2.3.2. Wetabilitas
Wettability atau derajat kebasahan merupakan salah satu sifat fisik batuan
reservoir yang timbul karena adanya pengaruh gaya tarik-menarik antara molekul-
molekul yang berlainan jenis (gaya adhesi). Gaya tarik-menarik ini terjadi dalam
sistem benda padat dengan satu atau lebih fluida yang tidak saling melarutkan.
Derajat kebasahan batuan didefinisikan sebagai suatu kecenderungan fluida
untuk menyebar atau menempel pada permukaan batuan (padatan) dengan adanya
fluida lain yang tidak saling bercampur (immiscible). Atau dengan kata lain adalah
sifat dari batuan yang menyatakan mudah atau tidaknya permukaan batuan tersebut
dibasahi oleh fluida. Kecenderungan menyebar dan menempel ini disebabkan
adanya gaya adhesi yang merupakan fungsi dari tegangan permukaan antara batuan
dan fluida. Faktor tersebut akan menentukan fluida mana yang lebih membasahi
padatan.
Dalam sistem minyak-air-padatan, gaya adhesi yang menyebabkan fasa cair
membasahi padatan adalah sebesar :
AT   so   sw   wo Cos wo ................................................................... (2-30)

dimana :
AT = gaya adhesi, dyne/cm
sw = tegangan permukaan antara air dengan padatan, dyne/cm
so = tegangan permukaan antara minyak dengan padatan, dyne/cm
wo = tegangan permukaan antara minyak dengan air, dyne/cm
wo = sudut kontak antara minyak dengan air.
Besar kecilnya gaya adhesi akan menentukan kemampuan fluida pembasah
untuk melekat pada padatan dan penyebarannya pada permukaan padatan (batuan
reservoir). Sehingga gaya adhesi yang besar (sudut kontak antara minyak-air lebih
kecil dari 90o) akan menyebabkan air cenderung untuk melapisi batuan, dan dalam
hal ini berarti batuan reservoir bersifat basah air (water wet). Sebaliknya, batuan
akan disebut basah minyak (oil wet) apabila sudut kontaknya lebih besar dari 90 o.
Terlihat pada Gambar 2.22 adanya kesetimbangan gaya pada permukaan air-
minyak-padatan, dimana sifat fluida untuk membasahi dapat dilihat dari sudut
kontak yang terbentuk.
Gambar 2.22. Kesetimbangan Gaya Pada Permukaan
Kontak Air-Minyak-Padatan. 02

Apabila diteliti lebih lanjut, besar sudut kontak dipengaruhi oleh komposisi
kimia batuan (padatan) dan kedua fasa cairannya. Distribusi cairan dalam sistem
pori-pori batuan tergantung pada sifat kebasahan. Distribusi pendulair ring adalah
keadaan dimana fluida yang membasahi tidak kontinyu sedangkan fasa yang tidak
membasahi ada dalam kontak dengan beberapa butiran batuan. Sedangkan faniculair
ring adalah keadaan dimana fasa yang membasahi kontinyu dan secara mutlak terdapat
pada pemukaan batuan.

2.2.3.3. Tekanan Kapiler


Tekanan kapiler didefinisikan sebagai perbedaan tekanan pada batas dua
fluida yang tak saling campur (cairan dengan cairan atau cairan dengan gas)
sebagai akibat terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan mereka. Pada
sistem batuan reservoir, tekanan kapiler yang dimaksud adalah perbedaan tekanan
antara fluida non wetting phase (Pnw) dengan fluida wetting phase (Pw) didalam
saluran kapiler yang terbentuk oleh sistem pori-pori batuan, atau dituliskan dengan
persamaan berikut :
Pc  Pnw  Pw ....................................................................................... (2-31)

Tekanan kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori-pori dan macam
fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam hubungan sebagai berikut:
2  Cos
Pc    g h .......................................................................... (2-32)
r
dimana :
Pc = tekanan kapiler, dyne/cm2 (1 dyne = 1 gr-cm/sec2)
 = tegangan permukaan antara dua fluida, dyne/cm
 = sudut kontak permukaan antara dua fluida
r = jari-jari kelengkungan pori-pori, cm
 = perbedaan densitas dua fluida, gr/cc
g = percepatan gravitasi, cm/sec2
h = tinggi kolom fluida, cm.
Dari Persamaan 2-6 dapat dilihat bahwa tekanan kapiler berhubungan
dengan ketinggian di atas permukaan air bebas (oil-water contact), sehingga data
tekanan kapiler dapat dinyatakan menjadi plot antara h versus saturasi air (S w),
seperti pada Gambar 2.23. Perubahan ukuran pori-pori dan densitas fluida akan
mempengaruhi bentuk kurva tekanan kapiler dan ketebalan zona transisi.

Gambar 2.23. Plot saturasi Vs ketinggian yang


menunjukkan adanya tekanan kapiler.02

2.2.3.4. Saturasi Fluida


Saturasi fluida didefinisikan sebagai perbandingan volume pori-pori batuan
yang ditempati oleh suatu fluida terhadap volume pori-pori total batuan. Atau
secara matematik dapat dituliskan dengan persamaan berikut :
Volume Pori  Pori Batuan yang Diisi Fluida , V f
Sf  ........................ (2-33)
Volume Pori  Pori Total Batuan, V p

dimana :
Sf = saturasi fluida, fraksi.

Sedangkan saturasi untuk masing-masing fluida adalah :


Volume Pori  Pori Batuan yang Diisi Oleh Minyak , Vo
So  ............. (2-34)
Volume Pori  Pori Total Batuan, V p

Volume Pori  Pori Batuan yang Diisi Oleh Gas, V g


Sg  ................... (2-35)
Volume Pori  Pori Total Batuan, V p

Volume Pori  Pori Batuan yang Diisi Oleh Air , Vw


Sw  ................... (2-36)
Volume Pori  Pori Total Batuan, V p

dimana :
So = saturasi minyak, fraksi
Sg = saturasi gas, fraksi
Sw = saturasi air, fraksi.
Bila pori-pori batuan reservoir terisi oleh minyak, air dan gas, maka berlaku
hubungan sebagai berikut :
S o  S g  S w  1 ……………………………………………………... (2-37)

2.2.3.5. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu ukuran yang menunjukkan
kemampuan batuan berpori untuk meluluskan suatu fluida. Perhitungan
permeabilitas pertama kali dikembangkan oleh Henry Darcy (1865), yang
memberikan hubungan empiris dalam bentuk diferensial dengan persamaan sebagai
berikut :
q k P
v  .................................................................................... (2-38)
A  L

dimana :
v = kecepatan aliran, cm/sec
q = laju aliran fluida, cc/sec
A = luas penampang media berpori, cm2
k = permeabilitas, darcy
 = viskositas fluida, cp
P/L = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm.
Tanda negatif pada Persamaan (2-38) menunjukkan bahwa bila terdapat
penambahan tekanan dalam satu arah, maka akan mempunyai arah aliran yang
berlawanan dengan arah penambahan tekanan tersebut.
Pemakaian persamaan Darcy mempunyai beberapa asumsi, yaitu :
 aliran mantap (steady state)
 fluida yang mengalir satu fasa dan incompressible
 viskositas fluida yang mengalir konstan
 tidak terjadi reaksi antara batuan dengan fluidanya
 kondisi aliran isotermal
 formasi homogen dan arah alirannya horisontal.
Pori-pori batuan reservoir umumnya berisi lebih dari satu macam fluida,
sehingga permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut :
1. Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir
didalamnya adalah satu fasa dan harganya tidak tergantung dari macam fluida
yang mengalir.
2. Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir
didalamnya lebih dari satu macam, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas
dan minyak, atau ketiganya mengalir bersama-sama.
3. Permeabilitas relatif, adalah perbandingan permeabilitas efektif batuan terhadap
permeabilitas absolut batuan.
Apabila Persamaan (2-38) diintegralkan dengan batas tekanan P1 sampai P2
dan batas panjang nol sampai L serta kecepatan aliran sama dengan laju aliran
volumetrik per satuan luas penampang, maka :
qL
k ..................................................................................... (2-39)
A P1  P2 

dimana :
k = permeabilitas absolut, darcy
L = panjang batuan, cm
P1, P2 = tekanan pada titik 1 dan 2, atm.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pada kenyataannya jarang sekali
ditemukan reservoir yang didalamnya hanya terdapat satu macam fluida, tetapi
kemungkinan terdiri dari dua atau tiga macam fluida. Berdasarkan hal tersebut,
maka dikembangkan konsep permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif.
Permeabilitas efektif untuk masing-masing fluida dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan-persamaan sebagai berikut :
qo  o L qw  w L qg  g L
Ko  , Kw  dan K g  ............... (2-40)
A P1  P2  A P1  P2  A P1  P2 

Sedangkan permeabilitas relatif untuk masing-masing fluida adalah :


Ko K Kg
Kro  , K rw  w dan Krg  ................................................. (2-41)
k k k

Gambar 2.24. Kurva Keff Sistem minyak dan air. 01


2.2.4.6. Kompresibilitas Batuan
Formasi batuan pada suatu kedalaman tertentu dikenai dua gaya yang
bekerja padanya, yaitu gaya akibat beban batuan diatasnya (overburden) dan gaya
yang timbul akibat adanya fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan tersebut.
Pada keadaan statik, kedua gaya berada dalam keadaan setimbang. Bila tekanan
reservoir berkurang akibat pengosongan fluida, maka kesetimbangan gaya ini
terganggu. Akibatnya terjadi penyesuaian dalam bentuk penyusutan volume pori-
pori, perubahan batuan dan volume total batuan. Koefisien penyusutan ini disebut
dengan kompresibilitas batuan.
Geertsma (1957) memberikan tiga definisi kompresibilitas batuan, yaitu :
1. Kompresibilitas matrik batuan, adalah fraksi perubahan volume butiran terhadap
satuan perubahan tekanan.
2. Kompresibilitas bulk batuan, adalah fraksi perubahan volume bulk batuan
terhadap satuan perubahan tekanan.
3. Kompresibilitas pori-pori batuan, adalah fraksi perubahan volume pori-pori
batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
Dari ketiga konsep kompresibilitas tersebut, kompresibilitas pori-pori batuan
dianggap paling penting dalam teknik reservoir.
Perubahan volume bulk batuan dapat dinyatakan sebagai kompresibilitas
bulk batuan (Cb), yang secara matematik dapat dituliskan dalam bentuk persamaan
berikut :
1 Vb
Cb   ..................................................................................... (2-42)
Vb Ph

dimana :
Vb = volume bulk batuan
Ph = tekanan hidrostatik fluida dalam batuan.
Sedangkan perubahan volume pori-pori batuan dapat dinyatakan sebagai
kompresibilitas pori-pori batuan (Cp), yang dinyatakan dengan persamaan berikut :
1 V p
Cp   ..................................................................................... (2-43)
V p Po

dimana :
Vp = volume pori-pori batuan
Po = tekanan luar (overburden).
Van Der Knaap (1959) melakukan studi yang menunjukkan bahwa
perubahan porositas hanya tergantung dari perubahan tekanan fluida dalam pori-
pori batuan dan tekanan luar akibat adanya pembebanan lapisan batuan. Besar
kompresibilitas pori-pori batupasir dan batuan gamping berkisar antara 2  106
sampai 25  10-6 psi1.

2.4. Tekanan yang bekerja pada formasi


Dalam pembentukan tekanan yang terdapat dalam permukaan bumi, maka
terdapat tiga factor yang saling mempengaruhi. Ketiga faktor itu adalah :
- beban batuan diatas suatu titik pengamatan
- kekuatan rangka batuan
- fluida yang mengisi pori-pori dalam batuan

2.4.1. Tekanan overburden


Tekanan overburden disebut juga sebagai tekanan geostatic, yaitu tekanan
yang disebabkan oleh berat batuan diatasnya. Secara sistematik tekanan oveburden,
untuk setiap kedalaman dinyatakan sebagai :
Berat sedimen + berat fluida
Po = ……………………… (2-
44)
Luas
Berat sedimen = (1 - ).D.A.ma …………………………. (2-
45)
Berat fluida = .D.A.f ………………………………… (2-
46)
Dimana :
Po = tekanan overburdeb, psi
D = kedalaman, ft
ma = berat jenis matrik tanpa fluida, lb/cuft
f = berat jenis fluida dalam batuan, lb/cuft
kombinasi dari persamaan ketiga persamaan diatas :
( 1 - ).D.A.ma + .D.A.f
Po =
A
Po = (1 - ).D.ma +  D.A.f
Po = D[ ( 1 - ).ma + .f ………………………….. (2-47)
Pada cekungan sedimen umumnya tekanan overburden berbanding lurus
dengan kedalaman.

2.3.2. Tekanan formasi


Tekanan formasi adalah tekanan yang diberikan pengisi rongga batuan
reservoir berupa air, miyak dan gas. Tekanan pori fluida batuan dipengaruhi oleh
gradien tekanan hidrostatik suatu kolom fluida didalam formasi. Gradien tekanan
hidrostatik dapat ditentukan dari tekanan hidrostatik, berat dan ketinggian vertical
suatu kolom fluida dalam formasi. Bentuk dan ukuran besar kolom fluida tidak
berpengaruh terhadap besarnya tekanan hidrostatik.
Besarnya tekanan formasi tergantung pada jenis fluida dan kedalamnnya, makin
besar massa jenis dan kedalaman maka makin besar pula formasinya. Pada gambar
memebrikan keterangan bahwa tekanan hidrostatik fluida didalam tabung hanya
tergantung pada besarnya berat jenis fluida (12 ppg) dan ketinggian (5000 ft).
Bagaimanapun bentuk tabung, beasrnya tekanan hidrostatik sama yaitu sebesar
3114 psi.
Secara matematis tekanan hidrostatis dapat dinyatakan
Berat cairan
Ph =
Luas
= h x A x 

A
= xh ……………………………………………………. (2-
48)
dimana :
Ph = tekanan hidrostatis, psi
A = luasan. Inch2
 = berat jenis, lb / gallon
h = ketinggian kolom fluida, ft
Persamaan di lapangan :
Ph = 0,052 . r . h ……………………………………………. (2-49)
Dimana :
0,052 adalah factor konversi
Dari persamaan 2.49 dapat menghitung gradien tekanan hidrostatik (G) yaitu :
Ph
G =
H
= 0,052 . r . psi/ft

2.3.2.1. Tekanan Normal


Tekanan formasi normal adalah suatu tekanan formasi sebagai akibat
tekanan hidrostatik fluida formasi. Sebagai contoh didaerah Rocky Mountain, air
formasinya adalah tawar (fresh water), yang mempunyai gradien 8,33 x 0,052
adalah 0,433 psi/ft.
Gradien tekanan berhubungan dengan lingkungan pengendapan geologi.
Karena pada umumnya sedimen diendapakan pada lingkungan air garam, maka
banyak tempat di dunia ini mempunyai gradien tekanan antara 0,433 psi/ft sampai
0,465 psi/ft. Jadi formasi yang mempunyai gradien tekanan formasi antara 0,433
psi/ft samapi 0,465 psi/ft merupakan tekanan normal.

2.3.2.2. Tekanan Subnormal


Tekanan formasi subnormal adalah formasi yang mempunyai gradien
tekanan dibawah 0,433 psi/ft. Tekanan subnormal diakibatkan adanya rekahan-
rekahan batuan, atau adanya gaya diatrophisma (penekanan batuan dan isinya oleh
gaya pada kerak bumi)
Mekanisme terjadinya tekanan subnormal dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Thermal Expansion
Karena batuan sedimen dan fluida dalam pori dipengaruhi oleh adanya
temperatur, jika fluida mengalami pengembangan maka densitas akan berkurang
dan juga tekanan akan berkurang.

b. Formation Foreshortening (Pengkerutan Formasi)


Selama kompresi akan ada beberapa lapisan yang melengkung
perlapisan teratas melengkung keatas sementara perlapisan terbawah melengkung
kebawah sedangkan lapisan tengah mengembang sehingga dapat menghasilkan
zona tekanan subnormal. Pada kondisi ini juga menyebabkan terjadinya
overpressure pada lapisan teratas dan terbawah.

Gambar 2.25. Pengkerutan formasi 12

c. Potentiometric Surface
Mekanisme ini menunjukkan adanya relief struktur suatu formasi yang
dapat menghasilkan baik zona bertekanan subnormal maupun zona overpressured.
Potentiometric surface didefinisikan sebagai ketinggian dimana air yang
terperangkap akan muncul dalam sumur-sumur yang di bor pada aquifer yang
sama. Potentiometric surface dapat mencapai ribuan feet dibawah atau diatas
ground level.

2.3.2.3. Tekanan Abnormal


Tekanan abnormal adalah tekanan formasi yang mempunyai gradien
tekanan lebih besar dari harga 0,465 psi/ft. Tekanan abnormal tidak mempunyai
komunikasi tekanan secara bebas sehingga tekanannya tidak akan cepat
terdistribusi dan kembali menuju tekanan normalnya. Tekanan abnormal berkaitan
dengan sekat (seal) terbentuk dalam suatu periode sedimentasi, kompaksi atau
tersekatnya fluida didalam suatu lapisan yang dibatasi oleh lapisan yang
permeabilitasnya sangat rendah. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 2.26.

Gambar 2.26. Tekanan abnormal akibat proses kompaksi 12


Pada proses kompaksi normal, mengecilnya volume pori akibat dari
pertambahan berat beban diatasnya dapat mengakibatkan fluida yang ada didalam
pori terdorong keluar dan mengalir ke segala arah menuju formasi di sekitarnya.
Sehingga berat batuan diatasnya akan ditahan oleh partikel-partikel sedimen.
Kompaksi normal umumnya menghasilkan suatu gradient tekanan formasi yang
normal.
Kompaksi abnormal akan terjadi jika pertambahan berat beban diatasnya
tidak menyebabkan berkurangnya ruang pori. Ruang pori tidak mengecil karena
fluida didalamnya tidak bisa terdorong keluar. Tersumbatnya fluida didalam ruang
pori disebabkan karena formasi itu terperangkap didalam formasi lain yang
menyebabkan permeabilitas sangat kecil.
Beberapa mekanisme terbentuknya tekanan abnormal adalah sebagai berikut :

1. Incomplete Sediment Compaction


Sedimentasi clay atau shale yang berlangsung sangat cepat mengakibatkan
terbatasnya waktu bagi fluida untuk membebaskan diri. Di bawah kondisi
normal porositas awal yang tinggi berkurang karena fluida terbebaskan melalui
permeabel sand atau penyaringan melalui shale atau clay. Jika sedimentasi
berlangsung cepat maka proses membebaskan fluida tidak dapat terjadi,
sehingga fluida terjebak didalamnya.

2. Faulting
Patahan dapat menyebabkan redistribusi sedimen, dan menempatkan zone-zone
permeabel berlawanan dengan zone-zone impermeabel, sehingga terbentuk
penghalang bagi aliran fluida. Hal ini akan mencegah keluarnya fluida dari
shale dibawah kondisi terkompaksi. Fenomena faulting yang menyebabkan
adanya tekanan abnormal ditunjukkan pada Gambar 2.27.
Gambar 2.27 Fenomena tekanan abnormal akibat fault 13

3. Kubah garam
Gerakan keatas (intrusi) kubah garam dengan densitas rendah karena gaya
apung yang menerobos perlapisan sedimen normal akan menghasilkan anomali
tekanan. Fenomena kubah garam ditunjukkan pada Gambar 2.28.

4. Massive Shale
Shale yang tebal dan impermeabel akan menghalangi jalannya fluida keluar
dari porinya, sehingga fluida akan ditahan oleh shale yang impermeabel.
Dengan adanya pertambahan tekanan akibat tekanan overburden yang
bertambah oleh karena sedimentasi yang terus berlangsung maka fluida akan
tertekan dan tertahan di dalam pori. Hal ini akan mengakibatkan tekanan
abnormal. Massive shale ditunjukkan pada Gambar 2.29.
13
Gambar 2.28. Kubah garam

Gambar 2.29 Massive shale 13


5. Charged Zone
Disebabkan oleh adanya migrasi fluida dari zone bertekanan tinggi ke tekanan
rendah pada zone yang tidak terlalu dalam. Hal ini terjadi karena adanya
patahan atau casing/penyemenan yang jelek. Tekanan tinggi ini dapat
menyebabkan terjadinya kick karena tidak ada lithologi yang dapat
mengidentifikasikannya. Fenomena charged zone ditunjukkan pada Gambar
2.30.

13
Gambar 2.30. Charged zone

6. Struktur antiklinal
Struktur geologi yang berbentuk antiklin perlu diwaspadai adanya tekanan
tinggi. Terutama pada struktur antiklinal pada kedalaman yang tinggi.

2.3.3. Tekanan Rekah


Tekanan rekah adalah tekanan hidrostatik formasi maksimum yang dapat
ditahan tanpa menyebabkan terjadinya pecah. Besarnya gradien tekanan rekah
dipengaruhi oleh besarnya tekanan overburden, tekanan formasi dan kondisi
kekuatan batuan
Gambar 2.31. Struktur antiklin 13

Mengetahui gradien tekanan rekah sangat berguna ketika meneliti kekuatan


dasar selubung (casing), sedangkan bila gradien tekanan rekah tidak diketahui
maka akan mendapat kesukaran dalam pekerjaan penyemenan dan penyelubungan
sumur.
Selain dari hasil log gradien tekanan rekah dapat ditentukan dengan
memakai prinsip “leak off test”, yaitu memberikan tekanan sedikit-sedikit
sedemikian rupa sampai terlihat tanda-tanda mulai pecah, yaitu ditunjukkan dengan
kenaikan tekanan terus menerus kemudian tiba-tiba turun. Penentuan gradien
tekanan rekah ini juga bisa dari perhitungan antara lain :

Hubbert and Willis, yang menganggap 1/3 s/d 1/2 dari tekanan overburden
berpengaruh efektif terhadap tekanan rekah.

Pf 1  Pob 2 P 
    …………………………………………… (2-50)
D 3 D D 

dimana
Pf = Tekanan Formasi, psi
Pob = Tekanan Overburden, psi
P = Tekanan formasi, psi
D = Kedalaman, ft
2.4. Memperkirakan Tekanan Formasi Yang Tinggi
Tekanan Formasi yang tinggi harus dantisipasi dengan cara memperkirakan
dari permukaan. Untuk memperkirakan tekanan formasi yang tinggi terdapat 5 cara
yaitu data geologi, analisa seismic, data sumur sebelumnya, petunjuk dan data pada
saat pengeboran, dan analisa log.

2.4.1. Data geologi


Data geologi sangat diperlukan sebelum melakukan pengeboran karena
menyangkut kondisi bawah permukaan yang tidak dapat kita lihat dari permukaan.
Yang perlu ditekankan adalah kondisi-kondisi geologi tertentu yang dapat
menyebabkan terjadinya tekanan tinggi antara lain : struktur antiklin, adanya
patahan, kubah garam, massive shale dan charged zone yang telah diterangkan
sebelumnya diatas.

2.4.2. Analisa Seismik


Perkembangan dari ilmu seismik yang melibatkan para ahli seismik
menciptakan gelombang suara yang dapat menembus lapisan-lapisan batuan
dibawah permukaan. Gelombang suara akan dipantulkan kembali dari formasi dan
direkam dengan alat-alat yang menghitung intensitas dari refleksi. Dengan
menyimpulkan dan melakukan perhitungan-perhitungan para ahli geologi mampu
menarik kesimpulan dan menggambarkan bentuk dan perkembangan dari formasi
di bawah permukaan. Khususnya dengan menggunakan komputer 3 dimensi akan
terlihat jelas bentuk formasi. Dengan informasi ini program pemboran dapat
memperkirakan zona-zona yang berpotensial mempunyai tekanan tinggi dan dapat
melakukan pengeboran dengan baik dan aman.

2.4.3. Data Sumur Sebelumnya


Penggunaan data-data sumur terdahulu adalah metode yang terbaik dalam
mengindentifikasi masalah untuk pembuatan sumur baru. Rekaman data lumpur
dan data pengeboran akan memberikan gambaran yang sangat bagus kondisi pada
waktu pengeboran. Dengan rekaman data ini ditambah tambahan data dari data
geologi dan data seismik merupakan informasi yang cukup akurat yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasikan suatu masalah, misalnya saja adanya tekanan
tinggi pada formasi.

2.4.4. Petunjuk Dan Data Pada Waktu Pengeboran


Di bawah ini adalah tanda-tanda yang paling umum yang akan
menunjukkan adanya perubahan tekanan :

2.4.4.1. Perubahan Laju Penembusan


Pertambahan laju penembusan sumur adalah salah satu metode untuk
mengetahui perubahan tekanan pada pori batuan. Secara normal laju penembusan
akan berkurang dengan bertambahanya kedalaman sumur. Penurunan laju
oenembusan ini disebabkan oleh kenaikan tingkat kekerasan (hardness) dan
densitas dari batuan.
Perubahan laju penembusan sumur ketika menembus zona yang bertekanan
tinggi (abnormal pressure)Pertambahan laju penembusan sumur adalah salah satu
metode untuk mengetahui perubahan tekanan pada pori batuan. Secara normal laju
penembusan akan berkurang dengan bertambahanya kedalaman sumur. Penurunan
laju oenembusan ini disebabkan oleh kenaikan tingkat kekerasan (hardness) dan
densitas dari batuan.
Perubahan laju penembusan sumur ketika menembus zona yang bertekanan
tinggi (abnormal pressure) disebabkan karena formasi tersebut mengandung lebih
banyak fluida dan lebih lunak. Pertambahan tekanan formasi juga akan mengurangi
overbalance dari dasar sumur. Hal ini berarti batuan akan lebih mudah pecah ketika
terkena bit. Pertambahan laju penembusan secara tiba-tiba biasanya diesebut
dengan “drilling break”, dan laju penembusan yang berkurang secara tiba-tiba
disebut dengan “reverse break”. Ketika tekanan formasi mulai berubah dari tekanan
normal menjadi tekanan abnormal maka daerah tempat terjadinya perubahan itu
disebut dengan “transition zone”. Ketika pengeboran melewati transition zone ini
maka berta lumpur harus ditambah sedekat mungkin dengan tekanan formasi
2.4.4.2. Perubahan Bentuk, Ukuran dan Jumlah Cutting.
Cutting merupakan potongan-potongan batuan yang digerus, dihancurkan
dari formasi karena kerja bit. Ukuran, bentuk dan jumlah cutting tergantung tipe
formasi, tipe bit, WOB, tingkat ketumpulan bit dan perbedaan tekanan (tekanan
formasi dengan tekanan hidrostatis).
Ukuran dari cutting biasanya halus bila bit tumpul dengan asumsi WOB,
tipe formasi dan perbedaan tekanan relatif konstan. Tetapi jika terjadi perbedaan
tekanan (dengan bertambahnya tekanan formasi), walaupun bit yang digunakan
tumpul akan menyebabkan ukuran, bentuk cutting yang besar dan dalam jumlah
yang banyak.

2.4.4.3. Kenaikan Torque dan Drag


Selama pemboran normal torque secara perlahan akan naik seiring dengan
pertambahan kedalaman. Ini merupakan hasil dari kontak antara drillstring dengan
dinding bor.
Pertambahan tekanan formasi menyebakan cutting dalam jumlah yang lebih
banyak akan masuk ke dalam lubang sumur dan pertambahan jumlah shale yang
akan menghalangi kerja bit ataupun menempel pada drill collars. Pertambahan
torque lebih dari beberapa ratus feet merupakan indikator yang bagus untuk
mengetahui tekanan tinggi.
Kenaikan drag terjadi ketika pemboran mencapai daerah yang mempunyai
tekanan abnormal. Pertambahan ini mungkin disebabkan karena cutting yang
masuk ke dalam lubang sumur akan menempel di collars. Torque dan drag juga
akan bertambah karena formasi yang lunak.

2.4.4.4. Pertambahan Kandungan Gas Pada Lumpur


Pertambahan kandungan gas pad lumpur merupakan indikator yang baik
dari zona bertekanan tinggi. Hal ini terjadi pada waktu pemboran akan memasuki
tekanan tinggi/abnormal dimana pahat sebelumnya menembus lapisan shale yang
banyak mengandung gelembung-gelembung gasa pada pori-pori yang
impermeabel.
2.4.4.5. Perubahan Slope Pada “D” Exponent
Penggunaan metode “d” exponent untuk mendeteksi dan meramalkan
tekanan abnormal kadang-kadang digunakan. Perhitungan “D” Exponent tidak
terlalu rumit dan memerlukan peralatan khusus. Data-data yang diperlukan antara
lain laju penembusan, RPM, WOB dan besar diameter sunur. Hubungan data-data
ini dapat dijabarkan dalam suatu rumus :
 W 
R  dN   …………………………………………………… (2-51)
D 
 pa 

akhirnya dikembangkan menjadi suatu persamaan d-eksponent sebagai berikut :


 R 
log N
 60 
d ………………………………………………….. (2-52)
 12w 
log 6 
 10 d 
 pa 

dimana :
R = Laju penembusan, ft/hour
N = Putaran, Rpm
W = Berat pahat bor, lbs
Dpa = Diameter pahat, inch
Karena pada saat pemboran berlangsung berat jenis lumpur berubah, apalagi ketika
masuk daerah abnormal, maka harga “d” harus dikoreksi terhadap perubahan berat
jenis lumpur sebagai berikut :

d 
d cs  d  mn 
 d ma 
dimana :
dcs = d-Eksponent yang sudah dikoreksi
dmn = berat jenis lumpur normal,ppg
dma = berat jenis lumpur nyata,ppg

Anda mungkin juga menyukai