Tabel II-107
Kisaran harga ukuran kristal dari beberapa sumber
Cox, Price, Harte W.T.G Heinric
Halus < 1 mm < 1 mm < 1 mm
Sedang 1 – 5 mm 1 – 5 mm 1 – 10 mm
Kasar > 5 mm 5 – 30 mm 10 – 30 mm
Sangat kasar > 30 mm > 30 mm
c. Granularitas
Dalam batuan beku, granularitas menyangkut derajat kesamaan ukuran butir
dari kristal penyusun batuan. Granularitas dapat dibagi menjadi :
- Equigranular
Mempunyai ukuran kreistal yang seragam. Dibagi menjadi
1. Fanerik granular, kristal dapat dibedakan dengan mata telanjang dan
berukuran seragam. Contoh : granit, gabro.
2. Afanitik, kristal sangat halus dan tidak bisa dibedakan dengan mata
telanjang. Contoh : basalt.
- Inequigranular
Suatu batuan beku disebut memiliki tekstur inequigranular apabila ukuran
kristal pembentuknya tidak seragam. Dapat dibagi menjadi :
1. Faneroporfiritik, bila kristal mineral yang besar (fenokris) dikelilingi
kristal mineral yang lebih kecil (masa dasar) dan dapat dikenali dengan
mata telanjang. Contoh : Diorit, porfir.
2. Porfiroafanitik, bila fenokris dikelilingi oleh massa dasar yang afanitik.
Contoh : andesit, porfir.
3. Gelasan (glassy) Batuan beku dikatakan memiliki tekstur gelasan apabila
semuanya tersusun atas gelas.
D. Bentuk Kristal
Untuk kristal-kristal yang mempunyai ukuran besar dapat dilihat
kesempurnaan bentuk kristalnya. Hal ini dapat memberikan gambaran mengenai
proses kristalisasi mineral-mineral pembentuk batuan. Bentuk kristal dapat dilihat
pada Gambar 2.1. dan dibedakan menjadi :
- Euhedral, apabila bentuk kristal sempurna dan dibatasi oleh bidang-bidang
kristal yang jelas.
- Subhedral, apabila bentuk kristal tidak sempurna dan hanya sebagian saja
yang dibatasi bidang-bidang kristal.
- Anhedral, apabila bidang batas kristal tidak jelas.
Gambar 2.1 Bentuk-bentuk kristal : (a) euhedral, (b)
subhedral, (c) anhedral 07
Tabel II-2
Bowen Reaction Series 08
Discontinue Continue 1200o
Olivin Ca. Feldspar
Piroxen Bytowmit
Amphibole Andesin
Biotit Oligoklas
Na. Feldspar
K. Feldspar
Muscovit
Kwarsa 570o
.
Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa jenuh tidaknya suatu magma
sangat ditentukan oleh kandungan silika didalam magma tersebut. Berdasarkan
asosiasi mineral pembentuk batuan beku yang didasarkan pada seri reaksi bowen,
pengelompokan mineral dan jenis batuannya dapat diketahui seperti tampak pada
Tabel II-3.
Tabel II-3
Hubungan Asosiasi Mineral Pembentuk Batuan Beku Dengan Kelompok Batuan
Beku Yang Dibentuk 07
b. Tekstur Klastik
Unsur dari tekstur adalah fragmen, masa dasar (matrik) dan semen.
- Fragmen : butiran yang berukuran lebih besar daripada pasir.
- Matrik : butiran yang berukuran lebih kecil daripada fragmen dan
diendapkan bersama-sama dengan fragmen.
- Semen : material halus yang menjadi pengikat, semen diendapkan
setelah fragmen dan matrik. Semen umumnya berupa silika, kalsit, sulfat
atau oksida besi.
Tekstur klastik dibagai atas :
- Ukuran butir
Menurut skala wentworth ukuran butir dibagi pada Tabel II-4 di bawah ini :
Tabel II-4 07
Ukuran Butir Skala Wentworth
Ukuran Butir Nama Butir Nama Batuan
(mm)
>256 Bongkah Breksi : Jika fragmennya
64 – 256 Berangkal mempunyai bentuk runcing
4 – 64 Kerakal Konglomerat : Jika
2–4 Kerikil fragmennya membulat
1–2 Pasir sangat kasar
1/2 – 1 Pasir kasar
1/4 – ½ Pasir sedang Batu pasir
1/8 – ¼ Pasir halus
1/16 –1/8 Pasir sangat halus
1/16 – 1/256 Lanau Batulanau
< 1/256 Lempung Batulempung
Besar butir dipengaruhi oleh : jenis pelapukan, jenis transportasi, waktu dan
jarak transport, resistensi.
b. Struktur internal
Struktur ini terlihat pada bagian dalam batuan sedimen, macam struktur
internal:
- Perlapisan dan laminasi
Disebut dengan perlapisan jika tebalnya lebih dari 1 cm dan disebut
laminasi bila kurang dari 1 cm. Perlapisan dan laminasi batuan sedimen
terbentuk karena adanya perubahan fisik, kimia dan biologi. Misalnya
terjadi perubahan energi arus sehingga terjadi perubahan ukuran butir yang
diendapkan. Macamnya :
a) Perlapisan / laminasi sejajar (current bedding / normal)
Perlapisan batuan tersusun secara horisontal dan saling sejajar.
b) Perlapisan / laminasi silang siur ( cross bedding / lamination )
Perlapisan batuan yang saling memotong satu dengan lainnya.
c) Perlapisan tersusun (Graded Bedding)
Terjadi perubahan ukuran butir secara bergradasi baik secara
normal (gradasi butirnya makin halus kearah atas) atau gradasi
terbalik ( makin kasar kearah atas)
- Masif
Tabel II-5 07
Klasifikasi batuan sedimen menurut Huang (1962)
1. Struktur Foliasi
Foliasi adalah sifat berlapis atau berdaun. Namun harus diebdakan dari
lapisan sedimen. Disini terjadi penyusunan kristal-kristal daripada mineral secara
pertumbuhan dalam arah panjang dari mineral. Batuan ini ditunjukkan oleh adanya
penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
Foliasi ini dapat berjenis-jenis antara lain :
a) Slaty cleveage
Struktur foliasi ini umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir
sangat halus (mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang
planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya disebut slate
(batusabak)
b) Phylitic
Struktur ini hampir sama dengan struktur clay cleveage tetapi terlihat
rekristalisasi yang lebih kasar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih
dengan mineral granular. Batuannya disebut phyllite (filit).
c) Schistosic
Struktur schistosic terbentuk oleh adanya susunan pararel mineral-
mineral pipih prismatik atau lentikuler (umumnya mika atau klorit) yang
berukuran butir sedang sampai kasar. Batuannya disebut schist (sekis).
d) Gneissic/gneissoe
Struktur gneissic terbentuk oleh adanya perselingan lapisan penjajaran
mineral yang mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara mineral-
mineral granuler (misalnya feldspar dan kuarsa) dengan mineral tabular
atau prismatik ( misalnya mineral ferromagnesium). Penjajaran mineral ini
umumnya tidak menerus melainkan terputus-putus. Batuannya disebut
gneis.
2.1.1. Kekar
Kekar atau joint adalah sebutan untuk struktur rekahan dalam batuan
dimana sedikit/ tanpa mengalami pergeseran. Dalam batuan sedimen kekar dapat
terjadi mulai dari sedimen yang diendapkan hingga sesudah proses pengendapan
tersebut berlangsung, dimana batuan sedang mengeras. Selain itu juga terbentuk
pada akhir deformasi atau terbentuk bersamaan struktur lain, seperti perlipatan dan
sesar.
Migrasi minyak melalui kekar ini dapat mengakibatkan larinya minyak ke
permukaan sehingga tidak terbentuk jebakan. Meskipun demikian adanya kekar ini
mengakibatkan minyak dapat keluar dari batuan induk ke batuan reservoir serta
menyebabkan minyak akan bermigrasi dari reservoir satu ke reservoir lainnya. Hal
ini dapat dipakai untuk menerangkan terjadinya akumulasi minyak di dalam
basement (basalt).
Kekar dapat diklasifikasikan dan diperikan berdasarkan salah satu atau
beberapa sifatnya-sifatnya, yaitu : bentuk, ukuran, kerapatan dan gabungan antara
ukuran dengan kerapatnnya.
a. Klasifikasi kekar berdasarkan bentuknya
1. Kekar sistematik
Kekar sistematik selalu dijumpai dalam bentuk yang perpasangan. Di setiap
pasangannya ditandai oleh arahnya yang serba sejajar/hampir sejajar apabila
dilihat dari kenampakan atas permukaan. Kekar sistematik ini pada
umumnya mempunyai bidang-bidang kekar yang rata atau melengkung
lemah dan biasanya hampir tegak lurus dengan batas lithologinya (bidang
perlapisan).
2. Kekar non sistematik
Kekar non sistematik dapat saling bertemu, akan tetapi tidak memotong
kekar lainnya. Permukaannya selalu melengkung dan pada umumnya
berakhir pada bidang-bidang perlapisan.
2.1.2. Sesar
Sesar atau sering disebut fault merupakan suatu rekahan dalam batuan yang
telah mengalami pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian-bagian
yang berhadapan, dengan arah yang sejajar bidang patahan.
Seringkali rekahan yang telah terjadi pergeseran yang arahnya sejajar
dengan bidang rekahannya tercerminkan secara morfologis sebagai “gawir sesar”,
sedangkan bidangnya dinamakan bidang sesar. Perpotongan bidang sesar dengan
permukaan tanah disebut sebagai garis sesar (fault line atau fault trace). Kedudukan
dari bidang sesar dinamakan jurus sesar yang mana merupakan perpotongan antara
bidang sesar dengan horizontal dan kemiringan sesar, yaitu sudut yang dibuat
antara bidang sesar dengan horizontal.
Atap sesar atau sering disebut “hanging wall” merupakan bongkah patahan
yang berada di bagian atas bidang sesar, sedangkan bongkah patahan yang ada di
bagian bawah bidang sesar disebut “footwall”.
Gerakan daripada pembentukan sesar ada dua macam yaitu :
1. Gerak lurus atau translation
2. Gerak berputar atau rotation
Mengenai pergesaeran sesar dalam arah vertikal atau “throw” dikenal dua
pengertian yaitu :
1. Menyatakan ukuran jumlah pergeseran semu dari suatu lapisan atau vein
yang dibuat tegak lurus bidang sesar yang dapat berbeda dari gerak yang
sebenarnya.
2. Menyatakan pergeseran semu dari lapisan atau vein yang dibuat tegak lurus
pada bidang sesar yang dapat berbeda dari gerak yang sebenarnya.
Gerak relatif ini dikenal sebagai slip. Jarak pergeseran seluruhnya disebut dengan
“net slip” atau pergeseran yang sesungguhnya. Komponen horizontal pada bidang
sesar disebut “strike slip”, sedangkan komponen vertikalnya disebut “dislip” atau
perpindahan miring. Jenis gerakan pembentukan sesar diperlihatkan pada Gambar
2.3.
Gambar 2.3. Jenis gerakan pembentukan sesar 05
Suatu daerah yang dilalui sejumlah sesar normal disebut sebagai gejala
sesar bongkah (block faulting). Seperangkat gejala sesar turung dengan arah throw
yang sama disebut “step faulting” (sesar tangga). Hal ini terjadi biasanya pada sesar
yang masih relatif muda.
Sesar normal atau sesar turun (Gambar 2.4) diduga berhubungan erat
dengan pengembangan kerak bumi atau disebabkan karena adanya pemuaian ke
arah luar dari suatu antiklin. Hal ini dapat berbentuk graben dan horst. Graben
merupakan bongkah besar yang menurun dengan bentuk sempit dan memanjang
serta dibatasi oleh bidang sesar yang arahnya hampir sejajar. Sedangkan horst
adalah bagian meninggi atau muncul terhadap daerah sekitarnya yang kedua sisinya
dibatasi oleh sesar turun. Sesar yang demikian ini banyak dijumpai pada puncak-
puncak kubah (dome) di daerah lapangan-lapangan minyak.
Selain dari graben dan horst, dikenal juga “growth faults” yang merupakan
sesar biasa dimana gerakan-gerakannya terus berlangsung selama pengendapan.
Adapun ciri-ciri sesar yang demikian ini adalah pada lapisan yang turun jauh lebih
tebal, dibandingkan dengan lapisan yang naik. Ini merupakan bukti bahwa sesar ini
masih aktif pada saat pengendapan berlangsung.
2.1.2.3. Perlipatan
Dapat disebut juga dengan folds. Bentuk lengkung suatu benda
pipih/lempeng dapat diakibatkan oleh dua macam mekanisme, yaitu : “buckling”
dan “bending”. Pada gejala buckling/melipat, gaya penyebabnya adalah gaya tekan
yang arahnya sejajar dengan permukaan lempeng. Sedangkan pada
bending/pelengkungan , gaya utamanya mempunyai arah tegak lurus terhadap
permukaan lempeng.
Apabila suatu lempeng dikenai oleh gaya horizontal yang arahnya sejajar
dengan bidang lempengnya maka lempeng tersebut akan berubah strukturnya dan
terjadi gejala melipat dan apabila dikenai gaya vertikal yang arahnya tegak lurus
dengan lempeng maka akan terjadi gejala pelengkungan/bending akibatnya bila
kedua gaya yang bekerja bersama-sama pada lempeng tersebut maka akan
terbentuk struktur yang terbentuk lipatan.
Macam bentuk perlipatan dapat dilihat pada Gambar 2.7 dan macam perlipatan
isoclonal dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.7. Macam bentuk perlipatan (A) Simetri (B) Asimetri (C)
Menggantung (D) Lipatan rebah 05
2.2.4. Ketidakselarasan
Ketidakaselarasan atau sering disebut “unconformities” merupakan struktur
yang menggambarkan adanya suatu selang (masa tenggang) yang merupakan massa
dimana tidak terjadi proses sedimentasi pada suatu urutan perlapisan, yang
memisahkan batuan tua dengan batuan muda yang berada diatasnya. Massa
tenggang disini terjadi akibat erosi ataupun tektonik.
Berdasarkan cara terjadinya dan hubungan antara batuan diatas dan di
bawah bidang ketidakselarasan, struktur ketidakselarasan dapat dikelompokkan
menjadi 4 kelompok yaitu :
1. Nonconformities
Merupakan struktur ketidakselarasan dimana lapisan batuan yang berada
dibawah bidang ketidakselarasan adalah batuan beku
2. Angular Unconformities
Merupakan struktur ketidakselarasan dimana lapisan batuan diatas dan di
bawah bidang ketidakselarasan akan membentuk sudut.
3. Disconformities
Merupakan suatu ketidak selarasan dimana batuan diatas dan di bawah bidang
ketidakselarasan posisinya sejajar akan tetapi bidang ketidakselarasannya tidak
sejajar dengan perlapisan batuan.
4. Para Conformities
Merupakan suatu ketidakselarasan dimana urutan lapisan batuan diatas dan di
bawah bidang ketidakselarasannya sejajar.
2.2.1.1. Batupasir
Menurut Pettijohn, batupasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
orthoquartzite, graywacke, dan arkose. Pembagian tersebut didasarkan pada jumlah
kandungan mineralnya.
1. Orthoquartzite
Orthoquartzite merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk dari proses
sedimentasi yang menghasilkan unsur silica yang tinggi, dengan tidak mengalami
metaformosa (perubahan bentuk) dan pemadatan. Orthoquartzite terutama terdiri
atas mineral kwarsa (quartz) dan mineral lainnya yang stabil. Material pengikatnya
(semen) terutama terdiri atas carbonate dan silica. Orthoquartzite merupakan jenis
batuan sedimen yang relatif bersih, yaitu bebas dari kandungan shale dan clay.
Tabel II-6 menunjukkan komposisi kimia orthoquartzite.
Tabel II-6.
Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzite (%) 10
2. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari unsur-unsur
mineral yang berbutir besar, terutama kwarsa dan feldspar serta fragmen-fragmen
batuan. Material pengikatnya adalah clay dan carbonate. Secara lengkap mineral-
mineral penyusun graywacke dapat dilihat pada Tabel II-7. Komposisi graywacke
tersusun dari unsur silica dengan kadar lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata
batupasir, dan kebanyakan silica yang ada bercampur dengan silikat. Secara
terperinci komposisi kimia graywacke dapat dilihat pada Tabel II-8.
3. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir dan biasanya tersusun dari quartz sebagai
mineral yang dominan, meskipun seringkali mineral feldspar jumlahnya lebih
banyak dari quartz. Sedangkan unsur-unsur lainnya, secara berurutan sesuai
persentasenya ditunjukkan pada Tabel II-9.
Tabel II-7
Komposisi Mineral Graywacke (%) 10
Tabel II-8.
Komposisi Kimia Graywacke (%) 10
Tabel II-9.
Komposisi Mineral Arkose (%) 10
Tabel II-10.
Komposisi Kimia Arkose (%) 10
2.2.1.2. Batuan Karbonat
Dalam hal ini yang dimaksud dengan batuan karbonat adalah limestone,
dolomite, dan yang bersifat diantara keduanya. Limestone adalah istilah yang biasa
dipakai untuk kelompok batuan yang mengandung paling sedikit 80 % calcium
carbonate atau magnesium.
Istilah limestone juga dipakai untuk batuan yang mempunyai fraksi
carbonate melebihi unsur non-carbonate-nya. Pada limestone, fraksi terutama
disusun oleh mineral calcite. Sedangkan pada dolomite, mineral penyusun
utamanya adalah mineral dolomite. Tabel II-11 menunjukkan komposisi kimia
limestone secara lengkap.
Tabel II-11.
Komposisi Kimia Limestone (%) 10
Komposisi dolomit ini pada dasarnya hampir sama dengan komposisi kimia
limestone, kecuali kalau unsur MgO-nya merupakan unsur yang paling penting dan
jumlahnya cukup besar. Secara lengkap komposisi unsur penyusun dolomite ini
ditunjukkan pada tabel II-12.
Tabel II-12.
Komposisi Kimia Dolomite (%) 10
m
PV nRT RT ................................................................................ (2-1)
M
dimana :
P = tekanan, psi
V = volume, Cuft
T = temperatur, oR
n = jumlah mol gas, lb-mol
m = berat gas, lb
M = berat molekul gas, lb/lb-mol
R = konstanta gas, psi-Cuft/(lb-mol oR).
Konstanta gas (R) memiliki harga berlainan, tergantung satuan yang digunakan.
Tabel II-14. menunjukkan harga R untuk beberapa unit satuan.
2. Gas nyata, adalah gas yang tidak mengikuti hukum-hukum gas ideal.
Persamaan untuk gas nyata adalah sebagai berikut :
m
PV nZRT ZRT ............................................................................ (2-2)
M
dimana : Z = faktor kompresibilitas gas.
Harga Z untuk gas ideal adalah satu. Sedangkan untuk gas nyata, harga Z
bervariasi tergantung dari tekanan dan temperatur yang bekerja. Gambar 2.6.
menunjukkan bentuk plot antara faktor kompresibilitas gas (Z), sebagai fungsi
tekanan pada temperatur konstan.
Untuk suatu gas tertentu yang belum diketahui harga Z-nya, dapat dicari
berdasarkan hukum corresponding state yang berbunyi, pada suatu tekanan dan
temperatur tereduksi yang sama, maka semua hidrokarbon mempunyai harga Z
yang sama. Tekanan dan temperatur tereduksi untuk gas murni dapat dinyatakan
dengan persamaan sebagai berikut :
P T
Pr , dan Tr ............................................................................. (2-3)
Pc Tc
dimana :
Pr = tekanan tereduksi gas murni
Tr = temperatur tereduksi gas murni
P = tekanan reservoir, psi
T = temperatur reservoir, oR
Pc = tekanan kritik gas murni, psi
Tc = temperatur kritik gas murni, oR.
Tabel II-14.
Berbagai Harga R Untuk Beberapa Unit Satuan 09
Units R
Harga Pc dan Tc untuk masing-masing gas murni ditentukan dari Tabel II-
15. Kemudian dengan menggunakan grafik yang sesuai dengan jenis gasnya, maka
akan diperoleh harga Z.
Untuk suatu gas campuran yang terdapat senyawa impurities (N 2, CO2,
H2S), maka dalam penentuan harga Z terlebih dahulu harus diketahui komposisi
campurannya. Kemudian harga P dan T kritik gas campuran ditentukan dengan
persamaan berikut :
Ppc Yi Pci , dan T pc Yi Tc i ...................................................... (2- 4)
dimana :
Ppc = tekanan kritik gas campuran, psi
Pci = tekanan komponen ke-i, psi
Tpc = temperatur kritik gas campuran, oR
Tci = temperatur komponen ke-i, oR
Yi = fraksi mol komponen ke-i.
Sedangkan P dan T tereduksi untuk gas campuran dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan berikut :
P T
Ppr , dan Tpr .................. (2-5)
Ppc Tpc
dimana :
Ppr = tekanan tereduksi untuk gas campuran
Tpr = temperatur tereduksi untuk gas campuran
Tabel II-15.
Konstanta Fisik Beberapa Jenis Hidrokarbon Pembentuk Gas Alam 04
Chemical Symbol Molecular Critical Critical
Compound
Composition (for Calculation) Weight Pressure, psi Temperatue, oR
Methane CH4 C1 016.04 0673 0344
Ethane C2 H6 C2 030.07 0709 0550
Propane C3 H8 C3 044.09 0618 0666
iso-Butane C4H10 i-C4 058.12 0530 0733
n-Butane C4H10 n-C4 058.12 0551 0766
iso-Pentane C5H12 i-C5 072.15 0482 0830
n-Pentane C5H12 n-C5 072.15 0485 0847
n-Hexane C6H14 n-C6 086.17 0434 0915
n-Heptane C7H16 n-C7 100.20 0397 0973
n-Octane C8H18 n-C8 114.20 0361 1024
Nitrogen N2 N2 028.02 0492 0227
Carbon dioxide CO2 CO2 044.01 1072 0548
Hydrogen Sulfide H2 S H2 S 034.08 1306 0673
Definisi dari densitas gas g = MP/TR, sehingga bila gas dan udara dianggap
sebagai gas ideal, maka g dapat dituliskan dengan persamaan :
Mg.P / R.T Mg
g ……………………………………………. (2-7)
Mu.P / R.T 28.97
1
i Yi M i2
1g 1 .................................................................................... (2-8)
Yi M i2
dimana :
1g = viskositas gas campuran pada tekanan satu atmosfer, cp
i = viskositas komponen ke-i, cp
Yi = fraksi mol komponen ke-i
Mi = berat molekul komponen ke-i, lb/lb-mole
Vr
Bg ................................................................................................ (2-9)
Vsc
dimana :
Bg = faktor volume formasi gas, Cuft/SCF
Vr = volume gas pada kondisi reservoir, Cuft
Vsc = volume gas pada kondisi standar, SCF.
Volume n mol gas pada kondisi standar, adalah :
Z sc nRTsc
Vsc .................................................................................... (2-10)
Psc
Z r Tr
B g 0.02829 , Cuft/SCF ............................................................ (2-12)
Pr
Z r Tr
B g 0.00504 , BBL/SCF ........................................................... (2-13)
Pr
dimana :
Psc = tekanan pada kondisi standar, psi ( 14.7 psi)
Pr = tekanan pada kondisi reservoir, psi
Tsc = temperatur pada kondisi standar, oR ( 520 oR)
Tr = temperatur pada kondisi reservoir, oR
Zsc = faktor kompresibilitas gas pada kondisi standar ( 1)
Zr = faktor kompresibilitas gas pada kondisi reservoir.
dV nRT
2 ....................................................................................... (2-15)
dP P
Dengan mensubstitusikan Persamaan (2-15) kedalam Persamaan (2-14) akan
dihasilkan persamaan berikut :
1 nRT 1
Cg 2 ……………………………………………… (2-16)
V P P
Kompresibilitas Gas Nyata
Pada gas nyata, faktor kompresibilitas diperhitungkan. Persamaan volume
gas nyata adalah sebagai berikut :
Z
V nRT
P
Bila temperatur dianggap konstan, maka penurunan persamaan tersebut
menghasilkan persamaan berikut :
dZ
dV P dP Z
nRT
dP P2
T
P nRT dZ
Cg P Z
nRTZ P 2 dP
1 1 dZ
Cg ……………………………….……………………. (2-17)
P Z dP
V2 V1 Exp Co P1 P2 .................................................................... (2-21)
dimana :
Co = kompresibilitas minyak, psi1
V1 = volume minyak pada kondisi P1, Cuft
V2 = volume minyak pada kondisi P2, Cuft
P1 = tekanan pada kondisi I, psi
P2 = tekanan pada kondisi II, psi.
Apabila Persamaan (2-20) didiferensialkan terhadap P pada T konstan, dan
sesuai hukum keadaan berhubungan (corresponding state), dimana P = Ppc Ppr,
maka persamaan kompresibilitas minyak (Co) dapat dituliskan dengan persamaan :
Co Ppc C pr , atau Co P C pr Ppr
C pr Ppr
Co ........................................................................................ (2-22)
P
dimana : Cpr = kompresibilitas minyak tereduksi.
Harga Cpr dapat ditentukan dari Gambar 2.15. yang merupakan korelasi Trube
(1957).
Gambar 2.15. Cpr Versus Ppr dan Tpr Untuk Minyak. 09
2.2.2.3. Sifat Fisik Air Formasi
2.2.2.3.1. Densitas Air Formasi
Densitas air formasi dinyatakan dalam massa per satuan volume, spesifik
volum yang dinyatakan dalam volume per satuan massa dan spesifik gravity, yaitu
densitas air formasi pada suatu kondisi tertentu pada tekanan 14,7 psia dan
temperatur 60 oF.
Jika densitas air formasi pada kondisi dasar (standart) dan faktor volume
formasi dari air diketahui harganya (dengan pengukuran langsung), maka densitas
dari air formasi dapat ditentukan.
Vw
wb B w ……………………………………………………… (2-23)
V wb w
Dimana :
Vw = Spesifik volume, cuft/lb.
Vwb = Spesifik volume air dalam kondisi standar, lb/cuft.
wb = Densitas dari air pada kondisi dasar, lb/cuft
Bw = Faktor volume formasi air.
Faktor yang sangat mempengaruhi terhadap densitas air formasi adalah kadar
garam dan temperatur reservoir. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16. Pengaruh konsentrasi garam dan
temperatur pada densitas air formasi. 10
2.2.2.3.2. Viskositas Air Formasi
Viskositas air formasi (w) akan naik dengan turunnya temperatur dan
kenaikkan tekanan, seperti terlihat pada Gambar 2.17, yang merupakan hubungan
antara kekentalan air formasi terhadap tekanan dan temperatur. Fungsi utama
mengetahui perilaku kekentalan air formasi pada kondisi reservoir adalah untuk
mengontrol gerakan air formasi dalam reservoir.
Gambar 2.17. Viscositas air formasi sebagai fungsi temperatur dan tekanan.02
2.2.3.1. Porositas
Porositas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan besar rongga dalam
batuan dan didefinisikan sebagai perbandingan volume pori-pori batuan (pore
volume) terhadap volume total batuan (bulk volume). Atau secara matematik dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut :
Vp Vb V g
................................................................................ (2-27)
Vb Vb
dimana :
= porositas, fraksi
Vp = volume pori-pori batuan
Vb = volume total batuan
Vg = volume butiran.
Berdasarkan proses terbentuknya, porositas dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Porositas primer, adalah porositas yang terjadi bersamaan dengan proses
pengendapan batuan.
2. Porositas sekunder, adalah porositas yang terjadi setelah proses pengendapan
batuan, seperti akibat proses pelarutan, rekahan, atau dolomitasi.
Ditinjau dari teknik reservoir, porositas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Porositas absolut, adalah perbandingan volume pori-pori seluruh batuan (baik
yang berhubungan maupun tidak) terhadap volume total batuan, atau :
Volume Pori Pori Seluruh Batuan
abs ................. (2-28)
Volume Total Batuan
2.2.3.2. Wetabilitas
Wettability atau derajat kebasahan merupakan salah satu sifat fisik batuan
reservoir yang timbul karena adanya pengaruh gaya tarik-menarik antara molekul-
molekul yang berlainan jenis (gaya adhesi). Gaya tarik-menarik ini terjadi dalam
sistem benda padat dengan satu atau lebih fluida yang tidak saling melarutkan.
Derajat kebasahan batuan didefinisikan sebagai suatu kecenderungan fluida
untuk menyebar atau menempel pada permukaan batuan (padatan) dengan adanya
fluida lain yang tidak saling bercampur (immiscible). Atau dengan kata lain adalah
sifat dari batuan yang menyatakan mudah atau tidaknya permukaan batuan tersebut
dibasahi oleh fluida. Kecenderungan menyebar dan menempel ini disebabkan
adanya gaya adhesi yang merupakan fungsi dari tegangan permukaan antara batuan
dan fluida. Faktor tersebut akan menentukan fluida mana yang lebih membasahi
padatan.
Dalam sistem minyak-air-padatan, gaya adhesi yang menyebabkan fasa cair
membasahi padatan adalah sebesar :
AT so sw wo Cos wo ................................................................... (2-30)
dimana :
AT = gaya adhesi, dyne/cm
sw = tegangan permukaan antara air dengan padatan, dyne/cm
so = tegangan permukaan antara minyak dengan padatan, dyne/cm
wo = tegangan permukaan antara minyak dengan air, dyne/cm
wo = sudut kontak antara minyak dengan air.
Besar kecilnya gaya adhesi akan menentukan kemampuan fluida pembasah
untuk melekat pada padatan dan penyebarannya pada permukaan padatan (batuan
reservoir). Sehingga gaya adhesi yang besar (sudut kontak antara minyak-air lebih
kecil dari 90o) akan menyebabkan air cenderung untuk melapisi batuan, dan dalam
hal ini berarti batuan reservoir bersifat basah air (water wet). Sebaliknya, batuan
akan disebut basah minyak (oil wet) apabila sudut kontaknya lebih besar dari 90 o.
Terlihat pada Gambar 2.22 adanya kesetimbangan gaya pada permukaan air-
minyak-padatan, dimana sifat fluida untuk membasahi dapat dilihat dari sudut
kontak yang terbentuk.
Gambar 2.22. Kesetimbangan Gaya Pada Permukaan
Kontak Air-Minyak-Padatan. 02
Apabila diteliti lebih lanjut, besar sudut kontak dipengaruhi oleh komposisi
kimia batuan (padatan) dan kedua fasa cairannya. Distribusi cairan dalam sistem
pori-pori batuan tergantung pada sifat kebasahan. Distribusi pendulair ring adalah
keadaan dimana fluida yang membasahi tidak kontinyu sedangkan fasa yang tidak
membasahi ada dalam kontak dengan beberapa butiran batuan. Sedangkan faniculair
ring adalah keadaan dimana fasa yang membasahi kontinyu dan secara mutlak terdapat
pada pemukaan batuan.
Tekanan kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori-pori dan macam
fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam hubungan sebagai berikut:
2 Cos
Pc g h .......................................................................... (2-32)
r
dimana :
Pc = tekanan kapiler, dyne/cm2 (1 dyne = 1 gr-cm/sec2)
= tegangan permukaan antara dua fluida, dyne/cm
= sudut kontak permukaan antara dua fluida
r = jari-jari kelengkungan pori-pori, cm
= perbedaan densitas dua fluida, gr/cc
g = percepatan gravitasi, cm/sec2
h = tinggi kolom fluida, cm.
Dari Persamaan 2-6 dapat dilihat bahwa tekanan kapiler berhubungan
dengan ketinggian di atas permukaan air bebas (oil-water contact), sehingga data
tekanan kapiler dapat dinyatakan menjadi plot antara h versus saturasi air (S w),
seperti pada Gambar 2.23. Perubahan ukuran pori-pori dan densitas fluida akan
mempengaruhi bentuk kurva tekanan kapiler dan ketebalan zona transisi.
dimana :
Sf = saturasi fluida, fraksi.
dimana :
So = saturasi minyak, fraksi
Sg = saturasi gas, fraksi
Sw = saturasi air, fraksi.
Bila pori-pori batuan reservoir terisi oleh minyak, air dan gas, maka berlaku
hubungan sebagai berikut :
S o S g S w 1 ……………………………………………………... (2-37)
2.2.3.5. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu ukuran yang menunjukkan
kemampuan batuan berpori untuk meluluskan suatu fluida. Perhitungan
permeabilitas pertama kali dikembangkan oleh Henry Darcy (1865), yang
memberikan hubungan empiris dalam bentuk diferensial dengan persamaan sebagai
berikut :
q k P
v .................................................................................... (2-38)
A L
dimana :
v = kecepatan aliran, cm/sec
q = laju aliran fluida, cc/sec
A = luas penampang media berpori, cm2
k = permeabilitas, darcy
= viskositas fluida, cp
P/L = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm.
Tanda negatif pada Persamaan (2-38) menunjukkan bahwa bila terdapat
penambahan tekanan dalam satu arah, maka akan mempunyai arah aliran yang
berlawanan dengan arah penambahan tekanan tersebut.
Pemakaian persamaan Darcy mempunyai beberapa asumsi, yaitu :
aliran mantap (steady state)
fluida yang mengalir satu fasa dan incompressible
viskositas fluida yang mengalir konstan
tidak terjadi reaksi antara batuan dengan fluidanya
kondisi aliran isotermal
formasi homogen dan arah alirannya horisontal.
Pori-pori batuan reservoir umumnya berisi lebih dari satu macam fluida,
sehingga permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut :
1. Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir
didalamnya adalah satu fasa dan harganya tidak tergantung dari macam fluida
yang mengalir.
2. Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir
didalamnya lebih dari satu macam, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas
dan minyak, atau ketiganya mengalir bersama-sama.
3. Permeabilitas relatif, adalah perbandingan permeabilitas efektif batuan terhadap
permeabilitas absolut batuan.
Apabila Persamaan (2-38) diintegralkan dengan batas tekanan P1 sampai P2
dan batas panjang nol sampai L serta kecepatan aliran sama dengan laju aliran
volumetrik per satuan luas penampang, maka :
qL
k ..................................................................................... (2-39)
A P1 P2
dimana :
k = permeabilitas absolut, darcy
L = panjang batuan, cm
P1, P2 = tekanan pada titik 1 dan 2, atm.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pada kenyataannya jarang sekali
ditemukan reservoir yang didalamnya hanya terdapat satu macam fluida, tetapi
kemungkinan terdiri dari dua atau tiga macam fluida. Berdasarkan hal tersebut,
maka dikembangkan konsep permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif.
Permeabilitas efektif untuk masing-masing fluida dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan-persamaan sebagai berikut :
qo o L qw w L qg g L
Ko , Kw dan K g ............... (2-40)
A P1 P2 A P1 P2 A P1 P2
dimana :
Vb = volume bulk batuan
Ph = tekanan hidrostatik fluida dalam batuan.
Sedangkan perubahan volume pori-pori batuan dapat dinyatakan sebagai
kompresibilitas pori-pori batuan (Cp), yang dinyatakan dengan persamaan berikut :
1 V p
Cp ..................................................................................... (2-43)
V p Po
dimana :
Vp = volume pori-pori batuan
Po = tekanan luar (overburden).
Van Der Knaap (1959) melakukan studi yang menunjukkan bahwa
perubahan porositas hanya tergantung dari perubahan tekanan fluida dalam pori-
pori batuan dan tekanan luar akibat adanya pembebanan lapisan batuan. Besar
kompresibilitas pori-pori batupasir dan batuan gamping berkisar antara 2 106
sampai 25 10-6 psi1.
A
= xh ……………………………………………………. (2-
48)
dimana :
Ph = tekanan hidrostatis, psi
A = luasan. Inch2
= berat jenis, lb / gallon
h = ketinggian kolom fluida, ft
Persamaan di lapangan :
Ph = 0,052 . r . h ……………………………………………. (2-49)
Dimana :
0,052 adalah factor konversi
Dari persamaan 2.49 dapat menghitung gradien tekanan hidrostatik (G) yaitu :
Ph
G =
H
= 0,052 . r . psi/ft
c. Potentiometric Surface
Mekanisme ini menunjukkan adanya relief struktur suatu formasi yang
dapat menghasilkan baik zona bertekanan subnormal maupun zona overpressured.
Potentiometric surface didefinisikan sebagai ketinggian dimana air yang
terperangkap akan muncul dalam sumur-sumur yang di bor pada aquifer yang
sama. Potentiometric surface dapat mencapai ribuan feet dibawah atau diatas
ground level.
2. Faulting
Patahan dapat menyebabkan redistribusi sedimen, dan menempatkan zone-zone
permeabel berlawanan dengan zone-zone impermeabel, sehingga terbentuk
penghalang bagi aliran fluida. Hal ini akan mencegah keluarnya fluida dari
shale dibawah kondisi terkompaksi. Fenomena faulting yang menyebabkan
adanya tekanan abnormal ditunjukkan pada Gambar 2.27.
Gambar 2.27 Fenomena tekanan abnormal akibat fault 13
3. Kubah garam
Gerakan keatas (intrusi) kubah garam dengan densitas rendah karena gaya
apung yang menerobos perlapisan sedimen normal akan menghasilkan anomali
tekanan. Fenomena kubah garam ditunjukkan pada Gambar 2.28.
4. Massive Shale
Shale yang tebal dan impermeabel akan menghalangi jalannya fluida keluar
dari porinya, sehingga fluida akan ditahan oleh shale yang impermeabel.
Dengan adanya pertambahan tekanan akibat tekanan overburden yang
bertambah oleh karena sedimentasi yang terus berlangsung maka fluida akan
tertekan dan tertahan di dalam pori. Hal ini akan mengakibatkan tekanan
abnormal. Massive shale ditunjukkan pada Gambar 2.29.
13
Gambar 2.28. Kubah garam
13
Gambar 2.30. Charged zone
6. Struktur antiklinal
Struktur geologi yang berbentuk antiklin perlu diwaspadai adanya tekanan
tinggi. Terutama pada struktur antiklinal pada kedalaman yang tinggi.
Hubbert and Willis, yang menganggap 1/3 s/d 1/2 dari tekanan overburden
berpengaruh efektif terhadap tekanan rekah.
Pf 1 Pob 2 P
…………………………………………… (2-50)
D 3 D D
dimana
Pf = Tekanan Formasi, psi
Pob = Tekanan Overburden, psi
P = Tekanan formasi, psi
D = Kedalaman, ft
2.4. Memperkirakan Tekanan Formasi Yang Tinggi
Tekanan Formasi yang tinggi harus dantisipasi dengan cara memperkirakan
dari permukaan. Untuk memperkirakan tekanan formasi yang tinggi terdapat 5 cara
yaitu data geologi, analisa seismic, data sumur sebelumnya, petunjuk dan data pada
saat pengeboran, dan analisa log.
dimana :
R = Laju penembusan, ft/hour
N = Putaran, Rpm
W = Berat pahat bor, lbs
Dpa = Diameter pahat, inch
Karena pada saat pemboran berlangsung berat jenis lumpur berubah, apalagi ketika
masuk daerah abnormal, maka harga “d” harus dikoreksi terhadap perubahan berat
jenis lumpur sebagai berikut :
d
d cs d mn
d ma
dimana :
dcs = d-Eksponent yang sudah dikoreksi
dmn = berat jenis lumpur normal,ppg
dma = berat jenis lumpur nyata,ppg