Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Maksud
Pelaksanaan Praktikum mata kuliah Petrologi pada Batuan Beku Non
Fragmental dimaksudkan agar praktikan dapat menjelaskan pendeskripsian
batuan dan mengetahui pengertian dari jenis-jenis batuan

1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya Praktikum Petrologi Acara Batuan Beku Non
Fragmental adalah sebagai berikut :
Dapat mengetahui jenis batuan
Dapat mengetahui struktur batuan
Dapat mengetahui tekstur batuan
Dapat mengetahui komposisi batuan
Dapat menentukan nama batuan
Dapat mengetahui petrogenesa batuan

1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Waktu : 1. Rabu, 8 Maret 2017
2. Rabu, 15 Maret 2017
Pukul : 15.30 WIB
Tempat: Ruang GS 202 dan GS 105, Gedung Pertamina Sukowati,
Universita Diponegoro, Semarang

1
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pendahuluan Batuan Beku Non Fragmental


Batuan beku (Igneous Rock) adalah batuan yang terbentuk langsung oleh
pembekuan magma baik di atas permukaan bumi maupun di bawah
permukaan bumi. Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang
terbentuk secara alaamiah, bersifat mudah bergerak, bersuhu antara 900C
1200C dan berasal ataau terbentuk pada kerak bumi bagian bawah hingga
selubung bagian atas.
Proses pembekuan tersebut merupakan proses perubahan fase dari cair
menjadi padat. Proses pembekuan magma sangat berpengaruh terhadap tekstur
dan struktur primer batuan sedangkan komposisi batuan sangat dipengaruhi
oleh sifat magma asal.
Batuan beku dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu batuan beku
Non-Fragmental dan batuan beku Fragmental. Batuan beku non-fragmental
adalah batuan beku yang terbentuk di bawah permukaan bumi.

2.2 Warna Batuan Beku Non Fragmental


Warna batuan beku berkaitan erat dengan komposisi mineral
penyusunnya.Mineral penyusun batuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
komposisi magma asalnya, sehingga dari warna dapat diketahui jenis magma
pembentuknya.
a. Batuan beku berwarna cerah umumnya adalah batuan beku asam yang
tersusun atas mineral-mineral felsik (asam) misalnya kuarsa, ortoklas,
plagioklas, muskovit.
b. Batuan beku yang berwarna hijau kehitaman umumnya adalah batuan
beku basa dengan mineral penysusun domain adalah mineral-mineral
mafik (basa) misalnya olivine, piroksen, amphibol/hornblende, biotit.

2
c. Batuan beku berwarna gelap sampai hitam umumnya adalah batuan
beku intermediet dimana jumlah mineral mafik dan felsiknya hamper
sama banyak.
d. Batuan beku yang berwarna hijau kelam dan biasanya monominerallik
disebut batuan beku ultrabasa dengan komposisi hamper seluruhnya
mineral mafik.
2.3 Struktur Batuan Beku Non Fragmental
Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan menjadi
batuan beku extrusive dan intrusive. Hal ini pada nantinya akan menyebabkan
perbedaan pada tekstur masing masing batuan tersebut. Kenampakan dari
batuan beku yang tersingkap merupakan hal pertama yang harus kita
perhatikan. Kenampakan inilah yang disebut sebagai struktur batuan beku.

A.Struktur batuan beku ekstrusif

Struktur batuan beku merupakan kenampakan batuan beku secara


makro yang meliputi kedudukan dari batuan tersebut. Struktur batuan beku
sebagian besar hanya dapat dilihat di lapangan saja, pada batuan beku
umumnya ditemukan struktur.Struktur ini diantaranya:

- Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas
(tidak menunjukkan adanya lubang-lubang), dan tidak menunjukkan
adanya fragmen lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku

- Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai lapisan

- Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah


poligonal seperti batang pensil.

- Pillow lava, yaitu struktur yang menyerupai bantal yang bergumpal-


gumpal. Hal ini diakibatkan proses pembekuan terjadi pada lingkungan
air.

3
- Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh
keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Struktur vesikuler
dibagi menjadi dua macam yaitu :

- Skoria, lubang-lubang gas pada permukaan batuan tersebut terlihat


tidak teratur, besar dan tidak saling berhubungan.

- Pumice,jika lubang-lubang gas halus, saling berhubungan, banyak dan


teratur.

- Amigdaloidal, yaitu struktur vesikuler yang kemudian terisi oleh


mineral mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat

- Xenolithis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya


fragmen/pecahan batuan lain yang masuk dalam batuan yang
mengintrusi.

2.4 Tekstur Batuan Beku Non Fragmental


Magma merupakan larutan yang kompleks. Karena terjadi penurunan
temperatur, perubahan tekanan dan perubahan dalam komposisi, larutan
magma ini mengalami kristalisasi. Perbedaan kombinasi hal-hal tersebut pada
saat pembekuan magma mengakibatkan terbentuknya batuan yang memilki
tekstur yang berbeda. Tekstur merupakan hubungan antar butir mineral-
mineral pembentuk batuan (skala kecil).

Ketika batuan beku membeku pada keadaan temperatur dan tekanan yang
tinggi di bawah permukaan dengan waktu pembekuan cukup lama maka
mineral-mineral penyusunnya memiliki waktu untuk membentuk sistem
kristal tertentu dengan ukuran mineral yang relatif besar. Sedangkan pada
kondisi pembekuan dengan temperatur dan tekanan permukaan yang rendah,
mineral-mineral penyusun batuan beku tidak sempat membentuk sistem kristal
tertentu, sehingga terbentuklah gelas (obsidian) yang tidak memiliki sistem

4
kristal, dan mineral yang terbentuk biasanya berukuran relatif kecil.
Berdasarkan hal di atas, tekstur batuan beku dapat dibedakan berdasarkan :

1. Derajat Kristalisasi

Merupakan tingkatan kristalisasi mineral dalam batuan. Tingkatan


ini dibedakan menjadi 3, yaitu:

- Holokristalin, jika mineral-mineral dalam batuan semua berbentuk


kristal-kristal.

- Hipokristalin, jika sebagian berbentuk kristal sedangkan sebagian yang


lain berbentuk mineral gelas.

- Holohyalin, hampir seluruhnya terdiri dari gelasan. Pengertian gelasan


ini adalah mineral-mineral yang tidak mengkristal atau amorf.

2. Granularitas

Pada batuan beku nonfragmental, tingkat granularitas dapat dibagi


menjadi beberapa macam yaitu :

- Equigranular

Disebut equigranular apabila memiliki ukuran kristal yang


seragam. Tekstur ini dibagi menjadi dua :

Fanerik, yaitu bila ukuran kristal masih bisa dibedakan dengan mata
telanjang
Afanitik, yaitu ukuran kristal tidak dapat dibedakan dengan mata
telanjang atau ukuran kristalnya sangat halus.
- Inequigranular
Apabila ukuran kristal tidak seragam. Tekstur ini dapat dibagi lagi
menjadi

5
Faneroporfiritik, yaitu bila kristal yang besar dikelilingi oleh kristal-
kristal yang kecil dan dapat dikenali dengan mata telanjang
Porfiroafanitik, yaitu bila fenokris dikelilingi oleh massa dasar yang
tidak dapat dikenali dengan mata telanjang
Vitrovirik, bila massa dasar berupa gelas
3. Bentuk Butir
Bentuk butir dilihat berdasarkan atas kejelasan bidang batas kristal,
dilihat dari pandangan dua dimensi, meliputi:
- Euhedral : apabila bentuk kristal sempurna dan dibatasi oleh bidang
batas yang jelas.
- Subhedral : apabila bentuk kristal kurang sempurna dan dibatasi oleh
bidang batas yang tidak begitu jelas.
- Anhedral : apabila bentuk kristal dibatasi oleh bidang kristal tidak
2.5 Klasifikasi Batuan Beku Non Fragmental
A. Berdasarkan tempat kejadiannya (genesa)
1. Batuan beku luar (ekstrusif) terbentuk di dekat permukaan bumi.
Proses pendinginannya berlangsung sangat cepat sehingga tidak
sempat membentuk kristal. Struktur batuan ini dinamakan amorf.
Contoh: Obsidian, Riolit dan Batuapung.
2. Batuan beku korok (hypabisal), terbentuk pada celah-ceah atau pipa
gunung api. Proses pendinginanya berlangsung relative cepat sehingga
batuannya terdiri atas Kristal-kristal yang tidak sempurna dan
bercampur dengan massa dasarsehingga membentuk struktur porfiritik.
Contoh : Granit porfir, Diorit porfir.
3. Batuan beku dalam (plutonik), terbentuk jauh di bawha permukaan
bumi. Proses pendinginan sangat lambat sehingga batuan seluruhnya
terdiri atas Kristal-kristal (struktur hipokristalin). Contoh: Granit,
Granodiorit, dan Gabro.

Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses


pembekuannya berlangsung dibawah permukaan bumi. berdasarkan

6
kedudukannya terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya struktur
tubuh batuan beku intrusif terbagi menjadi dua yaitu konkordan dan
diskordan.

B. Klasifikasi Thorpe and Brown dan Russel B. Travis

( Gambar 1. Tabel Klasfikasi Russel B. Travis )

( Gambar 2. Tabel klasifikasi Thorpe and Brown )


2.6 Tujuh Busur Magmatisme
1. Back Arc Basin
Terbentuk sebagai hasil sampingan dari zona subduksi,yaitu pertemuan
lempeng benua dan lempeng samudra dimana lemepeng samudra tertekuk ke
bawah menyusup di bawah lempeng benua menuju astenosfer. Gejala ini
diperlihatkan oleh menipisnya kerak dan suatu bukaan cekungan yang

7
melengkung. Oleh karena itu disebut sebagai cekungan belakang zona subduksi.
Sehingga jenis magma yang di hasilkan pada busur ini adalah magma basaltis.

2. Volcanic Arc/Continental Arc


Selain back arc basin produk lain dari zona subduksi sebagai busur
magmatisme adalah volcanic arc atau disebut juga continental arc. Terbentuk dari
pertemuan lempeng benua dengan lempeng samudra dimana lempeng samudra
menyusup ke bawah menuju astenosfer. Gejala ini biasanya di perlihatkan oleh
jajaran gunung api di atas lempeng benua sebagai akibat dari dorongan arus
konveksi dari selubung. Produk magma yang dihasilkan adalah magma
intermediet.

3. MOR
Mid Oceanic Ridge atau disingkat mor merupakan salah satu busur
magmatisme dari pola divergen yaitu pola pergerakan lempeng yang saling
menjauh. Dalam hal ini lempeng yang saling menjauh adalah dua lempeng
samudra di mana gejala yang di timbulkan oleh pergerakan lempeng ini adalah
terbentuknya gunung api di dasar samudra sebagai akibat dari dorongan arus

8
konveksi yang mendorong lapisan di atasnya . Jenis magma yang di hasilkan di
busur magmatisme ini adalah magma basaltis.

4. Island Arc
Sama halnya dengan proses yang terjadi pada pembentukan busur magmatis
volcanic arc yaitu pertemuan anatara dua lempeng. Bedanya pada island arc
lempeng yang bertumbuk adalah dua lempeng samudra dimana salah salah satu
lempeng mununjam ke bawah menuju astenosfer kemudian meleleh pada suhu
tertentu yang menyebabkab arus konveksi ke atas yang mendorong lapisan di
atasnya. Sehingga gejalanya diperlihatkan oleh terbentuknya pulau-pulau di
tengah samudra dan juga gunung api kecil. Jenis magma yang di hasilkan di busur
magmatisme ini adalah magma bertipe basaltis

.
5. Continental Rift Zone
Proses yang terjadi pada zona ini mirip dengan proses pada busur MOR yaitu
pembentukan yang dikontrol oleh pergerakan divergen. Bedanya pada mor
pergerakan lempenng yang saling menjadi antara dua lempeng samudra
sedangkan pada zona ini pergerakan lempenng yang saling menjauh adalah dua

9
lempeng benua. Gejala yang di perlihatkan adalah terbentuknya gunung-gunung
api muda dan kecil-kecil di atas dataran benua. Jenis magma yang di hasilkan
adalah jenis magma asam.

6. Oceanis Island ( hotspot )


Merupakan busur magmatisme dimana magma menerobos ke atas melalui arus
konveksi tanpa pergerakan lempeng yang terjadi di lantai samudra. Di
interpretasikan bahwa zona magmatisme ini termasuk zona lemah sehingga
magma dapat menerobos ke atas membentuk rangkaian struktur vulkanik ataupun
gunung api. Jenis magma yang dihasilkan adalah magma basaltis

7. Continental intraplate ( hotspot )


Sama seperti pada proses pembentukan busur magmatisme pada oceanic
island pada busur continental drift juga terbentuk akibat erupsi langsung oleh
magma yang naik ke atas akibat arus konveksi dari selubung. Bedanya pada busur
ini terjadi di lempeng benua. Gejala yang ditimbulkan juga sama yaitu berupa
struktur vulkanik dan gunung api. Sedangkan magma yang dihasilkan adalah
magma asam.

10
BAB III

HASIL DESKRIPSI

3.1 Batuan Peraga B1. b2-2

Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi Hipokristalin
Granularitas Inequigranular, Porfiroafanitik
Hubungan Antar Kristal Euhedral
Ukuran Sedang
Komposisi

11
Warna : putih
Cerat : putih
Plagioklas Na 65% Transparansi : translucent
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : putih
Cerat : putih
Kuarsa 10% Transparansi : transparan
Kilap : kaca
Kekerasan : 7 skala mohs
Warna : hitam
Cerat : putih
Biotit 10% Transparansi : transparan
Kilap : kaca
Kekerasan : 2.5-3 skala moh s

Massa Dasar 20%

Ket :

P : 8 cm
L : 10 cm
T : 3 cm

Andesit Porfir / Porfiri Dasit (Thorpe and Brown & Russel


Nama batuan
B. Travis)

12
Batuan ini memiliki warna terang maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
intermediet yang terbentuk pada zona hypabisal. Karena
Petrogenesa
memiliki derajat kristalisasi hipokristalin maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini proses pembentukannya
termasuk relatif lama

3.2 Batuan Peraga X

Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi Holokristalin
Granularitas Equigranular, Fanerit
Hubungan Antar Kristal Subhedral
Ukuran Sedang

13
Komposisi
Warna : putih
Cerat : putih
Plagioklas Ca 50% Transparansi : translucent
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : hijau kehitaman
Cerat : putih
Pyroxene 40% Transparansi : opaq
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : hijau
Cerat : putih
Olivin 10% Transparansi : transparan
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs

Ket :

P : 5 cm
L : 7 cm
T : 9 cm

Nama batuan Gabbro (thorpe and brown)

14
Batuan ini memiliki warna dominan gelap maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
basaltic yang terbentuk pada zona Plutonik. Karena
Petrogenesa
memiliki derajat kristalisasi holokristalin maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini proses pembentukannya
termasuk relatif lama

3.3 Batuan Peraga C7

Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi Holokristalin
Granularitas Equigranular, Fanerit
Hubungan Antar Kristal anhedral
Ukuran Sedang

15
Komposisi
Warna : putih
Cerat : putih
Plagioklas Ca 45% Transparansi : translucent
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : hijau kehitaman
Cerat : putih
Pyroxene 30% Transparansi : opaq
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : hijau
Cerat : putih
Olivin 25% Transparansi : transparan
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs

Ket :

P : 16 cm
L : 10 cm
T : 4 cm

Nama batuan Gabbro (thorpe and brown)

16
Batuan ini memiliki warna dominan gelap maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
basaltic yang terbentuk pada zona Plutonik. Karena
Petrogenesa
memiliki derajat kristalisasi holokristalin maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini proses pembentukannya
termasuk relatif lama

3.4 Batuan Peraga NJB

Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi Holokristalin
Granularitas Equigranular, Fanerit
Hubungan Antar Kristal Anhedral
Ukuran Kecil

17
Komposisi
Warna : putih
Cerat : putih
Plagioklas Na 40% Transparansi : translucent
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : hitam
Cerat : putih
Biotit 10% Transparansi : opaq
Kilap : kaca
Kekerasan : 2.5-3 skala mohs
Warna : putih
Cerat : putih
Kuarsa 15% Transparansi : transparan
Kilap : kaca
Kekerasan : 7 skala mohs
Warna : hitam
Cerat : putih
Amophibole 35% Transparansi : translucent
Kilap : kaca
Kekerasan : 5.5-6 skala mohs
Ket :

P : 11 cm
L : 8.5 cm
T : 2.5 cm

Nama batuan Diorit / Diabas (Thorpe and Brown & Russel B. Travis)

18
Batuan ini memiliki warna abu-abu maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
intermediet yang terbentuk pada zona Hypabisal. Karena
Petrogenesa
memiliki derajat kristalisasi holokristalin maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini proses pembentukannya
termasuk relatif lama

3.5 Batuan Peraga B1.a3-3

Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi Holokristalin
Granularitas Equigranular, Fanerit
Hubungan Antar Kristal Anhedral
Ukuran Sedang

19
Komposisi
Warna : putih
Cerat : putih
Plagioklas Ca 30% Transparansi : translucent
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : hijau kehitaman
Cerat : putih
Pyroxen 65% Transparansi : opaq
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : hijau
Cerat : putih
Olivin 5% Transparansi : transparan
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs

Ket :

P : 9.5 cm
L : 8 cm
T : 4.5 cm

Nama batuan Gabbro (Thorpe and Brown)

20
Batuan ini memiliki warna yang dominan gelap maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
basaltis yang terbentuk pada zona Plutonik. Karena
Petrogenesa
memiliki derajat kristalisasi holokristalin maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini proses pembentukannya
termasuk relatif lama

3.6 Batuan Peraga B1.b2-5

Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi Holokristalin
Granularitas Inequigranular, Farneroporfiritik
Hubungan Antar Kristal euhedral
Ukuran Sedang

21
Komposisi
Warna : putih
Cerat : putih
Massa Dasar Plagioklas
Transparansi : translucent
Na 40%
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : hitam
Cerat : putih
Biotit 5% Transparansi : opaq
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : putih
Cerat : putih
Kuarsa 5% Transparansi : transparan
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : hitam
Cerat : putih
Amophibole 30% Transparansi : translucent
Kilap : kaca
Kekerasan : 5.5-6 skala mohs
Ket :

P : 5.4 cm
L : 5.5 cm
T : 3.5 cm

Diorit Porfir / Porfiri Diorit (Thorpe and Brown & Russel


Nama batuan
B. Travis)

22
Batuan ini memiliki warna abu-abu maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
intermediet yang terbentuk pada zona Hypabisal. Karena
Petrogenesa
memiliki derajat kristalisasi holokristalin maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini proses pembentukannya
termasuk relatif lama

3.7 Batuan Peraga Y

Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi Holokristalin
Granularitas Inequigranular, Porfiroafanitik
Hubungan Antar Kristal Euhedral
Ukuran Sedang

23
Komposisi
Warna : putih
Cerat : putih
Plagioklas Na 45% Transparansi : translucent
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : putih
Cerat : putih
Kuarsa 15% Transparansi : transparan
Kilap : kaca
Kekerasan : 7 skala mohs

Massa Dasar 20%

Ket :

P : 13 cm
L : 13 cm
T : 9 cm

Rhyolit Porfir / Porfiri Dasit (Thorpe and Brown & Russel


Nama batuan
B. Travis)

24
Batuan ini memiliki warna yang relatif terang maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
asam yang terbentuk pada zona Vulkanik. Karena memiliki
Petrogenesa
derajat kristalisasi holokristalin maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini proses pembentukannya
termasuk relatif lama

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada Tanggal 8 dan 15 Maret 2017 telah dilaksanakan Praktikum Petrologi


Acara Batuan Beku Non Fragmental di Ruang GS 202 dan GS 105 Gedung
Pertamina Sukowati, Universitas Diponegoro, Semarang. Acara tersebut
membahas tentang pengklasifikasian batuan beku non fragmental menurut Thorpe
and Brown 1983 serta Russel B. Travis 1955 berdasarkan data hasil deskripsi

25
struktur, tekstur, dan komposisi sampel batuan. Adapun sampel batuan yang
dideskripsi adalah sampel batuan B1.b2-2, X, C7, NJB, B1.a3-3, B1.b2-5, B1.b2-
3. Berikut Pembahasan setiap sampel batuan tersebut.
4.1 Batuan Peraga B1.b2-2
Pada praktikum yang telah dilakukan pengamatan secara megaskopis pada
batuan peraga B1.b2-2 didapatkan data hasil deskripsi dengan struktur yang padat
pejal atau dapat disebut masif. Tekstur pada sampel batuan ini memiliki derajat
kristalisasi yang komposisi nya berupa kristal dan gelasan atau dapat disebut
hipokristalin dengan hubungan antar kristalnya terlihat jelas batas antar
mineralnya atau dapat disebut euhedral. Granularitas pada sampel batuan ini tidak
seragam dengan massa dasarnya yang tidak dapat diidentifikasi atau dapat disebut
inequigranular, porfiroafanitik dan ukuran kristal pada sampel batuan ini
berukuran 1-5 mm atau berukuran sedang. Batuan peraga B1.b2-2 saat diukur
menggunakan mistar memiliki panjang 8 cm dengan lebar 10 cm dan tinggi 3 cm.
Komposisi yang terkandung batuan peraga ini diinterpretasikan terdapat
beberapa mineral penyusun. Mineral pertama memiliki karakteristik dengan warna
dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 7 Skala Mohs. Transparansi yaitu
tertembus cahaya atau transparan. Maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini
adalah Kuarsa dengan presentase sebesar 10%. Mineral kedua memiliki
karakteristik berwarna hitam dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan skala
2.5-3 Skala Mohs. Transparansi yaitu sedikit tertembus cahaya atau translucent.
Maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini adalah Biotit dengan presentase
sebesar 10%. Mineral ketiga memiliki karakteristik dengan warna dan ceratnya
berwarna putih dengan kekerasan 6.5-7 skala Mohs. Transparansi yaitu sedikit
tertembus cahaya atau translucent. Karena mineral ini berasosiasi dengan mineral
Kuarsa dan Biotit maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini adalah
Plagioklas Na dengan presentase sebesar 65%. Selain itu terdapat pula komposisi
berupa massa dasar yang tidak dapat diidentifikasi secara megaskopis dengan
presentase sebesar 20%.
Batuan peraga ini dilihat secara megaskopis memiliki warna terang maka
dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma yang bersifat

26
intermediet yang terbentuk pada zona hipabisal dengan suhu pembentukan
diintrepertasikan pada suhu 900 C 1000 C. Dilihat dari data hasil deskripsi
struktur yang berupa padat pejal atau masif maka dapat diinterpretasikan bahwa
pada saat proses pembentukannya, batuan ini tidak terdapat kandungan gas
didalamnya. Pada tekstur batuan ini memiliki derajat kristlalisasi yang tersusun
atas kristal dan gelasan dengan ukuran kristal 1-5 mm atau berukuran sedang
maka dapat diinterpretasikan bahwa proses pembentukannya, batuan ini termasuk
relatif lama. Berdasarkan komposisi mineralnya dan sifat magma pembentuknya
batuan ini terbentuk pada daerah continental rift zone atau volcanic arc dalam
sistem 7 busur magmatisme.

( Gambar 3. 7 Busur Magmatisme )

( Gambar 4. Batuan Peraga B1.b2-2 )


Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga B1.b2-2 memiliki
struktur masif dengan derajat kristalisasi hipokristalin berukuran sedang.
Granularitas inequigranular, porfiroafanitik dengan hubungan antar kristalnya
euhedral. Komposisi batuan peraga B1.b2-2 yaitu Plagioklas Na 65%, Kuarsa
10%, Biotit 10%, serta Massa dasar 20% maka dapat disimpulkan bahwa batuan
peraga B1.b2-2 adalah Andesit Porfir menurut klasifikasi Thorpe and Brown pada

27
tahun 1983 atau Porfiri Dasit menurut klasifikasi Russel B. Travis pada tahun
1955.

Pengeplotan berdasarkam klasifikasi Thorpe and Brown 1983

Pengeplotan berdasarkan klasifikasi Russel B. Travis 1955


4.2 Batuan Peraga X
Pada praktikum yang telah dilakukan pengamatan secara megaskopis pada
batuan peraga X didapatkan data hasil deskripsi dengan struktur yang padat pejal
atau dapat disebut masif. Tekstur pada sampel batuan ini memiliki derajat
kristalisasi yang komposisi nya berupa kristal atau dapat disebut holokristalin
dengan hubungan antar kristalnya terlihat samar-samar batas antar mineralnya
atau dapat disebut subhedral. Granularitas pada sampel batuan ini seragam dengan
kristalnya masih dapat terlihat jelas atau dapat disebut equigranular, fanerit dan

28
ukuran kristal pada sampel batuan ini berukuran 1-5 mm atau berukuran sedang.
Batuan peraga X saat diukur menggunakan mistar memiliki panjang 9 cm dengan
lebar 7 cm dan tinggi 5 cm.
Komposisi yang terkandung batuan peraga ini diinterpretasikan terdapat
beberapa mineral penyusun. Mineral pertama memiliki karakteristik dengan warna
hijau kehitaman dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 5.5-6 Skala Mohs.
Transparansi yaitu tidak tembus cahaya atau opaq. Maka dapat diintrepetasikan
bahwa mineral ini adalah Pyroxene dengan presentase sebesar 40%. Mineral
kedua memiliki karakteristik berwarna hijau dan ceratnya berwarna putih dengan
kekerasan skala 6.5-7 Skala Mohs. Transparansi yaitu tertembus cahaya atau
transparan. Maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini adalah Olivin dengan
presentase sebesar 10%. Mineral ketiga memiliki karakteristik dengan warna dan
ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 6.5-7 skala Mohs. Transparansi yaitu
sedikit tertembus cahaya atau translucent. Karena mineral ini berasosiasi dengan
mineral Pyroxene dan Olivin maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini
adalah Plagioklas Ca dengan presentase sebesar 50%.
Batuan peraga ini dilihat secara megaskopis memiliki warna yang
dominan gelap maka dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
yang bersifat basaltic yang terbentuk pada zona plutonik dengan suhu
pembentukan diintrepertasikan pada suhu 1100 C 1200 C. Dilihat dari data hasil
deskripsi struktur yang berupa padat pejal atau masif maka dapat diinterpretasikan
bahwa pada saat proses pembentukannya, batuan ini tidak terdapat kandungan gas
didalamnya. Pada tekstur batuan ini memiliki derajat kristlalisasi yang tersusun
atas kristal dengan ukuran kristal 1-5 mm atau berukuran sedang maka dapat
diinterpretasikan bahwa proses pembentukannya, batuan ini termasuk relatif lama.
Berdasarkan komposisi mineralnya dan sifat magma pembentuknya, batuan ini
terbentuk pada daerah mid oceanic ridge, back arc basin, island arc, atau oceanic
interplate dalam sistem 7 busur magmatisme.

29
( Gambar 5. 7 Busur Magmatisme)

( Gambar 6. Batuan Peraga X )


Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga X memiliki struktur
masif dengan derajat kristalisasi holokristalin berukuran sedang. Granularitas
equigranular, fanerit dengan hubungan antar kristalnya subhedral. Komposisi
batuan peraga X yaitu Pyroxene 40%, Olivin 10%, dan Plagioklas Ca 50% maka
dapat disimpulkan bahwa batuan peraga X adalah Gabbro menurut klasifikasi
Thorpe and Brown pada tahun 1983.

30
Pengeplotan berdasarkan klasifikasiThorpe and Brown 1983
4.3 Batuan Peraga C7
Pada praktikum yang telah dilakukan pengamatan secara megaskopis pada
batuan peraga C7 didapatkan data hasil deskripsi dengan struktur yang padat pejal
atau dapat disebut masif. Tekstur pada sampel batuan ini memiliki derajat
kristalisasi yang komposisi nya berupa kristal atau dapat disebut holokristalin
dengan hubungan antar kristalnya tidak terlihat jelas batas antar mineralnya atau
dapat disebut anhedral. Granularitas pada sampel batuan ini seragam dengan
kristalnya masih dapat terlihat jelas atau dapat disebut equigranular, fanerit dan
ukuran kristal pada sampel batuan ini berukuran 1-5 mm atau berukuran sedang.
Batuan peraga C7 saat diukur menggunakan mistar memiliki panjang 16 cm
dengan lebar 10 cm dan tinggi 4 cm.
Komposisi yang terkandung batuan peraga ini diinterpretasikan terdapat
beberapa mineral penyusun. Mineral pertama memiliki karakteristik dengan warna
hijau kehitaman dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 5.5-6 Skala Mohs.
Transparansi yaitu tidak tembus cahaya atau opaq. Maka dapat diintrepetasikan
bahwa mineral ini adalah Pyroxene dengan presentase sebesar 30%. Mineral
kedua memiliki karakteristik berwarna hijau dan ceratnya berwarna putih dengan
kekerasan skala 6.5-7 Skala Mohs. Transparansi yaitu tertembus cahaya atau
transparan. Maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini adalah Olivin dengan
presentase sebesar 25%. Mineral ketiga memiliki karakteristik dengan warna dan
ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 6.5-7 skala Mohs. Transparansi yaitu

31
sedikit tertembus cahaya atau translucent. Karena mineral ini berasosiasi dengan
mineral Pyroxene dan Olivin maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini
adalah Plagioklas Ca dengan presentase sebesar 45%.
Batuan peraga ini dilihat secara megaskopis memiliki warna yang
dominan gelap maka dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
yang bersifat basaltic yang terbentuk pada zona plutonik dengan suhu
pembentukan diintrepertasikan pada suhu 1100 C 1200 C. Dilihat dari data hasil
deskripsi struktur yang berupa padat pejal atau masif maka dapat diinterpretasikan
bahwa pada saat proses pembentukannya, batuan ini tidak terdapat kandungan gas
didalamnya. Pada tekstur batuan ini memiliki derajat kristlalisasi yang tersusun
atas kristal dengan ukuran kristal 1-5 mm atau berukuran sedang maka dapat
diinterpretasikan bahwa proses pembentukannya, batuan ini termasuk relatif lama.
Berdasarkan komposisi mineralnya dan sifat magma pembentuknya, batuan ini
terbentuk pada daerah mid oceanic ridge, back arc basin, island arc, atau oceanic
interplate dalam sistem 7 busur magmatisme.

( Gambar 7. 7 Busur Magmatisme)

( Gambar 8. Batuan Peraga C7 )

32
Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga C7 memiliki struktur
masif dengan derajat kristalisasi holokristalin berukuran sedang. Granularitas
equigranular, fanerit dengan hubungan antar kristalnya anhedral. Komposisi
batuan peraga C7 yaitu Pyroxene 30%, Olivin 25%, dan Plagioklas Ca 45% maka
dapat disimpulkan bahwa batuan peraga C7 adalah Gabbro menurut klasifikasi
Thorpe and Brown pada tahun 1983.

Pengeplotan berdasarkan klasifikasi Thorpe and Brown 1983


4.4 Batuan Peraga NJB
Pada praktikum yang telah dilakukan pengamatan secara megaskopis pada
batuan peraga NJB didapatkan data hasil deskripsi dengan struktur yang padat
pejal atau dapat disebut masif. Tekstur pada sampel batuan ini memiliki derajat
kristalisasi yang komposisi nya berupa kristal atau dapat disebut holokristalin
dengan hubungan antar kristalnya terlihat jelas batas antar mineralnya atau dapat
disebut euhedral. Granularitas pada sampel batuan ini seragam dengan kristalnya
masih dapat terlihat jelas atau dapat disebut equigranular, fanerit dan ukuran
kristal pada sampel batuan ini berukuran 1-5 mm atau berukuran sedang. Batuan
peraga X saat diukur menggunakan mistar memiliki panjang 11 cm dengan lebar
8.5 cm dan tinggi 2.5 cm.
Komposisi yang terkandung batuan peraga ini diinterpretasikan terdapat
beberapa mineral penyusun. Mineral pertama memiliki karakteristik dengan warna
hitam dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 2.5-3 Skala Mohs.
Transparansi yaitu tertembus cahaya atau transparan. Maka dapat diintrepetasikan

33
bahwa mineral ini adalah Biotit dengan presentase sebesar 10%. Mineral kedua
memiliki karakteristik berwarna putih dan ceratnya berwarna putih dengan
kekerasan skala 7 Skala Mohs. Transparansi yaitu tertembus cahaya atau
transparan. Maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini adalah Kuarsa dengan
presentase sebesar 15%. Mineral ketiga memiliki karakteristik dengan warna
hitam dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 5.5-6 skala Mohs.
Transparansi yaitu sedikit tertembus cahaya atau translucent. Maka dapat
diinterpretasikan bahwa mineral ini adalah Amphibole dengan presentase sebesar
30%. Mineral keempat memiliki karakteristik dengan warna dan ceratnya
berwarna putih dengan kekerasan 6.5-7 skala Mohs. Transparansi yaitu sedikit
tertembus cahaya atau translucent. Karena mineral ini berasosiasi dengan mineral
Biotit, Kuarsa, dan Amphibole maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini
adalah Plagioklas Na dengan presentase sebesar 40%.
Batuan peraga ini dilihat secara megaskopis memiliki warna yang
dominan abu-abu maka dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari
magma yang bersifat intermediet yang terbentuk pada zona hypabisal dengan suhu
pembentukan diintrepertasikan pada suhu 900 C 1000 C. Dilihat dari data hasil
deskripsi struktur yang berupa padat pejal atau masif maka dapat diinterpretasikan
bahwa pada saat proses pembentukannya, batuan ini tidak terdapat kandungan gas
didalamnya. Pada tekstur batuan ini memiliki derajat kristlalisasi yang tersusun
atas kristal dengan ukuran kristal 1-5 mm atau berukuran sedang maka dapat
diinterpretasikan bahwa proses pembentukannya, batuan ini termasuk relatif lama.
Berdasarkan komposisi mineralnya dan sifat magma pembentuknya batuan ini
terbentuk pada daerah continental rift zone atau volcanic arc dalam sistem 7 busur
magmatisme.

( Gambar 9. 7 Busur Magmatisme)

34
( Gambar 10. Batuan Peraga NJB )
Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga NJB memiliki struktur
masif dengan derajat kristalisasi holokristalin berukuran sedang. Granularitas
equigranular, fanerit dengan hubungan antar kristalnya euhedral. Komposisi
batuan peraga NJB yaitu Biotit 10%, Kuarsa 15%, Amphibole 35% dan Plagioklas
Na 40% maka dapat disimpulkan bahwa batuan peraga NJB adalah Diorit
menurut klasifikasi Thorpe and Brown pada tahun 1983 atau Diabas menurut
klasifikasi Russel B. Travis pada tahun 1955.

Pengeplotan berdasarkan klasifikasi Thorpe and Brown 1983

35
Pengeplotan berdasarkan klasifikasi Russel B. Travis 1955
4.5 Batuan Peraga B1.a3-3
Pada praktikum yang telah dilakukan pengamatan secara megaskopis pada
batuan peraga B1.a3-3 didapatkan data hasil deskripsi dengan struktur yang padat
pejal atau dapat disebut masif. Tekstur pada sampel batuan ini memiliki derajat
kristalisasi yang komposisi nya berupa kristal atau dapat disebut holokristalin
dengan hubungan antar kristalnya tidak terlihat jelas batas antar mineralnya atau
dapat disebut anhedral. Granularitas pada sampel batuan ini seragam dengan
kristalnya masih dapat terlihat jelas atau dapat disebut equigranular, fanerit dan
ukuran kristal pada sampel batuan ini berukuran 1-5 mm atau berukuran sedang.
Batuan peraga C7 saat diukur menggunakan mistar memiliki panjang 9.5 cm
dengan lebar 8 cm dan tinggi 4.5 cm.
Komposisi yang terkandung batuan peraga ini diinterpretasikan terdapat
beberapa mineral penyusun. Mineral pertama memiliki karakteristik dengan warna
hijau kehitaman dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 5.5-6 Skala Mohs.
Transparansi yaitu tidak tembus cahaya atau opaq. Maka dapat diintrepetasikan
bahwa mineral ini adalah Pyroxene dengan presentase sebesar 65%. Mineral
kedua memiliki karakteristik berwarna hijau dan ceratnya berwarna putih dengan
kekerasan skala 6.5-7 Skala Mohs. Transparansi yaitu tertembus cahaya atau
transparan. Maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini adalah Olivin dengan
presentase sebesar 5%. Mineral ketiga memiliki karakteristik dengan warna dan

36
ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 6.5-7 skala Mohs. Transparansi yaitu
sedikit tertembus cahaya atau translucent. Karena mineral ini berasosiasi dengan
mineral Pyroxene dan Olivin maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini
adalah Plagioklas Ca dengan presentase sebesar 30%.
Batuan peraga ini dilihat secara megaskopis memiliki warna yang
dominan gelap maka dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
yang bersifat basaltic yang terbentuk pada zona plutonik dengan suhu
pembentukan diintrepertasikan pada suhu 1100 C 1200 C. Dilihat dari data hasil
deskripsi struktur yang berupa padat pejal atau masif maka dapat diinterpretasikan
bahwa pada saat proses pembentukannya, batuan ini tidak terdapat kandungan gas
didalamnya. Pada tekstur batuan ini memiliki derajat kristlalisasi yang tersusun
atas kristal dengan ukuran kristal 1-5 mm atau berukuran sedang maka dapat
diinterpretasikan bahwa proses pembentukannya, batuan ini termasuk relatif lama.
Berdasarkan komposisi mineralnya dan sifat magma pembentuknya, batuan ini
terbentuk pada daerah mid oceanic ridge, back arc basin, island arc, atau oceanic
interplate dalam sistem 7 busur magmatisme.

( Gambar 11. 7 Busur Magmatisme )

( Gambar 12. Batuan Peraga B1.a3-3 )

37
Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga B1.a3-3 memiliki
struktur masif dengan derajat kristalisasi holokristalin berukuran sedang.
Granularitas equigranular, fanerit dengan hubungan antar kristalnya anhedral.
Komposisi batuan peraga B1.a3-3 yaitu Pyroxene 65%, Olivin 5%, dan Plagioklas
Ca 30% maka dapat disimpulkan bahwa batuan peraga B1.a3-3 adalah Gabbro
menurut klasifikasi Thorpe and Brown pada tahun 1983.

Pengeplotan berdasarkan klasifikasi Thorpe and Brown 1983

4.6 Batuan Peraga B1.b2


Pada praktikum yang telah dilakukan pengamatan secara megaskopis pada
batuan peraga B1.b2 didapatkan data hasil deskripsi dengan struktur yang padat
pejal atau dapat disebut masif. Tekstur pada sampel batuan ini memiliki derajat
kristalisasi yang komposisinya berupa kristal atau dapat disebut holokristalin
dengan hubungan antar kristalnya terlihat jelas batas antar mineralnya atau dapat
disebut euhedral. Granularitas pada sampel batuan ini tidak seragam dengan
massa dasar nya masih dapat diidentifikasi atau dapat disebut inequigranular,
farneroporfiritik dan ukuran kristal pada sampel batuan ini berukuran 1-5 mm atau
berukuran sedang. Batuan peraga B1.b2 saat diukur menggunakan mistar
memiliki panjang 5.4 cm dengan lebar 5.5 cm dan tinggi 3.5 cm.
Komposisi yang terkandung batuan peraga ini diinterpretasikan terdapat
beberapa mineral penyusun. Mineral pertama memiliki karakteristik dengan warna
hitam dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 5.5-6 Skala Mohs.

38
Transparansi yaitu sedikit tertembus cahaya atau translucent. Maka dapat
diintrepetasikan bahwa mineral ini adalah Amphibole dengan presentase sebesar
30%. Mineral kedua memiliki karakteristik berwarna hitam dan ceratnya berwarna
putih dengan kekerasan skala 2.5-3 Skala Mohs. Transparansi yaitu sedikit
tertembus cahaya atau translucent. Maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini
adalah Biotit dengan presentase sebesar 5%. Mineral ketiga memiliki karakteristik
dengan warna dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 7 skala Mohs.
Transparansi yaitu tertembus cahaya atau transparan. Maka dapat
diinterpretasikan bahwa mineral ini adalah Kuarsa dengan presentase sebesar 5%.
Selain itu batuan peraga B1.b2 memiliki massa dasar dengan karakteristik warna
dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 6.5-7 skala Mohs. Transparansi
yaitu sedikit tertembus cahaya atau translucent. Karena mineral ini berasosiasi
dengan mineral Biotit, Kuarsa, dan Amphibole maka dapat diintrepetasikan bahwa
mineral ini adalah Plagioklas Na dengan presentase sebesar 60%.
Batuan peraga ini dilihat secara megaskopis memiliki warna yang
dominan abu-abu maka dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari
magma yang bersifat intermediet yang terbentuk pada zona hypabisal dengan suhu
pembentukan diintrepertasikan pada suhu 900 C 1000 C. Dilihat dari data hasil
deskripsi struktur yang berupa padat pejal atau masif maka dapat diinterpretasikan
bahwa pada saat proses pembentukannya, batuan ini tidak terdapat kandungan gas
didalamnya. Pada tekstur batuan ini memiliki derajat kristlalisasi yang tersusun
atas kristal dengan ukuran kristal 1-5 mm atau berukuran sedang maka dapat
diinterpretasikan bahwa proses pembentukannya, batuan ini termasuk relatif lama.
Berdasarkan komposisi mineralnya dan sifat magma pembentuknya batuan ini
terbentuk pada daerah continental rift zone atau volcanic arc dalam sistem 7 busur
magmatisme.

39
( Gambar 13. 7 Busur Magmatisme)

( Gambar 14. Batuan Peraga B1.b2 )


Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga B1.b2 memiliki struktur
masif dengan derajat kristalisasi holokristalin berukuran sedang. Granularitas
inequigranular, farneroporfiritik dengan hubungan antar kristalnya euhedral.
Komposisi batuan peraga B1.b2 yaitu Biotit 5%, Kuarsa 5%, Amphibole 30% dan
massa dasar Plagioklas Na 60% maka dapat disimpulkan bahwa batuan peraga
B1.b2 adalah Diorit Porfir menurut klasifikasi Thorpe and Brown pada tahun
1983 atau Porfiri Diorit menurut klasifikasi Russel B. Travis pada tahun 1955.

Pengeplotan berdasarkan klasifikasi Thorpe and Brown 1983

40
Pengeplotan berdasarkan klasifikasi Russel B. Travis 1955
4.7 Batuan Peraga Y
Pada praktikum yang telah dilakukan pengamatan secara megaskopis pada
batuan peraga Y didapatkan data hasil deskripsi dengan struktur yang padat pejal
atau dapat disebut masif. Tekstur pada sampel batuan ini memiliki derajat
kristalisasi yang komposisi nya berupa kristal atau dapat disebut holokristalin
dengan hubungan antar kristalnya terlihat jelas batas antar mineralnya atau dapat
disebut euhedral. Granularitas pada sampel batuan ini tidak seragam dengan
massa dasarnya yang tidak dapat diidentifikasi atau dapat disebut inequigranular,
porfiroafanitik dan ukuran kristal pada sampel batuan ini berukuran 1-5 mm atau
berukuran sedang. Batuan peraga Y saat diukur menggunakan mistar memiliki
panjang 13 cm dengan lebar 13 cm dan tinggi 9 cm.
Komposisi yang terkandung batuan peraga ini diinterpretasikan terdapat
beberapa mineral penyusun. Mineral pertama memiliki karakteristik dengan warna
dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 7 Skala Mohs. Transparansi yaitu
tertembus cahaya atau transparan. Maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini
adalah Kuarsa dengan presentase sebesar 35%. Mineral kedua memiliki
karakteristik dengan warna dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 6.5-7
skala Mohs. Transparansi yaitu sedikit tertembus cahaya atau translucent. Karena
mineral ini berasosiasi dengan mineral Kuarsa dan Biotit maka dapat
diintrepetasikan bahwa mineral ini adalah Plagioklas Na dengan presentase

41
sebesar 45%. Selain itu terdapat pula komposisi berupa massa dasar yang tidak
dapat diidentifikasi secara megaskopis dengan presentase sebesar 20%.
Batuan peraga ini dilihat secara megaskopis memiliki warna terang maka
dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma yang bersifat asam
atau Rhyolitic yang terbentuk pada zona vulkanik dengan suhu pembentukan
diintrepertasikan pada suhu 600 C 800 C. Dilihat dari data hasil deskripsi
struktur yang berupa padat pejal atau masif maka dapat diinterpretasikan bahwa
pada saat proses pembentukannya, batuan ini tidak terdapat kandungan gas
didalamnya. Pada tekstur batuan ini memiliki derajat kristlalisasi yang tersusun
atas kristal dengan ukuran kristal 1-5 mm atau berukuran sedang maka dapat
diinterpretasikan bahwa proses pembentukannya, batuan ini termasuk relatif lama.
Berdasarkan komposisi mineralnya dan sifat magma pembentuknya batuan ini
terbentuk pada daerah continental interplate dalam sistem 7 busur magmatisme.

( Gambar 15. 7 Busur Magmatisme )

( Gambar 16. Batuan Peraga Y )


Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga Y memiliki struktur
masif dengan derajat kristalisasi holokristalin berukuran sedang. Granularitas

42
inequigranular, porfiroafanitik dengan hubungan antar kristalnya euhedral.
Komposisi batuan peraga Y yaitu Plagioklas Na 45% dan Kuarsa 35% serta Massa
dasar 20% maka dapat disimpulkan bahwa batuan peraga Y adalah Rhyolit Porfir
menurut klasifikasi Thorpe and Brown pada tahun 1983 atau Porfiri Dasit menurut
klasifikasi Russel B. Travis pada tahun 1955.

Pengeplotan berdasarkan klasifikasi Thorpe and Brown 1983

Pengeplotan berdasarkan klasifikasi Russel B. Travis 1955

43
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
5.1.1 Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga B1.b2-2 memiliki
struktur masif dengan derajat kristalisasi hipokristalin berukuran
sedang. Granularitas inequigranular, porfiroafanitik dengan
hubungan antar kristalnya euhedral. Komposisi batuan peraga B1.b2-
2 yaitu Plagioklas Na 65%, Kuarsa 10%, Biotit 10%, serta Massa
dasar 20% maka dapat disimpulkan bahwa batuan peraga B1.b2-2
adalah Andesit Porfir menurut klasifikasi Thorpe and Brown pada
tahun 1983 atau Porfiri Dasit menurut klasifikasi Russel B. Travis.
5.1.2 Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga B1.b2-2 memiliki
struktur masif dengan derajat kristalisasi hipokristalin berukuran
sedang. Granularitas inequigranular, porfiroafanitik dengan
hubungan antar kristalnya euhedral. Komposisi batuan peraga B1.b2-
2 yaitu Plagioklas Na 65%, Kuarsa 10%, Biotit 10%, serta Massa
dasar 20% maka dapat disimpulkan bahwa batuan peraga B1.b2-2
adalah Andesit Porfir menurut klasifikasi Thorpe and Brown pada
tahun 1983 atau Porfiri Dasit menurut klasifikasi Russel B. Travis
pada tahun 1955.
5.1.3 Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga C7 memiliki
struktur masif dengan derajat kristalisasi holokristalin berukuran
sedang. Granularitas equigranular, fanerit dengan hubungan antar
kristalnya anhedral. Komposisi batuan peraga C7 yaitu Pyroxene
30%, Olivin 25%, dan Plagioklas Ca 45% maka dapat disimpulkan
bahwa batuan peraga C7 adalah Gabbro menurut klasifikasi Thorpe
and Brown pada tahun 1983.
5.1.4 Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga NJB memiliki
struktur masif dengan derajat kristalisasi holokristalin berukuran

44
sedang. Granularitas equigranular, fanerit dengan hubungan antar
kristalnya euhedral. Komposisi batuan peraga NJB yaitu Biotit 10%,
Kuarsa 15%, Amphibole 35% dan Plagioklas Na 40% maka dapat
disimpulkan bahwa batuan peraga NJB adalah Diorit menurut
klasifikasi Thorpe and Brown pada tahun 1983 atau Diabas menurut
klasifikasi Russel B. Travis pada tahun 1955.
5.1.5 Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga B1.a3-3 memiliki
struktur masif dengan derajat kristalisasi holokristalin berukuran
sedang. Granularitas equigranular, fanerit dengan hubungan antar
kristalnya anhedral. Komposisi batuan peraga B1.a3-3 yaitu
Pyroxene 65%, Olivin 5%, dan Plagioklas Ca 30% maka dapat
disimpulkan bahwa batuan peraga B1.a3-3 adalah Gabbro menurut
klasifikasi Thorpe and Brown pada tahun 1983.
5.1.6 Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga B1.b2 memiliki
struktur masif dengan derajat kristalisasi holokristalin berukuran
sedang. Granularitas inequigranular, farneroporfiritik dengan
hubungan antar kristalnya euhedral. Komposisi batuan peraga B1.b2
yaitu Biotit 5%, Kuarsa 5%, Amphibole 30% dan massa dasar
Plagioklas Na 60% maka dapat disimpulkan bahwa batuan peraga
B1.b2 adalah Diorit Porfir menurut klasifikasi Thorpe and Brown
pada tahun 1983 atau Porfiri Diorit menurut klasifikasi Russel B.
Travis pada tahun 1955.
5.1.7 Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga Y memiliki
struktur masif dengan derajat kristalisasi holokristalin berukuran
sedang. Granularitas inequigranular, porfiroafanitik dengan
hubungan antar kristalnya euhedral. Komposisi batuan peraga Y
yaitu Plagioklas Na 45% dan Kuarsa 35% serta Massa dasar 20%
maka dapat disimpulkan bahwa batuan peraga Y adalah Rhyolit
Porfir menurut klasifikasi Thorpe and Brown pada tahun 1983 atau
Porfiri Dasit menurut klasifikasi Russel B. Travis pada tahun 1955.

45
5.2 Saran
5.2.1 Lebih dijelaskan tentang penamaan menurut klasifikasi Russel B. Travis
5.2.2 Pemberitahuan perubahan jadwal untuk tidak mendadak

46

Anda mungkin juga menyukai