PENDAHULUAN
1.1 Maksud
Pelaksanaan Praktikum mata kuliah Petrologi pada Batuan Beku Non
Fragmental dimaksudkan agar praktikan dapat menjelaskan pendeskripsian
batuan dan mengetahui pengertian dari jenis-jenis batuan
1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya Praktikum Petrologi Acara Batuan Beku Non
Fragmental adalah sebagai berikut :
Dapat mengetahui jenis batuan
Dapat mengetahui struktur batuan
Dapat mengetahui tekstur batuan
Dapat mengetahui komposisi batuan
Dapat menentukan nama batuan
Dapat mengetahui petrogenesa batuan
1
BAB II
DASAR TEORI
2
c. Batuan beku berwarna gelap sampai hitam umumnya adalah batuan
beku intermediet dimana jumlah mineral mafik dan felsiknya hamper
sama banyak.
d. Batuan beku yang berwarna hijau kelam dan biasanya monominerallik
disebut batuan beku ultrabasa dengan komposisi hamper seluruhnya
mineral mafik.
2.3 Struktur Batuan Beku Non Fragmental
Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan menjadi
batuan beku extrusive dan intrusive. Hal ini pada nantinya akan menyebabkan
perbedaan pada tekstur masing masing batuan tersebut. Kenampakan dari
batuan beku yang tersingkap merupakan hal pertama yang harus kita
perhatikan. Kenampakan inilah yang disebut sebagai struktur batuan beku.
- Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas
(tidak menunjukkan adanya lubang-lubang), dan tidak menunjukkan
adanya fragmen lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku
- Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai lapisan
3
- Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh
keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Struktur vesikuler
dibagi menjadi dua macam yaitu :
Ketika batuan beku membeku pada keadaan temperatur dan tekanan yang
tinggi di bawah permukaan dengan waktu pembekuan cukup lama maka
mineral-mineral penyusunnya memiliki waktu untuk membentuk sistem
kristal tertentu dengan ukuran mineral yang relatif besar. Sedangkan pada
kondisi pembekuan dengan temperatur dan tekanan permukaan yang rendah,
mineral-mineral penyusun batuan beku tidak sempat membentuk sistem kristal
tertentu, sehingga terbentuklah gelas (obsidian) yang tidak memiliki sistem
4
kristal, dan mineral yang terbentuk biasanya berukuran relatif kecil.
Berdasarkan hal di atas, tekstur batuan beku dapat dibedakan berdasarkan :
1. Derajat Kristalisasi
2. Granularitas
- Equigranular
Fanerik, yaitu bila ukuran kristal masih bisa dibedakan dengan mata
telanjang
Afanitik, yaitu ukuran kristal tidak dapat dibedakan dengan mata
telanjang atau ukuran kristalnya sangat halus.
- Inequigranular
Apabila ukuran kristal tidak seragam. Tekstur ini dapat dibagi lagi
menjadi
5
Faneroporfiritik, yaitu bila kristal yang besar dikelilingi oleh kristal-
kristal yang kecil dan dapat dikenali dengan mata telanjang
Porfiroafanitik, yaitu bila fenokris dikelilingi oleh massa dasar yang
tidak dapat dikenali dengan mata telanjang
Vitrovirik, bila massa dasar berupa gelas
3. Bentuk Butir
Bentuk butir dilihat berdasarkan atas kejelasan bidang batas kristal,
dilihat dari pandangan dua dimensi, meliputi:
- Euhedral : apabila bentuk kristal sempurna dan dibatasi oleh bidang
batas yang jelas.
- Subhedral : apabila bentuk kristal kurang sempurna dan dibatasi oleh
bidang batas yang tidak begitu jelas.
- Anhedral : apabila bentuk kristal dibatasi oleh bidang kristal tidak
2.5 Klasifikasi Batuan Beku Non Fragmental
A. Berdasarkan tempat kejadiannya (genesa)
1. Batuan beku luar (ekstrusif) terbentuk di dekat permukaan bumi.
Proses pendinginannya berlangsung sangat cepat sehingga tidak
sempat membentuk kristal. Struktur batuan ini dinamakan amorf.
Contoh: Obsidian, Riolit dan Batuapung.
2. Batuan beku korok (hypabisal), terbentuk pada celah-ceah atau pipa
gunung api. Proses pendinginanya berlangsung relative cepat sehingga
batuannya terdiri atas Kristal-kristal yang tidak sempurna dan
bercampur dengan massa dasarsehingga membentuk struktur porfiritik.
Contoh : Granit porfir, Diorit porfir.
3. Batuan beku dalam (plutonik), terbentuk jauh di bawha permukaan
bumi. Proses pendinginan sangat lambat sehingga batuan seluruhnya
terdiri atas Kristal-kristal (struktur hipokristalin). Contoh: Granit,
Granodiorit, dan Gabro.
6
kedudukannya terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya struktur
tubuh batuan beku intrusif terbagi menjadi dua yaitu konkordan dan
diskordan.
7
melengkung. Oleh karena itu disebut sebagai cekungan belakang zona subduksi.
Sehingga jenis magma yang di hasilkan pada busur ini adalah magma basaltis.
3. MOR
Mid Oceanic Ridge atau disingkat mor merupakan salah satu busur
magmatisme dari pola divergen yaitu pola pergerakan lempeng yang saling
menjauh. Dalam hal ini lempeng yang saling menjauh adalah dua lempeng
samudra di mana gejala yang di timbulkan oleh pergerakan lempeng ini adalah
terbentuknya gunung api di dasar samudra sebagai akibat dari dorongan arus
8
konveksi yang mendorong lapisan di atasnya . Jenis magma yang di hasilkan di
busur magmatisme ini adalah magma basaltis.
4. Island Arc
Sama halnya dengan proses yang terjadi pada pembentukan busur magmatis
volcanic arc yaitu pertemuan anatara dua lempeng. Bedanya pada island arc
lempeng yang bertumbuk adalah dua lempeng samudra dimana salah salah satu
lempeng mununjam ke bawah menuju astenosfer kemudian meleleh pada suhu
tertentu yang menyebabkab arus konveksi ke atas yang mendorong lapisan di
atasnya. Sehingga gejalanya diperlihatkan oleh terbentuknya pulau-pulau di
tengah samudra dan juga gunung api kecil. Jenis magma yang di hasilkan di busur
magmatisme ini adalah magma bertipe basaltis
.
5. Continental Rift Zone
Proses yang terjadi pada zona ini mirip dengan proses pada busur MOR yaitu
pembentukan yang dikontrol oleh pergerakan divergen. Bedanya pada mor
pergerakan lempenng yang saling menjadi antara dua lempeng samudra
sedangkan pada zona ini pergerakan lempenng yang saling menjauh adalah dua
9
lempeng benua. Gejala yang di perlihatkan adalah terbentuknya gunung-gunung
api muda dan kecil-kecil di atas dataran benua. Jenis magma yang di hasilkan
adalah jenis magma asam.
10
BAB III
HASIL DESKRIPSI
Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi Hipokristalin
Granularitas Inequigranular, Porfiroafanitik
Hubungan Antar Kristal Euhedral
Ukuran Sedang
Komposisi
11
Warna : putih
Cerat : putih
Plagioklas Na 65% Transparansi : translucent
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : putih
Cerat : putih
Kuarsa 10% Transparansi : transparan
Kilap : kaca
Kekerasan : 7 skala mohs
Warna : hitam
Cerat : putih
Biotit 10% Transparansi : transparan
Kilap : kaca
Kekerasan : 2.5-3 skala moh s
Ket :
P : 8 cm
L : 10 cm
T : 3 cm
12
Batuan ini memiliki warna terang maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
intermediet yang terbentuk pada zona hypabisal. Karena
Petrogenesa
memiliki derajat kristalisasi hipokristalin maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini proses pembentukannya
termasuk relatif lama
Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi Holokristalin
Granularitas Equigranular, Fanerit
Hubungan Antar Kristal Subhedral
Ukuran Sedang
13
Komposisi
Warna : putih
Cerat : putih
Plagioklas Ca 50% Transparansi : translucent
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : hijau kehitaman
Cerat : putih
Pyroxene 40% Transparansi : opaq
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : hijau
Cerat : putih
Olivin 10% Transparansi : transparan
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Ket :
P : 5 cm
L : 7 cm
T : 9 cm
14
Batuan ini memiliki warna dominan gelap maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
basaltic yang terbentuk pada zona Plutonik. Karena
Petrogenesa
memiliki derajat kristalisasi holokristalin maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini proses pembentukannya
termasuk relatif lama
Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi Holokristalin
Granularitas Equigranular, Fanerit
Hubungan Antar Kristal anhedral
Ukuran Sedang
15
Komposisi
Warna : putih
Cerat : putih
Plagioklas Ca 45% Transparansi : translucent
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : hijau kehitaman
Cerat : putih
Pyroxene 30% Transparansi : opaq
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : hijau
Cerat : putih
Olivin 25% Transparansi : transparan
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Ket :
P : 16 cm
L : 10 cm
T : 4 cm
16
Batuan ini memiliki warna dominan gelap maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
basaltic yang terbentuk pada zona Plutonik. Karena
Petrogenesa
memiliki derajat kristalisasi holokristalin maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini proses pembentukannya
termasuk relatif lama
Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi Holokristalin
Granularitas Equigranular, Fanerit
Hubungan Antar Kristal Anhedral
Ukuran Kecil
17
Komposisi
Warna : putih
Cerat : putih
Plagioklas Na 40% Transparansi : translucent
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : hitam
Cerat : putih
Biotit 10% Transparansi : opaq
Kilap : kaca
Kekerasan : 2.5-3 skala mohs
Warna : putih
Cerat : putih
Kuarsa 15% Transparansi : transparan
Kilap : kaca
Kekerasan : 7 skala mohs
Warna : hitam
Cerat : putih
Amophibole 35% Transparansi : translucent
Kilap : kaca
Kekerasan : 5.5-6 skala mohs
Ket :
P : 11 cm
L : 8.5 cm
T : 2.5 cm
Nama batuan Diorit / Diabas (Thorpe and Brown & Russel B. Travis)
18
Batuan ini memiliki warna abu-abu maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
intermediet yang terbentuk pada zona Hypabisal. Karena
Petrogenesa
memiliki derajat kristalisasi holokristalin maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini proses pembentukannya
termasuk relatif lama
Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi Holokristalin
Granularitas Equigranular, Fanerit
Hubungan Antar Kristal Anhedral
Ukuran Sedang
19
Komposisi
Warna : putih
Cerat : putih
Plagioklas Ca 30% Transparansi : translucent
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : hijau kehitaman
Cerat : putih
Pyroxen 65% Transparansi : opaq
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : hijau
Cerat : putih
Olivin 5% Transparansi : transparan
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Ket :
P : 9.5 cm
L : 8 cm
T : 4.5 cm
20
Batuan ini memiliki warna yang dominan gelap maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
basaltis yang terbentuk pada zona Plutonik. Karena
Petrogenesa
memiliki derajat kristalisasi holokristalin maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini proses pembentukannya
termasuk relatif lama
Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi Holokristalin
Granularitas Inequigranular, Farneroporfiritik
Hubungan Antar Kristal euhedral
Ukuran Sedang
21
Komposisi
Warna : putih
Cerat : putih
Massa Dasar Plagioklas
Transparansi : translucent
Na 40%
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : hitam
Cerat : putih
Biotit 5% Transparansi : opaq
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : putih
Cerat : putih
Kuarsa 5% Transparansi : transparan
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : hitam
Cerat : putih
Amophibole 30% Transparansi : translucent
Kilap : kaca
Kekerasan : 5.5-6 skala mohs
Ket :
P : 5.4 cm
L : 5.5 cm
T : 3.5 cm
22
Batuan ini memiliki warna abu-abu maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
intermediet yang terbentuk pada zona Hypabisal. Karena
Petrogenesa
memiliki derajat kristalisasi holokristalin maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini proses pembentukannya
termasuk relatif lama
Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi Holokristalin
Granularitas Inequigranular, Porfiroafanitik
Hubungan Antar Kristal Euhedral
Ukuran Sedang
23
Komposisi
Warna : putih
Cerat : putih
Plagioklas Na 45% Transparansi : translucent
Kilap : kaca
Kekerasan : 6.5-7 skala mohs
Warna : putih
Cerat : putih
Kuarsa 15% Transparansi : transparan
Kilap : kaca
Kekerasan : 7 skala mohs
Ket :
P : 13 cm
L : 13 cm
T : 9 cm
24
Batuan ini memiliki warna yang relatif terang maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
asam yang terbentuk pada zona Vulkanik. Karena memiliki
Petrogenesa
derajat kristalisasi holokristalin maka dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini proses pembentukannya
termasuk relatif lama
BAB IV
PEMBAHASAN
25
struktur, tekstur, dan komposisi sampel batuan. Adapun sampel batuan yang
dideskripsi adalah sampel batuan B1.b2-2, X, C7, NJB, B1.a3-3, B1.b2-5, B1.b2-
3. Berikut Pembahasan setiap sampel batuan tersebut.
4.1 Batuan Peraga B1.b2-2
Pada praktikum yang telah dilakukan pengamatan secara megaskopis pada
batuan peraga B1.b2-2 didapatkan data hasil deskripsi dengan struktur yang padat
pejal atau dapat disebut masif. Tekstur pada sampel batuan ini memiliki derajat
kristalisasi yang komposisi nya berupa kristal dan gelasan atau dapat disebut
hipokristalin dengan hubungan antar kristalnya terlihat jelas batas antar
mineralnya atau dapat disebut euhedral. Granularitas pada sampel batuan ini tidak
seragam dengan massa dasarnya yang tidak dapat diidentifikasi atau dapat disebut
inequigranular, porfiroafanitik dan ukuran kristal pada sampel batuan ini
berukuran 1-5 mm atau berukuran sedang. Batuan peraga B1.b2-2 saat diukur
menggunakan mistar memiliki panjang 8 cm dengan lebar 10 cm dan tinggi 3 cm.
Komposisi yang terkandung batuan peraga ini diinterpretasikan terdapat
beberapa mineral penyusun. Mineral pertama memiliki karakteristik dengan warna
dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 7 Skala Mohs. Transparansi yaitu
tertembus cahaya atau transparan. Maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini
adalah Kuarsa dengan presentase sebesar 10%. Mineral kedua memiliki
karakteristik berwarna hitam dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan skala
2.5-3 Skala Mohs. Transparansi yaitu sedikit tertembus cahaya atau translucent.
Maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini adalah Biotit dengan presentase
sebesar 10%. Mineral ketiga memiliki karakteristik dengan warna dan ceratnya
berwarna putih dengan kekerasan 6.5-7 skala Mohs. Transparansi yaitu sedikit
tertembus cahaya atau translucent. Karena mineral ini berasosiasi dengan mineral
Kuarsa dan Biotit maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini adalah
Plagioklas Na dengan presentase sebesar 65%. Selain itu terdapat pula komposisi
berupa massa dasar yang tidak dapat diidentifikasi secara megaskopis dengan
presentase sebesar 20%.
Batuan peraga ini dilihat secara megaskopis memiliki warna terang maka
dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma yang bersifat
26
intermediet yang terbentuk pada zona hipabisal dengan suhu pembentukan
diintrepertasikan pada suhu 900 C 1000 C. Dilihat dari data hasil deskripsi
struktur yang berupa padat pejal atau masif maka dapat diinterpretasikan bahwa
pada saat proses pembentukannya, batuan ini tidak terdapat kandungan gas
didalamnya. Pada tekstur batuan ini memiliki derajat kristlalisasi yang tersusun
atas kristal dan gelasan dengan ukuran kristal 1-5 mm atau berukuran sedang
maka dapat diinterpretasikan bahwa proses pembentukannya, batuan ini termasuk
relatif lama. Berdasarkan komposisi mineralnya dan sifat magma pembentuknya
batuan ini terbentuk pada daerah continental rift zone atau volcanic arc dalam
sistem 7 busur magmatisme.
27
tahun 1983 atau Porfiri Dasit menurut klasifikasi Russel B. Travis pada tahun
1955.
28
ukuran kristal pada sampel batuan ini berukuran 1-5 mm atau berukuran sedang.
Batuan peraga X saat diukur menggunakan mistar memiliki panjang 9 cm dengan
lebar 7 cm dan tinggi 5 cm.
Komposisi yang terkandung batuan peraga ini diinterpretasikan terdapat
beberapa mineral penyusun. Mineral pertama memiliki karakteristik dengan warna
hijau kehitaman dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 5.5-6 Skala Mohs.
Transparansi yaitu tidak tembus cahaya atau opaq. Maka dapat diintrepetasikan
bahwa mineral ini adalah Pyroxene dengan presentase sebesar 40%. Mineral
kedua memiliki karakteristik berwarna hijau dan ceratnya berwarna putih dengan
kekerasan skala 6.5-7 Skala Mohs. Transparansi yaitu tertembus cahaya atau
transparan. Maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini adalah Olivin dengan
presentase sebesar 10%. Mineral ketiga memiliki karakteristik dengan warna dan
ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 6.5-7 skala Mohs. Transparansi yaitu
sedikit tertembus cahaya atau translucent. Karena mineral ini berasosiasi dengan
mineral Pyroxene dan Olivin maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini
adalah Plagioklas Ca dengan presentase sebesar 50%.
Batuan peraga ini dilihat secara megaskopis memiliki warna yang
dominan gelap maka dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
yang bersifat basaltic yang terbentuk pada zona plutonik dengan suhu
pembentukan diintrepertasikan pada suhu 1100 C 1200 C. Dilihat dari data hasil
deskripsi struktur yang berupa padat pejal atau masif maka dapat diinterpretasikan
bahwa pada saat proses pembentukannya, batuan ini tidak terdapat kandungan gas
didalamnya. Pada tekstur batuan ini memiliki derajat kristlalisasi yang tersusun
atas kristal dengan ukuran kristal 1-5 mm atau berukuran sedang maka dapat
diinterpretasikan bahwa proses pembentukannya, batuan ini termasuk relatif lama.
Berdasarkan komposisi mineralnya dan sifat magma pembentuknya, batuan ini
terbentuk pada daerah mid oceanic ridge, back arc basin, island arc, atau oceanic
interplate dalam sistem 7 busur magmatisme.
29
( Gambar 5. 7 Busur Magmatisme)
30
Pengeplotan berdasarkan klasifikasiThorpe and Brown 1983
4.3 Batuan Peraga C7
Pada praktikum yang telah dilakukan pengamatan secara megaskopis pada
batuan peraga C7 didapatkan data hasil deskripsi dengan struktur yang padat pejal
atau dapat disebut masif. Tekstur pada sampel batuan ini memiliki derajat
kristalisasi yang komposisi nya berupa kristal atau dapat disebut holokristalin
dengan hubungan antar kristalnya tidak terlihat jelas batas antar mineralnya atau
dapat disebut anhedral. Granularitas pada sampel batuan ini seragam dengan
kristalnya masih dapat terlihat jelas atau dapat disebut equigranular, fanerit dan
ukuran kristal pada sampel batuan ini berukuran 1-5 mm atau berukuran sedang.
Batuan peraga C7 saat diukur menggunakan mistar memiliki panjang 16 cm
dengan lebar 10 cm dan tinggi 4 cm.
Komposisi yang terkandung batuan peraga ini diinterpretasikan terdapat
beberapa mineral penyusun. Mineral pertama memiliki karakteristik dengan warna
hijau kehitaman dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 5.5-6 Skala Mohs.
Transparansi yaitu tidak tembus cahaya atau opaq. Maka dapat diintrepetasikan
bahwa mineral ini adalah Pyroxene dengan presentase sebesar 30%. Mineral
kedua memiliki karakteristik berwarna hijau dan ceratnya berwarna putih dengan
kekerasan skala 6.5-7 Skala Mohs. Transparansi yaitu tertembus cahaya atau
transparan. Maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini adalah Olivin dengan
presentase sebesar 25%. Mineral ketiga memiliki karakteristik dengan warna dan
ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 6.5-7 skala Mohs. Transparansi yaitu
31
sedikit tertembus cahaya atau translucent. Karena mineral ini berasosiasi dengan
mineral Pyroxene dan Olivin maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini
adalah Plagioklas Ca dengan presentase sebesar 45%.
Batuan peraga ini dilihat secara megaskopis memiliki warna yang
dominan gelap maka dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
yang bersifat basaltic yang terbentuk pada zona plutonik dengan suhu
pembentukan diintrepertasikan pada suhu 1100 C 1200 C. Dilihat dari data hasil
deskripsi struktur yang berupa padat pejal atau masif maka dapat diinterpretasikan
bahwa pada saat proses pembentukannya, batuan ini tidak terdapat kandungan gas
didalamnya. Pada tekstur batuan ini memiliki derajat kristlalisasi yang tersusun
atas kristal dengan ukuran kristal 1-5 mm atau berukuran sedang maka dapat
diinterpretasikan bahwa proses pembentukannya, batuan ini termasuk relatif lama.
Berdasarkan komposisi mineralnya dan sifat magma pembentuknya, batuan ini
terbentuk pada daerah mid oceanic ridge, back arc basin, island arc, atau oceanic
interplate dalam sistem 7 busur magmatisme.
32
Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga C7 memiliki struktur
masif dengan derajat kristalisasi holokristalin berukuran sedang. Granularitas
equigranular, fanerit dengan hubungan antar kristalnya anhedral. Komposisi
batuan peraga C7 yaitu Pyroxene 30%, Olivin 25%, dan Plagioklas Ca 45% maka
dapat disimpulkan bahwa batuan peraga C7 adalah Gabbro menurut klasifikasi
Thorpe and Brown pada tahun 1983.
33
bahwa mineral ini adalah Biotit dengan presentase sebesar 10%. Mineral kedua
memiliki karakteristik berwarna putih dan ceratnya berwarna putih dengan
kekerasan skala 7 Skala Mohs. Transparansi yaitu tertembus cahaya atau
transparan. Maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini adalah Kuarsa dengan
presentase sebesar 15%. Mineral ketiga memiliki karakteristik dengan warna
hitam dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 5.5-6 skala Mohs.
Transparansi yaitu sedikit tertembus cahaya atau translucent. Maka dapat
diinterpretasikan bahwa mineral ini adalah Amphibole dengan presentase sebesar
30%. Mineral keempat memiliki karakteristik dengan warna dan ceratnya
berwarna putih dengan kekerasan 6.5-7 skala Mohs. Transparansi yaitu sedikit
tertembus cahaya atau translucent. Karena mineral ini berasosiasi dengan mineral
Biotit, Kuarsa, dan Amphibole maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini
adalah Plagioklas Na dengan presentase sebesar 40%.
Batuan peraga ini dilihat secara megaskopis memiliki warna yang
dominan abu-abu maka dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari
magma yang bersifat intermediet yang terbentuk pada zona hypabisal dengan suhu
pembentukan diintrepertasikan pada suhu 900 C 1000 C. Dilihat dari data hasil
deskripsi struktur yang berupa padat pejal atau masif maka dapat diinterpretasikan
bahwa pada saat proses pembentukannya, batuan ini tidak terdapat kandungan gas
didalamnya. Pada tekstur batuan ini memiliki derajat kristlalisasi yang tersusun
atas kristal dengan ukuran kristal 1-5 mm atau berukuran sedang maka dapat
diinterpretasikan bahwa proses pembentukannya, batuan ini termasuk relatif lama.
Berdasarkan komposisi mineralnya dan sifat magma pembentuknya batuan ini
terbentuk pada daerah continental rift zone atau volcanic arc dalam sistem 7 busur
magmatisme.
34
( Gambar 10. Batuan Peraga NJB )
Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga NJB memiliki struktur
masif dengan derajat kristalisasi holokristalin berukuran sedang. Granularitas
equigranular, fanerit dengan hubungan antar kristalnya euhedral. Komposisi
batuan peraga NJB yaitu Biotit 10%, Kuarsa 15%, Amphibole 35% dan Plagioklas
Na 40% maka dapat disimpulkan bahwa batuan peraga NJB adalah Diorit
menurut klasifikasi Thorpe and Brown pada tahun 1983 atau Diabas menurut
klasifikasi Russel B. Travis pada tahun 1955.
35
Pengeplotan berdasarkan klasifikasi Russel B. Travis 1955
4.5 Batuan Peraga B1.a3-3
Pada praktikum yang telah dilakukan pengamatan secara megaskopis pada
batuan peraga B1.a3-3 didapatkan data hasil deskripsi dengan struktur yang padat
pejal atau dapat disebut masif. Tekstur pada sampel batuan ini memiliki derajat
kristalisasi yang komposisi nya berupa kristal atau dapat disebut holokristalin
dengan hubungan antar kristalnya tidak terlihat jelas batas antar mineralnya atau
dapat disebut anhedral. Granularitas pada sampel batuan ini seragam dengan
kristalnya masih dapat terlihat jelas atau dapat disebut equigranular, fanerit dan
ukuran kristal pada sampel batuan ini berukuran 1-5 mm atau berukuran sedang.
Batuan peraga C7 saat diukur menggunakan mistar memiliki panjang 9.5 cm
dengan lebar 8 cm dan tinggi 4.5 cm.
Komposisi yang terkandung batuan peraga ini diinterpretasikan terdapat
beberapa mineral penyusun. Mineral pertama memiliki karakteristik dengan warna
hijau kehitaman dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 5.5-6 Skala Mohs.
Transparansi yaitu tidak tembus cahaya atau opaq. Maka dapat diintrepetasikan
bahwa mineral ini adalah Pyroxene dengan presentase sebesar 65%. Mineral
kedua memiliki karakteristik berwarna hijau dan ceratnya berwarna putih dengan
kekerasan skala 6.5-7 Skala Mohs. Transparansi yaitu tertembus cahaya atau
transparan. Maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini adalah Olivin dengan
presentase sebesar 5%. Mineral ketiga memiliki karakteristik dengan warna dan
36
ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 6.5-7 skala Mohs. Transparansi yaitu
sedikit tertembus cahaya atau translucent. Karena mineral ini berasosiasi dengan
mineral Pyroxene dan Olivin maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini
adalah Plagioklas Ca dengan presentase sebesar 30%.
Batuan peraga ini dilihat secara megaskopis memiliki warna yang
dominan gelap maka dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma
yang bersifat basaltic yang terbentuk pada zona plutonik dengan suhu
pembentukan diintrepertasikan pada suhu 1100 C 1200 C. Dilihat dari data hasil
deskripsi struktur yang berupa padat pejal atau masif maka dapat diinterpretasikan
bahwa pada saat proses pembentukannya, batuan ini tidak terdapat kandungan gas
didalamnya. Pada tekstur batuan ini memiliki derajat kristlalisasi yang tersusun
atas kristal dengan ukuran kristal 1-5 mm atau berukuran sedang maka dapat
diinterpretasikan bahwa proses pembentukannya, batuan ini termasuk relatif lama.
Berdasarkan komposisi mineralnya dan sifat magma pembentuknya, batuan ini
terbentuk pada daerah mid oceanic ridge, back arc basin, island arc, atau oceanic
interplate dalam sistem 7 busur magmatisme.
37
Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga B1.a3-3 memiliki
struktur masif dengan derajat kristalisasi holokristalin berukuran sedang.
Granularitas equigranular, fanerit dengan hubungan antar kristalnya anhedral.
Komposisi batuan peraga B1.a3-3 yaitu Pyroxene 65%, Olivin 5%, dan Plagioklas
Ca 30% maka dapat disimpulkan bahwa batuan peraga B1.a3-3 adalah Gabbro
menurut klasifikasi Thorpe and Brown pada tahun 1983.
38
Transparansi yaitu sedikit tertembus cahaya atau translucent. Maka dapat
diintrepetasikan bahwa mineral ini adalah Amphibole dengan presentase sebesar
30%. Mineral kedua memiliki karakteristik berwarna hitam dan ceratnya berwarna
putih dengan kekerasan skala 2.5-3 Skala Mohs. Transparansi yaitu sedikit
tertembus cahaya atau translucent. Maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini
adalah Biotit dengan presentase sebesar 5%. Mineral ketiga memiliki karakteristik
dengan warna dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 7 skala Mohs.
Transparansi yaitu tertembus cahaya atau transparan. Maka dapat
diinterpretasikan bahwa mineral ini adalah Kuarsa dengan presentase sebesar 5%.
Selain itu batuan peraga B1.b2 memiliki massa dasar dengan karakteristik warna
dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 6.5-7 skala Mohs. Transparansi
yaitu sedikit tertembus cahaya atau translucent. Karena mineral ini berasosiasi
dengan mineral Biotit, Kuarsa, dan Amphibole maka dapat diintrepetasikan bahwa
mineral ini adalah Plagioklas Na dengan presentase sebesar 60%.
Batuan peraga ini dilihat secara megaskopis memiliki warna yang
dominan abu-abu maka dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari
magma yang bersifat intermediet yang terbentuk pada zona hypabisal dengan suhu
pembentukan diintrepertasikan pada suhu 900 C 1000 C. Dilihat dari data hasil
deskripsi struktur yang berupa padat pejal atau masif maka dapat diinterpretasikan
bahwa pada saat proses pembentukannya, batuan ini tidak terdapat kandungan gas
didalamnya. Pada tekstur batuan ini memiliki derajat kristlalisasi yang tersusun
atas kristal dengan ukuran kristal 1-5 mm atau berukuran sedang maka dapat
diinterpretasikan bahwa proses pembentukannya, batuan ini termasuk relatif lama.
Berdasarkan komposisi mineralnya dan sifat magma pembentuknya batuan ini
terbentuk pada daerah continental rift zone atau volcanic arc dalam sistem 7 busur
magmatisme.
39
( Gambar 13. 7 Busur Magmatisme)
40
Pengeplotan berdasarkan klasifikasi Russel B. Travis 1955
4.7 Batuan Peraga Y
Pada praktikum yang telah dilakukan pengamatan secara megaskopis pada
batuan peraga Y didapatkan data hasil deskripsi dengan struktur yang padat pejal
atau dapat disebut masif. Tekstur pada sampel batuan ini memiliki derajat
kristalisasi yang komposisi nya berupa kristal atau dapat disebut holokristalin
dengan hubungan antar kristalnya terlihat jelas batas antar mineralnya atau dapat
disebut euhedral. Granularitas pada sampel batuan ini tidak seragam dengan
massa dasarnya yang tidak dapat diidentifikasi atau dapat disebut inequigranular,
porfiroafanitik dan ukuran kristal pada sampel batuan ini berukuran 1-5 mm atau
berukuran sedang. Batuan peraga Y saat diukur menggunakan mistar memiliki
panjang 13 cm dengan lebar 13 cm dan tinggi 9 cm.
Komposisi yang terkandung batuan peraga ini diinterpretasikan terdapat
beberapa mineral penyusun. Mineral pertama memiliki karakteristik dengan warna
dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 7 Skala Mohs. Transparansi yaitu
tertembus cahaya atau transparan. Maka dapat diintrepetasikan bahwa mineral ini
adalah Kuarsa dengan presentase sebesar 35%. Mineral kedua memiliki
karakteristik dengan warna dan ceratnya berwarna putih dengan kekerasan 6.5-7
skala Mohs. Transparansi yaitu sedikit tertembus cahaya atau translucent. Karena
mineral ini berasosiasi dengan mineral Kuarsa dan Biotit maka dapat
diintrepetasikan bahwa mineral ini adalah Plagioklas Na dengan presentase
41
sebesar 45%. Selain itu terdapat pula komposisi berupa massa dasar yang tidak
dapat diidentifikasi secara megaskopis dengan presentase sebesar 20%.
Batuan peraga ini dilihat secara megaskopis memiliki warna terang maka
dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini berasal dari magma yang bersifat asam
atau Rhyolitic yang terbentuk pada zona vulkanik dengan suhu pembentukan
diintrepertasikan pada suhu 600 C 800 C. Dilihat dari data hasil deskripsi
struktur yang berupa padat pejal atau masif maka dapat diinterpretasikan bahwa
pada saat proses pembentukannya, batuan ini tidak terdapat kandungan gas
didalamnya. Pada tekstur batuan ini memiliki derajat kristlalisasi yang tersusun
atas kristal dengan ukuran kristal 1-5 mm atau berukuran sedang maka dapat
diinterpretasikan bahwa proses pembentukannya, batuan ini termasuk relatif lama.
Berdasarkan komposisi mineralnya dan sifat magma pembentuknya batuan ini
terbentuk pada daerah continental interplate dalam sistem 7 busur magmatisme.
42
inequigranular, porfiroafanitik dengan hubungan antar kristalnya euhedral.
Komposisi batuan peraga Y yaitu Plagioklas Na 45% dan Kuarsa 35% serta Massa
dasar 20% maka dapat disimpulkan bahwa batuan peraga Y adalah Rhyolit Porfir
menurut klasifikasi Thorpe and Brown pada tahun 1983 atau Porfiri Dasit menurut
klasifikasi Russel B. Travis pada tahun 1955.
43
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga B1.b2-2 memiliki
struktur masif dengan derajat kristalisasi hipokristalin berukuran
sedang. Granularitas inequigranular, porfiroafanitik dengan
hubungan antar kristalnya euhedral. Komposisi batuan peraga B1.b2-
2 yaitu Plagioklas Na 65%, Kuarsa 10%, Biotit 10%, serta Massa
dasar 20% maka dapat disimpulkan bahwa batuan peraga B1.b2-2
adalah Andesit Porfir menurut klasifikasi Thorpe and Brown pada
tahun 1983 atau Porfiri Dasit menurut klasifikasi Russel B. Travis.
5.1.2 Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga B1.b2-2 memiliki
struktur masif dengan derajat kristalisasi hipokristalin berukuran
sedang. Granularitas inequigranular, porfiroafanitik dengan
hubungan antar kristalnya euhedral. Komposisi batuan peraga B1.b2-
2 yaitu Plagioklas Na 65%, Kuarsa 10%, Biotit 10%, serta Massa
dasar 20% maka dapat disimpulkan bahwa batuan peraga B1.b2-2
adalah Andesit Porfir menurut klasifikasi Thorpe and Brown pada
tahun 1983 atau Porfiri Dasit menurut klasifikasi Russel B. Travis
pada tahun 1955.
5.1.3 Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga C7 memiliki
struktur masif dengan derajat kristalisasi holokristalin berukuran
sedang. Granularitas equigranular, fanerit dengan hubungan antar
kristalnya anhedral. Komposisi batuan peraga C7 yaitu Pyroxene
30%, Olivin 25%, dan Plagioklas Ca 45% maka dapat disimpulkan
bahwa batuan peraga C7 adalah Gabbro menurut klasifikasi Thorpe
and Brown pada tahun 1983.
5.1.4 Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga NJB memiliki
struktur masif dengan derajat kristalisasi holokristalin berukuran
44
sedang. Granularitas equigranular, fanerit dengan hubungan antar
kristalnya euhedral. Komposisi batuan peraga NJB yaitu Biotit 10%,
Kuarsa 15%, Amphibole 35% dan Plagioklas Na 40% maka dapat
disimpulkan bahwa batuan peraga NJB adalah Diorit menurut
klasifikasi Thorpe and Brown pada tahun 1983 atau Diabas menurut
klasifikasi Russel B. Travis pada tahun 1955.
5.1.5 Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga B1.a3-3 memiliki
struktur masif dengan derajat kristalisasi holokristalin berukuran
sedang. Granularitas equigranular, fanerit dengan hubungan antar
kristalnya anhedral. Komposisi batuan peraga B1.a3-3 yaitu
Pyroxene 65%, Olivin 5%, dan Plagioklas Ca 30% maka dapat
disimpulkan bahwa batuan peraga B1.a3-3 adalah Gabbro menurut
klasifikasi Thorpe and Brown pada tahun 1983.
5.1.6 Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga B1.b2 memiliki
struktur masif dengan derajat kristalisasi holokristalin berukuran
sedang. Granularitas inequigranular, farneroporfiritik dengan
hubungan antar kristalnya euhedral. Komposisi batuan peraga B1.b2
yaitu Biotit 5%, Kuarsa 5%, Amphibole 30% dan massa dasar
Plagioklas Na 60% maka dapat disimpulkan bahwa batuan peraga
B1.b2 adalah Diorit Porfir menurut klasifikasi Thorpe and Brown
pada tahun 1983 atau Porfiri Diorit menurut klasifikasi Russel B.
Travis pada tahun 1955.
5.1.7 Berdasarkan data yang didapatkan batuan peraga Y memiliki
struktur masif dengan derajat kristalisasi holokristalin berukuran
sedang. Granularitas inequigranular, porfiroafanitik dengan
hubungan antar kristalnya euhedral. Komposisi batuan peraga Y
yaitu Plagioklas Na 45% dan Kuarsa 35% serta Massa dasar 20%
maka dapat disimpulkan bahwa batuan peraga Y adalah Rhyolit
Porfir menurut klasifikasi Thorpe and Brown pada tahun 1983 atau
Porfiri Dasit menurut klasifikasi Russel B. Travis pada tahun 1955.
45
5.2 Saran
5.2.1 Lebih dijelaskan tentang penamaan menurut klasifikasi Russel B. Travis
5.2.2 Pemberitahuan perubahan jadwal untuk tidak mendadak
46