GEOLOGI TEKNIK
Kondisi Geologi dan Geologi Teknik di Daerah Semarang
Oleh:
DISA BAMBELIA UTAMI
270110110066
Geologi B
Sebelah Utara berbatasan Laut Jawa, dengan panjang garis pantai 13,6
km
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Demak
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kendal
panjang kepulauan Indonesia dari arah Barat ke Timur. Curah hujan terendah
terjadi pada bulan Mei sampai bulan September dengan curah hujan antara 58 131 mm/bulan. Temperatur udara berkisar antara 240-330 oC dengan kelembaban
udara rata-rata bervariasi antara 62% sampai dengan 84%. Sedangkan kecepatan
angin rata-rata adalah 5,9 km/jam.
1.2 Topografi Daerah Semarang
Kota Semarang memiliki ketinggian beragam, yaitu antara 0,75 348 m di
atas permukaan laut, dengan topografi terdiri atas daerah pantai/pesisir, dataran
dan perbukitan dengan kemiringan lahan berkisar antara 0% 45%.
1.3 Morfologi Daerah Semarang
Morfologi daerah Semarang berdasarkan pada bentuk topografi dan
kemiringan lerengnya dapat dibagi menjadi 9 satuan morfologi yaitu:
1. Dataran Rendah; merupakan daerah dataran aluvial pantai dan sungai.
daerah bagian baratdaya merupakan punggungan lereng perbukitan,
bentuk lereng umumnya datar hingga sangat landai dengan kemiringan
lereng medan antara 0 - 5% (0-3%), ketinggian tempat di bagian utara
antara 0 - 25 m dpl dan di bagian barat daya ketinggiannya antara 225 275 m dpl. Luas penyebaran sekitar 164,9 km2 (42,36%) dari seluruh
daerah Semarang. Dataran rendah membentang sejajar garis pantai Laut
Jawa, dengan lebar 2,5 km 10 km, dengan 10 m di atas permukaan air
laut. Daerah ini <ketinggian tempat membentuk kawasan luapan banjir
pada sisi sungai dengan aluvial hidromorf yang berupa kerikil, pasir, lanau
dan lempung.Pertemuan dengan garis pantai, endapan aluvial membentuk
delta berupa pasir, lanau dan lempung. Akibat gelombang dan pasang surut
air laut, maka endapan tersebut menyebar ke arah timurlaut dan baratdaya,
dan membuat garis pantai semakin maju.
2. Daerah Bergelombang; umumnya merupakan punggungan, kaki bukit dan
lembah sungai, mempunyai bentuk permukaan bergelombang halus
dengan kemiringan lereng medan 5-10% (3-9%), ketinggian tempat antara
25-200 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 68,09 km2, 17,36% dari seluruh
daerah Semarang.
3. Daerah Dataran Tinggi; merupakan bagian Satuan Wilayah Sungai Kali
Garang yang berhulu di Kaki Gunung Ungaran. Anak sungai berpola
meranting, dan masih terus mengikis tegak lurus kebawah kearah hulu
dengan kuat, membentuk daerah yang mempunyai derajat erosi yang
tinggi dan luas.
4. Daerah Antara: terletak di antara Daerah rendah dan Daerah Tinggi.
Morfologi daerah ini umumnya berupa daerah perbukitan dengan
kemiringan lereng yang sedang hingga terjal.
5. Perbukitan Berlereng Landai: merupakan kaki dan punggungan
perbukitan, mempunyai bentuk permukaan bergelombang landai dengan
kemiringan lereng 10 - 15% dengan ketinggian wilayah 25-435 m dpl.
Luas penyebaran sekitar 73,31 km2 (18,84%) dari seluruh daerah
Semarang.
6. Perbukitan Berlereng Agak Terjal: merupakan lereng dan puncak
perbukitan dengan lereng yang agak terjal, mempunyai kemiringan lereng
antara 15-30%, ketinggian tempat antara 25-445 m dpl. Luas
penyebarannya sekitar 57,91 km2 (14,8%) dari seluruh daerah Semarang.
7. Perbukitan Berlereng Terjal: merupakan lereng dan puncak perbukitan
dengan lereng yang terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 30-50%,
ketinggian tempat antara 40-325 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 17,47
km2 (4,47%) dari seluruh daerah Semarang.
8. Perbukitan Berlereng Sangat Terjal: merupakan lereng bukit dan tebing
sungai dengan lereng yang sangat terjal, mempunyai kemiringan lereng
antara 50-70%, ketinggian tempat antara 45-165 m dpl. Luas
penyebarannya sekitar 2,26 km2 (0,58%) dari seluruh daerah Semarang.
9. Perbukitan Berlereng Curam: umumnya merupakan tebing sungai dengan
lereng yang curam, mempunyai kemiringan >70%, ketinggian tempat
antara 100-300 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 6,45 km2 (1,65%) dari
seluruh daerah Semarang.
1.4. Tata Guna Lahan
5. Formasi Damar; terdiri dari batu pasir tufan, konglomerat, dan breksi
vulkanik. Batu pasir tufan berwarna kuning kecoklatan berbutir halus kasar, komposisi terdiri dari mineral mafik, felspar, dan kuarsa dengan
masa dasar tufan, porositas sedang, keras. Konglomerat berwarna kuning
kecoklatan hingga kehitaman, komponen terdiri dari andesit, basalt,
batuapung, berukuran 0,5-5 cm, membundar tanggung hingga membundar,
agak rapuh. Breksi vulkanik mungkin diendapkan sebagai lahar, berwarna
abu-abu kehitaman, komponen terdiri dari andesit dan basalt, berukuran 1 20 cm, menyudut-membundar tanggung, agak keras.
6. Formasi Kaligetas; terdiri dari breksi dan lahar dengan sisipan lava dan tuf
halus sampai kasar, setempat di bagian bawahnya ditemukan batu lempung
mengandung moluska dan batu pasir tufan. Breksi dan lahar berwarna
coklat kehitaman, dengan komponen berupa andesit, basalt, batuapung
dengan masa dasar tuf, komponen umumnya menyudut - menyudut
tanggung, porositas sedang hingga tinggi, breksi bersifat keras dan
kompak, sedangkan lahar agak rapuh. Lava berwarna hitam kelabu, keras
dan kompak. Tuf berwarna kuning keputihan, halus - kasar, porositas
tinggi, getas. Batulempung, berwarna hijau, porositas rendah, agak keras
dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Batupasir
tufan, coklat kekuningan, halus-sedang, porositas sedang, agak keras.
7. Formasi Kalibeng; terdiri dari napal, batupasir tufan dan batugamping.
Napal berwarna abu-abu kehijauan hingga kehitaman, komposisi terdiri
dari mineral lempung dan semen karbonat, porositas rendah hingga kedap
air, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan
basah. Pada napal ini setempat mengandung karbon (bahan organik).
Batupasir tufan berwarna kuning kehitaman, halus-kasar, porositas sedang,
agak keras. Batugamping merupakan lensa dalam napal, berwarna putih
kelabu, keras dan kompak.
8. Formasi Kerek; perselingan batulempung, napal, batupasir tufan,
konglomerat, breksi vulkanik dan batugamping. Batulempung berwarna
kelabu muda-tua, gampingan, sebagian bersisipan dengan batulanau atau
batupasir, mengandung fosil foraminifera, moluska dan koral-koral koloni.
sudut lereng kritis 20,8% dan pelapukan breksi sudut lereng kritisnya 23,5%.
Berdasarkan analisis di atas maka daerah Kotamadya Semarang dapat dibagi
menjadi empat zona kerentanan gerakan tanah, yaitu:
1.
2.
3.
4.
tipis dan vegetasi penutup baik, umumnya berupa hutan atau perkebunan. Lereng
pada umumnya dibentuk oleh breksi vulkanik (Qpkg), batu pasir tufan (QTd),
breksi andesit (Qpj) dan lava (Qhg). Daerah yang termasuk zona ini antara lain
Jludang, Salamkerep, Wonosari, Ngaliyan, Karangjangkang, Candisari, Ketileng,
Dadapan, G. Gajahmungkur, Mangunsari, Prebalan, Ngrambe, dan Mijen dengan
luas penyebaran 77,00 km2 (19,88%) dari luas daerah Semarang.
1.7.3. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan menengah untuk terjadi
gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah terutama pada daerah
yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir tebing jalan atau jika lereng
mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif kembali akibat curah hujan
yang tinggi. Kisaran kemiringan lereng mulai dari landai (5-15%) sampai sangat
terjal (50 - 70%), tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan dan
tanah sebagai material pembentuk lereng. Umumnya lereng mempunyai vegetasi
penutup kurang. Lereng pada umumnya dibentuk oleh batuan napal (Tmk),
perselingan batulempung dan napal (Tmkl), batupasir tufan (QTd), breksi
vulkanik (Qpkg), lava (Qhg) dan lahar (Qpk). Penyebaran zona ini meliputi
daerah sekitar Tambakaji, Bringin, Duwet, Kedungbatu, G. Makandowo, Banteng,
Sambiroto, G.Tugel, Deli, Damplak, Kemalon, Sadeng, Kalialang, Ngemplak dan
Srindingan dengan luas sekitar 64,8 km2 (16,76%) dari seluruh daerah Semarang.
1.7.4. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi
Merupakan daerah yang mempunyai tingkat kerentanan tinggi untuk
terjadi gerakan tanah. Pada zona ini sering terjadi gerakan tanah, sedangkan
gerakan tanah lama dan gerakan tanah baru masih aktif bergerak akibat curah
hujan tinggi dan erosi yang kuat. Kisaran kemiringan lereng mulai landai (5-15%)
sampai curam (>70%), tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan
dan tanah. Vegetasi penutup lereng umumnya sangat kurang. Lereng pada
umumnya dibentuk oleh batuan napal (Tmkl), perselingan batulempung dan napal
(Tmk), batupasir tufan (QTd) dan breksi vulkanik (Qpkg). Daerah yang termasuk
besar, baik oleh luapan air sungai maupun karena hujan lokal. Kawasan ini
umumnya terbentuk dari endapan sedimen yang sangat subur, dan terdapat
di bagian hilir sungai. Seringkali kawasan ini merupakan daerah
pengembangan kota, seperti permukiman, pusat kegiatan ekonomi,
perdagangan, industri dan lain sebagainya. Kawasan ini bila dilalui oleh
sungai yang mempunyai Daerah Aliran Sungai (DAS) cukup besar, seperti
Kali Garang/ Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur di Kota
Semarang, memiliki potensi bencana banjir yang cukup besar juga, karena
debit banjir yang cukup besar yang dapat terbawa oleh sungai tersebut.
Potensi bencana banjir akan lebih besar lagi apabila terjadi hujan cukup
besar di daerah hulu dan hujan lokal di daerah tersebut, disertai pasang air
laut.
3. Kawasan Sempadan Sungai; daerah rawan bencana banjir yang disebabkan
pola pemanfaatan ruang budidaya untuk hunian dan kegiatan tertentu.
4. Kawasan Cekungan merupakan daerah yang relatif cukup luas baik di
daerah dataran rendah maupun dataran tinggi (hulu sungai) dapat menjadi
daerah rawan bencana banjir. Pengelolaan bantaran sungai harus benarbenar dibudidayakan secara optimal, sehingga bencana dan masalah banjir
dapat dihindarkan.
Potensi banjir di Kota Semarang sebagian besar berada di daerah
pesisir/pantai dan daerah sempadan sungai, berdasarkan aspek penyebabnya, jenis
banjir yang ada dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: banjir
limpasan sungai/banjir kiriman; banjir lokal; dan banjir pasang (rob).
Banjir pasang (rob) terjadi karena pasang air laut yang relatif lebih tinggi
daripada ketinggian permukaan tanah di suatu kawasan. Biasanya terjadi pada
kawasan di sekitar pantai. Penurunan tanah disebabkan empat hal, yaitu
eksploitasi air tanah berlebihan, proses pemampatan lapisan sedimen (yang terdiri
dari batuan muda) ditambah pembebanan tinggi oleh bangunan di atasnya serta
pengaruh gaya tektonik. Dampak penurunan tanah dapat dilihat adanya luasan
genangan rob yang semakin besar.
Selain banjir, bencana yang berkaitan dengan musim hujan adalah longsor
dan subsidence. Kota Semarang pada beberapa wilayah menunjukkan potensi
bencana longsor yang mengancam masyarakat yang juga perlu mendapatkan
perhatian.
Gambar 3. Laju penurunan muka tanah di Semarang (Murdahardono dkk., 2009; Kuehn et al.,
2009; dalam Abidin, 2010).
Berdasarkan data yang ada pada Buku Rencana Aksi Nasional 2010-2014, potensi
bencana yang ada di Kota Semarang adalah banjir, kekeringan, longsor, kebakaran
hutan, erosi, kebakaran gedung dan permukiman dan resiko cuaca ekstrim.
Daftar Pustaka
%5Cfs04d_abidin_andreas_et_al_3748.pdf.
http://www.scribd.com/doc/212174607/Inventarisasi-Geologi-Teknik-
Daerah-Semarang
http://semarangkota.go.id/portal/uploads/pdf/2012_07_30_13_48_59.pdf
http://eprints.undip.ac.id/34392/4/2141_chapter_I.pdf
http://penguasabumi.wordpress.com/2010/09/24/potensi-geologi-daerahsemarang/