Anda di halaman 1dari 14

TUGAS 3

GEOLOGI TEKNIK
Kondisi Geologi dan Geologi Teknik di Daerah Semarang

Oleh:
DISA BAMBELIA UTAMI
270110110066
Geologi B

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2014

1. Geologi Regional Kota Semarang


1.1 Keadaan Umum Wilayah Semarang
Secara geografis, wilayah Kotamadya Semarang, Propinsi Jawa Tengah
terletak pada koordinat 1101620 - 110 3029 BT dan 6 5534 - 7 0704
LS dengan luas daerah sekitar 391,2 km2. Wilayah Kotamadya Semarang
sebagaimana daerah lainnya di Indonesia beriklim tropis, terdiri dari musim
kemarau dan musim hujan yang silih-berganti sepanjang tahun. Besar rata-rata
jumlah curah hujan tahunan wilayah Semarang utara adalah 2000 - 2500
mm/tahun dan Semarang bagian selatan antara 2500 - 3000 mm/tahun. Sedangkan
curah hujan rata-rata per bulan berdasarkan data dari tahun 1994 - 1998 berkisar
antara 58 - 338 mm/bulan, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober
sampai bulan April dengan curah hujan antara 176-338 mm/bulan, sedangkan

Sebelah Utara berbatasan Laut Jawa, dengan panjang garis pantai 13,6

km
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Demak
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kendal

Gambar 1. Letak geografis Kota Semarang

Secara administrasi, Kota Semarang terdiri dari 16 kecamatan dan 177


kelurahan. Letak kota Semarang hampir berada di tengah tengah bentangan

panjang kepulauan Indonesia dari arah Barat ke Timur. Curah hujan terendah
terjadi pada bulan Mei sampai bulan September dengan curah hujan antara 58 131 mm/bulan. Temperatur udara berkisar antara 240-330 oC dengan kelembaban
udara rata-rata bervariasi antara 62% sampai dengan 84%. Sedangkan kecepatan
angin rata-rata adalah 5,9 km/jam.
1.2 Topografi Daerah Semarang
Kota Semarang memiliki ketinggian beragam, yaitu antara 0,75 348 m di
atas permukaan laut, dengan topografi terdiri atas daerah pantai/pesisir, dataran
dan perbukitan dengan kemiringan lahan berkisar antara 0% 45%.
1.3 Morfologi Daerah Semarang
Morfologi daerah Semarang berdasarkan pada bentuk topografi dan
kemiringan lerengnya dapat dibagi menjadi 9 satuan morfologi yaitu:
1. Dataran Rendah; merupakan daerah dataran aluvial pantai dan sungai.
daerah bagian baratdaya merupakan punggungan lereng perbukitan,
bentuk lereng umumnya datar hingga sangat landai dengan kemiringan
lereng medan antara 0 - 5% (0-3%), ketinggian tempat di bagian utara
antara 0 - 25 m dpl dan di bagian barat daya ketinggiannya antara 225 275 m dpl. Luas penyebaran sekitar 164,9 km2 (42,36%) dari seluruh
daerah Semarang. Dataran rendah membentang sejajar garis pantai Laut
Jawa, dengan lebar 2,5 km 10 km, dengan 10 m di atas permukaan air
laut. Daerah ini <ketinggian tempat membentuk kawasan luapan banjir
pada sisi sungai dengan aluvial hidromorf yang berupa kerikil, pasir, lanau
dan lempung.Pertemuan dengan garis pantai, endapan aluvial membentuk
delta berupa pasir, lanau dan lempung. Akibat gelombang dan pasang surut
air laut, maka endapan tersebut menyebar ke arah timurlaut dan baratdaya,
dan membuat garis pantai semakin maju.
2. Daerah Bergelombang; umumnya merupakan punggungan, kaki bukit dan
lembah sungai, mempunyai bentuk permukaan bergelombang halus
dengan kemiringan lereng medan 5-10% (3-9%), ketinggian tempat antara

25-200 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 68,09 km2, 17,36% dari seluruh
daerah Semarang.
3. Daerah Dataran Tinggi; merupakan bagian Satuan Wilayah Sungai Kali
Garang yang berhulu di Kaki Gunung Ungaran. Anak sungai berpola
meranting, dan masih terus mengikis tegak lurus kebawah kearah hulu
dengan kuat, membentuk daerah yang mempunyai derajat erosi yang
tinggi dan luas.
4. Daerah Antara: terletak di antara Daerah rendah dan Daerah Tinggi.
Morfologi daerah ini umumnya berupa daerah perbukitan dengan
kemiringan lereng yang sedang hingga terjal.
5. Perbukitan Berlereng Landai: merupakan kaki dan punggungan
perbukitan, mempunyai bentuk permukaan bergelombang landai dengan
kemiringan lereng 10 - 15% dengan ketinggian wilayah 25-435 m dpl.
Luas penyebaran sekitar 73,31 km2 (18,84%) dari seluruh daerah
Semarang.
6. Perbukitan Berlereng Agak Terjal: merupakan lereng dan puncak
perbukitan dengan lereng yang agak terjal, mempunyai kemiringan lereng
antara 15-30%, ketinggian tempat antara 25-445 m dpl. Luas
penyebarannya sekitar 57,91 km2 (14,8%) dari seluruh daerah Semarang.
7. Perbukitan Berlereng Terjal: merupakan lereng dan puncak perbukitan
dengan lereng yang terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 30-50%,
ketinggian tempat antara 40-325 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 17,47
km2 (4,47%) dari seluruh daerah Semarang.
8. Perbukitan Berlereng Sangat Terjal: merupakan lereng bukit dan tebing
sungai dengan lereng yang sangat terjal, mempunyai kemiringan lereng
antara 50-70%, ketinggian tempat antara 45-165 m dpl. Luas
penyebarannya sekitar 2,26 km2 (0,58%) dari seluruh daerah Semarang.
9. Perbukitan Berlereng Curam: umumnya merupakan tebing sungai dengan
lereng yang curam, mempunyai kemiringan >70%, ketinggian tempat
antara 100-300 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 6,45 km2 (1,65%) dari
seluruh daerah Semarang.
1.4. Tata Guna Lahan

Penggunaan lahan di wilayah Kotamadya Semarang terdiri dari wilayah


terbangun (Build Up Area) yang terdiri dari pemukiman, perkantoran perdagangan
dan jasa, kawasan industri, transportasi. Sedangkan wilayah tak terbangun terdiri
dari tambak, pertanian, dan kawasan perkebunan serta konservasi.
Pola tata guna lahan terdiri dari Perumahan (33,70%), Tegalan (15,77%),
Kebun campuran (13,47), Sawah (12,96 %), Penggunaan lainnya yang meliputi
jalan, sungai dan tanah kosong (8,25 %), Tambak (6,96 %), Hutan (3,69 %),
Perusahaan (2,42 %), Jasa (1,52 %) dan Industri (1,26 %).
1.5. Susunan Stratigrafi
Geologi Kota Semarang berdasarkan Peta Geologi Lembar MagelangSemarang (RE. Thaden, dkk; 1996), susunan stratigrafinya adalah sebagai
berikut :
1. Aluvium; merupakan endapan aluvium pantai, sungai dan danau. Endapan
pantai litologinya terdiri dari lempung, lanau dan pasir dan campuran
diantaranya mencapai ketebalan 50 m atau lebih. Endapan sungai dan
danau terdiri dari kerikil, kerakal, pasir dan lanau dengan tebal 1 - 3 m.
Bongkah tersusun atas andesit, batu lempung dan sedikit batupasir.
2. Batuan Gunungapi Gajah Mungkur; berupa lava andesit, berwarna abuabu kehitaman, berbutir halus, holokristalin, komposisi terdiri dari felspar,
hornblende dan augit, bersifat keras dan kompak. Setempat
memperlihatkan struktur kekar berlembar (sheeting joint).
3. Batuan Gunungapi Kaligesik (Qpk); berupa lava basalt, berwarna abu-abu
kehitaman, halus, komposisi mineral terdiri dari feldspar, olivin dan augit,
bersifat sangat keras.
4. Formasi Jongkong; breksi andesit hornblende augit dan aliran lava,
sebelumnya disebut batuan gunungapi Ungaran Lama. Breksi andesit
berwarna coklat kehitaman, komponen berukuran 1 - 50 cm, menyudut membundar tanggung dengan masa dasar tufaan, posositas sedang,
kompak dan keras. Aliran lava berwarna abu-abu tua, berbutir halus,
setempat memperlihatkan struktur vesikuler (berongga).

5. Formasi Damar; terdiri dari batu pasir tufan, konglomerat, dan breksi
vulkanik. Batu pasir tufan berwarna kuning kecoklatan berbutir halus kasar, komposisi terdiri dari mineral mafik, felspar, dan kuarsa dengan
masa dasar tufan, porositas sedang, keras. Konglomerat berwarna kuning
kecoklatan hingga kehitaman, komponen terdiri dari andesit, basalt,
batuapung, berukuran 0,5-5 cm, membundar tanggung hingga membundar,
agak rapuh. Breksi vulkanik mungkin diendapkan sebagai lahar, berwarna
abu-abu kehitaman, komponen terdiri dari andesit dan basalt, berukuran 1 20 cm, menyudut-membundar tanggung, agak keras.
6. Formasi Kaligetas; terdiri dari breksi dan lahar dengan sisipan lava dan tuf
halus sampai kasar, setempat di bagian bawahnya ditemukan batu lempung
mengandung moluska dan batu pasir tufan. Breksi dan lahar berwarna
coklat kehitaman, dengan komponen berupa andesit, basalt, batuapung
dengan masa dasar tuf, komponen umumnya menyudut - menyudut
tanggung, porositas sedang hingga tinggi, breksi bersifat keras dan
kompak, sedangkan lahar agak rapuh. Lava berwarna hitam kelabu, keras
dan kompak. Tuf berwarna kuning keputihan, halus - kasar, porositas
tinggi, getas. Batulempung, berwarna hijau, porositas rendah, agak keras
dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Batupasir
tufan, coklat kekuningan, halus-sedang, porositas sedang, agak keras.
7. Formasi Kalibeng; terdiri dari napal, batupasir tufan dan batugamping.
Napal berwarna abu-abu kehijauan hingga kehitaman, komposisi terdiri
dari mineral lempung dan semen karbonat, porositas rendah hingga kedap
air, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan
basah. Pada napal ini setempat mengandung karbon (bahan organik).
Batupasir tufan berwarna kuning kehitaman, halus-kasar, porositas sedang,
agak keras. Batugamping merupakan lensa dalam napal, berwarna putih
kelabu, keras dan kompak.
8. Formasi Kerek; perselingan batulempung, napal, batupasir tufan,
konglomerat, breksi vulkanik dan batugamping. Batulempung berwarna
kelabu muda-tua, gampingan, sebagian bersisipan dengan batulanau atau
batupasir, mengandung fosil foraminifera, moluska dan koral-koral koloni.

Lapisan tipis konglomerat terdapat dalam batulempung di K. Kripik dan di


dalam batupasir. Batugamping umumnya berlapis, kristalin dan pasiran,
mempunyai ketebalan total lebih dari 400 m.
1.6. Struktur Geologi
Struktur geologi yang terdapat di daerah Semarang umumnya berupa
kelurusan-kelurusan dan kontak batuan yang tegas yang merupakan indikasi
adanya sesar yang terdiri dari sesar normal, sesar geser dan sesar naik. Sesar
normal relatif berarah barat-timur sebagian agak cembung ke arah utara, sesar
geser berarah utara selatan hingga barat laut-tenggara, sedangkan sesar normal
relatif berarah barat-timur. Sesar-sesar tersebut umumnya terjadi pada batuan
Formasi Kerek, Formasi Kalibeng dan Formasi Damar yang berumur kuarter dan
tersier. Geseran-geseran intensif sering terlihat pada napal dan batulempung, yang
terlihat jelas pada Formasi Kalibiuk di daerah Manyaran dan Tinjomoyo. Struktur
sesar ini merupakan salah satu penyebab daerah tersebut mempunyai jalur
lemah, sehingga daerahnya mudah tererosi dan terjadi gerakan tanah.
Berdasarkan struktur geologi yang ada di Kota Semarang terdiri atas tiga
bagian yaitu struktur kekar, patahan, dan lipatan. Daerah patahan tanah bersifat
erosif dan mempunyai porositas tinggi, struktur lapisan batuan yang diskontinu
(tak teratur), heterogen, sehingga mudah bergerak atau longsor. Pada daerah
sekitar aliran Kali Garang merupakan patahan Kali Garang, yang membujur dari
arah utara sampai selatan. Patahan ini bermula dari Ondorante, ke arah utara
hingga Bendan Duwur. Patahan ini merupakan patahan geser, yang memotong
formasi Notopuro, ditandai adanya zona sesar, tebing terjal di Ondorante, dan
pelurusan Kali Garang serta beberapa mata air di Bendan Duwur. Daerah patahan
lainnya yaitu Meteseh, Perumahan Bukit Kencana Jaya, dengan arah patahan
melintas dari utara ke selatan.
1.7. Gerakan Tanah
Dari hasil analisis kemantapan lereng diketahui bahwa tanah pelapukan
batulempung mempunyai sudut lereng kritis paling kecil yaitu 14,85%. pelapukan
napal sudut lereng kritisnya adalah 19,5%, pelapukan batupasir tufan mempunyai

sudut lereng kritis 20,8% dan pelapukan breksi sudut lereng kritisnya 23,5%.
Berdasarkan analisis di atas maka daerah Kotamadya Semarang dapat dibagi
menjadi empat zona kerentanan gerakan tanah, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah


Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah
Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah
Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi

1.7.1. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah


Daerah ini mempunyai tingkat kerentanan sangat rendah untuk terjadi
gerakan tanah. Pada zona ini sangat jarang atau tidak pernah terjadi gerakan tanah,
baik gerakan tanah lama maupun gerakan tanah baru, terkecuali pada daerah tidak
luas di sekitar tebing sungai. Merupakan daerah datar sampai landai dengan
kemiringan lereng alam kurang dari 15 % dan lereng tidak dibentuk oleh endapan
gerakan tanah, bahan timbunan atau lempung yang bersifat mengembang
(swelling). Lereng umumnya dibentuk oleh endapan aluvium (Qa), batu pasir
tufan (QTd), breksi volkanik (Qpkg), dan lava andesit (Qhg). Daerah yang
termasuk zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah sebagian besar meliputi
bagian utara Kodya Semarang, mulai dari Mangkang, kota semarang, Gayamsari,
Pedurungan, Plamongan, Gendang, Kedungwinong, Pengkol, Kaligetas,
Banyumanik, Tembalang, Kondri dan Pesantren, dengan luas sekitar 222,8 km2
(57,15%) dari seluruh daerah Semarang.
1.7.2. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan rendah untuk terjadi gerakan
tanah. Umumnya pada zona ini jarang terjadi gerakan tanah jika tidak mengalami
gangguan pada lereng dan jika terdapat gerakan tanah lama, lereng telah mantap
kembali. Gerakan tanah berdimensi kecil mungkin dapat terjadi, terutama pada
tebing lembah (alur) sungai. Kisaran kemiringan lereng mulai dari landai (5-15%)
sampai sangat terjal (50 - 70%). Tergantung pada kondisi sifat fisik dan
keteknikan batuan dan tanah pembentuk lereng. Pada lereng terjal umumnya
dibentuk oleh tanah pelapukan yang cukup tipis dan vegetasi penutup baik cukup

tipis dan vegetasi penutup baik, umumnya berupa hutan atau perkebunan. Lereng
pada umumnya dibentuk oleh breksi vulkanik (Qpkg), batu pasir tufan (QTd),
breksi andesit (Qpj) dan lava (Qhg). Daerah yang termasuk zona ini antara lain
Jludang, Salamkerep, Wonosari, Ngaliyan, Karangjangkang, Candisari, Ketileng,
Dadapan, G. Gajahmungkur, Mangunsari, Prebalan, Ngrambe, dan Mijen dengan
luas penyebaran 77,00 km2 (19,88%) dari luas daerah Semarang.
1.7.3. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan menengah untuk terjadi
gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah terutama pada daerah
yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir tebing jalan atau jika lereng
mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif kembali akibat curah hujan
yang tinggi. Kisaran kemiringan lereng mulai dari landai (5-15%) sampai sangat
terjal (50 - 70%), tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan dan
tanah sebagai material pembentuk lereng. Umumnya lereng mempunyai vegetasi
penutup kurang. Lereng pada umumnya dibentuk oleh batuan napal (Tmk),
perselingan batulempung dan napal (Tmkl), batupasir tufan (QTd), breksi
vulkanik (Qpkg), lava (Qhg) dan lahar (Qpk). Penyebaran zona ini meliputi
daerah sekitar Tambakaji, Bringin, Duwet, Kedungbatu, G. Makandowo, Banteng,
Sambiroto, G.Tugel, Deli, Damplak, Kemalon, Sadeng, Kalialang, Ngemplak dan
Srindingan dengan luas sekitar 64,8 km2 (16,76%) dari seluruh daerah Semarang.
1.7.4. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi
Merupakan daerah yang mempunyai tingkat kerentanan tinggi untuk
terjadi gerakan tanah. Pada zona ini sering terjadi gerakan tanah, sedangkan
gerakan tanah lama dan gerakan tanah baru masih aktif bergerak akibat curah
hujan tinggi dan erosi yang kuat. Kisaran kemiringan lereng mulai landai (5-15%)
sampai curam (>70%), tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan
dan tanah. Vegetasi penutup lereng umumnya sangat kurang. Lereng pada
umumnya dibentuk oleh batuan napal (Tmkl), perselingan batulempung dan napal
(Tmk), batupasir tufan (QTd) dan breksi vulkanik (Qpkg). Daerah yang termasuk

zona ini antara lain: Pucung, Jokoprono, Talunkacang, Mambankerep, G.


Krincing, Kuwasen, G. Bubak, Banaran, Asinan, Tebing Kali Garang dan Kali
Kripik bagian tengah dan selatan, Tegalklampis, G. Gombel, Metaseh, Salakan
dan Sidoro dengan luas penyebaran sekitar 23,6 km2 (6,21%) dari seluruh daerah
Semarang.
1.8. Penyebaran Jenis Tanah
Wilayah Kota Semarang yang merupakan dataran rendah memiliki jenis
tanah berupa struktur pelapukan, endapan, dan lanau yang dalam. Jenis Tanah di
Kota Semarang meliputi kelompok mediteran coklat tua, latosol coklat tua
kemerahan, asosiai alluvial kelabu, Alluvial Hidromorf, Grumosol Kelabu Tua,
Latosol Coklat dan Komplek Regosol Kelabu Tua dan Grumosol Kelabu Tua.
Kurang lebih 25 % wilayah Kota Semarang memiliki jenis tanah mediteranian
coklat tua. Sedangkan kurang lebih 30 % lainnya memiliki jenis tanah latosol
coklat tua. Jenis tanah lain yang ada di wilayah Kota Semarang memiliki geologi
jenis tanah asosiasi kelabu dan aluvial coklat kelabu dengan luas keseluruhan
kurang lebih 22 % dari seluruh luas Kota Semarang. Sisanya alluvial hidromorf
dan grumosol kelabu tua.

2. Potensi dan Masalah


2.1. Potensi di Wilayah Semarang
Semarang memiliki banyak kekayaan alam, terutama di dalam sumberdaya
mineral. Menurut laporan Dinas Pertambangan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa
Tengah. Tahun Anggaran 1993/1994 dan Neraca Sumberdaya Alam Spasial
Metropolitan Semarang Tahun 1998, jenis sumberdaya mineral yang terdapat di
wilayah Kota Semarang termasuk Bahan Galian Golongan C. Ada delapan jenis
bahan galian golongan C di Semarang, antara lain Andesit, Basalt, Batu gamping,
Pasir dan Batu (Sirtu), Tanah liat (Lempung), Tras dan Tanah Urug.
Kota Semarang juga memiliki penyebaran jenis tanah yang beragam.
Berikut adalah potensi yang didapat berdasarkan jenis tanah.

Tabel 1. Penyebaran jenis tanah di Kota Semarang dan potensinya

2.2. Masalah di Wilayah Semarang


Kota Semarang dengan karakteristik wilayah yang telah dipaparkasn
sebelumnya, berpotensi terhadap terjadinya bencana alam dengan dominasi
bencana banjir, rob dan tanah longsor. Bila ditelaah lebih jauh, ketiga macam
bencana di Semarang ini saling terkait, dengan sebab baik karena kondisi awal
alamnya maupun karena dampak pembangunan. Banjir sering terjadi di sekitar
aliran sungai dan di bagian utara kota yang morfologinya berupa dataran pantai.
Kawasan potensi bencana banjir secara umum diklasifikasikan menjadi:
1. Kawasan Pesisir/ Pantai; merupakan salah satu kawasan rawan banjir
karena kawasan tersebut merupakan dataran rendah dimana ketinggian
muka tanahnya lebih rendah atau sama dengan ketinggian muka air laut
pasang rata-rata (Mean Sea Level, MSL), dan menjadi tempat
bermuaranya sungai-sungai. Di samping itu, kawasan pesisir/pantai dapat
menerima dampak dari gelombang pasang yang tinggi, sebagai akibat dari
badai angin topan atau gempa yang menyebabkan tsunami.
2. Kawasan Dataran Banjir (Flood Plain Area); meupakan daerah dataran
rendah di kiri dan kanan alur sungai, yang kemiringan muka tanahnya
sangat landai dan relatif datar. Aliran air dari kawasan tersebut menuju
sungai sangat lambat, yang mengakibatkan potensi banjir menjadi lebih

besar, baik oleh luapan air sungai maupun karena hujan lokal. Kawasan ini
umumnya terbentuk dari endapan sedimen yang sangat subur, dan terdapat
di bagian hilir sungai. Seringkali kawasan ini merupakan daerah
pengembangan kota, seperti permukiman, pusat kegiatan ekonomi,
perdagangan, industri dan lain sebagainya. Kawasan ini bila dilalui oleh
sungai yang mempunyai Daerah Aliran Sungai (DAS) cukup besar, seperti
Kali Garang/ Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur di Kota
Semarang, memiliki potensi bencana banjir yang cukup besar juga, karena
debit banjir yang cukup besar yang dapat terbawa oleh sungai tersebut.
Potensi bencana banjir akan lebih besar lagi apabila terjadi hujan cukup
besar di daerah hulu dan hujan lokal di daerah tersebut, disertai pasang air
laut.
3. Kawasan Sempadan Sungai; daerah rawan bencana banjir yang disebabkan
pola pemanfaatan ruang budidaya untuk hunian dan kegiatan tertentu.
4. Kawasan Cekungan merupakan daerah yang relatif cukup luas baik di
daerah dataran rendah maupun dataran tinggi (hulu sungai) dapat menjadi
daerah rawan bencana banjir. Pengelolaan bantaran sungai harus benarbenar dibudidayakan secara optimal, sehingga bencana dan masalah banjir
dapat dihindarkan.
Potensi banjir di Kota Semarang sebagian besar berada di daerah
pesisir/pantai dan daerah sempadan sungai, berdasarkan aspek penyebabnya, jenis
banjir yang ada dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: banjir
limpasan sungai/banjir kiriman; banjir lokal; dan banjir pasang (rob).
Banjir pasang (rob) terjadi karena pasang air laut yang relatif lebih tinggi
daripada ketinggian permukaan tanah di suatu kawasan. Biasanya terjadi pada
kawasan di sekitar pantai. Penurunan tanah disebabkan empat hal, yaitu
eksploitasi air tanah berlebihan, proses pemampatan lapisan sedimen (yang terdiri
dari batuan muda) ditambah pembebanan tinggi oleh bangunan di atasnya serta
pengaruh gaya tektonik. Dampak penurunan tanah dapat dilihat adanya luasan
genangan rob yang semakin besar.

Selain banjir, bencana yang berkaitan dengan musim hujan adalah longsor
dan subsidence. Kota Semarang pada beberapa wilayah menunjukkan potensi
bencana longsor yang mengancam masyarakat yang juga perlu mendapatkan
perhatian.

Gambar 2. Dampak subsidence di daerah Semarang (Abidin dkk., 2010)

Gambar 3. Laju penurunan muka tanah di Semarang (Murdahardono dkk., 2009; Kuehn et al.,
2009; dalam Abidin, 2010).

Perubahan iklim global berpengaruh terhadap kondisi iklim di Kota


Semarang, musim kemarau menjadi lebih panjang daripada musim hujan sehingga
menyebabkan kekeringan di daerah dengan cadangan air tanah yang minimum.
Sebagian besar daerah yang mengalami kekeringan terdapat di Semarang atas.

Berdasarkan data yang ada pada Buku Rencana Aksi Nasional 2010-2014, potensi
bencana yang ada di Kota Semarang adalah banjir, kekeringan, longsor, kebakaran
hutan, erosi, kebakaran gedung dan permukiman dan resiko cuaca ekstrim.

Daftar Pustaka

Abidin, Hasanuddin Z., dkk. 2010. Studying Land Subsidence in


Semarang (Indonesia) Using Geodetic Methods.
http://www.fig.net/pub/fig2010/papers/fs04d

%5Cfs04d_abidin_andreas_et_al_3748.pdf.
http://www.scribd.com/doc/212174607/Inventarisasi-Geologi-Teknik-

Daerah-Semarang
http://semarangkota.go.id/portal/uploads/pdf/2012_07_30_13_48_59.pdf
http://eprints.undip.ac.id/34392/4/2141_chapter_I.pdf
http://penguasabumi.wordpress.com/2010/09/24/potensi-geologi-daerahsemarang/

Anda mungkin juga menyukai