Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan suatu kota pada umumnya dipengaruhi oleh pertumbuhan
penduduk. Penduduk yang semakin bertambah tiap tahunnya baik secara alami
maupun hasil migrasi dapat menjadi awal permasalahan kota. Hal ini disebabkan
karena, peran kota sebagai pusat kegiatan wilayah menjadi daya tarik bagi
penduduk untuk menetap. Akibatnya terjadi pemusatan dan kepadatan penduduk
di kawasan perkotaan yang tidak diimbangi oleh ketersediaan lahan yang cukup.
Padahal kebutuhan lahan di perkotaan tidak hanya untuk kebutuhan perumahan
dan permukiman tetapi juga untuk penyediaan fasilitas umum dan sosial, kawasan
komersil, serta pembangunan infrastruktur perkotaan lainnya.
Sehubungan dengan fenomena perkembangan kota tersebut, maka suatu
wilayah/kawasan memerlukan perencanaan dalam mengarahkan pembangunan
wilayahnya dengan tujuan untuk mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman,
produktif dan berkelanjutan sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-
Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang tersebut
menjabarkan bahwa rencana tata ruang di Indonesia dirumuskan secara berjenjang
mulai dari yang bersifat umum sampai tingkatan yang rinci. Pada tingkatan rinci,
terdapat Rencana Detail Tata Ruang yang merupakan penjabaran dari Rencana
Umum Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota ke dalam rencana distribusi
pemanfaatan ruang dan bangunan serta bukan bangunan pada kawasan kota. Hal
tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun
2011 bahwa perencanaan di setiap kawasan perkotaan dan/atau kawasan strategis
kabupaten/kota diatur dalam suatu Rencana Detail Tata Ruang.
Desentralisasi dan otonomi daerah telah menegaskan bahwa kewenangan
pelaksanaan pembangunan termasuk penyusunan rencana tata ruang daerah
berada pada pemerintah kabupaten/kota. Hal tersebut tertuang dalam Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kewenangan
pemerintah daerah menjadi peluang sekaligus tantangan yang harus dicermati dan
disikapi oleh pemerintah kabupaten/kota terutama dalam merencanakan tata ruang

1
daerah yang tidak lagi terbatas oleh cakupan administrasi saja, tetapi harus pula
mempertimbangkan keterkaitan sosial, ekonomi dan ekologis.
Kondisi tersebut menjadi dasar bagi penataan ruang di kabupaten/kota salah
satunya di Kabupaten Bantaeng, salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi
Selatan dengan dinamika pembangunan yang berkembang pesat. Kawasan
perkotaan di Kabupaten Bantaeng saat ini terpusat di Kecamatan Bantaeng dan
berkembang pula ke Kecamatan Bisappu. Selain sebagai pusat pemerintahan,
kawasan perkotaan Kabupaten Bantaeng terbagi atas fungsi kawasan lainnya yang
mendukung aktivitas perkotaan yaitu kawasan komersil, perumahan dan
permukiman, ruang publik, fasilitas umum serta sosial. Berkembangnya kawasan
perkotaan di Kabupaten Bantaeng mengindikasikan bahwa penataan ruang
menjadi upaya dalam pengendalian dan pemanfaatan ruang yang sejalan dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantaeng. Sebagaimana diuraikan di
atas bahwa dibutuhkan acuan perencanaan yaitu Rencana Detail Tata Ruang.
Dengan tersusunnya Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kabupaten
Bantaeng diharapkan dapat menjadi pedoman dan acuan pelaksanaan
pembangunan yang mampu menjawab berbagai masalah tuntutan pembangunan di
wilayah tersebut serta rumusan maupun kebijaksanaan yang dibutuhkan pada
masa mendatang.

B. Maksud dan Tujuan Kuliah Kerja Praktek Profesi


Adapun tujuan dari Kuliah Kerja Praktek Profesi ini dilaksanakan adalah :

1. Mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang di dapatkan


oleh mahasiswa selama proses perkuliahan.

2. Mengetahui manajemen dan administrasi suatu proyek.

3. Pengenalan dunia kerja kepada mahasiswa yang menjalani Kerja Praktek


Profesi.

C. Manfaat Kuliah Kerja Praktek Profesi


Adapun manfaat yang diharapkan dari Kuliah Kerja Praktek Profesi ini
adalah sebagai berikut :

2
1. Untuk mengetahui cara mengembangkan kawasan pertambangan
yang produktif dan bersahabat dengan lingkungan.
2. Untuk mengetahui cara menciptakan rasa kepastian hukum dalam
hal pemanfaatan ruang sebagai salah satu faktor penting untuk merangsang
partisipasi masyarakat (investor) untuk menanamkan investasi pembangunan.
3. Untuk mengetahui cara memberikan kejelasan wewenang kepada
aparat terkait dalam hal pengendalian pertumbuhan dan keserasian
lingkungan, baik melalui pengawasan dan atau perizinan maupun tindakan
penertiban.
4. Untuk mempelajari dasar bagi penyusunan rencana yang bersifat
lebih operasional dalam pengembangan tata ruang seperti RTBL dan rencana
sistem prasarana terpadu.
5. Untuk mengetahui cara menciptakan keselarasan dan keserasian
lingkungan fisik dalam suatu rencana tata ruang yang implementatif guna
mendukung perkembangan kawasan.

D. Sistematika Penyusunan Laporan Kuliah Kerja Praktek Profesi


Adapun sistematika penyusunan laporan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagian Pertama; adalah penjelasan tentang latar belakang, maksud dan tujuan,
kedudukan praktikan dalam proyek/kegiatan, jadwal kegiatan, mekanisme
kegiatan dan sistematika penulisan laporam kerka praktek profesi.

2. Bagian Kedua; adalah gambaran singkat perusahaan pelaksana proyek dan


teknis pelaksanaan kerja praktek profesi.

3. Bagian Ketiga; adalah gambaran umum proyek dan teknis pelaksanaan proyek
selama mahasiswa melaksanakan kerja praktek profesi.

4. Bagian Keempat; adalah uraian tinjauan teori eyang digunakan dalam


penyusunan dokumen RTBL.

5. Bagian Kelima: adalah uraian mengenai pengalaman kerja praktek dari


praktikan selama berada di konsultan terkait.

6. Bagian Keenam; adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran yang dibuat
peserta berdasarkan hasil laporan yang telah disusun.

3
4

Anda mungkin juga menyukai