Anda di halaman 1dari 20

Letak Geografis

Sebagaimana diketahui secara umum Kota Malang merupakan salah


satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena potensi alam dan iklim
yang dimiliki. Letaknya yang berada ditengah-tengah wilayah Kabupaten
Malang secara astronomis terletak pada posisi 112.06 112.07 Bujur
Timur, 7.06 8.02 Lintang Selatan dengan batas wilayah sebagai
berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Singosari dan Kecamatan
Karangploso Kabupaten Malang
Sebelah Timur : Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang
Kabupaten Malang
Sebelah Selatan : Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji
Kabupaten Malang
Sebelah Barat : Kecamatan Wagir dan Kecamatan Dau
Kabupaten Malang
Fisiografi

Topografi
Luas wilayah Kota Malang sebesar 110,06 km2 yang terbagi dalam
lima kecamatan yaitu Kecamatan Kedungkandang, Sukun, Klojen, Blimbing
dan Lowokwaru. Potensi alam yang dimiliki Kota Malang adalah letaknya
yang cukup tinggi yaitu 440 667 meter di atas permukaan air laut.
Salah satu lokasi yang paling tinggi adalah Pegunungan Buring yang
terletak disebelah timur Kota Malang. Dari atas pegunungan ini
terlihat jelas pemandangan yang indah antara lain dari arah Barat
terlihat barisan Gunung Kawi dan Panderman, sebelah utara Gunung
Arjuno, Sebelah Timur Gunung Semeru dan jika melihat kebawah terlihat
hamparan Kota Malang. Sedangkan sungai yang mengalir di Wilayah Kota
Malang adalah Sungai Brantas, Amprong dan Bango.

Geologi dan Jenis Tanah


Karakteristik geologi tanah dan batuan di Kota Malang terdiri
atas beberapa formasi yang meliputi satuan Tuf Malang, batuan
Gunungapi-Butak, dan batuan Gunungapi kuarter bagian bawah. Dari
ketiga formasi tersebut satuan Tuf Malang sangat mendominasi luas
wilayah Kota Malang, yaitu hampir mencapai 90 %.
Satuan Tuf Malang merupakan endapan epiklastika dari hasil
rombakan batuan gunungapi tua yang mendidih Batuan Gunungapi Gendis
dan Batuan Gunungapi Buring.
Batuan Gunungapi Kawi-Butak merupakan salah satu bagian dari
penyusun batuan Gunungapi Kuarter Tengah yang terdiri dari breksi
gunungapi, tuf, lava, anglomerat dan lahar. Batuan gunungapi ini
diperkirakan berumur Plistosen Akhir bagian awal, tertindih oleh
Batuan Gunungapi Kuarter yang lebih muda dari Tuf Malang.
Bagian Gunungapi Kuarter Bagian Bawah ini terdiri dari breksi
gunungapi, tuf breksi, lava, tuf dan anglomerat. Batuan gunungapi ini
terdiri dari breksi gunungapi tuf breksi, lava, tuf dan anglomerat.
Batuan Gunungapi ini terdiri dari Batuan Gunungapi Gendis, batuan
Gunungapi Jembangan dan Batuan Gunungapi Anjasmara Muda.
Keadaan tanah di wilayah Kota Malang antara lain :
Bagian selatan merupakan dataran tinggi yang cukup luas, cocok untuk
industri
Bagian utara merupakan dataran tinggi yang subur, cocok untuk
pertanian
Bagian timur merupakan dataran tinggi dengan keadaan kurang kurang
subur
Bagian barat merupakan dataran tinggi yang amat luas menjadi daerah
pendidikan

Jenis tanah di wilayah Kota Malang ada 4 macam, antara lain :

1. Alluvial kelabu kehitaman dengan luas 6,930,267 Ha.


2. Mediteran coklat dengan luas 1.225.160 Ha.
3. Asosiasi latosol coklat kemerahan grey coklat dengan luas 1.942.160 Ha.
4. Asosiasi andosol coklat dan grey humus dengan luas 1.765,160 Ha
Struktur tanah pada umumnya relatif baik, akan tetapi yang perlu
mendapatkan perhatian adalah penggunaan jenis tanah andosol yang
memiliki sifat peka erosi. Jenis tanah andosol ini terdapat di
Kecamatan lowokwaru dengan relatif kemiringan sekitar 15 %.(sumber
:malangkota.go.id)

Jenis tanah di Kecamatan Klojen adalah jenis tanah alluvial


kelabu dan latosol coklat kemerah-merahan. Keadaan memungkinkan untuk
bangunan diatasnya. Hal ini didukung data daya dukung tanah rata-rata
sebesar 0,7 kg/cm2.

Iklim

Tipe Iklim
Parameter iklim yang diperlukan dalam studi ini adalah meliputi
tipe iklim, curah hujan, jumlah hari hujan, temperatur serta kecepatan
dan arah angin. Berdasarkan Schmidt dan Ferguson, tipe iklim di
Indonesia diklasifikasikan berdasarkan pada nilai Q, yaitu
perbandingan antara jumlah bulan kering (curah hujan < 60 mm) dan
jumlah bulan basah (curah hujan > 100 mm).
Tabel 1-1 Penggolongan Tipe Iklim Menurut Schmidt dan Ferguson
Tipe Iklim Nilai Q
Amat basah 0,00 0,14
Basah 0,14 0,33
Agak basah 0,33 0,60
Sedang 0,60 1,00
Agak kering 1,00 1,67
Kering 1,67 3,00
Amat kering 3,00 7,00
Ekstrim kering > 7,00

Berdasarkan data curah hujan tahunan di Kota Malang adalah


sebesar 3105 mm/tahun. Curah hujan tertinggi pada bulan April sebesar
526 mm dan curah hujan terendah pada bulan Juni sebesar 30 mm. Suhu
rata-rata tertinggi sebesar 24,50 C, kelembaban relatif rata-rata 75
%. Berdasarkan Smith dan Ferguson mempunyai tipe iklim C, karena
mempunyai jumlah bulan kering 3(curah hujan < 60 mm/tahun) dan jumlah
bulan basah 7 (curah hujan > 100 mm/tahun).

Curah Hujan
Kondisi curah hujan, pada musim penghujan, bulan Nopember sampai
April curah hujan rata-rata tertinggi mencapai 189 mm/bulan pada bulan
Pebruari dengan jumlah hari hujan 18 hari/bulan. Pada musim kemarau,
bulan Mei sampai Oktober curah hujan rata-rata terendah terjadi pada
bulan Juli yaitu sebesar 1 mm/bulan dan jumlah hari hujan 1
hari/bulan. Data curah hujan dan jumlah dari hujan rata-rata bulanan
selama tahun 2013 disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 1-2 Curah hujan dan Jumlah Hari Hujan Rata-Rata Bulanan di
Malang
Jumlah Curah Hujan Jumlah Hari Hujan Maks/Hari
Bulan
(mm) Hujan (mm)
Januari 346 29 58,5
Pebruari 219 23 32,1
Maret 352 22 152
April 526 27 67,7
Mei 349 25 58,4
Juni 30 11 9
Juli 93 9 33
Agustus 134 11 39
September 187 19 52
Oktober 142 16 32
Nopember 466 20 131
Desember 261 24 45
Sumber : Badan Meterologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Karangploso
Suhu dan Kelembaban
Kondisi iklim Kota Malang selama tahun 2013 tercatat rata-rata
suhu udara berkisar antara 23,2C sampai 24,5C. Sedangkan suhu
maksimum mencapai 29,0C dan suhu minimum 19,8C. Rata-rata kelembaban
udara berkisar 83% - 87%, dengan kelembaban maksimum 100% dan minimum
mencapai 45%. Seperti umumnya daerah lain di Indonesia, Kota Malang
mengikuti perubahan putaran 2 iklim, musim hujan dan musim kemarau.
Dari hasil pengamatan Stasiun Klimatologi Karangploso, curah hujan
yang relatif tinggi terjadi pada bulan Januari dan Pebruari. Sedangkan
pada bulan Juli, Agustus dan September curah hujan relatif rendah.
Kecepatan angin maksimum terjadi di bulan Agustus.
Tabel 1-3 Suhu Rata-Rata Wilayah Malang
Bulan Suhu Rata-Rata (oC) Suhu Maks (oC) Suhu Min (oC)
Januari 23.8 28.4 21.4
Pebruari 24.0 29.0 21.2
Maret 24.4 29.2 21.6
April 23.9 28.7 21.3
Mei 24.5 28.7 21.9
Juni 23.8 28.3 20.6
Juli 23.2 28.6 19.8
Agustus 23.4 28.2 19.9
September 23.8 28.3 20.8
Oktober 24.1 28.6 20.9
Nopember 24.4 28.9 20.8
Desember 23.8 28.0 21.0
Sumber : Badan Meterologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Karangploso

Untuk kondisi kelembaban nisbi udara, pada umumnya rata sepanjang


tahun, yaitu berkisar pada nilai rata-rata 78 sampai 86 %. Kelembaban
nisbi minimim mencapai 45% terjadi pada bulan kering, sedangkan
kelembaban nisbi maksimum 99% umumnya terjadi pada bulan basah.
Kelembaban udara di Malang ditunjukkan pada Tabel 2-4.
Tabel 1-4 Data Kelembaban Udara di Malang dan Sekitarnya
Bulan Rata-Rata (%) Maksimum (%) Minimum (%)
Januari 83 99 48
Pebruari 84 98 53
Maret 83 98 56
April 86 97 59
Mei 83 98 57
Bulan Rata-Rata (%) Maksimum (%) Minimum (%)
Juni 80 94 46
Juli 81 98 62
Agustus 78 94 64
September 80 96 55
Oktober 80 98 47
Nopember 78 99 45
Desember 82 97 51
Sumber : Badan Meterologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Karangploso

Arah Angin
Untuk keadaan angin di lokasi studi, rata-rata angin di daerah
Malang dan sekitarnya bertiup ke arah Barat pada musim penghujan dan
bertiup ke arah Timur pada musim kemarau. Kecepatan angin rata-rata
berkisar antara 4,14 sampai 16,02 km/jam dengan arah yang bervariasi.
Data keadaan angin rata-rata bulanan selama tahun 2013 ditunjukkan
pada Tabel 2-5 berikut ini.
Tabel 1-5 Kecepatan Angin di Malang dan Sekitarnya Tahun 2011
Kecepatan Angin (Km/Jam)
Bulan
Maksimum Rata-Rata
Januari 27/ B 4,14
Pebruari 21,6/ T 4,86
Maret 28,8 5,76
April 25,2/ T 16,02
Mei 36/ TL 7,02
Juni 30,6/ TL 4,68
Juli 28,8/ T 4,14
Agustus 36,0/ TL 5,22
September 28,8/ S 4,5
Oktober 46,0/ U 7,2
Nopember 43,2/ TL 5,2
Desember 45,0/ S 3,96
Sumber : Badan Meterologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Karangploso

Hidrologi

Kuantitas Air Tanah


Kuantitas air tanah yang ada di lokasi studi adalah sebagai
berikut :
a) Air tanah dengan akuifer tidak tertekan (air tanah dangkal) pada
kedalaman 2 20 meter dibawah permukaan tanah. Air tanah dangkal
dapat ditemukan agak dalam, terkadang dalam lapisan akuifer yang
bagian atas dan bawahnya tidak terjepit oleh lapisan kedap. Pada
daerah studi air tanah dangkal dapat dijumpai pada sumur gali dan
sumur pompa. Pada umumnya penduduk di sekitar lokasi kegiatan
menggunakan sumur pompa dan sebagian kecil saja penduduk yang
memanfaatkan sumur gali untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Kedalaman muka air sumur bervariasi sesuai dengan kondisi litologi
(tuffa pasiran) dan topografi lokasi setempat.
Pada musim hujan kuantitas air tanah ini cukup banyak, tetapi
sebaliknya sangat menurun tajam pada musim kemarau. Hal ini
ditandai dengan perbedaan tinggi muka air tanah dalam sumur gali.
Pada musim hujan permukaan airnya mendekati permukaan tanah
(dangkal), sedangkan pada musim kemarau airnya mendekati dasar
sumur gali penduduk yang mengalami kekeringan (air sumur habis).
Besarnya fluktuasi ini dapat berpengaruh terhadap kualitas air
sumur gali, yaitu pada musim hujan air menjadi relatif keruh dan
sebaliknya pada musim kemarau atau transisi musim kemarau
penghujan keadaan air sumur gali relatif lebih jernih.
b) Air tanah dengan akuifer tertekan (air tanah dalam), pada kedalaman
20 80 meter di bawah permukaan tanah. Air tanah tertekan yaitu
air tanah yang tersimpan pada lapisan pembawa air (akuifer) yang
bagian atas dan bawahnya disekat oleh lapisan kedap air dan
biasanya tekanannya lebih besar daripada tekanan udara luar.
Berdasarkan peta hidrogeologi lokasi tapak proyek termasuk
litologi breksi tuf dan endapan alluvium tua dengan kelulusan sedang
sampai tinggi. Air tanah dalam mudah didapat karena kemampuan
peresapan akuifernya sedang. Keadaan ini dapat berubah menjadi suatu
kerugian apabila terdapat bahan pencemar cair, misalnya residu
pestisida atau limbah domestik sehingga kemungkinan besar dapat
mengakibatkan pencemaran air tanah.
Kuantitas Air Permukaan

Ditinjau dari kondisi topografi di Kota Malang, berada pada


ketinggian antara 380 667 m dpl dengan kemiringan bervariasi antara
0 15% serta terdapat sungai-sungai besar yang membelah Kota Malang,
seperti Sungai Brantas, Sungai Amprong, Sungai Bango, Sungai Metro dan
Kali Kasin sehingga masalah drainase bukan masalah yang sulit diatasi
oleh Kota Malang sejauh pengelolaan sistem drainasenya tepat.
Kalau dilihat dari sistem drainasenya maka ada 2 macam sistem
drainase, yaitu sistem drainase makro dan sistem drainase mikro.
Sistem drainase makro adalah sistem drainase yang memanfaatkan sungai-
sungai besar yang ada sebagai badan penerima air atau pembuangan akhir
dari sistem drainase mikro. Sedangkan sistem drainase mikro merupakan
sistem drainase teknis yang bisa berupa saluran drainase primer,
sekunder, tersier maupun saluran tepi jalan. Saluran ini berkembang
dengan dua pola yaitu saluran terbuka dan saluran tertutup.

Debit aliran limpasan maksimum Q = 1/3,6 (f x r x A) (Rumus


Rasionil : Buku Hidrologi untuk pengairan, Ir. Suyono Sosrodarsono)
Dimana : Q = volume air maksimum (m3/detik)
f = koefisien air limpasan (0 1)
r = intensitas air hujan rata-rata pada periode
tertentu (mm/jam)
A = luas permukaan yang dilayani saluran drainase (Km2)
Metode ini digunakan untuk menghitung perkiraan debit air
limpasan permukaan. Biasanya koefisien air limpasan dipengaruhi oleh
kepadatan bangunan yang juga oleh jumlah dan kepadatan penduduk. Pada
tabel berikut ini terdapat nilai koefisien aliran air permukaan.
Tabel 1-6 Koefisien Aliran Permukaan

Koefisien Aliran
Jenis Penggunaan Lahan
Permukaan
Daerah Permukiman :
Kepadatan rendah (< 100 jiwa/Ha) 0,25 0,40
Kepadatan sedang (< 100-200 jiwa/Ha) 0,40 0,70
Kepadatan tinggi (> 200 jiwa/Ha) 0,70 0,80
Perumahan, jasa dan pelayanan umum 0,70
Sumber : P3KT/PJM Kota Malang
Untuk luas areal yang dilayani adalah seluas 86.230 m 2/ 0,08623
km2 sedangkan untuk intensitas curah hujan rata-rata daerah tersebut
adalah 6,967 mm/jam.
Tabel 1-7 Volume Aliran Limpasan Kawasan Veteran
Lokasi f r (m/jam) A (km2) Q (m3/det)
1/3,6
Veteran Indah 0,7 6,967 0,08623 0,11648
Sumber : Hasil Analisa
Dimensi saluran drainase sepanjang Jalan Veteran sejak pertigaan
Jalan Cibogo sampai pertigaan Jalan Cipanas memiliki panjang 450 m
dengan lebar 1 m dan kedalaman saluran 1 meter. Untuk menghitung
jumlah debit air hujan yang dapat ditampung digunakan perhitungan
rumus Strikler dibawah ini.
V = K x R2/3 x I1/2
A = (b + m h) h
P = b = 2h m2+1
R = A/P
Q = A x V

A = (1 + (0 x 1))) x 1
= 1 m2
P = 1 + 2 x 102 + 1
= 3
R = 1/3
V = 60 x (1/3)2/3 x (0,0003)1/2
= 0,5 m/det
Q = 1 x 0,5
= 0,5 m3/detik
Dengan melihat data diatas maka dimensi saluran drainase
diprakirakan mampu menampung air limpasan permukaan. Akan tetapi jika
terjadi banjir disepanjang Jalan Veteran perlu dilihat lagi kondisi
saluran drainasenya, kemungkinan sudah banyak terjadi sedimentasi di
dalam saluran.
Sistem Transportasi

Transportasi secara umum dicirikan dengan digunakannya berbagai


moda transportasi oleh manusia untuk melakukan mobilitas kegiatan
dalam rangka memenuhi hajat hidupnya. Moda transportasi yang ada bila
ditinjau dari geografik fisik meliputi :
Transportasi darat
Transportasi laut
Transportasi udara
Dari ketiga moda tersebut diatas yang akan di bahas pada sub bab
ini adalah transportasi darat yang salah satunya meliputi jalan raya.
Karena jalan mempunyai peranan yang cukup besar dalam tatanan
perkembangan pambangunan Nasional. Dalam kelompok sektor transportasi,
jalan raya berpotensi sebagai penyedia akses transportasi manusia dan
barang serta jasa ke seluruh wilayah yang berdampak sebagai komponen
akselerasi pembangunan wilayah maupun regional.
Sebagai salah satu moda transportasi darat, jalan merupakan
komponen pemicu dinamika pembangunan ekonomi secara umum, pembangunan
tata ruang secara khusus, dan lebih spesifik lagi sebagai unsur
pengembang dari dari potensi potensi sumberdaya alamiah yang belum
muncul, ataupun sumber sumber potensi sumber daya yang sudah muncul.
Oleh sebab itu jalan sangatlah perlu diperhatikan untuk arahkan pada
potensi yang berdaya guna.

A. JARINGAN JALAN RAYA


Kondisi jenis jaringan jalan di kota Malang studi sebagian ruas
jalan menggunakan aspal dan beton. Jenis tanah dasar yang mempunyai
swelling tinggi dan beban lalu lintas yang berat menjadi faktor utama
yang merusak perkerasan jalan.
Pola jaringan jalan yang ada di Kecamatan Klojen dibagi atas
jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal/ jalan lingkungan.
Sedangkan pola transportasinya konsentris radial dengan sistem lingkar
dalam dengan pola Grid. Apabila ditinjau dari pola pelayanannya maka
jaringan jalan di Kecamatan Klojen termasuk dalam sistem sekunder yang
merupakan penghubung fungsi sekunder dalam Kota Malang. Dimensi
geomettris jalan menurut kelas jalan seperti tercantum dalam tabel
dibawah ini.
Tabel 1-8 Geometris Kelas Jalan

No Fungsi Jalan Badan Jalan Damaja Damija Dawasja


1 Arteri primer 10 19 20 30 31 35 56 - 110
2 Arteri sekunder 10 19 20 30 31 35 56 60
3 Kolektor primer 8 15 16 20 21 35 36 70
4 Kolektor sekunder 7 14 15 20 21 35 36 60
5 Lokal primer 6 11 12 15 16 20 21 40
6 Lokal sekunder 4 6 7 10 11 20 21 40

Jaringan jalan sekunder di Kecamatan Klojen adalah sebagai


berikut :
1) Jalan arteri sekunder
Jaringan jalan ini merupakan jalan penghubung antara pusat kota
dengan pusat BWK yang membujur dari utara ke selatan dan dari timur
ke barat. Jaringan jalan ini memiliki intensitas yang tinggi dan
digunakan sebagai jaringan jalan utama lalu lintas dalam kota
dengan simpangan yang minimum. Yang termasuk jalan arteri sekunder
di Kecamatan Klojen antara lain : Jalan Gatot Subroto, Jalan
Laksamana Martadinata, Jalan letjen Sutoyo, Jalan Letjen S. Parman,
Jalan Jaksa Agung Suprapto, Jalan Basuki Rahmat, Jalan Merdeka
Barat, Jalan AR. Hakim, Jalan Hasyim Asyari, Jalan Mayjen
Panjaitan, Jalan Langsep, Jalan Brigjend S. Riadi, Jalan
Galunggung, Jl. Ir. Rais, Jalan Ade Irma Suryani, Jalan Pasar
Besar, dan Jalan Zainul Arifin.
2) Jalan kolektor sekunder
Jalan ini merupakan penghubung antara pusat BWK yang ada dengan
pusat lingkungan atau pusat pelayanan yang memiliki skala pelayanan
BWK. Jalan ini memiliki ciri penggunaan skala yang cukup tinggi
tetapi tidak setinggi jalan arteri sekunder yang digunakan untuk
lalu lintas menengah dengan jumlah simpangan yang terbatas. Yang
termasuk jalan kolektor sekunder antara lain : Jalan Raya Dieng,
Jalan Trunojoyo, Jalan Kahuripan, Jalan Semeru, Jalan Raya Ijen,
Jalan Veteran, dan Jalan Bandung.
3) Jalan lokal sekunder
Merupakan jalan penghubung antara pusat lingkungan dengan
permukiman di sekitarnyaa yang merupakan jalan utama pada wilayah
tersebut. Yang termasuk jalan lokal sekunder antara lain : Jalan
Jakarta, Jalan Gede, Jalan Wilis, dan lain-lain.

B. KONDISI SARANA DAN PRASARANA TRANSPORTASI


Sistem transportasi yang akan dikembangkan meliputi jalan dan
fasilitas transportasi. Tiga aspek dalam rencana sistem transportasi
adalah rencana pengembangan prasarana transportasi, sarana
transportasi dan fasilitas transportasi sebagai berikut :
1. Prasarana transportasi, meliputi jaringan jalan, peningkatan
jaringan baik struktur maupun kualitas, pengembangan jaringan jalan
baru dan ketentuan geometrik jaringan jalan.
Rencana jaringan jalan
Berdasarkan rencana peruntukkan lahan yang akan dikembangkan,
terlihat bahwa di kawasan perencanaan akan terjadi pergeseran
kegiatan, oleh karena itu kebutuhan prasarana jalan akan
meningkat pula. Dengan demikian perlu adanya peningkatan kualitas
jalan yang sudah ada. Jalan yang diprioritaskan adalah jalan-
jalan yang mempunyai kepentingan tinggi bagi perekonomian
kota/kegiatan penduduk dan yang menghubungkan satu lingkungan
perumahan dengan lingkungan perumahan lainnya.
Rencana pengembangan fungsi jalan
Optimalisasi penggunaan jalan dilakukan melalui pembagian fungsi
jalan sebagai berikut :
Jalan primer

adalah jalan yang menghubungkan simpul simpul jasa


distribusi dalam struktur pengembangan wilayah, dengan
ketentuan sebagai berikut :

- Didalam satu Satuan Wilayah Pengembangan, sistem jaringan


jalan primer, menghubungkan kota jenjang kesatu, kedua,
ketiga dan jenjang dibawahnya, secara terus menerus sampai
ke persil.
- Antar Satua Wilayah Pengembangan, sistem jaringan jalan
primer menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang
kesatu.
Jalan Arteri Primer, menghubungkan kota jenjang kesatu, yang
terletak berdampingan, atau menghubungkan kota jenjang ke satu
dengan kota jenjang kedua.
Jalan Kolektor Primer, menghubungkan kota jenjang kedua dengan
kota jenjang kedua, atau menghubungkan kota jenjang ke satu
dengan kota jenjang ketiga, atau menghubungkan kota jenjang
kedua dengan kota jenjang ketiga.
Jalan Lokal Primer, menghubungkan kota jenjang ketiga dengan
kota jenjang ketiga, atau menghubungkan kota jenjang kedua
dengan persil, atau menghubungkan jenjang ketiga dengan
persil.
2. Sistem jaringan primer, disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata
ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat Nasional yang
menghubungkan simpul simpul jasa distribusi sebagai berikut :
Jalan Arteri Primer
Didesain paling rendah dengan kecepatan 60 km/jam;
Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter;
Kapasitas lebih besar dari volume lalu lintas rata rata;
Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas
ulang alik, lalu lintas lokal dan kegiatan lokal;
Jumlah jalan masuk, jalan arteri primer, dibatasi secara
efisien sehingga kecepatan 60 km/jam dan kapasitas besar tetap
terpenuhi;
Persimpangan pada jalan arteri primer harus dapat memenuhi
ketentuan kecepatan dan volume lalu lintas.
Jalan Kolektor Primer
Didesain untuk kecepatan paling rendah 40 km/jam;
Lebar badan jalan tidak kurang dari 7,00 meter;
Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata
rata;
Jumlah jalan masuk dibatasi, dan direncanakan sehingga dapat
dipenuhi kecepatan paling rendah 40 km/jam;
Jalan kolektor primer, tidak terputus walaupun memasuki kota.

Jalan Lokal Primer


Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20
km/jam;
Lebar badan jalan tidak kurang dari 6,00 meter;
Jalan lokal primer tidak terputus, walaupun memasuki desa.
Jalan Sekunder, yaitu jalan yang menghubungkan kawasan kawasan
fungsi prime, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua,
fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan dalam
satu wilayah perkotaan.
Jalan Arteri Sekunder, menghubungkan kawasan primer dengan
kawasan sekunder kesatu, atau menghubungkan kawasan sekunder
kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
Jalan Kolektor Sekunder, menghubungkan kawasan sekunder kedua
dengan kawasan sekunder kedua, atau menghubungkan kawasan
sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
Jalan Lokal Sekunder, menghubungkan kawasan sekunder kesatu denga
perumahan, atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan
perumahan, atau menghubungkan kawasan kawasan sekunder ketiga
dengan perumahan.
3. Sistem jaringan jalan sekunder, mengikuti ketentuan pengaturan tata
ruang kota yang menghubungkan kawasan kawasan yang mempunyai
fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai
ke perumahan, dengan batasan sebagai berikut:
Jalan Arteri Sekunder
Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 30 km/jam;
Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu lintas;
Lebar badan jalan rata rata tidak kurang dari 8 meter;
Pada jalan arteri sekunder, lalu lintas cepat tidak boleh
terganggu oleh lalu lintas lambat;
Persimpangan jalan dengan pengaturan tertentu harus memenuhi
kecepatan tidak kurang dari 30 km/jam.
Jalan Kolektor Sekunder
Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 20 km/jam;
Lebar badan jalan tidak kurang dari 7,00 meter.
Jalan Lokal Sekunder
Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 10 km/jam;
Lebar badan jalan tidak kurang dari 5,00 meter;
Dengan kecepatan paling rendah 10 km/jam, bukan diperuntukkan
untuk roda tiga atau lebih;
Yang tidak diperuntukkan kendaraan roda tiga atau lebih harus
mempunyai lebar jalan tidak kurang dari 3,50 meter.

Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Lindung


Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung meliputi
langkah-langkah untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi
lingkungan hidup dan mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup.
Kriteria dan pola pengelolaan kawasan kindung berdasarkan persyaratan
sebagai berikut :
a. Kawasan lindung untuk sempadan sungai
Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan dengan batas
lebar sekurang-kurangnya 5 meter disebelah luar sepanjang
kaki tanggul.
Garis sempadan sungai tidak bertanggul ditetapkan
berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh
pejabat yang berwenang.
Garis sempadan yang bertanggul dan tidak bertanggul yang
berada di wilayah perkotaan dan sepanjang jalan ditetapkan
tersendiri oleh pejabat yang berwenang.
b. Kawasan lindung untuk kawasan terbuka hijau kota
Lokasi sasaran terbuka hijau kota termasuk didalamnya hutan
kota antara lain; di kawasan permukiman, industri, tepi
sungai, pantai, jalan yang berada di kawasan perkotaan.
Hutan yang terletak di dalam wilayah perkotaan atau sekitar
kota dengan luas hutan minimal 0,25 Ha.
Jenis tanaman untuk hutan kota adalah tanaman tahunan berupa
pohon-pohonan bukan tanaman hias atau herba, dari berbagai
jenis baik jenis asing atau eksotik maupun etnis asli
domestik.
c. Kawasan lindung untuk cagar budaya
Merupakan tempat serta ruang disekitar bangunan bernilai budaya
tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi
tertentu yang emmpunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu
pengetahuan.

Kebijakan dan Strategi Penetapan Kawasan Strategis Kota Malang


Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007, kawasan strategis kota adalah
wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting dalam lingkup kota terhadap ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau lingkungan. Sesuai dengan jenis kawasan strategis
yang tercantum dalam UU No 26 tahun 2007, kebijakan dan strategi
penetapan kawasan strategis di Kota Malang diarahkan dengan mengacu
pada Undang-Undang tersebut serta pola perkembangan Kota Malang.
Adapun kebijakan dan strategi penetapan kawasan strategis Kota Malang
meliputi :
1. Penetapan kawasan strategis di Kota Malang meliputi kawasan
strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan
(kawasan militer), pertumbuhan ekonomi (kawasan perdagangan
dan jasa, pendidikan tinggi, pariwisata, industri), dan sosial
budaya (kawasan cagar budaya dan bangunan bersejarah).
Penetapan kawasan strategis ini bertujuan untuk mempermudah dalam
meningkatkan pertumbuhan di masing-masing kawasan khususnya sektor
ekonomi yang berdampak juga pada peningkatan pendapatan daerah.
Penetapan kawasan strategis di Kota Malang dibentuk berdasarkan
persamaan karakter dan kedekatan lokasi antar masing-masing unit.
2. Pengembangan kawasan strategis diarahkan agar dapat
berpengaruh terhadap:
Tata ruang di wilayah sekitarnya;
Kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang
lainnya;
Peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kawasan strategis ini menjadi sebuah kawasan yang memiliki tingkat
pelayanan hingga skala regional sehingga tetap dipertahankan dan
dikemLetjen S. Parmann keberadaannya.

Rencana Struktur Ruang


Dalam suatu ruang wilayah, pembentukan struktur ruang dilakukan
dengan menata hierarki kota yang ada secara efesien. Berdasarkan hasil
analisa tentang struktur wilayah, Kota Malang dibagi menjadi Pusat
sdan Sub Pusat kota. Tingkatan Pusat dan Sub Pusat perkotaan tersebut
dibentuk oleh perkembangan dan pertumbuhan kota itu sendiri. Sedangkan
perkembangan dan pertumbuhan kota dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu :
1. Keadaan fisik tanah yang meliputi topografi, sungai, geologi,
kemampuan tanah dan sebagainya.
2. Jumlah dan perkembangan penduduk.
3. Kegiatan masyarakat, baik itu volume maupun manusia.
4. Kelengkapan fasilitas, utilitas, dan sarana infrastruktur
kota.
Adanya hierarki kota berarti ada keterkaitan suatu kota dengan
kota lainnya. Kota yang memiliki hierarki lebih tinggi maka akan lebih
besar pengaruh jangkauanya dan akan mempengaruhi kota yang hierarkinya
lebih rendah. Berdasarkan kecenderungan perkembangan fasilitas dan
infrastruktur di Kota Malang, kedudukan Pusat kota yang berada di
sekitar alun-alun dan sekitarnya akan mengalami pergeseran ke arah
Klojen, untuk itu terjadi perubahan pusat kota dari III A menjadi II
sebagai pusat pelayanan Kota Malang. Maka upaya pembentukan pusat kota
Malang yang telah mengalami pergeseran perlu ditingkatkan dan
direalisasikan. Terlepas dari semua itu maka hierarki Pusat dan Sub
Pusat perkotaan di Kota Malang sampai dengan saat ini adalah sebagai
berikut :
Adapun Rencana Struktur Ruang Kota Malang adalah sebagai
berikut :
1. Pusat Kota Malang tetap berada di Kecamatan Klojen yaitu di
Kawasan Alun-alun dan sekitarnya.
2. Pusat BWK Malang Tengah (Pusat Kota) berada di Kecamatan
Klojen yaitu di Kawasan Alun-alun dan sekitarnya.
3. Pusat BWK Malang Utara berada di Kecamatan Lowokwaru yaitu di
Kawasan sekitar Universitas Islam Malang (Unisma), Pasar
Dinoyo, dan sekitarnya.
4. Pusat BWK Malang Timur Laut berada di sebagian wilayah
Kecamatan Blimbing yaitu di Kawasan sekitar Pasar Blimbing dan
sekitarnya.
5. Pusat BWK Malang Timur berada sebagian wilayah Kecamatan
Kedungkandang yaitu di Kawasan sekitar Perumahan Sawojajar dan
sekitarnya.
6. Pusat BWK Malang Tenggara berada di sebagian wilayah Kecamatan
Sukun dan sebagian wilayah Kecamatan Kedungkandang yaitu di
Kawasan sekitar Pasar Gadang dan sekitarnya.
7. Pusat BWK Malang Barat berada di sebagian wilayah Kecamatan
Sukun yaitu di Kawasan sekitar Universitas Merdeka, Plaza
Dieng, dan sekitarnya.

Pembagian Kota ke dalam 6 BWK (Bagian Wilayah Kota)


1. BWK Malang Tengah, meliputi wilayah Kecamatan Klojen. Fungsi
utama yaitu pemerintahan, perkantoran, perdagangan dan jasa,
sarana olahraga, pendidikan dan peribadatan.
2. BWK Malang Utara, meliputi wilayah Kecamatan Lowokwaru. Fungsi
utama yaitu pendidikan, perdagangan dan jasa, industri
besar/menengah dan kecil serta wisata budaya.
3. BWK Malang Timur Laut, meliputi sebagian wilayah Kecamatan
Blimbing. Fungsi utama yaitu terminal, industri, perdagangan
dan jasa, pendidikan dan sarana olah raga.
4. BWK Malang Timur, meliputi wilayah sebagian Kecamatan
Kedungkandang. Fungsi utama yaitu perkantoran, terminal,
industri dan sarana olahraga.
5. BWK Malang Tenggara, meliputi wilayah sebagian Kecamatan Sukun
dan sebagian Kecamatan Kedungkandang. Fungsi utama yaitu
perdagangan dan jasa, Sport Centre (GOR Ken Arok), Gedung
Convention Center, industri, dan perumahan.
6. BWK Malang Barat, meliputi wilayah sebagian Kecamatan Sukun.
Fungsi utama yaitu perdagangan dan jasa dan pendidikan.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010
2030, Kecamatan Klojen sesuai dengan pembagian Kota ke dalam 6 BWK,
yaitu masuk ke dalam BWK Malang Tengah, yang memiliki fungsi utama
sebagai pemerintahan, perkantoran, perdagangan dan jasa, sarana
olahraga, pendidikan dan peribadatan.

Anda mungkin juga menyukai