Anda di halaman 1dari 15

IDENTIFIKASI KONDISI GEOLOGI TAHAP I

KABUPATEN PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Geologi Teknik yang
diampu oleh:
Muhammad Riza H., S.T., M.T.

Disusun Oleh:

Lutfanny Kusmayanti
2000499
Teknik Sipil – A

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

JL.DR SETIABUDI NO.229, ISOLA, KECAMATAN SUKASARI, KOTA BANDUNG, JAWA


BARAT 40154 NO TELP. (022)2013163 FAX. (022) 2013651

TAHUN AJARAN 2020-2021


A. Formasi Geologi

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Pangandaran yang dikeluarkan oleh Pusat


Penelitian dan Pengembangan Geologi (Gambar 1), dapat diketahui bahwa
formasi geologi yang terdapat di wilayah Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya
adalah sebagai berikut.

1. Endapan Aluvial (Qa)


2. Endapan Pantai (Qac)
3. Formasi Tapak (Tpt)
4. Formasi Kumbang (Tpks)
5. Formasi Halang (Tmph)
6. Anggota Batupasir Formasi Halang (Tmhs)
7. Formasi Kalipucang (Tmkl)
8. Formasi Pamupuan (Tmpa)
9. Anggota Kalkarenit Formasi Pamutuan (Tmpl)
10. Anggota Tuff Napalan Formasi Pamutuan (Tmpt)
11. Formasi Pemali (Tmp)
12. Formasi Nusakambangan (Tmnt)
13. Formasi Jampang (Tmoj)

B. Jenis Batuan

Berdasarkan informasi formasi geologi, dapat diketahui bahwa jenis batuan yang
terdapat di wilayah Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya adalah sebagai
berikut.

1. Endapan Aluvial (Qa) tersusun dari bahan endapan lempung, lumpur, lanau,
pasir, kerikil, kerakal, dan berangka.
2. Endapan Pantai (Qac) tersusun dari lanau, lempung, dan pasir,
mengandung pecahan moluska.
3. Formasi Tapak (Tpt) terusun dari batupasir berselingan dengan napal.
4. Formasi Kumbang (Tpks) tersusun perselingan breksi gunung api, lava
dengan batupasir, dan konglomerat dengan sisipan napal.
5. Formasi Halang (Tmph) tersusun dari endapan turbidit yang terdiri dari
perselingan napal, kalkarenit, batupasir sela, konglomerat dengan sisipan
batugamping dan batupasir kerikil di bagian bawah, napal semakin dominan
di bagian atas.
6. Anggota Batupasir Formasi Halang (Tmhs) tersusun dari endapan turbidit
yang terdiri dari perselingan batupasir, konglomerat dengan batulempung
napal, dan serpih dengan sisipan diamiktit.
7. Formasi Kalipucang (Tmkl) tersusun dari batu gamping terumbu, putih
kelabu muda, padu, keras dan berongga, setempat juga berlapis. Batuan ini
tersusun oleh mineral kalsit, aragonit, apatit dan sedikit lempung.
8. Formasi Pamupuan (Tmpa) tersusun dari batu pasir, kalkarinit, napal, tuf,
batu lempung dan batu pasir.
9. Anggota Kalkarenit Formasi Pamutuan (Tmpl) tersusun dari kalkarenit dan
batugamping klastika berselingan dengan napal.
10. Anggota Tuff Napalan Formasi Pamutuan (Tmpt) tersusun dari tuf napalan
berselingan dengan batupasir sela, batulempung, dan batugamping.
11. Formasi Pemali (Tmp) tersusun dari serpih dan napal dengan sisipan
kalkarenit.
12. Formasi Nusakambangan (Tmnt) tersusun dari tuf, tuf lapilli, tuf pasir dan
kerikilan dengan sisipan batupasir sela di bagian bawah, batupasir sela
makin bertambah ke bagian atas dan berselingan dengan batulempung
dengan sisipan breksi.
13. Formasi Jampang (Tmoj) tersusun dari breksi gunung api, tuf dengan
sisipan lava. Berseling dengan batupasir sela, batulempung, napal dan
sisipan konglomerat, batupasir kerikil diamiktit.

Pada wilayah Pangandaran dan sekitarnya, batuan penyusun formasi geologi yang
mendominasi antara lain: batupasir, napal, batulempung, batugamping,
konglomerat, kalkarenit, diamiktit, dan breksi. Batuan-batuan tersebut merupakan
jenis batuan sedimen. Artinya, dari analisis tersebut diketahui bahwa wilayah
Pagandaran dan sekitarnya berdiri diatas formasi geologi yang sebagian besar
terbentuk dari batuan sedimen dengan karakteristik batuan berupa lapisan-lapisan
yang mengalami diagenesis baik secara kompaksi, sementasi, ataupun
pengkristalan kembali.

Terdapat pula batu Tuff yang merupakan jenis batuan beku menyusun beberapa
formasi geologi di wilayah Pangandaran dan sekitarnya, namun jumlahnya tidak
banyak dan sebagian besar telah tersisip batuan sedimen.

C. Umur Geologi

Berdasarkan Korelasi Satuan Peta Geologi Lembar Pangandaran (Gambar 2),


umur geologi dari setiap formasi geologi di wilayah Kabupaten Pangandaran dan
sekitarnya adalah sebagai berikut.

1. Endapan Aluvial (Qa) dan Endapan Pantai (Qac) berumur Holosen


berkisar 0,01 juta tahun.
2. Sebagian Formasi Tapak (Tpt) berumur Plistosen berkisar 0,7 – 1,8 juta
tahun.
3. Formasi Kumbang (Tpks), sebagian Formasi Halang (Tmph), dan sebagian
Formasi Tapak (Tpt) berumur Pliosen berkisar 3,2 – 5 juta tahun.
4. Formasi Halang (Tmph) dan Anggota Batupasir Formasi Halang (Tmhs)
berumur Miosen Akhir berkisar 12 juta tahun.
5. Formasi Kalipucang (Tmkl,) Formasi Pemali (Tmp), Formasi Pamupuan
(Tmpa), Anggota Tuff Napalan Formasi Pamutuan (Tmpt), Formasi
Nusakambangan (Tmnt), dan Anggota Kalkarenit Formasi Pamutuan
(Tmpl) berumur Miosen Tengah berkisar 15 juta tahun.
6. Sebagian Formasi Jampang (Tmoj) berumur Miosen Awal berkisar 22,5
juta tahun.
7. Sebagian Formasi Jampang (Tmoj) berumur Oligosen berkisar 33 – 38 juta
tahun.

Berdasarkan tinjauan umur geologi tersebut, diketahui bahwa Kabupaten


Pangandaran dan sekitarnya berdiri di atas wilayah yang didominansi oleh formasi
geologi berusia muda. Formasi geologi dengan usia muda mempengaruhi sifat
fisik dan kekuatan dari batuan yang menyusun formasi geologi itu sendiri. Batuan
dengan umur muda diperkirakan memiliki harga porositas yang tinggi. Artinya
semakin banyak ruang antarkomponen yang menyusun batuan, semakin lepas
komponen batuan, dan semakin tidak kompak komponen batuan. Karena kondisi
sifat fisik tersebut, kekuatan dari batuan muda masih terhitung lemah.

D. Potensi Bahaya Geologi

1. Potensi Bahaya Erosi

Berdasarkan tinjauan pada bagian sebelumnya, diketahui bahwa wilayah


Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya memiliki formasi geologi yang sebagian
besar tersusun dari batuan sedimen berusia muda. Hal ini berarti batuan sedimen
muda terhitung baru mengalami pengendapan sehingga porositasnya tinggi,
hubungan antarbutir-butirnya atau antarlapisan-lapisannya masih lepas dan belum
kompak. Hal ini mengindikasikan adanya potensi bahaya erosi di wilayah
Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya.

2. Potensi Bahaya Abrasi

Letak geografis wilayah Pangandaran pun dekat dengan laut, hal ini menambah
indikasi adanya potensi bahaya erosi di pantai atau abrasi pada wilayah
Pangandaran dan sekitarnya yang merupakan daerah pantai yaitu di sepanjang
pesisir Teluk Pagiri dan Teluk Pangandaran.

3. Potensi Bahaya Gempa Bumi

Meninjau Peta Geologi Lembar Pangandaran (Gambar 1), terlihat adanya


patahan-patahan di wilayah ini. Mengingat Kabupaten Pangandaran dan
sekitarnya berdiri di atas formasi geologi yang relatif muda, artinya patahan
memiliki kemungkinan berupa patahan yang aktif. Hal ini dapat menjadi indikasi
adanya potensi bahaya gempa bumi.

4. Potensi Bahaya Likuifaksi

Likuifaksi adalah hilangnya kekuatan dan kekakuan tanah jenuh air akibat adanya
perubahan tegangan pada tanah. Akibat dari hilangnya kekuatan tanah ini dapat
berupa longsor, perubahan tekstur tanah menjadi lumpur, atau penurunan atau
pergerakan tanah secara tiba-tiba. Jenis tanah atau sedimen sangat berpengaruh
terhadap kerentanan liquifaksi. Likuifaksi hampir sebagian besar terjadi pada
tanah jenis pasir, terutama jenis pasir lepas. Hal-hal lain yang mempengaruhi
kerentanan terhadap liquifaksi adalah, ukuran butir, bentuk butir dan lain-lain
(Pradanaputra, 2018).

Kawasan pesisir Pangandaran dan sekitarnya dicirikan oleh sedimen lempung dan
pasir, bersifat lepas dan jenuh air (Raharjo, 2008). Kondisi seperti ini apabila
terjadi gempa sangat memungkinkan untuk menjadi potensi bahaya likuifaksi.
Contohnya pada kawasan sepanjang pesisir Teluk Pangandaran dan Teluk Parigi,
serta Kedungreja, Patimuan, Gadrung Mangun, Kawunganten, Nusakambangan
bagian Utara, Jeruklegi bagian Selatan, Cilacap Tengah, Cilacap Utara, dan
Cilacap Selatan yang formasi geologinya berupa endapan lempung.

5. Potensi Bahaya Longsoran

Berdasarkan Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Pangandaran (Gambar 3),


terlihat pada beberapa daerah di wilayah Kabupaten Pangandaaran dan sekitarnya
masuk pada klasifikasi curam dengan derajat kemiringan lereng berkisar 16° - 35°,
dan adapula sebagian kecil daerah masuk pada klasifikasi sangat curam dengan
derajat kemiringan lereng berkisar 35° - 55°.

Dengan potensi bahaya geologi berupa erosi, likuifaksi, dan gempa bumi, hal ini
pun menambah indikasi adanya potensi bahaya longsoran di wilayah Kabupaten
Pangandaran dan sekitarnya terutama pada daerah dengan kemiringan lereng yang
tinggi. Contohnya pada sebagian kecil daerah Kecamatan Pangandaran hingga
Kecamatan Kalipucang, Kecamatan Banjarsari hingga Padaherang, serta di daerah
Timur Laut Kecamatan Kawunganten, Utara Kecamatan Jeruklegi, dan
Kecamatan Lembir.

Curah hujan tinggi serta alih fungsi lahan di daerah perbukitan juga menjadi
faktor penyebab meningkatnya potensi longsoran.

6. Potensi Bahaya Banjir

Meninjau Peta Kemiringan Kabupaten Pangandaran (Gambar 3), wilayah


Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya sebagian besar berupa dataran rendah
hasil proses pengendapan material laut dan sungai yang merupakan daerah dataran
banjir. Hal ini mengindikasikan adanya potensi bahaya banjir jika debit air sungai
meningkat. Contohnya di Kecamatan Cijulang, bagian Barat Daya dan Barat Laut
Kecamatan Pangandaran, serta di sepanjang bagian Timur Kecamatan Padaherang
- Kecamatan Kalipucang.
E. Tingkat Pelapukan

Tanah (soil) adalah suatu hasil pelapukan biologi (Selley, 1988), dimana
komposisinya terdiri atas komponen batuan dan humus yang umumnya berasal
dari tumbuhan. Perlu diketahui bahwa ciri dan ketebalan tanah hasil pelapukan
sangat erat hubungannya dengan batuan asal (umur geologi batuan), iklim (curah
hujan dan temperatur), dan kemiringan lereng dari batuan induk itu sendiri (ONE,
2018).

Oleh karena itu, dengan memperhatikan umur geologi batuan, curah hujan,
kemiringan lereng, dan kondisi tanah pada wilayah Pangandaran dan sekitarnya,
dapat diketahui tingkat pelapukan batuan pada wilayah tersebut.

Semakin tua umur geologi suatu batuan maka semakin renta terhadap pelapukan.
Jika melihat sebaran formasi geologi pada Peta Geologi (Gambar 1), wilayah
Pangandaran dan sekitarnya berdiri diatas formasi geologi yang mayoritas
berumur muda. Namun, pada daerah Kecamatan Pangandaran, Kecamatan
Kalipucang, dan sekitarnya, berdiri diatas Formasi Jampang yang berumur relative
tua (Oligosen, 33 – 38 juta tahun). Diprediksikan Kawasan tersebut memiliki
tingkat pelapukan yang tinggi.

Pelapukan batuan akan sering terjadi pada bentang lahan yang memiliki curah
hujan tinggi. Data curah hujan dari website (id.climate-data.org) informasi
kabupaten daerah Pangandaran mengatakan bahwa dalam setahun curah hujan
rata-rata adalah 3322 mm. Pada data tersebut didapati curah hujan relatif sama
disetiap bulannya.

Kondisi tanah pada daerah penelitian (Kecamatan Langkaplancar Kabupaten


Pangandaran) bila mengacu pada zona pembagian zona tanah (Selley,1988)
(Gambar 4) relatif sama. Zona A, B, dan C hampir disemua daerah penelitian
ketebalan tanah relatif tebal, yang menyimpulkan daerah tersebut telah mengalami
proses pelapukan yang cukup intensif. Variasi litologi yang terdapat pada daerah
penelitian berupa batuan yang tidak resisisten seperti tuf formasi Jampang,
batupasir formasi Pamutuan, batugamping formasi Kalipucang, kemudian terdapat
juga batuan yang kurang resisten seperti breksi andesite pada satuan breksi
formasi Jampang dimana matriknya dilapangan sebagian sudah lapuk- lapuk
menjadi tanah (ONE, 2018).

Berdasarkan hal tersebut, pada wilayah Pangandaran dan sekitarnya (khususnya


pada formasi Jampang, Pamutuan, dan Kalipucang) bila mengacu pada British
Standards (Gambar 4) tingkat pelapukannya berada pada tingkat V, dimana
seluruh massa agregat berubah menjadi tanah oleh dekomposisi kimia atau
disintegrasi fisik, sedangkan struktur massa asli sebagian masih utuh.
F. Struktur Geologi

Letak dari Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya (bagian Selatan Jawa)


merupakan kawasan yang dekat dengan pertemuan antara dua lempeng tektonik,
yaitu pertemuan lempeng Eurasia dengan lempeng Indo-Australia (Gambar 5).
Oleh karena itu, terlihat pada Peta Geologi Lembar Pangandaran (Gambar 1),
ditemukan banyak struktur geologi di wilayah Kabupaten Pangandaran dan
sekitarnya diantaranya sebagai berikut.

Sesar

Patahan atau sesar (fault) adalah satu bentuk rekahan pada lapisan batuan bumi
yang menyebabkan satu blok batuan bergerak relatif terhadap blok yang lain.
Pergerakan bisa relatif turun, relatif naik, ataupun bergerak relatif mendatar
terhadap blok yang lain. Pergerakan yang tiba-tiba dari suatu patahan atau sesar
bisa mengakibatkan gempa bumi (linnas, 2012). Berdasarkan tingkat aktivitasnya,
sesar dapat dibedakan menjadi sesar aktif, sesar potensi aktif, dan sesar tidak aktif.

Jika pada lokasi yang akan dijadikan sebagai lahan pembangunan suatu kontruksi
terdapat sesar, yang perlu diperhatikan adalah aktivitas dari sesar itu sendiri.
Apabila sesar pernah bergerak dalam kurun waktu 10 ribu tahun terakhir maka
bisa diprediksikan sesar tersebut merupakan sesar aktif. Apabila sesar pernah
bergerak dalam kurun waktu 2 juta tahun terakhir, diprediksikan sesar tersebut
merupakan sesar potensi aktif. Sedangkan, sesar yang belum pernah atau tidak
pernah bergerak selama kurun waktu 2 juta tahun terakhir dan/atau lebih,
diprediksikan sesar tersebut merupakan sesar tidak aktif. Singkatnya, apabila sesar
berada pada formasi geologi berusia muda, kurang dari 10 ribu tahun, besar
kemungkinan bahwa sesar dalam yang ditemukan merupakan sesar aktif.

Sebagaimana ulasan sebelumnya, wilayah Pangandaran dan sekitarnya didominasi


oleh formasi geologi berusia muda. Pada daerah bagian Timur Laut Peta Geologi
(Gambar 1), ditemukan banyak sesar. Daerah tersebut berdiri diatas Formasi
Kumbang berumur Pliosen berkisar 3,2 – 5 juta tahun. Oleh karena itu,
diprediksikan sesar pada daerah tersebut merupakan sesar aktif.

Pada daerah Kecamatan Pangandaran, Kecamatan Kalipucang, dan sekitarnya


juga terdapat banyak sesar. Daerah ini berdiri diatas Formasi Jampang (Tmoj)
dengan umur relatif tua (Oligosen, 33-38 juta tahun) yang telah mengalami
peristiwa tektonik atau deformasi berulang kali. Hal ini lah yang menjadi
penyebab banyaknya struktur geologi (patahan ataupun lipatan) di daerah tersebut.

Salah satu contoh sesar di wilayah Pangandaran dan sekitarnya adalah Sesar
Citanduy (Gambar 6) yang merupakan sesar geser – naik berarah mulai dari barat
laut – tenggara searah dengan lembah Sungai Citanduy dan masih aktif bergerak
(Pengki Irawan, 2016)
Lipatan (Sinklin dan Antiklin)

Struktur perlipatan merupakan suatu deformasi pada lapisan batuan yang terjadi
karena mengalami gaya tegasan sehingga batuan bergerak dari kedudukan semula
dan membentuk suatu lengkungan. Berdasarkan tipe perlipatan dibagi menjadi
dua yaitu antiklin dan sinklin.

Sinklin merupakan lembah lipatan yang kemiringan kedua sayapnya menuju ke


suatu arah dan saling mendekat (bentuk concav dengan cekungnya mengarah ke
atas. Sedangkan antiklin merupakan punggung lipatan yang kemiringan kedua
sayapnya ke arah saling berlawanan dan saling menjauh (bentuk concav dengan
cembung ke atas) (Chapter, 2018)

Pada daerah Kecamatan Pangandaran, Kecamatan Kalipucang, dan sekitarnya


juga terdapat banyak lipatan, baik sinklin maupun antiklin. Daerah ini berdiri
diatas Formasi Jampang (Tmoj) dengan umur relatif tua (Oligosen, 33-38 juta
tahun) yang telah mengalami peristiwa tektonik atau deformasi berulang kali. Hal
ini lah yang menjadi penyebab banyaknya struktur geologi (patahan ataupun
lipatan) di daerah tersebut.

Terdapat lipatan (antiklin dan sinklin) yang ditemukan mulai dari Timur – Barat
atau sejajar dengan garis pantai yang cukup panjang (±25 km), mulai dari Timur
(Pangandaran) memotong sungai Cijulang sampai jalan Cijulang – Ciamis
(Pengki Irawan, 2016).

Contoh lipatan di wilayah Pangandaran dan sekitarnya adalah antiklin


Karangkamiri dan sinklin Karangkamiri yang relative berada dibagian barat -
timur Kecamatan Langkaplancar (ONE, 2018).

Dampak Terhadap Rencana Kontruksi

Sebagaimana pembahasan sebelumnya, wilayah Kabupaten Pangandaran dan


sekitarnya merupakan Kawasan yang dekat dengan pertemuan antara dua lempeng
tektonik. Lempeng Indo-Australia bergerak relatif ke arah Utara dan menyusup ke
dalam Lempeng Eurasia. Desakan ini menyebabkan pengumpulan energi yang
berlangsung terus sampai pada suatu saat batuan pada lempeng tektonik tersebut
tidak lagi kuat menahan tekanan sehingga terjadi pelepasan mendadak yang
disebut sebagai gempa bumi. Gempa bumi biasanya terjadi di jalur sesar atau
patahan. Oleh karena itu, daerah dekat patahan memiliki potensi bahaya gempa
bumi yang besar.

Pada saat gempa bumi terjadi, gelombang akan dirambatkan dari sumber kejadian
ke permukaan bumi yang menyebabkan getaran bumi. Kuat dan lamanya getaran
pada suatu lokasi tergantung pada besaran dan jaraknya ke pusat gempa serta
tergantung karakteristik tanah pada lokasi itu sendiri. Pada lokasi di dekat pusat
gempa, getaran itu dapat mengakibatkan kerusakan berat bahkan hancurnya
struktur kontruksi di atasnya.

Meskipun gelombang itu mayoritas dirambatkan melalui batuan, sisa dari


gelombang itu akan diteruskan melalui lapisan tanah, sehingga lapisan tanah
merupakan “peredam” dari gelombang gempa. Oleh karena itu, karakteristik tanah
dari suatu lokasi dapat menentukan ketahanan struktur kontruksi terhadap getaran
gempa.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa patahan yang berkembang di wilayah
Pangandaran dan sekitarnya merupakan sesar aktif yang berpotensi besar untuk
menjadi bahaya gempa. Terlebih lagi, wilayah ini berdiri di atas formasi geologi
yang berusia relatif muda dengan kekuatan struktur batuan yang belum kompak.
Hal ini sangat berpengaruh terhadap suatu rencana kontruksi.

Untuk membangun suatu struktur konstruksi di wilayah Kabupaten Pangandaran


dan sekitarnya, perlu diperhatikan jarak lokasi rencana konstruksi dengan area
patahan yang ada. Selain itu, perlu dilakukan pengkajian terhadap kondisi struktur
tanah, tingkat pelapukan batuan di lokasi. Hal-hal tersebut dapat meminimalisir
dampak kerusakan pada struktur konstruksi jika bahaya gempa bumi terjadi.
Tentunya harus ditunjang dengan struktur kontruksi yang baik.
LAMPIRAN

(Gambar 1) Peta Geologi Lembar Pangandaran


(Gambar 2) Korelasi Satuan Peta
(Gambar 3) Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Pangandaran
(Gambar 4) Klasifikasi Tingkat Pelapukan British Standards

(Gambar 5) Pertemuan Tiga Lempeng Tektonik


(Gambar 6) Sesar Citanduy
Daftar Pustaka

Chapter, S. O. (2018, Maret 27). LIPATAN. Retrieved from seguhosc.blogspot.com:


https://seguhosc.blogspot.com/2018/03/lipatan.html#:~:text=Antiklin%20meru
pakan%20punggung%20lipatan%20yang,concav%20dengan%20cembung%20ke
%20atas).&text=Sinklin%20merupakan%20lembah%20lipatan%20yang,dengan%
20cekungnya%20mengarah%20ke%20atas.

linnas, K. a. (2012, Oktober 4). Struktur Geologi Sesar. Retrieved from


geoenviron.blogspot.com: http://geoenviron.blogspot.com/2012/10/struktur-
geologi-sesar.html

ONE, A. I. (2018, September 11). Study Kerentanan Gerakan Tanah Daerah Karangkamiri
Dan Sekitarnya, Kecamatan Langkaplancar, Kabupaten Pangandaran, Provinsi
Jawa Barat. Retrieved from divergenmor.blogspot.com:
https://divergenmor.blogspot.com/2018/09/study-kerentanan-gerakan-tanah-
daerah.html

Pengki Irawan, I. H. (2016). ANALISA GEOLOGI TEKNIK DALAM PERENCANAAN BENDUNG


DAERAH IRIGASI PARIGI KABUPATEN PANGANDARAN . Jurnal Siliwangi Vol.2.
No.2., 145.

Pradanaputra, A. (2018, Oktober 26). Likuifaksi, Mengenal, Mengetahui Penyebab, dan


Dampak Likuifaksi. Retrieved from keselamatankeluarga.com:
https://www.keselamatankeluarga.com/pengertian-penyebab-dan-dampak-
likuifaksi/

Raharjo, K. B. (2008). PENGARUH KARAKTERISTIK ENDAPAN SEDIMEN PANTAI


TERHADAP LIQUIFAKSI DI KAWASAN PESISIR PANGANDARAN DAN SEKITARNYA,
KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
Kelautan, 201.

Anda mungkin juga menyukai